Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS INTERAKSI SOSIAL ANAK SLOW LEARNER

Penelitian Kualitatif Melalui Pendekatan Studi Kasus Pada Kelas V Sekolah


Luar Biasa Kota Bogor Semester Genap
Tahun Pelajaran 2019/2020

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan

Oleh
Raden Siti Hasanah
037116213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Definisi Konseptual Fokus Penelitian

1. Interaksi Sosial

a. Pengertian Interaksi Sosial

Suatu proses hubungan timbal balik atau interaksi dua

orang atau lebih yang saling mempengaruhi sebagai langkah

perbaikan tingkah laku individu dalam situasi sosial dimanapun

mereka berada (Kesulitan Belajar Berlatar Interaksi Sosial

Peserta Didik di Sekolah dalam Herawati dan Suherman,

2017:22) Masing-masing individu yang terlibat dalam interaksi

berperan aktif untuk dapat saling mempengaruhi. Interaksi

sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

sosial. Interaksi sosial adalah kunci dari kehidupan sosial

karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan

bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Interaksi Sosial

Dosen dengan MahaSiswa Difabel di Perguruan Tinggi Inklusif

(Feriani 2017:219) “Saling pengaruh mempengaruhi secara

dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak antar


pribadi dan kelompok menghasilkan perubahan sikap dan

tingkah laku.”

Interaksi sosial terjadi antara individu dengan individu,

antar individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan

kelompok. Menurut Fatnar Ningrum Virgia,dkk (2014:72)

interaksi sosial merupakan kesanggupan individu untuk saling

berhubungan dan berkerja sama dengan individu lain maupun

kelompok dimana kelakuan individu lain atau sebaliknya,

sehingga terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Pebriana Hana Putri

(2017:5) menerangkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan

atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan tujuan untuk saling mempengaruhi satu dengan lainnya

untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini dapat diartikan

bahwa interaksi sosial terdapat dalam hubungan antar individu,

kelompok, yang merupakan hubungan yang dilakukan oleh

manusia untuk bertindak terhadap suatu atas dasar makna

yang dimiliki oleh manusia.

Menurut Putri (2017:4) berpendapat bahwa Interaksi

sosial adalah hubungan yang terjadi dalam sekelompok individu

yang saling berhubungan baik dalam berkomunikasi maupun


tindakan sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahmawati

(2014:105) bahwa Interaksi sosial adalah suatu hubungan di

antara dua individu atau lebih, dimana perilaku individu yang

satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki individu lain

atau sebaliknya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antar

individu maupun antar kelompok yang menghasilkan suatu

hubungan timbal balik dan memiliki peran untuk saling

mempengaruhi satu sama lain.

b. Faktor-Faktor Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan suatu proses yang cukup

kompleks, seperti yang dijelaskan oleh Asrosi dalam Psikologi

Pembelajaran (2013:112-117) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hubungan sosial adalah : a) keluarga, b)

sekolah, c) masyarakat. Menurut Soekanto (2014:56-58) berikut

penjelasan faktor-faktor interaksi sosial tersebut.

Dalam sosiologi, interaksi sosial sebagai proses tidak

terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal.


a. Faktor Internal adalah faktor yang menjadi dorongan dari

dalam diri seseorang untuk berinteraksi sosial. Faktor

internal meliputi hal-hal berikut :

1) Dorongan untuk meneruskan keturunan;

2) Dorongan untuk memenuhi kebutuhan;

3) Dorongan untuk mempertahankan kehidupan.

b. Faktor Eksternal. Komponen faktor eksternal dalam

interaksi sosial, sebagaimana disebutkan Soerjono

Soekanto adalah interaksi sosial adalah sebagai proses.

Dengan demikian, berlangsungnya proses interaksi

didasarkan pada berbagai faktor berikut :

1) Faktor Imitasi, yaitu proses sosial atau tndakan

seseorang untuk meniru orang lain, baik sikap,

penampilan, gaya hidup, maupun yang dimilikinya.

Imitasi pertama kali muncul di lingkungan tetangga dan

lingkungan masyarakat Hambali, Adang (2015:55).

2) Faktor Sugesti, yaitu rangsangan, pengaruh, stimulus

yang diberikan seorang individu kepada individu lain

sehingga orang yang diberikan sugesti menuruti atau

melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional.


3) Faktor Identifikasi, adalah bertingkah laku seperti apa

yang ia lihat tanpa disadarinya Gerungan W. A.

(2018:71-74).

4) Faktor Simpati, yaitu proses kejiwaan yang mendorong

seseorang individu merasa tertarik pada seseorang atau

kelompok karena sikap, penampilan, wibawa atau

perbuatannya yanfg sedemikian rupa.

5) Faktor Motivasi, yaitu rangsangan, pengaruh, stimulus

yang diberikan kepada individu kepada individu lain

sehingga orang yang diberi motivasi menuruti atau

melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis,

rasional, dan penuh rasa tanggung. Motivasi biasanya

diberikan oleh orang yang memiliki status yang lebih

tinggi dan berwibawa. Contohnya motivasi ayah kepada

seorang anaknya dan dari seorang guru kepada siswa.

6) Faktor empati mirip dengan faktor simpati, tetapi tidak

hanya perasaan kejiwaan. Empati dirasakan oleh

perasaan organisme tubuh yang sangat medalam

(intens).

Berdasarkan pendpt diatas dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor terjadinya interaksi sosial yaitu adanya faktor


internal dan faktor eksternal. Faktor Internal adalah faktor yang

menjadi dorongan dari dalam diri seseorang untuk berinteraksi

sosial. Sedangkan faktor ekternal yaitu, komponen faktor

eksternal dalam interaksi sosial, sebagaimana disebutkan

Soerjono Soekanto adalah interaksi sosial adalah sebagai

proses.

c. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang

dinamis, menyangkut hubungan anatar individu, antar kelompok

maupun antar individu dan kelompok, menurut Handayani

(2013:2) paling tidak ada dua syarat terjadinya interaksi sosial

yaitu, adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Seperti

yang dijelaskan oleh Soekanto (2014:58), bahwa Suatu

interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak

memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Adanya kontak sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (yang

artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya

menyentuh), jadi, menurut Sisrazeni (2017:444) artinya

secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh.

a. Antara orang-perorangan
b. Antara orang-perorangan dengan suatu sekelompok

manusia atau sebaliknya.

c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok

manusia lainnya

2. Adanya Komunikasi

Menurut Asrul (2013:486) yaitu prose penyampaian

pesan dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara

langsung maupun dengan alat bantu agar orang lain

memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan

komunikasi. Kontak sosial dapat terjadi antar individu, antar

kelompok, maupun individu dengan kelompok. Sedangkan

komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan

kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun

dengan alat bantu.

d. Ciri-Ciri Interaksi Sosial

Menurut Muslim Asrul (2013:486) berpendapat bahwa

proses interaksi sosial dalam masyarakat memiliki ciri sebagai

berikut :

1. Adanya dua orang pelaku atau lebih.

2. Adanya hubungan timbal balik antar pelaku.


3. Diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung.

4. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Faishal Brasista,

dkk (2014:106) bahwa ciri-ciri interaksi sosial adalah sebagai

berikut :

1. Adanya suatu hubungan atau interaksi.

2. Adanya pelaku.

3. Adanya tujuan.

4. Adanya komunikasi.

5. Dimensi waktu.

6. Adanya pengaruh sosial.

7. Adanya hubungan yang dikhususkan.

8. Adanya kondisi hubungan yang tercatat.

9. Adanya hubungan sikap antar individu.

10. Adanya pengaruh dalam kelompok

Interaksi sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu

kerja sama, persaingan, pertikaian atau pertentangan, dan

akomodasi menurut pendapat Hambali, Adang (2015:58-61).

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan

bahwa interaksi sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk,


yaitu kerja sama, persaingan, pertikaian atau pertentangan, dan

akomodasi.

e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Bentuk interaksi pada anak sekolah regular tidak begitu

berbeda dengan anak homeschooling, meliputi obrolan,

bermain bersama, hanya saja topic pembicaraannya yang

berbeda menurut Eka Setiawati dan Suparno (2010:60).

Interaksi sosial dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu

asosiatif dan disosiatif.

1. Asosiatif

Menurut Asrul (2013:486-488) interaksi sosial bersifat

asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan interaksi

sosial ini terdiri atas beberapa hal berikut :

a. Kerja sama

b. Akomodasi

c. Asimilasi

d. Akulturasi

2. Disosiatif

Mencakup persaingan yang meliputi contravention dan

pertentangan pertikaian menurut Soekanto (2014:81-90)


Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

bentuk interaksi sosial menurut jumlah penyatuannya terdiri dari

kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Sedangkan

bentuk interaksi sosial menurut prosesnya terdiri dari

contravention dan pertentangan.

2. Slow Learner

a. Pengertian Slow Learner

Siswa slow learner atau lamban belajar umumnya dapat

diidentifikasi melalaui hasil belajar siswa yang berada di

bawah rata-rata. Hal ini sejalan dengan pendapat Wachyu

Amelia (2016:54) yang megungkapkan bahwa anak slow

learner adalah siswa yang lambat belajar, sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan

sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual

yang sama. Hal yang sama diungkapkan Mutmainah (2017: )

bahwa slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan

potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi

lamban. slow learner adalah anak yang memiliki prestasi

belajar rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada

salah satu atau seluruh area akademik, tapi tidak tergolong

anak yang mempunyai keterbelakangan mental Nur Khabibah

(2013:7).
Secara tradisional, siswa yang mengalami kesulitan

termasuk ke dalam individu yang mengalami penyimpangan

dalam perkembangannya, namun tidak dapat dimasukkan ke

dalam kelompok individu yang mengalami keterbelakangan

mental atau tunagrahita karena mereka memiliki tingkat

intelegensi yang normal, bahkan di atas normal Martini

Jamaris (2013:4). Anak yang berkesulitan belajar adalah anak

yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun

kecerdasannya rata-rata, sedikit di atas rata-rata, atau sedikit

di bawah rata-rata E Kosasih (2012:31)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa anak slow learner adalah anak yang

memiliki kecerdasan intelektual atau kemampuan kognitifnya

di bawah rata-rata anak pada umumnya. Anak slow learner

membutuhkan bantuan dari orang lain terutama guru dalam

hal belajar di sekolah.

b. Faktor-Faktor Penyebab Slow Learner

Banyak kemungkinan yang dapat menyebabkan

seseorang menjadi anak slow learner. Menurut Mutmainah

(2017:7) bahwa anak yang lambat dalam belajar disebabkan

oleh dua faktor yakni faktor internal/faktor genetic/Hereditas

dan faktor eksternal. Hal ini sejalan dengan pendapat Martini


Jomaris (2013:17) bahwa Teratogenic dan kesulitan belajar

penelitian yang berkaitan dengan kesulitan belajar yang

dilakukan para ahli menemukan bahwa salah satu penyebab

kesulitan belajar adalah karena pengaruh teratogenic, yaitu

pengaruh zat kimia seperti alcohol, rokok, dan limbah kimia

serta obat-obatan.

Penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya

dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar

yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan

ucapan atau penulisan bahasa atau numeric atau

pertimbangan ruang Hargio Santoso (2018:78).

Berbicara tentang faktor penyebab terjadinya anak

lamban belajar atau slow learner, banyak faktor yang

menyebabkannya. Nani Triani dan Amir (2016:4-10) faktor-

faktor tersebut antara lain :

1. Faktor Prenatal

2. Faktor Biologis Non Keturunan

Lamban belajar atau slow learner tidak hanya terjadi

karena faktor genetic tetapi juga ada beberapa hal

nongenetik, antara lain :

a. Obat-obatan

b. Keadaan Gizi Ibu yang Buruk saat hamil


c. Radiasi Sinar X

d. Faktor Rhesus

3. Faktor Natal (saat proses Kelahiran)

Kondisi kekurangan oksigen pada saat proses kelahiran

karena proses persalinan yang lama atau bermasalah

dapat menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi menjadi

terhambat.

4. Faktor Postnatal (sesudah lahir) dan Lingkungan

Malnutrisi atau trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan,

trauma pada otak atau beberapa penyakit seperti

maninginitis dan encephalis harus juga menjadi perhatian

kita .

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan

bahwa faktor penyebab anak slow learner dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu faktor prenatal (sebelum lahir) atau genetic

dan faktor biologis non keturunan. Faktor prenatal atau/genetic

terjadi saat anak masih di dalam kandungan. Faktor-faktor

biologis non keturunan dapat dipengaruhi dari komsumsi obat-

obatan, gizi ibu yang buruk, terpapar sinar radiasi, faktor

rhesius, saat proses kelahiran (natal), dan setelah kelahiran

(post natal).

c. Karakteristik Slow Learner


Peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda,

baik minat, bakat kebiasaan, motivasi, situasi sosial, lingkungn

keluarga, dan harapan masa depan Nurul Hidayati Rofiah

(2017:97). Triani dan Amir (2016:10-12) anak yang mengalami

kelambanan belajar (slow learner) mempunyai karakteristik

sebagai berikut, dalam hal :

1) Intelegensi

Dari segi intelegensi anak-anak lamban belajar atau slow

learner berada pada kisaran dibawah rata-rata yaitu 70-90

berdasarkan skala WISC.

2) Bahasa

Anak-anak lamban belajar atau slow learner mengalami

masalah dalam berkomunikasi.

3) Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lamban belajar atau slow

learner memiliki emosi yang kurang stabil.

4) Spsial

Anak-anak lamban belajar atau slow learner dalam

bersosialisasi biasanya kurang baik.

5) Moral Moral seseorang akan berkembang seiring dengan

kematangan kognitifnya.
Anak slow learner juga dapat diamati berdasarkan ciri-

cirinya. Cece Wijaya (2010:53-63) ciri-ciri umum siswa lamban

belajar dapat dipahami melalui pengamatan fisik siswa,

perkembangan mental, intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian,

dan proses-proses belajar yang dilakukannya di sekolah dan di

rumah. Ciri-ciri itu dianalisis agar diperoleh kejelasan yang

konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan bvelajar

siswa di sekolah dan di rumah. Rincian analisisnya mencakup

hal-hal sebagai berikut : fisik, perkembangan mental, sosial,

perkembangan kepribadian, proses-proses belajar yang

dilakukannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa karakteristik anak slow learner dapat dilihat

dari beberapa aspek yaitu: 1) pada aspek intelegensi yakni anak

slow learner mengalami kesulitan untuk memahami hal-hal yang

abstrak, 2) pada aspek bahasa yakni anak slow learner

kesulitan untuk berkomunikasi terutama dalam hal ekspresif dan

refretif, 3) pada aspek emosi yakni anak slow learner cenderung

memiliki emosi yang kurang stabil; 4) pada aspek sosial yakni

anak slow learner biasanya memiliki sosial yang kurang baik;

dan 5) pada aspek moral yakni anak slow learner sering


melanggar peraturan karena keterbatasan memori dalam

mengingat sehingga sering lupa jika tdak diingatkan.

d. Masalah yang dihadapi Anak Slow Learner

Kesan buruk yang diterima oleh anak slow learner seperti

label “bodoh” sering dijadikan oleh siswa lain untuk tdak

berinteraksi atau menjalin hubungan persahabatan dengan anak

slow learner. Berdasarkan beberapa hasil penelitian,

menunjukkan bahwa anak slow learner mengalami masalah

belajar dan tingkah laku. Hal ini dikarenakan anak mempunyai

keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan

psikologis menurut Ag. Krisna Indah Marheni (2017:157). Hal ini

sejalan dengan pendapat Roh Dinia Wati (2018:267).beberapa

masalah yang dihadapi anak slow learner antara lain anak

mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya; anak

cenderung bersikap pemalu, menarik diri dari lingkungan

sosialnya; lamban menerima informasi; hasil prestasi belajar

kurang optimal; karena ketidakmampuannya sehingga tinggal

kelas dan mendapat label yang kurang baik dari teman-

temannya.

Peserta didik slow learner dimungkinkan akan mengalami

berbagai macam kendala selama proses belajar berlangsung.


Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi penyebab anak lambat

belajar antara lain karena masalah konsentrasi, daya ingat yang

lemah, kognisi, serta masalah sosial dan emosional di sekolah

peserta didik diharuskan menyelesaikan tugas-tugas, belajar

dengan sungguh-sungguh dalam menerima pelajaran, dan

mencapai hasil nilai yang tinggi, namun pada kenyataannyapada

saat sekarang banyak peserta doidsik yang mengalami kesulitan

dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dikarenakan lamban

belajar (slow learner) sehingga mengakibatkan timbul perasaan

rendah diri atau inferioritas Nurul Hidayati Rofiah (2017:95-96)

Beberapa masalah yang dihadapi anak lamban belajar

atau slow learner adalah :

1. Anak mengalami perasan minder terhadap teman-temannya

karena kemampuan belajarnya lamban jika dibandingkan

teman-teman sebayanya.

2. Anak cenderung bersikap pemalu, menarik diri dari

lingkungan sosialnya.

3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam

berbahasa reseptif atau menerima dan ekspresif atau

mengungkapkan.
4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal sehingga dapat

membuat anak menjadi stress karena ketidakmampuannya

mencapai apa yang diharapkannya.

5. Karena ketidakmampuannya mengikuti pelajaran di kelas, hal

tersebut dapat membuat anak tinggal kelas.

6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.

Berdasarkan masalah yang sering dialami anak slow

learner, bahwa tidak hanya masalah intelektual saja namun

beberapa anak slow learner juga mengalami masalah pada

hubungan intrapersonal, seperti anak slow learner yang kurang

percaya diri, cenderung pemalu, dan mendapatkan label yang

kurang baik dari teman-temannya.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :

1. penelitian yang dilakukan oleh Roh Dinia Wati tahun 2017 yang

berjudul ‘Interaksi Sosial Siswa Slow Learner Kelas III di SD

Muhamadiyah Magelang”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi kerja sama,

akomodasi, persaingan, kontravensi, dan menghadapi pertentangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Roh

Dinia Wati terletak pada hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan

oleh Roh Dinia Wati disajikan menurut bentuk-bentuk interaksi sosial


yaitu interaksi sosial yang bersifat asosiatif dan disosiatif dan

dijabarkan ke dalam bentuk-bentuk kerja sama, akomodasi,

persaingan, kontravensi, dan menghadapi pertentangan. Sedangkan

dalam penelitian ini, hasil penelitian sosial disajikan dalam bentuk-

bentuk interaksi sosial yaitu interaksi sosial antarindividu,

antarkelompok, individu dengan kelompok. Perbedaan lain yaitu

terletak pada banyaknya subyek penelitian. Penelitian yang dilakukan

oleh Roh Dinia Wati satu subyek.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Indar Mery Handayani tahun 2013

yang berjudul “ Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di SDN

016/016 Inklusif Samarinda “ penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui interaksi sosial anak berkebutuhan khusus yang meliputi

komunikasi anak berkebutuhan khusus, kerjasama anak

berkebutuhan khusus , kontravensi anak berkebutuhan khusus dan

pertikaian (konflik) anak berkebutuhan khusus. Perbedaan penelitian

yang dilakukan oleh Indar Mery Handayani ditunjukkan kepada

semua anak berkebutuhan khusus sedangkan penelitian ini khusus

kepada anak slow learner. Perbedaan lainnya yaitu terdapat pada

beberapa indicator yang berbeda untuk meneliti interaksi sosial anak

slow learner.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurwahyuni Idris Fitriani tahun 2018

yang berjudul “ Analisis Keterampilan Siswa Berkebutuhan Khusus “


penelitian tersebt mengkaji tentang keterampilan sosial anak

berkebutuhan khusus penyandang ADHD. Hasil dari penelitian

menjelaskan bahwa tidak semua aspek bisa dikuasai oleh

penyandang ADHD dari kelima aspek hanya empat aspek yang dapat

dikuasai oleh penyandang ADHD . perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nurwahyuni Idris Fitriani adalah

penelitian ini mengacu pada lima aspek yaitu aspek kerja sama,

aspek asersi, aspek tanggung jawab dan aspek empati.

C. Kerangka Berpikir

Berikut ini adalah kerangka berpikir yang akan menjadi acuan

dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus ini:

PO

Sumber Data :

FP: (Fonomena)
SF :
PW Hasil
Interaksi  Siswa
Interaksi Temuan
Sosial Anak  Guru
Sosial Anak
Slow  Orang
Slow Learner
Learner Tua

DD
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Keterangan :

FP : Fokus Penelitian

SFP : Sub Fokus Penelitian

PO : Panduan Observasi

PW : Panduan Wawancara

DD : Data (nilai/skor) dan Dokumentasi (foto/gambar)

Penelitian ini dapat interaksi sosial anak slow learner melalui

kegiatan observasi, wawancara, data dan dokumentasi melalui orang-

orang yang terpecaya untuk mendapatkan informasi secara akurat.

Observasi dilakukan saat belajar di rumah, begitupun dengan hal yang

sama dengan wawancara serta hasil pengambilan data dan

dokumentasi. Sumber penelitian ini adalah siswa, guru kelas, serta

orang tua yang bisa dipercaya dan menyampaikan inormasi secara

mendalam.

Anda mungkin juga menyukai