Anda di halaman 1dari 8

PETA AGIHAN POTENSI KEKERINGAN LAHAN DI PULAU BINTAN

Maya Eka Septiana1, Ade ‘Ilmi Noor Baiti2, Yuvita Fitrianti3


1
NIM 16405244008, 2NIM 16405244018, 3NIM 16495244002
Sistem Informasi Geografi

Berdasarkan data BNPB (2009) dalam Darojati, Barus dan Sunarti (2015),
kekeringan merupakan kejadian bencana terbanyak kedua terbanyak pada tahun
2002 – 2009 setelah banjir dengan rata-rata 156 kejadian per tahun. Menurut
Irianti (2002) dalam (Aprilliyanti dan Zainuddin, 2017), kekeringan merupakan
kejadian yang dapat mengancam dan mengganggu keberlangsungan kehidupan.
Kekeringan berhubungan dengan kondisi air yang ada di dalam tanah, meliputi
cadangan air untuk lahan maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Kekeringan adalah
suatu bencana kekurangan pasokan air untuk kegiatan manusia dan lingkungan.
Becana kekeringan dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat dan
ketahanan pangan (Surmaini, 2016). Kekeringan menjadi masalah yang juga
melanda Indonesia yang memiliki cuaca dan iklim cukup dinamis.
Bencana kekeringan berdampak besar terutama pada sector pertanian.
Menurut Hadi, Danoedoro dan Sudaryanto (2012) salah satu factor yang
berpengaruh terhadap kekeringan adalah factor iklim, yaitu hujan, tanah, vegetasi
penutup lainnya sehingga terjadi ketidakseimbangan distribusi dan masukan air
pada permukaan tanah. Selain itu dalam Aprilliyanti dan Zainuddin (2017),
menjelaskan variabel yang digunakan adalah indeks vegetasi (NDVI) dan LST
(Land Surface Temperature) serta parameter yang digunakan berupa penggunaan
laha, peta klasifikasi tanah, data suhu permukaan lahan, dan data curah hujan.
Penggunaan lahan berpengaruh pada kemampuan lahan dalam menampung
air atau melimpaskannya. Menurut Tejaningrum (2011), penggunaan lahan
berperan untuk mengetahui banyaknya air yang terlimpas dan dibandingkan
dengan laju infiltrasi. Kasusu kekeringan biasanya terjadi pada wilayah dengan air
yang lebih banyak terlimpas dibandingkan terinfiltrasui.
Klasifikasi tanah didasarkan dari hasil analisis sifat morfologi, fisika, dan
kimia tanah. Tanah kering mempunyai sub ordo ustepts, karena mempunyai rejim
kelembaban ustik. Jika dilihat pada tingkat grup, tanah yang kering dikategorikan
ke dalam grup dystrudtepts. Hal ini dikarenakan pedon tanah kering mempunyai
kejenuhan basa yaitu kurang dari 60%. Tanah kering mempunyai sub grup aquic
dystrustepts (Rahayu, Utami dan Rayes, 2014)
Suhu permukaan tanah memiliki kaitan yang erat dengan keberadaan
vegetasi. Semakin berkurangnya keberadaan vegetasi maka besaran suhu
permukaannya akan semakin tinggi. Seperti yang terjadi di daerah perkotaan yang
biasanya keberadaan vegetasinya tidak banyak sehingga menyebabkan suhu
permukaan tanahnya tinggi. Akan tetapi berbeda dengan suhu permukaan daerah
pedesaan yang relaif rendah dikarenakan banyaknya keberadaan vegetasi pada
daerah tersebut (Wiguna, 2017). Oleh karena itu hal ini mengakibatkan suatu
daerah rawan terhadap kekeringan
Hujan merupakan faktor pokok yang mempengaruhi kekeringan, hal ini
dikarenakan hujan merupakan salah satu penyuplai utama air ke dalam tanah.
Ketika input curah hujan sangat sedikit bahkan tidak ada ketika kemarau panjang,
maka pasokan airtanah dan air permukaan juga akan berkurang (Nurrohmah dan
Nurjani, 2017). Data curah hujan yang digunakan merupakan data hujan tahunan
yang didapatkan dari stasiun hujan di Pulau Bintan.
Kerapatan vegetasi juga berpengaruh pada tingkat kekeringan suatu lahan.
Berdasarkan Rahman, Sukmono dan Yuwono (2017), mengamsumsikan bahwa
kerapatan vegetasi yang tinggi adakan meningkatkan kemampuan penyerapan air
yang tinggi, sebalikya, kerapatan vegetasi yang rendah akan menyebabkan
wilayah berpotensi kekeringan. Kerapatan vegetasi dilakukan menggunakan
transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).
Pengharkatan tiap variabel
1. Penggunaan lahan
No Kondisi Bobot
1 Tubuh Air 0
2 Hutan, Kebun Campuran. Perkebunan, Tambak 1
3 Permukiman, Semak 2
4 Pertanian Lahan Kering, Tegalan, Sawah 3
5 Tanah Terbuka, Lahan Terbangun 4
Sumber: (Tejaningrum, 2011)
2. Jenis tanah
Klasifikasi Tanah Kering
NS1 NS2 NS3
Epipedon Umbrik Molik Okrik
Endopedon Kambik Kambik Kambik
Rejim Kelembaban Ustik Ustik Ustik
Suhu Tanah Isohipertemik
Ordo Inceptisol
Sub Ordo Ustepts Ustepts Ustepts
Grup Dystrustepst Dystrustepst Dystrustepst
Aquic Aquic Typic
Sub Grup Dystrustepst Dystrustepst Dystrustepst
Bobot 3 2 1
Sumber:(Rahayu, Utami dan Rayes, 2014)
3. Suhu permukaan tanah
No Nilai Bobot
1 1 – 15 1
2 15 – 20 2
3 20 – 25 3
4 25 – 30 4
5 >30 5
Sumber:(Darojati, Barus dan Sunarti, 2015)
4. Kerapatan vegetasi
Tingkat Kerapatan Bobot
Sangat rendah 1
Rendah 2
Sedang 3
Tinggi 4
Sangat Tinggi 5

5. Curah hujan
No Nilai Kategori Bobot
1 >2.00 Ekstrim basah 1
2 1.5 – 1.99 Sangat basah 2
3 1 – 1.4 Basah sedang 3
4 -0.99 – 0.9 Normal 4
5 -1.49 - -1.00 Kering sedang 5
6 -1.99 - -1.5 Sangat kering 6
7 <2.00 Ekstrim kering 7
Sumber: (Nurrohmah dan Nurjani, 2017)
Pembobotan Skor Total
Bobot Bobot
No Variabel Jumlah kelas
tertinggi terendah
1 Penggunaan lahan 4 0 5
2 Klasifikasi tanah 3 1 3
3 Suhu permukaan 5 1 5
4 Kerapatan vegetasi 5 1 5
5 Curah hujan 7 1 7
Skor 24 4 25

Klasifikasi Skor
Tingkat Skor Tingkat kekeringan
1 2–6 Sangat kering
2 7 – 11 Kering
3 12 – 16 Sedang
4 17 – 21 Rendah
5 22 – 26 Sangat rendah
Daftar Pustaka
Aprilliyanti, T. dan Zainuddin, M. (2017) “Pemetaan Potensi Kekeringan Lahan
se-pulau Batam menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG)
dan Penginderaan Jauh,” Majalah Geografi Indonesia, 31(1), hal. 91–94.
Darojati, N. W., Barus, B. dan Sunarti, E. (2015) “Pemantauan Bahaya
Kekeringan di Kabupaten Indramayu,” Jurnal Tanah Lingkungan, 17(2),
hal. 60–68.
Hadi, A. P., Danoedoro, P. dan Sudaryanto (2012) “Penentuan Tingkat
Kekeringan Lahan Berbasis Analisa Citra Aster dan Sistem Informasi
Geografis,” Majalah Geografi Indonesia, 26(1), hal. 1–26. doi:
10.22146/mgi.13400.
Nurrohmah, H. dan Nurjani, E. (2017) “Kajian Kekeringan Meteorologis
Menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI) di Provinsi Jawa
Tengah,” Jurnal Geomedia, 15(2), hal. 1–15.
Rahayu, A., Utami, S. R. dan Rayes, M. L. (2014) “Karakteristikdan Klasifikasi
Tanah Pada Lahan Kering Dan Lahan Yang Disawahkan Di Kecamatan
Perak Kabupaten Jombang,” Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 1(2),
hal. 79–87.
Rahman, F., Sukmono, A. dan Yuwono, B. D. (2017) “Analisis Kekeringan Pada
Lahan Pertanian Menggunakan Metode NDDI Dan Perka BNPB Nomor 02
Tahun 2012 (Studi Kasus : Kabupaten Kendal Tahun 2015),” Jurnal
Geodesi Undip, 6(4), hal. 274–284.
Surmaini, E. (2016) “Pemantauan dan Peringatan Dini Kekeringan Pertanian di
Indonesia: Monitoring and Early Warning of Agricultural Drought in
Indonesia,” Jurnal Sumberdaya Lahan, 10(1), hal. 37–50.
Tejaningrum, M. A. (2011) Identifikasi Lahan Pertanian Rawan Kekeringan
Dengan Metode Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. ITB
Wiguna, D. P. (2017) “Identifikasi Suhu Permukaan Tanah Dengan Metode
Konversi Digital Number Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi,” Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi,
6(2), hal. 59–69.

Anda mungkin juga menyukai