Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. EFFRAN ARMANSYAH (P00320120048)

2. FIRMAN GULTOM (P00320120049)

3. GRASELLA SIMAMORA (P00320120050)

4. HELSYA MEIYORA (P00320120051)

5. HESTI AYU WANDIRA (P00320120052)

6. INDAH AYU GITA (P00320120053)

7. JESIKA DEFANI PUTRI (P00320120054)

8. LILIS ALFIANI (P00320120055)

9. MELISA RIZKY RAHMADITA (P00320120056)

10. NABILA ISMAYA NURHAFIZAH (P00320120057)

11. PUJI LESTARI (P00320120058)

KEMENTRIAN KESEHATN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKES KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEPERAWATAN CURUP

TAHUN 2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea sampai
asidosis.
Pengertian lain menyatakan bahwaa asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru
lahir yang mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan.
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah: penyakit
yang diderita ibu selama kehamilan seperti hipertensi, paru-paru, gangguan kontraksi uterus pada
ibu risiko tinggi kehamilan, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum dan anemia berat.
Selain faktor ibu, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta
atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat yang menumbung atau
melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir. Sedangkan selama
persalinan, asfiksia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya partus lama, ruptura uteri
yang membakat, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua
(serotinus) (Sofian, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia
dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016). Asfiksia adalah kegagalan
untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir
atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau
mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia
sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna,
sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. Menurut Weni
Kristiyanasari (2013), asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau kronis,
anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, cacat bawaan atau trauma.
Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak
yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus), dan prolapses

2. Etiologi

Penyebab asfiksia neonatorum dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu (Saifudin, 1991):

a. Faktor ibu:
1) Hipoksia ibu
2) Gangguan aliran darah fetus: Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni,
tetani uteri, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi pada penyakit
toksemia, eklamsia.
3) Primi tua, ibu dengan diabetes mellitus (DM), anemia, riwayat lahir mati, ketuban
pecah dini, infeksi.
b. Faktor plasenta: Abruptio plasenta, solutio plasenta
c. Faktor fetus: tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda.
d. Faktor lama persalinan: persalinan lama, persalinan dengan ekstraksi vakum, kelainan
letak, operasi caesar.
e. Faktor neonates
1) Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pernafasan pada bayi.
2) Trauma lahir sehingga mengakibatkan pendarahan intracranial
3) Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatik, atresia/stenosis saluran pernafasan,
hipoplasi paru.

Indrayani Moudy (2013) dan Masruroh (2016) menyebutkan asfiksia dapat dibagi menjadi
tiga tipe kejadian yaitu selama kehamilan, pada saat proses persalinan dan setelah persalinan.
a. Asfiksia selama kehamilan terdapat beberapa kondisi tertentu yang dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi dapat
berkurang. Kejadian asfiksia selama dalam kandungan disebabkan oleh hypoxic-ischemia
seperti insufisiensi uteroplasenta, abrupsio plasenta, prolapsus tali pusat, ibu yang
menderita hipotensi. Hipoksia bayi didalam kandungan uterus ditunjukkan dengan gawat
janin yang berlanjut menjadi asfiksia pada sesaat baru lahir.
b. Asfiksia yang bisa terjadi pada persalinan merupakan akibat dari trauma persalinan,
seperti : cephalopelvic disproportion, distosia bahu, letak sungsang, spinal cord
transaction. Asfiksia yang terjadi pada persalinan berhubungan erat dengan asidosis
metabolik pada persalinan normal sekitar 20-25 bayi per 1000 kelahiran.
c. Asfiksia yang terjadi setelah persalinan akibat pengaruh dari susunan syaraf pusat
neuromuscular disease, kelainan infeksi pada saluran pernafasan, kelainan paruparu dan
kelainan pada ginjal. Asfiksia perinatal juga berhubungan sengan penurunan Long-chain
polyunsaturated fatty acid (LC-PUFA) yang berperan penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan janin dan bayi

Asfiksia terjadi karena beberapa faktor :


a. Faktor Ibu Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada
gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan
abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau partus macet,
demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan
postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit ibu.
b. Faktor Plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi sehingga
dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lai lilitan tali pusat, tali
pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
c. Faktor Fetus Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang,
tali pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda. d. Faktor
Neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan
oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang
secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Asfiksia
yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang,
bayi kembar, distoria bahu), kelainan kongenital, air ketuban bercampur
mekonium.

3. Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
a. Virgorous baby (Asfiksia ringan) Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak
memerlukan tindakan istimewa.
b. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang) APGAR score 4-6
c. Severe asphyksia (asfiksia berat) APGAR score 0-3
TABEL APGAR SCORE

(Sumber : Sukarni dan Sudarti, 2013)

4. Manisfestasi Klinis

Ada 2 kriteria asfiksia, yaitu asfiksia pallid dan asfiksia livida. Perbedaan keduanya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida


Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negative Positif
Bunyi jantung Tak teratur Masih teratur
prognosis Jelek Lebih baik

Sedangkan berdasarkan penilaian APGAR, asfiksia di klasifikasikan menjadi asfiksia ringan (7-
10), sedang (4-6) dan berat (0-3) dengan tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel APGAR
SCORE di bawah ini:
Nilai
Tanda
0 1 2
A: Appearance (color) Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit ekstremitas biru ekstrimitas
kemerahan
P: Pulse (heart rate) Tidak ada <100x/mnt >100x/mnt
Denyut nadi
G: Grimance (Reflek) Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
A: Activity (Tonus otot) Lumpuh Fleksi lemah Aktif
R: Respiration (Usaha nafas) Tidak ada Lemah merintih Tangisan kuat
Penilaian :
7-10 : normal (vigorous baby)
4-6 : asfiksia sedang
0-3 : asfiksia berat
Ari (2017) menyebutkan tanda dan gejala yang lain, antara lain :
1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran meconium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium: janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium: janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
1) Takipnea napas > 40 x / menit
2) Bayi tampak cyanosis
3) Adanya retaksi sela iga
4) Adanya pernapasan cuping hidung
5) Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
6) Bayi kurang aktivitas

5. Patofisiologi
Dewi (2014) menjelaskan transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi
ekstrauterin menunjukkan perubahan. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Sebelum
lahir, seluruh oksigen yang digunakan janin berasal dari disfusi darah ibu ke darah janin melewati
membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah janin yang mengalir ke paru-paru janin (sekitar
4%). Paru janin tidak berfungsi sebagai jalur transportasi oksigen ataupun untuk ekskresi
karbondioksida. Aliran darah ke paru-paru belum mempunyai peran penting untuk oksigenasi
maupun untuk keseimbangan asam basa pada janin.Pada janin mengembang dalam uterus akan
tetapi kantung-kantung udara yang akan menjadi alveoli berisi cairan, bukan udara. Sebagian
besar darah dari sisi kanan jantung tidak dapat memasuki paru karena resistansipembuluh darah
paru janin yang mengkerut masih tinggi, sehingga bagian besar aliran darah ini mengambil jalur
yang mempunyai resistansi yang lebih rendah yaitu melewati duktus arteriosus menuju aorta.
Pada saat lahir bayi mengambil napas pertama,udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk dalam alveoli
bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara
yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan
aliran ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi
yang lebih tinggi.Ekspansi paru dan6 peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya
menyebabkan penurunan resistansi vaskuler paru an peningkatan aliran darah dari arteri
pulmonalis paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah, yang
kemudian duktus arteriosus tidak berfungsi lagi. Kegagalan penurunan resistansi vaskuler paru
menyebabkan hipertensi pulmonal persisten (PPH) pada BBL, sehingga duktus arteriosus botalli
tetap berfungsi lagi (menuju aorta), aliran darah ke paru menjadi inadekuat dan hipoksemia
terulang kembali. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.
6. Pathway

Sumber : Nurarif & Kesuma,2013

7. Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :


a. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut dan
punggung
2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to mouth
3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara : membungkus
bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi
dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya :
bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat,
melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan
tanda pengenal bayi.

8. Komplikasi
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Saifudin, 1991):
a. Analisa gas darah
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonates menurut (Surasmi, 2013)antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak.

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini
dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

2. Discharge Planning
Kejadian asfiksia neonatorum dapat dihindari dengan cara melakukan tindakan pencegahan yang
komprehensif mulai dari masa kehamilan, persalinan dan setelah persalinan dengan cara:
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang
diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu.
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-
tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-
masing tingkat pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari:
1. Persalinan yang bersih dan aman
2. Stabilisasi suhu
3. Inisiasi pernapasan spontan
4. Inisiasi menyusu dini
5. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.

Setelah persalinan ajarkan pada pasien dan keluarga dalam:


a. Meningkatkan upaya kardiovaskuer efektif
b. Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh
c. Mencegah cidera atau komplikasi
d. Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi
e. Beri asupan ASI sesering mungkin setelah keadaan memungkinkan.
B. Konsep Askep
1. Pengkajian

a. Riwayat Merupakan informasi yang dicatat mencakup identitas orang tua, identitas
bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik (Wildan dan Hidayat, 2012).

1) Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan
identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa asfiksia neonatorum.

2) Keluhan utama : Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat


pemeriksaan (romauli, 2011). Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi jantung 100
kali/menit, tonus otot kurang baik, sianosis/pucat (Ridha, 2014). pada bayi dengan
asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas.

3) Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah spontan,


prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi

b. Pola Gordon Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia
membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain
itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni.

Pola eliminasi : umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena organ tubuh
terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi
harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya
terganggu karena bayi sesak napas.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik, adanya tanda
distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala teranggukangguk, meringis, alis berkerut.
2) Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya
insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan cuping hidung, atau
substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan
pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor, krekels, mengi, bunyi
menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0149)
b. .Risiko infeksi dengan factor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh tubuh
sekunder (D.0142)
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis (mis,
penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) (D.0129)

SDKI:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungandengan sekresiyang tertahan (D.0149)

SLKI:

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka

bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :

Bersihan jalan napas (L.01001)


no Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Meconium meningkat  
2. Dyspenia menurun 
3. Sianosis menurun 
4. Frekuensi napas membaik 

SIKI:

Manajemen Jalan Napas (I. 01011)

Observasi :

1. Monitor jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

Terapeutik :

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt chin lift dan chin-lift (jaw-thrust jika

curiga trauma servical )

2. Berikan oksigen jika perlu

3. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik

Edukasi :

1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

SDKI:

2.Risiko infeksi dengan factor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh tubuh sekunder

(D.0142)

Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi menurun dengan
kriteria hasil :

SLKI:

Tingkat Infeksi (L.14137)

no Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Demam menurun 
2. Kemerahan menurun 
3. Bengkak menurun 
4. Kadar sel darah putih membaik 
SIKI:

Pencegahan Infeksi (I.14539)

Observasi :

1. Monitor tanda da gejala infeksi local dan sistemik


Terapeutik :

1. Batasi jumlah pengunjung

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

3. Pertahankan teknik aseptic

Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi :

1.Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

SDKI:

3.Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis (mis, penekanan pada

tonjolan tulang, gesekan) (D.0129)

SLKI:

Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka Integritas kulit dan jaringan
meningkat dengan kriteria hasil Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125)

no Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Kerusakan lapisan kulit menurun 
2. Kemerahan menurun 
3. Suhu kulit membaik 
4. Hematoma menurun 

SIKI:

Perawatan Integritas Kulit (I.11353)

Observasi :

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

Terapeutik :

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering

Edukasi :

1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion, serum)

2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


Pemberian Obar Topikal ( I.14533)

Observasi :

1. Verifikasi order obat sesuai indikasi

2. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi

Teraputik :

1. Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute, dokumentasi)

2. Cuci tangan dan pasang sarung tangan

3. Bersihkan kulit

4. Oleskan obat topical pada kulit

Edukasi :

1. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping sebelum
pemberian

2. Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat secara mandiri

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

A.Bersihan jalan napas tidak efektif

1. Memonitor jalan napas klien


2. Memeriksa bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas
4. Memberikan oksigen jika perlu
5. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

B. .Risiko infeksi

1. Memantau tanda dan gejala infeksi local dan sistemik


2. Menganjurkan untuk membatasi jumlah pengunjung
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Mempertahankan teknik aseptic
5. menganjurkan meningkatkan asupan cairan

C. Gangguan integritas kulit/jaringan

1. Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
2. Menganjurkan klien mengubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Menggunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
4. Menganjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion, serum)
5. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Memantau kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi
7. Melakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute, dokumentasi)
8. Mencuci tangan dan pasang sarung tangan
9. Memberikan obat topical pada kulit
10. Menjelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
11. Mengajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat secara mandiri

EVALUASI KEPERAWATAN

a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung membaik 80-12 x/menit
2) Terdapat usaha napas
3) Tonus otot membaik bergerak aktif
4) Bayi dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak berwarna kemerahan

b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung membaik 80-12 x/menit
2) Terdapat usaha napas
3) Tonus otot membaik bergerak aktif
4) Bayi dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak berwarna kemerahan

c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia


1) Pernafasan membaik 40-60 x/menit
2) Bayi tampak kemerahan
3) Tidak terdapat retaksi sela iga
4) Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
5) Tidak diperoleh suara napas tambahan
Daftar pustaka

- Hidayat A, Wildan. 2018. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

- Kristiyanasari, weni. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.

Yogyakarta : Nuha Medika.

-Nurarif & kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa &

NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction.

- Saifudin, Anzwar. 1991. Metode Penelitian. Yogyakata : Pustaka pelajar

-Sudarti, Fauziah. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta

: Nuha Medika

- Sofian,Amru. 2012. Sinopsis Obsteri. Jakarta : EGC

- DPP PPNI,.2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI

- DPP PPNI,.2016 Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI

- DPP PPNI,.2016 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI

Anda mungkin juga menyukai