Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. INTRANATAL (Persalinan)
a. Defenisi
Persalinan adalah pengalaman emosional yang melibatkan mekanisme
fisiologis dan psikologis. Kelancaran persalinan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya faktor psikologis yaitu kecemasan dan kesakitan saat kontraksi
uterus. Beberapa penelitian mengaitkan persalinan lama dapat disebabkan faktor
psikologis, seperti kekhawatiran, stres, atau ketakutan yang dapat melemahkan
kontraksi uterus. Nyeri fisiologis dan kecemasan ibu saat bersalin yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan persalinan lama pada ibu dan
asfiksia pada bayi serta berujung terhadap kematian ibu dan bayi (Merry, 2021).
Persalinan merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh seorang
perempuan. Persalinan merupakan proses mengeluarkan hasil konsepsi baik
secara normal maupun secara buatan. Pada pasca persalinan dapat terjadi
berbagai macam komplikasi sepertri perdarahan karena atonia uteri, retensio
plasenta, dan ruptur perineum (Sigalingging, 2018). Ruptur perineum secara
global digambarkan dengan prevalensi sebesar 85% dari seluruh persalinan.
Diduga sebesar 0,6-11% dari seluruh wanita yang melahirkan pervaginam
mengalami ruptur perineum derajat 3-4. Insidensi ruptur perineum pada wanita
primipara adalah sebesar 90,4% yang menurun hingga 68,8% pada wanita
multipara (Ellepola, 2018).
The World Health Organization (WHO) memperkirakan 303.000
kematian ibu secara global pada tahun 2015, yang mana 99% terjadi di negara
berpenghasilan rendah. Sekitar 8% dari semua wanita yang melahirkan
mengalami persalinan lama. Persalinan lama juga dikaitkan dengan nyeri
persalinan yang lebih buruk dari yang diperkirakan . Penyebab utama persalinan
lama bisa karena masalah yang berhubungan dengan kontraksi panggul, janin dan
rahim (Merry, 2021).
b. Etiologi

Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa


teori menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur
rahim,sirkulasi rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi
(Hafifah, 2011).
1) Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai
penenang otot —otot polos rahim dan akan menyebabkan
kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
2) Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone
menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan
kontraksi rahim.
3) Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan
iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-
plasenta.
4) Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss).
Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus.
5) Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
c. Manifestasi klinis
1. Tanda dan gejala
1) Tanda dan Gejala Inpartu
a) Penipisan dan pembukaan serviks.
b) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks ( frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit ). Cairan lendir bercampur darah “show”
melalui vagina.
2) Tanda - Tanda Persalinan
a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina.
c) Perenium menonjol.
d) Vulva-vagina dan spingter ani membuka.
e) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
2. klasifikasi
Berdasarkan Winkjosastro (2016), yaitu:
Kala I : Pembukaan serviks.
Kala II : Kala pengeluaran janin.
Kala III : Kala pengeluaran plasenta.
Kala IV : Hingga 1 jam setelah plasenta lahir.
d. Patofisiologi
Untuk menentukan pecahnya ketuban ditentukan dengan kertas
lakmus.Pemeriksaan pH dalam ketuban adalah asam, dilihat apakah memang
air ketuban keluar dari kanatis serviks. Pengaruh terhadap ibu karena jalan
janin terbuka dapat terjadi infeksi intraportal. Ibu akan merasa lelah, suhu naik
dan tampak gejala infeksi intra uterin lebih dahulu sebelum gejala pada ibu
dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalita dan morbiditas perinatal. Setelah
½ jam ketuban pecah tidak terjadi persalinan spontan (partus lama) maka
persalinan diinduksi.
e. Pathway Keperawatan

Kehamilan (37-42 Minggu)

Tanda-Tanda Inpartu

Proses Persalinan

Kala I Kala II Kala III Kala IV

Pelepasan plasenta Post


Kontraksi partus
uterus partum

Resiko pendarahan Resiko


Nyeri Kerja jantung pendarahan

Kekrangan volume
Kelelahan (O₂ ) cairan

Gangguan
respirasi
f. Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan (Rilyani, 2018) bahwa cara menentukan persalinan sudah


pada waktunya adalah :
1. Melakukan anamnesa dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut:
a. Permulaan timbulnya kontraksi

b. Pengeluaran pervaginam seperti lendir, darah, dan atau cairan


ketuban
c. Riwayat kehamilan, riwayat medik, riwayat sosial, masalah
kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi yang pernah dialami
2. Pemeriksaan Umum meliputi tanda vital, BB, TB, oedema, kondisi
puting susu, kandung kemih
3. Pemeriksaan Abdomen meliputi bekas luka operasi, Tinggi Fundus Uteri
(TFU), kontraksi, penurunan kepala, letak janin, besar janin, denyut
jantung janin (DJJ)
4. Pemeriksaan vagina meliputi pembukaan dan penipisan servik, selaput
ketuban penurunan dan molase, anggota tubuh janin yang sudah teraba
5. Pemeriksaan Penunjang berupa:
a. Urine : warna, kejernihan, bau, protein, BJ, dan lain-lain
b. Darah : Hb, BT/CT, dan lain-lain.
g. Penatalaksanaan
1) Kala I
Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah ,ketakutan dan
kesakitan
b) Jika ibu tersebu tampak kesakitan dukungan/asuhan yang dapat diberikan;
lakukan perubahan posisi,sarankan ia untuk berjalan.
c) . Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
d) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perugahan yang terjadi serta
prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
e) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya
setelah buang air besar/.kecil.
f) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi dengan
cara : gunakan kipas angina/AC,Kipas biasa dan menganjurkan ibu mandi
sebelumnya.
g) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan
cukup minum
h) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
2) Kala II
Penanganan
a) Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan :
mendampingi ibu agar merasa nyaman,menawarkan minum, mengipasi
dan meijat ibu
b) Menjaga kebersihan diri
c) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu
e) Mengatur posisi ibu
f) Menjaga kandung kemih tetap kosong
g) Memberikan cukup minum
3) Kala III
Penanganan
a) Memberikan oksitosin untuk merangsang uetrus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta
b) Oksitosin dapat diberikan dalam dua menit setelah kelahiran bayi
c) Jika oksitosin tidak tersedia rangsang puting payudara ibu atau
susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan
ergometrin 0,2 mg. IM.

4) Kala IV
Penanganan
a)Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan .
b) Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15
menit pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
c)Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya.
d) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan
kering
e)Biarkan ibu beristirahat
f) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan
bayi
g) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
h) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
i) Ajari ibu atau keluarga tentang :
j) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
k) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
2. KETUBAN PECAH DINI (KPD)
a. Defenisi

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana
risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu
dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi
(Fibriana, 2018).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi.
Ketuban pecah dini atau premature repture of the membrane (PROM) adalah
kondisi di mana kantung ketuban pecah sebelum waktu persalinan dimulai.
Kondisi ini dapat terjadi baik sebelum janin matang dalam kandungan (sebelum
minggu ke-37 masa kehamilan), maupun setelah janin matang (Willy, 2019).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur (WHO, 2017).
b. Etiologi

Menurut Nugraha (2018), tentang KPD namun penyebabnya masih


belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensiuterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, dan
pemeriksaan dalam.
4. Kelainan letak, misalnya sumsang sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan
terhadap membran dibagian bawah.
5. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya
beresiko 2-4 kali mengalami KDP kembali. Karena komposisi membran
yang lebih mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurunpada kehamilan berikutnya .
6. Keadaan sosial ekonomi : kejadian ketuban pecah sebelum waktunya
dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja

c. Manfestasi klinis

1. Tanda dan gejala


Adapun tanda gejala ketuban pecah dini menurut Tjin Willy, 2019
yaitu ibu hamil akan merasakan air ketuban yang keluar dari vagina ketika
ketuban pecah. Air yang keluar ini dapat mengalir secara perlahan atau
keluar dengan deras. Berbeda dengan urine, bocornya air ketuban tidak
dapat ditahan sehingga akan tetap mengalir keluar walaupun sudah
berusaha menahannya. Air ketuban memiliki ciri-ciri tidak berwarna dan
tidak berbau pesing seperti urine, tetapi cenderung berbau manis. Selain
bocornya air ketuban, ketuban pecah dini dapat disertai dengan beberapa
gejala berikut:
a. Panggul terasa tertekan.
b. Keputihan atau vagina terasa lebih basah daripada biasanya.
c. Perdarahan melalui vagina.

2. Klasifikasi
Manifestasi klinik KPD menurut (Mansjoer, 2018) antara lain :
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh jernih, kuning hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudah kering.
f. Kecemasan ibu meningkat.

d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan


terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan
yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang
menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning
dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban
pecah dini dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
infeksi asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013).

Menurut Nugroho (2010), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat


dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):
1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.
2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
seringterjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.

f. Penatalaksanaan
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
2. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
3. Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak
tertekan kepala janin
4. Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik

5. Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
KPD lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
6. Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat
dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik.
7. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan
tokolisis.
8. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif
selama 24 jam lalu induksi persalinan.
9. Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
akselerasi bila ada inersia uteri.
10. Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban
pecah dini lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5.
11. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.
Mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Induksi
Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim
sebelum kontraksi alami terjadi,dengan tujuan untuk mempercepat
proses persalinan. (Aldo, 2018).
b. Persalinan secara normal/pervaginam
Persalinan normal adalah proses persalinan melalui kejadian secara
alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan
pembukaan untuk mengeluarkan bayi (Wia, 2018).

c. Sectio caesarea.
Menurut (Heldayani, 2019), sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut untuk melahirkan janin dari dalam
rahim.
Adapum Penatalaksanaan Medis, Menurut Rilyani (2017) dalam buku
ajar patologi obstetrik, kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri
kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD
yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud
untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin
dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau
umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan
pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan
letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan
adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan
sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan
mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten (Rilyani, 2017).
a) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan
durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode
latent = L, P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan
genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila
gagal dilakukan bedah caesar (Rilyani, 2017).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam
uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari
pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD
dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena
partus tindakan dapat dikurangi (Rilyani, 2017).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria (Rilyani, 2017).
b) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang
bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi
Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan (Rilyani, 2017).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan (Manuaba, 2013). Induksi persalinan sebagai usaha
agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya
his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-
kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat
janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan
dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan
semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak
maju. Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterine.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi
setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4
jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai
saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of
Health telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada
preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12
mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap
12 jam (Rilyani, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku PelayananKesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta

Ellepola A. P. Prolonged Labor: Failure To Progress. Retrieved Juni 20, 2018, from
American Pregnancy Association: (internet). 2017

Rilyani:, L. A., & Wiagi. Pengaruh Counter Pressure Terhadap Skala


NyeriPersalinan Di Rumah Sakit Daerah May Jend.Hm. Ryacudu Kotabumi
Lampung Utara Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic
Healthcare). 2017. Volume 11, No.4, 257-264.

Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352 dan p-ISSN: 2715-9965 Volume 3 Nomor 4,
2021, Halaman 176-182 ,Penerbit: Poltekkes Kemenkes Palu

Betty, M. K., & Febriati, L. D. (2018). Hubungan Paritas Ibu Bersalin dengan
Kejadian Ruptur Perineum di Klinik Pratama Widuri Sleman Yogyakarta. The Shine
Cahaya Dunia S1 Keperawatan,
Yussie Ater Merry(2021) Pengaruh Massage Counter Pressure Terhadap Lama Kala

1 Fase Aktif Persalinan Normal ISSN:.2721-8864 (Online) Vol. 9,No. 1 ISSN:2338-


669X penerbit;poltekkes-denpasar

Wulandari.(2018).Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Masalah Ketuban Pecah


Dini., dari Jakarta

Martaadisoebrata D. 2017. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai