Anda di halaman 1dari 56

5.

1 PENDEKATAN PEKERJAAN

Dalam pelaksanaan Pekerjaan “Perencanaan Penataan Kawasan


Permukiman Kumuh Prioritas 2”akan mengutamakan harmonisasi
sinergi program antara Pemda dan masyarakat dalam proses
penataan lingkungan perumahan dan permukiman, termasuk
memberi penekanan pada proses perencanaan partisipatif yang
berorientasi pada ruang dengan maksud menata lingkungan
perumahan dan permukiman secara komprehensif dan sistemik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pendekatan yang akan
digunakan dalam Pekerjaan “Perencanaan Penataan Kawasan
Permukiman Kumuh Prioritas 2”adalah memadukan pendekatan
“bottom-up” dan “top-down”.
Pendekatan “top-down” dan “bottom-up” merupakan pendekatan
perencanaan yang umum digunakan dalam pembangunan. Seperti
kita ketahui bersama pada sistem perencanaan pembangunan di
Indonesia yang telah lalu, banyak menerapkan konsep perencanaan
“top-down” yang mendapat banyak kritikan karena membawa
dampak buruk bagi perkembangan di daerah diantaranya adalah
besarnya ketergantungan daerah terhadap pusat. Untuk
mengimbangi keadaan yang sudah ada, maka diterapkan konsep
“bottom-up” yang pada pelaksanaannya tidak dapat diterapkan
secara murni.
Pendekatan konsep pelaksanaan yang menjembatani kedua konsep
tersebut perlu diterapkan. Makna konsep perencanaan “bottom-up”
adalah konsep perencanaan dengan aspirasi yang muncul dari
bawah. Dalam konteks penanganan pekerjaan ” “Perencanaan
Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Prioritas 2”, konsep rencana
“bottom-up” adalah dilakukannya konfirmasi baik pada saat survai di
lokasi perencanaan untuk mendapatkan masukan baik pihak
pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan maupun masyarakat

E-2
secara partisipatif di wilayah Kampung Nambo, Kecamatan Serpong
sebagai pemanfaatan produk ini nantinya, maupun pada saat
kesempatan diskusi.
Sedangkan konsep perencanaan “top-down” adalah adanya ide
dasar dalam pekerjaan ini, yang diperoleh dari peran pemerintah,
yaitu berupa regulasi, kebijakan, norma, standar, dan pedoman.

Gambar 5.1 Pendekatan Pekerjaan


 Peraturan Perundang-undangan
 Kebijakan Pembangunan Daerah
 RTRW Kota Tangerang Selatan
TOP-DOWN
 RPJM Kota Tangerang Selatan
PLANNING  RDTR Kec. Serpong
 Norma, Standar, Kriteria, dan Pedoman
 Dll

DED Sarana dan Prasarana HARMONISASI


Pemukiman di KP nambo INTEGRASI
Kecamatan Serpong Kota
SINERGI
Tangerang Selatan

BOTTOM-  RPJM Kec./Desa/KP


UP  Rencana Kerja Pembangunan (RKP)
Tingkat Kec./Desa/KP
PLANNING  Musrenbang Tingkat Kec/Desa/KP
 Aspirasi Masyarakat

E-3
5.2 METODOLOGI PEKERJAAN

4.1.1 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data terdiri dari survei primer dan survei
sekunder. Survei Primer adalah survei yang dilakukan di lapangan
pada lokus kawasan kumuh untuk mencari data-data dan gambaran
potensi permasalahan di lapangan. Sedangkan survei sekunder
berupa survei untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan
kawasan kumuh di Kota Tangerang Selatan yang telah disusun oleh
instansi-instansi maupun oleh perseorangan.
A. Survei Primer
Survei Primer akan dilakukan di lokus-lokus kawasan kumuh untuk
mendapatkan data lapangan yang tidak bisa didapatkan melalui
survei sekunder. Survei primer akan dilakukan dengan cara observasi
lapangan,GPSMarking/Tracking,wawancara kepala RW / kampung /
tokoh masyarakat, dan survei kampung bersama masyarakat.
Kebutuhan data, metode, serta penggunaan data dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 5.1 Penggunaan, kebutuhan, serta metode pengumpulan
data pada survei primer
Penggunaan
No Kebutuhan Data Metode
Data
1 Delineasi Batas Kawasan GPS Marking/Tracking
Kawasan
2 Tipologi Kawasan Gambaran Karakter Observasi Lapangan
Kawasan
3 Indikator Kumuh Gambaran Lapangan Observasi Lapangan
Setiap Indikator
Kondisi Bangunan Observasi/Wawancara
Kondisi Sarana Prasarana Observasi/Wawancara
Lingkungan
Kondisi Sosial Budaya Observasi/Wawancara
Kondisi Vitalitas Ekonomi Observasi/Wawancara
Kondisi Kebencanaan Observasi/Wawancara
Perwujudan Upaya dan Observasi/Wawancara
Komitmen Pemerintah

E-4
Penggunaan
No Kebutuhan Data Metode
Data
4 Need Assesment Kondisi Rumah dan Survei Bersama
untuk kawasan Sarana Prasarana Masyarakat
percontohan Lingkungan
(pilot project) Sebaran RTLH dan Sarana GPS Marking/Tracking
Prasarana Lingkungan
Inventarisasi Potensi dan Survei Bersama
Permasalahan Kawasan Masyarakat
Kebutuhan Penanganan Survei Bersama
Kawasan Masyarakat

B. Survei Sekunder
Survei Sekunder akan dilakukan dengan mencari data di instansi-
instansi atau perseorangan yang telah melakukan pendataan atau
kajian mengenai kawasan kumuh di Kota Tangerang Selatan.
Mengenai kebutuhan data serta instansi yang akan didatangi dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.2 Jenis Kebutuhan Data dan Instansi pada Survei Sekunder
No. Jenis Kebutuhan Data Instansi Keterangan
1 RTRW Kab./Kota(termasuk peta) Bappeda
2 Strategi Pengembangan Kota (SPK) Bappeda /
Kemen PUPR-CK
3 RPJMD Kab./Kota Bappeda
4 RPJPD Kab./Kota Bappeda
5 RP3KP Kab./Kota KemePUPR-CK
6 Peta Status Lahan BPN / Bappeda
7 Peta Persil BPN
8 Harga Jual Lahan BPN
9 Citra Satelit / Foto Udara Resolusi Bappeda /
Tinggi KemenPUPR-CK
10 Peta Blok Bangunan Kemen PUPR-CK
11 Serpong dalam Angka BPS Time series
12 Kecamatan dalam Angka BPS Time series
13 Potensi Desa BPS Time Series
14 Data Inventarisasi Bangunan dan Kemen PUPR-CK Time Series
Rumah / Dinas
Perumahan
15 Kajian Sosial Budaya Kota Bappeda
16 Profil Kemiskinan Bappeda / BPS /
17 Peta Risiko Bencana BPBD
18 Kompilasi Usulan Musrenbang Bappeda

E-5
5.1.2 Metodologi “Perencanaan
Kajian Penataan Kawasan
Permukiman Kumuh Prioritas 2”
Dalam menyelesaiakan kajian tentunya harus di dukung dengan
metodologi yang tepat dan memenuhi sasaran untuk mencapai
output atau tujuan dari kegiata. Pada kajian ini terdiri dari beberapa
langkah metodologi kegiatan yang dilaksanakan.

5.1.2.1 Metode Jenis pendekatan Kegiatan


Sebelum melangkah pada analisis tentunya yang perlu diperjelas
dalam melakukan kajian adalah jenis atau kegiatan yang akan
dilakukan. Pada kajian “Perencanaan Penataan Kawasan Permukiman
Kumuh Prioritas 2” ini terfokus pada 7 (tujuh) komponen yang meliputi :
1. Bangunan Gedung
2. Jalan Lingkungan
3. Drainase Lingkungan
4. Air Minum
5. Air Limbah
6. Sampah
7. Penanganan Kebakaran
8. Ruang Terbuka Hijau

5.1.2.2 Tipologi dan Kriteria Pemukiman Kumuh


Sebagai dasar sebelum melakukan kajian maka yang perlu untuk di
identifikasi adalah tipologi pemukiman kumuh pada wilayah studi
dimana dengan mengatahui tipologi dan karakteristik pemukiman
kumuh.
A. Tipologi Perumahan dan Permukiman Kumuh
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat No. 02 Tahun
2016 Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh diantaranya :

E-6
a. Permukiman kumuh atas air
Memperhatikan karakteristk daya guna, daya dukung, daya rusak
air serta kelestarian air.
b. Permukiman kumuh tepi air
Memperhatikan karakteristik daya dukug tanah tepi air, pasang
surut air, serta kelestarian air dan tanah
c. Permukiman kumuh perbukitan
Memperhatikan karakteristik daya dukug tanah tepi air, pasang
surut air, serta kelestarian air dan tanah
d. Permukiman kumuh rawan bencana
Memperhatikan karakteristik kelerengan, daya dukung tanah, jenis
tanah serta kelestarian tanah
e. Permukiman kumuh dataran rendah
Memperhatikan karakteristik kebencanaan, daya dukung tanah,
jenis taah serta kelestarian tanah
A. Kriteria Perumahan dan Permukiman Kumuh
1. Kumuh ditinjau dari bangunan gedung
a. Bangunan yang tidak teratur yang tata bangunan dan
tata kualitas lingkungan
b. Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan tidak sesuai
ketentuan Rencana Tata Ruang
c. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi persyaratan
Teknis Bangunan
2. Kumuh ditinjau dari jalan lingkungan
a. Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh
lingkungan perumahan atau permukiman
b. Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk

3. Kumuh ditinjau dari penyediaan air minum


a. Ketidakserasian akses aman air minum

E-7
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
sesuai standar yang berlaku
4. Kumuh ditinjau dari drainase lingkungan
a. Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan
air hujan sehingga menimbulkan genangan
b. Ketidakserasian drainase
c. Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan
d. Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat
dan cair di dalamnya
e. Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk
5. Kumuh ditinjau dari pengelolaan air limbah
a. Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar
teknis yang berlaku
b. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak
memenuhi persyaratan teknis
6. Kumuh ditinjau dari pengelolaan persampahan
a. Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan
persyaratan teknis
b. Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi
persyaratan teknis
c. Tidak terpelihranya sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan
sekitar
7. Kumuh ditinjau dari penanganan Kebakaran
a. Kerapatan Banguna yang sangat padat
b. Sarana pemadam kebakaran wilayah sekitar pemukiman
ketersediaan jalur evakuasi atau jalan

8. Kumuh ditinjau dari Ruang Terbuka Hijau


a. Tidak terdapat ruang terbuka hijau sebagai ruang publik

E-8
b. Keterbatasan lahan disuatu kawasan memaksa perlunya
efektivitas pemanfaatan suatu lahan agar bermanfaat
untuk berbagai fungsi

5.1.2.3 Identifikasi Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pemukiman


Kumuh
Seletah teridentifikasi kondisi tipoligi dan karakteristik pemukiman
kumuh serta aspek penduduk yang ada di pemukiman kumuh langkah
berikutnya adalah dengan melihat bagaimana kebutuhan akan
sarana dan prasarana yang terfokus pada 8 (delapan) komponen
kajian.
1. Identifikasi Kebutuhan Bangunan Gedung
Kebutuhan Bangunan Gedung harus sesuai pada Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Musrenbang Kota sasaran
pemnaguna dapat sesuai pada kebutuhannya.
B. Standar Bangunan Gedung
Standar yang digunakan untuk luas denah bangunan yaitu 60%
: 40%, yaitu 40% dari luas kavling untuk luas denah bangunan dan
60% untuk ruang terbuka/ruang terbuka hijau.
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Bangunan
Gedung
Kebutuhan minimal luas hunian 9m²/orang. Standar jumlah
penghuni rata-rata 5 jiwa/KK. Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
rasio/perbandingan luas lantai dasar bangunan (LLDB) yang
menutupi permukaan lahan (land coverage) dengan luas persil
bangunan (LPB). Batasan KDB dinyatakan dalam persen (%).
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), angka persentase
perbandingan jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang
dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai.

E-9
2. Identifikasi Kebutuhan Air Minum
Penyediaan air minum harus dapat memenuhi setiap segi
kehidupan masyarakat dan tersedia dalam jumlah yang cukup
baik untuk disalurkan secara terus menerus maupun untuk jam-
jam tertentu.
A. Sumber dan Kapasitas Ketersediaan Air minum
Tiga definisi pedekatan dalam melihat sumber air minum,
yaitu Air Sumur,Air Sungai, dan PDAM Berdasarkan Air minum
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum
B. Standar Kebutuhan Air Minum
a. 120 L/org/hr (5% Penduduk Kota)
b. 100 L/org/hr (95% Penduduk Kota)
c. 60 L/org/hr (Seluruh Penduduk Desa)
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Air Minum
Penentuan besar kebutuhan air minum ini dilakukan dalam
rangka
mengetahui kapasitas instalasi pengolahan yang harus
disiapkan.
Kebutuhan air minum sangat ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu :
• Daerah pelayanan
• Periode pelayanan
• Jumlah penduduk dan fasilitas umum beserta laju
pertumbuhannya
• Pola pemakaian air di wilayah tersebut
Selain itu, banyaknya kebutuhan air minum di wilayah
perencanaan dapat diketahui dengan menentukan besar
kebutuhan air minum domestik, non domestik, kebutuhan air

E - 10
minum untuk keperluan kota, tingkat pelayanan yang
diberikan ke masyarakat.
3. Identifikasi Kebutuhan Pengolahan Air Limbah
A. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar
teknis yang berlaku, tidak memiliki sistem:
a. pengelolaan limbah domestik;
b. pengelolaan limbah komunal; atau
c. pengelolaan limbah terpusat.
B. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak sesuai
dengan persyaratan teknis Kondisi prasarana dan sarana
pengelolaan air limbah pada lokasi perumahan atau
permukiman dimana :
 Kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki
septik;
 Tidak tersedianya sistem pengolahan limbah
setempat atau terpusat
A. Identifikasi Kebutuhan Pengolahan Sampah
Pengelolaan persampahan mempunyai lingkup kegiatan
yang disebut dengan sistem, terdiri dari komponen-
komponen yang saling berinteraksi membentuk kesatuan,
dan mempunyai tujuan.Meliputi pengeluaran sampah
Rumah Tangga perhari
B. Standar Pengolahan Sampah
Tabel 5.3 Pegeluaran Sampah Rumah Tangga Perhari
Komponen Sumber
No Satuan Volume Berat
Sampah
2,25- 0,350-
1 Rumah Permanen /org/hari
2,50 0,400
2,00- 0,300-
2 Rumah Semi Permanen /org/hari
2,25 0,350
1,75- 0,250-
3 Rumah Semi Permanen /org/hari
2,00 0,300

E - 11
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Pengelolaan
Sampah
= (Sampah yang dihasilkan /org/hari x jumlah penduduk

4. Identifikasi Kebutuhan Jalan Lingkungan


A. Kebutuhan Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
Standar sampah ( per org mengeluarkan sampah)pake sni
B. Standar Kebutuhan Jalan Lingkungan
Berdasarkan SNI 03-1733-2004
jalur selebar ± 4 m yang ada dalam satuan permukiman atau
lingkungan perumahan
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Jalan Lingkunagn
 jalan lingkungan I jalur selebar ± 1,5 m – 2,0 m penghubung pusat
permukiman dengan pusat lingkungan I atau pusat lingkungan I
yang lainnya; atau menuju Lokal Sekunder III
 jalur lingkungan II jalur dengan lebar ± 1,2 m penghubung pusat
lingkungan I ke II; menuju pusat lingkungan II yang lain dan akses
yang lebih tingi hirarkinya

5. Identifikasi Kebutuhan Pengolahan Air Limbah


A. Sumber Air Limbah
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik disebutkan pada Pasal 1 ayat
1, bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari
usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan
(restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama,

E - 12
meliputi air buangan dari kamar mandi, WC, tempat cuci atau tempat
memasak
B. Standar Kebutuhan Pengolahan Air Limbah
 Jumlah air limbah yang dibuang setiap hari 100
liter/orang/perhari
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Pengolahan Air Limbah
Debit Rata-Rata Air Limbah dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
Q rata-rata air limbah = (70-80) % X Q air minum
Dimana :
Q air minum = 6 0-80 liter/ orang/ hari
Debit Puncak( Q peak) dapat menggunakan rumus :
Qpeak air limbah = 1,8 X Q rata-rata air limbah
Untuk menghitung debit minimum air limbah (Q min) air limbah dapat
menggunakan rumus :
Qmin air limbah = 0,5 X Q rata-rata air limbah
Pengolahan Air Limbah = Q peak X Pn
Di mana :
Q peak = debit Puncak
Pn = jumlah penduduk tahun rencana

6. Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam
A. Tujuan Ruang Terbuka Hijau
a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;

E - 13
b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui
keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;
c. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai
sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan
bersih.
B. Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah
sebagai berikut:
 ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH
privat;
 proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
 apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan
atau perundangan yang berlaku,maka proporsi tersebut harus
tetap dipertahankan keberadaannya.
C. Tingkat Pelayanan dan Tingkat Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
 Taman untuk 250 penduduk, yaitu taman yang dibutuhkan oleh
setiap 250 penduduk dimana fungsi taman tersebut sebagai
tempat bermain anak-anak. Standar kebutuhan ruang 1
m2/penduduk. Lokasinya sebaiknya diusahakan sedemikian
rupa sehingga merupakan faktor pengikat.
 Taman untuk 2.500 penduduk, adalah taman yang diperlukan
oleh sekurang-kurangnya 2.500 penduduk, disamping daerah-
daerah terbuka yang telah ada pada setiap kelompok 250
penduduk. Daerah terbuka ini, sebaiknya merupakan taman
yang dapat digunakan untuk aktivitas-aktivitas olahraga seperti

E - 14
volley ball, badminton dan sebagainya. Luas daerah terbuka
yang diperlukan untuk ini sebesar 1.250 m2, dengan standar 0,5
m2/penduduk, lokasinya sebaiknya dapat disatukan dengan
pusat kegiatan RW, yang terdapat TK, pertokoan, pos hansip,
balai pertemuan dan lain-lain.
 Taman dan Lapangan Olahraga untuk 30.000 penduduk, adalah
ruang yang dapat melayani aktivitas-aktivitas kelompok di area
terbuka, misalnya untuk pertandingan olahraga, upacara / apel
dan lain-lain. Sebaiknya area ini taman yang dilengkapi dengan
lapangan olahraga / sepakbola sehingga berfungsi serbaguna
dan harus tetap terbuka. Peneduh dapat digunakan pohon-
pohon yang ditanam disekelilingnya.Luas area yang dibutuhkan
untuk sarana ini seluas 9.000 m2, dengan standar 0,3
m2/penduduk. Lokasi tidak harus di pusat lingkungan, tetapi
sebaiknya digabung dengan sekolah, sehingga bermanfaat
untuk murid-murid sekaligus berfungsi sebagai peredam bising
atau kegaduhan (buffer)
 Taman dan Lapangan Olahraga untuk 120.000 penduduk,
dalam kelompok 120.000 penduduk setidak-tidaknya harus
memiliki satu lapangan hijau yang terbuka, dengan fungsi yang
hampir sama dengan hal diatas, lengkap dengan sarana
olahraga yang permukaan lantainya diperkeras. Luas arae yang
diperlukan untuk sarana tersebut adalah 24.000 m2 / 2,4 Ha atau
dengan standar 0,2 m2/penduduk. Lokasi ini tidak harus dipusat
kecamatan dan sebaiknya dikelompokkan dengan suatu
sekolah.
 Taman dan Lapangan Olahraga untuk 480.000 penduduk,
sarana ini melayani penduduk sebanyak 480.000 penduduk.
Bentuk taman dan lapangan olahraga ini dapat terdiri dari i)
stadion, ii) taman-taman / tempat bermain, iii) area parkir dan

E - 15
iv) bangunan-bangunan fungsional lainnya. Luas area yanh
dibutuhkan untuk aktifitas ini adalah sebesar 144.000 m2 (14,4 Ha)
atau dengan standar 0,3 m2 / penduduk.

5.1.2.4 Penyusunan Desain Teknis (pembuatan desain, Gambar,


spesifikasi teknis)
Persyaratan utama suatu infrastruktur yang dibangun adalah
terpenuhinya mutu/manfaat bangunan tersebut sebagaimana yang
dikehendaki. Oleh karena itu siapapun yang menginginkan suatu
bangunan, perlu menentukan syarat penggunaan seperti apa yang
diinginkannya dari bangunan tersebut.
Membuat Desain, Spesifikasi & Gambar-gambar perencanaan teknik,
secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya untuk menentukan
persyaratan bangunan yang diinginkan agar bangunan dapat
berfungsi baik, menjamin keselamatan (keamanan/kekuatan termasuk
kenyamanan) dan kesehatan masyarakat penggunanya.
Aspek Kondisi Bangunan Gedung (rumah dan sarana perumahan
dan/atau permukiman)
a. Keteraturan Bangunan Komponen keteraturan bangunan meliputi:
1) Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimal
GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan
terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor
(riol) sampai batas
terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau
jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan
terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai,
antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran,jaringan
tegangan tinggi listrik,jaringan pipa gas, dan sebagainya (building
line).
2) Tinggi Bangunan

E - 16
Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian
bangunan, yang
diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian
atap miring atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang
tertinggi.
3) Jarak Bebas Antarbangunan
Jarak bebas antarbangunan adalah jarak yang terkecil,diukur di
antara permukaan-permukaan denah dari bangunan-bangunan atau
jarak antara dinding terluar yang berhadapan antara dua bangunan.
4) Tampilan Bangunan
Tampilan bangunan adalah ketentuan rancangan bangunan yang
ditetapkan dengan mempertimbangkan ketentuan arsitektur yang
berlaku, keindahan dan keserasian bangunan dengan lingkungan
sekitarnya.
5) Penataan Bangunan
a) pengaturan blok, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam
kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak
lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu.
b) pengaturan kaveling dalam blok, yaitu perencanaan pembagian
lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling/petak lahan dengan
ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi tertentu.
c) pengaturan bangunan dalam kaveling, yaitu perencanaan
pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.
6) Identitas Lingkungan
a) karakter bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik
bangunan untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal
suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna dapat
mengenali karakter lingkungan yang dikunjunginya.
b) penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen
fisik bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau

E - 17
penamaan suatu bangunan sehingga pengguna dapat
mengenali bangunan yang menjadi tujuannya.
c) tata kegiatan, yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh
aktivitas informal sebagai pendukung dari aktivitas formal yang
diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan interaksi
sosial dan para pemakainya.
7) Orientasi Lingkungan
a) tata informasi, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk
menjelaskan berbagai informasi/petunjuk mengenai tempat
tersebut,sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi
dirinya terhadap lingkungannya.
b) tata rambu pengarah, yaitu pengolahan elemen fisik
dilingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan
berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area
tujuannya.
8) Wajah Jalan
a) penampang jalan dan bangunan
b) perabot jalan
c) jalur dan ruang bagi pejalan kaki
d) elemen papan reklame
Gambar 5.2 Ilustrasi Keteraturan Bangunan

E - 18
b. Tingkat Kepadatan Bangunan
Komponen kepadatan bangunan meliputi
1) KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dengan
luas lahan yang dikuasai.
2) KLB, yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah
seluruh lantai bangunan gedung yang dapat dibangun
dengan luas lahan yang dikuasai.
Gambar 5.3 Ilustrasi KDB dan KLB

c. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung


Komponen persyaratan teknis bangunan meliputi
1) Pengendalian Dampak Lingkungan Untuk Bangunan Gedung
Tertentu bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya di
luar bangunan rumah tinggal tunggal dan deret. Elemen
pengendalian dampak lingkungan adalah Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkugan (UKL/UPL)
a) AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup

E - 19
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
b) UKL/UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
2) Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau dibawah
tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum yang dibangun
dengan memperhatikan kesesuaian lokasi, dampak bangunan
terhadap lingkungan, mempertimbangkan faktor keselamatan,
kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna
bangunan, dan memiliki perizinan.
3) Persyaratan Keselamatan
a) Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban
muatan meliputi persyaratan struktur Bangunan Gedung,
pembebanan pada Bangunan Gedung, struktur atas Bangunan
Gedung, struktur bawah Bangunan Gedung, pondasi langsung,
pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan
persyaratan bahan.
b) Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kebakaran meliputi sistem proteksi aktif (di luar rumah tinggal
tunggal dan rumah deret), sistem proteksi pasif (diluar rumah
tinggal tunggal dan rumah deret), persyaratan jalan ke luar dan
aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratan
pencahayaan darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan
bahaya, persyaratan komunikasi dalam Bangunan Gedung,
persyaratan instalasi bahan bakar gas dan manajemen
penanggulangan kebakaran.

E - 20
c) Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
petir meliputi persyaratan instalasi proteksi petir dan persyaratan
sistem kelistrikan.
Gambar 5.4 Ilustrasi Aspek Keselamatan Bangunan

4) Persyaratan Kesehatan
a) Sistem penghawaan berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi
mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
b) Pencahayaan berupa sistem pencahayaan alami dan/atau
buatan dan/atau pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya
c) Sanitasi dan penggunaan bahan bangunan berupa sistem air
minum dalam Bangunan Gedung, sistem pengolahan dan
pembuangan air limbah/kotor, persyaratan instalasi gas medik
(untuk sarana medik), persyaratan penyaluran air hujan,
persyaratan fasilitasi sanitasi dalam Bangunan Gedung (saluran
pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah
dan/atau pengolahan sampah).

E - 21
Gambar 5.5 Ilustrasi Sanitasi dalam Kaveling Rumah

5) Persyaratan Kenyamanan
a) Kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang merupakan
tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata
letak ruang serta sirkulasi antarruang yang memberikan
kenyamanan bergerak dalam ruangan.
b) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di
dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung.
c) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dari hak pribadi
pengguna yang di dalam melaksanakan kegiatannya di dalam
gedung tidak terganggu Bangunan Gedung lain di sekitarnya.
d) Kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan
merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh satu
keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi
Bangunan Gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan
yang timbul dari dalam Bangunan Gedung maupun
lingkungannya.

E - 22
Gambar 5.6 Ilustrasi Kenyamanan dalam Bangunan

6) Persyaratan Kemudahan
a) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan
nyaman termasuk penyandang disabilitas anak-anak, ibu hamil
dan lanjut usia.
b) Kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan
Bangunan Gedung yaitu sarana hubungan vertikal antar lantai
yang memadai untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung
berupa tangga, ram, lift, tangga berjalan (eskalator) atau lantai
berjalan (travelator).
Gambar 5.7 Ilustrasi Aspek Kemudahan Bangunan

A. Aspek Kondisi Jalan Lingkungan Komponen


jalan lingkungan meliputi:

E - 23
a. Cakupan Pelayanan
1) Perlunya keterhubungan antar perumahan dalam lingkup
permukiman skala wilayah

a) jalan lingkungan sekunder bagi kendaraan bermotor


beroda 3 (tiga) atau lebih.

b) Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi


kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.

2) Perlunya keterhubungan antar persil dalam perumahan dalam


skala kawasan

a) Jalan Lingkungan I, merupakan penghubung antara


pusat perumahan dengan pusat lingkungan I, atau pusat
lingkungan I dengan pusat lingkungan I dan akses menuju
jalan Lokal Sekunder III.
b) Jalan Lingkungan II, merupakan penghubung
antara pusat lingkungan I dengan pusat lingkungan II,
atau pusat lingkungan II dengan pusat lingkungan II dan
akses menuju jalan lingkungan I yang lebih tinggi tingkat
hirarkinya.
Gambar 5.8 Ilustrasi Jaringan Jalan Lingkungan

Keterangan:
A. Jalan Lingkungan 1
B. Jalan Lingkungan 2
C. Jalan Lingkungan Sekunder di antara dua
klaster perumahan

E - 24
b. Kualitas Permukaan Jalan, mengacu dan menyesuaikan
dengan Standar Pelayanan Minimal Jalan

1) Kualitas jalan aspal

• Baik: IRI ≤ 4

• Sedang: IRI > 4 dan IRI ≤ 8

2) Kualitas jalan penmac (penetrasi macadam)

• Baik: IRI ≤ 8

• Sedang: IRI > 8 dan IRI ≤ 10

3) Jalan tanah/diluar perkerasan

• Baik: IRI ≤ 10

• Sedang: IRI > 10 dan IRI ≤ 12

IRI (International Roughness Index) jalan adalah


parameter kekerasan permukaan jalan yang dihitung
dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah
profil memanjang dibagi dengan
jarak/panjang permukaan.
Gambar 5.9 Ilustrasi Jalan Aspal dan Beton/Penmac

E - 25
Gambar 5.10 Ilustrasi Jalan Tanah

B. Aspek Kondisi Penyediaan Air Minum

Komponen penyediaan air minum meliputi:

a. Akses aman air minum


Syarat kesehatan air minum sesuai peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
antara lain:

1) Persyaratan fisika: sifat fisik air seperti bau, warna, kandungan


zat padat, kekeruhan, rasa, dan suhu

2) Persyaratan mikrobiologis: kandungan bakteri dalam air yaitu


bakteri E-Coli dan bakteri koliform,

3) Persyaratan kimiawi: kandungan mineral dalam air seperti


arsen, fluorida, sianida, khlorin, alumunium, mangan dan
mineral lainnya

b. Kebutuhan air minum


Kebutuhan minimal adalah 60 liter/orang/hari. Kebutuhan air
minum dapat dipenuhi dengan Sistem Penyediaan Air Minum
dengan jaringan perpipaan (SPAM) maupun Sistem Penyediaan Air
Minum Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP).

E - 26
1) SPAM
SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik
dari prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya
melalui perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan
sambungan rumah/sambungan pekarangan, hidran umum,
dan hidran kebakaran.

Gambar 5.11 SPAM

Keterangan
:A. Sumber
B.
Air
C Reservoi
IPA
D.
. r Hidran
E. Jaringan
Umum
Perpipaan

Komponen SPAM meliputi


a) Unit air baku dengan kapasitas Rencana 130% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
• mata air
• air tanah
• air permukaan (sungai, danau, laut)
• air hujan
• pipa transmisi air baku dari sumber air baku ke Instalasi
Pengolahan Air Minum (IPA)
b) Unit produksi dengan kapasitas rencana 120% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
• Bangunan Penangkap Mata Air
• Bangunan Pengambilan Air Baku dari Air Tanah (Sumur)
• Bangunan Saringan Pasir Lambat
• Instalasi Pengolahan Air Minum

E - 27
• Pipa transmisi air minum dari IPA ke reservoir.
c) Unit distribusi dengan kapasitas rencana 115% - 300% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
• Reservoir (penampungan air sementara sebelum
didistribusikan)
• Pipa distribusi dari reservoir ke unit pelayanan
d) Unit pelayanan dengan komponen
• sambungan rumah
• hidran umum
• hidran kebakaran

2) SPAM BJP
SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik
dari prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal,
maupun komunal khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa
perpipaan terbatas dan sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM.
SPAM BJP meliputi:
a) Sumur dangkal dan/atau Sumur Dalam

Keterangan:
A. Area Tempat Cuci Rumah
B. Mesin Pompa Air
B.1 Pipa Hisap Air Bersih
C. Mesin Pompa Saringan
C.1Pipa Saringan

E - 28
b) Penampungan Air Hujan (PAH)

c) Perlindungan Mata Air (PMA)

d) Saringan Rumah Tangga (Sarut) e) IPA


Sederhana

E - 29
f) Destilator Surya Atap Kaca g) Terminal Air
(mobil tanki)

C. Aspek Kondisi Drainase Lingkungan

Penyediaan jaringan drainase adalah untuk


mengelola/mengendalikan air permukaan (limpasan air hujan)
sehingga tidak menimbulkan masalah genangan, banjir dan
kekeringan bagi masyarakat serta bermanfaat bagi kelestarian
lingkungan hidup. Yang disebut genangan adalah terendamnya
suatu kawasan lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan lebih dari
2 kali setahun). Komponen Drainase Lingkungan meliputi:
a. Sistem Drainase yang terbentuk
1) Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase
primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya
yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat.
pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan
tanggung jawab pemerintah kota.

2) Sistem sistem drainase lokal adalah saluran awal yang


melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek,
areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial.

E - 30
b. Sarana Drainase
Sarana Drainase adalah bangunan pelengkap yang
merupakan bangunan yang ikut mengatur dan
mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan
mudah melewati jalan, belokan daerah curam,
bangunan tersebut.
1) Gorong-gorong

E - 31
2) Bangunan Pertemuan Air Drainase

3) Bangunan Terjunan Air

4) Siphon

E - 32
5) Street Inlet

6) Pompa

7) Pintu Air

E - 33
c. Prasarana Drainase
Prasarana Drainase adaalah lengkungan atau saluran
air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang
terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia,
yang berfungsi menyalurkan kelebihan air dari suatu
kawasan ke badan air penerima.
1. Sumur Resapan

2. Kolam Tandon/ Kolam Retensi

E - 34
d. Konstruksi Drainase
1) Saluran pasangan batu: umumnya digunakan pada
daerah yang mempunyai tekstur tanah yang relatif
lepas, dan mempunyai kemiringan yang curam.

2) Saluran beton: umumnya digunakan pada daerah


yang mempunyai topografi, yang terlalu miring
atauterlalu datar, serta mempunyai tekstur tanah
yang relatif lepas.

3) Saluran dengan perkuatan kayu: umumnya


digunakan pada daerah yang mempunyaai tekstur
tanah yang sangat jelek (gambut) dan selalu terjadi
pergeseran (tanah bergerak).

E - 35
D. Aspek Kondisi Pengelolaan Air Limbah

Komponen Pengelolaan Air Limbah meliputi:

a. Sistem Pengelolaan Air Limbah


1) Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) adalah
sistem pengelolaan air limbah sistem secara kolektif melalui
jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara
terpusat.

E - 36
2) Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (SPAL-S) adalah
sistem pengelolaan air limbah secara individual dan/atau
komunal, melalui pengolahan dan pembuangan air Air
limbah limbah setempat.

b. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

1) Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Terpusat


a) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab
pemilik rumah Kloset leher angsa kamar mandi dan
MCK Umum

E - 37
b) Unit Pelayanan menjadi tanggung jawab pemilik
rumah
• Sambungan Rumah
• Lubang Inspeksi
c) Unit Pengumpulan menjadi pengembang/pemerintah
• Pipa retikulasi
• Pipa induk
• Bangunan Pelengkap
d) Unit Pengolahan menjadi tanggung jawab
pengembang/ pemerintah, baik IPAL Komunal
ataupun IPAL Kota
• Fasilitas Utama IPAL
• Fasilitas Pendukung IPAL
• Zona Penyangga

e) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab


pengembang/pemerintah
 Sarana pembuangan efluen
 Sarana penampungan sementara lumpur hasil
pengolahan

E - 38
2) Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Setempat
a) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab
pemilik rumah
 Kloset leher angsa dan kamar mandi
 MCK Umum
b) Unit Pengolahan Setempat menjadi tanggung jawab
pemilik rumah
 Cubluk  Tangki septik dengan
sistem resapan

 Biofilter  Unit pengolahan air


limbah fabrikasi

E - 39
c) Unit Pengangkutan menjadi tanggung
jawab pengembang/pemerintah
 Truk Tinja  Motor roda tiga
pengangkut tinja

Truk

d) Unit Pengolahan Lumpur Tinja menjadi tanggung


jawab pengembang/pemerintah
• Fasilitas Utama IPLT
• Fasilitas Pendukung IPLT
• Zona Penyangga

e) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab


pengembang/pemerintah
• Sarana pembuangan efluen
• Sarana penampungan sementara lumpur
hasil pengolahan

E - 40
E. Aspek Kondisi Pengelolaan Persampahan

Komponen dari pengelolaan persampahan meliputi:


a. Sistem Pengolahan Sampah yang saling terintegrasi
1) Pemilahan
Sistem pemilahan adalah kegiatan pengelompokan
sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah
yang terdiri atas:
• sampah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun
• sampah yang mudah terurai
• sampah yang dapat digunakan kembali
• sampah yang dapat didaur ulang
• sampah lainnya
2) Pengumpulan
Sistem pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan
memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS
atau TPS 3R.
3) Pengangkutan
Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa
sampah dari sumber atau TPS menuju TPST atau TPA
dengan menggunakan kendaraan bermotor atau
tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut
sampah.
4) Pengolahan
Sistem pengolahan adalah kegiatan mengubah
karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah sampah.
5) Pemrosesan Akhir
Sistem pemrosesan akhir adalah kegiatan
mengembalikan sampah dan/atau residu hasil

E - 41
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara
aman.
Ilustrasi Sistem Persampahan

b. Prasarana dan Sarana Pengolahan Sampah


1) Sarana Pemilahan
a) Kantong Sampah b) Bak Sampah

c) Kontainer Sampah

E - 42
2) Sarana dan Prasarana Pengumpulan
a) Gerobak Sampah

d) Mobil Bak Sampah

b) Motor Sampah

e) Perahu / Sampan

c) Tempat
Sampah
Penampungan

Sementara (TPS)
3) Sarana Pengangkutan

E - 43
a) Dump Truck c) Compactor Truck

b) Armroll Truck d) Trailer Truck

4) Prasarana Pengolahan
a) Tempat Pengolahan b) Tempat Pengolahan
Sampah Dengan Prinsip 3R Sampah Terpadu (TPST)
(TPS 3R)

c) Stasiun Peralihan Antara (SPA) jika


lokasi TPA jauhnya lebih dari 25 km dari pusat permukiman.

E - 44
5) Prasarana Pemrosesan Akhir, yaitu TPA dengan sistem
Sanitary Landfill, Controlled Landfill, dan TPA dengan
menggukan teknologi ramah lingkungan.

F. Aspek Kondisi Proteksi Kebakaran

Komponen Proteksi Kebakaran meliputi:

a. Prasarana Proteksi Kebakaran


1) Pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau,
sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang,
reservoir air, mobil tangki air dan hidran).

2) Jalan lingkungan yang harus bebas dari segala hambatan


apapun yang dapat mempersulit masuk keluarnya kendaraan

E - 45
pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman
kebakaran di lokasi.

3) Sarana Komunikasi yang terdiri dari telepon umum dan alat-alat


lain yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya
kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi
Pemadam Kebakaran.

4) Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang


terletak didalam ruang kendali utama dalam bangunan gedung
yang terpisah dan mudah diakses.

E - 46
b. Sarana Proteksi Kebakaran
1) Alat Pemadam Api
Ringan (APAR) 3) Mobil tangga sesuai
kebutuhan

2) Mobil pompa

4) Peralatan pendukung
lainnya.

H. Aspek Ruang Terbuka Hijau


Berdasarkan besaran standa untuk perencanaan sarana lingkungan
yang terdiri dari sarana olahraga dan daerah terbuka (SNI-1733, 1989)
dikelompokkan atas Komponen RTH meliputi
1) Jalur Hijau 2) Taman Kota

E - 47
3) Lapangan Olahraga

5) Sempadan Sungai

4) Makam

6) Taman Wisata

E - 48
Dari beberapa ilustrasi desain diatas mengingat bahwa pembangunan
sebagai tujuan bersama masih merupakan sesuatu yang akan datang atau
masih bersifat belum nyata maka dokumen-dokumen tersebut sangatlah
penting keberadaanya sejak awal hingga akhir proyek. Sasaran kegiatan ini
adalah untuk menentukan persyaratan mutu sesuai kriteria dan persyaratan
teknis. Adapun indikator keluarannya, adalah :
a. Diketahuinya tingkat pelayanan prasarana (siapa/apa dan berapa
banyak yang menggunakan) sesuai kebutuhan, termasuk
mengetahui apakah ada keterkaitan kesatuan fungsi pelayanan
dengan infrastruktur lainnya).
b. Diketahuinya kelengkapan system/komponen bangunan sesuai
standar teknis bangunan tersebut;
c. Adanya perhitungan dimensi konstruksi sesuai tingkat pelayanan
(bila perlu), termasuk bila kondisi tanah dasar jelek;
d. Diketahuinya tataletak (termasuk keadaan sekitar) dimana
bangunan akan dibuat sesuai kebutuhan;
e. Diketahuinya ukuran-ukuran bagian bangunan/konstruksi secara
detail, seperti tebal plesteran; ukuran balok/kolom, ukuran papan
lantai jembatan, tebal plat beton jembatan/gorong-gorong,
Dinding pasangan ½ bata/Batako, dll, sesuai persyaratan teknis
bangunan;
f. Diketahuinya bidang-bidang mana yang terletak dimuka, sampaing
kiri/kanan dan belakang bangunan sesuai persyaratan teknis
g. Diketahuinya perbandingan campuran yang digunakan, misalnya
plesteran campuran 1 semen : 4 pasir; pondasi pasangan batu kali
camp. 1: 4, beton bertulang campuran 1 semen : 3 pasir : 5 kerili,
pasangan bata/Batako camp 1sm : 5psr dll, sesuai persyaratan teknis
Terdapat beberapa macam gambar rencana yang dibuat pada tahap ini,
yaitu :
a. Gambar Peta Lokasi, kita dapat mengetahui lokasi dimana
bangunan akan dibangun.
b. Gambar Situasi, kita dapat mengetahui tataletak termasuk mana
awal dan akhir pekerjaan atau menjelaskan keadaan sekitar
c. Gambar Denah, kita dapat mengetahui (membaca) ukuran-ukuran
pokok
d. Gambar Pandangan/Tampak, kita dapat mengetahui bidang-
bidang mana yang terletak dimuka, sampaing kiri/kanan dan
belakang
e. Gambar Penampang/Potongan, biasanya gambar ini dibuat dalam
2 arah (memanjang dan melintang). Dari gambar ini kita dapat
mengetahui ukuran tinggi, lebar. Selain itu, pada gambar ini juga
dicantumkan spesifikasi teknis tiap konstruksi seperti perbandingan
campuran yang digunakan (misalnya plesteran campuran 1 semen
: 4 pasir), jenis bahan yang digunakan (misalnya kayu kelas II, atap
genteng beton), dll. Untuk lebih memehami hubungan bagian-
bagian struktur yang dianggap sangat penting maka perlu dibuat
gambar lebih detail dari gambar potongan,
f. Khusus untuk gambar yang mempunyai bentuk sama seluruhnya
atau sebagian dapat menggunakan gambar typikal/prototype.
Kriteria desain untuk setiap jenis infrastruktur yang direncanakan harus
mengacu pada kriteria desain standar yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat atau instansi teknis
terkait lainnya.

5.1.2.5 Pembuatan / Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)


Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan/proyek/sub-proyek adalah
merupakan anggaran biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh
kegiatan pembangunan prasarana sesuai dengan rencana (Gambar dan
spesifikasi teknis yang dipersyaratkan). Kegiatan penyusunan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) kegiatan/prasarana merupakan tahap yang cukup
penting dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan proses/langkah-

E - 50
langkah kegiatannya, agar hasil yang diperoleh paling mendekati nilai
biaya pada saat pelaksanaan kegiatan (realistis) serta sesuai dengan
ketentuan dan dapat dipertanggunjawabkan.
Adapun manfaat RAB adalah :
a. Untuk mengetahui berapa besar rencana biaya yang diperlukan
untuk menyelesiakan kegiatan sebelum kegiatan tersebut
dilaksanakan.
b. Mengetahui jumlah/volume kebutuhan tenaga kerja, bahan dan
alat yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan.
c. Sebagai pedoman pada saat pelaksanaan kegiatan
pembangunan prasarana, khususnya pada saat melakukan
pengadaan tenaga kerja, bahan dan alat, baik menyangkut
jumlah, jenis, maupun harga satuannya masing-masing.
d. Hal yang perlu dipahami disini bahwa RAB sifatnya adalah suatu
perkiraan/rencana, artinya bahwa nilai volume maupun harga
satuan tiap jenis tenaga/bahan/alat yang paling menentukan
dalam penyelesiaan pekerjaan ádalah nilai kebutuhan nyata
(realisasi) dilapangan. Dan seharusnya nilai realisasi ini sama atau
tidak berbeda jauh dengan RAB yang dibuat sebelumnya.
e. Untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dibuat didalam
dokumen proposal usulan pelaksanaan kegiatan.
Sedangkan Hasil/Keluaran yang diharapkan dari seluruh proses perhitungan
RAB adalah :
a. Masyarakat memperoleh/mengetahui volume/kuantitas
kebutuhan tenaga kerja, bahan, alat termasuk administrasi
yang diperlukan untuk melaksanakan/menyelesaikan seluruh
pembangunan infrastruktur. Hal ini diharapakan agar pada
saat pelaksanaan konstruksi nantinya lebih mudah

E - 51
b. dan efisien dalam mengelola/mengalokasian dana-nya (tidak
terjadi pembelanjaan yang berlebih yang mengakibatkan
pemborosan dana);
c. Mayarakat mengetahui total nilai biaya kegiatan dari
kontribusi swadaya masyarakat dan total kebutuhan dana.
d. Adanya integrasi kontribusi swadaya warga.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penyusunan RAB :
a) RAB disusun oleh konsultan, yaitu Tim Leader dibantu oleh
tenaga ahli lainnya yang mampu dan memahami cara
pembuatan RAB
b) RAB harus disusun secara teliti/hati-hati dan benar sehingga
diperoleh nilai RAB yang seimbang dengan biaya
pelaksanaan pembangunan prasarana yang telah
direncanakan (RAB realistis). Atau dengan kata lain bahwa
RAB yang disusun tidak berlebihan (pemborosan) atau
kekurangan dana (kualitas atau kuantitas pekerjaan tidak
dapat dipenuhi)
c) RAB bersifat terbuka, artinya siapapun warga boleh
mengetahui RAB
d) Apabila terjadi kekurangan dana pada tahap pelaksanaan
pembangunan, maka harus diusahakan/ditambah melalui
swadaya agar memenuhi kualitas/kuantitas pekerjaan sesuai
yang direncanakan
e) Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dana maka harus
digunakan kembali hanya pada paket kegiatan tersebut
dengan cara menambah volume atau menyempurnakan
parasarana yang dibangun tersebut

E - 52
Informasi atau data-data awal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan
penyusunan RAB :
a) Rencana Swadaya berdasarkan hasil rembug/musyawarah
”Kesepakatan Swadaya Masyarakat” (Berita Acara Rembug
Swadaya);
b) Harga Satuan Upah/Bahan/Alat berdasarkan hasil
rembug/musyawarah ”Kesepakatan Harga Satuan” (Berita
Acara Rembug Harga);
c) Gambar-gambar rencana prasarana yang akan dibangun,
termasuk data-data pendukung hasil survey teknik
sebelumnya;
d) Metode/Cara pelaksanaan setiap kegiatan (apakah
menggunakan tenaga kerja atau peralatan);
e) Menyiapkan formulir-formulir perhitungan RAB yang
diperlukan. Setelah data data hasil kegiatan tersebut (poin
1,2,3) diperoleh maka proses perhitungan RAB dapat
dilakukan sesuai langkah-langkah berikut :
 Perhitungan Volume/Kuantitas Pekerjaan
 Perhitungan Volume/Kuantitas Kebutuhan Tenaga Kerja,
Bahan, Alat
 Perhitungan Anggaran Biaya

5.1.3 Metode Penyusunan Kebijakan, Strategi, Konsep dan Rencana


Penanganan Kawasan Kumuh
Metode penyusunan konsep dan rencana penanganan kawasan kumuh
terdiri dari :
1. Penyusunan kebijakan dan strategi
Penyusunan kebijakan dan strategi penanganan kawasan kumuh
adalah untuk memenuhi tujuan pengentasan kawasan kumuh di Kota
Tangerang Selatan. Penyusunan kebijakan dan strategi berdasarkan
analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya pada tahap analisis.

E - 53
Analisis SWOT yang dilanjutkan dengan metode EFAS-IFAS akan
menghasilkan arahan kebijakan dan strategi penanganan kawasan
kumuh ke arah untuk menangani isu-isu utama dengan
mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang ada.
2. Penyusunan konsep dan pendekatan penanganan kawasan
Penyusunan konsep dan pendekatan penanganan kawasan akan
dilakukan berdasarkan tipologi dan karakteristik kawasan kumuh.
Konsep dan pendekatan penanganan kawasan akan disusun dan
ditentukan berdasarkan kajian para ahli (experts judgment) dan juga
dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku
kepentingan (stakeholders opinion).
Pada dasarnya, pendekatan penanganan kawasan kumuh
berdasarkan UU No.1 / 2011 tentang Perumahan dan Permukiman
sebagaimana dinyatakan pada Pasal 97 adalah melalui peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan:
a. pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
Keputusan mengenai pendekatan penanganan yang akan diambil
beserta bentuk-bentuk penanganan yang lebih rinci akan ditentukan
berdasarkan kajian para ahli (experts judgment) dan juga dengan
mempertimbangkan pandangan para pemangku kepentingan
(stakeholders opinion).
3. Penyusunan indikasi program
Indikasi program merupakan penjabaran dari kebijakan dan strategi
penanganan kawasan kumuh dan mempertimbangkan pendekatan
penanganan kawasan kumuh di Kota Tangerang Selatan. Program -
program yang akan disusun merupakan program investasi pemerintah

E - 54
untuk menangani kawasan kumuh sesuai dengan target capaian yang
diinginkan.
Indikasi program ini memuat item-item program berdasarkan strategi
penanganan yang akan dicapai, lokasi program, besaran, waktu
pelaksanaan, instansi yang bertanggung jawab, serta prakiraan sumber
dana.
Berikut ini dapat dilihat contoh penyajian indikasi program
Tabel 5.4 Contoh Format Indikasi Program

4. Pemilihan lokasi percontohan (pilot project)


Penentuan lokasi percontohan merujuk pada klasifikasi kawasan kumuh.
Prioritas penanganan kawasan kumuh tentunya adalah pada kawasan
kumuh yang termasuk klasifikasi kumuh berat. Sehingga penentuan
lokasi percontohan sebaiknya memilih salah satu di antara lokasi
kawasan kumuh berat.
Pemilihan lokasi percontohan diantara lokasi-lokasi yang termasuk
kumuh berat adalah dengan memilih berdasarkan tipologi kawasan.
Sebaiknya dipilih 1-3 lokasi percontohan yang mewakili 1-3 tipologi,
sehingga dapat dijadikan percontohan dan pembelajaran untuk
menangani kawasan kumuh pada beberapa tipologi tersebut.
Pemilihan lokasi percontohan berdasarkan tipologi akan memudahkan
pada tahap evaluasi sehingga pembelajaran komparatif perencanaan
penanganan kawasan kumuh akan lebih mudah untuk dikaji
dampaknya dan diambil pembelajarannya.

E - 55
5. Penyusunan rencana penanganan di lokasi percontohan
Penyusunan rencana penanganan di lokasi percontohan akan
menggunakan metode rapid planning assesment atau perencanaan
kawasan secara cepat berdasarkan kajian cepat kebutuhan
penanganan kawasan. Metode rapid planning assesment yang sering
digunakan adalah metode CAP (Community Action Planning) yang
didahului dengan Need Assesment.
CAP (Community Action Planning) atau Perencanaan Tindakan
Bersama Masyarakat/PTBM adalah suatu instrumen atau teknik untuk
merangsang proses perencanaan yang berbasis pada keterlibatan aktif
warga dari wilayah unit perencanaan itu sendiri.
Sebuah proses CAP akan menghasilkan suatu rencana tindakan
bersama yang berorientasi pada hasil, dalam skala waktu yang terukur,
dengan pelaksana dan penanggungjawab kegiatan yang jelas,
lengkap dengan rincian strategi pelaksanaan yang disepakati oleh
seluruh pihak yang terlibat dalam rencana aksi itu.
Perumusan strategi yang disepakati oleh seluruh pihak diharapkan
mampu memberikan jaminan ketepatan sasaran tindakan yang dipilih,
serta terjaminnya dukungan semua pihak, baik dalam
melaksanakannya maupun dalam memelihara semua hasil tindakan
yang dijalankan itu.
Unsur yang sangat penting dari CAP adalah peran serta. Peran serta itu
sendiri adalah keterlibatan aktif penduduk dalam suatu kesatuan
wilayah/unit sosial tertentu. Oleh sebab itu, wilayah satu unit
perencanaan haruslah didasarkan pada pembatasan secara sosial dan
budaya yang efektif, dan bukan berdasarkan pembatasan aspek
administratif semata.
Kekuatan pendorong dari proses CAP, dengan demikian, adalah warga
komunitas itu sendiri. Tehnik-tehnik fasilitasi yang digunakan dalam satu
siklus CAP, yakni Tahap Pra-CAP, Tahap Lokakarya/Musyawarah CAP,

E - 56
dan Tahap Implementasi atau Pasca-CAP, haruslah mendorong dan
menjamin partisipasi penuh warga yang bersangkutan. Termasuk dalam
proses pengambilan keputusan atau kesepakatan.
Secara keseluruhan terdapat 3 tahap pelaksanaan CAP. Masing-
masing adalah (1) Pra-CAP; (2) Lokakarya CAP; dan (3) Pasca-CAP.
Rincian kegiatan pada masing-masing tahapan itu adalah sebagai
berikut.
1. Pra-CAP
a. Perkenalan dan sosialisasi awal kepada masyarakat
b. Rembug Awal dengan ‘Tokoh-tokoh Masyarakat’
c. Menyusun Profil Masyarakat
d. Membuat Peta atau Maket Kampung secara Partisipatif
2. Workshop CAP
a. Rembug Rencana Aksi Pembangunan Kampung
b. Penyusunan “Dokumen Rencana Aksi Kampung
3. Pasca/Post CAP
a. verifikasi rencana proyek;
b. Penyusunan Rancangan Angaran Biaya/RAB;
c. Monitoring dan Evaluasi
Penyusunan rencana dengan metode CAP akan memudahkan
Pemerintah daerah untuk melakukan implementasi rencana pada
tahun berikutnya, karena komitmen bersama masyarakat sudah terjalin.

E - 57

Anda mungkin juga menyukai