Anda di halaman 1dari 24

PEMIKIRAN ALĪ SYARI’ATI, MUHAMMAD SYAHRUR, DAN

ISMAIL RAJI AL-FARUQI

Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendekatan Studi Islam Interdisipliner pada Prodi Magister Studi Islam

Pengampu:
Dr. Muktafi, M.Ag.

Oleh:

Moch Qoyum Mahfud

02040122011

MAGISTER STUDI ISLAM PROGAM PASCASARJANA UNIVERSITAS


ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
PEMIKIRAN ALĪ SYARI’ATI, MUHAMMAD SYAHRUR, DAN ISMAIL
RAJI AL-FARUQI

Moch Qoyum Mahfud

qoyummahfudz@gmail.com

Magister Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

A. Biografi Ali Syari’ati


Ali Syari’ati dilahirkan pada 24 November 1933 di sebuah desa kecil
di Kahak, Sekitar 70 kilometer dari Sabzevar (Rahmena, 2003) pinggiran
Gurun Pasir Kavir dekat Mashad (Abidi, 1988) Propinsi Khorasan Iran. Ali
Syari’ati merupakan anak pertama dari pasangan Muhammad Taqi Syari’ati
dan Zahra. Kelahirannya bertepatan dengan periode ketika ayahnya
menyelesaikan studi keagamaan dasarnya dan mulai mengajar di sebuah
Sekolah Dasar Syerafat. Syari’ati lahir dari keluarga terhormat dan ta’at
beragama, suka membantu masyarakat dan zuhud. Dalam keluarga ini ritual
keagamaan ditunaikan secara seksama.1
Menurut Ali Rahmena, Syari’ati mulai membentuk mentalitas,
kepribadian dan jati dirinya lewat peran seorang ayahnya yang menjadi guru
dalam arti sesungguhnya dan dalam arti spiritual. Syari’ati kecil mulai
belajar menimba ilmu pendidikan dasarnya di Masyhad, yaitu Sekolah
Dasar Ibn Yamin, tempat ayahnya mengajar. Selama pendidikan dasarnya
ini Syari’ati termasuk orang yang tidak terlalu memperhatikan pelajaran
seolahnya. Ia lebih senang membaca buku-buku yang tidak ada
hubungannya dengan pelajaran sekolah. Ia lebih banyak menghabiskan
waktunya di perpustakaan milik ayahnya hingga menjelang pagi. Hal ini ia
lakukan bersama ayahnya.

1
Ali Rahnema, Biografi Politik Intelektual Revolusioner (Jakarta: Erlangga, 2002), 53.
Begitu besar peranan Sang Ayah dalam mempengaruhi kecerdasan
dan kecendikiawanan Syari’ati. Lewat ayahnya ia diajak untuk memasuki
wawasan dan pandangan-pandangan dunia secara dewasa, menelaah
beragam literatur yang secara bebas ia dapatkan di perpustakaan pribadi
ayahnya. Perilakunya cenderung menyendiri dan perkembangan
pendidikannya di rumah membuat Syari’ati lebih mandiri di tengah
masyarakat. Hal ini kemudian melahirkan kebanggaan tersendiri yang
mendalam bagi dirinya (Rahmena, 2003).2
Selain sibuk menggeluti dunia pemikiran dan aktivitas politiknya, ia
pun menjadi penyunting dua jurnal Persia serta menerjemahkan beragam
buku. Di antara buku-buku yang berhasil ia terjemahkan ialah: Niyashesh
(“La Piere”) karya Alexis Carrel, Be Koja Takiye Kunin?(Apa yang menjadi
Dukungan Kita ?) (1961), Guerrilla Warfare karya Guevara, What is
Poetry? Karya Sartre, dan The Wretched of the Earth karya Frantz Fanon.
Sekembalinya dari Paris, ia dipenjarakan karena aktivitas politiknya
di luar negeri dan setelah bebas ia memulai aktivitas mengajarnya di
beberapa perguruan tinggi dan beberapa tahun kemudian ditempatkan di
Universitas Masyhad.3 Ia langsung mengabdikan diri untuk membina
angkatan muda. Karena metoda mengajarnya yang bebas serta provokatif,
akhirnya Syari’ati diberhentikan. Dalam masanya, karena karya-karyanya
dianggap membahayakan bagi rezim Syah, maka buku dan artikel karya
Syari’ati untuk beberapa periode dilarang untuk dikonsumsi publik.
Syari’ati bukan hanya arsitek Iran Modern (Malaki), Ia juga seorang guru,
Pendakwah ( Da’i), pejuang yang berbeda dari yang lain (Abidi). Beberapa
intelektual menyebutnya sebagai seorang ideolog, halnya disebutkan oleh
Azzumardi Azra, seperti dikutif oleh Sucipto, selain seorang Ideolog Syi’ah,
Publik Speaker (penceramah umum) ia juga seorang sosiolog yang tertarik
pada dialektika antara teori dan praktik, ia adalah seorang pemikir Islam
Revolusioner dan Progresif.

2
Rahnema, Biografi Politik Intelektual Revolusioner.
3
Eko Supriyadi, Sosialisme Islam pemikiran Ali Syariati, 1 ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
1. Sebuah Pendekatan untuk Memahami Islam
Pada pertengahan tahun 1960-an mayoritas mahasiswa yang telah
dipolitisir pada universitas-universitas Iran betul-betul terpengaruh oleh
berbagai corak ide-ide Leninisme, Maoisme dan Castroisme.4 Pada sisi lain
pemerintah Iran saat itu menurunkan kebijakan yang kapitalistis dan
westernis di segala sektor kehidupan. Dalam kondisi inilah Syari’ati tampil
ke depan, sebagai seorang yang mencoba mengambil jalan tengah antara
Kapitalisme dan Sosialisme. Dan salah satu gagasannya mengenai
Eslamshenasi (Islamologi) adalah kuliah mengenai metodologi dalam
memahami Islam, atau dalam bahasa tema ini adalah Sebuah Pendekatan
untuk Memahami Islam. Dalam pesannya yang analitis ini, Syari’ati
mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya pendekatan untuk
memahami Islam dari banyak dimensi, karena kecenderungan muslim
mengaggap Islam itu hanyalah ritual fiqh belaka, khususnya kaum agamis
tradisional dan yang lain mengangap Islam sudah usang, tidak cocok dengan
peradaban yang ada, yang cocok untuk diterapkan adalah budaya Barat.
Dari pemahaman tersebut maka melahirkan kemerosotan, baik moral
ataupun sains. Agar Islam mampu menunjukan ke jalan yang benar maka
Syari’ati mengingatkan pentingnya akan sebuah metode untuk memahami
Islam. Metode bagi Syari’ati dapat menyebabkan suatu bangsa maju atau
mundur, seperti apa yang dinyatakannya (Syariat, 2001):
“Suatu pendekatan sangatlah sensitif, baik berhubungan dengan
kemajuan atau kemerosotan. Bukan kemampuan dalam menimbulkan suatu
masalah yang menyebabkan stagnasi, atau gerak dan kemajuan, tetapi
agaknya metodologi yang digunakan. Dalam abad keempat dan kelima
Sebelum Masehi, ada jenius-jenius besar yang yang tidak dapat
dibandingkan dengan jenius-jenius abad ke empat belas, kelima belas, dan
ke enam belas. Tidak disangsikan bahwa aristoteles lebih jenius dari pada
Roger Bacon. Tetapi bagaimana bisa orang–orang yang memiliki tingkat
kejeniusan yang lebih rendah dari pada orang- orang seperti aristoteles, telah
meletakan dasardasar bagi kemajuan ilmu pengetahuan; sebaliknya, para
jenius besar itu sendiri telah menyebabkan ribuan stagnasi di dunia; dan
sebaliknya, orang awam menyebabkan terjadinya kemajuan ilmu
pengetahuan dan kesadaran bagi umat manusia?”

4
Rahnema, Biografi Politik Intelektual Revolusioner.
Dalam persfektif dakwah Syari’ati ingin mengingatkan tentang
pentingnya pendekatan yang lain, pada satu sisi pentingnya sebuah metode
penalaran, dan pada sisi lain masih ada potensi kecerdasan yang mesti
dieksplorasi yaitu metode hikmah atau kecerdasan spiritual. Bila mengacu
pada konteks pemikirannya tampaknya Syari’ati ingin menekankan
pentingnya sebuah aksi (praxis) dari gagasan. Untuk merubah kondisi yang
ada, melakukan kesadaran, orang tidak saja berfikir, sebab berfikir tanpa
bertindak adalah percuma.
2. Pandangan Hidup Tauhid
Pandangan dunia merupakan sikap seorang individu dalam
melakukan tindakan-tindakannya. Pandangan Hidup Tauhid sebagai
pandangan dunia Syari’ati menempati posisi yang paling urgen. Menurut
Syari’ati Pandangan hidup Tauhid merupakan cara kita memandang seluruh
Alam Semesta sebagai suatu kesatuan
(Syariati, 2001):
“ Pandangan hidup saya adalah tauhid. Tauhid dalam arti keesaan Tuhan
telah diterima oleh semua penganut agama monotheis. Tetapi Tauhid
sebagai pandangan hidup yang saya maksudkan dalam teori saya ialah
bahwa kita memandang seluruh alam semesta sebagai satu kesatuan. Jadi
tidak terbagi-bagi atas dunia kini dan akhirat nanti, atas yang alamiah dan
yang supra alamiah, atas ubstansi dan arti, atas jiwa dan raga. Jadi kita
memandang seluruh eksistensi sebagai suatu bentuk tunggal, sebagai
organisme tunggal, yang hidup dan memiliki: kesadaran, cipta, rasa dan
karsa. Banyak orang yang percaya akan tauhid sebagai suatu teori religius
filosofis, yang hanya berarti Tuhan adalah satu, tidak lebih dari satu”. Tetapi
bagi saya Tauhid adalah suatu pandangan hidup yang melihat alam semesta
sebagai suatu kumpulan yang kacau, penuh dengan keanekaan, kontradiksi
dan hetegrogenitas. Tauhid memandang dunia sebagai suatu empirium,
sedangkan syirik memandangnya sebagai suatu sistem feodal.”
Tauhid atau pengakuan akan keesaan Tuhan merupakan inti dari
doktrin Islam. seperti apa yang dikatakan oleh Nashr,” Pembuktian dan
pengakuan akan keesaan Tuhan inilah yang merupakan kredo atau inti
doktrin dari Islam”. Tauhid adalah poros yang disekelilingnya semua ajaran
Islam bergerak dan berputar”.5

5
Nasr, Inteligensi dan Spiritual Agama-Agama (Depok: Inisiasi Press, 2004).
B. Biografi Muhammad Syahrur
Muhammad Syahrur Deyb lahir di Salihiyyah, salah satu distrik di
kota Damaskus Syria pada 11 Maret 1938. Syahrur terlahir dari pasangan
Dib ibn Dib Shahrūr (1902 — 2002) dan Siddiqah bint Salih Falyun dari
sebuah keluarga menengah. Dari hasil pernikahannya dengan istri
tercintanya, Azizah, Syahrur dikaruniai lima orang anak dan masing-masing
diberi nama Thariq, Lays, Basil, Masun dan Rima. Sejak kecil, Syahrur
menerima pendidikan dasar dan menengah formal non keagamaan ketika
ayahnya memilih tidak mengirimnya ke lembaga pendidikan Islam
tradisional (kuttab ataupun madrasah), melainkan menyekolahkannya di
lembaga pendidikan Abd al-Rahmān al-Kawākibī yang terletak di al-Midan,
sebelah selatan kota Damaskus sejak tahun 1945 hingga 1957. Selepas lulus
dari pendidikan menengah, dalam usia 19 tahun, Syahrur meninggalkan
Syria untuk melanjutkan studi sarjananya dalam bidang teknik sipil pada
Moscow Institute of Engineering di Saratow Moskow dengan beasiswa dari
pemerintah sejak Maret 1959 hingga 1964. Berada di Moskow, minat
Syahrur pada filsafat Marx dan Hegel mulai terbentuk ketika ia banyak
berkesempatan menghadiri berbagai diskusi tentang pemikiran keduanya.6
Pada tahun 1957 Syahrur mendapat beasiswa pemerintah untuk studi
teknik sipil di Moskow, Uni Soviet kemudian lulus di tahun 1964 dan
menjadi dosen di Fakultas Teknik Universitas Damaskus. Oleh karenanya
sejak muda Syahrur sudah dikenal seorang yang cerdas dan hal ini terbukti
dengan proses pendidikannya yang sama sekali tidak ada hambatan ataupun
kendala sehingga dalam penyelesaian studinya di Moskow berjalan lancar.
Syahrur meraih gelar master (MA) dan doktoralnya pada tahun 1969 dan
1972 dalam bidang Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi. Syahrur diangkat
sebagai Professor Jurusan Teknik Sipil di Universitas Damaskus mulai

6
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam, Dari Tauhid Menuju Keadilan : Ilmu Kalam Tematik, Klasik, dan
Kontemporer, 2 ed. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 312.
tahun 1972 sampai 1999, selain menjadi tenaga pengajar ia juga mengelola
sebuah perusahaan kecil milik pribadi di bidang teknik.7
Kehidupan Syahrur dan keluarganya bisa dibilang sangat dekat
dengan seorang pakar hadis abad ke-21 yaitu Syaikh Nâshir al-Dîn al-
Albânî. Bahkan, menurut Syahrur sendiri ayahnya adalah murid dekat
Syaikh Nâshir al-Dîn al-Albânî. Setiap kali Syaikh al-Albânî berkunjung ke
Damaskus, maka ayahnya menjemputnya dan mengajaknya menginap di
rumah mereka. Kemudian ayahnya meminta kepada Syaikh al-Albânî untuk
menyampaikan ceramah pengajian. Kedekatan Syahrur dan keluarganya
dengan al-Albânî yang dikenal sebagai ulama hadis “konservatif” ternyata
tidak mewarnai pemikiran Syahrur. Bahkan ia cenderung memberontak
terhadap pandangan hadis yang diusung oleh al-Albânî dan ulama hadis
klasik lainnya.8
Pemikiran Syahrur berawal dari suatu kegelisahannya atas
problematika sosial yang berkembang di masyarakat, Syahrur melihat
bahwa ayat-ayat suci Al-Quran yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW yang selama ini ditafsirkan oleh ulama terdahulu dalam konteks
penafsirannya masih sangat terbatas. Aktivitas dalam ilmu tafsir
menekankan pada pemahaman teks belaka, tanpa mau mendialogkannya
dengan realitas yang tumbuh ketika teks itu dikeluarkan dan dipahami oleh
pembacanya, Ilmu tafsir tradisional tidak menempatkan teks dalam dialetika
konteks dan kontektualitasnya, inilah mengapa teks al-Quran sulit dipahami
oleh pembaca lintas generasi. Jika keterbatasan-keterbatasan ini dibiarkan
terus menerus, selamanya umat Islam tidak akan mampu menembus lautan
makna yang terbentang di balik ayat-ayat al-Quran.9

7
Burhanuddin dan Sahiron Syamsuddin, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2004), 19.
8
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, “KONSEP SUNNAH DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD
SYAHRUR,” 3, diakses 8 Juni 2023,
https://www.academia.edu/31539237/KONSEP_SUNNAH_DALAM_PERSPEKTIF_MUHAMMAD_S
YAHRUR.
9
Mohammad Fateh, “HERMENEUTIKA SYAHRUR:(Metode Alternatif InterpretasiTeks-Teks
Keagamaan),” Jurnal Religia 13, no. 02 (2010): 7.
Sepanjang masa belajarnya di Irlandia inilah terbentuk ketertarikan
Syahrur pada studi Islam dan secara khusus pada studi al-Quran. Di Irlandia
Syahrur memiliki kesempatan menekuni lagi bidang filsafat sehingga
berkenalan dengan banyak pemikir yang membentuk pandangannya di
kemudian hari. Sahur mendiskusikan pemikiran para filosof positivisme
dari Jerman seperti Immanuel Kant, Fichte dan G.F. Hegel, di samping
pemikiran filsafat spekulatif Alfred North Whitehead, Bertrand Russel, dan
lainnnya. Dalam analisa Christmann, pemikiran Syahrur merupakan sintesa
dari filsafat spekulatif Whitehead, rasionalisme idealis para filosof Jerman
serta strukturalisme dari nalar matematika-teknik yang membentuk suatu
pemikiran yang tidak lazim (unorthodox).10
Syahrur menawarkan segenap gagasan pemikiran dekonstruktif
sekaligus rekonstruktif yang unik. Keunikan ini tidak lepas dari background
Syahrūr yang merupakan seorang ahli ilmu alam—khususnya matematika
dan fisika, tidak seperti kebanyakan para pemikir Islam yang umumnya
memang berasal dari seting keagamaan. Meskipun tidak memiliki latar
belakang keilmuan keislaman yang kuat, namun ia berhasil menunjukkan
pada semua kalangan tentang dasar Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan
murni hasil dari proses kontemplasinya terhadap Al-Quran sehingga dapat
menghasilkan karya yang monumental yaitu al Kitab wa al Quran: Qiraah
Muashirah.
Dari karya intelektual syahrur seputar keagamaan ini sangat menarik
untuk dikaji lebih mendalam mengingat latar belakang pendidikan Syahrur
bukan berasal dari keagamaan. Bahkan menurut Andreas Christmann
pemikiran Syahrur mampu meruntuhkan profesi seorang ahli tafsir atau ahli
fiqh, padahal dalam hal ini Syahrur sendiri tidak termasuk dalam kategori
kedua profesi tersebut. Karya Syahrur yang disebutnya dengan seri Qiraah
Muâsarah ini ada empat buku yang diterbitkan dari Dâr al-Ahalî li al-Tibaah
wa al-Nasyr wa al Tawzi Damaskus, Syiria yaitu:

10
Nur Mahmudah, “AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER TAFSIR DALAM PEMIKIAN MUHAMMAD
SHAHRUR,” Jurnal Hermeunetik 8, no. 2 (2014): 263.
1. Al-Kitâb wa al-Quran: Qiraah Muasirah.
2. Dirasât al-Islâmiyah Muâsirah fi al-Daulah wa al-Mujtama.
3. Al-Îmân wa al-Islâm: Manzûmat al-Qiyâm.
4. Naħwa Ushûl al-Jadîdah lil Fikh al-Islâmi: fikh al-Marah.
1. Upaya Rekonstruksi Nalar Hukum Islam
Terdapat dua metode inti dalam memahami pemikiran Shahrur
dalam konteks istibaht hukum. Pertama, analisis linguistik dan semantik.
Kedua, penerapan ilmu-ilmu eksakta modern yang diekstrak dan
diaplikasikan dalam bentuk teori ḥudūd (Theory of Limit).
Berkaitan dengan metode pertama, Shahrur menerapkan prinsip al-
Jurjani tentang anti sinonimitas (gayr taradduf) dalam ekspresi puitik
terhadap teks al-Qur’an. Shahrur menyakini bahwa tidak ada satu pun kata
yang dapat diganti dengan kata lain tanpa merubah makna atau mengurangi
kekuatan ungkapan dari bentuk linguistik ayat. Dengan asumsi ini, Shahrur
berusaha membedakan makna atas terma-terma yang dianggap sama seperti
al-Kitab dan al-Qur’an. Dalam pembedaan ini, al-Kitab adalah istilah umum
(generic term) yang mencakup pengertian seluruh kandungan teks tertulis
(mushaf), yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-
Nas), sementara Al-Qur’an adalah istilah khusus yang hanya mencakup
salah satu bagian dari al-Kitab. Berdasarkan prinsip ini, Shahrur melakukan
pembedaan terhadap sejumlah pasangan atau kelompok istilah yang selama
ini dianggap sama atau sinonim seperti inzal/tanzil, furqan/quran, imām
mubin/kitāb mubīn, umm kitāb/lawh mahfūz, qadā’/qadar, zamān/waqt dan
lain semisalnya yang kemudian didefinisikan secara terpisah.1112
Kedua, Shahrur menolak pendapat tentang atomisasi (ta’diyyah),
bahkan ia menafsirkan masing-masing ayat Al-Qur’an berdasarkan asumsi-
asumsi bahwa masing-masing ayat dimiliki oleh sebuah unit tunggal dalam
sebuah kesatuan unit yang lebih besar dalam al-Kitab. Menurutnya, struktur

11
Doli Witro, “MUHAMMAD SYAHRUR DAN TEORI LIMITASI: Sebuah Metode Penggalian Hukum
Islam,” Istinbath : Jurnal Hukum 18, no. 1 (29 Juni 2021): 21–22,
https://doi.org/10.32332/istinbath.v18i1.2926.
al-Kitab tidak seragam dan tidak saling tergabung,tetapi tersusun dari
berbagai bagian yang berbeda-beda. Metode ini dinamakan metode
intratektualitas, dalam artian menggabungkan atau mengkomparasikan
seluruh ayat yang memiliki topik pembahasan yang sama. Berdasarkan
ragam tematik ini, Shahrur mendefinisikan ayat ayat berdasarkan status
metafisiknya misalnya, baik bersifat kekal, abadi, absolut, dan ayat yang
memiliki kebenaran yang bersifat relatif, temporal, dan memiliki kondisi
subjektif.13
Ketiga, Shahrur menerapkan prinsip lain milik al-Jurjani dalam hal
analisis puisi, yaitu apa yang disebut dengan komposisi (an-nazm). Menurut
al-Jurjani tidak ada unsur sekecil apapun dan yang tampak tidak penting
sekalipun yang boleh diabaikan dalam komposisi puisi, karena
mengabaikannya dapat menyebabkan kesalahan fatal untuk memahami dan
mengerti struktur maknanya atau tingkatan maknanya yang hadir dalam
komposisinya. Masing-masing kata memiliki akar kata dasar yang oleh
Shahrur dinilai sangat penting karena berperan penting dalam membedakan
makna.
Sedangkan berkaitan dengan metode kedua, Shahrur
mengadopsinya dari ilmu eksakta – terutama ilmu matematika dan fisika-
yang merupakan spesialisasi keilmuannya yang kemudian diaplikasikan
dalam bentuk teori batas atau limit. Hal ini sebagaimana ungkapannya
bahwa “Physics is the science about nature and mathematics is the science
about logic and how to ask questions and find a rational answer for them.
Both serve together. They helped me to create in myself a rational mind.”
Kedua ilmu tersebut berperan signifikan dalam mengkonstruk pemikiran
Shahrur. Teori ini berawal dari konsep hanifiyyah dan istiqamah. Istilah
hanifiyah diartikan sebagai garis dimana hukum harus sesuai dengan
masyarakat yang ada. Sedangkan istilah istiqamah ialah sebagai suatu

13
Fikria Najitama, “TEORI LIMIT MUHAMMAD SYAHRUR: KONSEP BARU METODE ISTINBAT
HUKUM KONTEMPORER,” JURNAL ISTINBATH 10, no. 1 (2014).
aturan Allah yang tidak bisa diganggu gugat.14 Teori ini secara umum
menggabungkan metode hermeneutik dengan pendekatan linguistik untuk
memahami bagaimana seorang Muslim mendapat petunjuk secara
menyeluruh. Hermeneutik dimaksudkan sebagai sebuah ilmu yang
merefleksikan bagaimana sebuah kata atau peristiwa dan kultur masa lalu
dapat difahami dan secara esensial menjadi bermakna dalam situasi
sekarang ini.15 Metode hermeneutik yang digunakan oleh Shahrur dengan
pendekatan linguistik sangat terfokus pada redaksi teks dengan pemaknaan
kontemporer. Kajian linguistik ini mengarah kepada penggunaan bahasa
yang mana teks bahasa tidak tumbuh dalam satu masa melainkan
berkembang dalam kurun waktu yang berkeseinambungan.
Teori pemikiran Syahruh banyak dipengaruhi oleh analisis eksakta
dalam memahami teks. Shahrur dipengaruhi model analisis matematika
Issac Newton yang ia gambarkan dengan adanya dua titik ordinat vertikal
dan horisontal. Garis vertikal menggambarkan hukum yang senantiasa
berubah tetapi tetap memperhatikan batasan (hadd) Allah, sedangkan garis
horizontal disimbolkan dengan kondisi objektif dimana hukum diterapkan
pada situasi dan kondisi tertentu.16
C. Biografi Ismail Raji al-Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi dilahirkan di Kota Jaffa, Palestina pada 1
Januari 1921 M. Ayahnya bernama Abdu Huda al-Faruqi, beliau seorang
hakim yang terkenal di Palestina dan merupakan seorang tokoh agama yang
cukup terpandang dikalangan sarjana muslim. Keluargannya juga terbilang
sebagai keluarga yang mampu dan terpandang di Palestina.17

14
ibid
15
Wely Dozan dan Muhammad Turmudzi, “Konsep Hermeneutika Sebagai Metodologi
Interpretasi Teks Al-Qur’an,” MAGHZA Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab
dan Humaniora, IAIN Purwokerto 4, no. 2 (2019): 207–8.
16
Asriyati Asriyati, “PENATAAN DAN PANDANGAN HUKUM ISLAM MUHAMMAD SHAHRUR,”
Mazahib, 2015, 228, https://doi.org/10.21093/mj.v14i1.334.
17
Abdurrahmasyah, Sintesis Kreatif Pembaruan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail Raji al-Faruqi
(Yogyakarta: Global Pustaka Umum, 2002), 21.
Al-Faruqi memulai pendidikan dasarnya di College des Freres,
Lebanon sejak 1926 M sampai 1936 M. Setelah itu ia kembali melanjutkan
pendidikannya di The American University di Beirut. Gelar sarjana
mudanya ia peroleh pada tahun 1941 M. Seusai lulus sebagai sarjana, al-
Faruqi kembali ke Palestina untuk menjadi seorang pegawai di bawah
intruksi dari pemerintahan Inggris hingga ia berhasil diangkat sebagai
gubernur di provinsi Galilea, Palestina. Akan tetapi, kedudukan yang
dimilikinya tidak berlangsung lama setelah Israel berhasil menguasai
Palestina ditahun 1947 M yang menyebabkan ia hijrah ke Amerika.18
Ternyata kepergian al-Faruqi ke negeri yang berjuluk Paman Sam
tersebut membawa dampak yang positif terhadap kehidupannya. Ia mulai
menekuni dunia akademis dan concern dengan berbagai persoalan
keilmuan. Dengan minat, serta rasa haus akan keilmuan menjadikan
motivasi bagi al-Faruqi untuk melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih
tinggi. Di negera Amerika inilah al-Faruqi memperoleh gelar masternya
dalam bidang filsafat dari Universitas Indiana pada tahun 1949 dan
sekaligus berhasil menyabet gelar master keduannya dari Universitas
Harvard, dengan mengangkat judul tesis On Justifying The God:
Metaphysic and Epistemology of Value (Tentang Pembenaran Kebaikan:
Metafisika dan Epistemologi Ilmu). Tetapi apa yang dirasakan oleh al-
Faruqi, menurutnya kurang merasa puas akan keilmuan yang ia dapatkan.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali menggali berbagai ilmu keIslaman
di Universitas al-Azhar Kairo.19 Sementara gelar doktornya diperoleh dari
Universitas Indiana.
Al-Faruqi mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo,
Mesir selama empat tahun. Seusai menamatkan pendidikannya di Mesir, ia
memulai karir sebagai tenaga pengajar di Universitas McGill, Montreal,
Kanada pada tahun 1959 sekaligus mempelajari Yudaisme dan Kristen

18
Yusafrida Rasyidin, “ISMAIL RAGI AL-FARUQI (PELOPOR HUBUNGAN MUSLIM – KRISTEN),” Al-
AdYaN, 1, VI (2011): 33.
19
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dan Fundamentalisme Modern hingga post-
Modernisme, 1 ed. (Jakarta: Paramadina, 1996), 49.
secara intensif.20 Sampai pada akhirnya ia pindah ke Karachi, Pakistan,
dikarenakan terindikasi terlibat dengan kegiatan yang bernama Central
Institute for Islamic Research.21 Setelah satu tahun berlangsung tepatnya
pada tahun 1963, al-Faruqi kembali lagi ke Amerika Serikat dan
memberikan pengajaran disana, disalah satu Fakultas Agama Universitas
Chicago, setelah itu ia pindah ke progam yang mengkaji suatu ilmu
keIslaman di Universitas Temple, Philadelphia, sebagai guru besar dan
mendirikan juga Pusat Pengakajian Islam di institusi tersebut. Selain itu, al-
Faruqi sudah terbiasa menjadi tamu sebagai guru besar di beragam negara,
antara lain seperti di Universitas Mindanao City, Filipina, dan Universitas
Qom, Iran. Tidak berhenti pada hal itu saja, al-Faruqi menjadi sosok
perancang utama mengenai kurikulum di Universitas The American Islamic
College Chicago.22
Kemampuan atau kapabilitas dalam bidang keilmuan serta semangat
kritik ilmiah yang dimiliki oleh al-Faruqi, membuat ia mendirikan
organisasi yang bernama The Asscociation of Muslim Social Scientist
(Himpunan Ilmu Sosial Muslim) yang sekaligus menjadi pemimpin pertama
pada tahun 1972. Harapan al-Faruqi dalam pembentukan lembaga tersebut
ialah, agar proses tentang Islamisasi ilmu pengetahuan bisa terealisasi,
khususnya dalam ilmu-ilmu sosial. Selang dua tahun kemudian, ia juga
berhasil mendirikan sebuah lembaga yang bernama International Institute
of Islamic Thought (IIIT) yang berada di Amerika sebagai wadah untuk
menampung gagasan nyata mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan.
Lembaga tersebut rupanya telah mempunyai berbagai macam cabang di
beberapa negara termasuk Indonesia dan Malaysia.23

20
Muhammad Rafles, “Tipologi kaligrafi kontemporer menurut Ismail Raji al-Faruqi analisis
resepsi estetis terhadap penulisan Al-Qur’an” (Tesis, Riau, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau, 2021), 26, http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/55265.
21
“Fazlur Rahman - Understanding Islam & Christian-Muslim Relations,” https://chrishewer.org/,
3, diakses 3 Desember 2022, https://chrishewer.org/fazlur-rahman/.
22
Rasyidin, “ISMAIL RAGI AL-FARUQI (PELOPOR HUBUNGAN MUSLIM – KRISTEN),” 33.
23
Zuhdiyah Zuhdiyah, “Islamisasi Ilmu Ismail Raji Al-faruqi,” Tadrib 2, no. 2 (2016): 3.
Tepat pada tanggal 17 Ramadhan 1406 H atau 27 Mei 1986 M,
Ismail Raji al-Faruqi beserta istrinya Louis Lamya meninggal dunia.
Kematiannya disebabkan oleh tiga orang pembunuh yang berhasil
menyelinap ke dalam rumahnya yang berada di Wyncote, Pensylvania.
Sedangkan putrinya, Anmar al-Zein berhasil tertolong, namun ia harus
membutuhkan perawatan berupa 200 jahitan untuk menutup segala lukanya.
Para pemuka agama serta politisi memberikan penghormatan terakhirnya
pada pemakaman al-Faruqi di Washington pada akhir bulan September.
Prosesi tersebut diadakan oleh panitia untuk mengenang al-Faruqi yang
dibentuk dari gabungan Dewan Oraganisasi Arab-Amerika, Organisasi
Masyarakat Islam Amerika Utara, Dewan Nasional Gereja Kristen Amerika,
dan Komite Arab Amerika anti Diskriminasi.24
1. Ide Pokok Pendidikan Ismail Raji Al-Faruqi
Gagasan pokok yang paling penting dari al-Faruqi dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu mengenai tauhid sebagai paradigma peradaban dan
Islamisasi pengetahuan. 25
a. Tauhid sebagai Paradigma Peradaban
Menurut al-Faruqi, terdapat kaitan perihal tauhid dengan peradaban
yang akhirnya menghasilkan dua dimensi. Yakni tauhid sebagai prinsip
pertama etika, aksiologi, sosial, dan estetika. Pemahaman mengenai
tauhid yang memuat dimensi tentang metodelogis maupun isi tersebut
dalam kaitannya dengan membangun peradaban Islam itulah yang
menjadi dasar paradigma peradaban yang dikemukakannya. Al-Faruqi
mengatakan bahwa letak tauhid ialah sebagai esensi dari Islam itu
sendiri, karena dengan tauhid akan memberikan suatu identitas terhadap
peradaban Islam yang akan mampu mengikat keseluruhan unsur secara
bersama-sama dan menjadikan unsur tersebut sebagai satu kesatuan
yang integral dan organis yang kita sebut dengan peradaban. Ia

24
Ibid.
25
M. Sugeng Sholehuddin, “Ismail Raji Al-faruqi the Founding Father Islamisasi Pengetahuan,”
Edukasia Islamika 8, no. 2 (Desember 2010): 209.
mencetak beberapa unsur tersebut agar saling selaras serta saling
mendukung. Tanpa mengubah sifat-sifat mereka, esensi tersebut
mengubah beberapa unsur yang membentuk suatu peradaban dengan
memberikan ciri baru sebagai bagian dari peradaban tersebut.
Tauhid sebagai esensi dan ciri dari ajaran Islam, menurutnya adalah
merupakan pandangan umum dari realitas, kebenaran, ruang dan waktu,
serta sejarah dan nasib manusia. Ia menyatakan bahwa dalam ekonomi,
manusia hanya mempunyai hak pakai harta benda, sedangkan hak
mutlak berada pada Allah. demikian pula dalam bidang politik,
kekuasan tertinggi berada pada Allah. Tauhid sebagai esensi
pengalaman agama dalam diri seorang muslim, akan memberi
pemahaman bahwa dalam pandangannya realita ada dalam dua tata
order yang terpisah, yaitu yang natural dan transenden. Melalui
pengalaman agama ini (yang berintikan tauhid) maka dalam pandangan
Islam, realisasi kehidupan harus mengabdi pada suatu tujuan dan nature
suatu fitrah yang tak dapat diidentikkan dengan pandangan filsafat
ciptaan manusia (aliran-aliran filsafat). Esensi pengalaman agama atas
dasar tauhid ini adalah merupakan realisasi bahwa kehidupan tidaklah
sia-sia.26
b. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Al-Faruqi memulai pokok pikirannya tentang islamisasi ilmu
pengetahuan dengan mengaitkan pertama kali dengan kekalahan dan
keterbelakangan umat Islam dalam menghadapi dominasi dan kemajuan
dunia Barat. Kekalahan-kekalahan itu mengakibatkan kaum muslimin
dibantai, dirampas kekayaannya, dirampas hak-hak dan kehidupannya.
Mereka disekulerkan, diwesternisasikan, dijauhkan dari agamanya oleh
agen-agen musuh mereka. Sebagai kelanjutan dari kemalangan itu, umat
Islam dijelek-jelekkan, difitnah, dalam pandangan bangsa-bangsa di

26
Ibid, 210.
dunia, sehingga pada masa itu umat Islam menjadi umat yang
mempunyai citra terjelek.27
Sementara dalam kehidupan politik umat Islam terjadi perpecahan
dan pertikaian yang memang sengaja diciptakan oleh negara-negara
Barat, sehingga umat Islam terpecah menjadi lebih dari lima puluh
negara yang berdiri sendiri. Untuk lebih menciptakan ketidakstabilan di
negara-negara Islam mereka memasukkan orang-orang asing ke negara-
negara Islam. Dengan demikian di seluruh dunia Islam terjadi
ketidakstabilan, perpecahan dan pertikaian antara umat Islam. Kondisi
ini disebabkan oleh usaha kaum kolonial dan menghancurkan seluruh
institusi politik di negara-negara Islam.
Kekalahan di bidang politik berimbas pada kekalahan dan
ketebelakangan di bidang ekonomi. Kehidupan ekonomi umat Islam
saat itu mengalami kehancuran dengan banyaknya kelaparan dan
ketidakberdayaan ekonomi umat. Kebutuhan-kebutuhan ekonomis umat
Islam dikesampingkan hanya untuk kepentingan-kepentingan kaum
kolonial. Keadaan ini menimbulkan ketergantungan yang luar biasa
kaum muslim kepada pihak-pihak asing. Industri-industri yang
diselenggarakan di negara-negara muslim tidak ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan umat Islam, tapi untuk kepentingan advertising
kaum kolonial.
Dalam bidang keagamaan dan budaya, umat Islam semakin terseret
dengan propaganda asing yang mengarah kepada westernisasi, tanpa
disadari bahwa itu akan membawa kepada kehancuran budaya
bangsanya dan ajaran Islam. Berbarengan dengan itu dibangunlah
berbagai sekolah-sekolah yang menggunakan sistem dan kurikulum
Barat, yang selanjutnya melahirkan kesenjangan diantara umat Islam,
yaitu mereka yang terlalu terbaratkan dan sekuler dan mereka yang tetap
menentang sekularisme. Pemerintah kolonial selalu berusaha agar

27
Abd Rahim Razzaq, MENGENAL WAJAH BARU PENDIDIKAN ISLAM, 1 ed. (Yogyakarta: Pandora
(Kelompok Penerbit CV. Bildung Nusantara), 2019), 119.
golongan umat Islam yang pertama unggul dan menjadi penentu dalam
pengambilan kebijakan umat Islam.28
Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan umat Islam sebagaimana
di atas, penting adanya langkah-langah perbaikan. Sehingga Al-Faruqi
memulai memikirkan dan merekomendasikan pentingnya pemaduan
pendidikan yang bersifat sekuler/profan dengan pendidikan Islam.
Dualisme pendidikan yang terjadi di kalangan umat Islam pada saat ini
harus ditiadakan setuntasnya. Kedua sistem pendidikan tersebut harus
dipadukan dan diintegrasikan, sehingga dapat melengkapi dan menutupi
kekurangan masing-masing. Integrasi pendidikan sekuler dan
pendidikan Islam harus menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang
sesuai dengan visi agama Islam.29
Menurutnya tujuan dari rencana kerja Islamisasi pengetahuan yang
telah dicanangkan ialah sebagai berikut:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern.
2. Penguasaan khasanah Islam.
3. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu
modern.
4. Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu
modern.
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai
pemenuhan pola rencana Allah SWT.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan itu, sejumlah langkah harus
diambil menurut suatu urutan logis yang menentukan prioritas-prioritas
masing-masing langkah tersebut, yaitu ada 12 langkah yang diperlukan
untuk mencapai islamisasi pengetahuan. Kedua belas langkah itu
adalah:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern : penguraian kategori.
2. Survei disiplin ilmu.

28
Ibid, hal 120.
29
Ibid, hal 121.
3. Penguasaan khazanah Islam: sebuah antologi.
4. Penguasaan khasanah ilmiah Islam tahap analisa.
5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin
ilmu.
6. Penilain kritis terhadap disiplin ilmu modern: tingkat
perkembangannya dimasa kini.
7. Penilain kritis terhadap khasanah Islam :tingkat
perkembangannya di masa kini.
8. Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
9. Survei permasalahan yang dihadapi umat manusia.
10. Analisa kreatif dan sintesa.
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka
Islam : Buku-buku daras (teks) tingkat universitas.
12. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah disampaikan.30

Kerangka kerja serta bentuk langkah Islamisasi pengetahuan al-


Faruqi ini pada prinsipnya juga untuk mengadakan sintesis kreatif antara
khazanah Islam dengan khazanah Barat. Dua belas langkah kerja
tersebut mempunyai tiga poin penting, yakni keharusan kamum muslim
untuk menguasai khazanah klasik, memperhatikan khazanah Barat
dengan cara memeriksanya secara kritis melalui perantara perspektif
dari al-Qur’an, dan menampung kedua khazanah tersebut menjadi
paduan yang kreatif, sehingga mampu memperlihatkan bentuk disiplin
pengajaran Islam yang lengkap, terpadu, tidak dikotomis dibawah
pancaran nilai-nilai tauhid.31
Adapun untuk mempercepat islamisasi pengetahuan tersebut juga
diperlukan alat-alat bantu yaitu konferensi-konferensi, seminar-seminar,
dan loka karya untuk pembinaan staf. Menurutnya, Islamisasi

30
Sholehuddin, “Ismail Raji Al-faruqi the Founding Father Islamisasi Pengetahuan,” 211.
31
Nanda Septiana, “KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI TENTANG ISLAMISASI
SAINS,” JIE (Journal of Islamic Education) 5, no. 1 (21 Mei 2020): 28.
pengetahuan harus mengamati sejumlah prinsip yang merupakan esensi
Islam. untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin di bawah kerangka
Islam, berarti membuat teori-teori, metode-metode, prinsip-prinsip, dan
tujuan-tujuan yang sesuai dengan :
1. Keesaan Allah
Keesaan Allah adalah prinsip pertama dari agama Islam dan
setiap yang Islami. Itulah prinsip bahwa Allah adalah Allah,
bahwa tak ada sesuatupun yang selain dari padaNya, Dia tunggal
secara mutlak, selain dari Dia adalah terpisah dan berbeda
dengan Dia serta merupakan ciptaan-Nya.
2. Kesatuan alam semesta
Alam semesta adalah sebuah keutuhan yang integral karena
merupakan karya penciptaan tunggal yang aturan dan desain
yang telah diciptakanNya, termasuk bagian alam semesta
tersebut.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
Kesatuan kebenaran merumuskan bahwa, berdasarkan wahyu
kita tidak boleh membuat klaim yang bertentangan dengan
realitas, pernyataan yang diajarkan wahyu tentulah benar,
pernyataan-pernyatan itu harus berhubugan dan sesuai dengan
relaitas. Kesatuan kebenaran juga merumuska bahwa tidak ada
kontradiksi, perbedaan, atau variasi diantara nalar dan wahyu,
yang merupakan prinsip yang bersifat mutlak.
4. Kesatuan hidup
Manusialah yang sanggup memikul amanah, kesanggupan
manusia memikul amanah ini, menempatkannya di atas para
malaikat. Adalah wajar jika manusia mengisyaratkan dan
memiliki, mencintai, kawin dan memperoleh keturunan,
merebut dan menjalankan kekuasaan, dan lain sebagainya. Islam
mengendaki aktivitas-aktivitas ini berlanjut terus, tidak seperti
Kristen dan Budha.
5. Kesatuan umat manusia.
Umat manusia adalah satu dan sama, inilah landasan dari
universaisme Islam. Semua manusia adalah sama di mata Tuhan,
yang membedakannya adalah perbuatan-perbuatan moral
mereka (Taqwa) dalam prestasi kultural atau kebudayaan.
Inti atau esensi dari Islamisasi pengetahuan al-Faruqi ialah, paduan
kreatif beberapa ilmu Islam klasik atau tradisional dengan disiplin-
disiplin ilmu kontemporer atau modern. Paduan atau sintesis ini
diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahan masyarakat
muslim, yang digulirkan menjadi bentuk buku-buku pembeljaran dan
kurikulum pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan realitas
masyarakat muslim.32
D. Kesimpulan
Ali Syari’ati merupakan seorang seorang intelektual sekaligus
pemikir besar yang memicu energi intelektual untuk Revolusi Islam di Iran,
dan menaruh perhatian lebih pada humanisme. Inti pemikirannya bahwa
manusia merupakan makhluk merdeka, mempunyai potensi untuk
menentukan sendiri nasibnya. Nasib manusia tidak ditentukan oleh faktor
eksternal, Akan tetapi nasib manusia dibangun dengan semangat Tauhid dan
memberikan pemahaman akan ideologi berdasarkan Islam yang bisa
memberikan dampak positif bagi manusia dan dapat dilaksanakan dalam
kehidupan nyata. Ali Syari’ati merupakan seorang seorang intelektual
sekaligus pemikir besar yang memicu energi intelektual untuk Revolusi
Islam di Iran, dan menaruh perhatian lebih pada humanisme. Inti
pemikirannya bahwa manusia merupakan makhluk merdeka, mempunyai
potensi untuk menentukan sendiri nasibnya. Nasib manusia tidak ditentukan
oleh faktor eksternal, Akan tetapi nasib manusia dibangun dengan semangat
Tauhid dan memberikan pemahaman akan ideologi berdasarkan Islam yang
bisa memberikan dampak positif bagi manusia dan dapat dilaksanakan

32
Ibid, hal 28.
dalam kehidupan nyata. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa Shahrur
menawarkan metodologi baru dalam pemikiran Islam yang cukup menarik,
menggelitik, patut diapreasiasi sebagai usaha ijtihadi. Shahrur menekankan
pembukaan pintu ijtihad yang seluasluasnya serta menawarkan konsep
pembacaan kedua yang lebih segar dan fresh dalam membaca dan
memahami al-Quran. Kolaborasi antara pendekatan linguistik dan aplikasi
teori ḥudūd menjadi bahasan yang mengundang diskusi cukup panjang. Ada
beberapa hal yang perlu dicatat bahwa penggunaan perangkat pendekatan
semantik dan mengabaikan perangkat keilmuan lainnya tentu akan
menghasilkan hasil yang “kering” dan justrubisa jadi menimbulkan
problem. Kemudian, kaitannya posisi sunnah dalam struktur sumber hukum
dapat menimbulkan konstruk hukum yang ahistoris. Ismail Raji al-Faruqi
merupakan seorang tokoh yang memiliki suatu terobosan mengenai tentang
gagasan dalam memecahkan permasalahan yang telah dihadapi oleh umat
Islam. Gagasan yang dikemukakan oleh al-Faruqi tentunya tidak terlepas
dari yang namanya konsep dari tauhid. Dikarenakan tauhid merupakan
esensi bagi Islam sendiri, serta mencakup seluruh aktivitas manusia. Begitu
pula gagasan al-Faruqi tentang istilah Islamisasi pengetahuan. Menurut al-
Faruqi adanya Islamisasi pengetahuan berguna untuk mengislamkan ilmu
pengetahuan modern dengan cara melakukan aktivitas keilmuan seperti
eliminasi, perubahan, penafsiran kembali, dan penyesuaian terhadap faktor-
faktornya. Untuk membantu gagasanya, al-Faruqi telah menyusun
rangkaian kerja yang dilakukannya.
Daftar Pustaka
Abdurrahmasyah. Sintesis Kreatif Pembaruan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail
Raji al-Faruqi. Yogyakarta: Global Pustaka Umum, 2002.
Asriyati, Asriyati. “PENATAAN DAN PANDANGAN HUKUM ISLAM
MUHAMMAD SHAHRUR.” Mazahib, 2015.
https://doi.org/10.21093/mj.v14i1.334.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam dan Fundamentalisme Modern hingga
post-Modernisme. 1 ed. Jakarta: Paramadina, 1996.
Burhanuddin, Nunu. Ilmu Kalam, Dari Tauhid Menuju Keadilan : Ilmu Kalam
Tematik, Klasik, dan Kontemporer. 2 ed. Jakarta: Prenadamedia Group,
2016.
Burhanuddin, dan Sahiron Syamsuddin. Metodologi Fiqih Islam Kontemporer.
Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004.
Dozan, Wely, dan Muhammad Turmudzi. “Konsep Hermeneutika Sebagai
Metodologi Interpretasi Teks Al-Qur’an.” MAGHZA Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, IAIN Purwokerto 4,
no. 2 (2019): 205–19.
Fateh, Mohammad. “HERMENEUTIKA SAHRUR:(Metode Alternatif
InterpretasiTeks-Teks Keagamaan).” Jurnal Religia 13, no. 02 (2010): 22.
https://chrishewer.org/. “Fazlur Rahman - Understanding Islam & Christian-
Muslim Relations.” Diakses 3 Desember 2022.
https://chrishewer.org/fazlur-rahman/.
Keislaman, MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu. “KONSEP SUNNAH DALAM
PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAHRUR.” Diakses 8 Juni 2023.
https://www.academia.edu/31539237/KONSEP_SUNNAH_DALAM_PE
RSPEKTIF_MUHAMMAD_SYAHRUR.
Mahmudah, Nur. “AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER TAFSIR DALAM
PEMIKIAN MUHAMMAD SHAHRUR.” Jurnal Hermeunetik 8, no. 2
(2014): 259–80.
Najitama, Fikria. “TEORI LIMIT MUHAMMAD SYAHRUR: KONSEP BARU
METODE ISTINBAT HUKUM KONTEMPORER.” JURNAL ISTINBATH
10, no. 1 (2014).
Nasr. Inteligensi dan Spiritual Agama-Agama. Depok: Inisiasi Press, 2004.
Rafles, Muhammad. “Tipologi kaligrafi kontemporer menurut Ismail Raji al-Faruqi
analisis resepsi estetis terhadap penulisan Al-Qur’an.” Tesis, Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2021. http://repository.uin-
suska.ac.id/id/eprint/55265.
Rahim Razzaq, Abd. MENGENAL WAJAH BARU PENDIDIKAN ISLAM. 1 ed.
Yogyakarta: Pandora (Kelompok Penerbit CV. Bildung Nusantara), 2019.
Rahnema, Ali. Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Jakarta: Erlangga, 2002.
Rasyidin, Yusafrida. “ISMAIL RAGI AL-FARUQI (PELOPOR HUBUNGAN
MUSLIM – KRISTEN).” Al-AdYaN, 1, VI (2011): 16.
Septiana, Nanda. “KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN ISMAIL RAJI AL-
FARUQI TENTANG ISLAMISASI SAINS.” JIE (Journal of Islamic
Education) 5, no. 1 (21 Mei 2020): 20–34.
Sholehuddin, M. Sugeng. “Ismail Raji Al-faruqi the Founding Father Islamisasi
Pengetahuan.” Edukasia Islamika 8, no. 2 (Desember 2010): 70240.
Supriyadi, Eko. Sosialisme Islam pemikiran Ali Syariati. 1 ed. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Witro, Doli. “MUHAMMAD SYAHRUR DAN TEORI LIMITASI: Sebuah
Metode Penggalian Hukum Islam.” Istinbath : Jurnal Hukum 18, no. 1 (29
Juni 2021): 15–31. https://doi.org/10.32332/istinbath.v18i1.2926.
Zuhdiyah, Zuhdiyah. “Islamisasi Ilmu Ismail Raji Al-faruqi.” Tadrib 2, no. 2
(2016): 293–313.

Anda mungkin juga menyukai