Anda di halaman 1dari 26

PERILAKU PRODUSEN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Manajemen Pemasaran Pendidikan

Disusun oleh kelompok 10:


Wiwin Nadliroh                      (P.02.18.015)
Rosid Widodo                     (P.02.18.014)

Dosen Pengampu:
Eka Yuni Purwanti, S.Pd.I. M.Pd.

Prodi: Pendidikan Agama Islam

Semester: 6(enam)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MULIA ASTUTI
WONOGIRI TAHUN 2020/2021
Kata Pengantar

            Segala puji bagi Allah yang maha Esa yang telah memberikan Rahmat, Taufik,
Hidayah dan Inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih di beri kesehatan lahir dan batin
sampai saat ini.Sholawat dan salam semoga teatap Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW yang telah menuntun kuta dari Zaman Jahiliyyah menuju Zaman
Islamiyyah seperti saat ini.

Alahamdulilllah, makalah ini dapat kami selesaikan guna memenuhi tugas mata
kuliah  Pembelajaran Managemen Pemasaran Pendidikan mahasiswa Jurusan Tarbiyah Sekolah
Tinggi Agama Islam Mulia Astuti Wonogiri.

Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan.Unuk itu kami
sangat mengharapkan saran dari Bapak Ibu Dosen dan para pembca demi perbaikan makalah
kami selanjutnya.

Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin

Penulis

Wonogi
ri, 15 April 2021

DAFTAR ISI
HALAMAN  JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan masalah......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
 B. Pemasaran Strategis Jasa Pendidikan…………………………………………….
C. Perencanaan Pemasaran Strategi Jasa Pendidikan…………………………………
D. Pentingnya Perumusan Misi Jasa Pendidikan……………………………………..
E.   Pengembangan Misi Jasa Pendidikan…………………………………………….
F.   Pelaksanaan Misi Jasa Pendidikan…………………………………………………

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah mengalami perubahan besar, yaitu lingkungan
global pendidikan atau sering diistilahkan dengan globalisasi pendidikan. Globalisasi berarti
suatu proses keterbukaan yang seluas-luasnya, bebas dari keterbelengguan cultural, bebas dari
ketertutupan. Globalisasi dengan ciri pasar bebasnya tidak hanya menjual barang produksi
industri saja, melainkan juga sumberdaya manusia yang siap kerja.Oleh karena itu kualitas
menjadi acuan utama. Barang (produk pendidikan) yang tidak berkualitas akan dicampakkan
oleh konsumen, persaingan pasar semacam ini menuntut barang dagangan yang berkualitas.
Masyarakat sudah mulai mempertanyakan dan memilih sekolah-sekolah berkualitas, karena
mereka takut putra-putrinya tidak mampu bahkan kalah bersaing di era globalisasi ini.
Pemasaran, yang lebih dikenal dengan istilah asing “marketing” adalah suatu metode baru
untuk memajukan dan mengembangkan potensi sebuah organisasi dengan memusatkan sasaran
atau target, terutama pada masyarakat yang benar-benar memutuhkan dan menginginkan
organisasi kita, dan tujuan dari pemasaran adalah membantu pengelola suatu organisasi untuk
memutuskan produk apa yang mesti ditawarkan terlebih dahulu.
Pendidikan merupakan media dalam menyalurkan potensi yang di miliki setiap individu.
Pendidikan juga merupakan aset bagi Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Dengan perkembangan pendidikan yang semakin maju, diiringi kemajuan ilmu dan tekhnologi
yang semakin melaju pesat. Masyarakat Indonesia juga harus memiliki kemauan yang tinggi
mengikuti arus modernisasi pada zaman ini. Akan tetapi, kemajuan zaman harus diimbangi oleh
kekuatan dalam beribadah kepada yang Kuasa yaitu Allah Swt. Karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam, bahkan umat Islam di Indonesia merupakan yang terbesar di Dunia.
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam, sekaligus asset bagi
pembangunan pendidikan Nasional. Sebagai warisan, kita harus memiliki kesadaran untuk bisa
mempertahankan dan melestarikan keberadaannya serta meningkatkan kualitas yang di miliki
pendidikan Islam. Sebagai asset yang kita miliki, kita memiliki ruang dan kesempatan untuk
mengepakkan sayap untuk bisa mengelola dan menatanya sesuai dengan sistem pendidikan
nasional yang ada di Indonesia.
Upaya mengelola dan menata pendidikan Islam harus memiliki teknik serta keterampilan,
pengelolaan yang baik akan mampu memberikan kita tempat yang baik di hati masyarakat dan
kita tidak akan kalah dengan sekolah pada umumnya, dari itu kita perlu untuk membuat suatu
lembaga yang menaungi pendidikan Islam demi mewujudkan tujuan pendidikan Islam yang
diinginkan. Lembaga merupakan sarana mempertahankan warisan yang telah diberikan kepada
kita. Demi mencapai tujuan yang diinginkan, maka kita harus membenahi dulu sistem dalam
suatu lembaga sekalipun upaya dalam mengelola maupun mengembangkan lembaga pendidikan
Islam merupakan keniscayaan dan beban kolektif bagi para penentu kebijakan pendidikan Islam.
Perumusan strategi akan mempertimbangkan eksistensi lembaga pendidikan Islam secara riil dan
orientasi pengembangannya. Oleh karena itu, para pemimpin lembaga pendidikan Isam harus
mampu “membaca” selera masyarakat. Agar pendidikan islam mampu menguasai dunia
pendidikan di masyarakat kita.
Sejumlah pemaparan di atas tersebut membuat penulis tertarik untuk bisa memaparkan
beberapa hal terkait dengan “Lembaga Pendidikan Islam” dalam makalah ini, agar kita bisa tau
dan lebih memahami mengenai lembaga pendidikan Islam, serta kita dapat membantu
perkembangan pendidikan Islam agar menjadi pilihan utama bagi masyarakat.

B.  Rumusan Masalah
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
2.    Apa Pemasaran Strategis Jasa Pendidikan?
3.    Bagaimana Perencanaan Pemasaran Jasa Pendidikan ?
4.    Apa Pentingnya Perumusan Misi Jasa Pendidikan ?
5.    Bagaimana Pengembangan Misi Jasa Pendidikan ?
6.    Bagaimana Pelaksanaan Misi Jasa Pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN
.    A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada
yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan untuk mengadakan suatu penelitian keilmuan
atau melakukan sesuatu usaha.[1] Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut Institute (dalam
pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan
lembaga dalam pengertian non fisik atau abstrak disebut Institution, yaitu suatu sistem norma
untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan
lembaga dalam pengertian non fisik disebut dengan pranata.
Pendidikan Islam adalah usaha pengembangan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar
terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. Ahmad D. Marimba
mengartikan pendidikan Islam sebagai bimbingan jasmani dan ruhani dengan berdasarkan pada
hukum-hukum Islam menuju pada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam.[2]
Lembaga pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga pendidikan mengandung pengertian kongkrit
berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan
peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.[3] Muhaimin
menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sistim pendidikan yang sengaja
diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-
nilai Islam.[4] Sistim pendidikan ini dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran
dan nilai-nilai Islam.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu
wadah berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan,
dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-nilai Islam
dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2.    Tujuan Lembaga Pendidikan Islam
Tujuan lembaga pendidikan Islam (madrasah) maka tidak terlepasdari tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam digalidari nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber dari
al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Muhaimin, Lembaga pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.[5]
Lembaga pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk mengembangkan semua potensi yang
dimiliki manusia itu, mulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa
terhadap ajaran Islam, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan tahapan afeksi, yakni terjadinya
proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan
meyakininya. Melalui tahapan efeksi tersebut diharapkan bertumbuh motivasi dalam diri siswa
dan bergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam ( tahap psikomotorik) yang telah
diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang
bertakwa dan berakhlak mulia.
3.    Fungsi Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak lepas
dari lembaga-lembaga sosial yang ada, lembaga disebut juga institusi atau pranata. Dengan
demikian lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk
mengembangkan
lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah. Menurut Hasan
Langggung pendidikan Islam berputar sekitar pengembangan jasmani, akal, emosi, rohani, dan
akhlak manusia. Begitu juga pendidikan dalam pengertian yang utuh, bukan terbatas disekolah
saja tetapi juga mempengaruhi pelajaran-pelajaran di rumah, di masyarakat bahkan dijalanan
selain itu, Islam juga mengenal pendidikan seumur hidup.[6]
Islam mengenal lembaga pendidikan semenjak detik-detik turunnya wahyu Allah kepada
Nabi SAW. Rumah Arqam bin Abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan pertama. Guru
agung pertama dalam dunia Islam adalah Nabi sendiri. Lembaga pendidikan Islam bukanlah
lembaga pendidikan yang beku, Islam justru memperkenalkan lembaga pendidikannya dengan
cara yang fleksibel, berkembang menurut kehendak waktu dan tempat ketika rumah Al-Arqam
dan rumah lain dianggap sudah tidak dapat memuat bilangan kaum muslim yang begitu besar,
umat Islam kemudian mengalihkan lembaga pendidikannya ke masjid yang menjadi tempat
kedua atau institusi kedua setelah rumah Al-Arqam. Sedangkan lembaga pendidikan ketiga
muncul setelah kerajaan Umayyah. Masjid yang semula dijadikan tempat belajar utama kini
beralih menjadi tempat belajar orang dewasa sementara anak-anak mulai mempelajari ilmu di
Kuttab.[7]
Menurut Izudin Abbas ada dua macam kuttab diantaranya adalah Satu ; kuttab untuk anak-
anak yang membayar iuran pendidikan. Dua ; untuk anak-anak orang miskin yang disebut Kuttab
Al-Sabil (pondok orang dalam perjalanan). Bersama dengan kemajuan peradaban yang dicapai
oleh masyarakat Islam di zaman kerajaan Abbasiyah, lembaga-lembaga pendidikan lain mulai
mengarahkan dirinya terhadap pendidikan Islam dan muncullah Daar al hikmah dengan tujuan
agar gerakan terjemahan bertambah luas.
Setelah itu muncullah sistem madrasah, yang menjadikan system pendidikan Islam
memasuki periode baru dalam pertumbuhan dan perkembangannya, diman periode ini adalah
periode terakhirnya. Sebab di sini madrasah sudah merupakan salah satu organisasi resmi negara
dimana dikeluarkannya pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai negara.
Pelajaran disitu juga resmi berjalan menurut peraturan dan Undang-undang merupakan hal
serupa yang kita kenal hari ini, segala sesuatu diatur seperti kehadiran dan kepulangan murid-
murid, program-program pengajaran, staf-staf perpustakaan, dan gelar-gelar ilmiah semuanya
diatur dan diberi undang-undang. Bentuk lembaga pendidikan Islam apapun dalam Islam harus
berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga
satu dengan lainnya tidak terjadi tumpang-tindih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga
pendidikan Islam itu adalah antara lain.[8]
a.       Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api
neraka.
b.      Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan
keseimbangan hidup bahagia didunia dan akherat.
c.       Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan
ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan
diri pada khaliknya.
d.      Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.
e.       Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat menciptakan anak
didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.
4.    Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang jenis-jenis lembaga pendidikan
Islam harus ditinjau berbagai aspek, diantaranya[9]:
a.    Lembaga Pendidikan Islam Dilihat dari Aspek Ajaran Islam Sebagai Asasnya
Dalam ajaran Islam, perbuatan manusia disebut dengan amal, yang telah melembaga dalam
jiwa seorang muslim, baik amal yang berhubungan dengan Allah SWT maupun amal yang
berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Sedangkan Mahmud Syaltut mengemukakan
bahwa ajaran Islam mencakup aspek akidah, syari’ah dan mu’amalah yang dapat membimbing
manusia menuju kehidupan yang lebih baik.
Asas seluruh ajaran dan amalan Islam adalah Iman. Islam telah menetapkan norma-norma
dalam mengamalkan ajaranya. Sebagaiman yang dikemukakan oleh Sidi Ghazalba, bahwa jenis
lembaga pendidikan Islam yang serba tetap dan tidak boleh berubah dan tidak mungkin berubah
adalah sebagai berikut:
1)      Rukun Iman adalah asas ajaran dan amal Islam.
2)      Ikrar, keyakinan atau pengucapan dua kalimt syahadat, adalah lembaga pernyataan.
3)      Thaharah, lembaga penyucian.
4)      Shalat, lembaga utama agama.
5)      Zakat, lembaga pemberian wajib.
6)      Puasa, lembaga menahan diri.
7)      Haji, lembaga kunjungan ke Baitullah.
8)      Ihsan, lembaga membaiki
9)      Ikhlas, lembaga yang menjadikan amal agama
10)  Taqwa, lembaga menjaga hubungan dengan Allah SWT.
Adapun lembaga yang dapat berubah, karena perubahan norma-norma adalah sebagai
berikut:
1)      Ijtihad, lembaga berfikir
2)      Fikih, lembaga putusan tentang hukum yang dilakukan dengan metode ijtihad.
3)      Akhlak, lembaga nilai-nilai tingkah laku perbuatan.
4)      Lembaga pergaulan masyarakat
5)      Lembaga ekonomi
6)      Lembaga politik
7)      Lembaga pengetahuan dan tekhnik
8)      Lembaga seni
9)      Lembaga Negara
Agama Islam adalah agama yang universal, serba tetap dan tidak terikat oleh ruang dan
waktu, dan merupakan agama yang diridhai Allah SWT.[10]
b.      Lembaga Pendidikan Islam Ditinjau dari Aspek Penanggung Jawab
Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas wajib yang harus dilaksanakan,
karena tugas ini satu dari beberapa instrumen masyarakat dan bangsa dalam upaya
pengembangan manusia sebagai khalifah di bumi. Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara
individu dan kolektif. Secara individu dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif kerjasama
seluruh anggota keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Menurut al-Qabisy, pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak baik berupa
bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab pendidikan yang
dikemukakan al-Qabiys ini berimplikasi secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis
lembaga pendidikan sesuai dengan penanggung jawabnya. Jika penangung jawabnya orang tua
maka jenis lembaga pendidikan dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika
penanggung jawabnya pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada
beberapa macam, seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penanggung
jawabnya adalah masyarakat, lembaga pendidikan yang dimunculkan seperti panti asuhan, panti
jompo, dan sebagainya. Dengan demikian ada tiga jenis lembaga pendidikan.[11]
1)   Lembaga Pendidikan In-Formal (keluarga)
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah persekutuan antara sekelompok
orang yang mempunyai pola-pola kepentingan masing-masing dalam mendidik anak yang belum
ada dilingkunganya. Kegiatan pendidikan dalam lembaga ini tanpa ada satu organisasi yang
ketat. Tanpa ada program waktu dan evaluasi.
Dalam islam istilah keluarga dikenal dengan istilah usrah, dan nasb. Sejalan dengan
pengerian di atas, keluarga juga dapat diperoleh lewat persusuan dan pemerdekaan. Pentingnya
serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam disyaratkan dalam al-Qura’an :
pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR$
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.[12](QS al-
Tahrim:6)
Hal ini juga dipraktekkan Nabi dalam sunahnya. Diaantara orang yang dahulu beriman
dan masuk Islam adalah anggota keluarga, yaitu: Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin
Harisah.
Keluarga merupakan orang pertama, dimana sifat kepribadian akan tumbuh dan
terbentuk. Seorang akan menjadi warga masyarakat yang baik, bergantung pada sifatnya yang
tumbuh dalam kehidupan keluarga, dimana anak dibesarkan.
Melihat peran yang dapat dimainkan oleh lembaga pendidikan keluarga maka tidak
berlebih bila Sidi Ghazalba mengkatagorikannya pada jenis lembaga pendidikan primer,
utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini
sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili dan sebagainya. Orang tua selain sebagai
pendidik, juga sebagai penanggung jawab.[13] Fungsi keluarga sebagai tempat pendidikan
sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasnya pertama dari segi pendidikan
informal, yakni pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya.
Pendidikan dirumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian dan
keterampilan mengerjakan pekerjaan tugas yang biasa dilakukan dalam rumah
tangga. Kedua dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang dilakukan dirumah yang
bentuk materi pengajaran, guru, metode pengajaran dan lainya tidak dibakukan secara formal.
Pendidikan nonforma yang berkaitan dengan penanaman akidah, bimbingan membaca dan
menghafal al-Qura’an, peraktik beribadah dan peraktik akhlak mulia.[14]
2)      Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah/Madrasah)
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati memberi pengertian tentang lembaga pendidikan tersebut
diadakan di tempat tertentu, teratur, sistimatis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu
tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan
berdasarkan auran resmi yang telah ditetapkan.
Sementara Hadari Nawwi mengelompokkan lembaga pendidikan sekolah kepada
lembaga pendidikan yang kegiatan pendidikannya diselenggarakan secara sengaja, berencana,
sisitimatis dalam rangka membantu menjalankan tugasnya sebagi khalifah Allah di bumi.
Gazalba memasukkan lembaga pendidikan formal ini dalam jenis pendidikan sekunder,
sementara pendidikannya adalah guru yang profesional.
Di Negara Republik Indonesia ada tiga lembaga pendidikan yang diindentikkan sebagai
lembaga pendidikan Islam, yaitu : pesantren, madrasah dan sekolah milik organisasi Islam setiap
jenis dan jenjang yang ada.
Lembaga pendidikan pesantren dapatlah dikatagorikan sebagai lembaga pendidikan non
formal. Sedang madrasah sebagai lembaga  pendidikan formal. Lembaga pendidikan Islam di
Indonesia adalah:
a)        Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, atau nama lain yang disesuaikan dengan organisasi
pendirinya.
b)        Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam (SDI)
c)        Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain
yang setingkat dengan pendidikan ini, seperti Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (MMA), atau
Madrasah Mu’allimin Atas (MMA)
d)       Perguruan Tinggi, antara lain Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Institut Agama Islam
Negeri (IAIN), Universias Islam Negeri (UIN) atau lembaga sejenis milik yayasan atau
organisasi keislaman, seperti Sekolah Tinggi, Universias atau institut swasta milik organisasi
atay yaysan tertentu.
Demikianlah beberapa lembaga pendidikan Islam yang dapat dikatagorikan kepada
pendidika formal.[15]
3)      Lembaga Pendidikan Non-Formal (masyarakat)
Lembaga pendidikan non forma adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak
mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketata. Masyarakat merupakan kumpulan individu
dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap
masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem
kekuaskan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma
yanng berlaku dalam masyarakat. Begitu juga dengan tanggug jawabnya dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikan.[16]
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga pendidikan Islam
yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah:
a)      Masjid, Mushalla Langgar, Surau dan Rangkang.
b)      Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi
c)      Majlis Ta’lim, Taman Pendidikan al-Qura’an, Taman Pendidikan Seni al-Qura’an, Wirid
Remaja/Dewasa.
d)     Kursus-kursus keislaman
e)      Badan pembinaan Rohani
f)       Badan-badan Konsultasi Keagamaan
g)      Musabaqah Tilawah al-Qura’an
5.    Pengelolaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan orientasi pendidikan Islam tersebut yang tampaknya berdimensi ganda
lembaga pendidikan Islam dalam semua bentuknya (pesantren, madrasah, sekolah, serta
perhuruan tinggi) harus dikelola dengan strategi tertentu yang mampu menyehatkan keberadaan
lembaga-lembaga tersebut, bahkan dapat mengantarkan pada kemajuan yang signifikan. Namun,
strategi yang dipilih harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang dirasakan lembaga
pendidikan Islam itu, sehingga menjadi strategi yang fungsional. Suatu strategi yang benar-benar
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi sehingga ia dapat berfungsi
layaknya resep yang mujarab dalam mengatasi berbagai masalah.
Strategi itu harus berbentuk langkah-langkah operasional yang dapat dipraktikkan dengan
suatu mekanisme tertentu yang memberikan jalan keluar.
Tilaar menyarankan bahwa pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan Islam
sebaiknya meliputi empat langkan bidang prioritas berikut ini:
a.       Peningkatan kualitas
b.      Pengembangan inovasi dan kreativitas
c.       Membangun jaringan kerja sama (networking), dan
d.      Pelaksanaan otonomi daerah.[17]
Ada beberapa strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan mengembangkan
lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah, sekolah, serta perguruan tinggi,
yaitu berikut.
a.    Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras mewujudkannya
melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari.
b.    Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas dari intervensi ideology,
politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh kebijakan lembaga).
c.    Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas
pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta didiknya.
d.   Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
e.    Menggali sumber-sumber keuangan nonkonvensional dan mengembangkannya secara
produktif.
f.     Meningkatkan promosi untuk membangun citra (image building), dsb.[18]

B.  Pemasaran Strategis Jasa Pendidikan

Hubungan antara pemasaran dan perencanaan marupakan inti pemasaran strategis. Kotler dan
Fox pada tahun 1995 telah mengartikan pemasaran strategis sebagai sebuah proses untuk
mengembangkan dan memelihara kesesuaian strategis antara tujuan dan kemampuan suatu
lembaga, serta perubahan peluang pemasaran. Pemasaran strategis meliputi aktivitas untuk
mengembangkan misi yang jelas, mendukung tujuan dan sasaran lembaga, strategi yang logis,
serta pelaksanaan yang tepat.

Dalam prakteknya, banyak lembaga pendidikan masih berfokus pada masalah pemasaran jasa
pendidikan yang menggunakan pendekatan tradisional untuk menerapkan jasa pendidikan.Oleh
karena itu, produsen jasa pendidikan harus menggunakan konsep manajemen strategis yang
berfokus pada masalah pemasaran jangka panjang, dan menggunakan pendekatan manajemen
kontenporer dalam penerapan konsep pemasaran jasa pendidikan.

Menurut Jhonson dan Scholes pada tahun 1993, konsep manajemen strategis terdiri atas tiga
unsur, yaitu analisis strategis, pilihan strategis, dan pelaksanaan strategis.Ketiga unsur tersebut
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena terjadi secara serempak. Oleh
karena itu, ada keterkaitan yang jelas antara rencana setrategi jangka panjang dengan rencana
setrategi jangka pendek dan menengah, yang dinyatakan melelui empat tujuan, yaitu sebagai
berikut:

1.    Memantau serta mengevaluasi efektivitas dan efisiensi operasi organisasi.


2.    Menekankan pada perubahan ketika lingkungan membutuhkannya.
3. Memenuhi permintaan tanggung jawab para pemangku kepentingan organisasi saat ini
ketikatelah terjadi kemajuan.
4.    Memastikan bahwa ada hubungan erat dengan aktivitas operasi harian organisasi jika
dibandingkan dengan melakukan sesuatu yang sulit untuk dicapai.

Di dalam tiga unsur tadi, kita dapat mengidentifikasi hubungan masyarakat, yaitu:

1.    Analisis strategis
Analisis strategis (strategic analysis) dilakukan untuk memastikan apakah strategi pemasaran
jasa pendidikan yang diterapkan berkaitan dengan riset pemasaran jasa pendidikan dan analisis
pemasaran jasa pendidikan
2.    Pilihan Setrategis
Pilihan strategis (strategic option) merupakan cara memilih salah satu pendekatan dan banyak
pendekatan strategi pemasaran jasa pendidikan,
3.    Pelaksanaan Strategis
Pelaksanaan strategis (strategic implementation) bertujuan untuk mengubah strategi pemasaran
jasa pendidikan menjadi praktik pemasaran jasa pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan
keputusan pemasaran jasa pendidikan kedalam tindakan nyata.
Penggunaan strategi yang tepat akan berdampak pada kemajuan institusi pendidikan itu
sendiri, baik bagi internal maupun eksternal. Pendidikan yang bergerak dalam bidang jasa
dituntut memiliki kemampuan dalam memasarkan jasa pendidikannya.Untuk itu, pemahaman
mengenai bermacam-macam strategi dalam pemasaran jasa pendidikan sangat diperlukan bagi
kemajuan organisasi pendidikan. Sementara jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai
ciri-ciri, sebagai berikut:
1.    Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
2.    Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik.
3.    Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.
4.    Terdapat interaksi antara produsen jasa dengan pengguna jasa.
Beberapa karakter dari intangibility adalah:[1]
1.    Suatu jasa baru bisa dirasakan ketika jasa tersebut disampaikan kepada konsumen.
2.    Suatu jasa kadang terasa sulit dipahami konsumen.
3.    Suatu jasa sulit kadang sulit untuk dijelaskan kepada konsumen
4.    Penilaian akan kualitas sulit ditentukan oleh konsumen
5.    Harga sulit untuk ditentukan
Karena tidak berwujud, konsumen biasanya melihat tanda-tanda dan sesuatu yang bisa dilihat
atau dirasakan untuk bisa menilai kualitas suatu jasa. Mereka akan melihat kualitas dari para
pegawainya, peralatan, tempat, simbol, dan juga harga yang bisa mereka rasakan. Tugas
pemasaran adalah bagaimana hal-hal yang tidak terwujud itu bisa ditunjukkan dalam berbagai
bentuk dan wujud yang bisa menunjukkan kualitas jasa. Para produsen/pemasar bisa melakukan
beberapa hal:
1.    Visualisasi, yaitu penggambaran bagaimana suatu jasa diberikan kepada konsumen. Misalnya
dengan penggambaran tentang kenyamanan dan kenikmatan suatu hotel, kenikmatan melakukan
penerbangan, dan lain-lain sehingga konsumen bisa mendapatkan gambaran.
2.    Asosiasi, yaitu mengaitkan jasa yang ditawarkan dengan profil seseorang, objek, ataupun
tempat.
3.    Representasi Fisik, dengan memperlihatkan gedung, fasilitas, dan berbagai hal yang
mendukung jasa yang disampaikan.
4.    Dokumentasi, sertakan berbagai penghargaan, catatan kepuasan pelanggan, sehingga
menumbuhkan kepercayaan pembeli. Untuk menunjukkan bahwa lembaga pendidikan
mempunyai kualitas yang baik misalnya, pengelola bisa menunjukkannya melalui kualitas yang
bisa dilihat oleh konsumen, diantaranya:
a.    Gedung dan berbagai fasilitas di dalamnya. Apakah terlihat cukup nyaman, baik, dan
memenuhi persyaratan untuk belajar.
b.    Penampilan dan kualitas dari pegawai dan dan tenaga pengajarnya. Tenaga pengajar dengan
pendidikan memadai dan pegawai yang profesional dalam melayani calon murid/mahasiswa
akan sangat membantu konsumen untuk menilai kualitas lembaga pendidikan tersebut.
c.    Materi iklan dan komunikasi pemasaran lain seperti brosur, leaflet, pamflet, website, dan lain-
lain.
d.   Harga. Konsumen akan melihat kualitas yang ditawarkan dibandingkan dengan harga yang
harus ia bayarkan.
Dalam dunia bisnis, pendidikan termasuk dalam suatu organisasi atau perusahaan yang
bergerak di bidang jasa. Bisnis jasa sangat kompleks, karena banyak elemen yang
mempengaruhinya, seperti system internal organisasi, lingkungan fisik, kontak personal, iklan,
tagihan dan pembayaran, komentar dari mulut ke mulut dan sebagainya. Oleh karena itu
Gronroos menegaskan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal,
tetapi juga pemasaran internal dan pemasaran interaktif.Dan begitu dalam strategi pemasaran
pendidikan haruslah menerapkan tiga model pemasaran jasa yang diungkapkan oleh Gronroos
tersebut dengan tujuan agar terjadi keserasian dan bisa mencegah terjadinya kesalah pahaman
antar komponen fungsi menajemen dalam pendidikan tersebut. Model-model tersebut yaitu:
1.    Pemasaran Eksternal
Pemasaran eksternal menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh organisasi
pendidikan dalam mempersiapkan produk, menetapkan harga, melakukan distribusi informasi
dan mempromosikan produk jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan dalah hal ini wali
murid. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, maka para wali murid sebagai pelanggan akan terikat
dengan organisasi, sehingga keuntungan jangka panjang bisa terjamin.
2.    Pemasaran Internal.
Pemasaran internal menggambarkan tugas yang diemban organisasi dalam rangka melatih dan
memotivasi para guru, karyawan dan para murid sebagai asset utama organisasi agar dapat
melayani para pelanggan dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah pemberian
penghargaan atau reward dan pengakuan yang sepadan dan manusiawi. Aspek ini
membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas, dan rasa memiliki setiap orang
dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memerikan kontribusi besar bagi organisasi dan
bagi pelanggan yang dilayani.
3.    Pemasaran Interaktif.
Pemasaran interaktif menggambarkan interaksi antara pelanggan dalam hal ini para wali murid
dengan para karyawan (guru dan staff) dan juga dengan pemimpin organisasi (kepala sekolah).
Diharapkan stiap sumber daya manusiawi organisasi yang loyal, bermotivasi tinggi, dan
diberdayakan (empowered) dapat memberikan Total Quality Service kepada setiap pelanggan
dan calon pelanggan. Bila ini terealisasi, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan
berkesinambungan dengan personil dan organisasi yang bersangkutan, dan bahkan bisa menjadi
sarana dan media pemasaran organisasi.[2]
Strategi pemasaran terdiri atas lima elemen yag saling berkaitan (Corey, Dolan,1991), kelima
elemen tersebut adalah:
1.    Pemilihan pasar, yaitu pasar yang akan dilayani. Pemilihan pasar dimulai dengan melakukan
segmentasi pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling memungkinkan untuk
dilayani oleh perusahaan.
2.    Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang di jual, pembentukan lini produk, dan
mendesain penawaran individual pada masing-masing lini.
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta,
dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar
bersangkutan.Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik, jasa, organisasi, dan
ide.Jadi, produk bisa berupa manfaat tangible maupun manfaat intangible yang dapat
memuaskan pelanggan.
3.    Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kunatitatif dari
produk kepada pelanggan.Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu produk, organisasi
pendidikan harus menetapkan harga/biaya pendidikan secara tepat. Harga merupakan satu-
satunya unsur pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi institusi
pendidikan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, distribusi informasi, dan promosi)
menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran).Disamping itu merupakan unsur pemasaran yang
bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat.Berbeda halnya dengan karakteristik produk
atau komitmen terhadap system distribusi informasi.Harga dalam dunia pendidikan bisa
diungkapkan dengan berbagai istilah.Misalnya iuran SPP, komisi, gaji, honorarium dan
sebagainya.dalam pandangan konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indicator nilai
bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu produk.
4.    Sistem distribusi yaitu saluran perdagangan grosir atau eceran yang dilalui produk sehingga
mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya.
5.    Strategi distribusi informasi berkenaan dengan penentuan dan manajemen saluran distribusi
dipergunakan oleh organisasi atau produsen untuk memasarkan produk-produknya sehingga
produk-produk tersebut dapat sampai ditangan konsumen yang menjadi sasaran dalam jumlah
dan jenis yang dibutuhkan pada waktu yang diperulukan, dan tempat yang tepat. Berikut
beberapa strategi distribusi yang bisa digunakan antara lain:
a.    Strategi Saluran Distribusi Berganda. Saluran distribusi yang berbeda mungkin dibutuhkan
untuk mencapai segemen-segmen pelanggan yang berbeda dalam pasar yang luas.Oleh karena itu
beberapa perusahaan menerapkan strategi saluran distribusi berganda (multiple channel strategy)
yaitu penggunaan lebih dari satu saluran yang berbeda untuk melayani beberapa segemen
pelanggan.Tujuannya dalah untuk memperoleh akses yang optimal pada setiap segemen
pelanggan.Dengan menerapkan strategi ini institusi pendidikan dapat meningkatkan cakupan
pasar, menurunkan biaya saluran dan lebih menyeragamkan penjualan.
b.    Strategi Modifikasi Saluran Distribusi. Strategi modifikasi saluran distribusi (channel
modification strategy) adalah strategi mengubah susunan saluran distribusi yang ada berdasarkan
evaluasi dan peninjauan ulang.System distribusi memang perlu secara terus-menerus ditinjau dan
diatur kembali untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan di pasar.
c.    Strategi Pengendalian Saluran Distribusi. Dimaksud dengan strategi pengendalian saluran
distribusi (channel control strategy) adalah menguasai semua anggota dalam saluran distribusi
agar dapat mengendalikan kegiatan mereka secara terpusat kearah pencapaian tujuan bersama.
Adapun tujuan dari strategi pengendalian saluran distribusi adalah:
1)   Untuk meningkatkan pengendalian
2)   Memperbaiki ketidak efisienan
3)   Mengetahui efektivitas biaya melalui kurva pengalaman.
4)   Mencapai skala ekonomis
d. Strategi Manajemen Konflik Dalam Saluran Distribusi Konsep system pada distribusi
mensyaratkan adanya kerjasama antar saluran meskipun demikian di dalam saluran selalu timbul
struktur kekuatan sehingga diantara anggota saluran sering terjadi gontok-gontokan. Konflik
tersebut dapat bersifat horizontal dan vertikal. Konflik juga dapat timbul antara saluran yang satu
dengan saluran yang lain (dalam kasus organisasi menggunakan lebih dari satu saluran distribusi)
yang menjual produk yang sama atau yang membawa informasi yang sama ke pasar sasaran yang
sama.
6.      Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal selling, promosi
penjualan, direct marketing, dan public relation.
Komunikasi adalah suatu proses dimana pesan disampaikan oleh penyampai pesan kepada
penenrima, pesan itu dapat berupa perasaan atau hasil pemikiran sendiri, atau hanya penerusan
dari perasaan atau hasil pemikiran ortang lain dengan maksud untuk mengubah pengetahuan,
ketrampilan dan atau sikap fihak penerima pesan. Konsep-konsep inti pemasaran meluputi:
kebutuhan, keinginan, permintaan, produksi, utilitas, nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi
dan hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kita dapat membedakan antara kebutuhan, keinginan
dan permintaan.Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar
tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-
kebutuhan yang lebih mendalam. Sedangkan Permintaan adalah keinginan akan produk yang
spesifik yang didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk membelinya.[3]

C.  Perencanaan Pemasaran Strategi Jasa Pendidikan

Perencanaan adalah peran manajemen untuk membuat pertimbangan tentang pentingnya pasar
di dalam keputuan perencanaan dan pilihan strategis.Perencanaan strategis berasa dari analisis
strategis, di mana seluruh bagian rencana organisasi yang telah dibuat berasal dari teknik analisis
pemasaran. Proses perencanaan strategis terdiri dari tiga unsur, yaitu:

1.    Rencana sekolah

2.    Rencana tematik untuk setiap unsur rencana sekolah (kurikulum, lokasi, dan keuangan)

3.    Rencana pemasaran jasa pendidikan yang mengidentifikasi aktivitas pemasaran jasa pendidikan


(promosi dan hubungan masyarakat), serta risetpemasaran jasa pendidikan dan evaluasi
pemasaran jasa pendidikan dimasa mendatang

Yang intinya adalah menempatkan sekolah pada titik temu antara visi, nilai, dan alokasi
sumber daya pendidikan, dan perencanaan strretagis didefinisikan sebagai proses yang dilakukan
dalam janka waktu yang panjang antara tiga sampai lima tahun yang akan menerjemahkan visi
dan misi sekolah pada bentuk yang berarti, trukur dan praktis.

Tujuan pemasaran jasa pendidikan yang SMART merupakan alat pemasaran jasa pendidikan
yang efektif untuk mengembangkan tujuan pemasaran jasa pendidikan yang berkesinambungan.
Menurut Lockhart (2005), tujuan pemasaran jasa pendidikan yang SMART memiliki
karakteristik sebagai berikut.

1.    Specific (Khusus)

Pemasar jasa pendidikan sebaiknya menghabiskan banyak waktu untukmerumuskan kebutuhan


atau masalah pendidikan lalu menulis tujuan pemasaran jasa pendidikan secara khusus.

2.    Measurable (terukur)
Untuk menulis tujuan pemasaran jasa pendidikan dengan benar, pemasar jasa pendidikan harus
mengetahui cara sekolah dalam mencapai hasil pendidikan yang diharapkan

3.    Attainable (dapat dipereaya)

Untuk menetapkan tujuan pemasaran jasa pendidikan yang dapat dicapai, pemasar jasa
pendidikan harus menyederhanakan tujuan pemasaran jasa pendidikan yang besar menjadi tujuan
pemasaran jasa pendidikan yang lebih kecil.

4.    Resul-oriented (berorientasi pada hasil)

Pencapaian tujuan pemasaran jasa pendidikan bisa membimbing sekolah mencapai hasil


pendidikan yang diharapkan. Tujuan pemasaran jasa dapat dibuat tanpa pemahaman tentang hasil
pendidikan yang diharapkan atau tanpa pengenalan terhadap konsekuensi pendidikan yang tidak
diharapkan.[4]

5.    Time Related (berkaitandengan waktu)

Tanpa batas waktu, pemasar jasa pendidikan akan mengalami penundaanprogram pendidikan
yang penting, terutama pada lingkungan sekolahdimana aktivitas pendidikan memerlukan
banyak waktu.

D.  Pentingnya Perumusan Misi Jasa Pendidikan

Rumusan misi yang biasanya hanya menjadi kata-kata indah dalam laporan tahunan sekolah,
ternyata merupakan unsur yang penting bagi sekolah.Oleh karena itu, pengertian rumusan misi
jasa pendidikan yang benar juga harus dipahami oleh sekolah agar rumusan misinya
dapat mendukung sekolah dalam melakukan aktivitasnya. Menentukan rumusan misi sekolah
sebenarnya bukan merupakan bagian yang sulit, tetapi menentukan dan mengimplementasikan
rumusan sekolah memerlukan komitmen yang kuat dari semua lapisan disekolahterutama dari
pemimpin sekolah.Komitmen yang kuat berarti rumusan misi harus menjadi panduan bagi
mereka dalam menentukan rencana sekolah dan memberikan perangkat dalam
mengomunikasikan filosofi sekolah kepada masyarakat.

E.  Pengembangan Misi Jasa Pendidikan

Unsur-unsur utama dari rumusan misi jasa yang disebutkan oleh Reich tahun 1997) yaitu:[5]
1.    Karekteristik produk.

Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian bagi pemimpin sekolah baik ketika membuat
rumusan misi jasa pendidikan maupun mengubah rumusan misinya adalah faktor produk dari
jasa yang ditawarkan.

2.    Karekteristik pasar sasaran

Pasar sasaran jasa pendidikan ialah pengguna potensial dan pembelidari produk jasa pendidikan
Perlunya unsur pasar sasaran jasa pendidikan terkait dengan strategi yang akan diterapkan
tetutam adalam pemasaran produk jasa pendidikan

3.    Tujuan.

Rumusan misi jasa pendidikan juga harus mengandung unsure keuntungan dan pertumbuhan
sekolah, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit di dalam rumusan misi jasa pendidikan
tersebut.

4.    Filosofi usaha.

Falsafah dari rumusan misi jasa pendidikan bertujuan agar rumusan misi yang dibuat
mengandung makna yang dalam dan bisa dimengerti bukan saja oleh pemimpin sekolah,
karyawan sekolah, ataupun penyelenggara pendidikan, tetapi juga harus dapat dimengerti oleh
pelanggan jasa pendidikan atau masyarakat luas. Rumusan misi jasa pendidikan yang
mengandung unsur filosofis ini juga akan membantu dalam membentuk budaya sekolah dan
menunjang kineria karyawan. Bagi sekolah yang stabil atau mengalami penurunan pertumbuhan
yang tidak terlalu signifakan, rumusan misi jasa pendidikan merupakan hal pertama yang harus
menjadi acuan guna menentukan perencenaan, terutama perencanaan strategi jasa pendidikan.

F.   Pelaksanaan Misi Jasa Pendidikan

Sebagian besar sekolah menyatakan rumusan misi jasa pendidikan secara tertulis pada


belakangan ini sebelumnya meskipun banyak sekolah yang menyatakannya secara tertulis.Hal ini
sebenarnya dapat dipahami karena memang pada saat itulah sekolah cenderung tersentralisasi
sehingga keputusanya hanya diambil oleh kepala sekolah saat ini sekolah tidak tersentralisasi
lagi.Banyak sekali penting yang harus diambil pemimpin sekolah tingkat menengah.Oleh karena
itu, diperlukan adanya pemahaman dasar oleh semua karyawan sekolah yang ingin mengambil
keputusan, terutama keputusanstrategis sekolah. Dengan kata lain, sekolah yang menggunakan
system desentralisasi pendidikan harus menyatakan rumusan misi jasa pendidikansecara tertulis
supaya mudah dipahami oleh seluruh karyawan sekolah

Tujuan perumusan misi jasa pendidikan adalah memperjelas keinginan pemimpin sekolah


terhadap visi sekolah dimasa depan dan mengomunikasikan keinginan itu kepada bawahanya
yang akan mengambil keputusan strategis sekolah. Oleh sebab itu, rumusan misi jasa pendidikan
merupakan sumber utama didalam mengambil keputusan strategis, tetapi bukan berarti dengan
adanya rumusan misi jasa pendidikan maka keputusan strategis sekolah bias langsung diambil.
Pemimpin sekolah tetap saja memerlukan data dari analisi situasi sekolah.Terdapat tiga
keuntungan yang bisa diambil dari adanya rumusanmisi jasa pendidikan yang baik, yaitu sebagai
berikut.

1.    Rumusan misi jasa pendidikan dapat mengurangi kemungkingan kesalahan pengambilan


kepututusan yang dilakukan oleh pemimpin sekolah.

2.    Rumusan misi jasa pendidikan mengomunikasikan secara eksplisit tujuan sekolah kesemua


karyawan sekolah sehingga mereka bias mengetahui dan memahami tujuan ingin dicapai sekolah

3.    Rumusan misi jasa pendidikan juga mengomunikasikan dan memperkenalkan sekolah ke


masyarakat. Dalam membuat rumusan misi jasa pendidikan, terdapat dua hal yang perlu
dihindari, yaitu sebagai berikut.

a.    Rumusan misi jasa pendidikan yang terlalu luas. Rumusan misi jasa pendidikan yang terlalu
luas akan menimbulkan kesulitan pemimpin sekolah yang ingin mengambil keputusan, karena
memiliki dasar yang terlalu luas sehingga keputusan yang diambilnya pun tidak akan
terfokus dan akhirnya sia-sia.

b.    Rumusan misi jasa pendidikan yang terlalu sempit. Akan menyebabkan rencana strategis
sekolah yang seharusnya dicapai oleh sekolah tidak dibuat dan akhirnya sekolah akan mengalami
hambatan kemajuan

BAB III
KESIMPULAN

1.      lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan


Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh
semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2.      Lembaga pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi
manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3.      Lembaga pendidikan Islam berfungsi sebagai pengembangan jasmani, akal, emosi, rohani, dan
akhlak manusia dan peserta didiknya.
4.      Jenis lembaga pendidikan Islam di dilihat dari Aspek ajaran Islam sebagai asasnya terbagi dua,
yakni yang tidak berubah dan yang berubah. lembaga pendidikan islam ditinjau dari aspek
penanggung jawab terbagi menjadi 3 yakni Lembaga pendidikan in-formal (keluarga), lembaga
pendidikan formal (sekolah/madrasah) dan lembaga pendidikan non-formal (masyarakat).
5.      Strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan mengembangkan lembaga pendidikan
Islam baik berupa pesantren, madrasah, sekolah, serta perguruan tinggi,
yaitu pertama, Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari. Kedua. Membangun kepemimpinan
yang benar-benar professional (terlepas dari intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab
dalam menempuh kebijakan lembaga). Ketiga, Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa
pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab terhadap
kesuksesan peserta didiknya. Keempat, Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik dan masyarakat. dsb.

6. Hubungan antara pemasaran dan perencanaan marupakan inti pemasaran strategis. Kotler dan
Fox pada tahun 1995 telah mengartikan pemasaran strategis sebagai sebuah proses untuk
mengembangkan dan memelihara kesesuaian strategis antara tujuan dan kemampuan suatu
lembaga, serta perubahan peluang pemasaran. Pemasaran strategis meliputi aktivitas untuk
mengembangkan misi yang jelas, mendukung tujuan dan sasaran lembaga, strategi yang logis,
serta pelaksanaan yang tepat.

7.Perencanaan adalah peran manajemen untuk membuat pertimbangan tentang pentingnya pasar
di dalam keputuan perencanaan dan pilihan strategis.Perencanaan strategis berasa dari analisis
strategis, di mana seluruh bagian rencana organisasi yang telah dibuat berasal dari teknik analisis
pemasaran.

8.Tujuan perumusan misi jasa pendidikan adalah memperjelas keinginan pemimpin sekolah
terhadap visi sekolah dimasa depan dan mengomunikasikan keinginan itu kepada bawahanya
yang akan mengambil keputusan strategis sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Agama RI, 2010, Al-Qur’an Dan Terjemah, Tafsir Perkata, Bandung: PT. Sygma
Examedia Arkenleema

D. Marimba, Ahmad, 1991, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif

Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,

Muhimin, Abd. Mujib, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Putra Grafika,

Nata, Abudin, 2003Manajemen Pendidikan, Bogor: Kencana

Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:Perdana Media Group

Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam, Malang; Erlangga,

Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:Kalam Mulia,ed revisi

[1] Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 367


[2] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1991), h. 77.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 278.
[4] Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.39.
[5] Muhimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 127
[6] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, (Bogor: Kencana, 2003), h. 146
[7] Ibid., h. 152
[8] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Putra Grafika, 2006), h. 223-
224
[9] Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta:Kalam Mulia),ed revisi, h. 317
[10] Ibid.  h. 318
[11] Ibid
[12] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, Tafsir Perkata, (Bandung: PT. Sygma
Examedia Arkenleema, 2010) h. 522
[13] Ibid.h,  319
[14] Abudin Nata.Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta:Perdana Media Group),cet II, h. 192
[15] Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta:Kalam Mulia),ed revisi h 320
[16] Ibid,h 321-322
[17] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang; Erlangga, 2007), h. 47-52
[18] Ibid., h. 55-56.

Anda mungkin juga menyukai