PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak
hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat
mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak
zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam
datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorogan/perorangan dan
berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti
pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada
pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat
hubungannya dengan lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada
lembaga yang membantu. Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses
pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga. Seperti dalam firman Allah
swt dalam QS. At-Tahrim: 6, yaitu: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.
Berdasarkan latar belakang di atas,dalam mewujudkan tujuanyang telah di
tetapkan penulis tertarik masalah tersebut,Penulis ingin mengetahui bagaimana
kelembagaan dalam Pendidikan Islam sebagai learning organization dan
kepemimpinan lembaga pendidikan islam.
2) Rumusan Masalah
1. Bagaimana lembaga pendidikan islam sebagai learning organization?
2. Bagaimanakah kepemimpinan lembaga pendidikan islam?
3) Tujuan
1. Untuk Mengetahui lembaga pendidikan islam sebagai learning organization?
2. Untuk mengetahui kepemimpinan lembaga pendidikan islam?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kemudian Peter M. Sange menjelaskan bahwasanya terdapat lima disiplin
yang agar bisa menjadi organisasi pembelajar, disiplin tersebut diantaranya:
a. Personal Mastery, disiplin ini berkaitan dengan cara untuk mengembangkan
kapasitas setiap individu dalam mencapai kinerja yang paling diinginkan serta
menciptakan lingkungan organisasi yang menumbuhkan semangat untuk
mengembangkan diri seluruh anggota yang ada di dalam organisasi menuju
pencapaian sasaran.
b. Mental Models, dengan mental models dilakukan dengan cara proses bercermin,
memeperjelas serta meningkatkan wawasan tentang dunia luar, agara nantinya
keputusan dan tindakan diambil dengan tepat
c. Share Vision, membangun komitmen kelompok dengan cara mengembangkan
gambaran bersama tentang masa depan yang akan diciptakan, serta prinsip dan
praktik yang menuntun pada pencapaian tujuan yang sudah digambarkan untuk
masa depan.
d. Team Learning, mentranformasikan keahlian berpikir dengan menggunakan
kemampuan setiap anggota tim sehingga yang diyakini akan menjadi kekuatan
besar jika dibanding melakukan pekerjaan secara individu.
e. System Thinking, cara pandang dan cara berpikir untuk menggambarkan dan
memahami setiap masalah secara komprehensif, selain itu juga harus mengerti
hubungan antara satu hal dengan hal lain dan hubungan sebab akibat dalam
organisasi,1
1
Azizah Lailatul, Knowledge Manajemen Sebagai Upaya Pengembangan Learning Organization Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru di SMAN 03 Yogyakarta, Vol. 15, No. 1, Maret 2021
3
dimiliki masing-masing lembaga pendidikan islam dan dikelola dengan baik
diharapkan lembaga pendidikan islam tetap kokoh berdiri menjadi lembaga yang
unggul dan berdaya saing.2
Pergeseran lingkungan dan kekuatan persaingan dalam industri pendidikan
menyebabkan timbulnya kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan persaingan
dengan kekuatan satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Situasi ini memaksa sebagian satuan pendidikan mengurangi atau menghentikan
operasinya. Sejumlah program studi pada sejumlah perguruan tinggi mengalami
penurunan jumlah mahasiswa, bahkan terpaksa ditutup dan atau dicabut izin
operasinya. Ini terjadi pula pada satuan pendidikan dasar, menengah, dan satuan
lainnya. Fenomena sejumlah satuan pendidikan emngalami penurunan jumlah
siswa/mahasiswanya atau mengurangi/menghentikan operasinya tersebut sangat
meluas dan merupakan isu yang penting untuk dikaji.
Arti pentingnya manajemen pengetahuan yang muncul dari rahim kacamata
bisnis pada hakikatnya dapat dipahami melalui serangkaian pertanyaan antara
lain, mengapa banyak lembaga pendidikan Islam tidak mampu bertahan lama, apa
yang menyebabkan sebuah lembaga pendidikan Islam lebih bersaing
dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang lain. Kemampuan lembaga
pendidikan Islam dapat bertahan bukan karena kebetulan akan tetapi lembaga itu
pasti mampu menunjukkan kapasitas beradaptasi yang lebih cepat terhadap
perubahan kondisi tuntutan lingkungannya, keinginan secara terus menerus untuk
melakukan inovasi, dan mengambil keputusan yang tepat untuk menggerakkan
lembaga tersebut. Kemampuan tersebut hanya mungkin terwujud apabila lembaga
pendidikan Islam dengan efektif mampu menyerap dan menggunakan sumber
daya pengetahuan anggotanya, memberi ruang yang kondusif bagi setiap individu
dan tim.
Manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk menjawab bagaimana
seharusnya mengelola pengetahuan. Pada masa lalu muncul bahwa pandangan
informasi adalah power, namun terbukti bahwa kepemilikan informasi saja
tidaklah cukup, yang lebih utama adalah bagaimana informasi tersebut di
2
Nuryana Zalik, Knowledge Manajemen Sebagai Upaya Pengembangan Learning Organization di lembaga
pendidikan islam, LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan) vol 8, 11-19, 2017
4
putuskan dan menjadi pertimbangan sehingga menjadi ide, dan ide tersebut
selanjutnya diberi konteks sehingga menjadi pengetahuan3.
3
Nuryana Zalik, Knowledge Management sebagai Upaya Pengembangan Learning Organization, LITERASI
Volume VIII, No. 1 2017
5
masih mampu mempertahankan karakteristik lembaga pendidikan Islam di
Indonesia.4
6
kompetisi persaingan di antara lembaga pendidikan semakin kompetitif pesantren
masih mampu bertahan dan beradaptasi dan bersaing dengan lembaga pendidikan
lainnya. Pesantren yang pada masa sebelum lahirnya Undang-undang No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan non formal
yang tidak jelas statusnya, namun setelah lahi UU tersebut pesantren menjadi
bagian sistem pendidikan di Indonesia dan mempunyai posisi yang sama dengan
lembaga pendidikan seperti sekolah ataupun madrasah. Apalagi dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan semakin meneguhkan pesantren
untuk mampu bersaing dengan lembaga pendidikan formal.
Kemampuan pesantren survive sejak munculnya pesantren pada sekitar abad
XVI, dimana pesantren mampu bertahan dan beradaptasi dengan perkembangan
globalisasi. Kemampuan pesantren beradaptasi dan tetap bersaing dengan
lembaga pendidikan formal menunjukkan bukti bahwa pesantren melakukan
pembelajaran organisasi (learning organization) terhadap kebutuhan masyarakat
dan kondisi lingkungannya. Konsep learning organization sebelumnya
dipopulerkan oleh Peter M. Senge sebagai organisasi yang seluruh sumber daya
manusianya melakukan kegiatan “belajar” dengan terus menerus
mengembangkan dirinya melalui perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola
perilaku berorganisasi guna memperoleh hasil yang maksimal .
Implementasi konsep learning organization pada lembaga pendidikan Islam
sesungguhnya telah diterapkan, ditandai dengan dibuktikannya hasil
temuanpenelitian tentang implementasi konsep learning organization pada
lembaga pendidikan Islam, Umar Sidiq hasil temuan penelitiannya
mengungkapkan bahwa pesantren memberikan kesempatan bagi anggotanya
untuk belajar organisasi, dimana santri melakukan belajar organisasi melalui
organisasi santri, dan organisasi pembelajaran kepemimpinan pondok pesantren.
Selanjutnya Gamal Abdul Nasir Zakaria yang menjelaskan tentang perubahan dan
pesantren harus mampu beradaptasi di masa depan.5
7
Mendefinisikan kepemimpinan sama halnya ketika kita hendak
mendefinisikan kata “cinta”, dapat didefinisikan dengan berbagai macam cara.
Begitu juga dengan kepemimpinan dapat dijelaskan dengan banyak arti.
Berbagai literatur tentang kepemimpinan dapat dipahami bahwa pemimpin
(leader) (Rukmana, 2007) adalah orang yang melakukan atau menjalankan
kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan sebagaimana disebutkan oleh
DuBrin (2005) adalah sebagai berikut.
8
mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin” (HR. Abu Dàwủd) yang
dikutip dalam buku Mujamil (2007).
Selanjutnya kepemimpinan dalam pengertian Islam berasal dari kata
Khalifah yang berarti wakil. Penggunaan kata khalifah setelah Rasullullah
SAW. wafat, menyentuh juga maksud terkandung di dalam perkataan “amir”
(yang jamaknya Umara) yaitu penguasa. Kedua istilah ini dalam Bahasa
Indonesia disebut pemimpin yang cenderung berkonotasi pemimpin formal.
Jika kita menilik firman Allah SWT. yang berbunyi ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Al-Baqarah:
30).
Jika kita mencoba untuk memahami perkataan khalifah maka dapat
disimpulkan bahwa ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah
sesudah nabi, tetapi adalah penciptaan nabi Adam yang disebut sebagai
manusia dengan tugas untuk memakmurkan bumi yang meliputi tugas
menyeru orang lain berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar.
Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri dengan tidak
melakukan apa-apa sebagaimana layaknya seorang pemimpin (khalifah).
Pemimpin yang selalu perpegang teguh kepada hukum-hukum Islam, ajaran-
ajaran suci dari Al-Qur’an. Mulai dari kepemimpinan diri sendiri, rumah
tangga, pemimpin lembaga pendidikan atau bahkah negara. Lebih lanjut
Winardi (2000) menambahkan bahwa “seorang pemimpin mengenal sifat-sifat
individual pengikut- pengikutnya dan ia mengetahui kualitas- kualitas apa
akan merangsang mereka untuk bekerja sebaik mungkin”.
Berangkat dari definisi di atas maka pemimpin sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Dia seorang yang mampu memberikan pengaruh,
teladan dalam upaya untuk mencapai tujuan bersama.6
6
Husaini dan Fitria Happy, MANAJEMEN KEPEMIMPINAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM, Vol. 4, No. 1, Januari-Juni
2019
9
b) Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan Islam
Manajemen kepemimpinan atau leader lembaga pendidikan Islam
adalah harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik sehingga tercermin
suasana yang baik. dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Baik
tidaknya satu lembaga pendidikan sangat bergantung pada manajemen tipe
kepemimpinan sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu lembaga.
Manajemen kepemimipinan pada suatu lembaga, harus mempunyai
Kualitas dan kompetensi secara umum setidaknya mengacu kepada empat hal
pokok, yaitu
a. sifat dan keterampilan kepemimpinan;
b. kemampuan pemecahan masalah;
c. ketrampilan sosial; dan
d. pengetahuan dan kompetensi professional (Dian, 2005).
Keempat kompetensi tersebut menjadi bekal para pemimpin dalam
pengembangan lembaga pendidikan Islam. Seorang pemimpin diperlukan sifat
dan keterampilan dalam mempengaruhi bawahannya. Sifat bijaksana yang
ditampilkan oleh sosok pemimpin hingga akhirnya dapat menjadi tauladan
bagi pengikutnya.
Selanjutnya, manajemen kepemimpin juga diharapkan mampu
memecahkan masalah bukan justu menambah masalah. Dalam hal ini, konflik
di lembaga dapat dikelola dengan baik atau dengan satu istilah disebut dengan
manajemen konflik. Ketidak harmonisan dapat di selesaikan dengan mufakat,
bukan dengan mengedepankan otot, namun otak yang lebih dikedepankan.
Pemimpin lembaga pendidikan Islam juga harus mampu menyelesaikan
permasalahan atau konflik yang sedang dihadapinya, seperti berikut ini
(Mujamil, 2007).
1. Konflik diri sendiri, seperti kepala madrasah pada waktu yang sama
dihadapkan pada pilihan dilematik antara pergi kemadrasah tepat waktu
sebagaimana ketentuan yang sudah disepakati atau kepentingan mengantar
istri kepasar karena memiliki hajat yang sangat peting. Memilih dua
kepentingan ini benar-benar menimbulkan konflik dalam dirinya yang
sama-sama beresiko. Dan ternyata tidak banyak kepala madrasah yang
10
memilih pergi kemadrasah tepat waktu sebagai teladan bagi bawahannya
dengan menunda kepentingan keluarga (istri).
2. Konflik antar pemimpin dengan ketua yayasan. Konflik antar pemimpin
ini sangat menggangu proses pembelajaran dan tentu berdampak negatif
pada mutu hasil pembelajaran atau pendidikan. Konflik semacam ini
merupakan konflik tingkat tinggi, karena terjadi pertentangan antar
pimpinan, yaitu konflik antar pimpinan penyelenggara pendidikan (ketua
yayasan) dengan pimpinan pelaksana pendidikan (kepala madrasah). Di
Indonesia disinyalir banyak yayasan yang mengaharapkan pendapatan
finansial dari pelaksana pendidikan, padahal pihak pelaksana pendidikan
sendiri juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar madrasah
3. Konflik antar pemimpin madrasah dengan guru, dalam hal ini hubungan
antar pemimpin madrasah dengan guru kadang tidak harmonis,
dikarenakan adanya perbedaan pendapat dalam musyawarah ataupun
dalam penyelesaian masalah. Hal semacam ini sering terjadi di madrasah-
madrasah.
4. Konflik antar pemimpin madrasah dengan ketua komite (masalah dana
pembiayaan operasional madrasah). Seperti, dalam rapat untuk penentuan
dana pembangunan madrasah, adanya perselisihan pendapat antar
keduanya dalam pengambilan keputusan dana tersebut.
Selanjutnya, aspek keterampilan sosial adalah kemampuan pimpinan
lembaga pendidikan Islam dalam membangun networking dengan lingkungan
sekitar. Kepala desa, ketua RT/RW, Kadus, Camat dan wali siswa dapat
menjalin hubungan komunikasi yang baik. Keberhasilan satu lembaga juga
sangat dipengaruhi oleh interaksinya sosial kepala lembaga dalam promosi.
Ketika hubungan sosial dapat berjalan dengan harmonis, maka
lembaga tersebut dapat bertahan hidup walau arus gelombang persaingan
dalam pemilihan/penentuan menuntut ilmu bagi anak-anak sebagai
stakeholder. Jalinan komunikasi yang dibangun dapat mempengaruhi calon
siswa/i dan orang tua untuk memasukan anaknya pada lembaga pendidikan
Islam. Terakhir adalah pengetahuan dan kompetensi professional; kemampuan
ini tidak dapat diabaikan oleh pemimpin lembaga pendidikan Islam. Pemimpin
itu harus memiliki pengetahuan dan kompetensi professional yang lebih dari
11
pengikutnya. Kalau pengikutnya lebih pintar dan lebih baik darinya akan
menjadi boomerang bagi pemimpin lembaga pendidikan Islam tersebut.
Oleh karena itu, manajemen kepemimpinan harus terus meningkatkan
kemampuannya dalam aspek pengetahuan dan profesonalitasnya.
kepemimpinan yang memiliki kemampuan lebih akan mampu mempengaruhi
pengikutnya kearah yang lebih baik. Bekal pengetahuan yang dimiliki tentu
akan melahirkan ide, kreatifitas dan produktifitas lembaga tersebut. Dalam
manajemen, kepemimpin harus mempunyai suatu komponen yang tepat dalam
mengelola sehingga menghasilkan suatu kinerja yang tepat dan bijaksana
antara lain sebagai berikut.7
12
Sehubungan dengan ini, proses kepemimpinan memiliki kaitan dengan etika
profesi, sehingga setiap kekuasaan, wewenang, dan kebijakan harus dilandasi
dengan asas-asas keadilan, kebaikan, dan kemanusiaan dalam menempatkan
orang lain bukan sebagai pembantu tapi sebagai mitra kerja. Pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang sangat kooperatif dengan anggotanya, membantu
kelancaran kerjasama hingga mencapai sasaran yang ditetapkan. Memimpin itu
bukan sekedar mengeluarkan kata-kata apalagi menyuruh tapi seharusnya
sebagai praktik yang saling belajar, saling menerima perbedaan, tidak anti
terhadap kritik dan masukan, serta menumbuhkan sikap toleran terhadap
anggotanya. Berangkat dari paradigma di atas, untuk menemukan sifat dan
karakter seorang pemimpin yang relevan dengan lembaga pendidikan Islam.
Sebagaimana Ordway Tead dan George R. Terry tentang teori the traitis theory
of leadership (teori sifat dari kepemimpinan) yang dikutip Kartini Kartono,
mengemukakan karakteristik ideal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
antara lain:
13
5. Penguasaan tekhnis (technical mastery) Setiap pemimpin harus mempunyai
satu atau beberapa keakhlian tekhnis tertentu. tekhnis yang dimaksud bukan
sekedar pada yang bersifat mekanik atau materil tetapi bagaimana tekhnik
mengkoordinasikan anggotanya, agar tercapai efektivitas kerja dan
produktivitasnya.
6. Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness). Pemimpin yang
berhasil itu dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas dan cepat.
Kemudian mampu meyakinkan para anggotanya akan ketepatan dan
kebenaran keputusannya, serta dibarengi dengan rasa tanggung jawab.
7. Kecerdasan (intelligence). Kecerdasan itu wajib dimiliki oleh setiap
pemimpin karena sebagai kemampuan untuk melihat dan memahami dengan
baik, mengerti sebab dan akibat, menemukan hal-hal yang krusial dan
menemukan cara penyelesaiannya. Karena, pemimpin yang cerdas itu
seharusnya mampu mengatasi masalah yang dihadapi dalam waktu yang
efisien dengan cara yang lebih efektif. Tetapi, kecerdasan intelektual harus
dibarengi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Karena
kompleksitas permasalahan tentu mencakup banyak hal sehingga kecerdasan
seorang pemimpinpun harus mengarah dan merespon sampai pada situasi-
situasi yang tidak terduga.
8. Keterampilan mengajar (teaching skill), Pemimpin itu seperti seorang guru
yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, memberikan motivasi dan
menggerakkan anggotanya untuk bekerja. Sehingga mengajar yang dimaksud
tidak dimaknai secara sempit namun secara luas.
9. Kepercayaan (faith). Keberhasilan kepemimpinan itu pada umumnya selalu
didukung oleh kepercayaan dari anggotanya. Biasanya kepercayaan tersebut
menjadi penilaian khusus dari anggotanya dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab. Karena ketika kepercayaan mulai menipis maka semangat
kerja dan kepercayaan dari anggotanyapun akan mulai berkurang. Sehingga
dibutuhkan nilai-nilai kepercayaan dalam kepemimpinan.
Sehubungan dengan ini, karakter dan mental seorang pemimpin harus mampu
beradaptasi dengan berbagai situasi, perubahan dan tantangan baik internal
lembaga pendidikan maupun eksternal. Kemudian faktor lingkungan internal
dan eksternal tersebut perlu diantisipasi, dipantau, dinilai dan disertakan
14
sedemikian rupa dalam proses pengambilan perumusan kebijakan. Mengingat,
perubahan dan tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam dinamis
dan tidak terkendali, sehingga untuk mempertahankan eksistensi kelembagaan,
seorang pemimpin harus terusbelajar, mengevaluasi diri, mengikuti
perkembangan yang ada, serta membangun relasi dengan berbagai lembaga dan
organisasi lainnya. Sehingga yang perlu kita antisipasi adalah Iklim kompetitif
(persaingan global) menyebabkan mayoritas lembaga pendidikan kesulitan
dalam mengelola lembaganya, terutama pendidikan formal berstatus Islam,
seperti madrasah. Misalnya, bagaimana lembaga pendidikan Islam mampu
beradaptasi penggunaan media, tekhnologi, dan berbagai sarana penunjang
keberhasilan pendidikan lainnya. Hal ini dianggap penting sebagai upaya
inovasi, sistem, konsep dan praktik dalam lembaga pendidikan Islam.
Keberhasilan lembaga pendidikan Islam kaitannya dengan karakteristik
kepemimpinan, maka ada tiga dimensi yang penulis dapat uraikan. Pertama,
pada aspek nalar dan mental pemimpin harus bersifat fluid (cair) artinya
dibutuhkan sikap yang mampu berbaur dengan berbagai situasi sehingga
membangun kekuatan, kebersamaan, dan relasi kerja yang lebih terbuka. Kedua,
karakter yang visioner, sikap yang selalu mengedepankan tujuan kelembagaan
dari pada tujuan pribadi, kemajuan bersama dan perubahan yang lebih baik.
Ketiga, karakter yang resourcefull yakni kemampuan mengerahkan semua
sumber daya, kedekatan pemimpin dengan bawahannya, mampu menjadi
sumber informasi serta tegas dan tepat dalam mengambil suatu keputusan.
15
dalam lembaga pendidikan Islam dimanfaatkan sebagai bentuk pengabdian,
pengamalan keilmuan, dan kontribusi terhadap pengembangan dan kemajuan
lembaga pendidikan Islam.8
8
Syafar Jhunawir, TEORI KEPEMIMPINAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM, Volume 5, Nomor 1 : Februari 2017
16
Sebagai pemimpin pendidikan yang professional, kepala sekolah dituntut
untuk selalu mengadakan perubahan. Mereka harus memiliki semangat yang
berkesinambungan untuk mencari terobosan-terobosan baru demi menghasilkan
suatu perubahan yang bersifat pengembangan dan penyempurnaan, dari kondisi
yang memprihatinkan menjadi kondisi yang lebih dinamis, baik segi fisik
maupun akademik seperti perubahan semangat keilmu- an, atmosfer belajar dan
peningkatan strategi pembelajaran. Di samping itu, kepala sekolah juga harus
berusaha keras menggerakkan para bawahannya untuk berubah, setidaknya
men- dukung perubahan yang dirintis kepala sekolah secara proaktif, dinamis,
bahkan progresif. Sistem kerja para bawahan harus lebih kondusif. Kinerja
mereka harus dirangsang supaya meningkat. Disiplin mereka harus
dibangkitkan. Sikap kerjasama mereka lebih dibudayakan, dan suasana
harmonis di antara mereka lebih diciptakan.
Pada dasarnya tugas kepala sekolah itu sangat luas dan kompleks rutinitas
kepala sekolah menyangkut serangkai pertemuan interpersonal secara
berkelanjutan dengan murid, guru dan orang tua, atasan dan pihak-pihak terkait
lainnya. Blimberg (1987) membagi tugas kepala sekolah sebagai berikut: (1)
menjaga agar segala program sekolah berjalan se-damai mungkin; (2)
menangani konflik atau menghindarinya; (3) memulihkan kerjasama; (4)
membina para staf dan murid (5) mengem- bangkan organisasi, dan (6)
mengimplementasi ide-ide pendidikan. Untuk memenuhi tugas-tugas di atas,
dalam segala hal hendaknya kepala sekolah berpegangan kepada teori sebagai
pembimbing tindakannya. Teori in didasarkan pada pengalamannya,
karakteristik normatif masyarakat dan sekolah, serta iklim instruksional dan
organisasi sekolah, misalnya kepala suatu madrasah harus mampu menunjukkan
bahwa segala tindakan profesionalnya sesuai dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai al-Qur’an dan sunnah Nabi. Hal itu dapat ditempuh dengan merefleksi
dan mengkonstruksi uswah rasul dan para shahabat di samping mengembangkan
kompetensi dan kualitas dirinya.
Kualitas dan kompetensi kepala sekolah secara umum setidaknya mengacu
kepada empat hal pokok, yaitu: (a) sifat dan keterampilan kepemimpinan, (b)
kemampuan pemecahan masalah, (c) keterampilan sosial, dan (d) pengetahuan
dan kompetensi professional. Secara garis besar kualitas dan kompetensi kepala
sekolah menurut Marno, Triyo Suppriyatno, (2008; 39) dapat dinilai dari
17
kinerjanya dalam mengaktualisasikan fungsi dan perannya sebagai kepala
sekolah yaitu meliputi:
1. Sebagai Pendidik (educator)
a. Kemampuan membimbing guru dalam melaksanakan tugas.
b. Mampu memberikan alternative pembelajaran yang efektif.
c. Kemampuan membimbing bermacam- macam kegiatan kesiswaan.
2. Sebagai Manajer
a. Kemampuan menyusun organisasi personal dengan uraian tugas sesuai
dengan standar yang ada.
b. Kemampuan menggerakkan stafnya dan segala sumber daya yang ada serta
lebih lanjut memberikan acuan yang dinamis dalam kegiatan rutin dan
temporer.
c. Kemampuan menyusun program secara sistematis.
3. Administrator
a. Kemampuan mengelola semua perangkat KBM secara sempurna dengan
bukti berupa data administrasi yang akurat
b. Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan, ketenagaan, keuangan,
sarana dan prasarana, dan administrasi persuratan dengan ketentuan yang
berlaku.
Oleh Karena itu salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor,
yaitu melakukan supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kependidikan.
a. Kemampuan menyusun program supervise pendidikan di lembaganya yang
dapat melaksanakan dengan baik.
b. Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru
dan karyawan.
18
c. Kemampuan memanfaatkan kinerja guru atau karyawan untuk
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
6. Sebagai Inovator Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara
ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif,
rasional dan obyektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta fleksibel.9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengumpulkan pengetahuan yang ada pada lembaga pendidikan
Islam, kemudian di formulasikan dan desain dengan baik, akan menjadikan
lembaga pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing. Menejemen ini tidak
terlalu rumit untuk dilakukan. Dengan modal pengetahuan dan kemampuan
9
Ushansyah, KEPEMIMPINAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM, Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume
14 No.26 Oktober 2
19
pimpinan untuk meramu aset pengetahuan dalam suatu lembaga pendidikan Islam
akan membantu dan menjadikan lembaga pendidikan Islam yang semakin banyak
ini dapat terus unggul dan berdaya saing.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21