Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL I BLOK TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL II

BELAJAR MANDIRI SEDIAAN STERIL HIDUNG OKSIMETAZOLIN HCl

DISUSUN OLEH

Salsabila Utami

70100119021

Farmasi A1

Dosen Pembimbing : Surya Ningsi, S.Si., M.Si., Apt

Jurusan Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2022
SKENARIO

Bagian pengembangan industri Farmasi akan memformulasi sediaan tetes hidung


oksimetazolin HCl. Zat aktif ini berfungsi sebagai dekongestan nasal topikal untuk rhinitis dan
sinusitis. Berbagai pertimbangan dilakukan dalam pengembangan sediaan, diantaranya respon
silia terhadap obat, pH stabil sediaan dengan memperhatikan pH fisiologis, pemilihan pendapar,
tonisitas, dll. Dari berbagai pertimbangan tersebut susunlah formula hingga pemilihan metode
sterilisasi yang tepat untuk sediaan tetes hidung tersebut.

STEP 6 : HASIL BELAJAR MANDIRI

1.STUDI FARMAKOLOGI

-Deskripsi

Oksimetazolin adalah bahan aktif dekongestan topikal yang digunakan untuk rinitis alergi
maupun inflamasi mukosa hidung lainnya dan Oksimetazolin adalah obat golongan
simpatomimetik. yang dikenal juga sebagai obat adrenergik; merupakan golongan stimulan yang
memiliki efek agonis pada sistem saraf simpatis dan mengakibatkan pelepasan serta aksi nor-
epinefrin dan epinefrin. Oksimetazolin adalah simpatomimetik yang secara selektif bekerja pada
reseptor adrenergik α1 dan sebagian reseptor adrenergik α2.Oksimetazolin juga dapat
dimanfaatkan untuk mempertahankan lapang pandang endoskop pada saat operasi bedah sinus
endoskopik melalui mekanisme hemostatik untuk mengurangi atau mengatasi perdarahan yang
terjadi.

Sumber : Retno Sulistyo Wardani.2016.Jurnal Penggunaan Terkini Oksimetazolin Pada Praktik


Klinik Vol.46.No 2. Universitas Sumatera Utara

-Mekanisme kerja

Mekanisme kerja:  Oxymetazoline, amina simpatomimetik yang bekerja langsung, merangsang


reseptor -adrenergik di pembuluh darah mukosa hidung untuk menghasilkan vasokonstriksi lokal
dan dekongesti. Ini juga mengurangi eritema melalui vasokonstriksi langsung, bila digunakan
secara topikal.Onset: Vasokonstriksi lokal: Dalam 5-10 menit (hidung). Durasi: Vasokonstriksi
lokal: Hingga 12 jam (hidung). [Sumber: MIMS]

-Kontraindikasi & tindakan pencegahannya


Penyakit koroner akut, asma jantung, glaukoma sudut tertutup,rinitis sicca, radang atau lesi kulit
di sekitar lubang hidung atau mukosa hidung, feokromositoma, hipofisektomi trans-sphenoidal
atau operasi hidung yang mengekspos dura mater. Penggunaan atau dalam 2 minggu setelah
pengobatan dengan MAOI.(iso volume 46:2011-2012)

-Interaksi

Karena oxymetazoline diserap melalui mukosa interaksi dapat mengikuti aplikasi topikal. BNF
menganggap bahwa semua dekongestan hidung simpatomimetik dapat menyebabkan krisis
hipertensi jika digunakan selama pengobatan dengan MAOI. Untuk interaksi simpatomimetik
dalam umum (Martindale Edisi 38 Hlm 1672)

-Dosis dan Aturan pakai

Anak 2-6 thn 2 atau 3 tetes di setiap lubang hidung dua kali sehari, pagi & sore. Durasi
pengobatan maksimal: 3 hari. [Sumber: MIMS]

- Indikasi

Meredakan hidung tersumbat karena rinitis akut; sinusitis akut & kronis; rinitis alergi.
[Sumber:MIMS]

Simptomatik dan kongesti (Kesembaban hidung dan Nasofaring karena flu), sinusitis, hay fever
atau alergi sel nafas bagian atas lainnya.(iso voleume 46:2011-2012)

-Konsentrasi

0.05%

-Efek samping

Rasa panas, rasa kering pada mukosa hidung, bersin, pusing,insomnia, jantung berdebar
(palpitasi)(iso volume 46-2011:2012)

-Perhatian

Jangan melebihi dosis yang dianjurkan. Jangan gunakan selama >3 hari berturut-turut. Jika gejala
berlanjut, konsultasikan dengan dokter. Penggunaan dispenser oleh >1 orang dapat menyebarkan
infeksi. [Sumber: MIMS]

2.STUDI FARMAKOKINETIK

Oksimetazolin dapat mengurangi penyumbatan hidung yang bersamaan dengan flu yang umum,
rhinitis alergi musiman atau bukan musiman, nares atau sinusitis. Onset dari aksinya terjadi
kurang dari 10 menit, efek signifikannya bertahan selama 5 – 6 jam dengan berangsur-angsur
hilang aktivitasnya setelah 6 jam kemudian. Durasi akhir ini lebih panjang dari turunan
imidazolin sediaan topical lainnya. (AMA Drug Evaluation, (1995), Drug Evaluation Annual,
1995, American Medical Association, America)

Oksimetazolin (α-agonis) digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita rhinitis alergik
atau rhinitis vasomotor dan pada penderita infeksi saluran napas atas dan rhinitis akut. Obat-obat
ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor at sehingga mengurangi
volume mukosa dan dengan demikian mengurangi Penyumbatan hidung.(Farmakologi dan
Terapi, Edisi IV).

3.STUDI FISIKA KIMIA

Nama Resmi : OKSIMETAZOLIN HIDROKLORIDA

Nama Lain : Oxymetazoline Hydrochloride

Rumus kimia : C16H24N2O.HCI

Berat molekul : 296,84

pH : Antara 4,0 dan 6,5; lakukan penetapan menggunakan larutan (1 dalam 20).

Pemerian : Serbuk hablur halus, putih sampai praktis putih; higroskopik. Melebur pada suhu lebih
kurang 300º disertai penguraian.

Kelarutan: Larut dalam air dan dalam etanol; praktis tidak larut dalam benzen, dalam kloroform dan
dalam eter.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Farmakope Indonesia Edisi VI,2020 hal.1315)
4. Pertimbangan Pemilihan Bahan Tambahan

a)Pembawa

Cairan pembawa umumnya digunakan water for injection. Cairan pembawa sedapat mungkin
mempunyai pH antara 5,5 sampai 7,5, kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.
(Tungadi R, 2017 :155)

b)Pengisotonis

NaCL sebagai tonicity agent Digunakan untuk membuat larutan serupa dalam karakteristik
osmotik-dekstrosa dengan cairan fisiologis tubuh, misalnya, dalam cairan mata, parenteral, dan
irigasi (Ansel 9th Edition, 2011 :131)

c)Pendapar

Fabricant telah menemukan bahwa pH sekresi hidung orang dewasa tidak tetap tetapi secara
normal bervariasi dari 5,5- 6,5, sementara pH hidung anak-anak pada range 5-6,7. pH cenderung
naik menjadi alkali selama serangan rhinitis akut. Jika terdapat inflamasi kuat, pergeserannya
menuju ke lebih asam. Larutan yang sedikit asam lebih efektif dalam pengobatan flu dan infeksi
sinus. Telah ditemukan bahwa penggunaan obat alkali dalam hidung cenderung untuk
meningkatkan sekresi lebih alkali. Sementara penggunaan larutan asam cenderung untuk
meningkatkatkan keasaman sekresi. Oleh karena itu, penggunaan tetes hidung yang lebih alkali
selama rhinitis dan rhinosinusitis akut dikontraindikasikan karena cenderung untuk membuat
sekresi abnormal yang sudah alkali lebih alkali, atau sedikitnya memperlama kondisi
tersebut(Robert Tungadi, 2017). Sehingga penggunaan buffer dipertimbangkan untuk mencegah
perubahan kecil dalam pH larutan. Bahkan perubahan pH 0,1 dapat mempengaruhi kelarutan dan
stabilitas obat. Perubahan pH juga berhubungan dengan aksi silia normal dan menghambat aksi
perlindungan silia, yang sangat tidak diinginkan (Robert Tungadi, 2017). Buffer terdiri dari
garam senyawa ionik. Buffer yang paling umum digunakan dalam formulasi produk steril adalah
asetat, sitrat, dan fosfat (Akers MJ, 2010). pH sediaan yang diinginkan adalah 6,5 sesuai dengan
pH fisiologis hidung dan pH stabilitas sediaan. Pendapar yang cocok untuk rentang pH tersebut
adalah pendapar fosfat.

d)Pengawet

Menurut Martindale Edisi 36, Oksimetazolin HCl dapat digunakan dalam konsentrasi 0,05%
untuk sediaan nasal drops topical dengan dosis 2-3 kali sehari tiap lubang hidung yang
membutuhkan (S. C. Sweetman, 2009 : 1567). Menurut British National Formulary 81st Edition,
sediaan nasal decongestan yang mengandung Oksimetazolin HCl dapat digunakan hingga lima
hari (BNF 81st Edition, 2021 : 1247). Maka, dapat disimpulkan bahwa sediaan tetes hidung ini
adalah sediaan multiple dose, dimana multiple dose umumnya menggunakan antimikroba untuk
menjaga kemungkinan kontaminasi selama masa penyimpanannya.

Menurut Peter Graf (1999), kebanyakan sediaan dekongestan nasal spray mengandung bahan
tambahan berupa preservative Benzalkonium klorida, yang dapat mengakibatkan reaksi toksik
pada hidung, mata, telinga, dan paru-paru, serta dapat memperparah gejala rhinitis alergi.
Beberapa studi terkini menunjukkan adanya efek pembengkakan dan reaksi hipersensitifitas dari
mukosa hidung terhadap dekongestan oksimetazolin yang diformulasikan bersama preservative
Benzalkonium klorida (Peter Graf, 1999).

Alternatif pengawet yang dapat digunakan dalam formulasi tetes hidung Oksimetazolin HCl ini
adalah Potassium sorbate, dimana menurut studi yang dilakukan pada tahun 2008 oleh Ching
Yin-Ho et al., menunjukkan bahwa Potassium sorbate dapat menjadi pilihan preservative yang
lebih aman bagi mukosa hidung dibandingkan Benzalkonium klorida untuk pemberian rute nasal,
baik itu drops maupun spray, dimana hasil studi ini menyatakan bahwa tidak ditemukan
kerusakan sel secara signifikan oleh Potassium sorbate yang digunakan lewar rute nasal
meskipun dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Ching Yin Ho et al., 2008).

Menurut Eksipien Edisi VI, Potassium sorbate bersifat stabil dalam bentuk larutan, tidak toxic
dan non-irritant. Potassium sorbate tidak inkom dengan bahan aktif dan bahan tambahan lainnya
sehingga aman digunakan. Konsentrasi yang umum digunakan sebagai preservative untuk
sediaan topical adalah antara 0,1-0,2% (R. C. Rowe et al., 2009 : 579-580). Secara khusus, dalam
formulasi ini, digunakan persentase 0,1% karena volume sediaan yang dibuat adalah dalam
jumlah sedikit, dimana hal ini mempertimbangkan lama obat digunakan yakni hingga 5 hari.

e)Pengental

Mukus merupakan sistem mukoprotein yang agak kental, pseudoplastik. Di bawah kondisi
normal benda-benda asing seperti debu, bakteri, serbuk atau tetesan minyak terperangkap dalam
lapisan dan dikeluarkan dari hidung menuju nasofaring. Viskositas sekresi hidung penting untuk
keefektifan aksi silia. Bila terlalu tipis atau terlalu tebal silia tidak mampu untuk menggerakkan
lapisan mukus (Robert T, 2017 : 160). Bahan pengental ditambahkan untuk menghasilkan
viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mukus hidung sehingga aktivitas Silia tidak
terganggu.

Metilselulosa merupakan salah satu bahan pengental yang dapat digunakan pada sediaan tetes
hidung. Metilselulosa tidak inkompatibel dengan zat aktif dan bahan tambahan lainnya
(Excipient 6th Edition : 440). Range penggunaan metilselulosa pada sediaan hidung adalah 0,1-
0,5%. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,2% karena larutan yang sangat encer/sangat kental
menyebabkan iritasi mukosa hidung.

5. respon silia terhadap obat


a.Larutan NaCl

Larutan Nacl dengan konsentrasi 0,9 % tetap baik dan akfif bagi silia manusia pada suhu 250 -
300 celcius, ketika konsentrasi di tingkatkan maka silia pada daerah tertentu akan berhenti
bergerak . Dan jika pada konsentrasi 0,2 - 0,3 persen dan 4-4,5 % semua aktivitas silia
berhenti . Dan jika pada konsentrasi tersebut dibilas dengan air dan diberikan lagi NaCl 0,9 %
maka aktivitas silia akan bergerak kembali. Silia dapat rusak atau terjadi perusakan permanen
ketika dipaparkan dengan larutan yang hipotinis. (Robert Tungadi , 2017 : hal 165-164)

b.Oksimetazolin HCl

Menurut penelitian , Konsentrasi klinis oxymetazoline, 0,05%, tidak memiliki efek


penghambatan yang jelas pada CBF hidung manusia secara in vitro. Peningkatan MTT yang
disebabkan oleh 0,05% oxymetazoline in vivo berada dalam kisaran normal. (Effect of
Oxymetazoline on Healthy Human Nasal Ciliary Beat Frequency Measured with High-Speed
Digital Microscopy and Mucociliary Transport Time). Oksimetazolin berpengaruh terhadap
frekuensi gerakan silia dan memengaruhi waktu transpor mukosiliar. Penelitian oksimetazolin
0,05% pada subyek sehat dengan menggunakan tes sakarin menunjukkan penurunan frekuensi
gerakan silia (cilliary beat frequency), serta pemanjangan waktu transpor mukosiliar dari 474±21
detik menjadi 572±41 detik. Walaupun demikian peningkatan waktu transpor mukosiliar ini
masih dalam batas normal. ( Penggunaan terkini oksimetazolin pada praktik klinik sehari-hari
dan rekomendasi Kelompok Studi Rinologi Indonesia)

c.Water For injection

WFI setara dengan NaCl 0,9%, dimana Bila konsentrasi NaCl ditingkatkan, silia pada daerah
tertentu berhenti bergerak. Setelah perlambatan gerakan terjadi di daerah lain. Pada konsentrasi
4-4,5%, semua aktivitas berhenti. Jika membrane dicuci dengan air suling lalu dicelup lagi dalam
larutan NaCl 0,9% maka aktivitas pada mula-mulanya berbeda dari kontrol tapi kemudian akan
kembali seperti semula. Bila konsetrasi larutan dikurangi, ketajaman silia bahkan perlahan-lahan
akan berkurang dan permukaan menjadi berkabut, sekelompok silia bahkan tidak dapat
dibedakan. Semua pergerakan akan berhenti pada konsentrasi 0,2-0,3%. Penambahan NaCl pada
berbagai konsentrasi tidak mampu mengembalikan pergerakan seperti semula. Silia menjadi
rusak permanen bila dipaparkan larutan hipotonis, dalam jangka waktu yang cukup. Pada
dasarnya, efek air suling setara dengan NaCl yang sangat encer. (Robert Tungadi,2017)

d.Potassium Sorbat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alan D. Workman et al, pada tahun 2014, mengenai
Efek obat-obatan dan senyawa lain pada gerakan silia dan frekuensi epitel pernapasan manusia,
ditemukan hasil bahwa potasium fosfat tidak memberikan efek yang berarti terhadap silia. (Alan
D. Workman et al, 2014)
e.Metilselulosa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan hiramoto, ditemukan hasil bahwa penambahan


metilseulosa 2% dapat mengurangi kecepatan pemukulan silia. (Hiramoto,1975)

6.METODE STERILISASI

Titik kritis sterilisasi, selain melakukan prosedur sterilisasi dengan benar, juga memilih
metode sterilisasi yang tepat berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif, terutama stabilitas
aa/bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas kimia,
erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet, dapat dilakuakn sterilisasi menggunakan cara panas,
baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya
tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas (Anggreni Ayuhastuti.
2016. Praktikum teknologi sediaan steril. Kemenkes)

Untuk sterilisasi bahan, selain memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas, perlu kita
perhatikan bentuk bahan. Untuk bahan dengan bentuk serbuk, semisolida, liquid berbasis non air
(misalnya cairan berminyak) yang stabil terhadap pemanasan, maka pilihan metode utama untuk
sterilisasi adalah menggunakan panas kering (oven). Bila bentuk bahan yang akan disterilisasi
adalah likuida berbasis air, maka pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan panas basah
(autoklaf). Terdapat pohon keputusan untuk mempermudah pengambilan keputusan terkait
metode sterilisasi yang sesuai untuk bahan Anda (Anggreni Ayuhastuti. 2016. Praktikum
teknologi sediaan steril. Kemenkes)
Berdasarkan gambar diatas bila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air,
maka:

1. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu 121⁰C
selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering menggunakan autoklaf
pada suhu 121⁰C selama 15 menit.
2. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap disterilkan dengan
autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0. Untuk memperoleh nilai F0
maka kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang ada pada sediaan, kemudian resistensi
mikroba yang ada pada bahan. Dengan mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi
menggunakan autoklaf dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan
resistensi bakteri yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi.
Apabila bahan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka:
1. Apabila bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi terpilih adalah cara
panas kering, menggunakan oven dengan suhu 160⁰C selama 2 jam.
2. Apabila tidak bisa dilakukan cara pertama, maka dilakukan sterilisasi menggunakan oven
dengan waktu yang dikurangi.
3. Bila cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka dipilih metode radiasi, menggunakan senyawa
Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy.
4. Bila tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi, dengan dosis radiasi
diturunkan.
5. Apabila metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi.
6. Apabila metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dipilih cara
aseptik untuk membuat sediaan, tanpa dilakukan sterilisasi akhir (Anggreni Ayuhastuti.
2016. Praktikum teknologi sediaan steril. Kemenkes)

Sterilisasi bahan

Bahan Metode Sterilisasi


Oksimetazolin HCL0 Autoklaf 121° C selama 15 menit
Water For injection radiasi sinar gamma/ filtrasi
Natrium klorida Autoklaf 121° C selama 15 menit
Potassium sorbat Autoklaf 121° C selama 15 menit
Asam fosfat Autoklaf 121° C selama 15 menit
Natrium Fosfat Autoklaf 121° C selama 15 menit
Methylcellulose Autoklaf 121° C selama 15 menit
DAFTAR PUSTAKA

Alan D. Workman, BA,1 and Noam A. Cohen, M.D., Ph.D. (2014). The effect of drugs and other
compounds on the ciliary beat frequency of human respiratory epithelium. American Journal of
Rhinology & Allergy, Vol. 28, No. 6 : 454-464

AMA Drug Evaluation. (1995). Drug Evaluation Annual. American Medical Association:
American.

Guniswara, S.G, 1995, Farmakologi dan terapi edisi IV. Jakarta, Departemen farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran UI

Kementerian Kesehatan RI, 2020, Farmakope Indonesia Edisi VI,Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Martindale. (2009). The Complete Drug References 36th Edition.Pharmaceutical


Press : United Kingdom.

M Saiki and Y. Hiramoto.(1975). Control of Ciliary Activity in Paramecium by Intracellular


Injection of Calcium Buffers.Japan Society for Cell Biology, Vol.1,No.33

Retno Sulistyo Wardani, Azmi Mir'ah Zakiah, Yoan Levia Magdi, Dolly Irfandy, Anna Mailasari
Kusuma Dewi, Budi Sutikno,Sarwastuti Hendradewi', Sinta Sari Ratunanda, Delfitri Munir.
2016.Penggunaan terkini oksimetazolin pada praktik klinik sehari-hari dan rekomendasi
Kelompok Studi Rinologi Indonesia. ORLI Vol.46,No.2

Robert Tungadi. (2017). Teknologi Sediaan Steril. Sagung Seto , Jakarta

Rowe, C Raymond., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition. Pharmaceutical


Press. hal. 326-329, 629-632, 622-624

Anda mungkin juga menyukai