Anda di halaman 1dari 2

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU dan Dokter Gigi

di Kota Medan terhadap Terjadinya Bell’s Palsy sebagai Komplikasi

Anestesi Lokal Pasca Ekstraksi

Penelitian ini blm pernah dilakukan diindonesia, bell’s palsy mungkin akan dihadapi drg dan
kepaniteraan , maka dari itu saya ingin melakukan penelitian ini untuk mengukur tingkat
pengetahuan nya, jurnal ini karna terdapat kuisioner yang valid.

Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya. Dalam pengaturan anestesi lokal ada dua mekanisme yang mungkin untuk
menyebabkan Bell's Palsy, kerusakan langsung dan tidak langsung. Anestesi lokal bersifat
neurotoksik dan saat suntikan gigi standar, disuntikkan terlalu jauh posterior, secara teoritis
dapat berdifusi ke kelenjar parotis dan menyebabkan kerusakan dengan kelumpuhan pada saraf
wajah. Secara langsung, jarum juga dapat menyebabkan kerusakan langsung pada saraf jika
tertembus dan / atau jika anestesi disimpan di dalam selubung saraf saraf

Etilogi

Penyebab Bell’s palsy masih tidak jelas atau masih menjadi perdebatan. Pada masa lalu,
paparan dingin secara terus menerus dianggap sebagai satu-satunya penyebab Bell’s palsy.
Secara luas teori yang diyakini sebagai etiologi penyebab Bell’s palsy adalah infeksi virus,
iskemik saraf, reaksi autoimun, trauma dan kongenital. Inflamasi saraf fasialis pada ganglion
genikulatum dapat menyebabkan kompresi, iskemi, dan demielinasi axon serta terganggunya
pasokan darah pada saraf dianggap dapat menyebabkan Bell’ s palsy. Pada 1972 Mc Cormick
pertama kali mengemukakan bahwa Herpes Simplex Virus (HSV) bertanggung jawab dalam
menyebabkan kelumpuhan fasial idiopatik. Teori ini berdasarkan suatu analogi bahwa HSV
ditemukan di vesikel-vesikel, kemudian menetap dan bersifat laten di ganglion genikulatum.
Sejak saat itu, sering dilakukan autopsy pada pasien Bell’s palsy dan hasilnya mengarah kepada
terdapatnya HSV di ganglion genikulatum pada pasien Bell’s palsy. Diduga HSV berjalan
melalui akson sensoris dan menetap di sel ganglion. Sehingga pada saat terjadi stress, virus
akan mengalami reaktivasi dan merusak selubung mielin. Paralisis wajah yang dibawa sejak
lahir atau terjadi secara kongenital sangat jarang ditemukan. Penyebab utamanya adalah trauma
pada saat kelahiran misalnya pada riwayat persalinan yang sulit.6

Beberapa literatur juga melaporkan tindakan kedokteran gigi dapat menyebabkan Bell’s palsy.
Tindakan kedokteran gigi yang diduga menyebabkan Bell’ s palsy, yaitu:5,14,15
a. Komplikasi sesudah penyuntikan anestesi lokal pada pencabutan gigi, dimana terjadi
paralisis nervus fasialis perifer (Bell’s palsy) yang umumnya bersifat sementara. Paralisis dapat
terjadi secara segera ataupun lambat, berdasarkan waktu penyuntikan hingga onset dari gejala.
Paralisis yang terjadi secara segera muncul dalam hitungan menit setelah penyuntikan dan akan
sembuh dalam waktu 3 jam ataupun kurang. Paralisis dapat muncul akibat anestesi pada cabang
nervus fasialis yang diakibatkan anatomi saraf yang abnormal seperti kelainan kongenital
seperti gagalnya kelenjar parotis untuk menutupi/membalut nervus fasialis dan cabangnya
sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terpapar bahan anastesi lokal secara langsung.
Paralisis yang terjadi secara lambat terjadi beberapa jam hingga beberapa hari setelah dari
penyuntikan anestesi. Terdapat tiga hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan
bagaimana paralisis dapat terjadi, pertama bahan anestesi lokal ataupun sisanya merangsang
plexus simpatis yang berhubungan dengan arteri karotis eksterna (gambar 3). Dari arteri karotis
eksterna, serabut dari plexus tersebut berlanjut ke arteri stylomastoid hingga masuk ke kelenjar
parotis. Ransangan dari cabang stylomastoid simpatis menyebabkan reflesks spasme yang
terlambat dari vasa nervorum nervus fasialis yang mengakibatkan iskemik neuritis dan oedema
sekunder.
Hipotesis kedua mengemukakan bahwa tindakan mekanis dari jarum pada penyuntikan dapat
menyebabkan stimulasi dari plexus simpatis yang berhubungan dengan arteri karotis eksterna.
Dan hipotesis terakhir adalah reaktivasi virus yang bersifat laten akibat trauma yang terjadi
pada saat prosedur.

Anda mungkin juga menyukai