Mengajarkan
& Mengasuh
dengan
Empati
Saya lahir dan dibesarkan sebagai anak tunggal hampir sebagian
kehidupan saya. Jadi anak tunggal berarti kamu memiliki segala per-
hatian orangtua dan kalau dalam kasus ini saya jadi tak terbiasa
untuk berbagi.
Salah satu kritik yang saya sering dengar dulu, saya adalah orang
yang egois dan pelit. Mungkin memang benar, dulu saya memang tak
paham kenapa harus membagi sesuatu yang memang milik saya?
Saya juga merasa kebingungan ketika diminta untuk jadi lebih sensitif
dalam memahami perasaan orang lain.
Ternyata yang membuat saya tahu cara memahami orang lain adalah
memperbanyak interaksi dengan orang lain. Mengakrabkan diri
dengan emosi dan kondisi orang lain. Hal ini tentunya tak bisa dilaku-
kan hanya lewat gadget. Sementara, saya dibesarkan bersama
gadget, karena kedua orang tua saya sangat sibuk. Padahal untuk
memahami emosi orang lain harus ada kondisi yang nyata yang mem-
berikan kita kesempatan untuk mengamati. Sebagai anak yang kedua
orangtuanya kerja dan selalu dimanja, saya tak punya kesempatan
dan tak diajarkan cara mengerti perasaan orang lain.
Saya lahir dan dibesarkan sebagai anak tunggal hampir sebagian
kehidupan saya. Jadi anak tunggal berarti kamu memiliki segala per-
hatian orangtua dan kalau dalam kasus ini saya jadi tak terbiasa
untuk berbagi.
Salah satu kritik yang saya sering dengar dulu, saya adalah orang
yang egois dan pelit. Mungkin memang benar, dulu saya memang tak
paham kenapa harus membagi sesuatu yang memang milik saya?
Saya juga merasa kebingungan ketika diminta untuk jadi lebih sensitif
dalam memahami perasaan orang lain.
Ternyata yang membuat saya tahu cara memahami orang lain adalah
memperbanyak interaksi dengan orang lain. Mengakrabkan diri
dengan emosi dan kondisi orang lain. Hal ini tentunya tak bisa dilaku-
kan hanya lewat gadget. Sementara, saya dibesarkan bersama
gadget, karena kedua orang tua saya sangat sibuk. Padahal untuk
memahami emosi orang lain harus ada kondisi yang nyata yang mem-
berikan kita kesempatan untuk mengamati. Sebagai anak yang kedua
orangtuanya kerja dan selalu dimanja, saya tak punya kesempatan
dan tak diajarkan cara mengerti perasaan orang lain.
Mungkin memang pada akhirnya saya belajar sendiri, tapi inilah yang
mendorong saya untuk bertekad bahwa suatu hari saya ingin menga-
jarkan cara berempati. Saya ingin menjadikan empati salah satu hal
penting yang akan saya tanamkan dalam kehidupan keluarga se-
hari-hari.
Oleh karena itu, empati adalah salah satu bekal untuk anak bertahan
dan beradaptasi pada berbagai situasi sosial di kemudian hari. Se-
bagai orangtua, kita tentu berharap anak bisa memiliki teman yang
tulus dan baik. Oleh karenanya akhlak dan karakter yang baik perlu
kita tanamkan sejak dini agar anak juga bisa memiliki lingkaran
teman yang baik. Karena teman yang memiliki value/nilai yang sama
dalam kehidupan akan bersatu dengan sendirinya.
Hal ini kemudian dapat membantu orang tua memahami anak dan
meluruskan keliru yang diperbuat. Kesediaan mendidik dengan
empati perlu dibuktikan dengan perilaku yang konsisten agar anak
bisa melihat pola perilaku orangtua. Maka untuk mendidik anak jadi
penuh empati, bertindaklah seperti orang tua yang penuh empati.
Salah satu manfaat empati pada anak adalah ketika anak tumbuh
menjadi remaja. Pada proses pencarian jati diri anak ketika masa
remaja, kelak anak dengan empati yang baik tidak mudah terbawa
arus pergaulan. Karena berempati berarti memahami kondisi orang
lain, bukan berarti harus menjadi mereka atau sekedar ikut-ikutan
untuk diterima. Sudah banyak penelitian yang menghubungkan empati
dengan terbentuknya perilaku prososial yaitu perilaku menolong
orang lain.
Kedua, skill menjadi aktor. Bermain peran bisa jadi salah satu sarana
yang baik untuk menumbuhkan empati terutama pada anak usia dini.
Bermain peran atau role playing tak akan seru dilakukan sendirian,
orangtua perlu ikut terlibat dengan anak. Anak bisa belajar mempo-
sisikan diri sebagai orang lain misalnya pedagang, polisi, seorang
putri dll. Selain membantu menumbuhkan empati, bermain peran juga
terbukti bisa membantu perkembangan imajinasi pada anak.
Ketiga, validasi emosi. Dalam berempati, merasakan adalah hal yang
penting. Bagi beberapa orang berhadapan dengan emosi yang rumit
mungkin tidak mudah. Menemani anak ketika melalui perasaan yang
tak baik-baik saja bisa menjadi peluang besar. Peluang ini berarti
ada kesempatan orang tua menjalin hubungan yang lebih dalam dan
akrab ketika mengurai emosi yang sulit dan bicara dari hati ke hati
dengan anak. Yakinkan anak bahwa apa yang sedang dirasakannya
adalah hal yang nyata dan wajar. Terutama perasaan yang rumit
bagi anak dengan usia yang lebih muda, seperti perasaan kecewa, iri,
bahkan rasa khawatir yang sangat membutuhkan bimbingan orangtua
untuk membantu anak memahami perasaan ini.
Referensi :
Chesin, M., Clark, S., Jeglic, E. L. (2009). The role of empathy and
parenting style in the development of antisocial behaviors, Crime &
Delinquency,55(4), 586-599.
https://medium.com/@alonshwartz/our-kids-are-losing-their-em-
pathy-technology-has-a-lot-to-do-with-it-7f18f2654a7f
https://www.zerotothree.org/re-
sources/5-how-to-help-your-child-develop-empathy