Anda di halaman 1dari 16

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (FACTORING DAN MODAL VENTURA)

Anisa Urohmah
IAIN Ponorogo
Jl. Puspita Jaya, Krajan, Pintu, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo
anisaf1105@gmail.com

Abstrak: Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga
keuangan dan lembaga perbankan. Karena keberadaan lembaga pembiayaan masih baru jika
dibandingkan dengan lembaga keuangan yaitu bank. Dimana nenek moyang kita sudah lama
mengenal lembaga keuangan dibandingkan lembaga pembiayaan. Dan seiring dengan adanya
kebutuhan ekonomi masyarakat, lembaga pembiayaan ini menjadi tumbuh dan berkembang
semakin pesat. Keberadaan lembaga pembiayaan merupakan suatu hal yang positif karena
dengan adanya lembaga pembiayaan dapat membantu usaha-usaha yang kekurangan modal
dalam menjalankan kegiatan usahanya.

PENDAHULUAN
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan urusan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun
2009 menjelaskan bahwa lembaga pembiayaan sebagai badan usaha uang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga
pembiayaan merupakan salah satu bentuk usaha yang mempunyai peran sangat penting dalam
pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Oleh karena itu, lembaga pembiayaan juga
berperan sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk
menunjang perekonomian nasional.
Menurut Pasal 2 Peraturan Presiden RI No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan,
lembaga pembiayaan itu sendiri meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura,
perusahaan pembiayaan infrastruktur. Kegiatan usaha yang dilakukan dalam masing – masing
jenis perusahaan berbeda. Salah satu lembaga pembiayaan yang dapat menjadi pilihan
kalangan bisnis adalah perusahaan modal ventura.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anjak Piutang


Anjak Piutang dalam bahasa Inggrisnya sering disebut Factoring. Anjak piutang
merupakan suatu istilah yang berasal dari gabungan kata “anjak” yang artinya pindah atau
alih, dan “piutang” yang berarti tagihan sejumlah uang. Berdasarkan arti kata tersebut secara
sederhana anjak piutang berarti pengalihan piutang dari pemiliknya kepada pihak lain.
Pengertian anjak piutang berdasarkan peraturan yang ada dan pandangan-pandangan dari
para ahli. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pengertian Anjak Piutang
(Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka
pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Berdasarkan pengertian Anjak Piutang (Factoring) diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Anjak Piutang adalah suatu cara pembiayaan atau pendanaan jangka pendek dengan
memanfaatkan piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan (client). Perusahaan yang
bersangkutan menjual atau menyerahkan hak atas piutangnya kepada perusahaan Anjak
Piutang (Factor). Kemudian perusahaan anjak piutang (Factor) menyerahkan sejumlah uang
kepada perusahaan (Client) tersebut sebesar prosentase tertentu dari jumlah nilai piutang.
Sebagai imbalan, perusahaan Anjak Piutang (Factor) membebankan biaya administrasi dan
bunga pada perusahaan (Client) tersebut. Dari penjualan piutang oleh perusahaan (Client)
kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor) tersebut, kemudian memberikan hak kepada
perusahaan Anjak Piutang (Factor) untuk menagih piutang dagang kepada Customer
(debitur).

B. Jenis jenis Anjak Piutang


Menurut Munir Fuady, factoring diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yang lazim
berlaku sebagai berikut :
1. Dilihat dari sudut keterlibatan klien
a. Recourse Factoring
Yaitu jenis Factoring, dengan mana apabila pihak perusahaan Factor ternyata tidak
mendapatkan atau tidak penuh mendapatkan tagihannya dari pihak Customer, maka pihak
klien masih tetap bertanggung jawab untuk melunasinya. Bahkan ada jenis Factoring yang
memberikan opsi untuk pihak perusahaan Factor untuk menjual piutangnya kembali kepada
klien. Menurut sistem KUH Perdata, maka jika tidak ditentukan lain oleh para pihak, maka
setiap factoring dianggap merupakan Recourse Facoring by the operation of law. Sebab,
dalam setiap perjanjian jual beli termasuk jual beli piutang, apabila jual beli selesai
dilakukan, jual beli tersebut tidak dapat dibatalkan ileh salah satu pihak kecuali (a)
berlakunya syarat batal, (b) ditentukan lain oleh para pihak.
b. Without Recourse Factoring
Yaitu jenis Factoring yang meletakkan beban tagihan beserta seluruh risikonya
sepenuhnya pada para pihak perusahaan Factor. Jadi jika misalnya terjadi kegagalan dalam
penagihan piutang, merupakan tanggung jawab pihak perusahaan Factor sendiri, sementara
pihak klien tidak lagi bertanggung jawab. Kecuali ada unsur “kesalahan” pada pihak klien.
2. Dilihat dari segi negara tempat kedudukan para pihak
a. Domestic Factoring
Yaitu Factoring dimana semua para pihak berada dalam satu negara.
b. International Factoring
Yaitu Factoring dimana pihak customernya berada di luar negeri. Untuk international
factoring ini sering disebut juga dengan istilah Export Factoring.
3. Dilihat dari segi pemberitahuan kepada pihak Customer
a. Disclosed Factoring
Yakni Factoring yang pengalihan piutang kepada perusahaan factor diberitahukan
kepada Customer.
b. Undisclosed Factoring
Yakni merupakan Factoring dimana alihan piutangnya tidak diberitahukan kepada
pihak Customer. Sering disebut juga dengan Confidential Factoring. Factoring seperti ini
krusial kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia mengingat KUH Perdata mensyaratkan
persetujuan atau setidak-tidaknya pemberitahuan setiap adanya Cessie (atas piutang biasa)
kepada pihak debitur. Persetujuan tersebut tentunya bisa saja dilakukan sebelum Cessie
dilakukan bahkan pada saat dibuatnya perjanjian yang menimbulkan piutang. Apa yang
dikenal dengan nama Invoice Discounting juga merupakan bentuk Factoring yang
konfidensial ini.
4. Dilihat dari segi Sarana Pengalihan
a. Factoring dengan Account Receivables
Dalam hal ini dokumentasi yang dialihkan kepada perusahaan Factor oleh klien adalah
bukti-bukti hutang dalam bentuk account receivables.
b. Factoring dengan Prommissory Notes
Dalam hal ini, pihak Customer mengeluarkan promissory notes atas hutang-hutangnya
terhadap pihak klien. Selanjutnya klien mengendorse promissory notes tersebut kepada pihak
perusahaan Factor sebagai salah satu mata rantai dari proses pengalihan piutangnya.
5. Dilihat dari segi service yang diberikan
a. Maturity Factoring
Merupakan jenis Factoring dimana perusahaan Factor hanya memberikan jasa
penatabukuan, proteksi dan pengontrolan kredit, dan penagihan. Dalam hal ini, biasanya
pembayaran kepada klien oleh perusahaan Factor baru dilakukan apabila pembayaran oleh
Customer telah dilakukan, atau yang dikenal dengan istilah Pay As Paid Arrangement.
Factoring yang bersifat non financing ini sering disebut juga Service Factoring.
b. Financial Factoring
Merupakan jenis Factoring yang memberikan jasa-jasa, disamping jasa-jasa yang
diberikan oleh manurity factoring, ditambah lagi dengan jasa pemberian bantuan financial.
Jasa financial ini diberikan lewat pemberian advance payment oleh perusahaan Factor kepada
klien sebelum jatuh tempo atau sebelum ditagihnya piutang. Factoring yang menyediakan full
service, yakni ikut menyediakan jasa penagihan, jaminan pembayaran hutang (with recourse)
dan financial, sering juga disebut dengan old line factoring. Namun kadang-kadang istilah old
line factoring digunakan juga khusus terhadap Factoring yang bergerak hanya dibidang
pembelian piutang- piutang dagang semata-mata.

C. Subjek dan Objek Anjak Piutang (Factoring)


Sebagaimana telah dipaparkan pada uraian sebelumnya bahwa Anjak Piutang (Factoring)
merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek
suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Bila dicermati dalam Anjak
Piutang ditawarkan pembiayaan jangka pendek yang diperoleh dari pengalihan atas piutang
debitur kepada perusahaan Anjak Piutang (Factoring). Fungsi pokok dari usaha Anjak
Piutang (Factoring) ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dana lancer bagi usaha-usaha yang
menjual barang atau jasa secara kredit dan menerima pengalihan piutang dengan suatu
diskonto tertentu. Berdasarkan batasan atau pengertian Anjak Piutang (Factoring), maka
dapat diketahui subyek dan obyek dari Anjak Piutang (Factoring). Transaksi Anjak Piutang
(Factoring) dituangkan dalam Perjanjian Anjak Piutang. Subyek perjanjian Anjak Piutang
(Factoring) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi Anjak Piutang (Factoring).
Pihak-pihak tersebut adalah Perusahaan Anjak Piutang (Factor), Klien (Client), dan
Nasabah/Debitur (Customer).
1. Perusahaan Anjak Piutang (Factor)
Perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
Pihak yang dapat menjadi perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah perusahaan yang
bergerak khusus dalam usaha Anjak Piutang atau perusahaan yang disamping bergerak
dibidang Anjak Piutang, tetapi juga bergerak dibidang usaha finansial lainnya, seperti bidang
leasing, consumer finance, credit card (perusahaan multifinance) dan Bank. Bank juga
diperkenankan melakukan usaha Anjak Piutang berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf (e)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pada penjelasan ketentuan Pasal
6 huruf (e) tersebut ditegaskan bahwa kegiatan Anjak Piutang merupakan kegiatan
pengurusan piutang atau tagigan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri, yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.
Bila dilihat pada perkembangannya dewasa ini kecenderungan bagi bank untuk memperluas
jasa-jasa yang diberikannya, daripada hanya bertahan pada jasa-jasa konvensionalnya,
misalnya menyalurkan kredit dan menghimpun dana dari masyarakat. Sebagaimana
dikemukakan oleh Munir Fuady, bank sekarang semakin cenderung menjadi semacam
Financial Supermarket, yakni meramu berbagai kegiatan, seperti kegiatan bank konvensional,
grokerage, merchant bank, atau Factoring.
2. Penjual Piutang/Klien (Client)
Penjual Piutang (Client) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek
kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor). Penjual piutang adalah pihak yang mempunyai
piutang. Dari pengertian tentang penjual piutang diatas, penjual piutang disyaratkan harus
harus merupakan suatu perusahaan. Dengan demikian usaha perseorangan tidak
dimungkinkan untuk menjual piutangnya dengan cara Anjak Piutang (Factoring). Meskipun
penjual piutang (Client) itu suatu perusahaan, namun tidak berarti hanya perusahaan yang
berbadan hukum saja, seperti PT (Perseroan Terbatas) atau Koperasi tetapi juga meliputi
perusahaan yang tidak berbadan hukum, seperti Firma, CV, Persekutuan Perdata, dan
sebagainya.
3. Nasabah/Debitur (Customer)
Nasabah atau debitur (Customer) adalah pihak yang berhutang kepada penjual piutang
(Client). Dengan terjadinya transaksi Anjak Piutang (Factoring), maka hutangnya Customer
kepada Client tersebut dialihkan kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor). Posisi customer
disini cukup penting, karena ia dapat menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang
client yang telah dialihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang (Factor). Sebelum perusahaan
Anjak Piutang mengambil keputusan untuk membeli atau mengambilalih tagihan (piutang)
Client, maka yang dinilai adalah kemampuan/kemauan bayar Customer. Apabila kemampuan
dan bonafiditas Customer meragukan, maka pihak Perusahaan Anjak Piutanng (Factor) akan
berpikir dua kali untuk membeli piutang dari Client.
Selanjutnya berdasarkan pengertian Anjak Piutang (Factoring), maka obyek Anjak Piutang
adalah piutang atau tagihan. Meskipun obyek Anjak Piutang adalah piutang atau tagihan,
tetapi tidak semua piutang dapat menjadi obyek anjak piutang. Dalam Anjak Piutang hanya
piutang dagang (piutang yang timbul dari adanya transaksi perdagangan) saja yang dapat
menjadi obyek Anjak Piutang. Dengan demikian, piutang yang timbul dari hibah, pinjam
meminjam uang (kredit bank) bukan merupakan obyek Anjak Piutang (Factoring).

D. Bentuk Dan Substansi Anjak Piutang (Factoring)


Pada prinsipnya kegiatan Anjak Piutang (Factoring) berupa pembelian dan/atau
pengalihan piutang dagang jangka pendek dari Client kepada Perusahaan Anjak Piutang
(Factor). Pembelian dan/atau pengalihan piutang tersebut didasarkan kehendak bersama
antara Client dan Factor yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perjanjian. Menurut
Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian itu
kemudian menimbulkan perikatan atau hubungan hukum yang selanjutnya melahirkan hak
dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hubungan Client dengan Perusahaan Anjak Piutang
(Fcator) diikat dengan suatu perjanjian yang namanya Perjanjian Anjak Piutang. Berdasarkan
perjanjian tersebut Perusahaan Anjak Piutang (Factor) menyediakan pembiayaan kepada
Client dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan piutang jangka pendek yang timbul atau
berasal dari transaksi perdagangan.
Apabila dicermati dari segi penggolongan menurut BW, perjanjian Anjak Piutang
termasuk dalam perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst), yaitu perjanjian yang
tidak diatur dalam BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), akan tetapi terdapat dalam
masyarakat. Suatu perjanjian disebut perjanjian tidak bernama sebab pada waktu kodifikasi
belum dikenal, dan oleh karenanya belum diberi nama dalam kodifikasi. Pada dasarnya
menurut ketentuan Pasal 1338 ayat (1) BW dengan prinsip kebebasan berkontrak kepada para
pihak bebas membuat perjanjian tentang apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan,
kepatutan, dan ketertiban umum (Pasal 1337 BW).
Jika dilihat dari segi bentuknya, Perjanjian Anjak Piutang umumnya dibuat dalam bentuk
tertulis. Peraturan perundang- undangan tidak menentukan apakah perjanjian tertulis harus
dibuat dalam bentuk akta Otentik (Akta Notaris) atau akta dibawah tangan. Secara yuridis,
baik dalam bentuk akta Otentik maupun akta dibawah tangan sama-sama mempunyai
kekuatan hukum, yang membedakan hanyalah pada segi hukum pembuktiannya. Menurut
Pasal 1868 BW, akta Otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu,
ditempat dimana akta dibuatnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut
akta Otentik apabila memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
1. Akta tersebut dibuat dihadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh undang-undang.
2. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara membuatnya akta harus
menurut ketentuan yang ditetapkan undang-undang.
3. Dibuat ditempat pejabat berwenang membuat akta tersebut.
Sementara akta dibawah tangan menurut Pasal 1874 BW adalah surat atau tulisan yang dibuat
oleh para pihak, tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk
dijadikan alat bukti, jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepntingan. Dengan
demikian semua perjanjian yang dibuat antara para pihak sendiri disebut dengan akta
dibawah tangan. Jadi kata dibawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas, dan
dapat dibuat dimana saja. Akta Otetntik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Sebuah akta Otentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang
sempurna. Sempurna disini artinya hakim menganggap semua yang tertera dalam akta
tersebut merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan bahwa isi
akta tersebut salah. Sementara terhadap akta dibawah tangan, apabila tandatangan itu diakui,
maka akta dibawah tangan itu memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya
suatu bukti yang sempurna seperti akta Otentik.1
Karena hukum perjanjian di Indonesia menganut azas kebebasan berkontrak
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) BW, bahwa “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “ artinya
hukum perjanjian (berdasarkan azas kebebasan berkontrak) memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian apa saja, termasuk perjanjian
Anjak Piutang, asal tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan, dan ketertiban
1
Subekti R, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 31 (Selanjutnya disebut Subekti R I).
umum. Begitu juga halnya dalam menentukan isi (substansi) perjanjian, berdasarkan azas
kebebasan berkontrak para pihak bebas menentukan isi perjanjian Anjak Piutang, terlebih-
lebih belum adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang apa saja yang
menjadi isi (substansi) perjanjian Anjak Piutang. Sehubungan dengan azas kebebasan
berkontrak, maka kebebasan yang dimaksud meliputi :
1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau
tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian.
3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.
4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
5. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara membuat perjanjian.
Menurut Dahlan Siamat, bahwa dalam Perjanjian Anjak Piutang minimal memuat hal-hal
sebagai berikut :
1. Ketentuan Umum
a. Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari perusahaan klien kepada
perusahaan anjak piutang, termasuk cara dan persyaratannya.
b. Ketentuan mengenai yang memuat hak perusahaan anjak piutang untuk menerima
atau menolak piutang-piutang yang idtawarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
disepakati.
c. Ketentuan mengenai harga penjualan piutang, termasuk kalkulasinya, waktu
pembayaran, uang muka (advanced payment).
d. Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh klien atas piutang yang ditawarkan
untuk dijual kepada perusahaan anjak piutang, dan risiko akibat jaminan yang tidak
benar.
e. Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang dilakukan oleh
perusahaan anjak piutang, kewajiban pelaporan kepada klien, dan ketentuan biaya
administrasi yang diperhitungkan.2
f. Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya keadaan-keadaan tertentu,
dan penetapan harga penjualan kembali piutang tersebut.
2. Keabsahan Piutang (Validity of Receivable) Perusahaan anjak piutang akan meminta
klien untuk memberikan jaminan bahwa piutang yang dijual benar-benar ada dan
barang yang telah diserahkan kepada nasabah. Apabila piutang dalam bentuk
pemberian jasa, maka klien harus menjamin bahwa pemberian jasa tersebut telah
2
Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 154.
dilakukan. Klien juga harus menjamin bahwa nilai jumlah piutang oleh klien benar-
benar telah dihitung dengan benar, dan piutang tersebut bebas dari perselisihan dan
tidak dilakukan contratrading oleh nasabah atau kemungkinan akan dituntut oleh
pihak ketiga.
3. Pengalihan Risiko Perusahaan anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam
pengalihan risiko dilakukan dengan syarat :
a. Without recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya faktur atau piutang oleh nasabah
berada pada perusahaan anjak piutang.
b. With recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya piutang berada pada klien.
4. Pengalihan Piutang (Cessie) Dalam pelaksanaan pengalihan piutang (Cessie) perlu
diatur ketentuan antara lain sebagai berikut :
a. Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta dibawah tangan atau akta otentik
dengan melampirkan dokumen yang mendukung.
b. Setiap faktur yang dialihkan seyogianya mencantumkan keterangan di dalamnya yang
menerangkan bahwa faktur tersebut sudah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang.
5. Pemberitahuan atau Notifikasi Pemberitahuan (Notification) atas pengalihan piutang
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pengalihan piutang harus diberitahukan kepada nasabah dan disetujui atau diakui oleh
pejabat yang berwenang dari pihak nasabah.
b. Pemberitahuan ini merupakan tanggung jawab dari klien.
c. Pemberitahuan oleh klien ini hanya diperlukan sekali untuk setiap nasabah pada
waktu pengalihan pertama.
d. Persetujuan atau pengakuan terhadap pemberitahuan ini oleh nasabah dapat pula
dilakukan dengan persetujuan terhadap instruksi pembayaran.
e. Pemberitahuan ini tidak diharuskan untuk kegiatan anjak piutang semacam invoice
discounting factoring maupun undisclosed factoring.
6. Syarat Pembayaran Klien diminta untuk menjamin bahwa setiap piutang yang dijual
memiliki persyaratan pembayaran yang sama dengan persyaratan penjualan yang
disetujui oleh perusahaan anjak piutang sebelumnya. Pembayaran oleh nasabah
dilakukan secara langsung kepada perusahaan anjak piutang dari waktu ke waktu.
7. Perubahan Persyaratan Klien diwajibkan memberitahukan perusahaan anjak piutang
secara tertulis setiap ada rencana perubahan atas ketentuan- ketentuan dan persyaratan
kredit yang diberikan kepada nasabah sepanjang yang berkaitan dengan piutang atau
tagihan yang dijual tersebut.
8. Tanggung Jawab Klien atau Nasabah Klien harus membayar kepada perusahaan anjak
piutang nilai piutang yang dijual apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :
a. Nasabah tidak mengakui kebenaran piutang atau jumlah piutang yang harus dibayar
nasabah;
b. Nasabah tidak membayar sebagian atau tidak sepenuhnya melunasi tagihan yang telah
jatuh tempo;
c. Nasabah mengalami kebangkrutan; d. Klien melakukan wanprestasi atau melanggar
ketentuan kontrak dengan nasabah yang menimbulkan adanya tagihan tersebut.
9. Jaminan Klien
a. Klien harus menjamin bahwa hak perusahaan anjak piutang atas piutang yang
dibelinya tersebut tidak menjadi hapus.
b. Klien tidak diperbolehkan membuat pernyataan lunas atas suatu piutang yang telah
dijual tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan anjak piutang.
c. Klien harus selalu memenuhi kesepakatan atau ketentuan perjanjian dengan nasabah
yang berkaitang dengan piutang yang dijual kepada perusahaan anjak piutang.
d. Klien harus menyerahkan laporan keuangan tahunan atau pertengahan tahun buku
kepada perusahaan anjak piutang.
e. Perusahaan anjak piutang dapat melakukan pemeriksaan dan mengkopi dokumen
yang ada dikantor klien yang berkaitang dengan tagihan dimaksud.
Menurut Munir, diantara dokumen yang biasanya ada dalam setiap transaksi anjak piutang di
dalam praktik dan hukum di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Perjanjian yang menyebabkan timbulnya piutang, seperti jual beli atau ekspor-impor
antara klien dan nasabah.
b. Permohonan/penawaran jasa anjak piutang oleh/kepada klien.
c. Perjanjian anjak piutang antara perusahaan anjak piutang dank lien.
d. Pemberitahuan/persetujuan kepada/dari nasabah.
e. Konfirmasi dari nasabah.
f. Dokumen utang seperti invoice, delivery order, promes, dan sebagainya.
g. Dokumen pengiriman jika ada, seperti bill of lading, drafts, dan sebagainya.
h. Dokumen jaminan, seperti jaminan personal atau corporate guarantee, indemnities,
warranties and undertaking, dan sebagainya.

E. Dasar Hukum Anjak Piutang (Factoring)


Anjak piutang (factoring) dapat dilihat dalam Perpres No.9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan pada pasal 1 butir 6 dan pasal 3 huruf b, pasal 1 huruf d Permen Keuangan
No.84/PMK,012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Lembaga Perbankan. Anjak piutang dalam ketentuan sebagaimana dalam Perpres No.9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan pada pasal 1 butir 6 dan pasal 3 huruf b, pasal 1 huruf d
Permen Keuangan No.84/PMK,012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dituangkan dalam
rumusan yang sama adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang
jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.3

F. Pengertian Modal Ventura


Istilah ventura berasal dari kata venture yang secara bahasa bisa berarti sesuatu yang
mengandung resiko atau dapat juga diartikan sebagai usaha. Dengan demikian, secara bahasa
modal ventura (ventura capital) adalah modal yang ditanamkan pada usaha yang
mengandung risiko.
Modal ventura merupakan bentuk penyertaan modal dari perusahaan pembiayaan kepada
perusahaan yang membutuhkan dana untuk jangka waktu tertentu. Perusahaan yang sering
diberi modal disebut sebagai vestee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi dana
dan sebagai venture capitalist atau pihak investor. Modal ventura merupakan bentuk
pembiayaan aktif yang ditandai dengan keterlibatan ini menjadi karakteristik khas yang dapat
menjadi karakteristik khas yang dapat menjadi solusi dalam mengatasi kelemahan yang
umumnya dihadapi oleh usaha kecil menengah (UKM), yaitu kemampuan dalam pengelolaan
manajemen perusahaan.
Perusahaan modal ventura menurut PMK No.18/KMK.010/2012 merupakan badan
usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam sutu perusahaan yang
menerima bantuan pembiayaan (investee company) atau perusahaan pasangan usaha untuk
jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian
obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
Menurut POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) No. 35/POJK.05/2015 perusahaan
modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha modal ventura,
pengelolaan dana ventura, kegiatan jasa berbasis fee, dan kegiatan usaha lain dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

3
Sigit Triandaru, Totok Budisantoso, and Salembat Empat, “Sigit Triandaru & Totok Budisantoso, Bank Dan
Lembaga Keuangan Lain, Salembat Empat, Jakarta, 2006, Hlm 227,” 1970.
Usaha modal ventura pertamakali dikenal di Indonesia pada tahun 1973, dengan
didirikannya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT Bahana PUI), yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh Departemen Keuangan dan Bank Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1973.

G. Landasan Hukum Modal Ventura


Landasan hukum tentang kegiatan yang berkaitan dengan modal ventura di Indonesia
ditetapkan dengan berbagai peraturan. Peraturan-peraturan inilah yang menjadi landasan
hukum berdiri dan beroperasinya kegiatan modal ventura di Indonesia. Peraturan yang
menjadi landasan hukum yang dimaksud sebagai berikut:
1. Keputusan menteri keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 Tanggal 03 Oktober 1995
tentang pendirian dan pembinaan perusahaan modal ventura
2. Peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang pajak penghasilan bagi
perusahaan modal ventura
3. Keputusan menteri keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 Tanggal 9 Juni 1994 tentang
sektor-sektor usaha perusahaan pasangan usaha dari perusahaan modal ventura
4. Peraturan pemerintah Nomor 62 Tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha perusahaan
pasangan usaha Perusahaan modal ventura.
5. Keputusan menteri keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember
1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan
6. Keppres Nomor 61 Tahun 1998 tentang lembaga pembiayaan.

H. Tujuan Modal Ventura


Tujuan modal ventura adalah untuk memberikan penambahan nilai (adding value)
sehingga venture capitalist dapat menjual pertisipasinya dengan return positif.
Menurut Nurul Huda (2011) menjelaskan mengenai pembiayaan modal ventura, yang
dikatakan beresiko tinggi memiliki beberapa tujuan, diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Memungkinkan mudahnya pendirian usaha baru
2. Membantu dalam membiayai perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dana
dalam rangka pengembangan usahanya
3. Membantu perusahaan baik pada tahap pengembangan produk ataupun ketika
perusahaan tersebut sedang mengalami kemunduran ataupun kesulitan
4. Membantu terwujudnya gagasan menjadi produk jadi yang siap untuk dipasarkan
5. Mempelancar/mempermudah mekanisme investasi di dalam dan juga di luar negeri
6. Membantu terjadinya pengembangan teknologi baru dan juga mempelancar proses
ahli teknologi dapat terjadi.4

I. Ciri-Ciri Modal Ventura


Sebagai suatu manajemen pembiayaan, modal ventura memiliki beberapa ciri-ciri yang
menunjukkan bahwa “ia” berbeda dengan konsep lembaga keuangan yang lain, seperti
perbankan dan berbagai perusahaan pembiayaan yang lain, seperti leasing dan juga anjak
piutang. Diantaranya adalah:
1. Pembiayaan bersifat equity.
Pembiayaan modal ventura dilakukan dengan adanya penyertaan modal yang langsung
dilakukan pada perusahaan pasangan usaha. Adapun prinsip saham secara islam adalah:
a. Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara private
b. Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan kepada masyarakat
c. Tidak boleh ada perbedaan jenis saham karena resiko harus ditanggung oleh kedua
belah pihak
d. Seluruh keuntungan akan dibagi hasil, karena resiko harus ditanggung oleh semua
pihak
e. Investasi pada saham tidak dapat dicairkan dari usaha ataupun proyek yang
bersangkut, atau terjadi pengalihan kepemilikan lewat jual beli investasi
2. Mudharabah, berguna untuk pembiayaan usaha ataupun proyek yang dapat
diselaraskan dengan instrumen obligasi. Perusahaan memang amanah yang diterima
oleh perusahaan modal ventura dimana modal yang adamerupakan titipan dengan
wadiah yang dapat dimanfaakan untuk memperoleh keuntungan. Di saat pengusaha
melakukan proyek yang berkaitan dengan konsep mudharabah maka pegusaha adalah
wakil pemilik modal.
3. Murabahah, pembiayaan murabahah merupakan jual beli barang untuk keperluan
investasi dan juga bahan baku yang dipergunakan untuk kepentingan modal kerja.
Dalam manajemen modal ventura, aplikasi murabahah jika dijalankan bila perusahaan
modal ventura bernegosiasi dengan pihak pengusaha yang ingin membeli barang
investasi dalam bentuk mesin. Maka pengusaha tersebut lalu memesan kepada
perusahaan modal ventura untuk membeli mesin dari pihak produsen dengan adanya
kesepakatan bahwa pengusaha akan membeli mesin tersebut dari perusahaan modal
ventura setelah mesin tersebut dimiliki oleh pihak modal ventura.
4
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm 371
J. Jenis-Jenis Modal Ventura
Perusahaan modal ventura didalam melakukan aktivitas pembiayaan modal ventura
kepada perusahaan pasangan usaha dapat dibedakan dalam beberapa jenis pendekatan.
Adapun jenis pembiayaan modal ventura kepada perusahaan modal ventura dapat kita
kemukakan dalam 3 bentuk yang umum dilakukan.
1. Penyertaan saham langsung
Jenis pembiayaan ini adalah penyertaan langsung kepada perusahaan pasangan usaha, dimana
perusahaan modal ventura bertindak sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan
pasangan usaha. Apabila dilakukan, maka ada dua alternatif masuknya perusahaan modal
ventura ke perusahaan pasangan usaha, yaitu:
a. Mendirikan perusahaan baru bersama-sama dengan pemilik ide/penemu suatu produk
b. Masuk sebagai pemenang saham batu didalam suatu perusahaan yang telah berjalan,
baik membeli saham pemegang saham lama.
Adapun hasil yang diterima oleh perusahaan modal ventura apabila melakukan penyertaan
saham langsung, yaitu:
a. Dividen saham
b. Capital gain
c. Kontrak manajemen tahunan
2. Obligasi konversi
Pembiayaan modal ventura dalam bentuk obligasi konversi dapat juga disebut semy
equity financing. Pembiayaan dengan obligasu konversi yang dilakukan oleh perusahaan
modal ventura biasanya dilakukan kepada perusahaan pasangan usaha sudah berjalan dengan
baik dan masih membutuhkan dana untuk pengembangan usaha, di lain sisi, pemegang saham
lama masih ingin memiliki saham perusahaan tersebut.
3. Pola bagi hasil/partisipasi terbatas
Pola pembiayaan bagi hasil (profit and loss shariung) adalah suatu pola pembiayaan kepada
perusahaan pasangan usaha dengan menentukan suatu presentase tertentu dari hasil
keuntungan yang didapat perusahaan pasangan usaha. Pola bagi hasil sangat sederhana
dibandingkan dengan pembiayaan langsung ataupun dengan obligasi konversi. Dalam
melakukan pembiayaan dengan pola bagi hasil, perusahaan modal ventura akan bertindak
sebagai penyedia modal dan pelaksanaan kegiatan operasional dapat diserahkan kepada
perusahaan pasangan usaha.5

5
B A B Ii, “Gambaran Umum Modal Ventura,” n.d., 1–40.
KESIMPULAN
Lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan adalah badan usaha dalam
kelompok Lembaga Jasa Keuangan Non Bank yang didirikan untuk melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. Seperti yang telah
disebutkan di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan pada Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK/012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 1 huruf (b), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha
di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Lembaga pembiayaan muncul karena adanya pemenuhan pembiayaan dan dalam
menjalankan kegiataannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Menurut Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 angka (2), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang
khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan
Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Dikenal sebagai pembiayaan karena menawarkan
model-model formulasi baru terhadap pemberi dana, seperti dalam bentuk leasing, factoring,
dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010
Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Subekti R, Hukum Pembuktian, Jakarta:Pradnya Paramita (Selanjutnya disebut Subekti R I).
Ii, B A B. “Gambaran Umum Modal Ventura,” n.d., 1–40.
Triandaru, Sigit, Totok Budisantoso, and Salembat Empat. “Sigit Triandaru & Totok
Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Salembat Empat, Jakarta, 2006, Hlm
227,” 1970.

Anda mungkin juga menyukai