Anda di halaman 1dari 19

Relevansi Filsafat Poda Na Lima dengan Perspektif Islam

Iskandarsyah Siregar1 , Ramlan Siregar2


1,2Universitas Nasional, Indonesia
regaranggi@presidency.com

Abstrak

Kata kunci Poda na l ima; Islam; relevansi

Hakikat fundamental suatu negara yang lahir oleh suatu bangsa terikat
oleh nilai-nilai tradisional yang mengkristal dalam filosofi dan telah
ada jauh sebelum negara tersebut didirikan. Itu harus mengacu pada
nilai-nilai tradisional negara. Indonesia juga memiliki masalah yang
signifikan, juga dengan serangkaian komplikasi dan distorsi dalam
merumuskan nominasi untuk solusi disetiap situasi. Filosofi yang
menjadi acuan dan nilai-nilai fundamental tradisi diyakini dapat
memecahkan masalah tersebut. Jika falsafah konvensi itu berdasarkan
nilai-nilai agama, maka hanya agama yang dapat menundukkan
keyakinan akan kebenaran adat-istiadat bagi bangsa yang dilahirkan.
Sebagai agama rahmatan lil'alamin, Islam memiliki sifat universal,
artinya ajaran Islam dapat mencakup seluruh aspek kehidupan.
Urgensi penelitian ini adalah agar masyarakat khususnya suku Batak
dapat merevitalisasi orientasi hidupnya, termasuk pemaparan struktur
dan infrastruktur bangunan yang sejalan dengan filosofi Poda Na
Lima, dengan terlebih dahulu menemukan relevansi antara hal-hal
yang penting bagi mereka dalam status mereka sebagai Muslim dan
Batak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana kritis.
Dari pemaparan hasil kajian ini, terlihat bahwa kelima butir Poda
Nalima mengandung ajaran dan pendidikan yang memiliki nilai-nilai
luar biasa dan menjadi falsafah dan kaidah hidup dalam masyarakat.
Seluruh isi Poda na lima sesuai dan relevan dengan ajaran Islam.
I. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang lahir dari sebuah bangsa. Fakta
ini merujuk pada lahirnya bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober
1928 yang ditandai dengan bagian “Sumpah Pemuda” yaitu
“Berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia.” Sedangkan negara Indonesia
baru didirikan pada 18 Agustus Tahun 1945, ditandai dengan
pengesahan konstitusi negara yaitu UUD 1945.
Hakikat fundamental suatu negara yang lahir dari rakyatnya
adalah dalam proses menjadi sebuah bangsa, dan negara terikat oleh
nilai-nilai tradisional yang mengkristal dalam bentuk filosofi dan telah
ada jauh sebelum negara itu didirikan. Oleh karena itu, kehidupan
berbangsa dan bernegara di wilayah Indonesia harus mengacu pada
nilai-nilai tradisional bangsa karena bangsa Indonesialah yang
membentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai bangsa yang luas, berumur, dan terdiri dari berbagai
suku bangsa, juga memiliki masalah yang cukup berat, dengan
serangkaian komplikasi dan distorsi dalam merumuskan pilihan solusi
untuk setiap masalah. Filosofi yang menjadi acuan dan nilai-nilai
fundamental tradisi diyakini dapat memecahkan masalah tersebut. Hal
ini mengacu pada fakta sejarah bahwa pendekatan tradisional akan
selalu lebih efektif sebagai solusi bagi masyarakat di tanah air. Aturan
hukum formal yang mengacu pada aturan adat cenderung tidak
menimbulkan distorsi dan gegar budaya bagi masyarakat; Apalagi jika
falsafah tradisi itu berdasarkan nilai-nilai agama, maka hanya agama
yang dapat menundukkan keyakinan akan kebenaran adat istiadat bagi
bangsa yang dilahirkan.
Poda na lima merupakan cara hidup dalam berbagai segmen
kehidupan bagi setiap orang dalam masyarakat Batak. Setiap orang
selalu memperhatikan nilai-nilai dasar tradisi dalam proses dan
interaksi pengembangan pribadi, lingkungan, rumah tangga, dan
masyarakat. Secara etimologis Poda artinya nasehat, Na artinya Yang,
dan Lima artinya (angka) lima. Sebagai falsafah bagi masyarakat
Batak, Poda Na Lima dimaknai sebagai lima petuah penting dalam
menjalani kehidupan, yaitu: 1). Paias rohamu, 2). Paias pamatangmu,
3). Paias parabitonm , 4. Paias bagasmu , 5). Paias Pakaranganmu.
Sebagai agama rahmatan lil'alamin, Islam memiliki sifat
universal, artinya ajaran Islam dapat mencakup seluruh aspek makhluk
hidup dan interaksinya satu sama lain. Sifat universal ini juga berlaku
dan merambah semua bidang kehidupan.
Para pedagang Arab masuk ke Barus sekitar tahun 627- 643 M
atau tahun 1 Hijriyah dan menyebarkan agama Islam di daerah
tersebut. Diantaranya, Wahab bin Qabishah mendarat di Pulau Mursala
pada tahun 627 M. Ada pula utusan Khulafaur Rasyidin bernama
Syekh Ismail yang pergi ke Samudera Pasai dan singgah di Barus,
sekitar tahun 634 M. Sejak itu, orang-orang Arab (Islam) mendirikan
pemukiman di Barus. Misalnya, orang Arab menyebut Barus sebagai
Fansur atau Fansuri oleh Sulaiman pada tahun 851 M dalam bukunya
“Silsilatus Chronicles”.
Berdasarkan kitab Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga
dikenal sebagai daerah awal masuknya Islam di Nusantara sekitar abad
ke-7 M. Islam masuk ke Barus pada tahun 1 Hijriah berdasarkan
penemuan batu nisan Syekh Rukunuddin, di kompleks pemakaman.
Batu nisan tersebut menginformasikan bahwa Syekh Rukunuddin
meninggal pada usia 100 tahun, dua bulan dan 22 hari pada tahun
"ha"-"mim" nabi Hijratun. "ha"-"mim" diterjemahkan menjadi 8-40,
yang kemudian dijumlahkan menjadi 48 H. Perhitungannya
berdasarkan Astronomi – Astronomi dari Kitab Tajul Muluk.
Perhitungan masuknya Islam di Barus juga didukung dengan
ditemukannya 44 nisan penyebar Islam di sekitar Barus yang
bertulisan Arab dan Persia. Misalnya nisan Syekh Mahmud di Papan
Tinggi. Makam dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan laut,
hingga saat ini sebagian tulisan tidak bisa diterjemahkan – karena
tulisan tersebut merupakan tulisan Persia kuno yang bercampur dengan
tulisan Arab. Syekh Mahmud dari Hadramaut, Yaman, adalah seorang
ulama besar. Sedangkan batu nisan merupakan tanda makam yang
ditemukan di India. Sejarawan Belanda Dr. Ph. S. Van Roekel
menyatakan bahwa Syekh Mahmud adalah penyebar Islam pertama
sekitar 1.000 tahun yang lalu yang mengubah Raja Guru Marsakkot
menjadi Islam.
Namun karena kerabat Raja Batak tidak menyukainya, ustadz
tersebut kemudian dibunuh sehingga terjadi kerusuhan besar di daerah
tersebut. Sheikh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman.
Diperkirakan dia datang lebih awal dari Syekh Rukunuddin, yaitu pada
era sepuluh tahun pertama dakwah Nabi Muhammad di Mekkah.
Kedatangan para ulama yang diduga kerabat dan sahabat Nabi itu,
membawa ajaran Islam Tauhid tanpa syariat. Itulah sebabnya di
makam tidak ada penanggalan, tetapi sabda Nabi berarti tauhid. Selain
itu, ketinggian makam dibandingkan dengan 43 makam bersejarah
lainnya menjadi alasan kedatangan Syekh Mahmud lebih awal dari
para penyebar Islam lainnya.
Karena Barus, laut, dan pantainya di perbukitan Bukit Papan
Tinggi berada sekitar 200 meter di atas permukaan laut. Atau,
setidaknya tanah ini dulunya adalah rawa-rawa yang dalam. Seiring
dengan perubahan ekologi, laut atau rawa menjadi daratan. Bukti yang
mendukung teori menyatakan bahwa banyak batu ditemukan di daratan
Barus sekarang jika penggalian dilakukan hanya satu meter dari tanah.
Dengan demikian, Syekh Mahmud adalah penyebar Islam pertama,
sedangkan 43 ulama lainnya adalah pengikut dan muridnya. Adapun
43 makam ulama penyebar agama Islam antara lain: Makam Syekh
Rukunuddin, Tuanku Batu Badan, Kompleks Bukit Hasang, Tuanku
Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku
Kayu Manang, Tuanku Makhdum, Syekh Zainal Abidin Ilyas, Syekh
Ahmad Khatib Siddiq, dan makam Imam Mua'azhamsyah. Selanjutnya
makam Imam Chatib Miktibai, Tuanku Pinago, Tuanku Sultan Ibrahim
bin Tuanku Sultan Muhammadsyah Chaniago, dan makam Tuan
Digaung serta beberapa makam lainnya. Seluruh makam 43 ulama
tersebut berada di Barus dan sekitarnya.
Soekanto dalam Ismail (2019) perubahan sosial mengacu pada
perubahan aspek sosial, tata kelola masyarakat, dan pola perilaku
kelompok. Salah satu contoh perubahan sosial adalah semakin
banyaknya lembaga-lembaga formal masyarakat. Misalnya berbagai
organisasi mulai dari organisasi pemerintahan, hingga organisasi
arisan, kini menjadi lebih formal, dengan pola relasi yang lebih
rasional. Hal ini berbeda dengan organisasi sosial di masa lalu yang
lebih informal dengan menggunakan hubungan emosional.
Semua data sejarah yang disajikan di atas tidak memungkiri
bahwa orang Batak sangat lekat dengan Islam. Demikian pula nilai-
nilai Batak erat kaitannya dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian,
sah juga untuk menyimpulkan bahwa revitalisasi nilai dan peradaban
Batak yang paling efektif dan efisien dilakukan dengan menggunakan
teknologi Islam.
Urgensi penelitian ini adalah agar masyarakat khususnya suku
Batak dapat merevitalisasi orientasi hidupnya, termasuk orientasi
struktur dan infrastruktur bangunan yang sejalan dengan filosofi Poda
Na Lima , dengan terlebih dahulu menemukan relevansi antara hal-hal
yang penting untuk diperhatikan mereka dalam status mereka sebagai
Muslim dan Batak. Hal ini dirasa perlu karena sebagai konstruksi nilai
yang teruji sejak zaman dahulu, Poda Na Lima dianggap telah
terdegradasi dan dikucilkan dari tatanan kehidupan masyarakat Batak
pada khususnya. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa hilangnya
nilai-nilai tradisional mengakibatkan disorientasi personal dan
komunal dalam masyarakat Batak. Konflik verbal yang terjadi pada
masyarakat adat dengan pembuat kebijakan dan pemerintah yang
sering terjadi akhir-akhir ini diasumsikan muncul karena kurangnya
pemahaman tentang nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses
pembangunan daerah, yang mengakibatkan pemborosan tenaga dan
waktu untuk mengelola. dan menanggapi sentimen konflik yang
muncul. Menerapkan Poda Na Lima dengan benar dianggap sebagai
solusi untuk masalah ini.
II. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana kritis.
Penelitian kualitatif cenderung menghasilkan temuan yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau menggunakan
kuantifikasi. Penelitian kualitatif dapat menunjukkan kehidupan
masyarakat, sejarah, perilaku, fungsionalisasi organisasi, gerakan
sosial, dan hubungan kekerabatan (Ghony & Almanshur, 2012, p.25).
Prosedur kualitatif memiliki pendekatan yang lebih beragam untuk
penelitian akademis daripada metode kuantitatif. Penelitian kualitatif
juga memiliki asumsi filosofis, strategi penelitian, dan metode
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang berbeda. Meskipun
prosesnya sama, prosedur kualitatif tetap mengandalkan data dalam
teks dan gambar, memiliki langkah-langkah unik dalam analisis data,
dan bersumber dari strategi penelitian yang berbeda (Creswell, 2010,
p.258).
Pendekatan analisis wacana yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi wacana kritis dengan paradigma Struktural-Fungsional.
Secara umum, analisis acana adalah metode penelitian kualitatif yang
menganalisis bahasa, sastra, cerita pidato, dan pidato, percakapan, baik
verbal maupun non-verbal. Dengan pendekatan analisis wacana,
peneliti melihat dan menganalisis apa yang ada di balik objek wacana.
Peneliti juga dapat mengetahui bagaimana dan mengapa pesan dalam
sebuah teks disajikan dengan menggunakan metode analisis wacana.
III. Hasil dan Diskusi
3.1 Paias Rohamu (bersihkan hatimu)
Kata hati berasal dari bahasa arab qalbu yang artinya bolak-balik.
Hati merupakan bagian penting dan menjadi prioritas dalam
menjalankan kehidupan kita. Karena hatilah yang bisa mengetahui
bagaimana diri kita dan siapa yang menentukan tindakan kita. Oleh
karena itu, hati dalam Islam juga memiliki tanggung jawab di akhirat,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang berbunyi,
artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu ketahui.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan
dimintai pertanggung jawaban." (Surat al-Isra: 36).
Pada poin pertama, isi Poda na lima adalah ajaran membersihkan
hati. Hati adalah prioritas dalam isi poda na lima. Dahulu, para leluhur
di masa lalu tahu betul bagaimana kondisi jantung ini. Hati adalah
bagian terpenting dan pertama yang harus dibenahi dan dibersihkan
dalam masyarakat.
Dalam kehidupan ini tentunya manusia tidak bisa lepas dari
pergaulan karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Oleh karena itu, seorang muslim yang termasuk dalam
suku Batak harus mampu membersihkan hatinya dari segala hal yang
dapat mencemari hati, seperti kecemburuan, kesombongan,
kegembiraan, pembodohan, dan lain-lain, sesuai falsafah Poda na
lima, yaitu dipercaya oleh masyarakat.
Dalam perspektif Islam, hati juga merupakan bagian yang esensial.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW
dalam sabdanya: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada
segumpal daging, jika baik maka baik seluruh tubuh, dan jika rusak
maka rusak total. ketahuilah bahwa itu adalah hati." Ali bin Abi Thalib
juga pernah berkata, “Tanyakan pada hati tentang segala sesuatu.
Sesungguhnya hati adalah saksi yang tidak pernah menerima suap”.
Oleh karena itu, hati dalam Islam juga memiliki tanggung jawab di
akhirat, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang
berbunyi, artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak
kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya akan dimintai pertanggung jawaban." (Surat al-Isra: 36).
Menurut tafsir Al-Mishbah, ayat ini menegaskan bahwa manusia
akan diminta mempertanggungjawabkan pekerjaan al-fu'ad/hati. Para
ulama menggarisbawahi bahwa apa pun yang tersirat dalam hati
bervariasi dan dinilai. Ada sesuatu yang disebut “Haji” yaitu sesuatu
yang muncul dalam pikiran secara spontan dan berakhir seketika.
Selanjutnya adalah “khathir”, yang berkedip sesaat kemudian berhenti:
tingkat ketiga disebut “hadis nafs”, yaitu bisikan hati yang muncul dan
bergejolak dari waktu ke waktu. Peringkat yanglebih tinggi adalah
"Hamm," yang merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu sambil
memikirkan cara untuk mencapainya, dan yang terakhir sebelum
mengambil tindakan untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah
“azm”, yaitu tekad setelah selesainya seluruh proses Hamm dan
dimulainya awal langkah-langkah untuk implementasi.
Dalam ayat lain banyak yang berbicara tentang hati, diantaranya,
Artinya: “Dan jiwa dan kesempurnaannya (ciptaannya), kemudian
Allah memberi petunjuk kepada jiwa (jalan) kefasikan dan ketakwaan,
sesungguhnya beruntung orang yang mensucikan jiwa, dan sungguh
merugi orang yang mengotorinya.” (Surat Asy-Syams: 7-10).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yang mensucikan
hatinya termasuk orang-orang yang beruntung. Adapun orang-orang
yang sebaliknya atau tidak menjaga hatinya, maka mereka termasuk
orangorang yang merugi. Peran hati bagi seluruh anggota tubuh ibarat
panglima bagi prajuritnya. Semua bekerja berdasarkan intuisi,
penilaian, dan arahannya. Karena perintah istiqomah hati dan
penyimpangan itu ada. Seluruh tubuh adalah pelaksanaan perintahnya,
dan di masa depan, akan ada pertanyaan tentang prajuritnya karena
setiap pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Hati
yang sehat dan aman adalah hati yang terlindung dari segala kotoran
yang datang padanya. Dengan demikian, Islam menganjurkan kita
untuk membersihkan hati karena hati adalah dasar dan ujung tombak
dalam berperilaku dalam kehidupan.
3.2 Paias Pamatangmu (Bersihkan Tubuh)
Isi Poda na lima kedua adalah paias pamatangmu (bersihkan
badan). Pada poin kedua ini, Poda Nalima mengajarkan pembersihan
badan/badan. Orang Batak menganggap tubuh/tubuh merupakan
bagian penting dalam menjalankan kehidupan baik untuk dirinya
sendiri maupun untuk masyarakat atau banyak orang, dan cara
membersihkan tubuh disini tidak hanya membersihkan tubuh dengan
mandi.
Meski demikian, sumber asupan makanan yang diberikan atau
dikonsumsi oleh tubuh juga harus tetap dijaga, bukan dari pencurian,
penipuan, korupsi, dan lain-lain. Namun demikian, harus bersih dalam
memperolehnya. Karena segala sesuatu yang kita makan halal atau
haram, akan mempengaruhi akidah kita. Sebagaimana disebutkan
dalam Al Qur'an, Allah berfirman, Artinya: "Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, babi, (daging hewan) yang disembelih
dengan nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang tumbang,
bertanduk, dan mencabik-cabik binatang buas, kecuali yang kamu
sempat menyembelihnya. Apalagi (diharamkan bagimu) yang
menyembelih untuk berhala. Selain itu, (diharamkan juga)
menggambar takdir dengan panah (Menggambar nasib dengan panah)
adalah kejahatan. Hari ini orang-orang kafir telah putus harapan
(mengatasi) agamamu, maka janganlah takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini Aku telah menyempurnakan
agamamu untukmu, menyempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan
membenarkan Islam sebagai agama untukmu. Maka barang siapa yang
terpaksa karena lapar untuk berbuat dosa, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3).
Dalam kitab-kitab fiqh Islam terdapat pembahasan tentang konsep
kebersihan yang diistilahkan dalam fiqh dengan istilah taharah.
Taharah menurut bahasa berarti bersih, sedangkan syara' berarti bersih
dari hadas dan najis. Bersih dari hadas dan najis merupakan salah satu
syarat sahnya shalat. Oleh karena itu, kita perlu membersihkan badan
atau badan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, Artinya: "Hai orang-
orang yang beriman, jika kamu ingin shalat, maka basuhlah muka dan
tanganmu sampai siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu
sampai mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari toilet (jamban) atau
menyentuh seorang wanita, dan kemudian kamu tidak menemukan air,
maka lakukan tayamum dengan tanah yang baik (bersih); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengannya. Allah tidak ingin mempersulitmu,
tetapi Dia ingin membersihkanmu dan menyempurnakan nikmat-Nya
untukmu agar kamu bersyukur.” (Surat al-Maidah: 6), Artinya: Maka
hendaklah mereka mengeluarkan kotoran yang ada pada tubuhnya dan
hendaklah mereka menyempurnakan nazarnya dan hendaklah mereka
melakukan tawaf di sekitar rumah yang lama (Baitullah). (Surat Al-
Hajj: 29)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: “Tidak diterima
shalat orang yang mahir sampai ia berwudhu.”
Sumber rejeki yang halal ini akan membawa kepada perbuatan
yang baik dan membuat hidup lebih sehat, dan nenek moyang orang
Batak telah mengajarkan itu semua kepada anak-anaknya sejak dini
agar kelak ketika anak-anaknya sudah dewasa akan dibiasakan dengan
pekerjaan yang teladan dan halal.
Jadi yang dimaksud dengan membersihkan badan adalah mandi
saja tidak cukup. Namun termasuk kebersihan makanan yang kita
makan setiap hari, kebersihan makanan tidak hanya dilihat dari
tampilan fisik makanan tersebut tetapi juga dari sumber mana kita
mendapatkannya. Seseorang yang memiliki hati yang bersih harus
berperilaku bersih dalam mencari rezeki yang halal dan sehat.
3.3 Paias Parabitonmu (Bersihkan Pakaianmu
Isi Poda na lima yang ketiga adalah paias parabitonmu
(Bersihkan Pakaian Anda). Pakaian menutupi tubuh seseorang atau
bisa menutupi aurat seseorang sehingga auratnya tidak terlihat oleh
orang selain mahram. Pakaian yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari harus dijaga kebersihannya, baik kebersihan pakaiannya
maupun sumber diperolehnya pakaian tersebut.
Selain itu untuk melaksanakan shalat seseorang harus bersih dan
suci dari hadas dan najis, maka seseorang yang hendak shalat harus
memakai pakaian yang bersih dari yang najis agar shalatnya sah. Allah
berfirman, Artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu.” (QS. Al-
Mudattsir: 4).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, artinya: “Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Selain itu,
pakaian takwa adalah yang terbaik. Itu adalah bagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka akan selalu ingat.” (Surat
al-A'raf: 26).
Menurut tafsir Al-Mishbah, kata libas adalah segala sesuatu yang
dikenakan, baik itu penutup tubuh, dipegang atau dikenakan pada jari
tangan atau lengan, seperti cincin dan gelang. Fungsi pakaian adalah:
Pertama, sebagai penutup bagian tubuh yang dinilai menurut agama
dan atau dinilai oleh seseorang atau masyarakat. Yang kedua adalah
sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakai.
Dalam ayat lain, fungsi lain dari pakaian disebut sebagai tanda
identitas atau pembeda, yaitu pembeda antara identitas seseorang atau
suku dan bangsa yang satu dengan yang lainnya. QS Al-Ahzab: 59,
Muslimah diperintahkan untuk memanjangkan jilbabnya di seluruh
tubuh mereka sehingga mereka lebih mudah untuk diidentifikasi
sebagai wanita terhormat dan tidak diganggu oleh siapa pun yang
berniat buruk.
Dalam ajaran Islam, jika pakaian kita terkena najis, maka dapat
dibersihkan atau disucikan dengan cara:
1. Jika terkena najis berat seperti anjing dan babi, dapat dibersihkan
dengan cara penyamakan dengan mencucinya dengan air bersih
sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah.
Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Kesucian
tempat perkakasmu ketika anjing dijilat adalah dengan mencucinya
tujuh kali, awal atau akhir bersucinya dicuci dengan air yang
dicampur dengan tanah” (HR At-Tirmizi).
2. Jika terkena najis ringan seperti air seni bayi laki-laki yang berusia
di bawah dua tahun dan belum makan apa pun kecuali air susu
ibunya, maka cara membersihkannya adalah dengan memercikkan
air pada benda yang terkena najis tersebut. sampai bersih. Sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Barang siapa
terkena air kencing perempuan harus dibasuh, sedangkan jika
terkena air kencing anak laki-laki, maka cukuplah disiramkan air
padanya”. (HR Abu Dawud dan Nasa'i).
3. Jika terkena najis sedang seperti kotoran manusia, air seni, dan
lain-lain, maka cara mensucikannya adalah dengan menghilangkan
zatnya terlebih dahulu sampai hilang rasa, bau, dan warnanya,
kemudian bilas dengan air sampai bersih.
3.4 Paias Bagasmu (Bersihkan Rumahmu)
Isi Poda na lima keempat adalah paias bagasmu (Bersihkan
Rumah). Rumah adalah tempat untuk beristirahat baik siang maupun
malam. Rumah dapat melindungi diri dari hujan dan terik matahari.
Rumah yang bersih dapat memberikan kenyamanan bagi pemiliknya
dan orang lain, terutama tamu yang berkunjung. Begitu pula
sebaliknya jika rumahnya kotor maka orang lain akan malas untuk
berkunjung ke rumah tersebut, dan pemilik rumah tidak akan merasa
nyaman di dalamnya bahkan akan mengundang kuman penyakit.
Selain menjaga kebersihan rumah, rumah juga harus bersih agar
menjadi rumah berkah dalam memperoleh rumah atau sumber bahan
bangunan. Seperti kata pepatah, "rumahku adalah surgaku."
Al-Qur'an menyatakan bahwa fungsi rumah tidak sebatas sebagai
tempat tinggal yang aman bagi manusia tetapi juga sebagai tempat
beribadah. Oleh karena itu, kita harus membersihkannya. Karena
ketika rumah kotor dan najis, tempatnya tidak cocok sebagai tempat
ibadah. Menurut firman Allah dalam Al-Qur'an: Artinya : “Dan
(ingatlah), ketika Kami jadikan rumah (Baitullah) itu sebagai tempat
berkumpulnya manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah
sebagian dari maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Selain itu, Kami
perintahkan Ibrahim dan Ismail: "Bersihkan rumahku bagi orang yang
tawaf, yang beri'tikaf, yang rukuk dan sujud." (QS. Al-Baqarah: 125).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, Artinya: “Dan Allah menjadikan
bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal, dan Dia menjadikan
bagimu rumah (tenda) dari kulit ternak yang kamu merasa ringan
(membawa) ketika kamu berjalan dan ketika kamu hidup dan (dibuat)
dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, peralatan rumah tangga
dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS. An-
Nahl: 80).
Membersihkan rumah sangat dianjurkan dalam ajaran Islam.
Bersih dalam pandangan Islam berarti bersih secara fisik dan bersih
pada hakekatnya. Bersih secara fisik adalah bersih dari segala kotoran
atau sampah yang mengganggu kenyamanan dan mengganggu mata.
Bersih pada hakikatnya bersih dari perbuatan yang dilarang Allah.
Sesuai dengan firman-Nya, Artinya: “Dan Kami turunkan kepada
Musa dan saudaranya: “Ambillah bagi kamu berdua beberapa rumah di
Mesir untuk didiami umatmu dan jadikanlah rumah-rumahmu sebagai
tempat shalat dan dirikanlah shalat bagi dirimu sendiri dan jadikanlah
orangorang yang beriman berbahagialah.” (QS. Yunus: 87).
Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa Allah menciptakan
bahan-bahan manusia untuk dijadikan rumah dan memberi inspirasi
kepada mereka cara membuatnya. Inspirasi membuat rumah
merupakan upaya paling awal dalam membentengi manusia guna
menjaga keberlangsungan kehidupan pribadinya. Bahkan itu baik. Jadi,
ini adalah bantuan besar.
Kemudian kata “candi” awalnya berarti tempat pada malam hari,
baik itu bangunan tetap maupun bangunan sementara seperti tenda.
Makna ini kemudian berkembang menjadi tempat tinggal, baik yang
digunakan pada malam hari maupun pada siang hari.
Selanjutnya, kata “sakan” diambil dari kata makan dengan tenang
sebelum bergolak. Fungsi rumah adalah memberikan ketenangan bagi
penghuninya setelah seharian bergumul dengan berbagai masalah di
luar rumah. Berada di rumah membuat seseorang mampu melepaskan
penat dan merasa tenang dan tidak terganggu. Dalam hadits Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Jangan jadikan rumahmu kuburan, lalu
hiasi rumahmu dengan bacaan Al-Qur’an.” (HR Muslim).
3.5 Paias Pakarangan (Bersihkan Halaman/Lingkungan)
Isi Poda na lima yang kelima adalah paias pakaranganmu
(bersihkan pekarangan/lingkungan). Pekarangan disini adalah
lingkungan rumah, termasuk pekarangan dan taman di sekitar rumah.
Kebersihan pekarangan merupakan sesuatu yang menghasilkan
kesehatan dan keselamatan.
Makna pekarangan di atas masih dalam konteks yang sempit.
Dalam arti luas, pekarangan tidak hanya sebatas pekarangan di sekitar
rumah. Namun, semua daratan dan lautan adalah bagian dari
lingkungan. Oleh karena itu, kita juga harus menjaga kebersihan dan
melestarikan apa yang ada di darat dan apa yang ada di lautan untuk
mencegah terjadinya bencana alam. Karena kita telah melihat
bersamasama ketika manusia serakah terhadap dunia sehingga merusak
alam baik di darat maupun di laut untuk kepentingannya, alam rusak
dan menimbulkan bencana alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam
Al- Qur'an, artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
akibat perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada
mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ( ke
jalan yang benar)." (Surat Ar-Rum: 41).
Allah SWT menciptakan manusia dan menurunkannya ke bumi ini
untuk menjadi khalifah, dan Allah memberikan kelebihan kepada
manusia dibandingkan dengan ciptaan lainnya berupa akal. Oleh
karena itu, kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan harus
mampu menjaga kebersihan lingkungan dan melestarikannya agar
terhindar dari bencana alam.
Sangat jelas terlihat dari lima pokok Poda nalima yang memuat
ajaran dan pendidikan yang memiliki nilai luar biasa dan menjadi
falsafah serta kaidah hidup dalam masyarakat. Seluruh isi Poda Nalima
sejalan dan relevan dengan ajaran Islam. Tidak ada satupun yang
ditemukan bertentangan dengan konsep ajaran Islam. Keduanya saling
mendukung, saling mendukung demi kemaslahatan.
3.6 Relevansi Poda Na Lima dengan Saat Ini
Poda na lima sebagaimana telah dibahas di atas adalah ajaran,
nasehat, atau pendidikan yang lahir dari pemikiran orang Batak,
kemudian diturunkan kepada anak cucunya yang hingga kini masih
terjaga dan teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara
ringkas dapat ditarik suatu hubungan antara Poda na lima dengan
dinamika masa kini, yaitu:
1. Paias rohamu (bersihkan hati): di zaman sekarang ini,
membersihkan hati perlu mendapat perhatian. Era sekarang ini
penuh dengan persaingan, baik itu persaingan dalam bidang
ekonomi, politik, dan lain-lain yang tidak peduli bagaimana cara
mencapainya baik dengan cara yang benar maupun salah. Di sini
poin pertama dari Poda na lima adalah paias rohamu
(membersihkan hati adalah peran penting, yang di zaman modern
ini kita membutuhkan pembersihan hati untuk membawa kita ke
jalan yang lebih baik.
2. Paias pamatangmu (bersihkan tubuh): Kebersihan tubuh di zaman
sekarang ini juga perlu kita perhatikan. Kebersihan tubuh
merupakan dasar dari kesehatan karena jika kita tidak merawat
tubuh dan membiarkannya kotor akan mengundang penyakit. Maka
di era modern ini, kita perlu membersihkan tubuh sebagai langkah
awal untuk hidup sehat.
3. Paias parabitonmu (bersihkan pakaian): di zaman sekarang ini,
kebersihan pakaian juga perlu kita perhatikan. Seperti halnya
membersihkan tubuh, membersihkan pakaian juga merupakan
dasar dari kesehatan, kebersihan pakaian akan mencegah berbagai
penyakit datang.
4. Paias bagasmu (bersihkan rumah): di zaman sekarang ini, kita juga
perlu memperhatikan kebersihan rumah karena rumah adalah
tempat kita berlindung dan beristirahat, tempat yang selalu kita
tempati kapan pun kita mau. Untuk memperoleh hidup yang sehat,
kita harus menjaga kebersihan rumah.
5. Paias Pakaranganmu (bersihkan pekarangan/lingkungan): Kita
perlu menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan di zaman
sekarang ini. Kita sama-sama melihat bahwa sudah banyak
bencana alam yang menimpa bumi ini. Mereka disebabkan oleh
tindakan manusia yang tidak peduli dengan lingkungan. Oleh
karena itu, kita harus menjaga kebersihan dan melestarikan
lingkungan kita agar terhindar dari berbagai macam bencana alam.
Jadi, dari kelima poin di atas, jelas bahwa filosofi Poda Na lima
masih relevan dengan zaman modern dan perlu diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Demi tercapainya kehidupan yang bersih dan
sehat, baik jasmani maupun rohani.
IV. Kesimpulan
Secara bahasa (etimologi), Poda berasal dari bahasa Batak dari
kata poda yang artinya sipaingot, yang dalam bahasa Indonesia adalah
nasehat. Seperti Poda na lima juga berasal dari bahasa Batak dari kata
na yang berarti Yang, lima berarti lima, na disini adalah kata bantu
untuk kata lima, menjadi satu kata Na lima yang berarti lima.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), Poda Nalima adalah falsafah
hidup masyarakat Mandailing yang diwarisi oleh nenek moyang dan
dijadikan landasan hidup untuk mencapai hidup yang bersih dan sehat,
bersih lahir dan batin.
Poda adalah pengajaran dan pengasuhan yang baik yang
merupakan cara hidup. Dengan demikian Poda Nalima merupakan
dasar pengajaran, pendidikan, nasehat, bimbingan, peringatan,
ketertiban, norma, etika, moral, hukum, dan tausiah yang menjadi
pedoman hidup, dalam hubungan komunikasi antar manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, yang selalu saling membutuhkan. lain, dan
konten memenuhi berbagai kepentingan hidup. Di Batak khususnya
bahasa Batak Angkola, kata berpasangan merupakan bahasa daerah
yang artinya membersihkan. Dari kelima poin di atas, Poda Nalima
berbicara tentang kebersihan.
Dari pemaparan hasil kajian ini, terlihat bahwa kelima butir Poda
Nalima mengandung ajaran dan pendidikan yang memiliki nilai-nilai
luar biasa dan menjadi falsafah dan kaidah hidup dalam masyarakat.
Seluruh isi Poda na lima sesuai dan relevan dengan ajaran Islam.
Tidak ada satupun yang ditemukan bertentangan dengan konsep ajaran
Islam. Keduanya saling mendukung, saling mendukung demi
kemaslahatan.
Referensi

Abd al-Hayy al-Farmawi, (1977). Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu'i, Dirasat


Manhajiyyah Maudhu'iyyah.
Al-Bukhari, M. (1978). Shahih al-Bukhari. Darul Hadits.
Erawadi, Butar-butar. (2020). Cetak Biru Sejarah Islam Di Barus. Kolokium
Mahasiswa Internasional UCYP ke-1; Strategi Adaptif untuk Pendidikan
Berkelanjutan.
Halliday, MAK (1978). Bahasa sebagai Semiotika Sosial. London: Edward
Arnold.
Harahap, Barkah Hadamean (2019). Poda Na Lima Sebagai Konsep Literasi
Media Dalam Penyaringan Berita Hoax. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial
dan Keislaman. Tapsel. IAIN Padang Sidempuan.
Ismail. (2019). Persepsi Masyarakat Terhadap Kemiskinan di Gampong Ayon
Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar (Hasil Penelitian Maret 2017).
Institut Riset dan Kritik Internasional Budapest-Jurnal (BIRCI-Journal).
Hal.270-275.
Siregar, I. (2020). Eksplorasi dan Implementasi Sistem Kebudayaan sebagai
Solusi Permasalahan Bangsa dan Negara.
http://repository.unas.ac.id/id/eprint/811
Siregar, I. (2021). Analisis Interferensi Bahasa Betawi Pada Morfologi Bicara
Remaja di Jakarta. Jurnal Studi Humaniora dan Ilmu Sosial, 3(8), 54-60.
http://doi.org/10.32996/jhsss.2021.3.8.7
Siregar, I. (2021). Komunikasi Verbal Pasien Skizofrenia Akibat Distorsi
Neurotransmitter. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama,
13(2), 543-556. https://doi.org/10.37680/qalamuna.v13i2.1037
Siregar, I. (2021). Metodologi Penelitian. Jakarta. Penerbit Uwais Inspirasi
Indonesia
Siregar, I. (2021). Tantangan Epistemologis Terhadap Sosiolinguistik. Jurnal
Internasional Studi Linguistik, 1 (2), 37-
42.https://doi.org/10.32996/ijls.2021.1.2.6
Siregar, I. (2021). Eksistensi Kebudayaan dalam Relevansinya dengan Dinamika
Globalisasi: Studi Kasus Bahasa Indonesia. Jurnal Internasional Kajian
Budaya dan Agama, 33–38.
Siregar, I., Rahmadiyah, F., & Siregar, AFQ (2021). Intervensi Linguistik dalam
Pembuatan Kebijakan Fiskal dan Moneter. Jurnal Internasional Studi Seni
dan Humaniora, 1(1), 50–56. https://doi.org/10.32996/ijahs.2021.1.1.8
Syahmerdan, L, (1997). Adat hangoluan mandailing Tapanuli selatan. Medan:
Pengarang.
Thibault, Paul J. (1991). Seri: Teori dan Sejarah Sastra. Volume: 74. Pers
Universitas Minnesota.
Yahya, Samsur Rijal. (2015). Analisis etnografi dan analisis semiotika sosial
masyarakat seletar. Kuala Lumpur. Fakultas Bahasa dan Linguistik UM.

Anda mungkin juga menyukai