Anda di halaman 1dari 2

Tepat hari ini 35 tahun silam, Ali Syari'ati, sosiolog dan pemikir asal Iran ditemukan sudah

tidak bernyawa di kamar apartemennya di inggris.

Menurut buku biografi Ali Syari'ati karangan Ali Rahnema, pemikir itu meninggal di rumah
sakit Southampton akibat serangan jantung

by TaboolaSponsored Links
Indonesia: Katakan selamat tinggal untuk panel surya yang mahal jika Anda tinggal di
Sardonoharjo
Sistem Tenaga Surya | Cari Iklan
Sakit punggung? Kasur ini mungkin menolong anda tidur lebih baik (lihat pilihan)
Kasur | Cari Iklan
Namun banyak orang menduga Syari'ati kemungkinan dibunuh oleh dinas rahasia Iran,
SAVAK. Maklum saja, saat itu rezim Shah Reza Pahlevi sedang berkuasa dan gagasan dia
dianggap antipemerintah dan antifeodalisme.

Ali Syari'ati lahir pada 24 November 1933 di Desa Kahak, Kota Mazinan, Provinsi Sabvezar,
sebelah timur laut Khurasan, Persia (Iran). Dia adalah buah hati pasangan Muhammad Taqi
dan Zahra.

BACA JUGA:
Iran Pecat Kepala Intelijen Pasukan Garda Revolusi Tanpa Penjelasan
Misteri Seputar Operasi Senyap Israel Bunuh Dua Ilmuwan Iran dengan Racun
Ayah Syari'ati adalah guru. Pada 1947 dia mendirikan Pusat Penyebaran Kebenaran Islam
dan akhirnya mencetuskan gerakan pengambilalihan semua kilang minyak yang dikelola
pihak asing di Iran pada 1950. Tidak heran bakat pemberontakan dan pergerakan mengalir
dalam darah Ali. Dia menyelesaikan pendidikan dasar hingga tinggi di Mashdad. Saat itu dia
berkenalan dengan para pemuda miskin.

Syari'ati melihat kemiskinan hebat terjadi di negerinya. Hal itu sangat mengganggu batin dan
pikirannya. Bagaimana bisa negara kaya minyak tapi membiarkan rakyatnya menderita.

Setelah menyelesaikan sekolah, dia masuk ke Sekolah Guru. Saat itu dia makin erat
berhubungan dengan berbagai mahasiswa dari semua lapisan masyarakat. Saat
mempelajari falsafah dan politik Barat mengenai kesetaraan kesempatan hal itu makin
mengusik batinnya.

Sejak itu dia mulai menulis artikel di surat kabar setempat, Khorasan. Isi tulisannya adalah
tentang bagaimana mengubah pandangan masyarakat tentang prinsip-prinsip Islam dalam
memecahkan masalah kemiskinan dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan filosofi
Barat.

BACA JUGA:
Israel Peringatkan Warga Tidak Pergi ke Istanbul karena Ada Ancaman Iran
Gedung 10 Lantai di Iran Runtuh, 11 Tewas dan 80 Terjebak
Pada 1952, Syari'ati mulai mengajar penuh di Sekolah Menengah Umum sembari kuliah
strata satu di Universitas Mashdad. Saat itu dia bertemu dengan jodohnya, Pouran Syariat
Razavi. Keduanya kemudian menikah dan dikaruniai empat anak, yakni Ehsan, Susan,
Sara, dan Mona.

Syari'ati tetap menyalurkan semangat pergerakan dengan membentuk Persatuan Pelajar


Islam. Dia ditangkap tahun itu juga setelah melakukan unjuk rasa menentang kemiskinan.
Tahun berikutnya dia mendaftar menjadi anggota Front Nasional.

Ali Syari'ati lulus kuliah pada 1955 dan dua tahun kemudian kembali ditangkap bersama 16
anggota Gerakan Perlawanan Nasional lantaran dianggap berbuat makar.

Karena prestasi akademisnya di Universitas Mashdad, dia mendapat beasiswa untuk


melanjutkan studi keluar negeri. Pada April 1959, Syari’ati pergi ke Universitas Sorbonne,
Ibu Kota Paris, Prancis, seorang diri. Istri dan putranya yang baru lahir, Ehsan, bergabung
setahun kemudian.

BACA JUGA:
Presiden Iran Akan Balas Dendam Atas Pembunuhan Kolonel Garda Revolusi
Petinggi Garda Revolusi Iran Dibunuh Orang Tak Dikenal
Selama di Paris, Syari’ati berkenalan dengan karya-karya dan gagasan-gagasan
mencerahkan serta mempengaruhi pandangan hidup dan wawasannya mengenai dunia. Dia
mengikuti kuliah-kuliah para akademisi, filsuf, penyair, militan, dan membaca karya-karya
mereka, terkadang bertukar pikiran dengan mereka, serta mengamati karya-karya seniman
dan pemahat.

Dari masing-masing mereka Syari’ati mendapat pemikiran baru tentang kemapanan,


kesetaraan, kejujuran. Hal itu coba dia padukan dengan nilai-nilai Islam. Saat itu pula dia
berkenalan dengan banyak tokoh intelektual barat antara lain Louis Massignon, F

Anda mungkin juga menyukai