Tanda-Tanda Inpartu
Proses Persalinan
Kekrangan volume
Kelelahan (O₂ ) cairan
Gangguan
respirasi
f. Pemeriksaan Penunjang
4) Kala IV
Penanganan
a)Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan .
b) Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15
menit pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
c)Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya.
d) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan
kering
e)Biarkan ibu beristirahat
f) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan
bayi
g) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
h) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
i) Ajari ibu atau keluarga tentang :
j) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
k) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
2. KETUBAN PECAH DINI (KPD)
a. Defenisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana
risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu
dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi
(Fibriana, 2018).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi.
Ketuban pecah dini atau premature repture of the membrane (PROM) adalah
kondisi di mana kantung ketuban pecah sebelum waktu persalinan dimulai.
Kondisi ini dapat terjadi baik sebelum janin matang dalam kandungan (sebelum
minggu ke-37 masa kehamilan), maupun setelah janin matang (Willy, 2019).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur (WHO, 2017).
b. Etiologi
c. Manfestasi klinis
2. Klasifikasi
Manifestasi klinik KPD menurut (Mansjoer, 2018) antara lain :
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh jernih, kuning hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudah kering.
f. Kecemasan ibu meningkat.
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan penunjang
f. Penatalaksanaan
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
2. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
3. Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak
tertekan kepala janin
4. Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik
5. Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
KPD lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
6. Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat
dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik.
7. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan
tokolisis.
8. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif
selama 24 jam lalu induksi persalinan.
9. Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
akselerasi bila ada inersia uteri.
10. Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban
pecah dini lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5.
11. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.
Mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Induksi
Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim
sebelum kontraksi alami terjadi,dengan tujuan untuk mempercepat
proses persalinan. (Aldo, 2018).
b. Persalinan secara normal/pervaginam
Persalinan normal adalah proses persalinan melalui kejadian secara
alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan
pembukaan untuk mengeluarkan bayi (Wia, 2018).
c. Sectio caesarea.
Menurut (Heldayani, 2019), sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut untuk melahirkan janin dari dalam
rahim.
Adapum Penatalaksanaan Medis, Menurut Rilyani (2017) dalam buku
ajar patologi obstetrik, kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri
kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD
yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud
untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin
dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau
umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan
pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan
letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan
adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan
sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan
mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten (Rilyani, 2017).
a) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan
durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode
latent = L, P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan
genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila
gagal dilakukan bedah caesar (Rilyani, 2017).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam
uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari
pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD
dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena
partus tindakan dapat dikurangi (Rilyani, 2017).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria (Rilyani, 2017).
b) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang
bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi
Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan (Rilyani, 2017).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan (Manuaba, 2013). Induksi persalinan sebagai usaha
agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya
his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-
kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat
janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan
dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan
semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak
maju. Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterine.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi
setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4
jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai
saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of
Health telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada
preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12
mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap
12 jam (Rilyani, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku PelayananKesehatan Ibu di Fasilitas
Ellepola A. P. Prolonged Labor: Failure To Progress. Retrieved Juni 20, 2018, from
American Pregnancy Association: (internet). 2017
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352 dan p-ISSN: 2715-9965 Volume 3 Nomor 4,
2021, Halaman 176-182 ,Penerbit: Poltekkes Kemenkes Palu
Betty, M. K., & Febriati, L. D. (2018). Hubungan Paritas Ibu Bersalin dengan
Kejadian Ruptur Perineum di Klinik Pratama Widuri Sleman Yogyakarta. The Shine
Cahaya Dunia S1 Keperawatan,
Yussie Ater Merry(2021) Pengaruh Massage Counter Pressure Terhadap Lama Kala