Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSIS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

DISUSUN OLEH:

Ayuk Widiastutik

2130015

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2021-2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA “ IMA “ DI RUANG ICCU RSPAL

DR. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:

NAMA: Ayuk Widiastutik


NIM : 2130015

Surabaya, 30 Mei 2022


Mengetahui

Pembimbing institusi Pembimbing lahan

Dedi Irwandi, S.Kep., Ns., M. Kep Agoes Arifianto, S. Kep., Ns

Kepala Ruangan

Effiana Abidin, S.Kep., Ns


197701212005012003
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

1. Konsep Teori Penyakit


A. Definisi
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung (Black, Joyce M &
Hawks, 2014).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Black, Joyce M & Hawks, 2014).

B. Etiologi
1) Faktor Penyebab
Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap dari arteri
coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti pleh
pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun
eksternal. (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
Factor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti
lipid dan ketebalan lapisan fibrosa, serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti
status koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering terjadi pada
area dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang eksentrik dengan
batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis; dan pelapis fibrosa yang tipis. (Black,
Joyce M & Hawks, 2014).
Factor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi
klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan
respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama,
respon system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti
telah melaporkan bahwa factor eksternal, seperti paparan dingin dan waktu tertentu dalam
satu hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut terjadi lebih sering
dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu–waktu pagi hari. Peneliti memperkirakan
bahwa peningkatan respon system saraf simpatis yang tiba-tiba dan berhubungan dengan
faktor-faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur
plak masih dalam penelitian (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
Apapun penyebabnya, ruptur plak aterosklerosis akan menyebabkan (1) paparan
aliran darah terhadap inti plak yang kaya lipid, (2) masuknya darah ke dalam
plak, menyebabkan plak membesar, (3) memicu pembentukan trombus, dan (4) oklusi parsial
atau komplet dari arteri coroner (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka pendek dari arteri
coroner, sementara IMA berasal dari oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang
berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan miokardium
yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga dapat menyebabkan
oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan jantung pada klien sama seperti semua tipe
PJK (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
2) Faktor Predisposisi
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah: Usia lebih dari 40 tahun; Jenis
kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause.
b. Faktor resiko yang dapat diubah: Mayor: Hiperlipidemia, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, kalori; Minor: Inaktifitas fisik, pola
kepribadian tipe A (emosional, agresif,ambisius, kompetitif), stress psikologis
berlebihan.

C. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara
yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia
selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10
detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung
tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme
anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat
sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan
fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan
terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem
konduksi dan terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan
kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim
intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan
pengujian laboratorium (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang
disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi
pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system renin-
angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga
curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan
parut di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam
minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan
non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah,
yang menyebabkan perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami
remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau
kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel.
Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA (Black, Joyce M & Hawks,
2014).
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang
terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya
adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/
kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung.
Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang
sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami
oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi
infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang
terjadi selama infark miokard (Black, Joyce M & Hawks, 2014).
D. WOC
2. Pengkajian
A. Primary Survey
1) Airway
Tidak ada masalah. Pastikan tidak tersumbat dan ada kemungkinan pangkal lidah jatuh
kebelakang.
2) Breathing
Adanya pernapasan cepat dan dalam, sianosis pada bibir dan kuku.
3) Circulation
Takikardi, kulit pucat, akral dingin basah pucat dan berkeringat (diaforesis).
4) Disability
Pasien mengalami penurunan kesadaran, atau Gangguan fungsi mental (gelisah, berontak,
apatis, bingung hingga koma).
5) Expossure
Tidak ditemukan lesi atauperdarahan. Kecuali disertai denga nadanya cedera lain seperti
terjatuh dan lain-lain

B. Secondary Survey
1) Data Umum
Penderita Infark Miokard Akut risiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita
diatas 55 tahun (setelah menopause) (Nurarif, 2015: 24). Klien yang menderita Infark
Miokard Akut (IMA) umumnya adalah laki-laki (Kurniawati, 2018).
2) Keluhan utama
a) Chief complainment (keluhan utama): Pasien dengan IMA umumnya datang dengan
keluhan nyeri pada dada substernal yang rasanya tajam, dan terus menerus. Nyeri
dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan, leher, atau bahu.
Umumnya juga disertai mual, pusing, bahkan sesak napas (Yasmin, 2011).
b) O (onset): Keluhan yang biasa dikeluhkan oleh pasien yaitu munculnya rasa nyeri.
L (Lokasi): Pasien biasanya mengeluh nyeri pada dada substernal. Nyeri dapat
menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu
kiri.
D (Durasi): Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin
dirasakan sampai 30 menit tidak hilang.
C (Karakteristik): Rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda
berat,ditusuk, diperas, dan diplintir.
A (Faktor Meringankan): Pemberian oksigen dan pembatasan aktifitasfisik dapat
mengurangi rasa nyeri yang muncul.
R (Tindakan yang sudah dilakukan): Pada pasien IMA, biasanya nyeri tidak
menghilang meskipun digunakan untuk beristirahat maupun dengan pemberian
Nitrogliserin (NTG) secara sublingual.
T (Faktor pencetus): Latihan fisik yang berat, stress, emosi berlebihan (marah),
udara dingin. Atau bisa saja muncul dengan spontan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang dirasakan
lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri, rahang dan bahu yang
disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing (Yasmin, 2011).
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada klien IMA perlu dikaji adanya diabetes yang mungkin pernah dideritanya,
karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskular berakibat berkurangnya
produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah.
Penunjang infark miokard lainnya adalah hipertensi, angina, distritmia, kerusakan katup,
bedah jantung, diabetes mellitus, dan thrombosis (Udjianti, 2010: 86).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol darah,
kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan kebiasaan
keluarganya (Ni Luh Gede Y, 2011).
6) Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (Breathing)
Umumnya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru kronis, napas
pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, bunyi napas tambahan
(krekels, ronki, mengi), mungkin menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal,
hemoptysis (Bararah dan Jauhar, 2013).
b) B2 (Blood)
Menurut Baradero, et al (2008), terjadi penurunan tekanan sistolik (dibawah
80 mm/Hg) yang artinya akan turunnya nilai MAP nya. Kecepatan denyut jantung
akan meningkat yang memungkinkan terjadinya syok kardiogenik disebabkan oleh
penurunan curah jantung karena menurunnya kontraktilitas miokardium, irama
denyut jantung pun menjadi irregular yang berpotensi terjadi disritmia. Hal serupa
juga dikatakan oleh Barahah dan
Jauhar (2013), umumnya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun.
c) B3 (Brain)
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, kepala berdenyut, sakit kepala,
disorientasi, bingung, letargi (Bararah dan Jauhar, 2013: 123).
d) B4 (Bowel)
Pasien umumnya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat (Udjianti, 2010: 86).
e) B5 (Bowel)
Pada pasien IMA kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat
peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respon
mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan keempat kuadran.
Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial pada IMA (Muttaqin, 2012: 162).
f) B6 (Bone)
Pasien dengan IMA terjadi nyeri, pergerakan ekstremitas menurun dan tonus
otot menurun, dan turgor kulit menurun (Nurarif, 2015: 25)
C. Diagnosa Keperawatan

Prioritas masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Tindakan


Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan intervensi selama 1. Observasi
berhubungan dengan … x 24 jam, maka curah jantung a. Identifikasi tanda/gejala primer a. sebagai pengkajian awal untuk
perubahan kontraktilitas. membaik, dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung (meliputi mengidentifikasi adanya penurunan
1) Kekuatan nadi perifer dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, curah jantung.
meningkat paroxysmal nocturnal dyspnea, b. untuk memantau tekanan darah pasien,
2) Palpitasi menurun peningkatan CVP). mengalami kenaikan atau penurunan
3) Bradikardia menurun b. Monitor tekanan darah (termasuk tenan tekanan darah.
4) Takikardia menurun darah ortostatik, jika perlu). c. Untuk memantau perubahan pada
5) Gambaran EKG aritmia c. Monitor EKG 12 frekuensi dan irama jantung yang dapat
menurun 2. Mandiri menunjukkan adanya komplikasi
6) Lelah menurun a. Posisikan pasien semi-Fowler atau dirstirmia
7) Dyspnea menurun Fowler dengan kaki kebawah atau posisi d. Untuk meningkatkan asupan oksigen
8) Oliguria menurun nyaman. kejaringan yangmengalami iskemia dan
9) Pucat/sianosis menurun b. Berikan diet jantung yang sesuai (mis membantu pasien untuk merasa nyaman.
10) Ortopnea menurun batasi asupan kafein, natrium, kolestrol e. Untuk menjaga kinerja miokardium
11) Paroxysmal Nocturnal dyspnea dan makanan tinggi lemak). tetap stabil. Mengkonsumsi kafein dapat
(PND) menurun 3. Edukasi merangsang jantung untuk
12) Tekanan darah membaik Anjurkan beraktivitas fisik sesuai meningkatkan frekuensinya
13) Hepatomegali menurun toleransi.
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian anti aritmia, jika f. untuk mengantisipasi terjadinya
perlu aritmia
b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung g. supaya pasien dapat menjalani
aktivitas seperti biasanya
Perfusi Parifer Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi selama 1. Observasi
berhubungan dengan … x 24 jam, maka perfusi perifer a. Monitor status kardiopulmonal a. Untuk memantau tekanan darah pasien.
penurunan aliran arteri dan/atau meningkat, dengan kriteria hasil: (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi Hipotensi dapat terjadi sampai dengan
vena. 1. Denyut nadi perifer meningkat napas, TD, MAP). disfungsi artikel, sedangkan hipertensi
2. Sensasi meningkat b. Monitor status cairan (masukkan dan merupakan fenomena umum yang
3. Warna kulit pucat menurun haluaran urin, turgor kulit, CRT). berhubungan dengan nyeri dancemas
4. Edema perifer menurun c. Monitor tingkat kesadaran dan respon karena pengeliaran katekolamin
5. Nyeri ekstremitas menurun pupil. b. Penurunan curah jantung dapat
6. Parastesia menurun 2. Mandiri menyebabkan menurunnya produksi
7. Kelemahan otot menurun a. Berikan oksigen untuk urin, memantau status cairan dapat
8. Kram otot menurun mempertahankan saturasi oksigen 94%. mencegah terjadinya syok kardiogenik
9. Bruit femoralis menurun b. Persiapkan intubasi dan ventilasi c. Untuk mengetahui derajat hipoksia pada
10. Nekrosis menurun mekanis, jika perlu. otak
11. Pengisian kapiler membaik 3. Edukasi d. Untuk meingkatkan jumlah O2 dalam
12. Akral membaik Anjurkan program diet untuk memperbaiki tubuh.
13. Turgor kulit membaik sirkulasi (misal rendah lemah jenuh, minyak e. Untuk mengantisipasi apabila kondisi
14. Tekanan darah sistolik ikan omega 3). pasien memburuk
membaik
15. Tekanan darah diastolik f. Untuk menungkatkan kinerja sirkulasi agar
membaik menjadi lebih baik
16. Tekanan arteri rata-rata
membaik
Indeks anklebrachial membaik
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 1. Observasi
dengan Agen pencedera …x24 jam, maka diharapkan nyeri a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, a. Sebagai pengkajian awal untuk
fisiologis (Iskemia). berkurang dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas nyeri mengidentifikasi nyeri pasien
1) Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri. b. Untuk mengetahui kualitas nyeri
2) Kesulitan tidur menurun c. Monitor TTV sebelum dan sesudah c. untuk mengetahui oerubahan tanda-
3) Mual dan muntah menurun pemberian analgesik tanda vital sebelum dan sesudah diberi
4) Frekuensi nadi membaik 2. Terapeutik analgesic
5) Pola nafas membaik a. Tetapkan target efektifitas analgesik d. supaya tidak muncul efek yang dapat
6) Tekanan darah membaik untuk mengoptimalkan respon pasien. merugikan pasien
b. Dokumentasikan respon pasien terhadap e. untuk mengetahui kinerja analgesic
efek analgesik dan efek yag tidak terhadap pasien, efektif atau tidak.
diinginkan. f. Supaya pasien dapat mengantisipasi
3. Edukasi dengan menghindari hal-hal yang dapat
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu memicu munculnya nyeri.
nyeri g. Untuk menurunkan skala nyeri secara
b. Ajarkan klien Teknik nonfarmakologis efektif tanpa meggunakan obat
untuk mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik h. Untuk meringankan rasa nyeri yang
muncul
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama 1. Observasi
berhubungan dengan … x 24 jam, maka toleransi aktivitas a. Monitor kelelahan fisik dan a. Untuk memastikan klien tidak kelelahan
ketidakseimbangan antara meningkat, dengan kriteria hasil: emosional. agar tidak terjadi penurunan oksigen
suplai dan kebutuhan oksigen. 1. Frekuensi nadi menurun b. Monitor pola dan jam tidur. miokardium
2. Keluhan lelah menurun c. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan b. Memperhatikan pola istirahat untuk
3. Dispnea saat aktivitas menurun selama melakukan aktivitas. memantau penurunan kinerja
4. Dispnea setelah aktivitas 2. Mandiri miokardium dalam menggunakan
menurun a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah oksigen.
5. Perasaan lemah menurun stimulus (misal cahaya, suara, c. Untuk memantau apabila muncuk
6. Aritmia saat aktivitas menurun kunjungan). perasaan nyeri atau kelelahan
7. Aritmia setelah aktivitas b. Lakukan latihan rentang gerak pasif d. Lingkungan yan tenang dapat
menurun dan/atau aktif. menurunkan stimulus nyeri dan
8. Sianosis menurun c. Berikan aktivitas distraksi yang pembtasan pengunjung dapay
9. Tekanan darah membaik menenangkan. meningkatkan oksigen dalam ruangan
10. EKG iskemia membaik. 3. Edukasi e. Untuk memberikan kontrol jantung,
a. Anjurkan tirah baring. meningkatkan regangan dan mencegah
b. Anjurkan aktivitas secara bertahap. aktivitas yang berlebihan
c. Anjurkan menghubungi perawat jika f. Aktivitas distraksi yang
tanda dan gejala kelelahan tidak menenangkan dapat menurunkan
berkurang.
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara stimulus internal dengan
meningkatkan asupan makanan. memproduksi hormone endorphin
g. Untuk mengantisipasi terjadinya
cedera karena kelelahan
h. Agar asupan gizi tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Yasmin, Niluh Gede. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Baradero., et al. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta:
EGC

Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid
3. Elsevier. Singapura: PT Salemba Medika.

Udjianti, Wajan. J. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media

Kurniawati, Tisa. 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien Infark Miokard Akut (IMA) dengan
Masalah Nyeri Akut. STIKES Insan Cendekia Medika: Karya Tulis Ilmiah

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular


dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda
Nic Noc. Jogjakarta: MediAction.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI

Anda mungkin juga menyukai