BANGSAL NEUROLOGI
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT OTAK DR. Drs. M. HATTA BUKITTINGGI
Periode 18 Februari – 26 Februari 2021
Disusun oleh :
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
2.2 Diabetes Melitus...............................................................................................24
2.2.1 Definisi.....................................................................................................24
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus.....................................................................24
2.2.3 Patogenesis...............................................................................................25
2.2.4 Faktor Resiko...........................................................................................25
2.2.5 Patofisiologi.............................................................................................28
2.2.6 Manifestasi klinis.....................................................................................28
2.2.7 Terapi.......................................................................................................29
2.3 Hipertensi.........................................................................................................15
2.3.1 Definisi.....................................................................................................15
2.3.2 Hipertensi Krisis dan Klasifikasinya...............................................................15
2.3.3. Hipertensi Resistensi......................................................................................19
2.3.4 Patofisiologi Hipertensi............................................................................20
2.3.5. Terapi.......................................................................................................22
BAB III............................................................................................................................34
TINJAUAN KASUS........................................................................................................34
3.1 Identitas pasien.................................................................................................34
3.2 Pemeriksaan fisik.............................................................................................35
3.3 Pemeriksaan laboratorim..................................................................................36
3.4 Pemeriksaan penunjang....................................................................................37
3.6 Terapi...............................................................................................................37
3.7 Lembanr penggunaan obat...............................................................................39
3.9 Analisis Drug Related Problem.......................................................................44
3.11 Lembar Monitoring Efek Samping Obat..........................................................53
BAB IV............................................................................................................................67
ii
PEMBAHASAN..............................................................................................................67
4.1 Pembahasan......................................................................................................67
BAB V.............................................................................................................................72
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................72
5.1 Kesimpulan......................................................................................................72
5.2 Saran................................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................73
iii
KATA PENGANTAR
iv
Penulis menyadari bahwa laporan ini memiliki banyak kekurangan, akan
tetapi kami sebagai penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
untuk pengembangan ilmu kefarmasian di bidang farmasi rumah sakit
khususnya.
Penulis
v
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke tetap menjadi permasalahan kesehatan yang utama sampai saat ini.
Stroke mampu mempengaruhi kehidupan manusia dan ekonomi. Insidensinya
diperkirakan > 700.000 di Amerika Serikat setiap tahun dan menyebabkan >
160.000 orang meninggal tiap tahunnya, dengan sekitar 4,8 juta orang penderita
stroke yang dapat bertahan sampai saat ini. Meskipun terdapat 60% angka
penurunan pada mortalitas akibat stroke selama 29 tahun ini sejak 1968 sampai
dengan 1996, rata–rata penurunan baru dimulai pada tahun 1990 secara lambat
dan kemudian mengalami stabilitas. Walaupun secara keseluruhan telah terjadi
penurunan sebesar 3,4 % dari jumlah mortalitas pada penderita stroke antara tahun
1991 hingga 2001, namun jumlah kematian sebenarnya akibat stroke sekitar 7,7%.
Stroke menempati peringkat ketiga penyebab kematian. Insidensi stroke mungkin
meningkat.
Sejak tahun 1988 hingga 1997, rata-rata penderita stroke yang dirawat di
rumah sakit meningkat 18,6% (dari 560 menjadi 664 per 100.000), sedangkan
total dari penderita stroke yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
meningkat 38,6% (dari 592.811 menjadi 821.760 tiap tahunnya). Pada tahun
2004, biaya yang diperlukan untuk perawat¬an stroke diperkirakan sekitar 53,6
milyar dolar (biaya langsung dan tidak langsung), dengan rata–rata biaya yang
dikeluarkan sekitar 140.048 dolar seumur hidup. (AHA, 2004).
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan
meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.
Terdapat kecenderungan menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini
akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Tidak dapat dipungkiri
bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan lifestyle
masyarakat, di antaranya olahraga, merokok, minum alkohol, pola makan,
kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di
seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit
nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei
1
tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh
penjuru Indonesia. Stroke juga menjadi penyebab utama dari gangguan
fungsi¬onal, 20% dari penderita stroke yang dapat bertahan membutuhkan
perawatan pada insitusi khusus selama 3 bulan dan 15%-30% menjadi kecacatan
permanen.
Stroke menyebabkan perubahan pola hidup yang berpengaruh tidak hanya
pada penderitanya namun juga pada seluruh keluarga dan orang yang merawatnya.
Analisis manfaat menunjukkan bahwa lebih dari separuh stroke memberi risiko
yang lebih buruk daripada kematian. Walaupun telah di¬temu¬kan pengobatan
yang berguna pada pasien dengan stroke iskemik akut menggunakan aktivator
plasminogen intravena dan terapi lain untuk fase akut yang cukup menjanjikan,
tindakan prevensi yang efektif merupakan pengobatan terbaik untuk mengurangi
risiko stroke. Prevensi primer sangat penting karena >70% dari stroke merupakan
serangan pertama. Insidensi stroke pada umur tertentu di Oxfordshire, United
Kingdom, menurun sampai 40% selama 20 tahun berhubungan dengan
peningkatan penggunaan terapi preventif dan pengendalian faktor risiko. Seperti
yang telah didiskusikan sebelumnya,individu dengan risiko tinggi atau yang
cenderung mengalami stroke saat ini dapat dididentifi¬kasi dan ditargetkan untuk
mendapat perhatian khusus. (Adams et.al, 2005).
Stroke merupakan suatu kematian secara tiba-tiba dari sel-sel pada area
otak yang spesifik yang disebabkan oleh aliran darah yang tidak adekuat. Stroke
terjadi ketika aliran darah ke suatu bagian dari otak terhambat, baik oleh karena
pembuluh darah di otak pecah maupun karena adanya sumbatan oleh gumpalan
darah. Tergantung pada daerah kerusakan yang ditimbulkan, stroke dapat
menyebabkan paralysis, kehilangan penglihatan, gangguan ber¬bicara, kehilangan
daya ingat dan daya pikir, koma, atau kematian.
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut,
tanpa ditemukannya penyebab selain gangguan vaskuler
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan
secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang lebih lama dan
ini sulit dipertahankan secara ilmiah karena patologi yang mendasari biasanya
sudah ada sejak lama dan mudah diidentifikasi. Karena itu, proses bagaimana
menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga, reproducible, dan bahkan
2.1.2 Epidemiologi
Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren
adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah
3
2.1.3 Klasifikasi Stroke
teknik-teknik pencitraan yang lebih baru seperti CT scan dan MRI, kita dapat
yang tinggi. Perbedaan antara trombus dan embolus sebagai penyebab suatu
stroke iskemik masih belum tegas sehingga saat ini keduanya digolongkan ke
dalam kelompok yang sama ''stroke iskemik". Dengan demikian, dua kategori
dan 15% sampai 20% dari semua kasus stroke. (Price dan Wilson, 2006)
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
2. Stroke Hemorogik
sekunder akibat trauma, sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya disebabkan oleh
4
2.1.4 Stroke Iskemik
2.1.4.1 Defenisi
serebral adalah penyebab dalam banyak kasus, tetapi 30% memiliki etiologi yang
tidak diketahui. Emboli muncul dari intra- atau ekstrakranial arteri. Dua puluh
serebral aliran darah dan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark distal
2.1.4.2 Etiologi
Pada trombus vaskular distal, bekuan yang terbentuk didalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal dapat terlepas, atau mungkin
terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke
5
penyulit aterosklerosis merupakan penyebab pada sebagian besar kasus stroke
trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab
atau stenosis. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis
oleh gradien tekanan, tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang
lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan di
tempat konstriksi tersebut. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu,
penurunan tajam kecepatan aliran. Secara klinis, titik kritis stenosis pada manusia
adalah 80% sampai 85% dari luas potongan melintang lumen. Penyebab lain
reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan pia mater
jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh besar di leher dan
batang otak memiliki banyak reseptor nyeri, dan cedera pada pembuluh-pembuluh
ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala. Dengan demikian,
pada pasien dengan stroke iskemik disertai gambaran klinis berupa nyeri kepala
6
2.1.4.3 Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi akibat oklusi arteri serebral, yang menyebabkan
untuk penurunan aliran darah otak. Normal aliran darah otak rata-rata 50 mL / 100
g per menit, dan ini benar dipertahankan selama berbagai tekanan darah (tekanan
arteri rata-rata 50-150 mm Hg) dengan proses yang disebut autoregulasi serebral.
perubahan dalam tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu oleh
aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut, seperti stroke. Arteri oklusi
menyebabkan penurunan parah dalam aliran darah otak yang menyebabkan infark.
sebagai penumbra iskemik karena biasanya mengelilingi inti infark. Penumbra ini
endonuklease serta pelepasan asam lemak bebas dari membran fosfolipid. Selain
itu, ada pelepasan asam amino eksitatori, seperti glutamat dan aspartat, yang
mengabadikan kerusakan saraf dan akumulasi gratis asam lemak, termasuk asam
normal sistem, meninggalkan molekul reaktif ini untuk menyerang membran sel
7
terjadi dalam 2 sampai 3 jam setelah onset iskemia dan berkontribusi pada
atau kematian sel terprogram, terjadi beberapa jam setelah akut menghina dan
biasanya tidak menyakitkan, tapi sakit kepala dapat terjadi dan lebih parah
2009).
2.1.6 Diagnosis
a. Tes laboratorium untuk keadaan hiperkoagulabilitas harus dilakukan
8
paling baik diukur pada kondisi stabil daripada pada tahap akut. Antibodi
untuk pasien berusia kurang dari 50 tahun dan penderita yang memiliki
dapat menunjukkan hanya perubahan halus atau sering tidak sama sekali.
atau hipointense (gelap) di area infark. Area infark mungkin tidak terlihat
pada CT scan selama 24 jam (dan jarang lebih lama). Skala penilaian
yang lebih disukai untuk stroke iskemik dan TIA. Kerugian MRI termasuk
therapeutic window akut yang tersedia saat ini sangat penting untuk hasil
dengan resolusi lebih tinggi dan lebih awal dari CT scan. Pencitraan
9
dengan pembobotan difusi akan mengungkapkan infark yang berkembang
tingkat spinal bawah dapat memicu gerakan ke bawah isi kranium disertai
otak. Namun, kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang dapat
10
terjadi pada hampir 12% pasien yang dicurigai mengidap stroke. Risiko
utama pada prosedur ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis dan
pada pasien dengan gejala dan tanda lesi sirkulasi posterior, karena lesi-
ini, yang disebut transcranial Doppler (TCD), juga dapat digunakan untuk
menilai aliran darah kolateral dan CBF total di aspek anterior dan posterior
sirkulus Willisi. Keunggulan prosedur ini adalah bahwa prosedur ini dapat
ini juga dapat dilakukan secara serial untuk menilai perubahan dalam pola
11
cedera. Dengan demikian, daerah-daerah yang perfusinya berkurang dapat
diidentifikasi.
rutin dalam evaluasi stroke iskemik apabila dicurigai kausa stroke adalah
embolisasi. Defek struktural yang dapat diungkapkan oleh TEE dan yang
aorta dan mitralis, defek septum atrium, foramen ovale paten, plak aorta
Pada kurang dari 10% pasien dengan infark besar di tengah teritori arteri
12
terbukti secara signifikan mengurangi kematian. Namun, operasi harus dilakukan
dalam waktu 48 jam setelah serangan stroke pada pasien yang lebih muda dari 60
tahun untuk meningkatkan fungsional secara signifikan hasil dan ini dengan biaya
terbukti sangat efektif dalam mengurangi cacat utama akibat stroke iskemik.
Faktanya, penggunaan "Unit stroke" telah dikaitkan dengan hasil yang serupa
dengan itu dicapai dengan trombolisis dini jika dibandingkan dengan perawatan
biasa.
atau arteri karotis stenotik adalah cara yang sangat efektif untuk mengurangi
kejadian stroke dan kekambuhan pada pasien yang sesuai dan di pusat-pusat di
mana morbiditas dan mortalitas operasi berada rendah. Faktanya, pada penderita
stroke iskemik dengan stenosis 70% sampai 99% dari arteri karotis interna
setiap hari. 13 Pada pasien yang lebih muda dari 70 tahun, stenting karotis adalah
alternatif yang tidak terlalu invasif dan bisa jadi efektif dalam mengurangi risiko
medis agresif adalah terbukti lebih unggul dari pemasangan stent dalam
13
2.1.7.2 Farmakologi Stroke Iskemik
pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National
B).
2. Terapi Umum
14
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
of evidence C).
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 50 mmHg), atau syok, atau
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
b. Stabilisasi Hemodinamik
15
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik >120 mmHg dan
evidence B).
Kardiologi).
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
of evidence B).
16
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
meliputi :
evidence C).
operatif,
17
pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada
evidence C).
B).
perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan
hati-hati.
f. Pengendalian Kejang
18
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
maksimum 50 mg/menit.
evidence C).
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
mendeteksi meningitis.
(AHA/ASA Guideline).3
h. Pemeriksaan Penunjang
EKG
19
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
Pemeriksaan radiologi
1. Cairan
enteral).
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
20
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
komposisi:
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
21
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
b. jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
digunakan.
22
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
23
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
vaskular mikroangiopati.1,7
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi
insulin).3
Diabetes mellitus
gestasional
24
2.2.3 Patogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kimia,dll)
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah,
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American
≥45 tahun, etnik, riwayatmelahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000
gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan
beratbadan rendah (<2,5 kg).1,9 Faktor risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm
pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
25
peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan
1. Obesitas (kegemukan)
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
2. Hipertensi
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
4. Dislipedimia
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >
4000gram
26
7. Faktor Genetik
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali
metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat
tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara
menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah
misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin,
27
2.2.5 Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu :
1. Resistensi insulin
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik
serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi
insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak
absolut.
sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk
28
beberapa masalah lain. Manifestasi yang biasa muncul yaitu poliuria dan
polidipsia, polifagia jarang dijumpai dan penurunan berat badan tidak terjadi.
2.2.7 Terapi
2.2.7.1 Tujuan terpai
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan
akut.
mortalitas DM.
Hal yang paling penting pada terapi non farmakologis adalah monitor
29
latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
Terapi nutrisi medis ini bersifat bersifat individu. Secara umum, terapi
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
A. Obat AntihiperglikemiaOral
30
menjadi 5 golongan:
a. Sulfonilurea
b. Glinid
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
a. Metformin
31
m2 , adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
dispepsia.
b. Tiazolidindion(TZD).
inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan
faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone.
32
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
33
Table . Profil Obat Antihiperlikemia Oral Yang TersediaDi Indonesia
34
B. Obat AntihiperglikemiaSuntik
1. Insulin
d. Krisis Hiperglikemi
akut,stroke)
35
Table . Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja (Time Course Of Action)
25
30% reguler) 30-60
menit 3–12 jam
70/30 Mixtard® (70% NPH,
30%
reguler)
Insulin analog campuran (Human Premixed)
75/25 Humalogmix® (75%
protamin lispro, 25% lispro)
70/30 Novomix® (70%
protamine aspart, 30% aspart) 12-30 1-4 jam
50/50 Premix menit
26
2. Agonis GLP-1/IncretinMimetic
Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek
samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6
dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa
kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan
28
Bagan 1. Algoritma Pengelolaan Diabetes Melitus
29
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan
sistolik ≥ 140 mmhg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmhg (JNC ,2003).
batas normal yaitu lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90
mmHg.
dewasa (usia ≥18 tahun) didasarkan padarata-rata dari dua atau lebih pembacaan
tekanan darah yang diukur dengan benar, dua atau lebih pertemuan klinis. Ini
di mana nilai tekanan darah sangat tinggi, biasanya lebih besar dari 180/120 mm
disertai dengan kerusakan organ target yang akut atau terus berlanjut.Hipertensi
urgensi adalah peningkatan TD yang tinggi tanpa cedera organ target yang akut
atau berlanjut.
15
1) Hipertensi Urgency
antihipertensi baru dan / atau meningkatkan dosis obat sekarang (yang sedang
autoregulasi aliran darah pada pasien hipertensi terjadi pada kisaran tekanan
yang jauh lebih tinggi daripada pasien risiko bawaan dimana penurunan TD
terlalu cepat termasuk kecelakaan serebrovaskular, MI, dan gagal ginjal akut.
16
dengan observasi yang cermat untuk beberapa jam untuk memastikan
hipertensi. Namun, tidak ada data yang mendukung hal tersebut pendekatan
Kaptopril oral adalah salah satunya agen pilihan dan dapat digunakan
kaptopril oral adalah 15 sampai 30 menit, dan penurunan TD yang nyata tidak
mungkin terjadi jika tidak ada respons hipotensi yang diamati dalam 30
dengan 0,2 mg setiap jam sampai DBP turun di bawah 110 mm Hg atau
klonidin total 0,7 mg dikelola. Mungkin hanya satu dosis yang diperlukan.
Labetalol bisa diberikan dalam dosis 200 sampai 400 mg, diikuti dengan dosis
menghasilkan pengurangan yang cepat BP. Penggunaan segera - rilis dan tidak
boleh digunakan untuk hipertensi urgensi karena laporan kejadian buruk yang
urgensi :
17
- Hipertensi yang tidak terkontrol (pada penderita yang
2) Hipertensi Emergency
agen yang tercantum dalam Tabel 15–8. Tujuannya adalah tidak menurunkan
tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mm Hg; lebih tepatnya, penurunan
tekanan arteri rata-rata hingga 25% dalam beberapa menit/jam adalah target
24 hingga 48 jam.
berikut :
- Hipertensi ensefalopati
18
- Sindroma coroner akut (angina tidak stabil/infark miokard akut)
- Krisis feokromositoma
- Eklamsia
sakit dan idealnya diruang rawat intensif dengan pemberian obat antihipertensi
arterial pressure) tidak lebih dari 25% (dalam waktu beberapa menit sampai 2
jam), atau menurunkan tekanan darah sampai kira-kira 160/100 mmHg dalam 2-6
jam.
pada pasien yang mengikuti dosis penuh dari regimen tiga obat yang sesuai yang
termasuk diuretik.Pasien dengan hipertensi yang baru didiagnosis atau yang tidak
meningkat meskipun diobati dengan dua atau tiga obat yang tidak memenuhi
ketidakpatuhan terhadap terapi obat dan modifikasi gaya hidup berperan penting
peran penting. Pasien harus dievaluasi dengan cermat untuk melihat apakah ada
penyebab ini bisa dibalik.Jika tidak ada yang diidentifikasi, prinsip pemilihan
19
terapi obat dari pedoman JNC7 dan AHA harus masih berlaku.Indikasi yang
meyakinkan, jika ada, harus memandu pemilihan dengan asumsi pasien-pasien ini
berada dalam kondisi diuretik.Obat yang memiliki efek aditif atau sinergis bila
penyakit ginjal kronis (misalnya, perkiraan GFR <30 mL / menit 1,73 m2), loop
bernilai < 10 % kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh
penyakit ginjal kronik atau renovaskular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah
20
Multifactor yang dapat menimbulkan hipertensi primer adalah :
2. Masalah patologi pada system saraf pusat, serabut saraf otonom, volume
21
2.3.5. Terapi
Stop Hypertension).
3. Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6
g/hari NaCl)
pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan.
22
23
24
25
26
Pada tabel berikut merupakan daftar obat-obat untuk terapi hipertensi emergensi :
27
Diuretic
ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan
darah.Diuretic terdiri atas 4 golongan yaitu thiazide, loop diuretic, agen hemat
efek aditif bila digunakan dalam kombinasi dengan tiazid atau diuretik loop.
Apalagi mereka melawan sifat kehilangan kalium dan magnesium dari agen
mereka dipandang oleh JNC7 sebagai kelas independen karena bukti yang
28
diuresis awal.Diuresis menyebabkan penurunan plasma dan stroke volume,
yang menurunkan curah jantung dan tekanan darah.Ini penurunan awal curah
dinding arteriol. Efek ini akan mengurangi jumlah perambahan fisik pada
diameter lumen rileks dan meningkat, ada lebih sedikit resistensi terhadap
tinggi asupan dapat menumpulkan efek ini dan asupan garam yang rendah
mengobati edema yang terjadi bersamaan, seperti pada gagal jantung, loop
jika diberikan sekali sehari, dan di pagi dan sore bila diberikan dua kali sehari
kronis, tipe tiazid diuretik, diuretik hemat kalium, dan antagonis aldosterone
29
Perbedaan farmakokinetik utama antara berbagai diuretik tipe tiazid
adalah waktu paruh serum dan durasi efek diuretik.Relevansi klinis dari
perbedaan ini tidak diketahui karena paruh serum dari sebagian besar agen
dan chlorthalidone adalah dua diuretik tiazid yang paling sering digunakan
mortalitas. Agen ini tidak ekuipoten pada abasis miligram per miligram;
chlorthalidone adalah 1,5 hingga 2,0 kali lebih kuat dari pada
hidroklorotiazid.95 Hal ini disebabkan waktu paruh yang lebih lama (45 hingga
60 jam vs. 8 hingga 15 jam) dan durasi yang lebih lama efek (48 hingga 72 jam
perbedaan hasil CV. Sebuah meta-analisis kecil dari lima berbasis hasil Uji
CV pada hipertensi berlaku untuk semua tipe tiazid diuretik, dan manfaat
dianggap sebagai efek kelas Diuretik sangat efektif dalam menurunkan TD bila
keduanya biasanya menghasilkan efek aditif atau sinergis. Ini adalah sangat
30
relevan ketika penyekat β, penghambat ACE, atau ARB digunakan
retensi cairan dapat dilihat dengan agen antihipertensi.Ini masalah ini diatasi
dan disfungsi seksual. Banyak dari efek samping ini diidentifikasi ketika tiazid
mengurangi risiko sebagian besar sisi metabolic efek. Loop diuretik dapat
menyebabkan efek samping yang sama, meskipun efek pada lipid serum dan
atau kram.Namun, aritmia jantung yang serius dapat terjadi pada pasien dengan
riwayat aritmia, atau yang bersamaan menerima digoxin. Terapi dosis rendah
yang cermat.
31
Hiperurisemia yang diinduksi diuretik dapat memicu gout.Sisi ini efek
mungkin sangat bermasalah pada pasien dengan sebelumnya riwayat gout dan
dengan diuretik tipe tiazid.Namun, akut gout jarang terjadi pada pasien yang
tidak memiliki riwayat gout sebelumnya. Jika asam urat tidak terjadi pada
mencegah asam urat dan tidak akan mengganggu efek antihipertensi diuretik.
Dosis tinggi tipe tiazid dan loop diuretik dapat meningkatkan glukosa puasa
peningkatan terkait dalam glukosa puasa, dan mungkin onset diabetes tipe 2.
pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien menerima
dibandingkan dengan yang lain agen hemat kalium, dan bahkan spironolakton.
menyebabkan ginekomastia hingga 10% pasien, hal ini jarang terjadi pada
eplerenon.
Diuretik dapat digunakan secara aman dengan sebagian besar agen lain.
32
peningkatan konsentrasi serum lithium.Interaksi ini dapat mempengaruhi
33
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas pasien
a. Data pasien
No RM 137xxx
Umur 53 Tahun
Agama Islam
b. Ilustrasi Kasus
- Bicara Pelo
34
d. Riwayat penyakit dahulu
- DM
- Hipertensi
- Tidak ada
b. Status generalis
No Pemeriksaan Hasil
35
8 Abdomen Tidak terdapat kelainan
9 Punggung Tidak terdapat kelainan
10 GDN ( 70-110
mg/dl)
11 GD 2 jam PP (<200
mg/dL)
12 Asam Urat (Lk: 3-7
mg/dl)
13 Total Kolesterol (< 220
mg/dl)
14 HDL (< 65
mg/dl)
15 LDL (< 150
mg/dl)
36
Trigliserida (< 150
16 mg/dl)
17 SGOT (<38 u/L)
- EKG
3.5 Diagnosa
- Diagnosa Primer :
- Diagnosa sekunder :
3.6 Terapi
1. Terapi IGD
- O2 2 liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% per 12 jam
- Ranitidin inj 2 x 1
- Citicolin inj 2 x 500mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Neurodex
- Amlodipin 10 mg
37
- Insulin (Neurodex) 20 U
38
3.7 Lembanr penggunaan obat
Regimen Tanggal Pemberian Obat Masuk
19-02-21 20-02-21 21-02-21 22-02-21 23-02-21 24-02-21 25-02-21 26-02-21
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
1 O2 2 L √ STOP
2 NaCl 0,9% / 12 √ √ √ STOP
jam infuse
3 Ranitidin injeksi √ √ √ √ √ STOP
2x1 (IV)
4 Simvastatin 20 √ √ √ √ √ √ √ √
mg 1x1 (PO)
5 Citicolin 1x250 √ √ √ √ √ STOP
mg
6 Neurodex 1x1 √ √ √ √ √ √
7 Amlodipin 10 √ √ √ √ √ √ √ √
mg
8
39
3.8 Follow up pemakaian obat
Tanggal S O A P
19 februari Bicara Pelo sejak pagi , mulut IVFD Nacl Cek Laboratorium Rawat
2021 mencong kanan, kelopak mata 0,9% /12 jam Rontgen Thorax CH
00.45 tertutup seblah kanan Inj. Ranitidin 2x1 CT Scant CH
Inj. Insulin 20 u Sleding /6 jam
19 februari Mulut mencong, mata sebelah GCS = 15 Perfusi jaringan tidak efektif Perfusi jaringan secara efekstif
2021 tertutup TD = 170/100 Terapi :
17.00 N = 86 Pantau TTV
S = 36 Pantau PTIV
DKO = 5/5 Elevasi 30º
MIKA-MIKI/2jam
19 februari Bicara pelo, mata sebelah SNH OH 1 hr Gangguan perfusi jaringan Perfusi jaringan cerebral
2021 tertutup DKO = 5/5 cerebral efektif
20.00 GCS = 15 Terapi :
Pantau TTV
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
40
20 februari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH 2hr Gangguan perfusi jaringan Perfusi jaringan cerebral
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 cerebral
8.00 KES= CM Terapi :
Pantau TTV
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
20 februari Mulut mencong, bicara pelo, TD = 170/100 Perubahana nilai laboratorium Diet diabetes rendah garam
2021 mata sebelah tertutup GDR = 407 dan bnetuk makanan lunak
09.15
20 februari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH :2 Hr Gangguan perfusi jaringan Perfusi jaringan cerebral
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 cerebral adekuat
14.30 KES = CM Terapi:
DKO = 5/5 Monitor TTV, status neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
20 februari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH :2 Hr Gangguan perfusi jaringan Masalah keperawatan teratasi
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 cerebral secara bertahap
22.00 DKO = 5/5 Terapi:
Kontrol TTV, monitor status
neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
41
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
21 februari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH :2 Hr Resiko perfusi cerebral tidak Perfusi cerebral kembali
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 efektif adekuat
08.00 DKO = 5/5 Terapi:
TD = 110/70 Kontrol TTV, monitor status
neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
20 ferbruari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH : 3 Hr Resiko perfusi cerebral tidak Perfusi jaringan cerebral
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 kembali efektif
efektif
15.00 DKO = 5/5
Terapi:
Kontrol TTV, monitor status
neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
20 ferbruari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH : 3 Hr Gangguan perfusi jaringan Masalah keperawatan teratasi
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 cerebral secara bertahap
22.00 DKO = 5/5 Terapi:
Kontrol TTV, monitor status
42
neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
21 ferbruari Mulut mencong, bicara pelo, GCS = 15 SNH Tindakan lanjut
2021 mata sebelah tertutup TD = 110/90
08.00
21 ferbruari Mulut mencong, bicara pelo, SNH OH : 4 Hr Gangguan perfusi jaringan Masalah keperawatan teratasi
2021 mata sebelah tertutup GCS = 15 cerebral secara bertahap
15.00 KES = CM Terapi:
DKO = 5/5 Kontrol TTV, monitor status
neurologi
Elevasi kepala 15 - 30º
MIKA-MIKI /2jam
IVFD NaCl 0,9%/12jam
O2 3 liter
Sliding /6 jam
43
3.9 Analisis Drug Related Problem
Jenis DRP DRP Keterangan Rekomendasi
Indikasi Tidak Ada Obat yang diberikan sesuai indikasi klinis pasien :
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam : Memenuhi cairan
masalah
tubuh
2. Ranitidin 2x1 : Stress ulcer
3. Amlodipin 10 mg 1x1 : Antihipertensi
4. Simvastatin 1x 20 mg : Preventif sekunder
5. Neurodex 1x1 : Neuroprotektor
6. Citicolin 2x250 mg : Neuroprotektor
Pemilihan Obat Tidak Ada Pemilihan obat untuk pasien sudah tepat
Masalah 1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam
2. Ranitidin inj 2x1
3. Amlodipin 10 mg 1x1
4. Simvastatin 1x 20 mg
5. Neurodex 1x1
6. Citicolin 2x250 mg
44
2. Ranitidin inj 2x50 mg
3. Amlodipin 10 mg 1x1
4. Simvastatin 1x 20 mg
5. Neurodex 1x1
6. Citicolin 2x250 mg
Interval Tidak ada
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam
pemberian masalah
2. Ranitidin injeksi 50 mg 2x1/12 jam
3. Citicolin 2x250 mg/12 jam
4. Amlodipin 10 mg 1x1/24 jam
5. Simvastatin 1x 20 mg/ 24 jam
6. Neurodex 1x1/24
Cara dan waktu Tidak ada
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam infuse
pemberian masalah
2. Ranitidin injeksi 2x50 mg (IV)
3. Amlodipin 1x10 mg (Pagi)
4. Simvastatin 1x 20 mg (Malam)
5. Neurodex 1x1 (Pagi)
6. Citicolin 2x250 mg (Pagi, Malam)
Rute Pemberian Tidak ada
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam (IV)
Obat masalah
2. Ranitidin injeksi 50 mg 2x1 (IV)
3. Citicolin 2x250 mg (IV)
4. Amlodipin 10 mg 1x1(Oral)
5. Simvastatin 1x 20 mg (Oral))
6. Neurodex 1x1 (Oral)
45
Lama pemberian Tidak A
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam
d
masalah 2. Ranitidin 2x50 mg/ 12 jam
a
3. Amlodipin 1x10 mg/ 24 jam
4. Simvastatin 1x 20 mg/ 24 jam
5. Neurodex 1x1/ 24 jam
6. Citicolin 2x250 mg/ 12 jam
46
ESO/ADR/Alergi Ada Pasien tidak mengalami efek
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam
masalah 2. Ranitidin 2x1 samping
3. Amlodipin 10 mg 1x1
4. Simvastatin 1x 20 mg
5. Neurodex 1x1
6. Citicolin 2x250 mg
Stabilitas sediaan Tidak ada Semua obat memiliki kompatibilitas yang baik
Injeksi
masalah
Ketersediaan Tidak ada Pasien mendapatkan semua obat
Obat
masalah
Kepatuhan Tidak ada Karena obat diberikan berdasarkan unit dose PIO dan konseling
masalah sehingga pasien meminum obat secara teratur
47
Duplikasi terapi Tidak ada
1. IVFD Nacl 0,9 % /12 jam
masalah 2. Ranitidin 2x50 mg
3. Amlodipin 1x 10 mg
4. Simvastatin 1x 20 mg
5. Neurodex 1x1
6. Citicolin 2x250 mg
Lain-lain
48
3.10 Lembar pengkajian obat
Mulai Jenis obat Rute Dosis B Indikasi obat Ketepatan Komentar dan Alasan
er Indikasi
h
e
nt
i
NaCl IVFD Per 2 Memenuhi Tepat Pasien mengalami ketidak efektifan
19/2/21
2/ kebutuhan cairan indika perfusi jaringan serebral sehingga
0,9% 12
0 si diberikan cairan untuk menjaga
jam 2/ perfusinya
2
1
19/2/21 Raniti IV 2x1 2 Menghambat sekresi Tepat Mencegah stress ulcer pada pasien
din 2/ Asam lambung indika
50 mg 0 si
2/
2
1
19/2/21 Amlodipin PO 1x1 Tepat
Antihipertensi
indika
10 mg
si
49
19/2/21 Simvastatin PO 1x1 Terapi profilaksis Tepat Pasien diberikan sebagi terapi preventif
sekunder stroke indika
20 mg sekunder stroke isemik
iskemik si
50
3.11 Lembar Monitoring Efek Samping Obat
51
pasien untuk beristirahat
4 Simvastatin Ruam dan 1 x 20 mg Jika pasien mengalami ruam 19/02/2021- Pasien tidak
reaksi alergi dan reaksi alergi lainnya, mengalami efek
anjurkan pemberian bedak samping
salisil talk
Pusing
Jika pasien mengalami sakit
kepala, anjurkan kepada
pasien untuk beristirahat
5 Neurodex Mual muntah 2 x 500 mcg Jika pasien mengalami mual 19/02/2021- Pasien tidak
dan muntah, anjurkan kepada mengalami efek
pasien untuk minum air samping
hangat
Sakit kepala Jika pasien mengalami sakit
kepala, anjurkan kepada
pasien untuk beristirahat
6 Amlodipin Mual 1 x 8 mg Jika pasien mengalami mual 19/02/2021- Pasien tidak
10 mg dan muntah, anjurkan kepada mengalami efek
pasien untuk minum air samping
Pusing hangat
Jika pasien mengalami sakit
Merasa lelah kepala, anjurkan kepada pasien
untuk beristirahat
52
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Seorang pesien perempuan berusia 53 tahun masuk ke IGD RSOMH
pada tanggal 19 Februari 2021 jam 13.00 WIB dengan keluhan bicara pelo sejak
tadi pagi, mulut mencong, sakit kepala dan kelopak mata sebelah kanan tertutup.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Dari pemeriksaan fisik pasien,
pasien memiliki suhu tubuh 36 °C, tekanan darah pasien 170/100 mmHg, laju
pernfasan 20x/menit, dan dengan kesadaran compos mentis.
Pasien didiagnosa stroke non hemoragik / stroke iskemik dengan
diagnosa sekunder hipertensi tinkat 2 dan diabetes melitus yang diperoleh dari
hasil anamnesa dan pemeriksaan penunjang berupa EKG (elektrokardiogram),
DL (Darah Lengkap), GDR (Gula Darah Rerata), ureum, kreatinin serta
elektrolit. Sebelumnya pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
Pasien mendapatkan terapi awal di IGD yaitu O2 2 liter/menit diberikan
untuk stabilisasi jalan nafas dan pasien tidak mengalami hipoksia, IFVD NaCl
0,9% per 12 jam diberikan agar volume darah pasien tidak turun karna jika
volume darah turun mengakibatkan terjadinya gangguan pada perfusi serebral.
Memperbaiki keseimbangan asam basa, untuk memudahkan jalan masuk
pemberian obat-obatan kedalam tubuh pasien serta untuk memonitoring tekanan
vena central dan memberikan nutrisi pada sistem pencernaan pada saat istirahat.
Ranitidin inj 2x1 untuk mengatasi mual muntah dan sebagai stress ulcer
profilaksis. Dimana keadaan stress pada pasien dapat memicu seksresi asam
lambung yang berlebihan
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak
terganggu atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah (stroke hemoragik). Stroke adalah penurunan sistem syaraf
utama secara tiba-tiba yang berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal
dari pembuluh darah. Serangan iskemia syaraf utama menurun selama kurang
dari 24 jam dan biasanya kurang dari 30 menit. Tujuan terapi stroke adalah
67
mengurangi luka system syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan
kematian dan cacat jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder untuk
imobilitas dan disfungsi sistem syaraf dan mencegah kekambuhan stroke.
Penatalaksanaan untuk stroke iskemik dengan onset 3 jam diberikan alteplase 0,9
mg/kg IV (Dipiro, 2009). Menurut Dipiro penatalaksanaan prevensi sekunder
pada pasien stroke iskemik noncardioemboli dapat diberikan antiplatelet,
antihipertensi 120 mmHg dan pemberian golongan statin.
Pasien pun diberikan Citicolin inj 2x 500mg untuk sebagai
neuroprotektor pada iskemik yang memiliki sifat sebagai bahan pengadaan
kardiolipin dan sfingomielin, sumber fosfatidikholin serta stimulasi sintesis
glutation sebagai antioksidan endogen dan menjamin keseimbangan aktivitas
neurotransmisi Na+ K+ APTase antar sel di sistem syaraf pusat (SSP) serta
memiliki potensi untuk mengurangi kerusakan otak akut dan meningkatkan
pemulihan fungsional pada pasien stroke. Simvastatin 1 x 20mg, Simvastatin
diberikan sebagai terapi profilaksis sekunder stroke iskemik untuk mencegah
pecahnya plat arterosklerosis yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah dengan mekanisme kerjanya inhibitor reduktase HMG-CoA,
menghambat langkah pembatan kadar dalam biosintesis kolesterol dengan cara
kompetitif menghambat HMG-CoA reduktase. Dosis usual yaitu 20-40 mg/hari
(AHFS, 2011). Dosis yang digunakan pada pasien 20 mg 1x1, dengan demikian
penggunaan dosis simvastatin terhadap pasien sudah tepat.
Pasien lalu dipindahkan ke ruangan rawat inap pada tangga 19 Februari
2021 pukul 16;35 wib. Pasien mendapatkan terapi tambahan yaitu amlodipin 1x10
mg yang berkhasiat sebagai antihipertensi. Amlodipine merupakan suatu
penghambat influx ion kalsium (slow channel blocker atau antagonis ion kalsium)
dan menghambat influx transmembran dari ion-ion kalsium ke dalam jantung dan
otot halus vaskular. Mekanisme kerja antihipertensi dari amlodipine didasarkan
pada efek relaksan langsung pada otot-otot halus vaskular. Amlodipn memiliki
efek samping diantarnya sakit kepala, merasa letih dan mual.
Pemberian neurodex 1x1 pada pasien. Neurodex merupakan obat yang
mengandung vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12. Neurodex digunakan untuk
68
mengatasi kekurangan vitamin B kompleks, mengatasi mual dan muntah saat pagi
hari pada wanita hamil, membantu proses penyembuhan penyakit, dan membantu
mengatasi anemia hingga gangguan saraf tepi akibat kekurangan vitamin B.
Secara keseluruhan, vitamin B kompleks memiliki manfaat yang sangat besar
dalam proses pembentukan sel-sel tubuh, sel darah merah, dan memberikan nutrisi
bagi sel saraf. Tak hanya itu, vitamin B juga penting untuk merangsang produksi
neurotransmiter, yaitu zat yang menjadi perantara antar sel-sel saraf. Pada
umumnya neurodex tidak menimbulkan efek samping dan relative aman. Namun
beberapa orang dapat menimbulkan efek samping seperti gatal kulit, bento-bentol.
Dosis yang digunakan pasien diberikan dengan dosis 1 x sehari 1 tablet, diminum
sebelum atau sesudah makan, dengan demikia penggunaan sudah tepat.
Pasien diberikan simvastatin 20 mg 1x1 sehari. Simvastatin diberikan
sebagai terapi profilaksis sekunder stroke iskemik untuk mencegah pecahnya plat
arterosklerosis yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
dengan mekanisme kerjanya inhibitor reduktase HMG-CoA, menghambat
langkah pembatan kadar dalam biosintesis kolesterol dengan cara kompetitif
menghambat HMG-CoA reduktase. Dosis usual yaitu 20-40 mg/hari (AHFS,
2011). Dosis yang digunakan pada pasien 20 mg 1x1, dengan demikian
penggunaan dosis simvastatin terhadap pasien sudah tepat.
4.2 Edukasi
1. Menjelaskan pada keluarga pasien cara pemakaian obat dan aturan
pemakaiannya
2. Menjelaskan kepada pasien untuk rutin minum obat setiap harinya
3. Menjelaskan pada keluarga pasien untuk menyimpan obat pada
tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung dan lembab
4. Menjelaskan agar pasien selalu melakukan latihan ringan pada
anggota gerak yang lemah
5. Hindari stress
6. Kontrol tekanan darah dan gula darah secara berkala
7. Menjaga pola makan yang sehat dan teratur, hindari makanan yang
69
berlemak dan asin.
70
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Disarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan
psikologis dan moral
2. Disarankan kepada keluarga pasien untuk menemani pasien saat
beraktivitas untuk menghindari resiko jatuh
71
DAFTAR PUSTAKA
72
11. Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FK – ill ; 2008.
12. Sujaya, I Nyoman. “Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai
Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal Skala Husada”.
2009 ; 6 (1) ; 75 - 81.
13. Wild S , Roglic G, GreenA, Sicree R, king H.Global prevalence of
diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetic
care. 2004;27(3);1047-53.
14. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi kelima. Jakarta: Interna publishing, 2009. hal.1961.
15. Warrington S. Purpose and design of clinical trial. Dalam: Griffin JP,
editor. The textbook of pharmaceutical medicine. Edisi: 6. London:
Blackwell Publishing Ltd; 2009. (hlm : 185)
DAFTAR PUSTAKA
Adams H, Adams R, Del Zoppo G, Goldstein LB; Stroke Council of the American
Heart Association; American Stroke Assocation. Guidelines for the early
management of patients with ischemic stroke: 2005 guidelines update: a scientific
statement from the Stroke Council of the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2005;36:916 –923.
American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistics—2004 Update.
Dallas, Tex: American Heart Association; 2003.
Anthoni, R & Charles, W. 2002. Aetiology and pathology of stroke.
www.pharmj.com/pdf/hp/200202/hp_200202_stroke1.pdf
Bonow RO, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patients with
valvular heart disease: a report of the American College of Cardiology/American
Heart Asso¬ciation Task Force on Practice Guidelines (Committee on
Management of Patients With Valvular Heart Disease). J Am Coll Cardiol.
1998;32(5):1486 –1588.
Broderick J, Brott T, Kothari R, Miller R, Khoury J, Pancioli A, Gebel J, Mills D,
73
Minneci L, Shukla R. The Greater Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study:
preliminary first-ever and total incidence rates of stroke among blacks. Stroke.
1998;29:415– 421.
Cappuccio FP, Oakeshott P, Strazzullo P, Kerry SM. Application of Framingham
risk estimates to ethnic minorities in United Kingdom and implications for
primary prevention of heart disease in general practice: cross sectional population
based study [published correction appears in BMJ. 2003;327:919]. BMJ.
2002;325:1271.
Chobanian AV, et al; National Heart, Lung, and Blood Institute Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure; National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report.
JAMA. 2003;289:2560 –2572
Davies DP, Rodgers H, Walshaw D, James OF, Gibson GJ. Snoring, daytime
sleepiness and stroke: a case-control study of first-ever stroke.J Sleep Res.
2003;12:313–318.
Fang J, Alderman MH. Trend of stroke hospitalization, United States, 1988–1997.
Stroke. 2001;32:2221–2226
Gerai. 2008. Peran Statin Dalam Global Risk Reduction, Bukan Sekedar Penurun
LDL. Majalah Farmacia vol 7 No.7 hal.58
Gillum RF, Mussolino ME, Ingram DD. Physical activity and stroke incidence in
women and men. The NHANES I Epidemiologic Follow-up Study. Am J
Epidemiol. 1996; 143:860–869.
Gordon T, Kannel WB, Castelli WP, Dawber TR. Lipoproteins, cardiovascular
disease, and death. The Framingham Study. Arch Intern Med. 2001;141:1128 –
1131.
Grau AJ, Buggle F, Becher H, Zimmermann E, Spiel M, Fent T, Maiwald M,
Werle E, Zorn M, Hengel H, Hacke W. Recent bacterial and viral infection is a
risk factor for cerebro¬vascular ischemia: clinical and biochemical studies.
Neurology. 1998;50:196 –203.
NB :
74
4. monitoring efk smpingnya blmm buat bagaimna cara
mengatasinya
5. teori dm sam hipertensi blm di ringkas . kita buat piñata
laksanaan hipertensi dan dm aja , gk usah di jelasin smuanya .
tpi bagian dm yang tabel penggunaan insulin dan algoritmanya
dimasukkan .
6. pemeriksaan labor belum oni masukkan , lupaaa
75