ASFIKSIA
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
TAHUN 2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea sampai
asidosis.
Pengertian lain menyatakan bahwaa asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru
lahir yang mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan.
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah: penyakit
yang diderita ibu selama kehamilan seperti hipertensi, paru-paru, gangguan kontraksi uterus pada
ibu risiko tinggi kehamilan, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum dan anemia berat.
Selain faktor ibu, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta
atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat yang menumbung atau
melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir. Sedangkan selama
persalinan, asfiksia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya partus lama, ruptura uteri
yang membakat, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua
(serotinus) (Sofian, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia
dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016). Asfiksia adalah kegagalan
untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir
atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau
mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia
sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna,
sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. Menurut Weni
Kristiyanasari (2013), asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau kronis,
anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, cacat bawaan atau trauma.
Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak
yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus), dan prolapses
2. Etiologi
Penyebab asfiksia neonatorum dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu (Saifudin, 1991):
a. Faktor ibu:
1) Hipoksia ibu
2) Gangguan aliran darah fetus: Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni,
tetani uteri, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi pada penyakit
toksemia, eklamsia.
3) Primi tua, ibu dengan diabetes mellitus (DM), anemia, riwayat lahir mati, ketuban
pecah dini, infeksi.
b. Faktor plasenta: Abruptio plasenta, solutio plasenta
c. Faktor fetus: tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda.
d. Faktor lama persalinan: persalinan lama, persalinan dengan ekstraksi vakum, kelainan
letak, operasi caesar.
e. Faktor neonates
1) Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pernafasan pada bayi.
2) Trauma lahir sehingga mengakibatkan pendarahan intracranial
3) Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatik, atresia/stenosis saluran pernafasan,
hipoplasi paru.
Indrayani Moudy (2013) dan Masruroh (2016) menyebutkan asfiksia dapat dibagi menjadi
tiga tipe kejadian yaitu selama kehamilan, pada saat proses persalinan dan setelah persalinan.
a. Asfiksia selama kehamilan terdapat beberapa kondisi tertentu yang dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi dapat
berkurang. Kejadian asfiksia selama dalam kandungan disebabkan oleh hypoxic-ischemia
seperti insufisiensi uteroplasenta, abrupsio plasenta, prolapsus tali pusat, ibu yang
menderita hipotensi. Hipoksia bayi didalam kandungan uterus ditunjukkan dengan gawat
janin yang berlanjut menjadi asfiksia pada sesaat baru lahir.
b. Asfiksia yang bisa terjadi pada persalinan merupakan akibat dari trauma persalinan,
seperti : cephalopelvic disproportion, distosia bahu, letak sungsang, spinal cord
transaction. Asfiksia yang terjadi pada persalinan berhubungan erat dengan asidosis
metabolik pada persalinan normal sekitar 20-25 bayi per 1000 kelahiran.
c. Asfiksia yang terjadi setelah persalinan akibat pengaruh dari susunan syaraf pusat
neuromuscular disease, kelainan infeksi pada saluran pernafasan, kelainan paruparu dan
kelainan pada ginjal. Asfiksia perinatal juga berhubungan sengan penurunan Long-chain
polyunsaturated fatty acid (LC-PUFA) yang berperan penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan janin dan bayi
3. Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
a. Virgorous baby (Asfiksia ringan) Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak
memerlukan tindakan istimewa.
b. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang) APGAR score 4-6
c. Severe asphyksia (asfiksia berat) APGAR score 0-3
TABEL APGAR SCORE
4. Manisfestasi Klinis
Ada 2 kriteria asfiksia, yaitu asfiksia pallid dan asfiksia livida. Perbedaan keduanya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Sedangkan berdasarkan penilaian APGAR, asfiksia di klasifikasikan menjadi asfiksia ringan (7-
10), sedang (4-6) dan berat (0-3) dengan tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel APGAR
SCORE di bawah ini:
Nilai
Tanda
0 1 2
A: Appearance (color) Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit ekstremitas biru ekstrimitas
kemerahan
P: Pulse (heart rate) Tidak ada <100x/mnt >100x/mnt
Denyut nadi
G: Grimance (Reflek) Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
A: Activity (Tonus otot) Lumpuh Fleksi lemah Aktif
R: Respiration (Usaha nafas) Tidak ada Lemah merintih Tangisan kuat
Penilaian :
7-10 : normal (vigorous baby)
4-6 : asfiksia sedang
0-3 : asfiksia berat
Ari (2017) menyebutkan tanda dan gejala yang lain, antara lain :
1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran meconium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium: janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium: janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
1) Takipnea napas > 40 x / menit
2) Bayi tampak cyanosis
3) Adanya retaksi sela iga
4) Adanya pernapasan cuping hidung
5) Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
6) Bayi kurang aktivitas
5. Patofisiologi
Dewi (2014) menjelaskan transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi
ekstrauterin menunjukkan perubahan. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Sebelum
lahir, seluruh oksigen yang digunakan janin berasal dari disfusi darah ibu ke darah janin melewati
membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah janin yang mengalir ke paru-paru janin (sekitar
4%). Paru janin tidak berfungsi sebagai jalur transportasi oksigen ataupun untuk ekskresi
karbondioksida. Aliran darah ke paru-paru belum mempunyai peran penting untuk oksigenasi
maupun untuk keseimbangan asam basa pada janin.Pada janin mengembang dalam uterus akan
tetapi kantung-kantung udara yang akan menjadi alveoli berisi cairan, bukan udara. Sebagian
besar darah dari sisi kanan jantung tidak dapat memasuki paru karena resistansipembuluh darah
paru janin yang mengkerut masih tinggi, sehingga bagian besar aliran darah ini mengambil jalur
yang mempunyai resistansi yang lebih rendah yaitu melewati duktus arteriosus menuju aorta.
Pada saat lahir bayi mengambil napas pertama,udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk dalam alveoli
bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara
yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan
aliran ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi
yang lebih tinggi.Ekspansi paru dan6 peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya
menyebabkan penurunan resistansi vaskuler paru an peningkatan aliran darah dari arteri
pulmonalis paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah, yang
kemudian duktus arteriosus tidak berfungsi lagi. Kegagalan penurunan resistansi vaskuler paru
menyebabkan hipertensi pulmonal persisten (PPH) pada BBL, sehingga duktus arteriosus botalli
tetap berfungsi lagi (menuju aorta), aliran darah ke paru menjadi inadekuat dan hipoksemia
terulang kembali. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.
6. Pathway
8. Komplikasi
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Saifudin, 1991):
a. Analisa gas darah
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonates menurut (Surasmi, 2013)antara lain :
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini
dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2. Discharge Planning
Kejadian asfiksia neonatorum dapat dihindari dengan cara melakukan tindakan pencegahan yang
komprehensif mulai dari masa kehamilan, persalinan dan setelah persalinan dengan cara:
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang
diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu.
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-
tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-
masing tingkat pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari:
1. Persalinan yang bersih dan aman
2. Stabilisasi suhu
3. Inisiasi pernapasan spontan
4. Inisiasi menyusu dini
5. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.
a. Riwayat Merupakan informasi yang dicatat mencakup identitas orang tua, identitas
bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik (Wildan dan Hidayat, 2012).
1) Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan
identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa asfiksia neonatorum.
b. Pola Gordon Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia
membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain
itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni.
Pola eliminasi : umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena organ tubuh
terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi
harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya
terganggu karena bayi sesak napas.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik, adanya tanda
distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala teranggukangguk, meringis, alis berkerut.
2) Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya
insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan cuping hidung, atau
substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan
pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor, krekels, mengi, bunyi
menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0149)
b. .Risiko infeksi dengan factor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh tubuh
sekunder (D.0142)
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis (mis,
penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) (D.0129)
SDKI:
SLKI:
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka
SIKI:
Observasi :
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt chin lift dan chin-lift (jaw-thrust jika
Edukasi :
Kolaborasi :
SDKI:
2.Risiko infeksi dengan factor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh tubuh sekunder
(D.0142)
Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi menurun dengan
kriteria hasil :
SLKI:
no Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun
3. Bengkak menurun
4. Kadar sel darah putih membaik
SIKI:
Observasi :
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Edukasi :
Kolaborasi :
SDKI:
3.Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis (mis, penekanan pada
SLKI:
Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka Integritas kulit dan jaringan
meningkat dengan kriteria hasil Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125)
no Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Kerusakan lapisan kulit menurun
2. Kemerahan menurun
3. Suhu kulit membaik
4. Hematoma menurun
SIKI:
Observasi :
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik :
Edukasi :
Observasi :
Teraputik :
1. Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute, dokumentasi)
3. Bersihkan kulit
Edukasi :
1. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping sebelum
pemberian
2. Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat secara mandiri
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
B. .Risiko infeksi
EVALUASI KEPERAWATAN
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung membaik 80-12 x/menit
2) Terdapat usaha napas
3) Tonus otot membaik bergerak aktif
4) Bayi dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak berwarna kemerahan
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung membaik 80-12 x/menit
2) Terdapat usaha napas
3) Tonus otot membaik bergerak aktif
4) Bayi dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak berwarna kemerahan
-Nurarif & kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa &
-Sudarti, Fauziah. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta
: Nuha Medika