Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

KEPEMIMPINAN dan ORGANISASI PENDIDIKAN




Makalah Tentang
Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sugiyo, M.Si












Disusun oleh:
Benny Apriyanto (0102513023)





MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan manusia di dunia tidak luput dari keanggotaan suatu organisasi.
Organisasi merupakan wadah dimana orang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan
bersama dengan lebih efektif dan efisien.
Pendidikan sebagai infestasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM)
merupakan upaya yang dilakukan dalam konteks organisasi, apakah keluarga, masyarakat,
sekolah, atau jenis organisasi lainnya. Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yang
disebut dengan tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan ini akan lebih efektif dan efisien jika
dilakukan dengan menggunakan pendekatan organisasi. Dalam perkembangan zaman saat ini,
dimana para orang tua disibukkan dengan berbagai pekerjaan, proses pendidikan bagi anak-
anak lebih banyak dipercayakan pada organisasi pendidikan formal (sekolah atau madrasah).
Sekolah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu tempat terjadinya proses pendidikan dan
organisasi pendidikan formal yang memiliki tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah organisasi menunjukkan bahwa keberadaan
organisasi pendidikan ini ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan lebih efektif dan
efisien. Pendidikan ditujukan bagi orang-orang yang mengikuti proses pendidikan.
Keberlangsungan proses pendidikan ini menjadi dasar bagi penetapan tujuan sekolah sebagai
sebuah organisasi. Di Indonesia, lembaga pendidikan diatur oleh undang-undang no. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi
yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manuasia,
baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan
potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan
tertentu. Pengorganisasian suatu sekolah tergantung pada beberapa aspek antara lain: jenis,
tingkat dan sifat sekolah yang bersangkutan. Susunan organisasi sekolah tertuang dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang susunan organisasi dan tata kerja
jenis sekolah tersebut (Depdikbud, 1983:2).
Sekolah sebagai organisasi dengan sistem terbuka, senantiasa mampu beradaptasi dan
peka terhadap perubahan atau perkembangan yang terjadi. Setiap aktivitas yang ada di
sekolah, harus mengarah pada proses pembelajaran, karena hakikatnya sekolah merupakan
organisasi pembelajar (learning organization).
Menurut Sange (1994), organisasai pembelajar adalah organisasi tempat dimana anggota-
anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan pola berfikir
baru dengan membiarkan berkembangnya aspirasi kreatif dan tempat orang terus menerus
berupaya belajar bersama. Selain itu, menurut Garvin (1993 : 78-91), organisasi pembelajar
adalah organisais yang senantiasa berusaha, menciptakan, mencari, dan mentransfer
pengetahuan serta memodifikasi perilakunya berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru
tersebut. organisasi belajjar tidak hanya menghasilkan cara berfikir, tapi juga menerapkan
pengetahuan baru di dalam mengerjakan pekerjaan. Dixon (1998), mengemukakan bahwa
organisasi pembelajar adalah organisasi tempat dimana terdapat kebiasaan belajar, baik pada
tingkat individu, kelompok, atau sistem secara keseluruhan untuk mengadakan transformasi
secara terus menerus dengan tujuan untuk memuaskan stakeholders.























Bab II
PEMBAHASAN

Tugas utama pendidikan adalah menanamkan kemauan dan memfasilitasi belajar;
pendidikan harus menghasilkan manusia pembelajar bukannya manusia terpelajar.
Masyarakat manusia sejatinya adalah masyarakat pembelajar, di mana kakek-nenek, orang-
tua dan anak-anak menjadi pembelajar bersama. Pengertian sekolah sebagai organisasi dan
sistem saat ini sudah dikenal oleh berbagai praktisi yang berkonsentrasi dalam dunia
pendidikan. Sebagai insan yang berkonsentrasi dalam dunia pendidikan hal pertama yang
harus kita mengerti adalah organisasi, semua pandangan organisasi secara umum dapat
diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan atau penempatan orang-
orang dalam suatu kelompok kerja sama, dengan maksud menempatkan hubungan antara
orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing. Penentuan
struktur hubungan tugas dan tanggung jawab itu dimaksudkan agar tersusun suatu pola
kegiatan untuk menuju ke arah tercapainya tujuan bersama.
Sebagaimana terangkum dalam Liweri (1997) beberapa ahli mengemukakan pengertian
tentang organisasi. Victor A. Thompson, 1969 menyatakan bahwa sebuah organisasi adalah
integrasi impersonal dan sangat rasional atas sejumlah spesialis yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Jadi organisasi adalah aktivitas dalam membagi-bagi
kerja, menggolong-golongkan jenis pekerjaan, memberi wewenang, menetapkan saluran
perintah dan tanggung jawab, ini tak jauh berbeda dalam organisasi yang dijalankan di
sekolah yaitu :
a) Sekolah sebagai organisasi sosial
Sekolah sebagai organisasi sosial memandang organisasi dalam konteks sistem sosial
yang memiliki tujuan tertentu dan merupakan tujuan bersama. Organisasi sosial
mempunyai ciri mempunyai ketergantungan satu sama lain, kejelasan anggota,
perbedaan dengan lingkungannya, hubungan sosial yang kompleks, dan budaya
organisasi yang khas (Hermawan Darman, 2010 : 79). Menurut Hoy Miskel (Manajemen
pendidikan, 2010 : 80 ) Elemen kunci sekolah sebagai organisasi sosial antara lain :
1. Struktur yaitu meliputi peran dan harapan hirarki birokrasi, posisi dan regulasi.
2. Individu yaitu interaksi organisasi yang diatur oleh struktur organisasi memiliki
kebutuhan keyakinan dan pengalaman tersendiri sesuai kebutuhan keyakinan, dan
pemahaman atas pekerjaan yang dilakukan.
3. Culture Mempresentasikan sesuatu yang tidak tertulis dalam organisasi meliputi nilai-
nilai, norma-norma bersama, kebersamaan, kebiasaan kerja, cara berfikir dan
sebagainya.
4. Politics merupakan kekuatan informal yang memunculkan penyeimbang bagi
kekuatan organisasi formal.
5. Environtment adalah sesgala sesuatu yang berada di luar organisasi sebagai sistem
sosial.
6. Outcomes adalah hasil yang dicapai oleh proses transformasi berbagai input.
7. Internal feedback loops umpan balik internal yang muncul dari berbagai interaksi dari
berbagai komponen sub sistem.
8. Exkternal feedback loops umpan balik eksternal yang muncul dari interaksi
lingkungan internal sekolah dengan lingkungan eksternal sekolah

b) Sekolah sebagai organisasi pembelajar (Learning Organization)
Di dunia usaha, korporasi-korporasi besar yang bersaing ketat secara global akan
bekerja keras menjadikan dirinya sebagai organisasi pembelajar. Alasannya adalah
semua aspek dunia usaha berkembang begitu cepat sehingga jika mereka kalah belajar
lebih cepat daripada para pesaingnya maka dirinya akan tergilas oleh organisasi
pesaingnya yang lebih cerdas. Sekolah pada gilirannya harus mengantisipasi perubahan
yang terjadi secara cerdas pula. Kita dewasa ini sedang berada dalam masa transisi dari
Abad industri ke Abad Informasi. Teknologi informasi telah menyebabkan transformasi
baru, yakni revolusi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus
menjadikan sekolah kita sebagai organisasi belajar.
Untuk memahami apa yang dimaksud denga Organisasi Pembelajar , kita bisa
menyimak gagasan Peter M. Senge (1990) yang dapat difahami sebagai organisasi yang
di dalamnya:
orang-orang secara terus-menerus mengembangkan kapasitasnya untuk mewujudkan
hasil yang sangat diharapkan
pola-pola pikir baru dan terus berkembang difasilitasi dengan baik
cita-cita kolektif diberikan kebebasan untuk berkembang
orang terus-menerus belajar cara belajar bersama


Garvin (1993) sebagaimana dikutip Dr. Ng Pak Tee (2005) mendefinisikan
organisasi pembelajar sebagai sebuah organisasi yang cakap dalam menciptakan,
menguasai dan mentransfer pengetahuan, serta memodifikasi perilakunya sehingga
merefleksikan pengetahuan dan pemahaman-pemahaman yang baru.
Belajar menjadi hal yang sentral untuk mewujudkan perubahan karena jika setiap
individu, team maupun organisasi, karena jika kita benar-benar belajar, kita akan
berubah dengan sungguh-sungguh akibat hasil belajar tersebut. Jika kita benar-benar
berubah dan menjadi pembelajar sejati, maka kita akan merefleksikan perubahan-
perubahan kita, kemudian akan belajar lebih banyak lagi. Dengan kata lain, belajar
memicu terjadinya perubahan dan perubahan memicu terjadinya belajar yang lebih
banyak lagi, sehingga membentuk siklus kemaslahatan

Konsep asli yang dibawakan oleh Peter Senge mengenai organisasi pembelajar dan
bagaimana praktik seharusnya akan dibahas dalam tulisan ini, serta bagaimana sekolah juga
diharapkan dapat menjadi organisasi pembelajar, di dalam praktik dan keberadaannya dalam
perkembangan perubahan pendidikan di Indonesia. Bagaimana sekolah mampu
mewujudkan learning organisation (innovasi, perubahan, dan ekologi).
Ide mengenai organisasi pembelajar merupakan ide yang cukup terdengar belakangan
hari ini, setelah tercetusnya apa yang dikemukakan oleh Peter Senge. Organisasi pembelajar
adalah organisasi yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang ada
dalam organisasi tersebut untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya. Organisasi
merupakan merupakan organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola
perubahan itu sendiri (managing change).
Ada lima disiplin (lima pilar) yang membuat suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar,
yaitu :
1. Personal Mastery yaitu belajar untuk memperluas kapasitas personal dalam mencapai
hasil kerja yang paling diinginkan, dan menciptakan bagaimana lingkungan organisasi
mampu menumbuhkan kesadaran setiap anggota untuk mau terus berkembang agar dapat
tercapai harapan dan makna yang ingin di capai dalam berkerja.
2. Mentals model yaitu proses bercermin, yang memperjelas dan meningkatkan gambaran
diri kita tentang dunia luar dan melihat bahgaimana lingkungan membentuk keputusan
dan tindakan kita.
3. Shared Vision, adalah bagaimana dapat membangun rasa komitmen dalam suatu
kelompok, dengan mengembangkan gambaran bersama mengenai masa depan yang
diciptakan, prinsip dan praktik yang menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan
tersebut.
4. Team Learning adalah bagaimana mentransformasikan pembicaraan dan keahlian
berpikir, sehingga suatu kelompok dapat secara sah mengembangkan otak dan
kemampuan yang lebih besar dibanding ketika masing-masing anggota kelompok bekerja
sendiri.
5. System thinking adalah bagaimana cara pandang, cara berbahasa untuk menggambarkan
dan memahami kekuatan dan hubungan yang menentukan perilaku suatu sistem. Faktor
ini membantu kita untuk melihat bagaimana mengubah sistem secara efektif dan untuk
mengambil tindakan yang lebih pas sesuai dengan proses interaksi antara komponen suatu
sistem dengan lingkungan yang ada.

Praktik kelima disiplin yang dipaparkan di atas tidaklah mudah dijalankan dalam konteks
Indonesia. Menurut Peter Senge Banyak organisasi yang mengatakan dirinya sebagai
organisasi pembelajar. Dalam dunia pendidikan, sekolah dapat dikatakan sebagai learning
organization, dan dari hasil penelitian mengungkapkan bahwa siswa zaman sekarang
memiliki motivasi dan kompetensi yang rendah. Sekolah diharapkan mampu mengatasi
kesenjangan ini dan harus menjadi bagian dari solusi dimana siswa dapat belajar untuk
menganalisis masalah dan situasi yang mengembangkan siswa untuk berkomunikasi, berpikir
dan terus mau belajar, menunjukkan sikap, tanggung jawab dan kemampuan beradaptasi yang
tinggi dan dapat bekerja sama (McLaughin, 1992, p.3). Namun kondisi sekolah yang ada di
Indonesia saat ini menurut penulis belumlah menunjukkan keberadaan sebagai learning
organization karena sulitnya melakukan perubahan-perubahan. Ditemukan beberapa kendala
utama yaitu, kompleksitas kemampuan dalam hal pedagogi, dimana seharusnya pedagogik
akan menjadi standar atau kriteria keberhasilan praktek pendidikan di sekolah dan juga untuk
mempertanggungjawabkan pendidikan bagi siswa, agar landasannya tidak jadi sembarangan.
Masalah lainnya yaitu kurangnya pendekatan, dan penilaian, kurang efektivitas sekolah
sebagai organisasi pembelajaran dan sulitnya melakukan perubahan pendidikan. Kegagalan
perubahan pendidikan ini disebabkan oleh kurangnya efektivitasnya proyek perubahan,
sulitnya mengubah budaya dari proses Kegiatan Belajar Mengajar, sulitnya memperbaiki
hubungan antara sekolah dengan orang tua dan sebagainya, serta perubahan yang kompleks
dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini tentu saja menghancurkan tujuan moral mengajar para
guru dimana guru kehilangan rasa aman, motivasi, kepercayaan diri, kepuasan kerja, kuatir
akan masa depan, Cox dan deFrees (1991) mengungkapkan beberapa project dalam
merestrukturisasi program sekolah yaitu memperjelas fokus transformasi, membuat
perubahan yang sistematis dan organisasional, mengatur proses perubahan, mendayagunakan
dana seefektif mungkin untuk melakukan perubahan untuk meningkatkan professional
development.
Sekolah pada masa kini perlu belajar dari lingkungannya karena sekolah juga
merupakan bagian dari lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan dengan kolaborasi antar
sekolah, kerja sama orang tua dan komunitas, menjangkau dunia pekerjaan/bisnis, dan
kolaborasi antara yayasan dengan agen pemerintahan. Hal ini tentu saja memerlukan struktur,
aktivitas, dan pekerjaan yang baru dari setiap insitutusi untuk menggali informasi, bantuan,
dan orang-orang untuk mencapai misi mereka.
Sebuah organisasi pembelajaran adalah sebuah organisasi dmana setiap individu memiliki
perkembangan dan pembelajaran mereka sendiri, dimana organisai mendukung dan
menghargai setiap orang untuk belajar, dimana organisasi ini mengembangkan kapasitas
belajar untuk menghasilkan kapabilitas yang baru.
Ada tiga level pembelajaran dalam organisasi pembelajaran yaitu:
1. Pembelajaran individu dimana setiap individu terus mengembangkan keahlian dan
pengetahuannya melalui pelatihan yang terus menerus dimana setiap orang akan
merancang rencana pembelajaran dan karir dimana guru berfungsi sebagai pelatih,
konselor, dan pemimpin tim.
2. Pembelajaran dalam tim dimana tim bekerja sama untuk belajar memecahkan masalah
dalam grup dan mengembangkan keahlian refleksi, partisipatif, tujuan yang jelas,
komunikasi, penilaian diri sendiri, keragaman gaya, pembagian kekuasaan, dan
lingkungan informal yang menyenangkan dengan tujuan yang jelas. Tim terus belajar dari
masa lalu dan membagikan ide mengembangkan inovasi baru.
3. Pembelajaran organisasi dimana organisasi membangun kemampuan untuk menciptakan
kesempatan dengan mengidentifikasi kemampuan, permintaan pasar, dan strategi
pengembangan kemampuan yang memenuhi permintaan.

Berapa banyak guru yang bekerja sebagai seorang pendidik dan bukan seorang pengajar ?
Seorang pendidik akan berusaha untuk terus mengembangkan diri dalam memahami situasi
perkembangan jaman dengan belajar mengenai berbagai metode pendekatan terhadap
siswanya. Terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan dengan menggunakan metode
pengajaran e-learning hanyalah sebagian hal yang dituntut dalam kategori sebagai organisasi
pembelajar. E-learning hanya memenuhi sebagian perubahan lingkungan sejalan dengan
perubahan teknologi yang ada saat ini, memang guru bisa diarahkan sebagai fasilitator dan
motivator, namun belum sepenuhnya juga bisa menjalankan posisinya sebagai
konselor. Share vision belumlah mencapai tujuannya, karena guru-guru masih belum
memiliki apa yang dinamakan pandangan yang sama, karena terpisahnya harapan bersama
antara pemilik sekolah, yayasan, orangtua dan lingkungan sosial.
Harapan sekolah sebagai organisasi pembelajar memang masih jauh dari apa yang di
harapkan, namun membuka diri dengan sebuah wacana baru merupakan sesuatu yang sangat
penting, agar ada perubahan paradigma dan visi yang baru yang akan menggerakkan sistem
pendidikan Indonesia berubah kearah yang lebih baik dan dapat diukur. Guru juga sudah
seharusnya memiliki kompetensi dasar dalam hal pendagogi, semakin diperlengkapi dalam
metode mengajar, kemampuan sebagai konselor, melatih diri untuk mengedepankan siswa
sebagai pembelajar, dan yang terpenting mau ikut dalam setiap perubahan yang terjadi.
Setelahnya maka semua yang terlibat dalam sistem bisa saling mendukung dan mendorong
agar benar-benar tercipta organisasi pembelajar yaitu organisasi dimana setiap individu
memiliki perkembangan dan pembelajaran mereka sendiri, dimana organisai mendukung dan
menghargai setiap orang untuk belajar, dimana organisasi ini mengembangkan kapasitas
belajar untuk menghasilkan kapabilitas yang baru.

















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teoritik dan pembahasan yang ada di atas dapat di simpulkan
bahwa sebuah organisasi pasti akan memiliki sebuah struktural, pemimpin, budaya, visi misi
dan tujuan adanya organisasi itu sendiri. Ini juga berlaku dalam organisasi sekolah atau
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Jika di sekolah memiliki seorang kepala
sekolah sebagai principle of policy, penentu kebijakan, pemimpin dari roda organisasi. Maka
kepala sekolah harus memiliki jiwa kepemimpinan yang memadahi, meimliki wawasan
tentang seperti apa pemimpin dan tugas seorang pemimpin, ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dari organisasi yang dia jalankan.
Menurut Peter Senge, pembelajaran nyata dan mendalam sampai kepada hati manusia,
sehingga menjadi mampu menciptakan kembali diri kita. Ini berlaku baik bagi individu dan
organisasi. Jadi, untuk sebuah organisasi belajar tidak cukup hanya bertahan hidup.
Pembelajaran untuk bertahan hidup atau sering diistilahkan belajar adaptasi adalah penting
dan memang diperlukan. Tetapi bagi sebuah organisasi belajar, belajar adaptasi harus
digabungkan dengan belajar memproduksi, pembelajaran yang bisa memperbaiki kapasitas
kita dalam mencipta.















DAFTAR PUSTAKA

DuFour, Richard (2002), The Learning Principal dalam jurnal Educational Leadership edisi
Mei 2002.
Pak Tee, Ng (2005), The Learning School Innovation and Enterprise, Singapore: Pearson
Education South Asia Pte. Ltd.
Yukl, G. (2006). Leadership in Organization (7th ed.). New York: Doubleday & Co.

Senge Peter . 2000. A Fifth Discipline Resource Schools That Learn: A Fifth Discipline
Fieldbook for Educators, Parents, and Everyone Who Cares About Educatio. New York:
Doubleday, h. 5-11.

Senge, P., Ross, R., et.al. (1999). The Dance of Change: The Challenges of Sustaining
Momentum in a Learning Organization. New York : Doubleday & Co.

Sitepu, Bintang. 2011. Organisasi Belajar, http://www.bintangsitepu.wordpress.com

Smith, Mark K. 2001. The Learning Organization. (http://www.infed.org/biblio/-learning-
organization.htm).

http://7691an.wordpress.com/category/pedagogik, last access 14 Mei 2014.

https://lss.at.ufl.edu, last access 14 Mei 2014.

http://www.audubon-area.org/NewFiles/sengesum.pdf, last access 14 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai