Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM KEWARISAN

SISTEM KEWARISAN ADAT BALI

DI SUSUN OLEH
NI NYOMAN DIANI TRI WIDIA ARDANI
D1A019432

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ..........................................................................................................1

1.3 Tujuan Makalah ..................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1..............................................................................................................................................3

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan .......................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………8

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya karya tulis
sayayang berjudul “ SISTEM KEWARISAN PADA ADAT BALI” dengan tepat waktu ,
Adapun tujuan dari penulisan dari karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Hukum Kewarisan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
kebudayaan pada adat bali bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ni.Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan karya tulis ini.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses
pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan
hal terpenting, agar keselarasan dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan
merupakan salah satu proses yang dilalui dalam kehidupan keluarga. Pewarisan mempunyai arti
dan pemahaman sebagai salah satu proses beralihnya harta peninggalan pewaris kepada ahli
warisnya. Keberadaan ahli waris mempunyai kedudukan penting dalam proses pewarisan.
Keberadaan hukum waris adat sangat penting dalam proses pewarisan, keberadaan hukum
waris adat tersebut dapat dijadikan dasar dalam tatanan pembagian harta warisan dalam keluarga.
Pengertian hukum waris adat sendiri adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana
dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak
berwujud dari generasi pada generasi berikut.6 Keberadaan harta warisan dalam hukum adat
dapat materiil benda seperti tanah, dan perhiasan, serta dapat pula imateriil benda, melainkan
suatu nilai atau prestise, misalnya dalam hal ini adalah status jabatan, seperti status raja maupun
kepala adat. Lalu bagaimana sistem kewarisan adat yang ada di Bali ?, dengan ini penulis tertarik
akan sistem kewarisan adat bali.

B. RUMUSAN MASALAH
Guna mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti serta
untuk mencapai tujuan penelitian yang lebih mendalam dan terarah, maka penulis meru muskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem kekerabatan yang ada pada adat Bali ?
2. Bagaimana sistem pewarisan adat Bali ?
3. Apakah sistem pewarisan adat Bali masih berlaku pada masa kini ?

1
C. TUJUAN
Tujuan penulisan karya tulis ini ialah untuk mengetahui bagaimana sistem pewrisan yang
ada pada adat Bali dan apakah sistem kewarisan adat bali ini masih di terapkan pada
masuyarakat Bali di masa modern ini

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT


Bagian dari hukum umum memiliki dampak penting pada hukum suksesi Hukum adat
dan sebaliknya hukum waris merupakan inti dari hukum adat lainnya, karena hukum waris
termasuk aturan hukum yang selain proses yang berkelanjutan dari abad ke abad, Transfer dan
transfer properti, berwujud dan tidak berwujud, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Suepomo mengatakan: “Hukum adat waris memuat ketentuan yang mengatur tentang proses
pemindahan dan pemindahan.” real estat dan aset tidak berwujud benda (Intangible Goods) suatu
Generasi Manusia (Generation) kepada keturunan mereka. Prosesnya dimulai ketika orang tua
masih ada hidup. Jangan “menjadi tajam (cinta) karena orang tua”. Kematian, ya kematian ayah
dan ibu adalah satu peristiwa yang penting bagi proses tetapi tidak secara radikal mempengaruhi
proses transfer dan transfer kepemilikan dan tidak dimiliki. Inti dari pandangan Suepomo di atas
mereka semua adalah harta keluarga, baik milik suami maupun milik istri dan harta benda
bersama-sama mereka akan menjadi hak anak-anak mereka. Mudah dibuktikan di bidang hukum
waris kesatuan dan kebhinekaan dalam hukum adat Indonesia, tetapi tidak dapat sebuah aturan
diperkenalkan untuk semua dunia hukum yang muncul ialah sama.
Hukum waris tidak hanya menyangkut perubahan sosial dan ikatan keluarga yang lebih
dekat ikatan yang lebih longgar dari suku dan suku tidak hanya, tetapi juga mengalami pengaruh
sistem hukum asing yang dapat diperolehnya berdasarkan agama karena ada beberapa hubungan
kelahiran dengan agama.Konsep pewarisan diambil secara keseluruhan dari konsep common law
bukan orang Arab yang menjadi orang Indonesia. Perkebunan Bea Cukai tidak hanya akan
menggambarkan warisan di hubungan dengan ahli waris, tetapi lebih jauh.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat peraturan-peraturan ketentuan tentang
sistem dan asas hukum suksesi dalam hal suksesi kontrol dan kepemilikan berpindah dari ahli
waris ke ahli waris. Hukum waris biasa sebenarnya adalah hukum waris harta
dari satu generasi ke generasi berikutnya.

3
B. SISTEM KEKELUARGAAN ADAT BALI
Masyarakat hukum adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal sehingga anak yang
lahir dari suatu perkawinan adalah mengikuti keluarga bapaknya. Sistem kekeluargaan
kekeluargaan patrilineal di Bali, sangat berpengaruh pada bentuk perkawinannya, yakni bentuk
perkawinan jujur. Dalam perkawinan yang dilakukan maka pihak laki-laki akan menyerahkan
pemberian kepada keluarga perempuan (dalam bahasa Bali disebut dengan pebaang) yakni
berupa seperangkat pakaian atau bentuk simbolis lain. Tujuan pemberian ini adalah sebagai
bentuk penukar dalam asas keseimbangan yang dikenal dalam hukum adat berupa memberian
sebagai simbul keluarnya mempelai perempuan dari rumah orang tuanya (asal) untuk masuk
secara penuh ke dalam keluarga mempelai laki-laki sebagai suaminya. Dengan perpindahan ini
maka anak yang dilahirkan dari perkawinan akan mengikuti garis keturunan bapaknya. Ada
kalanya dalam suatu keluarga di Bali yang tidak memiliki anak laki-laki. Dalam keadaan yang
demikian, orang tua dapat menetapkan salah seorang anak perempuannya untuk diangkat sebagai
sentana rajeg. Kedudukan sebagai sentana rajeg ini menjadikan anak perempuan memiliki status
sebagai laki-laki.
Dalam perkawinannya, pihak perempuan sebagai sentana rajeg ini melakukan lamaran
kepada laki-laki yang akan dijadikan suaminya. Laki-laki tersebut dalam perkawinannya akan
keluar dari keluarga orang tuanya (asal) untuk masuk kedalam keluarga perempuan sebagai
istrinya. Perkawinan seperti ini disebut dengan kawin nyeburin. Dalam kedudukannya pada
keluarga istrinya, laki-laki ini berstatus sebagai perempuan (meawak luh) dan istrinya berstatus
laki-laki (meawak muani), selanjutnya anak yang lahir dalam perkawinan ini adalah merupakan
keturunan ibunya. Sistem kekeluargaan dan bentuk perkawinan ini sangat berpengaruh pada
hukm waris yang berlaku pada masyarakat hukum adat
Sistem kekeluargaan dan bentuk perkawinan yang ada pada adat Bali sangat berpengaruh
pada hukum waris yang berlaku pada masyarakat hukum adat Bali. Iman Sudiyat dalam bukunya
Hukum Adat Sketsa Asas, hukum adat waris meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan
hukum yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta
kekayaan materiil dan non-materiil dari generasi ke generasi. Maksud proses di sini berarti
bahwa pewarisan di dalam hukum adat bukan selalu aktual dengan adanya kematian, atau
walaupun tidak ada kematian proses pewarisan itu tetap ada.Dalam hukum adat Bali, dimaksud
dengan pewawisan adalah proses pemindahan kewajiban dan hak dari suatu generasi kepada

4
generasi berikutnya. Pewarisan dalam hukum adat Bali adalah merupakan proses, jadi tidak
berlaku seketika sebagaimana sistem hukum yang lain. Dengan demikian matinya atau
meninggalnya seseorang (pewaris) bukan merupakan hal yang utama dalam proses tersebut, oleh
karenaproses tersebut telah dapat berjalan semasih pewaris hidup dan ada kalanya harta warisan
dapat dibagi walaupun si pewaris telah lama meninggal dunia.

C. SISTEM KEWARISAN ADAT BALI


Dalam hukum adat Bali, yang beralih bukan saja harta benda yang berupa materi, akan tetapi
juga kewajiban-kewajiban pewaris, baik kewajiban dalam keluarga, desa, maupun kepada pihak
ketiga. Anak perempuan dan janda adalah bukan termasuk sebagai ahli waris, oleh karena anak
perempuan dan janda adalah bukan penerus keturunan. Terkecuali anak perempuan yang
berkedudukan sebagai sentana rajeg adalah ahli waris oleh karena telah ditetapkan sebagai
penerus keturunan.
Ada tiga sistem kewarisan yang dikenal dalam hukum adat, yakni: (a) sistem kewarisan
individual, cirinya adalah bahwa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli
waris; (b) sistem pewarisan kolektif, cirinya adalah bahwa harta peninggalan itu diwarisi oleh
sekumpulan ahli waris yang bersama-sama merupakan semacam badan hukum, dimana mereka
itu hanya mempunyai hak pakai saja (bukan memiliki); dan (c) sistem pewarisan mayorat,
cirinya adalah bahwa harta peninggalan diwarisi secara keseluruhan atau sebagian besar oleh
seorang anak saja. Ketika sistem pewarisan ini dianut oleh masyarakat hukum adat Bali, yakni
sesuai dengan jenis harta yang diwariskan. Dianutnya sistem pewarisan individual ini dapat
dilihat dari dapat dibaginya harta warisan secara individual oleh para ahli waris sesuai dengan
bagiannya masing-masing. Sistem pewarisan kolektif ini berlaku pada harta benda materiil
maupun immateriil yang akan dinikmati secara bersama oleh para ahli waris.Harta warisan yang
dinikmati secara kolektif ini dapat dilihat pada penerusan benda-benda suci keagamaan, tempat
persembahyangan, maupun tanah-tanah yang dinikmati secara bersama oleh seluruh keluarga
dalam rangka kelanjutan keturunan dari pewaris yang bersangkutan.
Sedangkan sistem pewarisan mayorat ini keberlakuannya dapat dibedakan pada keluarga
bangsawan dan keluarga masyarakat biasa walaupun tidak secara keseluruhan masyarakat hukum

5
adat Bali menerapkan sistem mayorat ini. Hak mayorat ini diberikan kepada salah seorang ahli
waris adalah disertai dengan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan ahli waris yang
lainnya. Pada masyarakat dari keturunan bangsawan, hak mayorat ini ada pada anak laki laki
tertua. Sedangkan pada masyarakat biasa hak mayorat biasanya ada pada anak terkecil.
Untuk keeksistensian sistem kewarisan adat Bali di zaman modern ini masih cukup banyak
masyarakatnya yang menggunakannya dalam pembagian warisan , termasuk para bangsawan
bali yang masih ketat terhadap pembagian warisan. Namun tak sedikit pula masyarakat bali yang
mulai meninggalkan sistem pembagian warisannya di karenakan banyak faktor , mulai dari
faktor iternal maupun eksternal. Kebanyakan dari mereka yang meninggalkan sistem kewarisan
ini merasa bahwa sistem kewarisan adat bali sudah tidak sesuai dengan masa kini.

6
BAB III
KESIMPULAN

Hukuma Adat adalah hukum lokal suatu daerah atau suku tertentu yang berlaku, diyakini,
dan ditegakkan oleh masyarakat daerah tersebut. Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh susunan kekerabatan yang berbeda. Hukum waris biasa tetap dihormati dan
ditegakkan oleh masyarakat adat, baik yang sudah disepakati secara tertulis maupun tidak
dengan hukum adat. Berdasarkan common law, ada beberapa jenis sistem pewarisan, yaitu:

Sistem Warisan: Ahli waris berasal dari keturunan ayah atau ibu atau keduanya.
A. Sistem Perorangan: Setiap ahli waris menerima bagiannya.
B. Sistem Kolektif: ahli waris menerima warisan, tetapi kekayaan tidak dapat dibagi. Setiap
ahli waris hanya berhak menggunakan atau membeli hasil dari harta benda tersebut.
C. Sistem mayoritas: Warisan diteruskan ke putra tertua, bukan ayah dan ibu.

Hukum waris adat tidak memberikan kepada ahli waris hak untuk membagi warisan di
antara ahli waris menurut Bagian 1066 (2) KUHPerdata Jerman atau menurut hukum waris
Islam. Akan tetapi, jika ahli waris mempunyai keperluan atau kepentingan selama ia menuntut
harta warisan, ia dapat mengajukan permintaannya untuk menggunakan warisan itu melalui
musyawarah dan persetujuan dengan ahli waris yang lain.Apabila harta warisan itu dibagi
menurut hukum waris yang umum, maka pembagiannya menurut ketentuan hukum adat dengan
memperhatikan asas keadilan di antara para ahli waris.Dengan sistem kekeluargaan yang di anut
oleh masyarakat adat Bali sangat mempengaruhi sistem kewarisannya , pada sistem kewarisan
adat bali menganut tiga sistem kewarisan yaitu sistem kewarisan individual, yang mana pada
sistem ini harta peninggalan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris, lalu sistem pewarisan
kolektif harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang bersama-sama
merupakan semacam badan hukum, dimana mereka itu hanya mempunyai hak pakai saja (bukan
memiliki) dan yang terakhir yaitu sistem pewarisan mayorat, di mana harta peninggalan diwarisi
secara keseluruhan atau sebagian besar oleh seorang anak laki laki saja.

7
DAFTAR PUSTAKA

Laksanto Utomo, St. Hukum Adat, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016).
https://mumutfachryasiza.wordpress.com/2011/11/12/contoh-karya-tulis-ilmiah-adat-sebagai-
sumber-hukum/

Anda mungkin juga menyukai