Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PADA

PENYELENGGARAAN MAKANAN DENGAN SISTEM OUTSOURCING


DAN SWAKELOLA DI INSTALASI
GIZI RSJ dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Disusun oleh:
Kelompok 1 Mahasiswa PKL

1. Anggi Ulyseptiani P23131117003


2. Angie Rachel Hana P23131117046
3. Debby Putri Septiani P23131117052

Pembimbing :

1. Nunung Nurusalma, SKM


2. Novarina .M, SKM

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


JURUSAN GIZI
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Mini Riset “Gambaran Standar Pelayanan Minimal pada


Penyelenggaraan Makanan dengan Sistem Outsourcing dan Swakelola di Instalasi
Gizi RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ” Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (MSPMI) Mahasiswa
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Jakarta II di RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor sejak tanggal 18 Januari 2021 sampai dengan 02 Februari 2021 telah
dipresentasikan dan disetujui perbaikannya.

Bogor, Maret 2021

Menyetujui,
Pembimbing Laporan

Meidersayenti, S.Gz
(NIP. 196905241993032001)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat, Nikmat,
Taufik serta Hidayat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Mini
Riset “Gambaran Standar Pelayanan Minimal pada Penyelenggaraan Makanan
dengan Sistem Outsourcing dan Swakelola di Instalasi Gizi RSJ dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor” Praktek Kerja Lapangan (PKL) Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi (MSPMI) di RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor dengan baik. Penyusunan laporan ini dibantu oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan kerendahan hati, kami menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Kepala Jurusan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Bapak Titus Priyo
Harjatmo, S.K.M, M.Kes
2. Kepala Program Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika, Bapak Sugeng Wiyono,
S.K.M., M.Kes
3. Dosen Pembimbing Lapangan, Dr. Siti Mutia Rahmawati, SKM, M.Si
4. Kepala Instalasi Gizi, Ibu Temu Salmawati,S.P
5. Koordinator PKL, Bapak Moch. Zaenal Muttaqin, SST. RD
6. Para pembimbing di Instalasi Gizi (Ibu Nunung Nurusalma, S.K.M, Ibu
Novarina Majid, S.K.M, Ibu Meidersayenti S.Gz., Bapak Moch. Zaenal
Muttaqin, SST. RD, Ibu Heni Rohaeni, SST.)
7. Para staff dan karyawan instalasi gizi RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
8. Pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini.
9. Dukungan serta doa dari keluarga dan teman-teman
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
kekurangan dan kurang sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran-
saran yang membangun dari semua pihak.

Bogor, Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................5
A. Latar Belakang.......................................................................................................5
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................8
A. Landasan Teori.......................................................................................................8
1. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit.......................................................8
2. Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit.........................................11
3. Standar Pelayanan Minimal Gizi......................................................................12
B. Kerangka Konsep.................................................................................................16
C. Definsi Operasional..............................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................18
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................18
B. Rancangan Penelitian...........................................................................................18
C. Rencana Pengolahan dan Analisis Data................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................19
A. Hasil.....................................................................................................................19
1. Ketepatan Waktu Pemberian Makan................................................................19
2. Ketepatan Pemberian Diet................................................................................20
3. Kepuasan Pelanggan.........................................................................................21
B. Pembahasan..........................................................................................................22
1. Ketepatan Waktu Pemberian Makan................................................................22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31

4
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan memiliki pengertian sebagai suatu keadaan sehat baik secara fisik,
jiwa,spiritual dan sosial sehingga memungkinkan seseorang untuk dapat hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mempertahankan derajat kesehatan,
dapat dilakukan empat upaya yang terdiri dari upaya preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitatif (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, 2009). Rumah sakit merupakan tempat yang melakukan
semua upaya untuk mempertahankan derajat kesehatan.
Rumah sakit terdiri dari berbagai pelayanan, salah satu pelayanan yang ada di
rumah sakit adalah pelayanan gizi. Pelayanan gizi di rumah sakit meliputi
pelayanan gizi rawat inap, pelayanan gizi rawat jalan, penelitian dan
pengembangan gizi serta penyelenggaraan makanan. Kegiatan penyelenggaraan
makanan merupakan salah satu kegiatan penting yang bertujuan untuk
menyediakan makanan untuk pasien sehingga kebutuhan gizinya dapat terpenuhi
dan meningkatkan kesehatannya (Kemenkes RI, 2013).
Kegiatan penyelenggaraan makanan terdiri dari proses perencanaan menu,
perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja,
pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,
pengolahan bahan makanan, distribusi, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi.
Kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan dengan cara swakelola atau
outsourcing.
Penyelenggaraan makanan dengan cara swakelola dilakukan sendiri oleh unit
gizi dimulai dari kegiatan perencanaan hingga evaluasi. Sedangkan
penyelenggaraan makanan dengan cara outsourcing menggunakan jasa katering.
Berbagai sistem penyelenggaraan makanan tersebut dapat mempengaruhi mutu
makanan yang menjadi output dari proses penyelenggaraan makanan (Dewi &
Adriani, 2017)
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi merupakan salah satu rumah sakit yang
berdiri di Kota Bogor. Instalasi gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi menjadi salah

5
saru rumah sakit yang penyelenggaraan makanannya menggunakan sistem
swakelola. Namun sejak awal tahun 2020 hingga saat ini, instalasi gizi RS Dr. H.
Marzoeki Mahdi mengubah sistem penyelenggaraannya dari sistem swakelola
menjadi sistem our-sourcing.
Dalam penyelengaraan makanan di instalasi gizi terdapat Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang merupakan suatu ketentuan berkaitan dengan jenis dan mutu
pelayanan dasar atau spesifikasi teknis mengenai tolak ukur pelayanan minimal
yang diberikan oleh badan layanan umum kepada masyarakat. Standar pelayanan
minimal gizi mencakup ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien, sisa
makanan yang tidak termakan oleh pasien, dan tidak adanya kejadian kesalahan
pemberian diet (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakangan tersebut, maka peneliti ingin mengetahui
gambaran standar pelayanan minimal pada penyelenggaraan makanan dengan
sistem outsourcing dan swakelola di instalasi gizi RS Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran standar pelayanan minimal pada penyelenggaraan
makanan dengan sistem outsourcing dan swakelola di instalasi gizi RS Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran standar pelayanan minimal pada
penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing dan swakelola di
instalasi gizi RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Kota Bogor.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien saat
menggunakan sistem swakelola dan saat menggunakan sistem
outsourching.
b. Mengetahui ketepatan pemberian diet pada pasien saat menggunakan
sistem swakelola saat menggunakan sistem outsourching.

6
c.Mengetahui kepuasan pelanggan terhadap pelayanan gizi saat
menggunakan sistem swakelola saat menggunakan sistem outsourching.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit untuk pengembalian
kebijakan dalam hal penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
2. Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi tentang standar pelayanan minimal di rumah
sakit khususnya di instalasi gizi dan menambah pengetahuan tentang
standar pelayanan minimal di rumah sakit khususnya di instalasi gizi.

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Penyelenggaraan makanan institusi secara umum adalah penyelenggaraan
makanan yang dilakukan dalam jumlah yang besar. Penyelenggaraan makanan
termasuk ke dalam dalah satu kegiatan pelayanan gizi rumah sakit. Rangkaian
kegiatan yang tercakup dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan
anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, produksi makanan, distribusi, pencatatan dan
pelaporan, serta evaluasi (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Tujuan penyelenggaraan makanan di rumah sakit diantaranya adalah
(Bakri et al., 2018):
a. Mempercepat penyembuhan dan memperpendek masa rawat melalui
pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuha gizi pasien.
b. Menyediakan makanan bagi keryawan atau petugas dalam rangka
memenuhi kebutuhan gizi selama bertugas.
c. Mencapai penggunaan biaya makanan yang efektif dan efisien.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit mencakup kegiatan sebagai
berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2013):
a. Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS)
PPMRS adalah acuan yang disusun sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan makanan yang mencakup ketentuan macam
konsumen yang dilayani, kandungan gizi, pola menu, frekuensi makan
sehari, dan jenis menu.
b. Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit
Standar bahan makanan merupakan pedoman jenis dan jumlah bahan
makanan dalam berat kotor per orang per hari yang disusun berdasarkan
kecukupan gizi pasien. Dengan adanya standar bahan makanan dapat
dilakukan perancangan kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan
dalam penyelenggaraan makanan.

8
c. Perencanaan Menu
Perencanaan menu adalah rangkaian kegiatan menyusun dan
memadukan berbagai hidangan dalam variasi yang serasi dan memenuhi
kecukupan gizi, cita rasa yang sesuai dengan selera pasien dan kebijakan
institusi. Dalam merencanakan menu terdapat langkah-langkah yang harus
dilakukan yaitu pembentukan tim kerja, menetapka macam menu,
menetapkan jangka waktu siklus menu, menetapkan pola menu,
menetapkan besar porsi, mengumpulkan hidangan untuk setiap waktu
makan, merancang format menu, melakukan penilaian menu dan merevisi
menu, serta melakukan test awal menu.
d. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah penetapan macam,
jumlah, dan mutu bahan makanan yang diperlukan selama kurun waktu
yang sudah ditentukan sebagai upaya mempersiapkan penyelenggaraan
makanan rumah sakit.
e. Perencanaan Anggaran Bahan Makanan
Perencanaan anggaran belanja makanan adalah kegiatan penyusunan
biaya yang dibutuhkan dalam pengadaan bahan makanan bagi pasien atau
konsumen.
f. Pengadaan Bahan Makanan
Kegiatan pengadaan bahan makanan adalah kegiatan yang mencakup
penetapan spesifikasi bahan makanan, perhitungan harga makanan,
pemesanan, dan pembelian bahan makanan.
g. Pemesanan dan Pembelian Makanan
Pemesanan bahan makanan adalah kegiatan menyusun permintaan
bahan makanan berdasarkan pedoman menu dan jumlah pasien yang
dilayani sesuai dengan periode waktu pemesanan yang sudah ditetapkan.
Sedangkan pembelian makanan adalah rangkaian kegiatan penyediaan
macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan
gizi pasien atau konsumen.
h. Penerimaan Bahan Makanan

9
Penerimaan bahan makanan merupakan kegiatan memeriksa, mencatat,
memutuskan, dan melaporkan macam dan jumlah bahan makanan sesuai
dengan pesanan, spesifikas, dan waktu yang sudah ditetapkan.
i. Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah tata cara menyimpan,
memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan di gudang
bahan makanan kering maupun segar, dingin, atau beku. Sedangkan,
penyaluran bahan makanan adalah tata cara pendistribusian bahan
makanan berdasarkan permintaan dan kebutuhan unit kerja pengolahan
makanan.
j. Persiapan Bahan makanan
Persiapan bahan makanan adalah kegiatan mempersiapkan bahan
makanan mencakup pencucian, pemotongan, penyiangan, peracikan, dan
lainnya yang berdasarkan menu, standar resep, standar porsi, standar
bumbu, dan jumlah pasien yang dilayani.
k. Pemasakan Bahan Makanan
Pemasakan atau pengolahan adalah kegiatan mengubah bahan
makanan menjadi makanan yang siapa dikonsumsi, berkualitas, dan aman
untuk dikonsumsi.
l. Distribusi Makanan
Distribusi makanan adalah proses penyampaian makanan sesuai
dengan jenis makanan dan jumlah porsi kepada pasien atau konsumen
yang dilayani. Distribusi bertujuan agar pasien atau konsumen
memperoleh makanan yang sesuai dengan diet dan ketentuan yang
berlaku. Terdapat 3 metode distribusi makanan dalam penyelenggaraan
makanan yaitu (Wayansari et al., 2018):
1) Sentralisasi
Sentralisasi adalah sistem distribusi makanan yang terpusat dimana
pemorsian makanan dilakukan di satu tempat secara lengkap untuk setiap
konsumen. Sistem sentralisasi memiliki kelebihan yaitu makanan dapat
langsung didistribusikan ke pasien, tidak mengganggu pasien akibat dari
kegaduhan maupun suara peralatan, dan pengawasan dapat dilakkan lebih

10
intensif. Namun sistem ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan suhu
makanan akibat jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk distribusi
makanan.
2) Desentralisasi
Sistem desentralisasi adalah sistem distribusi yang dilakukan
pemorsian setiap pasien dilakukan di pantry atau dapur kecil di luar tempat
produksi utama yang umumnya berdekatan dengan konsumen atau pasien.
Kelebihan sistem desentralisasi diantaranya makanan dapat dihangatkan
kembali sehingga mutu makanan terutama suhu dapat terjaga, tingkat
kesalah diet pasien lebih kecil, dan inventaris alat lebih baik. Namun
sistem desentralisasi dapat menyebabkan sulitnya kegiatan pengawasan,
menimbulkan kegaduhan, dan memerlukan lebih banyak tenaga kerja.
3) Kombinasi Sentralisasi-Desentralisasi
Metode ini merupakan kombinasi antar sistem sentralisasi dan
desentralisasi atau tidak menerapkan salah satu metode secara penuh.
Sebagai contoh rumah sakit yang melayani pasien dengan berbagai jenis
diet sehingga makanan yang dapat diolah dan diporsikan di instalasi gizi,
sedangkan untuk diet khusus diporsikan di pantry.

2. Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit


Berdasarkan Permenkes Nomor 78 Tahun 2013 tentang , terdapat tiga
jenis bentuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
a. Sistem Swakelola
Sistem swakelola merupakan penyelenggaraan makanan yang seluruh
pelaksanaannya berada di bawah tanggung jawab instalasi gizi/unit gizi.
Pada sistem swakelola, seluruh sumber daya yang diperlukan seperti
tenaga kerja, dana, metoda, sarana dan prasarana, disediakan oleh pihak
rumah sakit (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
b. Sistem Out-sourcing
Sistem out-sourcing atau penyelenggaraan makanan yang diborongkan
ke jasa boga atau katering untuk penyediaan makanan rumah sakit. Sistem
out-sourcing dapat dikategorikan lagi menjadi 2 jenis yaitu full out-

11
sourcing atau secara penuh diborongkan ke katering dan semi out-
sourcing atau sebagian diorongkan kek kateirng. Namun, pada kedua jenis
sistem out-sourcing, fungsi dietisien rumah sakit adalah sebagai perencana
menu, penentu standar porsi, pemesan makanan, penilai kualitas dan
kuantitas makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi hidangan yang
ditetapkan dalam kontrak (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
1) Full out-sourcing, penyelenggaraan makanan dilaksanakan tanpa
menggunaka sarana dan prasarana maupun tengaga dari rumah sakit.
2) Semi out-sourcing, penyelenggaraan makanan dilaksanakan dengan
menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga dari rumah sakit.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi suatu usaha jasa boga yaitu (Kementrian Kesehatan RI, 2013):
1) Terdaftar pada Dinas Kesehatan Provinsi
2) Mendapat izin penyehatan makanan golongan B dan memiliki tenaga
ahli gizi
3) Pengusaha memiliki sertifikat penyehatan makanan
4) Semua karyawan memiliki sertifikat penyehatan makanan
5) Semua karyawan bebas penyakit menular dan bersih
c. Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi adalah sistem penyelenggaraan makanan dengan
sistem kombinasi antar sistem out-sourcing dan sistem swakelola sebagai
upaya memaksimalkan sumber daya yang ada. Pada sistem ini, pihak
katering menyediakan makanan untuk kelas VIP dan/atau karyawan,
sedangkan selebihnya dilakukan dengan swakelola (Kementrian Kesehatan
RI, 2013).

3. Standar Pelayanan Minimal Gizi


Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu ketentuan berkaitan
dengan jenis dan mutu pelayanan dasar atau spesifikasi teknis mengenai tolak
ukur pelayanan minimal yang diberikan oleh badan layanan umum kepada
masyarakat (Kemenkes RI, 2013). SPM rumah sakit mencakup berbagai jenis
pelayanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun

12
2008 termasuk standar pelayanan minimal gizi. Standar pelayanan minimal
gizi mencakup ketepatan waktu pemerian makanan kepada pasien, sisa
makanan yang tidak termakan oleh pasien, dan tidak adanya kejadian
kesalahan pemberian diet (Kemenkes RI, 2013).
a. Ketepatan Pemberian Diet
Ketepatan pemberian diet merupakan salah satu indikator dalam standar
pelayanan minimal dalam pelayanan gizi penyelenggaraan makanan di rumah
sakit. Ketepatan pemberian diet merupakan persentase makanan yang
diberikan sesuai dengan diet order dan rencana asuhan (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), indikator
ketepatan pemberian diet harus mencapai 100% atau dengan kata lain tidak
ada kesalahan dalam pemberian diet (Kemenkes RI, 2013). Hal ini serupa
dengan Permenkes Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit yang menyatakan bahwa standar ketepatan pemberian
diet adalah 100% (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Berdasarkan PGRS, penilaian indikator ketepatan pemberian diet dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013):
1) Pemilihan pasien dengan status gizi kurang (minimal 4 dan maksimal 20)
untuk selanjutnya dilakukan evaluasi.
2) Pencatatan rencana intervensi diet yang terdapat pada rekam medis,
pencatatan jenis diet yang diorder ke ruang produksi, dan pelaksanaan
observasi diet yang akan disajikan.
3) Kemudian jawaban dikategorikan menjadi:
a) “Ya”, jika order diet sesuai dengan rencana intervensi dan order diet
sesuai dengan yang disajikan.
b) “Pengecualian”, jika ketidaksesuaian diet disebabkan oleh hal yang
mendasar seperti adanya perubahan diet.
c) “Tidak”, jika order tidak sesuai dengan intervensi dan/atau order diet
tidak sesuai dengan yang disajikan.
4) Melakukan rekapitulasi dan menentukan pencapaian skor.
5) Apabila skor tidak mencapai nilai minimal, maka perlu dilakukan
identifikasi masalah dan tindak lanjut.

13
b. Ketepatan Waktu Pemberian Makanan
Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan penyampaian
mkanan seesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi pasien yang dilayani
(Kementrian Kesehatan RI, 2013). Distribusi makanan dikatakan tepat waktu
jika sudah sesuai dengan jadwal yang ditentukan sebelumnya.
Ketepatan waktu distribusi dapat mempengaruhi daya terima makanan.
Penelitian dilakukan pada rumah sakit di Pontianak menunjukan bahwa
adanya hubungan antara waktu penyajian makanan dengan daya terima
makanan (Sunarya & Puspita, 2019). Manusia umumnya perlu mendapatkan
makanan setelah 3-4 jam karena pada jam tersebut manusia mulai merasakan
lapar, oleh karena itu perlu adanya pemberian makanan baik dalam bentuk
ringan maupun berat. Apabila waktu tunggu makanan lama, maka makanan
dapat mengalami perubahan suhu ketika disajikan dan hal tersebut dapat
menurunkan nafsu makan (Suryana & Suryadi, 2019).
Berdasarkan Permenkes Nomor 129 Tahun 2008 tentang SPM rumah
sakit, standar ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien yaitu lebih
dari atau sama dengan 90% (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Sedangkan
berdasarkan PGRS, target ketepatan waktu pemberian diet adalah 100% atau
dengan kata lain tidak ada pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
jadwal (Kemenkes RI, 2013).

c. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan dapat dilihat berdasarkan kualitas makanan (food
quality) dan kualitas pelayanan makanan (food service quality) (Bakri et al.,
2018). Kualitas makanan dipengaruhi oleh penampilan makanan termasuk
besar porsi, warna makanan, dan variasi menu, serta cita rasa makanan.
Kepuasan pasien terhadap pelayanan makan di rumah sakit akan
mempengaruhi asupan makan pasien dimana kepuasan yang tinggi akan
meningkatkan asupan makan pasien sehingga sisa makanan pasien sedikit
(Kartasurya, 2014)
Ketepatan citarasa juga dapat menggambarkan kepuasan pasien terhadap
makanan. Ketepatan citarasa adalah persentase aroma, suhu, penampilan, rasa,

14
dan tekstur dari hidangan yang dapat diterima atau sesuai dengan jenis dietnya
(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan PGRS, target dari ketepatan citarasa
adalah 80%, sedangkan standar yang berlaku di RSJ Dr. H Marzoeki Mahdi
adalah 85%. Dalam penilaian kepuasan perlu dilakukan pemilihan hidangan
yang akan diaudit kemudian digunakan angket yang mencakup aspek-aspek
kepuasan pelanggan. Berdasarkan angket tersebut, maka akan dilakukan
perhitungan skor, apabila tidak mencapai skor minimum maka perlu adanya
identifikasi masalah dan tindak lanjut.

d. Pasien Malnutrisi yang Mendapat Asuhan Gizi


Pasien malnutrisi yang mendapat asuhan gizi adalah pasien yang memiliki
status gizi buruk (IMT < 17 kg/m2 ) berdasarkan hasil penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan atau pasien dengan hasil laboratorium dan
kondisi fisik yang berkaitan dengan gizi dibawah/diatas standar (normal).
Setelah itu dilakukan pengkajian gizi oleh dietisien dengan prinsip Nutrition
Care Process (NCP) yang terdiri dari asessment, diagnosis, intervensi dan
monitoring serta evaluasi.

e. Sisa Makanan
Sisa makanan dapat menjadi salah satu indikator dalam meilhat daya
terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Berdasarkan PGRS, target
persentase sisa makanan adalah kurang dari atau sama dengan 20% atau
dengan kata lain sisa makanan tidak lebih dari 20% jumlah makanan yang
dihidangkan (Kemenkes RI, 2013). Sisa makanan dapat dinilai dengan
menimbang makanan atau dengan estimasi sisa makanan menggunakan
metode comstock.

15
B. Kerangka Konsep

Ketepatan waktu pemberian


makananan

Ketepatan pemberian diet


Sistem
Penyelenggaraan
Kepuasan pelanggan terhadap
Makanan RS: SPM
pelayanan rawat gizi inap
Swakelola
Out-sourcing
Pasien malnutrisi yang mendapat
asuhan

Sisa makanan tidak termakan


oleh pasien

Gambar 1: Gambaran Standar Pelayanan Minimal pada Penyelenggaraan Makanan


dengan Sistem Outsourcing dan Swakelola di Instalasi Gizi RSMM

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

16
C. Definsi Operasional
Tabel 1: Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
1. Bentuk Jenis sistem yang diterapkan pada penyelenggaraan 1. Swakelola Nominal
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit 2. Out-sourcing
Makanan
2. Standar Standar pelayanan minimal adalah ketentuan mengenai 1. Ketepatan waktu Nominal
pelayanan jenis dan mutu atau spesifikasi teknis tentang tolak pemberian makanan
minimal ukur pelayanan minimal yang diberikan oleh instalasi 2. Ketepatan pemberian
Instalasi Gizi gizi kepada konsumen atau pasien. diet
3. Kepuasan pelanggan
4. Pasien malnutrisi yang
mendapat asuhan
5. Sisa makanan
3. Ketepatan waktu Ketepatan keluar makanan dari instalasi gizi ke ruang 1. Tercapai, jika ≥ 90% Ordinal
pemberian rawat inap umum, psikiatri, dan napza sesuai dengan 2. Tidak tercapai, jika <
makanan kepada jadwal yang telah ditetapkan yang diperoleh dengan 90%
pasien cara mencatat waktu keuar makanan untuk pasien.
4. Ketepatan Kesesuaian dalam memberikan makanan diet kepada 1. Tercapai, jika 100% Ordinal
pemberian diet pasien yang telah ditetapkan oleh dietisien berdasarkan 2. Tidak tercapai jika <
instruksi Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dan 100%
kondisi pasien.
5. Kepuasan Pasien Kepuasan pelanggan yang dirasakan pasien terhadap 1. Tercapai, jika ≥ 85% Ordinal
pelayanan gizi dengan cara memberikan penilaian pada 2. Tidak tercapai, jika <
form yang telah disediakan. 85%

17
BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian dilakukan di instalasi gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang
menerapkan sistem penyelenggaraan makanan outsourcing semenjak tahun 2020.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2021.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif analitik yang menggambarkan perbandingan
ketepatan waktu distribusi dan kepuasan pelanggan terhadap makanan dengan
sistem penyelenggaraan makanan outsourcing dan swakelola di RSJ Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data
sekunder yang diperoleh dari laporan Standar Pelayanan Minimal Gizi di RSJ Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor pada tahun 2019 ketika penyelenggaraan makanan
menggunakan sistem swakelola dan pada tahun 2020 ketika penyelenggaraan
makanan mulai menggunakan sistem outsourcing. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi bentuk penyelenggaraan makanan rumah sakit, ketepatan
pemeberian diet, ketepatan waktu distribusi, dan kepuasan pelanggan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh secara tidak langsung atau diperoleh dari dokumen maupun pihak
lain. Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari laporan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi tahun 2019 dan tahun 2020
yang mencakup data:
1. Bentuk penyelenggaraan makanan
2. Standar pelayanan minimal
3. Ketepatan waktu pemberian makanan
4. Ketepatan pemberian diet
5. Kepuasan pasien
C. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan SPM Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki
Mahdi tahun 2019 dan 2020, data dianalisis secara deskriptif.

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Ketepatan Waktu Pemberian Makan
Berdasarkan laporan standar pelayanan minimal instalasi gizi, diperoleh
data berikut.
Tabel 2: Persentase Capaian Ketepatan Waktu Pemberian Makanan di Instalasi Gizi RSJ
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020
Capaian Ketepatan Waktu Pemberian
Makanan (%)
No. Bulan Target (%)
Outsourcing
Swakelola (2019)
(2020)
1. Januari 90 90,2 85,1
2. Februari 90 93,1 90,4
3. Maret 90 97,1 96,9
4. April 90 98,0 94,7
5. Mei 90 98,7 90,1
6. Juni 90 98,5 89,9
7. Juli 90 79,4 91,0
8. Agustus 90 90,7 91,0
9. September 90 90,4 94,0
10. Oktober 90 95,0 91,3
11. November 90 94,3 91,3
12. Desember 90 94,3 92,1
Rata-rata 93,3 91,5

Grafik Capaian Ketepatan Waktu Pemberian Makan di Instalasi


Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020
100%
95%
90%
Swakelola
85% Outsourcing
80% Target

75%
70%
i i t l i i li s r r r r
u ar uar are pri Me Jun Ju stu be obe be be
n r M A u em kt m em
Ja Feb g
A ept O ov es e
S N D

Gambar 2: Grafik Capaian Ketepatan Waktu Pemberian Makan di Instalasi Gizi RSJ
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada tahun 2019 dan 2020

19
Berdasarkan tabel 2, rata-rata persentase capaian ketepatan waktu
pemberian makan kepada pasien di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi pada tahun
2019 dan 2020 mencapai target atau lebih dari 90%. Namun, rata-rata
persentase capaian ketepatan waktu pemberian makan lebih tinggi pada tahun
2019 atau ketika penyelenggaraan makanan menggunakan sistem swakelola
yaitu sebesar 93,3%. Sedangkan, pada tahun 2020 atau ketika
penyelenggaraan makanan dengan sistem out-sourcing rata-rata persentase
capaian ketepatan waktu pemberian makanan sebesar 91,5%.

2. Ketepatan Pemberian Diet


Berdasarkan laporan standar pelayanan minimal instalasi gizi RSJ Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor pada tahun 2019 dan 2020, diperoleh data persentase
capaian ketepatan pemberian diet kepada pasien yang disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 3: Persentase Capaian Ketepatan Pemberian Diet di Instalasi Gizi RSJ Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020
No. Bulan Target Capaian Ketepatan Pemberian Diet
(%) (%)
Swakelola (2019) Outsourcing (2020)
1. Januari 100,0 100,0 98,7
2. Februari 100,0 100,0 100,0
3. Maret 100,0 100,0 99,6
4. April 100,0 100,0 99,6
5. Mei 100,0 100,0 98,6
6. Juni 100,0 100,0 99,5
7. Juli 100,0 100,0 100,0
8. Agustus 100,0 100,0 100,0
9. September 100,0 100,0 100,0
10. Oktober 100,0 100,0 100,0
11. November 100,0 100,0 100,0
12. Desember 100,0 100,0 100,0
Rata-rata 100,0 99,7

20
Grafik Capaian Ketepatan Pemberian Diet di Instalasi Gizi RSJ
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020
100%
99%
98% Swakelola
97% Outsourcing
96% Target
95%
ri ri et ril ei ni li s r
Ju stu be obe be be
r r r
nua rua ar Ap M Ju u m t m m
Ja Feb M
Ag epte Ok ove ese
S N D

Gambar 3: Grafik Capaian Ketepatan Pemberian Diet di Instalasi Gizi di RS Dr. H.


Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020

Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata capaian ketepatan pemberian diet


di instalasi gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi lebih tinggi saat
penyelenggaraan makanan menggunakan sistem swakelola yaitu pada
tahun 2019 sebesar 100%. Hal tersebut menunjukan bahwa selama
penerapan sistem swakelola pada tahun 2019, ketepatan pemberian diet
selalu mecapai target yang sudah ditetapkan yaitu 100% atau tidak adanya
kesalahan dalam pemberian diet pada pasien.
Sedangkan, rata-rata ketepatan pemberian diet saat penyelenggaraan
makanan menggunakan sistem out-sourcing sebesar 99,7% yang berarti
belum mencapai target yang sudah ditepatkan. Kesalahan pemberian diet
masih terjadi pada bulan Januari, Maret, April, Mei, dan Juni.

3. Kepuasan Pelanggan
Tabel 4: Persentase Capaian Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Gizi di Instalasi
Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020
Capaian Kepuasan Pelanggan (%)
No. Bulan Target (%)
Swakelola (2019) Outsourcing (2020)
1. Januari 85 80,8 79,6
2. Februari 85 80,4 80,3
3. Maret 85 81,1 80,6
4. April 85 81,5 81,7
5. Mei 85 81 80,9
6. Juni 85 81,7 80,1
7. Juli 85 81,4 80,7
8. Agustus 85 80,5 82
9. September 85 80,1 82,2
10. Oktober 85 81,7 82,5
11. November 85 81,8 82,9

21
Capaian Kepuasan Pelanggan (%)
No. Bulan Target (%)
Swakelola (2019) Outsourcing (2020)
12. Desember 85 81,8 83,4
Rata-rata 81,2 81,4

Grafik Capaian Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Gizi di


Instalasi Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan
2020
100%

95%

90%
Swakelola
85% Outsourcing
Target
80%

75%

70%
ri ri et ril ei ni li s r
Ju stu be obe be be
r r r
nua rua ar Ap M Ju u m t m m
Ja Feb M
Ag epte Ok ove ese
S N D

Gambar 4: Grafik Capaian Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Gizi di Instalasi Gizi RSJ
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2019 dan 2020

Tabel 4 menunjukan persentase capaian kepuasan pelanggan terhadap


pelayanan gizi di instalasi gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi pada tahun 2019
ketika menggunakan sistem swakelola dan tahun 2020 ketika menggunakan
sistem outsourcing. Ditemukan bahwa rata-rata capaian kepuasan pelanggan
baik pada tahun 2019 maupun tahun 2020 belum mencapai target yang sudah
ditetapkan atau kepuasan pelanggan belum sesuai dengan standar.
Rata-rata capaian kepuasan pelanggan lebih tinggi pada tahun 2020 atau
ketika penyelnggaraan makanan menggunakan sistem outsourcing yaitu
sebesar 81,4%. Sedangkan, rata-rata capaian kepuasan pelanggan pada tahun
2019 atau ketika menggunakan sistem swakelola yaitu sebesar 81,2%.

B. Pembahasan
1. Ketepatan Waktu Pemberian Makan
Ketepatan waktu pemberian makanan didefinisikan kesesuaian keluarnya
makanan dari instalasi gizi ke ruang rawat inap umum, NAPZA, dan psikiatri

22
sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Jadwal distribusi yang berlaku di RSJ
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5: Jadwal Distribusi Makanan di Instalasi Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

Waktu Makan Tepat Waktu Tidak Tepat Waktu


Makan Pagi 06.30 – 07.00 < 06.30 atau > 07.00
Snack Pagi 09.30 – 10.00 < 09.30 atau > 10.00
Makan Siang 11.30 – 12.00 < 11.30 atau > 12.00
Snack Sore 14.00 – 14.30 < 14.00 atau > 14.30
Makan Malam 17.00 – 17.30 < 17.00 atau > 17.30

Pemberian makanan yang diberikan sebelum atau setelah jam pada tabel
dinyatakan tidak tepat waktu. Standar indikator ketepatan waktu pemberian
makanan yang ditetapkan di RSMM sebesar 90% atau dengan kata lain
minimal 90% dari makanan harus didistribusikan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
Data untuk mengetahui ketepatan waktu pemberian makanan diperoleh
dengan cara pencatatan oleh petugas yaitu pelaksana gizi dan dietisien setiap
jam keluar makan dari instalasi gizi ke ruang rawat.
Distribusi makanan di RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi menggunakan sistem
sentralisasi atau pemorsian berpusat di dapur utama. Distribusi makanan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu distribusi makanan untuk pasien umum
dan distribusi makanan untuk pasien psikiatri dan NAPZA. Distribusi
makanan pasien umum menggunakan troli makanan yang dilakukan oleh
seorang pramusaji. Sedangkan distribusi makanan pasien psikiatri dan
NAPZA dilakukan menggunakan mobil box dan dilakukan oleh dua atau tiga
orang pramusaji karena jumlah pasien yang dilayani cukup banyak dan jarak
antar ruangan yang berjauhan satu sama lain.
Berdasarkan laporan standar pelayanan minimal instalasi gizi tahun 2019
dan 2020, capaian ketepatan waktu pemberian makan lebih tinggi pada sistem
penyelenggaraan makanan swakelola dibandingkan pada sistem outsourcing.
Pada tahun 2019 rata-rata persentase makanan yang didistribusikan tepat
waktu atau sesuai dengan jadwal sebesar 93,3%, pada tahun 2020 mengalami
penurunan menjadi 91,5% namun tetap mencapai target yang sudah
ditetapkan.

23
Hasil wawancara bersama dengan salah satu pelaksana gizi, keterlambatan
atau disribusi yang terlalu awal dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pemberian
makanan yaitu ketika bahan makanan yang dibutuhkan belum tersedia atau
terlambat, kehadiran tenaga kerja yang tidak tepat waktu, dan kejadian lain
yang tidak diinginkan atau tidak dapat diprediksi. Kejadian yang tidak dapat
diprediksi yang dimaksud seperti matinya gas alam sehingga proses
pengolahan tidak dapat dimulai, ketika adanya lonjakan pasien baru yang
tinggi ketika di pagi hari, dan kejadian tidak dapat diprediksi lainnya seperti
kegiatan penyuluhan pada tenaga kerja.
Salah satu persentase ketidaktepatan waktu distribusi yang mengalami
penurunan pesat terjadi pada bulan Juli saat sistem swakelola (2019), hal ini
disebabkan pada bulan tersebut banyak karyawan yang tidak hadir dengan
alasan sakit. Perubahan jumlah karyawan menyebabkan perlu adanya
penyesuaian dengan jumlah petugas penyelenggara makanan yang lebih
sedikit.
Selain keterlambatan, makanan yang datang lebih awal juga tergolong
tidak tepat waktu. Berdasarkan pencatatan oleh pelaksana gizi, distribusi lebih
awal sering terjadi pada waktu distribusi makan sore. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti ketika makanan yang disajikan tidak memerlukan
cara pengolahan yang rumit sehingga tidak memakan waktu yang banyak
untuk diolah. Selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor lingkungan, ketika
cuaca hujan maka makanan akan didistribusikan dari dapur lebih awal dengan
perkiraan waktu perjalanan akan lebih lama ketika sedang hujan serta petugas
distribusi yang kurang disiplin karena ingin pulang lebih awal.

2. Ketepatan Pemberian Diet


Ketepatan pemberian diet adalah kesesuaian dalam memberikan makanan
diet kepada pasien yang telah ditetapkan oleh dietisien berdasarkan instruksi
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dan kondisi pasien. Pemberian diet
sesuai dengan penyakit pasien dilakukan setelah ahli gizi melakukan berbagai
tahapan. Pada saat pasien memasuki ruangan perawatan, ahli gizi melakukan

24
assessment untuk memperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan
Nutrition Care Process (NCP). Ahli gizi menganalisis data-data yang
diperoleh untuk menetapkan diagnosis gizi sehingga dapat menententukan diet
yang sesuai dengan kondisi pasien. Ahli gizi ruangan melaporkan jenis diet
pasien kepada bagian instalasi gizi untuk pemesanan makanan, hal tersebut
bisa dilakukan melalui telepon atau dengan datang langsung ke bagian
instalasi gizi. Bagian instalasi gizi mencatat nama pasien, tanggal lahir,
ruangan, nomor rekam medis dan jenis diet yang dijalankan pada papan
tabulasi.
Pada saat pemorsian, makanan disesuaikan dengan jenis diet yang sedang
dijalankan oleh pasien. Salah satu contohnya yaitu jika di dalam menu
terdapat hidangan sayur sop, maka pasien dengan diet DM diberikan sayur sop
tanpa kentang. Setelah selesai pemorsian, makanan ditutup menggunakan
tutup plato jika hidangan disajikan dengan plato dan ditutup menggunakan
plastic wrap jika disajikan dalam piring kemudian ditempelkan etiket yang
berisikan nama, tanggal lahir, ruangan dan jenis diet untuk membedakan
makanan pasien satu dengan yang lainnya.
Makanan didistribusikan ke ruangan pasien. Saat di ruangan, perawat
dapat mengecek makanan yang diberikan kepada pasien untuk memastikan
bahwa makanan yang diberikan sudah sesuai dengan kondisi pasien. Jika
terjadi kesalahan dalam pemberian makanan, maka perawat melaporkan hal
tersebut ke bagian instalasi gizi melalui telepon dan instalasi gizi segera
mengganti makanan sesuai dengan diet pasien. Selain itu, ketepatan pemberian
diet juga dapat diketahui saat ahli gizi ruangan melakukan kunjungan kepada
pasien. Ahli gizi menanyakan makanan yang dikonsumsi pasien yang berasal
dari rumah sakit, jika terdapat hidangan yang tidak sesuai dengan diet yang
dijalankan maka ahli gizi ruangan melaporkan hal tersebut dan ditindak lanjuti
secepatnya.
Berdasarkan laporan standar pelayanan minimal instalasi gizi tahun 2019
dan 2020, capaian ketepatan pemberian diet lebih tinggi pada sistem
penyelenggaraan makanan swakelola dibandingkan pada sistem out-sourcing.
Pada tahun 2019 rata-rata persentase capaian ketepatan pemberian diet sebesar

25
100% pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 99,7% sehingga tidak
mencapai target yang sudah ditetapkan yaitu 100%.
Beberapa kesalahan pemberian diet yang pernah terjadi yaitu pemberian
tempe kepada pasien dengan diet rendah purin, pemberian susu kepada pasien
yang memiliki alergi terhadap susu dan kejadian lainnya. Hal-hal tersebut
dapat terjadi karena berbagai faktor seperti kurangnya tingkat ketelitian,
pengawasan yang kurang, kesalahan saat menempelkan etiket dan stock bahan
makanan yang tidak tersedia.
Menurunnya persentase ketepatan pemberian diet saat sistem menjadi
outsourcing terjadi akibat masa penyesuaian atau adaptasi katering terhadap
pemberian diet. Katering yang digunakan belum pernah bekerjasama dengan
rumah sakit sehingga dilakukan pengawasan ketat dari ahli gizi rumah sakit.
Hal ini juga didukung dengan latar belakang pendidikan sebagian besar
pegawai katering yaitu SMA dan tidak berkaitan dengan gizi sehingga perlu
penyesuaian karena belum mengerti gizi.

3. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai kepuasan yang dirasakan
pelanggan atau pasien terhadap pelayanan gizi di ruang rawat inap dengan
cara memberikan penilaian pada formulir yang telah disediakan. Frekuensi
pengumpulan data dilakukan setiap satu bulan, sedangkan periode analisis tiga
bulan.
Data yang digunakan untuk mengukur capaian kepuasan pelanggan
diperoleh dari survei oleh dietisien ruangan dengan memberikan formulir
kepada pasien yang berisikan pertanyaan terkait indikator pada tabel berikut.
Tabel 6: Indikator Pertanyaan Penilaian Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Gizi di
Instalasi Gizi RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
No. Pertanyaan
1. Kerapihan, kesopanan, dan keramahan pramusaji.
2. Ketepatan waktu penyajian makanan.
3. Ketepatan waktu penyajian snack.
4. Variasi menu yang disajikan.
5. Data tarik penampilan makanan yang disajikan.
6. Cita rasa makanan yang disajikan.
7. Kesesuaian porsi makanan yang disajikan.
8. Daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan.

26
9. Daya terima pasien terhadap snack yang disajikan.
10. Kebersihan dan kesesuaian alat makan yang digunakan.

Dari 10 indikator pertanyaan tersebut, pasien akan menilai dengan mengisi


jawaban “sangat tidak puas”, “tidak puas”, “cukup puas”, atau “sangat puas”.
Berdasarkan laporan standar pelayanan minimal instalasi gizi tahun 2019
dan 2020, capaian kepuasan pelanggan terhadap pelayanan gizi lebih tinggi
pada sistem outsourcing dibandingkan sistem swakelola.
Pada sistem swakelola atau tahun 2019, rata-rata kepuasan pelanggan
sebesar 81,2% atau masih dibawah standar yang ditetapkan. Namun jika
dibandingkan dengan standar oleh Kementerian Kesehatan, angka sudah
mencapai target. Sebagian besar pasien menyatakan tidak puas atau sangat
tidak puas pada ketepatan waktu distribusi makanan, cita rasa makanan yang
disajikan, dan variasi menu. Sebaliknya, sebagian besar pasien menyatakan
puas terhadap cara berpenampilan, keramahan, dan kesopanan pramusaji, daya
terima snack, dan kebersihan alat yang digunakan.
Pada sistem out-sourcing atau tahun 2020, rata-rata kepuasan pelanggan
sebesar 81,4% atau masih dibawah standar yang ditetapkan. Persentase ini
lebih tinggi dibandingkan kepuasan pelanggan pada sistem swakelola yang
memilki rata-rata sebesar 81,2%, namun selisih yang ada tidak besar. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS Islam Jemursari
Surabaya dimana rata-rata dari kualitas makanan dan kualitas pelayanan
makanan dan kepuasan total pada penyelenggaraan makanan sistem swakelola
lebih tinggi daripada sistem outsourcing (Dewi & ADriani, 2017).
Sebagian besar pasien menyatakan tidak puas atau sangat tidak puas
terhadap waktu penyajian makanan, cita rasa, dan porsi yang disajikan.
Sebaliknya, sebagian besar menyatakan puas terhadap cara berpenampilan
pramusaji dan kebersihan alat yang digunakan.
Dari kedua sistem yang pernah diterapkan di instalasi gizi RSJ Dr. H.
Marzoeki Mahdi, baik pada sistem swakelola maupun sistem out-sourcing,
paling banyak ditemukan ketidak puasan terhadap waktu penyajian makanan.
Ketidakpuasan terhadap waktu penyajian makanan dapat disebabkan oleh
waktu distribusi tidak sesuai dengan jadwal, baik yang terlalu awal mau pun

27
yang terlambat Ketidakpuasan terhadap waktu penyajian dapat mempengaruhi
daya terima makanan, waktu tunggu yang lama dapat menyebabkan perubahan
suhu saat makanan disajikan kepada pasien sehingga dapat menyebabkan
penurunan nafsu makan (Suryana & Suryadi, 2019).
Selain ketidakpuasan terhadap waktu penyajian makanan, ketidakpuasan
terhadap cita rasa juga banyak ditemukan pada kedua sistem yang pernah
diterapkan. Ketidak puasan terhadap cita rasa dapat disebabkan oleh suhu
makanan. Suhu makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan
mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanan (Sunarya &
Puspita, 2019). Rasa makanan berperan dalam menentukan habis atau
tidaknya makanan yang disajikan. Selanjutnya, ketidakpuasan juga ditemukan
pada porsi yang disajikan, namun hal ini dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan pola makan pasien saat di luar rumah sakit dan di rumah sakit
sehingga ada ketimpangan persepsi mengenai besar porsi (Dewi & Adriani,
2017).
Selanjutnya, pada sistem swakelola dan sistem outsourcing, tingkat
kepuasan paling banyak ditemukan terhadap cara berpenampilan, keramahan,
dan kesopanan pramusaji dan kebersihan alat yang digunakan. Sikap petugas
pramusaji yang menyenangkan dan suka membantu berperan dalam
meningkatkan kepuasan pasien. Kebersihan alat adalah ketika alat makan yang
digunakan pasien tidak ada kotoran atau noda yang menempel di peralatan
(Dewi & Adriani, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa baik dengan sistem swakelola maupun
outsourcing perlu ada peningkatan pelayanan penyelenggaraan makanan di
RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor agar indikator kepuasan pelanggan dapat
mencapai standar yang telah ditetapkan. Namun jika dibandingkan dengan
standar oleh Kementerian Kesehatan, angka sudah mencapai target yaitu 80%.
Perlu ada peningkatan terutama pada waktu penyajian makanan, cita rasa, dan
variasi menu yang disajikan.

28
4. Perbedaan Capaian Swakelola dan Outsourcing
Capaian ketepatan waktu distribusi dan ketepatan pemberian diet
ditemukan rata-rata lebih tinggi pada saat penggunaan sistem swakelola,
sedangkan kepuasan pelanggan lebih tinggi pada saat sistem outsourcing.
Meski terdapat perbedaan, namun tidak menunjukan salah satu sistem
lebih baik dibanding lainnya. Seluruh capaian berkaitan erat dengan
kinerja ahli gizi rumah sakit, karena baik saat sistem swakelola maupun
outsourcing ahli gizi rumah sakit bertugas sebagai pengawas. Salah satu
hal yang membedakan dan menjadi faktor perbdaan nilai capaian adalah
karakteristik petugas. Pada sistem swakelola, petugas dapur sudah memilki
pengalaman penuh dalam penyelenggaraan makan rumah sakit, sedangkan
pada sistem outsourcing petugas sebagian besar tidak memiliki latar
belakang pendidikan gizi dan lebih memiliki banyak pengalama di
penyelenggaraan komersial. Oleh karena itu, terdapat masa penyesuaian
atau adaptasi pada sistem outsourcing yang baru ditetapkan pada tahun
2020.

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pada saat menggunakan sistem swakelola, capaian ketepatan waktu
pemberian makan sebesar 93,3% sedangkan pada saat menggunakan
sistem out-sourching capaiannya mencapai 91,5% sudah mencapai target
yaitu 90%.
2. Pada saat menggunakan sistem swakelola, capaian ketepatan pemberian
diet sebesar 100% sesuai dengan target sedangkan pada saat menggunakan
sistem out-sourching capaiannya mencapai 99,7% dan berada dibawah
target yaitu 100%.
3. Pada saat menggunakan sistem swakelola, capaian kepuasan pelanggan
sebesar 81,2% sedangkan pada saat menggunakan sistem out-sourching
capaiannya mencapai 81,4% berada dibawah target yaitu 85%.

B. Saran
1. Agar makanan dapat diterima pasien tepat pada waktunya, maka
proses persiapan dan pengolahan makanan dapat dimulai sesuai
dengan jadwal dan menigkatkan kedisplinan petugas distribusi.
2. Meningkatkan pengawasan saat pemberian makanan untuk pasien
dengan diet tertentu. Dapat dengan cara mengecek makanan kembali
sebelum makanan didistribusikan kepada pasien.
3. Memberikan pelatihan gizi kepada petugas penyelenggaraan makanan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, B., Intiyati, A., & Widartika. (2018). Sistem Penyelenggaraan Makanan
Institusi. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
Dewi, S. R., & Adriani, M. (2017). Perbedaan Kepuasaan Pasien Terhadap
Makanan Dengan Sistem Penyelenggaraan Outsourcing Dan Swakelola Di
RS Islam Jemursari Surabaya. Amerta Nutrition, 1(3), 209.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i3.6247
Kartasurya, M. I. (2014). Hubungan Kepuasan Pelayanan Makanan Rumah Sakit
dan Asupan Makanan dengan Perubahan Status Gizi Pasien (Studi di RSUD
Sunan Kalijaga Kabupaten Demak). Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian
Journal of Nutrition), 2(1). https://doi.org/10.14710/jgi.2.1.
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. In Pedoman PGRS
(pp. 1–165). Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit.
Sunarya, I., & Puspita, W. L. (2019). Perbandingan Daya Terima Makanan Serta
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Sistem Penyelenggaraan Makanan
Swakelola Dan Outsourcing. Pontianak Nutrition Journal (PNJ), 1(2), 74.
https://doi.org/10.30602/pnj.v1i2.292
Suryana, A. L., & Suryadi, M. Y. (2019). Jadwal Distribusi dan Citarasa Makanan
Berhubungan dengan Sisa Makanan Pasien di Ruang Perawatan Obgyn dan
Bedah RSD. Dr. Soebandi Jember. Amerta Nutrition, 3(3), 194.
https://doi.org/10.20473/amnt.v3i3.2019.194-200
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
(2009).

31
Wayansari, L., Anwar, I. . Z., & Amri, Z. (2018). Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi. Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

32
LAMPIRAN

Lampiran 1
Form Survei Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap
No Pertanyaan Sangat Tidak Puas Cukup Puas Sangat
Tidak Puas Puas
1 Pramusaji berpenampilan rapi,
ramah, dan sopan
2 Makanan yang disajikan tepat
waktu
3 Snack yang disajikan tepat waktu
4 Menu yang disajikan bervariasi
5 Penampilan makanan menarik
6 Cita rasa makanan yang disajikan
cukup
7 Porsi makanan yang disajikan
cukup
8 Makanan yang disajikan habis
dimakan pasien
9 Snack yang disajikan habis
dimakan pasien
10 Alat makan yang digunakan
bersih dan sesuai
Jumlah

33

Anda mungkin juga menyukai