Anda di halaman 1dari 9

Buletin Kaffah, No.

246
10 Dzulqa'dah 1443 H
10 Juni 2022 M

BEREBUT KEKUASAAN DI
TENGAH RAKYAT YANG
TERABAIKAN

P
emilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih cukup jauh.
Sekitar dua tahun lagi. Namun demikian, demi meme-
nangkan pertarungan di Pilpres 2024, banyak pejabat
dan politisi sudah mulai tampak sibuk bermanuver.
Demikian juga sejumlah partai politik. Mereka melakukan
konsolidasi sejak dini. Muncul, misalnya, Koalisi Indonesia
Bersatu (KIB). Di dalamnya tergabung Partai Golkar, PAN dan
PPP. KIB dibentuk tentu untuk kepentingan Pilpres 2024.
Lalu ada sejumlah nama yang muncul atau dimunculkan
sebagai calon presiden. Ada Puan dan Ganjar dari PDIP. Ada
Airlangga Hartarto dari Golkar. Ada Prabowo dari Gerindra.
Ada AHY dari Demokrat. Ada Cak Imin dari PKB. Ada Anies

01
Baswedan dari non partai. Tak ketinggalan Menteri Erick
Thohir yang diduga juga berambisi menjadi presiden.
Di sisi lain, banyak yang menghendaki Jokowi dari PDIP
menjadi presiden tiga periode. Meski banyak ditentang ber-
bagai kalangan, Menko Luhut dan sejumlah pihak sempat ber-
manuver untuk memuluskan hasrat Jokowi tiga periode ini.
Tampak jelas nafsu elite politik untuk berkuasa atau
mempertahankan kekuasaan begitu menggebu. Tak lagi malu-
malu. Terang-terangan. Tak lagi bisa disembunyikan. Seolah
tak peduli lagi etika berpolitik. Semua pejabat, politisi dan
parpol sibuk fokus memikirkan Pilpres 2024 yang masih jauh.
Seolah tak ada satu pun penguasa, pejabat, politisi dan parpol
yang fokus mengurus rakyat. Padahal saat ini justru rakyat
sedang banyak dirundung masalah. Terutama masalah eko-
nomi.
Meski pandemi Covid-19 telah berakhir, rakyat kebanyakan
masih terpuruk secara ekonomi. Di sisi lain, Pemerintah seolah
tak peduli. Buktinya, menyusul kenaikan harga Pertamax yang
gila-gilaan, ada rencana Pemerintah untuk menaikkan harga
Pertalite. Pemerintah juga berencana menaikkan kembali tarif
dasar listrik dan gas. Yang sudah pasti dan sudah berlaku,
Pemerintah telah menaikkan PPN menjadi 11%. Akibatnya,
harga-harga barang pun otomatis naik. Belum lagi harga mi-
nyak goreng yang naik nyaris dua kali lipat. Selama berbulan-

02
bulan sampai saat ini, harga minyak goreng tetap mahal. Tidak
mengalami penurunan sama sekali, sesuai janji Presiden
Jokowi.
Di sisi lain, selama Pandemi, jumlah kekayaan para pejabat
banyak yang meningkat justru di tengah sejumlah BUMN yang
bermasalah. Ada yang terlilit utang puluhan triliun, seperti
PLN, Garuda, dll. Ada yang mengalami kerugian ratusan triliun,
seperti Pertamina. Pada saat yang sama, korupsi makin tak
terkendali. Sekadar contoh, ada kasus korupsi Asabri,
Jiwasraya dan Bansos dengan angka puluhan triliun rupiah.
Ironisnya, banyak koruptor yang tak segera ditangkap dan
diadili. Kalaupun ada yang diadili dan dihukum, hukumannya
ringan. Bahkan ada koruptor kakap yang kemudian dengan
mudahnya dibebaskan.
Demikianlah. Di bawah sistem demokrasi sekuler yang
mencampakkan aturan agama (syariah Islam), sebagaimana di
negeri ini, kekuasaan benar-benar telah menimbulkan fitnah.
Banyak orang berlomba-lomba meraih dan atau memperta-
hankan kekuasaan. Segala cara digunakan. Tak peduli halal
dan haram. Saat berkuasa atau memegang jabatan, kekua-
saan dan jabatan itu pun dijalankan tidak dengan amanah.
Kekuasaan lebih banyak dijadikan alat untuk kepentingan
sendiri dan golongan. Sebaliknya, kepentingan dan kemasla-
hatan rakyat sering diabaikan dan ditinggalkan.

03
Kekuasaan adalah Amanah
Allah SWT berfirman:
ِ ِ
َ ْ َ‫إِ ﱠن اﻟﻠﱠ َﻪ ﻳَﺄْ ُﻣ ُﺮُﻛ ْﻢ أَ ْن ﺗـُ َﺆﱡدوا اْﻷ ََﻣﺎﻧَﺎت إِ َﱃ أ َْﻫﻠ َﻬﺎ َوإِ َذا َﺣ َﻜ ْﻤﺘُ ْﻢ ﺑـ‬
ِ ‫ﲔ اﻟﻨ‬
‫ﱠﺎس أَ ْن َْﲢ ُﻜ ُﻤﻮا‬
‫ﺑِﺎﻟْ َﻌ ْﺪ ِل‬
Sungguh Allah menyuruh kalian memberikan amanah kepada
orang yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika
menetapkan hukum di antara manusia agar kalian berlaku adil
(TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Pada dasarnya, amanah


adalah taklif (syariah Islam) yang harus dijalankan dengan
sepenuh hati, dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Jika ia melaksanakan taklif tersebut
maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Sebaliknya, jika
ia melanggar taklif tersebut maka ia akan memperoleh siksa.”
(Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, III/522).
Terkait amanah kekuasaan, Imam ath-Thabari, dalam Tafsîr
ath-Thabarî, menukil perkataan Ali bin Abi Thalib ra.,
“Kewajiban penguasa adalah berhukum dengan hukum yang
telah Allah turunkan dan menunaikan amanah…”
Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya
dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan
Allah SWT. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi

04
dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepe-
mimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlaku-
nya sistem kufur, seperti sistem demokrasi yang bertentangan
dengan Islam. Ia pun tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan
yang tidak berpihak pada Islam dan kaum Muslim.

Kekuasaan Bisa Berujung Penyesalan


Banyak orang berambisi terhadap kekuasaan. Apalagi
dalam sistem sekuler yang bersifat materialistik seperti saat
ini. Padahal, terkait ambisi terhadap kekuasaan, jauh-jauh hari
Rasulullah saw. telah memperingatkan umatnya agar hati-hati
terhadap akibatnya:
‫ﺼﲑُ ﻧَ َﺪ َاﻣ ًﺔ َو َﺣ ْﺴَﺮًة ﻳـَ ْﻮَم اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ‬
ِ َ‫إِﻧﱠ ُﻜﻢ ﺳﺘَﺤ ِﺮﺻﻮ َن ﻋﻠَﻰ ا ِﻹﻣﺎرةِ وﺳﺘ‬
ََ ََ َ ُ ْ َ ْ
Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan
(kekuasaan), sementara kepemimpinan (kekuasaan) itu akan
menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak (HR al-
Bukhari, an-Nasa’i dan Ahmad).

Karena itulah Rasul saw. memberikan contoh dengan tidak


memberikan kekuasaan atau jabatan kepada orang yang
meminta kekuasaan atau jabatan tersebut. Beliau pernah
bersabda:
‫ص َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ ِ
َ ‫إﻧﱠﺎ َواﻟﻠﱠﻪ ﻻَ ﻧـُ َﻮﱢﱃ َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا اﻟْ َﻌ َﻤ ِﻞ أ‬
َ ‫َﺣ ًﺪا َﺳﺄَﻟَﻪُ َوﻻَ أ‬
َ ‫َﺣ ًﺪا َﺣَﺮ‬

05
Kami, demi Allah, tidak akan mengangkat atas tugas ini seorang
pun yang memintanya dan yang berambisi terhadapnya (HR
Muslim).

Dalam redaksi lain dinyatakan:


ِ ِ
ُ‫ﻻَ ﻧَ ْﺴﺘَـ ْﻌﻤ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﻋ َﻤﻠﻨَﺎ َﻣ ْﻦ أ ََر َادﻩ‬
Kami tidak akan mengangkat—atas tugas kami—orang yang
menginginkannya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Abu Bakar ath-Tharthusi dalam Sirâj al-Muluk menjelaskan,


“Rahasia di balik semua ini adalah bahwa kekuasaan (jabatan)
adalah amanah…Berambisi atas amanah adalah salah satu
bukti dari sikap khianat...Jika seseorang yang khianat diberi
amanah maka itu seperti meminta serigala untuk menggem-
balakan domba.”

Ancaman Terhadap Penguasa Khianat


Penguasa khianat diancam oleh Rasulullah saw., antara lain
melalui sabdanya:
‫ إِﱠﻻ َﺣﱠﺮَم اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬،‫ش ﻟَِﺮ ِﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ‬
‫ﻮت َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬
ُ ُ‫ﻮت ﻳـَ ْﻮَم َﳝ‬
ِ ِِ ٍ ِ
ُ ُ‫ َﳝ‬،ً‫َﻣﺎ ﻣ ْﻦ َﻋْﺒﺪ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﺮﻋﻴﻪ اﷲُ َرﻋﻴﱠﺔ‬
َ‫اﳉَﻨﱠﺔ‬
ْ
Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk
mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia da-

06
lam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan
surga bagi dirinya (HR al-Bukhari).

Terkait hadis di atas, Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahîh


Muslim, menukil kata-kata Imam Fudhail bin Iyadh, “Hadis ini
merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT
untuk mengurus urusan kaum Muslim, baik urusan agama
maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang ber-
khianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepada
dirinya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan
dijauhkan dari surga.”
Rasulullah saw. pun mendoakan keburukan terhadap para
penguasa khianat atau pemimpin yang tidak amanah, yang
menyusahkan rakyatnya:
‫ﱄ ِﻣ ْﻦ أ َْﻣ ِﺮ أُﱠﻣ ِﱵ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫ َﻣ ْﻦ َو‬،‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ‬
َ ‫ َوَﻣ ْﻦ َو‬،‫ ﻓَﺎ ْﺷ ُﻘ ْﻖ َﻋﻠَْﻴﻪ‬،‫ﱄ ﻣ ْﻦ أ َْﻣﺮ أُﱠﻣ ِﱵ َﺷْﻴﺌًﺎ ﻓَ َﺸ ﱠﻖ َﻋﻠَْﻴﻬ ْﻢ‬
َ
ِ‫ ﻓَﺎرﻓُﻖ ﺑِﻪ‬،‫َﺷﻴﺌﺎ ﻓَـﺮﻓَﻖ ﻬﺑِِﻢ‬
ْ ْ ْ َ َ ًْ
Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lantas dia
membuat mereka susah, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang
mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka
kasihilah dia (HR Muslim).

07
Teladan Pemimpin Islam
Sejak Rasulullah saw. diutus, tidak ada sistem yang mampu
melahirkan para penguasa yang amanah, agung dan luhur,
kecuali dalam sistem Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin
yang terkenal dalam hal keadilan dan sikap amanah mereka.
Mereka juga termasyhur sebagai pemimpin yang memiliki
budi pekerti yang agung dan luhur serta lembut terhadap
rakyat mereka.
Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq, misalnya, adalah
sosok penguasa yang terkenal adil, amanah, sabar dan
lembut. Namun, beliau juga terkenal sebagai pemimpin yang
tegas. Penerusnya, Khalifah Umar bin al-Khaththab, juga
terkenal sebagai penguasa yang adil, amanah dan tegas.
Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya
yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar (Lihat:
Thabaqât Ibnu Sa‘ad, II/4/60; Târîkh al-Islâm, II/388; dan
Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).
Sebagai penguasa yang amanah, Khalifah Umar bin al-
Khaththab ra. pun terkenal dengan kata-katanya, “Seandainya
ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalanan
rusak, aku sangat khawatir Allah SWT akan meminta tanggung
jawabku di Akhirat nanti.”
Inilah secuil keteladanan yang bisa kita ambil dari Khulafaur
Rasyidin dalam mengurus urusan rakyat mereka.

08
Jangan lupa, sikap dan perilaku para penguasa Muslim yang
luar biasa seperti itu adalah saat negara benar-benar mene-
rapkan syariah Islam secara total dalam institusi Khilafah
Islam.
Sayangnya, para pembenci Islam akhir-akhir ini makin
gencar mengkriminalisasi Khilafah. Padahal Khilafah adalah
bagian dari ajaran, hukum dan peradaban Islam yang agung.
Mereka ini tak lebih dari kalangan Islamofobia. Mereka amat
takut jika peradaban Islam—dalam institusi Khilafah Islam
yang agung—tampil kembali menggantikan peradaban seku-
ler yang terbukti rusak dan merusak. Karena itu mereka terus-
menerus mendiskreditkan Khilafah. Semoga kita selalu waspa-
da dan tidak terpedaya!
WalLaahu a’lam bi ash-shawwaab. []

HIKMAH:

Rasulullah saw. bersabda:


‫ إِﻻ َﻣ ْﻦ‬،‫اب ِﻣ َﻦ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻳـَ ْﻮَم اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ‬ ِ ِ
َ ‫أَﱠو ُل ا ِﻹ َﻣ َﺎرِة َﻣ‬
ٌ ‫ َوﺛَﺎﻟﺜـُ َﻬﺎ َﻋ َﺬ‬،ٌ‫ َوﺛَﺎﻧ َﻴﻬﺎ ﻧَ َﺪ َاﻣﺔ‬،ٌ‫ﻼﻣﺔ‬
‫َرِﺣ َﻢ َو َﻋ َﺪ َل‬
Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan dan ketiga azab
dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan
kasih sayang dan adil. (HR ath-Thabarani). []

09

Anda mungkin juga menyukai