Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


Tentang

Akuntansi Istishna’

Disusun oleh:

Kelompok 2

Defi Irda Yenti 2016050087

Hayatul harmen 2016050083

Dosen Pengampu:

Desyani Umar SE, M.Si

PRODI PERBANKAN SYARIAH C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

1443/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dankarunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tidak lupa pula
penulis ucapkan sholawat dan salam kepada junjungan umat manusia yakni nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT, agar
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penulisan makalah tentang “Akuntansi Istishna’” ini diajukan untuk memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Baik dari
segi isi maupun penyajian makalah yang belum sempurna. Penulis mengucapkan maaf
apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak ditemukan berbagai kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang mendukung agar
penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun
yang membaca danterutama bagi penulis sendiri.

Padang, 01 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah .......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Istishna’ ........................................................................ 2


B. Jenis akad Istishna’ ................................................................................... 3
C. Dasar Syariah ........................................................................................... 4
D. Perlakuan Akuntansi (PSAK 104) ............................................................ 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia sering membutuhkan sesuatu yang bisa jadi belum tersedia di pasar
sehingga untuk memperolehnya harus melakukan proses indent atau memesan
terlebih dahulu. Jual beli seperti ini kita kenal dengan istishna’. Akad istishna’ pada
dasarnya merupakan suatu jenis khusus dari jual beli dengan akad salam. Dengan
demikian, ketentuan Syariah yang berlaku untuk akad salam berlaku juga untuk akad
istishna’.
Akad salam sering kali digunakan untuk produk pertaniaan sedangkan akad
istishna’ digunakan untuk produk manufakturseperti konstruksi/pembangunan
rumah, gedung, mesin pengelola diesil, dan lain sebagainya. Dalam akad salam,
keseluruhan pembayaran harus dilakukan di awal akad, sedangkan dalam akad
istishna’ pembayaran dapat dilakukan secara angsuran.
Pembahasan meliputi pengertian, jenis, ketentuan Syariah, perlakuan akuntansi,
dan ilustrasi kasus dari akad istishna’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Istishna’?
2. Apa saja jenis akad istishna’?
3. Apa dasar Syariah akad istishna’ ?
4. Bagaimana perlakuan akuntansi (PSAK 104) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui pengertian akad istishna’
2. Agar mengetahui jenis akad istishna’
3. Agar mengetahui dasar Syariah akad istishna’
4. Agara mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi (PSAK 104)

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Istishna’


Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashmi) dan penjual (pembuat/shani”)-(Fatwa DSN MUI), Shani akan
menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati di
mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ paralel).
Dalam PSAK 104 par 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria:
1. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati
2. Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk masal
3. Harus diketahui karakteristikaya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teks
kualitas, dan kuantitasnya.
Dalam istisna paralel, penjual membuat akad istisna’ kedua dengan
subkontraktor untuk membantunya dalam memenuhi kewajiban akad istisna’ pertama
(antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap
terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena akad terjadi
antara penjual dan pemesan bukan pemesan dengan subkontraktor. Sehingga penjual
tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontrak Pembell mempunyai hak untuk
memperoleh jaminan dari penjual atas:
a. Jumlah yang telah dibayarkan
b. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.( IPSAK 104
par, 13).
Dalam akad, spesifikasi aset yang dipesan harus jelas. Bila produk yang
dipesan adalah rumah maka, luas bangunan, model rumah dan spesifikasi lainnya
harus jelas. Misalnya menggunakan bata merah, kayu jati, lantai keramik merk Roman
ukuran 40 x 40, toiletries merek TOTO dan lain sebagainya. Dengan spesifikasi yang
rinci, diharapkan persengketaan dapat dihindari.
Harga pun harus disepakati berikut cara pembayarannya, apakah pembayaran
100% dibayarkan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu tertentu.
Begitu harga disepakati maka, selama masa akad harga tidak dapat berubah walaupun
biaya produksi meningkat, sehingga penjual harus memperhitungkan hal ini.
Perubahan harga hanya dimungkinkan apabila spesifikasi atas barang yang dipesan
berubah.
Begitu akad disepakati maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan
pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali:
1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad (PSAK 104 par. 12)
Akad akan berakhir apabila kewajiban kedua belah pihak telah terpenuhi atau
kedua belah pihak bersepakat untuk menghentikan akad.

2
Perbedaan Salam dengan Istishna’:
Subjek Salam Istishna’ Aturan dan Ketentuan
Pokok Muslim fiih Mashnu’ Barang ditangguhkan
Kontrak dengan spesifikasi
Harga Dibayar saat Boleh saat kontrak, boleh Cara penyelesaian
kontrak diangsur, boleh pembayaran merupakan
dikemudian hari perbedaan utama antara
salam dan istishna’
Sifat Mengikat secara Mengikat secara ikutan Salam mengikat semua
kontrak asli (thabi’i) (thaba’i) pihak sejak semula,
sementara istishna’
dianggap mengikat
berdasarkan pandangan
para ahli fiqih demi
kemaslahatan, serta tidak
bertentangan dengan
aturan Syariah.
Kontrak Salam parallel Istishna’ paralel Baik salam paralel
paralel maupun istishna’ parallel
sah asalkan kedua kontrak
secara hukum adalah
terpisah

B. Jenis Akad Istishna’


1. Istisna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/
mustashni) dan penjual (pembuat, shani).

Keterangan:
(1) Melakukan akad istisna
(2) Barang diserahkan kepada pembeli
(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2. Istisna’ paralel adalah suatu bentuk akad Istisna’ antara penjual dan pemesan,
dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad

3
istisna dengan pihak lain (abkontraktur) yang dapat memenuhi aset yang dipesan
pemesan. Syaratnya akad istisna pertama (antara penjual dan pemesan) tidak
bergantung pada istishna kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad
antara pemesan dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah
dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.

Keterangan:
(1) Melakukan akad istishna’
(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
(3) Barang diserahkan dari produsen
(4) Barang diserahkan kepada pembeli
(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

C. Dasar Syariah
1. Sumber Hukum Akad Istishna’
Masyarakat telah mempraktikkan istishna’ secara luas dan teras-menerus tanpa
ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan istishna’ sebagai kasus ijmak
atau konsensus umum. Istisna’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan
kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah, Segala sesuatu
yang memiliki kemaslahatan atau kemanfaatan bagi umum, serta tidak dilarang
syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal tersebut telah
dipraktikkan secara umum atau tidak.
2. Rukun dan Ketentuan Akad Istishna’
a. Rukun istisna ada tiga, yaitu:
1) Pelaku terdiri atau pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual
(pembuat/shani').
2) Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istisna yang
berbentuk shani.
3) Ijab kabul/serah terima.

b. Ketentuan syariah abad istishia’ yaitu:


1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
2) Objek akad

4
a) Ketentuan tentang pembayaran, adalah sebagai berikut:
(1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang. Atau manfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
(2) Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan
tetapi, apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah
spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat perubahan
ini menjadi tanggung jawab pembeli.
(3) Pembayaran dilakukan sesuai kekesepakata.
(4) Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang
b) Ketentuan tentang barang, adalah sebagal berikut.
(1) Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu)
sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisihan dapat dihindari.
(2) Barang pesanan diserahkan kemudian.
(3) Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
(4) Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
(5) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
(6) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
(7) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,
hukumnya Mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak
dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai
kesepakatan.
3) Ijab Kabul
Ijab Kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Berakhirnya Akad Istishna’
Kontrak Istisna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut.
a) Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedi belah pihak
b) Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak
c) Pembatalan hukum kontrak, Hal ini dilakukan jika muncul sebab yang masuk
akal untuk dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing
pihak bisa menuntut pembatalannya.

D. Perlakuan Akuntansi (PSAK 104)


1. Akuntansi untuk Penjual
Pengakuan untuk setiap aset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi,
dan biaya serta pendapatan aset dapat diidentifikasi secara terpisah maka, akan
dianggap akad terpisah. Tidak, maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan
tambahan dan nilainya signifikan dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad
terpisah.

5
a. Beban pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai
beban istishna’ jika akad disepakati. Jika akad tidak disepakati maka, biaya
tersebut dibebankan pada periode berjalan.
Contoh: Beban Pra-Akad
Penjual mengeluarkan biaya sebesar Rp250 secara tunai untuk melakukan
survei Saat dikeluarkan biaya pra-akad, jurnal yang dicatat adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Biaya Pra Akad Ditangguhkan 250
Kas 250

Jika disepakati, jurnalnya adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Beban istishna’ 250
Biaya Pra Akad Ditangguhkan 250

Jika akad tidak disepakati, jurnalnya adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Beban Operasional 250
Biaya Pra Akad Ditangguhkan 250

b. Biaya perolehan itishna’ terdiri atas:


1. Biaya langsung yaitu, bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat
barang pesanan, atau tagihan produsen/kontraktor pada entitas untuk
istishna’ paralel.
2. Biaya tidak langsung yaitu, biaya overitead termasuk biaya akad dan pra-
akad.
3. Khusus untuk istishna’ paralel seluruh biaya akibat produsen/kontraktor
tidak dap memenuhi kewajiban jika ada.
Biaya perolehan/pengeluaran selama pembangunan atau tagihan yang
diterima dari produsen/kontraktor akan diakui sebagai Aset Istishna’ dalam
Penyelesaian, sesuai dengan yang digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi
pelaksanaan pembangunan tersebut

Contoh: Biaya Perolehan Istishna’


Suatu akad baru disepakati, dimana biaya perolehan (produksi)
diperkirakan sebesar Rp1.000, margin keuntungan Rp200, dan nilai tunai saat
penyerahan Rp1.200. Saat pengeluaran biaya akan dilakukan pencatatan
sebagai berikut (sesuai dengan realisasi).

6
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 1.000
Persediaan, kas, utang, dll 1.000

c. Pengakuan dapat diakui dengan 2 (dua) metode berikut:


1. Metode akad selesai adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan
ketika proses penyelesaian pekerjaan telah dilakukan.
2. Metode persentase penyelesaian, adalah sistem pengakuan pendapatan yang
diilakukan seiring dengan proses penyelesaian berdasarkan akad istisna”.
Dari kedua metode ini PSAK 104 menyarankan penggunaan metode
persentase penyelesaian, kecuali jika estimasi persentase penyelesaian akad dan
biaya penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional maka, digunakan
metode akad selesai.

d. Dalam metode akad selesai tidak ada pengakuan pendapatan, harga pokok, dan
keuntungan sampai pekerjaan telah dilakukan. Pendapatan diakui pada periode
dimana pekerjaan telah selesai dilakukan.
Contoh: Pengaluan Pendapatan Istishna’ Akad Selesai
Jurnal yang dibuat untuk pengakuan pendapatan dan beban saat proses
pembangunan selesai adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 200
Beban Istishna’ 1.000
Pendapatan Istishna’ 1.200

e. Dalam metode persentase penyelesaian, pengakuan pendapatan diukur sebesar


bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan.
Pendapatan diakui sebagai Pendapatan Istishna’ pada periode yang
bersangkutan.
1. Pendapatan diakui berdasarkan persentase akad yang telah diselesaikan
(biasanya menggunakan estimasi). Estimasi dilakukan antara lain dengan
menggunakan dasar persentase pengeluaran biaya yaitu, membandingkannya
dengan total biaya. Selanjutnya, persentase tersebut dikalikan dengan nilai
akad.
2. Margin keuntungan juga diakui berdasarkan cara yang sama dengan
pendapatan.
Persentase Penyelesaian = Biaya yang dikeluarkan
Total biaya

Pengakuan Pendapatan = Persentase Penyelesaian x Nilai Akad


Pengakuan Margin = Persentase Penyelesaian x Nilai Margin

7
*Nilai Margin= Nilai Akad-Total Biaya

Untuk pengakuan pendapatan di tahun-tahun berikutnya, jika proses


pembangunannya lebih dari satu tahun:
Pendapatan Tahun Berjalan = Pendapatan diakui sampai saat ini-
pendapatan yang telah diakui
Contoh: Perhitungan Margin Persentase Penyelesaian
(Menggunakan kasus yang sama dengan metode akad selesai)
Diasumsikan bahwa selama progres penyelesaian jumlah biaya yang
dikeluarkan pada periode pertama adalah Rp100. Dan periode kedua Rp600,
sehingga total pengeluaran sesuai dengan yang direncanakan.
Perhitungan persentase penyelesaian periode pertama:
Persentase Penyelesaian = 400 = 40%
100

Pengakuan Pendapatan = 40% x Rp1.200 = Rp480

Pengakuan Margin = 40% x (Rp1.200-Rp.1000) = Rp80

Perhitungan Persentase penyelesaian pada periode kedua:


Persentase Penyelesaian = 1.000 = 100%
1.000
Pada periode pertama telah diakui persentase penyelesaian sebanyak 40%
sehingga, yang diselesaikan pada periode kedua adalah 60%.
Pengakuan pendapatan = 100% x Rp1.200 = R p1.200
Pada periode pertama telah diakui pendapatan sebesar Rp480 sehingga,
pendapatan yang diakui pada periode kedua adalah 60%*
Rp1.200=Rp720

Pengakuan Margin = 60% x Rp200 = Rp120

f. Dalam metode persentase penyelesaian, bagian margin keuntungan istisitna’


yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan pada aset istishna’ dalam
penyelesaian.
Contoh: Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Persentase Penyelesaian-
Tahun 1
Jurnal untuk pengakuan pendapatan dan margin keuntungan pada periode
pertama adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 80
(sebesar margin keuntungan)

8
Beban Istishna’(sebesar biaya 400
yang telah dikeluarkan)

Pendapatan Istishna’ (sebesar 480


pendapatan yang harus diakui
pada periode berjalan)

g. Untuk metode persentase penyelesaian, harga pokok istisna diakui sebesar biaya
istisna yang telah dikeluarkan sampai periode tersebut.
Contoh: Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Persentase Penyelesaian-
Tahun 2
Jurnal untuk pengakuan pendapatan dan margin keuntungan pada periode kedua
adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 120
(sebesar margin keuntungan)
Beban Istishna’(sebesar biaya 600
yang telah dikeluarkan)

Pendapatan Istishna’ (sebesar 720


pendapatan yang harus diakui
pada periode berjalan)

h. Jika besar kemungkinan bahwa total biaya perolehan istisna akan melebihi
pendapatan istisna maka, taksiran kerugiannya harus segera diakui.
Contoh: Pengakuan Kerugian.
Jika ternyata pada periode pertama diketahui bahwa biaya produksi
menjadi Rp1.250, lebih tinggi dari pendapatan atau nilai kontrak maka, dibuat
jurnal pengakuan kerugiannya adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Beban Istishna’ 1.250
Aset Istishna’ dalam 50
penyelesaian (Kerugian)
Pendapatan Istishna’ 1.200

i. Pada saat penagihan, baik metode persentase penyelesaian maupun akad selesai,
akan menggunakan akun Termin Istishna. Akun tersebut akan disajikan sebagai
akun pengurang dari akun Aset Istishna’ dalam Penyelesaian.

9
Contoh: Penerimaan Tagihan.
Dilakukan penagihan sebesar penyelesaian pada periode pertama (40%
x Rp1.200 =Rp480) Jurnal yang dibuat adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Piutang Istishna’ (sebesar nilai tunai) 480
Termin Istishna’ 480

j. Pada saat penerimaan tagihan.


Contoh: Penerimaan Tagihan
Setelah ditagih, kemudian pembeli membayar Rp450, Jurnal yang dibuat
adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Kas (sebesar uang yang diterima) 480
Piutang Istishna’ 480

k. Penyajian, berikut ini poin-poin yang disajikan penjual dalam laporan


keuangan.
1. Piutang Istishna, berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
2. Termin Istishna”, berasal dari transaksi istisna sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
Pada akhir periode pertama, maka akan disajikan:
Laporan Posisi Keuangan 2020
Piutang Istishna’ Rp 30
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian Rp480
Termin Istishna’ (Rp480)
Nilai Aset Istishna’ dalam Penyelesaian (net) Rp 30

Laporan Laba Rugi Komprehensif 2020:


Pendapatan Istishna’ Rp480
Beban Istishna’ (Rp400)
Keuntungan Istishna’ Rp 80

l. Pengungkapan
Penjual mengungkapkan transaksi istisna berikut ini dalam laporan
keuangan, tepat tidak terbatas pada:
1. Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak
istisna
2. Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak
yang sedang berjalan

10
3. Rincian piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas
piutang
4. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
Jika akad istisna dilakukan dengan pembayaran tangguh, maka
pengakuan pendapatan dibagi menjadi 2 (dua) bagian sebagai berikut.
1. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung dari selisi
antara nilai tunai pada saat penyerahan dengan biaya yang dikeluarkan dan
diakui sesuai persentase penyelesaian.
2. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama
periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
Walaupun terdapat 2 (dua) bagian tesebut, hanya ada satu harga yang
ditetap dalam akad (nilai akad).
Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan jurnal istishna’ tanggulan
dengan istisna yang dibayar tunai terletak pada 2 (dua) jurnal yang terdiri atas:
jurnal untuk pengakuan pendapat dan jurnal untuk pengakuan margin
keuntungan yang disebabkan pembayaran tangguh

Contoh: Akad Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh


Dilakukan akad, dengan informasi sebagai berikut: Nilal akad dengan
pembayaran tangguh Rp1.500, biaya perolehan (produksi) Rp1.000, margin
keuntungan Rp200, nilai tunai saat penyerahan Rp1.200, dan selisih nilai akad
dan nilai tunai Rp300.
1. Jurnal yang dibuat saat pengeluaran biaya adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 1.000
Persediaan/kas 1.000

2. Jurnal pengakuan margin keuntungan pembuatan barang adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 200
(sebesar margin keuntungan)
Beban Istishna’(sebesar biaya 1.000
yang telah dikeluarkan)

Pendapatan Istishna’ (asumsi 1.200


menggunakan akad selesai)

3. Jurnal yang dibuat pada saat penagihan adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit

11
Piutang Istishna’ 1.200
Termin Istishna’ 1.200

4. Jurnal penyerahan asetistishna’ adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Termin Istishna’ 1.200
Asset Istishna’ dalam penyelesaian 1.200

5. Jurnal pengakuan pendapatan dari penjualan Tangguh (selisih antara nilai


akad dan nilai tunai)

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Piutang Istishna’ (sebesar selisih nilai 300
tunai dan nilai akad)
Pendapatan Istishna’ Tangguh 300

Apabila pembayaran dilakukan sebesar Rp500 selama 3 (tiga) periode


maka, jurnal yang dibuat pada saat pembayaran dan pengakuan pendapatan atas
selisih antara nilai tunai dan nilai akad adalah:

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Pendapatan Istishna’ Tangguh 100
Pendapatan Istishna’ 100
Kas 500
Piutang Istishna’ (sebesar kas yang 500
diterima)

Untuk membedakan apakah suatu akad istisna dikelompokkan sebagai


akad tunai atau akad tangguh adalah dilihat dari apakah ada perbedaan waktu
antara pelunasan pembayaran penyerahan aset. Apabila aset sudah diserahkan
namun pembayaran belum lunas maka, dikatakan penjualan tangguh. Apabila
akadnya adalah penjualan tangguh, dan pembeli akan pelunasan sebelum
tanggal jatuh tempo, kemudian penjual memberikan potongan, maka potongan
tersebut menjadi pengurang pendapatan istisna.

Contoh: Pemberian Potongan


Pembeli melakukan kewajiban pembayaran istisna lebih awal dan penjual
memberikan potongan sebesar Rp75. Jurnal yang dibuat adalah:

Jika potongan diberikan pada saat pelunasan


Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Pendapatan Istishna’ Tangguh 75
Piutang Istishna’ 75

12
Kas 425
Pendapatan Istishna’ Tangguh 25
Piutang Istishna’ 425
Pendapatan Istishna’ 25

Jika potongan diberikan setelah pelunasan


Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Kas 500
Pendapatan Istishna’ Tangguh 100
Piutang Istishna’ 500
Pendapatan Istishna’ 100
Saat pemberian potongan kepada 75
pembeli
Pendapatan Istishna’
Kas 75

2. Akuntansi untuk Pembeli


a. Untuk pembayaran tunai atas pesanan istisna
1. Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin
yang ditagih oleh penjual, sekaligus mengakui utang istisna’ kepada penjual

Contoh: Pembayaran Tagihan


Pembeli ditagih sebesar Rp-480
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Asset Istishna’ dalam penyelesaian 480
Utang kepada penjual 480

2. Pada saat aset istisna selesai dibangun maka, pembeli akan melakukan
pembayaran utang terakhir dan melaksanakan serah terima atas aset istisna’

Contoh: Pembayaran terakhir dan Serah Terima Aset Istisna


Nilai akad adalah Rp1.200 makia, saat melakukan sisa pembayaran dan serah
terima aset, jurnal yang dibuat adalah:
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Asset Istishna’ dalam penyelesaian 720
Utang kepada penjual 720
Asset Tetap 1.200

13
Asset Istishna’ dalam penyelesaian 1.200

b. Pembayaran istisna secara tangguh.


1. Jika aset istisna yang diperoleh melaluil transaksi istisna’ dengan
pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan
tunai senilai harga beli yang disepakati dalam akad istisna’ tangguh dan
biaya perolehan diakui sebagai beban istisna’ tangguh.
Contoh: Akad Istisna’ dengan Pembayaran Tangguh
Diketahui bahwa biaya perolehan (produksi) Rp1.000, margin keuntungan
Rp200, nilai tunai aset saat penyerahan Rp1.200, nilai akad karena
pembayaran tangguh Rp1.500, serta selisih nilai akad dan tunai Rp300.
Pembayaran sebesar Rp500 per periode dilakukan selama 3 periode. Jurnal
yang dibuat adalah:
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Asset (sebesar nilai tunai) 1.200
Beban Istishna’ Tangguh (selisih nilai 300
tunai dengan harga beli)
Utang kepada penjual 1.500

2. Beban istisna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan


porsi pelunasan utang istisna’ pada saat pembayaran utang.
Contoh: Pembayaran Angsuran
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Utang kepada penjual 500
Kas 500
Amortisasi atas beban istishna’ 100
Tangguh:
Beban Istishna’
Beban Isrishna’ Tangguh 100

c. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi dan belum memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah
dibayarkan kepada penjual maka, jumlah yang belum diperoleh kembali diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual, dan jika diperlukan dibentuk
penyisihan kerugian piutang.
Contoh: Penolakan Aset
Setelah periode pertama senilai Rp480 dilaksanakan, ternyata ditolak oleh
pembeli, maka jurnal yang dibuat adalah:
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit

14
Piutang jatuh tempo kepda penjual 480
Asset Istishna’ dalam penyelesaian 480

d. Jika pembeli menerima berang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai
wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada
periode berjalan.
Contoh: Penerimaan Aset yang Tidak sesuai Akad
Nilai akad sebesar Rp1.200 dan nilal wajar aset istisna’ diasumsikan hanya
Rp1.050.

Tanggal Keterangan PR Debit Kredit


Asset tetap (nilai wajar) 1.200
Kerugian 300
Asset Istishna’ dalam Penyelesaian 1.500
(sebesar biaya perolehan)

e. Penyajian, pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut


1. Utang istisma' sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi
2. Aset istishna dalam penyelesaian sebesar
(a) persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli
akhir, jika istisna’ paralel
(b) kapitalisasi biaya perolehan, jika istisna' biasa.

Contoh: Penyajian
Jika akad istisna memiliki nilai kontrak sebesar Rp1.200, biaya perolehan sebesar
Rp1.000, dan tingkat penyelesaian 40% maka, penyajian pada laporan posisi
keuangan adalah:
Aset:
Aset istisna dalam Penyelesaian Rp480
Liabilitas:
Utang Istishna' Rp480

f. Pengungkapan, pembeli mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan


keuangan tetapi tidak terbatas, pada:
1. Rincian utang istishna' berdasarkan jumlah dan jangka waktu
2. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 tentang Penyajian Laporan
Kenangan Syariah.

15
3. Akuntansi Terkait dengan Garansi
Sebagai jaminan atas kualitas pesanan, maka penjual akan membuat bank
garansi dalam persentase tertentu atas nilai proyek. Misalnya, terjadi kelalaian atau
kesalahan oleh penjual sehingga barang yang diserahterimakan mengalami kerusakan
atau kesalahan spesifikasi pesanan dan mengakibatkan kerugian bagi pembeli.

Contoh:

Barang yang diserahkan kualitasnya tidak sesuai dan mengakibatkan pembeli rugi
sebesar Rp70. Jurnal yang dibuat adalah:
Tanggal Keterangan PR Debit Kredit
Penjual:
Beban Garansi 70
Kas 70
Pembeli:
Kas 70
Pendapatan lain-lain 70

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashmi) dan penjual (pembuat/shani”)-(Fatwa DSN MUI), Shani akan
menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati di
mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ paralel).
Masyarakat telah mempraktikkan istishna’ secara luas dan teras-menerus tanpa
ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan istishna’ sebagai kasus ijmak
atau konsensus umum. Istisna’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan
kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah, Segala sesuatu
yang memiliki kemaslahatan atau kemanfaatan bagi umum, serta tidak dilarang
syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal tersebut telah
dipraktikkan secara umum atau tidak.
Pengakuan untuk setiap aset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi,
dan biaya serta pendapatan aset dapat diidentifikasi secara terpisah maka, akan
dianggap akad terpisah. Tidak, maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan
tambahan dan nilainya signifikan dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad
terpisah.

B. Saran
Demikian makalah ini penulis buat dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis akan memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam makalah
ini dengan berpedoman kepada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis
bisa menuliskan makalah dengan lebih baik lagi kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati, Wasilah. 2019. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Ferieka, Hendrieta. 2016. Pengantar Akuntansi. Depok: CV Media Damar Mandani
Muhammad. 2015. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.

18

Anda mungkin juga menyukai