Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Pemasaran
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Kartawan.,SE.,MP dan Dr. Yusuf Abdullah, SE., MM
Kelompok VIII :
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat-Nyalah hingga detik ini kita diberi
kemampuan untuk berkesempatan mempelajari ilmu-Nya yang begitu luas dalam keadaan baik
dan sehat. Dalam kesempatan kali ini, kami merupakan sebuah kelompok yang mendapatkan
tugas pada mata kuliah Manajemen Pemasaran untuk Menyusun sebuah makalah dengan tema
yang telah ditentukan.
Pengembangan Strategi dan Program Penetapan Harga menjadi tema/ judul dalam
pembahasan di makalah ini. Kami memilih mencantumkan judul depan dengan Bahasa
Indonesia agar dapat dimengerti dengan mudah untuk semua elemen.
Makalah ini disusun atas kerjasama seluruh anggota kelompok dan dengan studi analisis
yang cukup teliti bersumber dari berbagai media baik media online maupun offline. Oleh karena
itu tentu makalah ini tidak cukup dapat dikatan sempurna karena keterbatasan kami dalam
menyusun, untuk itu kami sangat terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan ilmu pada tema di makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Kartawan, SE.,MP. dan Dr.
Yusuf Abdullah, SE., MM atas kesempatannya memberi kami tugas untuk kami lebih
mendalami ilmu di Magister Manajemen ini. Mohon maaf dan maklumat atas segala
kekurangan dan kesalahan.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tanggung jawab seorang manajer pemasaran adalah menetukan harga produk
atau lini produk dalam lingkungan strategi harga yang dinamis. Bentuk fleksibilitas semacam
itu dimaksudkan agar strategi yang dianut mampu dipergunakan untuk mengantisipasi desakan
actor lingkungan eksternal, misalnya permintaan konsumen, persaingan, kondisi perekonomian
secara makro, serta berbagai bentuk hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.
Pendekatan dinamis mengisyaratkan bahwa harga jual produk adalah merupakan actor penentu
yang secara langsung terkait dengan keuntungan perusahaan. Sementara actor-faktor yang lain
akan terkait dengan biaya produk.
Strategi penetapan harga menjadikan tantangan yang semakin meningkat untuk banyak
perusahaan, karena deregulasi, informasi dari pembeli, persaingan global yang kompetitif,
pertumbuhan pasar yang lambat dan peluang perusahaan untuk meningkatkan posisi pasarnya.
Harga berdampak pada kinerja keuangan perusahaan dan berpengaruh penting pada nilai
penempatan merek di mata pelanggan. Harga juga mencermikan suatu ukuran kualitas dari
suatu produk.
Semua organisasi laba dan nirlaba menetapkan harga atas produk atau jasa mereka.
Umumnya harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang saling bernegosiasi. Melalui tawar
menawar akhirnya penjual dan pembeli akan sampai pada harga yang dapat diterima. Harga
berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli, walaupun actor-faktor nonharga telah menjadi
semakin penting dalam perilaku pembeli selama ini, harga masih tetap merupakan salah satu
unsur terpenting yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini bagi para pembaca adalah :
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Peter & Olson (2005), harga biasanya didefinisikan sebagai apa yang harus
konsumen berikan untuk mendapatkan barang atau jasa sedangkan menurut Kotler dan Keller
(2011), harga bukan hanya angka-angka dilabel harga, tetapi harga juga punya banyak bentuk
dan melaksanakan banyak fungsi. Lebih lanjut lagi Kotler dan Keller menyatakan bahwa
praktik penetapan harga telah mengalami perubahan besar dalam tahun-tahun terakhir. Banyak
perusahaan melawan kecenderungan harga yang rendah dan berhasil mendorong konsumen
membeli produk dan jasa yang lebih mahal dengan menggabungkan formulai produk unik yang
melibatkan kampanye pemasaran. Perusahaan harus menetapkan harga pada saat pertama kali
mereka mengembangkan produk baru, actor perusahaan memperkenalkan produk regulernya ke
saluran distribusi atau wilayah geografis baru, dan actor perusahaan memasukkan penawaran
pekerjaan kontrak baru. Perusahaan harus memutuskan di mana perusahaan akan memposisikan
produknya berdasarkan kualitas dan harga. Oleh karena itu perusahaan harus
mempertimbangkan banyak actor dalam menentukan kebijakan penetapan harga
6
yaitu harga, produk, saluran dan promosi, yaitu apa yang dikenal dengan istilah empat P (Price,
Product, Place dan Promotion). Harga bagi suatu usaha/badan usaha menghasilkan pendapatan
(income), actor actor unsur-unsur bauran pemasaran lainnya yaitu Product (produk), Place
(tempat/saluran) dan Promotion (promosi) menimbulkan biaya atau beban yang harus
ditanggung oleh suatu usaha/badan usaha.
Jika harga merupakan pendapatan bagi pengusaha maka ditinjau dari segi konsumen,
harga merupakan suatu pengeluaran atau pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh konsumen
untuk mendapatkan produk yang diinginkan guna memenuhi kebutuhan dari konsumen
tersebut. Bagi pengusaha/pedagang, harga paling mudah disesuaikan dengan keadaan pasar
sedangkan elemen yang lain seperti product, place dan promotion memerlukan waktu yang
lebih lama dan actor untuk disesuaikan dengan keadaan pasar, karena harga dapat memberikan
penjelasan kepada konsumen mengenai kualitas produk dan merek dari produk tersebut.
Buchari Alma mengatakan bahwa dalam teori ekonomi, pengertian harga, nilai dan
utility merupakan konsep yang paling berhubungan. Yang dimaksud dengan utility ialah suatu
atribut yang melekat pada suatu barang, yang memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi
kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction). Terdapatnya
value yang merupakan nilai suatu produk untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai ini dapat
dilihat dalam situasi barter yaitu pertukaran antara barang dengan barang. Sekarang ini ekonomi
kita tidak melakukan barter lagi, akan tetapi sudah menggunakan uang sebagai ukuran yang
disebut harga. Maka harga merupakan sejumlah uang yang digunakan untuk menilai dan
mendapatkan produk maupun jasa yang dibutuhkan oleh konsumen.
Menurut Basu Swastha dan Irawan, ”harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa
produk acto mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk
dan pelayanannya”.
Menurut Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani, bahwa istilah harga dalam bisnis jasa bisa
ditemui dengan berbagai sebutan. Universitas atau perguruan tinggi menggunakan SPP
(tuition), konsultan professional menggunakan istilah fee, bank menggunakan istilah service
charge, jasa jalan actor jasa angkutan menggunakan istilah tarif, pialang menggunakan istilah
komisi, apartemen menggunakan istilah sewa, asuransi menggunakan istilah premi, dan
sebagainya.
Tjiptono mengatakan bahwa agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang atau
jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harganya secara tepat. Harga merupakan satu-satunya
unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan,
sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya
biaya (pengeluaran). Di samping itu harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat
7
fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Kemudian Tjiptono mengatakan bahwa harga
dapat dipadankan dengan hal lain seperti iuran, tarif, sewa, bunga, premium, komisi, upah, gaji,
honor, SPP, dan sebagainya. Harga dapat dilihat dari sudut pandang lain seperti pemasaran,
harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang
ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.
Harga sangat penting bagi perekonomian, karena harga sangat berperan dalam bisnis
dan usaha yang dijalankan. Dengan kata lain tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi
perputaran barang yang dijual. Kuantitas barang yang dijual berpengaruh terhadap biaya yang
ditimbulkan dalam kaitannya dengan pengadaan barang bagi perusahaan dagang dan efisiensi
produksi bagi perusahaan manufaktur. Maka harga berpengaruh terhadap pendapatan, sehingga
harga berpengaruh terhadap laba usaha dan posisi dari keuangan perusahaan. Tjiptono
mengungkapkan bahwa harga dijadikan sebagai actor dari manfaat yang diperoleh konsumen
atas barang dan jasa yang diterima, hal ini erat kaitan nya dengan sebuah nilai yang didapat
konsumen atas harga. Nilai dapat didefinisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan
terhadap harga atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
Nilai = Manfaat yang dirasakan Harga
Harga
Dari persamaan di atas, suatu nilai barang atau jasa yang dirasakan oleh konsumen
dipengaruhi oleh manfaat yang diterima yang meningkat pada harga tertentu, demikian
sebaliknya. Dapat dikatakan dari berbagai penafsiran di atas bahwa harga merupakan sebuah
elemen termudah dalam pemasaran. Harga juga mengkomunikasikan positioning nilai yang
dimaksud dari produk perusahaan ke pasar, karena produk yang baik akan dijual dengan harga
yang tinggi dan menhasilkan keuntungan yang besar. Harga bukan hanya sekedar angka, harga
mempunyai bentuk dan fungsi seperti sebagai sewa, ongkos dan upah. Sepanjang sejarah harga
ditetapkan berdasarkan negosiasi antara penjual dan pembeli pada saat tawar menawar masih
sering dilakukan.
Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli,
yaitu peranan alokasi dan peranan informasi.
1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk
memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan
berdasarkan daya belinya.
2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai
actor-faktor produk, seperti kualitas.
Harga tidak hanya sekedar angka pada label atau barang. Sepanjang sejarah, pada
umumnya harga ditetapkan melalui negosiasi antara pembeli dan penjual. Secara tradisional,
8
harga telah diperlakukan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Walaupun faktor-faktor non
harga telah makin berperan penting selama beberapa belakangan ini, harga masih tetap
merupakan salah satu unsur terpenting dalam menentukan pangsa pasar.
Saat ini Internet juga mempunyai andil membalik tren penetapan harga tetap.
Internet memungkinkan penjual mendiskriminasikan pembeli dan sebaliknya
Pembeli dapat :
Dalam konsep harga, Kotler dan Keller (2011) juga cukup menitikberatkan pada
pertimbangan terhadap tiga topik kunci dalam harga yaitu:
1. Harga referensi
Harga referensi (reference price) merupakan perbandingan harga yang diteliti dengan
harga referensi internal yang mereka ingat atau dengan kerangka referensi eksternal
seperti “harga eceran regular” yang terpasang.
2. Asumsi harga-kualitas
Banyak konsumen menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Penetapan harga
pencitraan sangat efektif untuk produk sensitif seperti parfum, mobil mahal dll.
3. Akhiran harga
Akhiran harga disebut juga dengan odd price atau harga yang berakhir dengan angka
ganjil.
Menurut Mulia (2001), psikologi konsumen adalah suatu cabang ilmu psikologi
yang mempelajari tentang perilaku konsumen dalam membuat suatu keputusan untuk
membeli suatu barang atau jasa sedangkan perilaku konsumen dari sudut pandang psikologi
adalah perilaku yang konsumen tunjukkan dalam mencari, menukar, menggunakan, menilai,
9
mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi
lainnya adalah bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas seperti
uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan. (Mulia, 2010)
sedangkan menurut Blackwell, Miniard, & Engel dalam Mulia (2010) menjelaskan bahwa
perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan
membuang barang atau jasa .
Menurut Peter & Olson (2005), informasi harga yang mudah dipahami dan memberikan
arti buat konsumen menjadi fokus ketika membentuk sebuah persepsi dalam benak konsumen.
Dalam proses membentuk sebuah persepsi inilah, konsumen akan membandingkan antara
harga yang tertera atau tercantum (stated price) dengan harga yang dipikirkan (Internal
Reference Price-IRP) serta harga lain yang tercantum dalam iklan, katalog, displai dll
(External Reference Price –ERP). Dari hasil perbandingan antara stated price dengan IRP dan
ERP, akan terbentuk persepsi yang akan mengarahkan konsumen untuk memilih produk atau
jasa dengan harga yang termurah, hal ini disebabkan karena secara psikologis, manusia akan
menerapkan prinsip ekonomi dalam hidupnya, dimana dalam prinsip ekonomi setiap usaha
manusia akan dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan.
(wikipedia.com).
Secara psikologis, konsumen cenderung mempunyai batasan dalam terhadap sebuah
harga baik itu batas harga bawah dimana harga yang lebih rendah dari batas tersebut
menandakan kualitas buruk atau kualitas tidak dapat diterima sedangkan batas atas harga yang
dimana harga yang lebih tinggi dari batas tersebut dianggap terlalu berlebihan dan tidak
sebanding dengan uang yang dikeluarkan. (Kotler & Keller, 2009). Keputusan dan tindakan
konsumen secara fisik yang dapat diamati dan diukur inilah yang sebut sebagai perilaku
konsumen.
Kotler & Keller (2009) menyatakan bahwa keputusan pembelian didasarkan pada
bagaimana konsumen menganggap harga dan berapa harga aktual saat ini yang mereka
pertimbangkan-bukan harga yang dinyatakan pemasar. Artinya harga yang dipilih konsumen
dalam tahap pembelian adalah merupakan harga dalam persepsi konsumen yang terbentuk
selama tahap pencarian informasi serta pengetahuan baik secara afektif maupun kognitif. Hal
ini terlihat melalui proses keputusan pembelian konsumen dibawah ini. Dalam tahap awal
keputusan pembelian, konsumen dihadapkan pada kebutuhan yang ingin dipenuhi dimana
konsumen mulai mencari masalah apa yang ingin dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Dari tahap ini konsumen mulai mencari informasi tentang segala hal yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan termasuk salah satunya adalah mengenai harga.
1
Informasi yang diperoleh konsumen mengenai harga dipasar sangatlah penting karena dalam
tahap ini persepsi mulai terbentuk dan diproses secara afektif dan kognitif sehingga ketika
konsumen mulai mengevaluasi segala alternatif pilihan yang ada. Setelah mengevaluasi
alternatif pilihan yang ada konsumen akan masuk pada tahap keputusan pembelian, dimana
pada tahap ini faktor harga akan menjadi salah satu pertimbangan dan pengaruh yang cukup
kuat terhadap hasil keputusan yang diambil oleh konsumen.
Kotler & Keller (2009) menyatakan bahwa memahami bagaimana konsumen sampai
pada persepsi harga merupakan prioritas pemasaran yang penting. Hal ini yang menyebabkan
para pemasar mulai mencari dan berhati-hati dalam melakukan penetapan harga, karena
persepsi yang terbentuk dari sebuah harga akan melekat kuat dalam benak konsumen, entah itu
persepsi yang positif maupupun actor. Saat ini perusahaan mulai menyadari salah satu strategi
penetapan harga yang dinilai cukup efektif dalam membentuk persepsi konsumen adalah odd
price (penetapan harga ganjil). Menurut Dalrymple & Thompson 1969; Sturdivant 1970; Boyd
& Massy 1972; Gabor 1977; Monroe 1990; Rogers 1990 dalam Holdershaw et al. 1997 “Odd
prices, also referred to in the literature as magic prices, charm prices, psychological prices,
irrational prices, intuitive prices or rule-of-thumb prices..” sedangkan definisi odd price
menurut actor.com “Psychological pricing or price ending is a marketing practice based on
the theory that certain prices have a psychological impact. The retail prices are often
expressed as “odd prices”: a little less than a round number…” Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa odd price atau harga ganjil merupakan harga dimana nilainya sedikit
rendah dari harga yang biasanya dan harga ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang
sehingga odd price sering disebut juga dengan harga psikologis.
Kotler & keller (2009) menjelaskan bahwa banyak penjual menggunakan strategi odd
price ini dengan menetapkan harga yang berakhir dengan angka ganjil karena beberapa riset
memperlihatkan bahwa konsumen cenderung memproses harga dari ‘kiri ke kanan” dan
bukan dengan membulatkan. Hal inilah yang sering dijadikan dasar oleh banyak perusahaan
dalam menerapkan strategi harga ganjil (odd price). Saat ini banyak perusahaan cenderung
lebih banyak memasang harga ganjil dibandingkan harga biasa.
Dari hasil pengamatan, penggunaan harga ganjil cenderung dilakukan oleh usaha yang
bergerak dibidang ritel seperti supermarket atau hypermarket. Sebagai contohnya, jika kita
mengunjungi beberapa toko ritel terkadang sering terlihat harga yang tertera pada suatu barang
adalah Rp 149.990,- bukan Rp 150.000,- walaupun pada kenyataannya konsumen tetap harus
membayar seharga Rp 150.000,- tanpa pengembalian Rp 10,-. Konsumen yang pintar dapat
melihat ini sebagai salah satu strategi perusahaan dalam menarik mereka untuk berbelanja
dengan asumsi bahwa harga tersebut lebih murah dibandingkan tempat lain. Namun secara
1
psikologis sebagian besar konsumen cenderung melihat ini sebagai kesempatan mereka untuk
dapat mengurang jumlah nilai tunai yang harus mereka keluarkan. Mungkin benar jika barang
tersebut dibeli dalam jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh: jika konsumen membeli
hanya 1 barang maka selisih Rp 10,- tidak akan mempunyai nilai tunai yang cukup berarti
namun apabila konsumen membeli 100 barang dengan harga ganjil ( 100 x Rp 10,- = Rp
1000,-) tentu saja itu baru memiliki nilai tunai yang berarti. Penetapan strategi harga ganjil
juga dinilai cukup efektif ketika digunakan sebagai pengurangan harga/ potongan harga/
diskon, misalnya harga normal sebuah produk adalah Rp 150.000,- kemudian perusahaan
mengumumkan potongan harga sebesar 10 %, harga yang tertera atau yang ditampilkan oleh
perusahaan adalah sebesar Rp 134.990,- walaupun secara perhitungan seharusnya Rp
150.000,-. Bagi konsumen yang melihatnya akan cenderung melihat harga tersebut diangka
134 ribu-an bukan seharga 135 ribu-an karena secara psikologis otak manusia akan
memproses demikian, hal ini sejalan dengan teori yang telah dikemukakan Kotler & Keller.
Potongan harga yang menggunakan strategi odd price cenderung akan meningkatkan pilihan
konsumen pada produk tersebut karena secara afeksi dan kognitif, informasi harga tersebut
akan diproses dalam otak dan menghasilkan sebuah persepsi yang mendorong konsumen
untuk berperilaku.
Pengaruh alam bawah sadar memang seringkali menjadi actor yang ikut menentukan
keputusan actor seseorang, termasuk dalam keputusan belanja. Salah satu hal yang dapat
mempengaruhi alam bawah sadar yang berkaitan dengan belanja adalah harga psikologis,
atau psychological pricing.
Memang, psikologi adalah ilmu pikiran yang cakupan ilmunya sangat luas. Bahkan ilmu
psikologi bisa diadopsi dalam ilmu perdagangan terkait dengan penentuan harga. Harga
psikoligis atau psychological pricing adalah strategi penetapan harga berdasarkan teori bahwa
harga tertentu dapat memiliki dampak psikologis pada seseorang.
Biasanya, harga psikologis diberlalukan oleh para pedagang dengan cara menetapkan
harga ganjil pada produknya. Penetapan harga ganjil ini akan membuat efek pada pembeli
bahwa harga yang ditawarkan lebih murah. Hal ini dikarenakan alam bawah sadar manusia
memproses harga ganjil lebih murah daripada harga genap. Selain itu, seseorang juga akan
cenderung membulatkan harga ganjil tersebut ke digit yang lebih rendah dengan mengabaikan
beberapa digit terakhir. Misalnya, suatu produk diberi label harga sebesar Rp 19.999.
Alam bawah sadar seseorang secara cepat akan memproses bahwa harga produk tersebut adalah
sebesar Rp 19 ribu rupiah. Hal ini disebabkan orang-orang cenderung mengabaikan angka-
1
angka pada digit terakhir. Padahal angka Rp 19.999 tersebut lebih dekat jika dibulatkan pada
angka Rp 20 ribu.
Penerapan penetapan harga psikologis tercatat sudah diterapkan pada tahun 1997. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang diterbitkan dalam Buletin Pemasaran pada tahun tersebut.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa pada tahun 1997 terdapat sekitar 60% dari harga
produk dalam iklan memiliki akhiran angka 9,30% memiliki akhiran angka 5,7% memiliki
akhiran angka 0, dan 3% sisanya berakhiran dengan tujuh digit gabungan yang tersisa.
Dalam penerapannya, harga psikologis memerhatikan beberapa teori di
bawah ini:
Konsumen akan cenderung berfikir lebih mengenai kerugian yang akan ia terima
daripada keuntungan yang akan ia dapatkan. Rasa rugi akan memberikan efek sakit yang
membuat seseorang akan cenderung lebih mudah teringat dan cenderung menghindari
mendapat kerugian. Hal ini membuat seseorang akan mencari keuntungan walau sangat
sedikit dalam keputusannya membeli sesuatu.
Misalnya, pada label harga Rp 19.999, seseorang akan berfikir bahwa harga acuan dari
nominal tersebut adalah sebesar Rp20.000, sehingga ia akan memiliki keuntungan sebesar
Rp 1. Ini sangat berarti bagi seorang pembeli, walaupun keuntungan yang ia rasa telah ia
dapatkan adalah sebesar 1 rupiah saja. Pemanfaatan unsur mendapatkan keuntungan dan
kerugian ini sangat efektif dalam strategi penetapan harga.
Hal ini telah diterangkan pada pembahasan sebelumnya, bahwa pada contoh
harga Rp 19.999, pembeli cenderung mengabaikan tiga digit terakhir pada label harga
sehingga pembeli akan membulatkan angka tersebut menjadi Rp 19 ribu. Harga yang
lebih murah ini akan membuat pembeli akan lebih tertarik untuk membeli produk
tersebut.
1
digit pecahan terkecil dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya, harga Rp 19.999 lebih
baik ditulis dengan Rp 19.999.
Salah satu cara untuk memaksimalkan fungsi dari harga psikologis adalah
dengan menggabungkan harga psikologis dengan diskon yang lain. Penggabungan dua
elemen ini akan membuat pembeli berfikir bahwa ia akan mendapatkan banyak
keuntungan dengan membeli produk yang dipasarkan. Misalnya, penjual bisa
menggabungkan harga psikoligi dengan promo beli satu gratis satu. Atau pembeli juga
bisa memberlakukan diskon 50%, di samping dengan menerapkan harga psikologis.
4. Harga Komparatif
Dalam pengambilan keputusan dalam berbelanja, seseorang seringnya juga
memerhatikan harga barang lain dari produk sejenis sebagai harga komparasi. Harga
komparatif berfungsi sebagai harga acuan pembanding untuk satu merk produk yang
akan dibeli. Teknik penerapan harga komparatif adalah dengan cara meletakkan merk
produk yang berbeda di samping dengan merk produk yang menjadi target. Hal ini akan
menimbulkan efek bahwa pembeli adalah pihak yang memegang kendali dalam
pengambilan keputusan berbelanja karena pembeli memiliki banyak pilihan merk dari
produk yang sama.
Dalam penerapannya, penetapan harga psikologis memiliki sejumlah keuntungan,
diantaranya:
1. Membuat pembeli lebih tertarik untuk membeli. Hal ini dikarenakan harga psikologis
menimbulkan efek bahwa harga yang ditawarkan oleh penjual terasa lebih murah.
2. Label harga bisa dibandingkan, sehingga pembeli dapat memiliki banyak pilihan dalam
keputusan belanjanya.
3. Bagi penjual, akan lebih mudah menerapkan diskon saat menetapkan harga psikologis.
Penjual bisa saja menyebut harga Rp 19.999 sebagai harga diskon sebesar 50%. Padahal
di sisi lain, hara tersebt bukanlah harga diskon yang sebenarnya. Karena dari efek harga
psikologis yang membuat harga tersebut terlihat lebih murah, maka terasa akan baik-
baik saja jika penjual menyebut harga tersebut sebagai harga yang telah didiskon.
Dalam menetapkan harga, ada berbagai macam metode yang dapat dapat digunakan.
Penetapan harga biasanya dilakukan untuk menambah nilai atau besarnya biaya produksi
yang diperhitungkan terhadap biaya yang dikeluarkan dan pengorbanan tenaga dan waktu
dalam memproses barang ataupun jasa. Dalam menetapkan harga jual suatu produk, suatu
perusahaan harus memperhatikan berbagai pihak seperti konsumen akhir, penyalur, pesaing,
penyuplai dana, para pekerja, dan pemerintah. Karena tingkat harga tidak terlepas dari daya
beli konsumen, reaksi para pesaing, jenis produk dan elastisitas permintaan serta tingkat
keuntungan perusahaan.
Kotler menyebutkan beberapa rincian pada prosedur enam langkah dalam menetapkan harga :
a. Memilih Tujuan dalam Penetapan Harga
Pada awalnya perusahaan harus memposisikan penawaran pada pasar, karena
semakin jelas tujuan perusahaan maka semakin mudah perusahaan menetapkan harga.
Tujuan tersebut adalah :
1) Kemampuan Bertahan
Tujuan ini digunakan saat perusahaan mengalami kondisi yang mendesak
seperti kelebihan kapasitas, persaingan ketat dan keinginan konsumen yang berubah.
Selama harga menutupi biaya variabel dan beberapa biaya tetap dalam hal ini
keuntungan tidak begitu terlihat menonjol demi bertahan dalam menghadapi
kepunahan.
2) Laba Saat Ini Maksimum
Biasanya perusahaan menetapkan haga yang akan memaksimalkan laba saat
1
ini. Mereka memperkirakan permintaan dan biaya yang berasosiasi dengan harga
alternatif dan memilih harga yang menghasilkan harga saat ini.
3) Pangsa Pasar Maksimum
Dengan memaksimalkan pangsa pasar, maka akan semakin tinggi volume
penjualan, biaya unit akan semakin rendah dan laba jangka panjang semakin tinggi.
Saat menetapkan harga terendah asumsi nya pasar sensitif terhadap harga, hal ini
disebut dengan praktik penetapan harga penetrasi pasar, hal ini dapat diterapkan
dengan kondisi berikut :
a) Pasar sangat actor terhadap harga dan harga rendah merangsang
pertumbuhan pasar.
b) Biaya produksi dan distribusi menurun seiring
terakumulasinya pengalaman produksi.
c) Harga rendah mendorong persaingan actor dan potensial.
1
alat strategis akan menghasilkan lebih banyak laba dibandingkan bisnis yang
hanya harga atau pasar menetukan penetapan harga mereka.
b. Menentukan Permintaan
Setiap harga mengarah ke tingkat permintaan yang berbeda dan karena itu
akan memiliki berbagai dampak pada tujuan pemasaran perusahaan. Umum nya
permintaan berhubungan terbalik atau semakin tinggi harga maka akan semakin
rendah permintaan. Kadang konsumen menerima harga mahal untuk mengindikasikan
produk yang lebih baik, meskipun jika harga terlalu tinggi, tingkat permintaan
mungkin akan turun.
1) Sensitifitas Harga
Memperkirakan permintaan untuk memahami apa yang mempengaruhi
sensitivitas harga. Biasanya pelanggan tidak terlalu sensitif terhadap harga
barang murah atau harga yang mereka beli.
2) Memperkirakan Kurva Permintaan
Sebagian besar perusahaan berusaha mengukur kurva permintaan mereka
dengan menggunakan metode yang berbeda.
3) Survei
Mengeksplorasi berapa banyak unit yang akan dibeli konsumen pada
berbagai harga yang diajukan.
4) Ekperimen Harga
Memvariasikan harga berbagai produk di toko atau mengenakan harga
yang berbeda untuk produk yang sama di wilayah yang serupa untuk melihat
bagaimana perusahaan itu mempengaruhi penjualan.
5) Analisis Statistik
Harga masa lalu, jumlah yang terjual, dan actor-faktor lain dapat
mengungkapkan data. Data yang bersifat longitudinal (sepanjang waktu)
atau lintas bagian (dari berbagai lokasi pada waktu yang sama).
6) Elastisitas Harga Permintaan
Pemasar harus tahu seberapa responsive, atau elastis permintaan akan
mengubah harga. Jika permintaan sulit berubah dengan sedikit perubahan
harga, maka permintaan tersebut bersifat inelastis. Jika permintaan itu berubah
banyak, maka permintaan tersebut bersifat elastis. Semakin tinggi elastisitas,
semakin besar pertumbuhan volume yang dihasilkan dan pengurangan harga
sebesar 1%. Jika permintaan itu elastis, penjual akan mempertimbangkan untuk
1
menurunkan harga.
c. Memperkirakan Biaya
Permintaan menetapkan batas atas harga yang dapat dikenakan perusahaan
untuk memproduksinya. Karena perusahaan ingin mengenalkan harga yang dapat
menutupi biaya produksi, distibusi, penjualan termasuk tingkat pengembalian yang
wajar untuk usaha dan resikonya. Tetapi ketika perusahaan menetapkan harga produk
yang dapat menutupi biaya penuh mereka, profitabilitas tidak selalu menjadi hasil
akhirnya.
Jenis – jenis biaya dan tingkat produksinya:
1) Biaya tetap (fixed cost)
Biaya yang tidak bervariasi dengan tingkat produksi atau pendapatan
penjualan.
2) Biaya variable (variable cost)
Bervariasi langsung dengan tingkat produksi, disebut variable karena
biaya totalnya bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi.
3) Biaya total (total cost)
Terdiri dari jumlah biaya tetap dan biaya variable untuk tingkat produksi
tertentu.
4) Biaya rata – rata (average cost)
Biaya per unit pada tingkat produksi itu, biaya rata – rata sama dengan
biaya total dibagi dengan jumlah produksi
Untuk menetapkan harga dengan cerdik, manajemen harus tahu bagaimana
biayanya bervariasi dengan berbagai tingkat produksi.
1) Produksi terakumulasi : Penurunan biaya rata rata terhadap
pengalaman produksi terakumulasi disebut kurva pengalaman
(experience curve) atau kurva pembelajaran (learning curve).
2) Kalkulasi Biaya Target : Biaya berubah sesuai skala produksi dan
pengalaman. Biaya juga dapat berubah akibat usaha terkonsentrasi
oleh perancang, insinyur, dan agen pembelian untuk mengurangi biaya
tersebut melalui kalkulasi biaya target (target costing).
2
faktor-faktor yang biasanya mempengaruhi permintaan seperti faktor seperti biaya, laba,
dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan,
diantaranya yaitu : kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli), kemauan
pelanggan untuk membeli, posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni
menyangkut apakah produk tersebut merupakan symbol status atau hanya produk,
manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan, dan harga-harga produk
substitusi. Yang termasuk dalam metode ini adalah :
1) Skimming Pricing
Yaitu strategi yang menetapkan harga awal yang tinggi ketika produk baru
diluncurkan dan semakin lama akan terus turun harganya.
2) Penetration Price
Strategi harga yang menentukan harga awal yang rendah serendah-rendahnya
atau murah dengan tujuan untuk penetrasi pasar dengan cepat dan juga membangun
loyalitas merek dari pada konsumen.
3) Penetapan Harga yang Mempengaruhi Psikologi Konsumen
Dalam konsep harga, Kotler dan Keller juga menjelasakan penetapan harga
yang mempengaruhi psikologi konsumen, cukup menitikberatkan pada pertimbangan
terhadap tiga topik kunci dalam harga yaitu :16
a) Harga referensi
Harga referensi (reference price) merupakan perbandingan harga yang
diteliti dengan harga referensi internal yang mereka ingat atau dengan
kerangka referensi eksternal seperti “harga eceran regular” yang terpasang.
b) Asumsi harga-kualitas
2
Menurut saya apabila rata – rata harga tetap sama, lebih baik menerapkan harga yang sedikit
lebih tinggi actor sepanjang tahun tetapi harga diskon yang sedikit lebih rendah atau khusus
untuk kejadian tertentu karena pada umumnya konsumen lebih tertarik dengan penawaran
promo diskon yang diberikan dibanding satu harga rendah yang berkelanjutan.
BAB III
STUDI KASUS
Abstrak
Peran pedagang pengecer buah jeruk dalam menciptakan permintaan efektif terhadap buah
jeruk oleh konsumen, dimana konsumen didalam membuat keputusan pembelian dan
besarnya jumlah pembelian buah jeruk sangat ditentukan oleh kepantasan harga, maka
penetapan harga penjualan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Responden
pada penelitian ini adalah pedagang pengecer buah yang berjualan di actor Kota Sumenep.
Metode pengambilan contoh dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling),
penggunaan metode ini didasarkan pada kesamaan (homogenitas) dari populasi yaitu
sebagai pedagang buah dan buah yang diperdagangkan juga samaData utama yang
diperlukan pada penelitian ini adalah data primer yang bentuknya kuantitatif dan kualitatif
yang bersumber dari pedagang pengecer buah jeruk di actor Kota Sumenep. Analisis data
yang digunakanadalah analisis deskriptif dengan melihat berbagai pertimbangan yang
dilakukan oleh pedagang pengecer buah jeruk dalam melakukan penetapan herga.Penetapan
2
harga dihitung dengan menggunakan metode harga pokok berdasarkan pertimbangan biaya
Dalam hal menyediakan buah-buhan yang akan diperdagangkan, baik terhadap jenis
maupun jumlahnya para pedagang pengecer buah umumnya mempertimbangkan besarnya
tingkat permintaan (disukai konsumen), dan daya tahan buah untuk menghindari resiko
kerugian.Penyediaan (pembelian) buah dilakukan melalui pedagang besar buah- buahan
yang ada di Kota Sumenep, dimana pasokan buahnya berasal dari pasar buah di Kota
Surabaya.Kebijakan penetapan harga yang dilakukan oleh para pedagang pengecer buah
dilakukan dengan mempertimbangkan biaya (harga beli), harga pesaing dan elemen individu
buah jeruk.
2
METODE d : sampling eror (0,05 ditentukan
Lokasi penelitian ditentukan secara peneliti)
sengaja (porposive), yaitu dilakukan p&q : parameter proporsi binomial
terhadap pedangang pengecer buah di (50% : 50% ditentukan peneliti)
kawasan kota Kabupaten Sumenep. N : Populasi (size of populasi)
Penentuan lokasi didasarkan atas
pertimbangan, bahwa di daerah tersebut
terdapat banyak pedagang pengecer buah HASIL DAN PEMBAHASAN
dan telah berusaha (berdagang) sejak lama. Karakteristk Pedagang Pengecer Buah
Metode yang digunakan untuk Responden pada penelitian ini merupakan
mengumpulkan data tersebut adalah pedagang pengecer buah, yang
sample survey.Survey terhadap sampel kesehariannya berjualan di kawasan Kota
merupakan suatu studi dimana informasi Kabupaten Sumenep. Berdasarkan metode
dikumpulkan dari sebagian unsur populasi pengambilan contoh yang dilakukan secara
yang dipilih (sampel) untuk mewakili acak sederhana (simple random
seluruh unsur populasi (Suparmoko, sampling), dengan mengunakan
1999).Pengumpulan informasi dilakukan rumus yang
dengan wawancara langsung, pengisian dikemukakan oleh Prijana dan Semendison
kuesioner dan observasi yang dilakukan (2005), didapatkan jumlah contoh
setiap minggu dalam waktu 3 bulan. sebanyak 8 (delapan) orang pedagang
Besarnya jumlah contoh menggunakan pengecer buah. Dari hasil penelitian
rumus yang dikemukakan oleh Prijana dan didapatkan gambaran umum karakteristik
Semendison (2005): pedagang buah, yang meliputi status
kepemilikan tempat usaha, umur, tingkat
t².(p.q) pendidikan, lamanya berdagang buah, dan
no = waktu berjualan (buka kios).
d²
Pola Penyediaan dan Penjualan Buah
dimana :
Tabel 4.2 yang dapat menginformasikan
derajad pertimbangan dari para pedagang
n : sampel (size of sample)
pengecer buah dalam menentukan buah
no : sampel asumsi yang akan diperdagangkan dan besarnya
t : koefisien kepercayaan (1,96 jumlah buah yang akan dibeli
ditentukan peneliti) (diperdagangkan).
Tabel 4.2 Derajat Pertimbangan Pedagang Pengecer Buah dalam Menentukan Buah yang
akan Diperdagangkan dan Jumlah Pembeliannya
Derajat Pertimbangan
No Nilai Nilai
Buah yang akan Dijual Jumlah Pembelian
(%) (%)
1 disukai pembeli/konsumen 29.32 besarnya permintaan 31.62
2 keuntungannya besar 28.92 dayatahan buah 28.68
3 banyak digunakan 11.65 kemampuan modal 14.71
hajatan/pesta
4 gampang memperolehnya 11.24 kemudahan memperoleh 13.97
5 resikonya kecil/tahan simpan 10.84 kecenderungan harga 7.35
6 pembayarannya bisa dicicil 8.03 perbedaan harga pembelian 3.68
100 100
2
Tabel 4.2 memberikan informasi, rusak (tidak tahan simpan). Hal ini
bahwa pertimbangan terhadap buah yang dilakukan untuk menghindari para
akan diperdagangkan, dimaksudkan agar pedagang pengecer buah dari kerugian,
buah yang akan dijual dimanati oleh karena buah yang busuk (rusak) tidak akan
konsumen. Para pedagang pengecer buah, dapat dijual. Peritmbangan ketiga, dalam
menjadikan buah-buahan yang disukai hal menentukan jumlah pembelian buah
konsumen sebagai pertimbangan utama adalah kemampuan permodalan dari para
(29,32%), dengan harapan buah-buahan pedagang (14.71%).
yang diperdagangkan dapat diserap
seluruhnya oleh pasar. Dengan demikian Pasokan dan penjualan buah
resiko adanya buah tidak laku dapat di Buah-buahan yang diperdagangkan oleh
hindari.Selanjutnya disusul oleh besarnya para pedagang pengecer buah, di kawasan
keuntungan (28.92%) sebagai Kota Sumenep pada umumnya diperoleh
pertimbangan kedua dan banyaknya buah atau berasal dari luar Kabupaten Sumenep,
yang digunakan pada saat hajatan sebagai yaitu berasal dari pasar buah di
pertimbanan ketiga (11.65%). Surabaya.Buah-buahan yang terkadang di
Dalam kaitannya dengan jumlah buah pasok oleh para petani di Kabupaten
yang akan dibeli (diperdagangkan), para Sumenep, hanya terbatas pada buah
pedagang pengecer buah menjadikan semangka, jeruk dan rambutan.Pasokan ini
besarnya permintaan sebagai pertimbangan terjadi pada saat musim panen buah
utama (31.62%). Untuk petimbangan tersebut tiba, itupun hanya sebagian kecil
berikutnya adalah daya tahan buah dari atau sekitar 14.59% dari total buah yang
kerusakan (28.68%), hal ini sangat berkait diperdagangkan.
erat dengan sifat buah-buahan yang cepat
Pedagang Pengecer Buah K
Pedagang Besar O
S
Pasar Buah
Kota Surabaya Pedagang Pengecer Buah U
M
Pedagang Besar
E
Pedagang Pengecer Buah
N
Para pedagang pengecer buah, pemesanan berbagai jenis buah yang akan
dalam melakukan pembelian umumnya diperdagangkan kepada juragan-nya
melalui pedagang besar yang ada di (pedagang besar buah) dalam jumlah
Kabupaten Sumenep, yang hanya terdapat tertentu, selanjutnya para pedagang
2 (dua) orang pedagang besar yang pengecer akan mengambil buah-buahan
disebut “juragan”. Gambar 4.2 pesanannya di gudang buah milik sang
menginformasikan para pedagang juragan.Rata-rata pedagang besar buah ini,
pengecer buah, akan melakukan melakukan pembelian ke Surabaya 2 – 3
2
kali seminggu. Aktivitas pembelian buah 98.5kg untuk setiapkali pembelian. Untuk
ini akan meningkat, bahkan dilakukan kemampuan penjualan rata-rata para
setiap hari pada saat banyak acara pedagan pengecer buah mampu menjual
pernikahan dan keagamaan khususnya dalam jumlah 14kg per hari.Gambaran
pada Bulan Maulid. secara lengkap kemampuan pedagang
Khusus untuk pembelian buah pengecer buah dalam melaukan penjualan
jeruk, para pedagang pengecer buah rata- buah jeruk tersaji pada Tabel 4.3.
rata melakukan pembelian sejumlah
Tabel 4.3 Sebaran Kemampuan Pedagang Pengecer Buah dalam Melakukan Pembelian dan
Penjualan.
Jml Setiap Kemampuan Penjualan per hari (kg) % tambahan
No Resp pembelian dari keadaan
(kg) Normal Maulid normal
1 18 5.5 25 455
2 10 2.5 12 480
3 150 12.5 58 464
4 70 18 86 478
5 375 50 232 464
6 69 12 57 475
7 47 7.5 34.5 460
8 49 5.5 26.5 482
Rata-rata 98.5 14 66 469.64
2
responden atau 62,5% menyatakan cukup hasil penelitian teridentifikasi bahwa
kenal diantara para pedagang tersebut, pertimbangan penetapan harga jual buah
maka pada saat itu para pedagang pengecer jeruk oleh pedagang pengecer buah di
buah bertindak sebagai pembentuk harga kawasan Kota Sumenep, juga
(price maker).Meskipun dari para mempertimbangkan biaya, harga pesaing
pedagang pengecer buah terdapat dan elemen individual dari buah jeruk.
persaingan, namun pada kenyataannya
struktur pasarnya berbentuk monopolistic, Harga jual didasarkan pada biaya
karena jumlah pembelinya juga tidak Penetapan harga jual atas biaya,
terlalu banyak. memerlukan pencatatan terhadap biaya-
Di Kabupaten Sumenep, biaya yang ditimbulkan dari aktivitas
mengkonsumsi buah-buahan belum usahanya, sehingga penetapan harga jual
menjadi suatu kebiasaan umum, sehingga sebesar biaya ditambah laba normaluntuk
jumlah konsumennya juga tidak terlalu memaksimalkan laba jangka pendek dapat
banyak. Disamping itu komoditi (buah- ditentukan dengan tepat. Dalam
buahan) yang diperdagangkan sudah menetapkan harga jual buah jeruk, para
sedikit terdieferensiasi, dalam bentuk pedagang pengecer buah hanya didsarkan
kualitas produk (kesegaran buah) dan pada biaya varibel, yaitu harga beli buah
ragam buah yang diperdagangkan. jeruk ditambah dengan sejumlah standar
Menurut Sunyoto (2013), adanya (biasanya berbentuk persentase) dari biaya
dieferensiasipada buah-buahan yang (harga beli), yang secara simbolis
diperdagangkan, akan membuat produsen dirumuskan sebagai berikut:
(pedagang pengecer buah) mampu
mempengaruhi harga. Adanya perbedaan Harga
corak barang akan membuat konsumen Penjualan = Harga + Mark Up
dapat memilih produk seperti apa yang Buah jeruk Beli (%)
lebih disukai.
Lebih lanjut Nitisemito (1981), Besarnya mark up (laba yang
menyatakan dalam bentuk persaingan dinginkan), besarannya sekitar 25 – 30%
apapun, maka harga suatu barang/jasa dari harga belinya. Kisaran mark up
harus selalu menjamin kelangsungan hidup tersebut, memberikan kemungkinan
suatu perusahaan, sebab tujuan mendirikan adanya perbedaan harga jual buah jeruk
perusahaan bukan untuk satu dua tahun, antar pedagang pengecer buah, namun
melainkan untuk jangka waktu yang tidak memberikan perbedaan yang tajam,
panjang. Untuk itu suatu perusahaan karena besarnya biaya (harga belinya) dari
dalam menetapkan harga jual harus setiap pedagang pengecer buah sama (lihat
selaluberpedoman pada harga pokok, Gambar 4.2), sehingga persaingan harga
sebab jika menetapkan harga di bawah menjadi berkurang atau dapat dihindari.
harga pokok maka perusahaan akan rugi, Dengan mengikat harga pada biaya (harga
sehingga kelangsungan perusahaan tidak beli), maka akan mempermudah para
terjamin. pedagang pengecer buah dalam
Faktor utama yang menjadi bahan menetapkan harga jual buah jeruk dan
pertimbangan perusahaan dalam tidak perlu sering mengadakan
menetapkan harga pokok menurut Limbon penyesuaian apabila terjadi perubahan
dan Sitorus (1987), adalah (1) biaya permintaan.
produksi (2) harga pesaing dan harga
barang substitusi serta (3) kekhasan/
keunikan dari produk yang dihasilkan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, dari
3
Harga jual didasarkan pada mempertimbangkan elemen individu dari
produk pesaing buah jeruk yang diperdagangkan.
Penetapan harga jual buah jeruk Dalam keadaan normal (buah
oleh pedagang pengecer buah, harus masih segar dengan ukuran standar),
mempertimbangkan harga produk sejenis pedagang pengecer buah menetapkan mark
dari para pesaingnya (pendagang lain), up (laba yang diharapkan) sebesar 25 –
karena peruahan harga yang dilakukan 30%. Tetapi pada keadaan buah yang tidak
oleh seorang pedagang pengecer buahakan segar atau ukurannya yang kecil (dibawah
menimbulkan reaksi dari pedagang normal), pedagang pengecer buah
pengecer buah yang lain. Disamping itu, menetapkan mark up (laba yang
hasil penelitian menunjukkan bahwa para diharapkan) sebesar 8-10%. Dalam
pedagang pengecer buah di kawasan Kota keadaan tertentu, dimana keadan buah
Sumenep saling kenal (62.5%) dan 25% sudah tidak segar (mulai terdapat buah
menyatakan sangat kenal, serta 12.5% yang membusuk), sementara jumlahnya
menyetaakan sebagai saudara. Keadaan masih cukup banyak, para pedagang
yang demikian akan menyebabkan para pengecer buah tidak mengharapkan lagi
pedagang pengecer dipastikan akan laba, yang terpenting dilakukan adalah
menghindari ”perang” harga. bagaimana menghindari kerugian,
Adanya kesamaan biaya (harga terkadang ada yang menjualnya dibawah
pembelian buah jeruk), karena kesamaan biaya pokoknya (harga pembelian).
sumber pembelian atau ”juragan”,
sehingga biaya pokok antar pedagang KESIMPULAN
pengecer sama, maka apabila penetapan 1. Dalam hal menyediakan buah-buhan
harga jual disesuaikan dengan harga yang akan diperdagangkan, baik
saingan akan menghindakan para
terhadap jenis maupun jumlahnya
pedagang pengecer buah dari
para pedagang pengecer buah
kemungkinan kerugian. Nitisemito
(1981), berpendapat apabila penetapan umumnya mempertimbangkan
harga jual di atas atau di bawah saingan besarnya tingkat permintaan (disukai
tidak dimungkinkan, sebaiknya harga jual konsumen), dan daya tahan buah
disesuaikan dengan harga jual saingan, untuk menghindari resiko kerugian.
sebab cara ini adalah cara yang paling 2. Penyediaan (pembelian) buah
aman. dilakukan melalui pedagang besar
buah-buahan yang ada di Kota
Harga jual didasarkan elemen- Sumenep, dimana pasokan buahnya
elemen individual berasal dari pasar buah di Kota
Jerry Law (dalam Sudiono, 2002), Surabaya.
mengemukakan dalam melakukan aktivitas 3. Kebijakan penetapan harga yng
penjualan maupun pembelian produk dilakukan oleh para pedagang
pertanian, penjual dan pembeli dihadapkan pengecer buah dilakukan dengan
pada berbagai tingkat “grade”barang dan mempertimbangkan biaya (harga
gampang rusak perishability. Untuk itu
beli), harga pesaing dan elemen
harga setiap ukuran ini harus ditentukan
individu buah jeruk.
dalam hubungan yang logis antara ukuran
yang satu
dengan ukuran yang lainnya. Para
pedagang pengecer buah, dalam
menetapkan harga jual buah jeruk, juga
3
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1. Harga merupakan elemen penting dari bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan
2. Dalam membuat kebijakan penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur berikut:
perusahaan memilih tujuan penetapan harga, perusahaan memperkirakan kurva permintaan,
perusahaan memperkirakan bagaimana biayanya bervariasi pada berbagai tingkat produk,
perusahaan menganalisis biaya, harga dan penawaran pesaing, perusahaan memilih salah
satu dari metode penetapan harga, perusahaan memilih harga akhir
3. Perusahaan biasanya tidak menetapkan satu harga tunggal, tetapi suatu struktur harga yang
mencerminkan variasi dalam permintaan dan biaya geografis, kebutuhan segmen pasar,
waktu pembelian, tingkat pemesanan, dan actor lain. Strategi adaptasi harga : penetapan
harga geografis, diskon dan potongan harga, penetapan harga promosi, penetapan harga
diskriminasi, penetapan harga bauran produk
4. Setelah mengembangkan strategi harga, perusahaan sering menghadapi situasi yang
mengharuskan mereka mengubah harga, diantaranya : penurunan harga, peningkatan harga,
reaksi menghadapi perubahan harga
5. Perusahaan yang menghadapi perubahan harga yang dilakukan pesaing harus berusaha
memahami tujuan pesaing dan kemungkinan lamanya perubahan tersebut.
4.2 Saran
3
3
DAFTAR PUSTAKA
Putri, Rika Diananing. dan Isdiantoni. Penetapan Harga Jual Buah Jeruk Oleh Pedagang
Ecer. 2087-3484. 1-7hlm