Anda di halaman 1dari 336

i

SEMINAR KEMAJUAN PENELITIAN

TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP DALAM MODEL AGILE


GOVERNANCE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA
PELAYANAN PUBLIK DI MASA PANDEMI COVID-19
( STUDI PADA PEMERINTAH DAERAH MUSI RAWAS, LUBUKLINGGAU
DAN MUSI RAWAS UTARA)

NAMA : MARLINDA SARI


NIM : 07013681924004

PROGRAM STUDI DOKTOR ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
ii

HALAMAN PENGESAHAN
SEMINAR KEMAJUAN PENELITIAN

TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP DALAM MODEL AGILE


GOVERNANCE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA
PELAYANAN PUBLIK DI MASA PANDEMI COVID-19
( STUDI PADA PEMERINTAH DAERAH MUSI RAWAS,
LUBUKLINGGAU DAN MUSI RAWAS UTARA)

Marlinda Sari
NIM. 07013681924004

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat


Usulan Seminar Kemajuan Penelitian

Menyetujui :
Promotor

Prof. Dr. Alfitri, M.Si.


NIP. 19660122 199003 1 004

Co-Promotor I Co-Promotor II,

Dr. Ir. Abdul Najib, M.M Andi Fefta Wijaya, M.P.A., Ph.D.
NIP. 19600209 198603 1 004 NIP. 196702171991031010

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Doktor Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya

Prof. Dr. Kgs. M. Sobri, M.Si.


NIP 19631106 199003 1 001
iii

KATA PENGANTAR

Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas
Kasih Sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Rasa
syukur kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam, dengan terselesaikannya laporan hasil penelitian ini yang merupakan salah
satu persyaratan akademik guna menyusun disertasi dalam Program Studi
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya
Palembang.
Judul yang diangkat dalam penelitian disertasi ini adalah
“Transformational Leadership dalam Implementasi Model Agile Governance dan
Implikasinya terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-19
(Studi pada Pemerintah Daerah Musi Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas
Utara)”. Judul tersebut terilhami dari beberapa perbincangan antara lain dengan
Prof. Dr. Alfitri, M.Si. beliau dalam setiap kesempatan memberikan motivasi
pengembangan diri dan memaknai setiap peristiwa dengan landasan ilmu
Administrasi Publik. Pembicaraan dengan DR. Ir. Abdul Nadjib, M.M. yang
mengarahkan penulis untuk menjadi sebuah gelas kosong Ketika menjadi
mahasiswa agar bisa menerima ilmu dengan baik, beliau juga mengarahkan
bagaimana mencari sebuah topik menarik dengan mengamati fenomena yang
terjadi khususnya di masa pandemi Covid-19 ini pemerintah daerah dituntut untuk
memberikan respon cepat terhadap permasalahan yang terjadi. Dari perbincangan
tersebut penulis tertarik untuk mengangkat konsep “Agile Governance” yang
sangat sesuai diterapkan di masa pandemi Covid-19 ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian dan penyusunan
disertasi ini telah melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung, perorangan maupun lembaga yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian penyusunan disertasi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
penulis hormati:
iv

Prof. Dr. Kms. M. Sobri, MSi. Atas wejangan arahan dan kesempatan untuk
mengembangkan diri yang telah bapak berikan kepada saya, Untuk itu sekali lagi
penulis menghaturkan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya
serta mengucapkan terima kasih. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten
Musi Rawas Utara wabilkhusus Bupati, Sekretaris Daerah, Assisten 1, 2 dan 3,
rekan kerja baik di Dinas Kesehatan dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Musi
Rawas Utara yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengumpulan
data dan memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan hasil penelitian disertasi ini
laksana setetes air yang jatuh dalam luasnya samudra, permasalahan tata kelola
pemerintahan yang belum baik ditengah situasi pandemi covid-19 yang tidak
menentu dan belum berujung yang tentunya akan menambah permasalahan
pelayanan publik di negeri ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian disertasi
ini dapat diterima untuk menjadi disertasi. Akhir kata penulis berbesar hati apabila
para pembaca sudi memberikan kritik, saran dan masukan dalam rangka
penyempurnaan laporan hasil penelitian disertasi ini dan tahapan berikutnya.

Palembang, Juni 2022


Penulis
v

ABSTRAK

Marlinda Sari, Program Doktor Administrasi Publik Universitas Sriwijaya,


2022. Transformational Leadership Dalam Model Agile Governance Dan
Implikasinya Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Di Masa Pandemi Covid-19
(Studi Pada Pemerintah Daerah Musi Rawas, Lubuklinggau Dan Musi Rawas
Utara). Promotor : Prof. Dr. Alfitri, M.Si. Co-Promotor 1 : Dr. Ir. Abdul Najib,
M.M., Co-Promotor 2 : Andi Fefta Wijaya, M.P.A., Ph.D.
Penelitian ini membahas Transformational Leadership dalam Model Agile
Governance dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Masa
Pandemi Covid-19 studi pada Pemerintah Daerah Musi Rawas, Lubuklinggau dan
Musi Rawas Utara. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah
Transformational Leadership berpengaruh signifikan terhadap Agile Governance ;
2. Apakah Transformational Leadership berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Pelayanan Publik; 3. Apakah Agile Governance berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Pelayanan Publik; 4. Apakah Agile Governance menjadi mediator dalam
hubungan antara Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Transformational
Leadership terhadap Agile Governance; menganalisis pengaruh Transformational
Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik; menganalisis pengaruh Agile
Governance terhadap Kinerja Pelayanan Publik dan menganalisis Agile
Governance sebagai mediator dalam hubungan Transformational Leadership
Kinerja dengan Pelayanan Publik.
Penelitian ini menggunakan metode explanative quantitative dengan
teknik analisis menggunakan Structural Equation Model (SEM) melalui aplikasi
SmartPLS. Temuan dalam penelitian ini yaitu pertama hubungan
Transformational Leadership dengan Agile Governance memiliki t-value sebesar
39,530 karena nilai t-value >1,96 dan nilai p value <0,05, hipotesis penelitian
terdapat pengaruh dari variabel Transformational Leadership terhadap Agile
Governance dapat dibuktikan dan diterima. Besarnya pengaruh langsung variabel
Transformational Leadership terhadap Agile Governance adalah sebesar 0,861.
Koefisien pada hubungan ini bernilai positif, disimpulkan bahwa pengaruh
Transformational Leadership terhadap Agile Governance searah. Kedua :
hubungan Transformational Leadership dengan kinerja pelayanan publik
memiliki nilai t-value sebesar 3,834 karena nilai t-value >1,96 dan p value < 0,05
hipotesis penelitian terdapat pengaruh dari variabel Transformational Leadership
terhadap kinerja pelayanan publik dapat dibuktikan dan diterima. Besarnya
pengaruh langsung variabel Transformational Leadership terhadap kinerja
pelayanan publik adalah sebesar 0,182 dan pengaruh tidak langsung sebesar 0,658
dengan total pengaruh langsung dan tidak langsung sebesar 0,841. Koefisien pada
hubungan ini bernilai positif, disimpulkan bahwa pengaruh Transformational
Leadership terhadap kinerja pelayanan publik searah. Ketiga hubungan Agile
Governance dengan kinerja pelayanan publik memiliki nilai t-value sebesar
16,835 karena nilai t-value >1,96 dan p value < 0,05 hipotesis penelitian terdapat
vi

pengaruh dari variabel Agile Governance terhadap kinerja pelayanan publik dapat
dibuktikan dan diterima. Besarnya pengaruh langsung variabel Agile Governance
terhadap kinerja pelayanan publik adalah sebesar 0,765. Koefisien pada hubungan
ini bernilai positif, disimpulkan bahwa pengaruh Agile Governance terhadap
kinerja pelayanan publik searah. Berdasarkan hasil Importance Performance
Matriks Analysis (IPMA) variabel Agile Governance dan Transformasional
Leadership mempengaruhi Kinerja Pelayanan Publik berada pada kuadran II
artinya hubungan memiliki kepentingan yang tinggi dan kinerja yang baik.
Keempat Berdasarkan analisis efek mediasi disimpulkan bahwa Agile
Governance memiliki efek mediasi parsial dengan nilai VAF sebesar 21,7%,
dengan nilai t value >1,96 dan p value < 0,05 hipotesis penelitian Agile
Governance sebagai mediator dalam hubungan antara Transformational
Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik dapat dibuktikan dan diterima.
Responden pada penelitian ini adalah ASN dan TKS pemberi pelayanan
publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Rumah
Sakit Umum Daerah, sehingga tanggapan yang didapat adalah dari sisi pemberi
pelayanan bukan penerima pelayanan. Untuk memperluas tanggapan dalam
penelitian Agile Governance dan dampaknya terhadap kinerja pelayanan publik,
perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan responden masyarakat sebagai
penerima pelayanan publik

Kata kunci : Transformational Leadership, Agile Governance, Kinerja Pelayanan


Publik, Pandemi Covid-19, SmartPLS, Mediator
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
…….………………………………………………………..I
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... II
KATA PENGANTAR ..................................................................................... III
ABSTRAK......................................................................................................... V
DAFTAR ISI .................................................................................................. VII
DAFTAR TABEL .......................................................................................... XII
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... XVI
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. XX
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 20
1.3. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 20
1.4. MANFAAT PENELITIAN .......................................................................... 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 22
2.1. LANDASAN TEORI ....................................................................................... 22
2.1.1. Organisasi ............................................................................................... 22
2.1.1.1. Definisi Organisasi .............................................................................. 22
2.1.1.2. Perkembangan Teori Organisasi ............................................................ 23
2.1.1.3. Tujuan, Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Organisasi ...................................... 29
2.1.1.4. Penataan Organisasi ........................................................................... 32
2.1.2. Governance ............................................................................................. 36
2.1.2.1. Definisi Governance ............................................................................ 36
2.1.2.2. Model Governance .............................................................................. 39
2.1.3. Agile Governance .................................................................................. 44
2.1.3.1. Definisi Agile Governance ................................................................... 44
2.1.3.2. Dimensi dan Indikator Agile Governance ............................................. 46
2.1.3.3. Implementasi Prinsip-Prinsip Agile Governance Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan ..................................................................................................... 50
viii

2.1.4. Transformational Leadership ............................................................... 57


2.1.4.1. Pengertian Kepemimpinan ................................................................ 58
2.1.4.2. Fungsi Kepemimpinan ....................................................................... 58
2.1.4.3. Gaya Kepemimpinan .......................................................................... 60
2.1.4.4. Transformational Leadership Dimensi dan Indikator ............................ 64
2.1.5. Pelayanan Publik ................................................................................... 68
2.1.5.1. Definisi Pelayanan Publik ..................................................................... 68
2.1.5.2. Permasalahan Pelayanan Publik ............................................................ 71
2.1.5.3. Kinerja Pelayanan Publik ..................................................................... 75
2.2. PENELITIAN TERDAHULU ........................................................................... 77
2.3. KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ........................................................................................... 93
2.3.1. Kerangka Berpikir ................................................................................ 93
2.3.2. Kerangka Konseptual ........................................................................... 95
2.3.3. Pengaruh Antar Variabel...................................................................... 97
2.3.3.1. Pengaruh Transformational Leadership Terhadap Agile Governance ... 97
2.3.3.2. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan
Publik 98
2.3.3.3. Pengaruh Agile Governance Terhadap Kinerja Pelayanan Publik ......... 99
2.3.3.4. Agile Governance Sebagai Mediator Dalam Hubungan Antara
Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik ............................... 99
2.3.4. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 100
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 102
3.1. RANCANGAN PENELITIAN ......................................................................... 102
3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN............................................................ 105
3.3. POPULASI DAN SAMPEL ............................................................................ 106
3.4. VARIABEL PENELITIAN ............................................................................ 111
3.5. DEFINISI OPERASIONAL ............................................................................ 113
3.6. INSTRUMEN PENELITIAN........................................................................... 114
3.7. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN PENELITIAN................... 115
3.7.1. Uji Validitas. ......................................................................................... 115
ix

3.7.2. Uji Reabilitas ....................................................................................... 116


3.8. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ............................................................. 117
3.8.1. Desain Kuesioner ............................................................................ 118
3.8.2. Penyebaran Kuesioner ................................................................... 121
3.8.3. Observasi ........................................................................................ 122
3.8.4. Dokumentasi ................................................................................... 122
3.8.5. Audio Visual ................................................................................... 122
3.9. PENGOLAHAN DATA............................................................................. 123
3.10. METODE ANALISIS DATA ..................................................................... 123
3.10.1. Analisis Model Pengukuran / Outer Model Analysis .................... 125
3.10.2. Analisis Model Struktural / Inner Model Analysis ....................... 125
3.10.3. Goodness of Fit Analysis ................................................................ 126
3.10.4. Important Performance Matriks Analysis (IPMA) ....................... 127
3.10.5. Mediator Analysis ........................................................................... 127
3.10.6. Uji Hipotesis ...................................................................................... 128
BAB IV GAMBARAN UMUM ..................................................................... 129
4.1. GAMBARAN UMUM LOKUS PENELITIAN .............................................. 129
4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas .................................. 129
4.1.2. Gambaran Umum Kota Lubuklinggau ......................................... 140
4.1.3. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas Utara........................ 154
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 166
5.1. OBJEK PENELITIAN.............................................................................. 166
5.1.1. Responden Pada Kabupaten Musi Rawas ..................................... 170
5.1.2. Responden Pada Kota Lubuklinggau ............................................ 174
5.1.3. Responden Pada Kabupaten Musi Rawas Utara .......................... 179
5.2. ANALISIS STATISTIK DESKRIPSI........................................................... 183
5.3. ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ..................................................... 184
5.3.1. Evaluasi Measurement (Outer Model) .......................................... 186
5.3.1.1. Uji Validitas Konvergen ................................................................. 205
5.3.1.2. Uji Validitas Diskriminan .............................................................. 209
5.3.1.3. Uji Reabilitas .................................................................................. 212
x

5.3.2. Analisis Model Struktur (Inner Model) ......................................... 213


5.3.3. Perbandingan Data Hasil Penelitian Pada Lokus Penelitian ........ 227
5.3.3.1. Data Kabupaten Musi Rawas ........................................................ 227
5.3.3.2. Data Kota Lubuklinggau ................................................................ 232
5.3.3.3. Data Kabupaten Musi Rawas Utara .................................................. 236
5.3.4. Importance Performance Map Analysis (IPMA) .......................... 240
5.3.4.1. Importance Performance Map Analysis Agile Governance .............. 241
5.3.4.2. Importance Performance Map Analysis Public Service Performance. 246
5.3.5. Mediator Analisis ........................................................................... 250
5.3.6. Pengujian Hipotesis ........................................................................ 253
5.3.6.1. Pengujian Hipotesis H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara Transformational Leadership dengan Agile Governance ........................ 255
5.3.6.2. Pengujian Hipotesis H2 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik ............. 255
5.3.6.3. Pengujian Hipotesis H3 : Terdapat pengaruh poisitif dan signifikan
antara Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik ............................. 255
5.3.6.4. Pengujian Hipotesis H4 : Terdapat Pengaruh Agile Governance sebagai
Mediator dalam Hubungan Antara Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik ............................................................................................. 256
5.4. PEMBAHASAN....................................................................................... 257
5.4.1. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Agile
Governance ................................................................................................... 257
5.4.2. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja
Pelayanan Publik ........................................................................................... 258
5.4.3. Pengaruh Agile Governance terhadap Kinerja Pelayanan
Publik….......................................................................................................... 259
5.4.4. Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik dalam
Importance Performance Matriks Analysis (IPMA) .................................... 260
5.4.5. Agile Governance sebagai mediator .............................................. 262
5.4.6. Perbandingan Hasil pada Lokus Penelitian .................................. 264
5.5. PROPOSISI ............................................................................................ 278
xi

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................. 284


6.1. KESIMPULAN........................................................................................ 284
6.2. IMPLIKASI TEORITIS ............................................................................. 285
6.3 IMPLIKASI PADA PEMERINTAHAN......................................................... 286
6.6 KETERBATASAN PENELITIAN ............................................................... 287
6.7 AGENDA PENELITIAN MENDATANG ..................................................... 287
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 288
LAMPIRAN ................................................................................................... 295
GLOSSARIUM
xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1.1 SITUASI PERKEMBANGAN CORONA VIRUS 5
DISEASE (COVID-19) PROVINSI SUMATERA
SELATAN
Tabel 1.2 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 9
2020 di Kabupaten Musi Rawas, Musi Rawas Utara
dan Kota Lubuklinggau
Tabel 1.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019 di 10
Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan
Kabupaten Musi Rawas Utara
Tabel 1.4 Perbandingan Nilai Sakip Kabupaten Musi Rawas, 11
Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas Utara
Tabel 1.5 Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Unit Penyelenggara 13
Pelayanan Publik Lingkupn Pemerintah Daerah Tahun
2020
Tabel 1.6 Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah di Sumatera 14
Selatan
Tabel 1.7 Gejala Agile Governance 18
Tabel 2.1 Category of Social Change 31
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 105
Tabel 3.2 Populasi Penelitian 106
Tabel 3.3 Ukuran Sampel Miniman Dan Jumlah Variabel 107
Joreskoq Dan Sorborn
Tabel 3.4 Jumlah Sampel Menurut Rumpun 108
xiii

Tabel 3.5 Jumlah Sampel Masing-Masing Instansi 109


Tabel 3.6 Variabel Penelitian Transformational Leadership 111
dalam Agile Governance dan Implikasinya terhadap
Kinerja Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-19
Tabel 3.7 Jumlah Pernyataan dalam Kuesioner dari masing- 121
masing kelompok Konstruk
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan Kota Lubuklinggau 135
Tabel 4.2 Profil Responden Penelitian 148
Tabel 4.3 Profil Responden Penelitian Kabupaten Musi Rawas 153
Tabel 4.4 Profil Responden Penelitian Kota Lubuklinggau 156
Tabel 4.5 Profil Responden Penelitian Kabupaten Musi Rawas 160
Utara
Tabel 4.6 Statistik Deskripsi 165
Tabel 4.7 Singkatan Variabel 167
Tabel 4.8 Path Coefficients 170
Tabel 4.9 Nilai Indirect Effect 171
Tabel 4.10 Nilai Total Effect 171
Tabel 4.11 Nilai Outer Loading 172
Tabel 4.12 Nilai Outer Weight 173
Tabel 4.13 Nilai R Square 174
Tabel 4.14 Nilai f Square 175
Tabel 4.15 Nilai Construct Reability dan Validity 176
Tabel 4.16 Nilai Discriminant Validity 179
Tabel 4.17 Nilai Kolinearitas 180
Tabel 4.18 Model Fit 181
Tabel 4.19 Nilai Outer Loading dengan Indikator Lengkap 182
Tabel 4.20 Indikator Dengan Nilai Loading Faktor Dibawah 0,7 184
Tabel 4.21 Nilai Perubahan Loading Faktor 185
Tabel 4.22 Average Variance Extracted dan Communality 187
Tabel 4.23 Akar AVE dari Skor Kriteria Fornell-Lacckel 188
Tabel 4.24 Nilai R Square dan R Square Adjust 188
xiv

Tabel 4.25 Nilai Cross Loading Masing-Masing Indikator 189


Tabel 4.26 Nilai Composite Reability dan Cronbach’s Alpha 191
Tabel 4.27 Ringkasan Uji Validitas dan Uji Reabilitas 192
Tabel 4.28 Path Coefficient Hasil Perhitungan Bootstrapping 195
Tabel 4.29 Nilai R Square dan R Square Adjusted 200
Tabel 4.30 Kekuatan Model 201
Tabel 4.31 F Square Effect Size 202
Tabel 4.32 Construct Cross Validated Redudancy 202
Tabel 4.33 Q2 effect size 204
Tabel 4.34 Construct Cross Validated Communality 206
Tabel 4.35 Nilai Path Coefficient Data Kabupaten Musi Rawas 206
Tabel 4.36 Nilai Total Indirect Effect Data Kabupaten Musi 207
Rawas
Tabel 4.37 Total Effect Data Kabupaten Musi Rawas 207
Tabel 4.38 Nilai Outer Loading Data Kabupaten Musi Rawas 208
Tabel 4.39 Nilai R Square Kabupaten Musi Rawas 211
Tabel 4.40 Nilai f Square Kabupaten Musi Rawas 211
Tabel 4.41 Hasil Perhitungan Bootstrapping Data Kabupaten Musi 212
Rawas
Tabel 4.42 Nilai Path Coefficient Data Kota Lubuklinggau 213
Tabel 4.43 Nilai Total Indirect Effect Data Kota Lubuklinggau 213
Tabel 4.44 Nilai Total Effect Data Kota Lubuklinggau 214
Tabel 4.45 Nilai R Square Data Kota Lubuklinggau 214
Tabel 4.46 Hasil Perhitungan Bootstrapping Data Kota 216
Lubuklinggau
Tabel 4.47 Nilai Path Coefficient Data Kabupaten Musi Rawas 217
Utara
Tabel 4.48 Nilai Total Indirect Effect Data Kabupaten Musi 218
Rawas Utara
Tabel 4.49 Nilai Total Efek Data Kabupaten Musi Rawas Utara 218
Tabel 4.50 Nilai R Square Kabupaten Musi Rawas Utara 219
xv

Tabel 4.51 Nilai f Square Kabupaten Musi Rawas Utara 219


Tabel 4.52 Hasil Perhitungan Bootstrapping Data Kabupaten Musi 220
Rawas Utara
Tabel 4.53 Path Coefficient Hasil Perhitungan IPMA 222
Tabel 4.54 Laten Variabel Performance 223
Tabel 4.55 Manifest Variabel Performance 223
Tabel 4.56 Indicator Total Effect 225
Tabel 4.57 Construct Total Effect For Agile Governance 226
Tabel 4.58 Indicator Total Effect For Agile Governance 226
Tabel 4.59 Total Indirect Effect Perhitungan IPMA Variabel 229
Kinerja Pelayanan Publik
Tabel 4.60 Total Effect Variabel Perhitungan IPMA 229
Tabel 4.61 Total Effect Indikator Terhadap Kinerja Pelayanan 230
Publik
Tabel 4.62 Analisis Signifikansi Koefisien Jalur Tanpa Mediator 234
Tabel 4.63 Efek Tidak Langsung per Sampel 235
Tabel 4.64 Nilai Total Efek Tidak Langsung 236
Tabel 4.65 Nilai T Statistik dan Nilai P 237
Tabel 5.1 Perbandingan Data Hasil Penelitian Pada Lokus 249
Penelitian
Tabel 5.2 Perbandingan Model Hubungan Variabel Agile 255
Governance dan Transformational Leadership
Tabel 5.3 Perbandingan Model Hubungan Variabel Kinerja 255
Pelayanan Publik dan Transformational Leadership
Tabel 5.4 Perbandingan Pengaruh Antara Variabel Agile 256
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
Tabel 5.5 Perbandingan Pengaruh Antara Variabel 257
Transformational Leadership dengan Agile
Governance
Tabel 5.6 Perbandingan Pengaruh Antara Variabel 257
Transformational Leadership dengan Kinerja
xvi

Pelayanan Publik

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Perubahan Tata Kelola Pemerintah 39
Gambar 2.2 Agile Organization 51
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir 94
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 96
Gambar 2.5 Model Hipotesis 100
Gambar 3.1 Konstruk Dalam Transformational Leadership 119
Dalam Agile Governance dan Implikasinya
Terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Masa
Pandemi Covid 19
Gambar 3.2 Diagram Analisis Data 126
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Musi Rawas 131
Gambar 4.2 Peta Batas Administrasi Kota Lubuklinggau 134
Gambar 4.3 Peta Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara 140
Gambar 4.4 Perbandingan Jenis Kelamin Responden 149
Gambar 4.5 Perbandingan Pendidikan Responden 150
Gambar 4.6 Perbandingan Masa Kerja Responden 150
Gambar 4.7 Perbandingan Usia Responden 151
Gambar 4.8 Perbandingan Jenis Kelamin Responden 153
Kabupaten Musi Rawas
Gambar 4.9 Perbandingan Pendidikan Responden Kabupaten 154
Kabupaten Musi Rawas
Gambar 4.10 Perbandingan Masa Kerja Responden Kabupaten 154
Musi Rawas
xvii

Gambar 4.11 Perbandingan Usia Responden Kabupaten Musi 155


Rawas
Gambar 4.12 Perbandingan Jenis Kelamin Responden Kota 157
Lubuklinggau
Gambar 4.13 Perbandingan Pendidikan Responden Kota 158
Lubuklingggau
Gambar 4.14 Perbandingan Masa Kerja Responden Kota 158
Lubuklinggau
Gambar 4.15 Perbandingan Usia Responden Kota 159
Lubuklinggau
Gambar 4.16 Perbandingan Jenis Kelamin Responden 161
Kabupaten Musi Rawas Utara
Gambar 4.17 Perbandingan Pendidikan Responden Kabupaten 162
Musi Rawas Utara
Gambar 4.18 Perbandingan Masa Kerja Responden Kabupaten 163
Musi Rawas Utara
Gambar 4.19 Perbandingan Usia Responden Kabupaten Musi 164
Rawas Utara
Gambar 4.20 Model Penelitian dengan Variabel dan Dimensi 166
Gambar 4.21 Model Penelitian dengan Variabel, Dimensi dan 168
Indikator
Gambar 4.22 Tampilan Pengukuran PLS Algoritma 169
Gambar 4.23 Koefisien Jalur 170
Gambar 4.24 Nilai R Square 174
Gambar 4.25 Nilai R Square Adjusted 175
Gambar 4.26 Nilai f Square 176
Gambar 4.29 Nilai Cronbach’s Alpha 177
Gambar 4.30 Nilai rho_A 177
Gambar 4.31 Nilai Composite Reability 178
Gambar 4.32 Nilai AVE 178
Gambar 4.33 Nilai HTMT 179
xviii

Gambar 4.34 Tampilan PLS Bootstrapping 193


Gambar 4.35 Path Coefficient Agile Governance - Kinerja 195
Pelayanan Publik
Gambar 4.36 Path Coefficient Transformational Leadership - 196
Agile Governance
Gambar 4.37 Path Coefficient Transformational Leadership - 196
Kinerja Pelayanan Publik
Gambar 4.38 Indirect Effect Agile Governance - Kinerja 197
Pelayanan Publik
Gambar 4.39 Indirect Effect Transformational Leadership - 197
Agile Governance
Gambar 4.40 Indirect Effect Transformational Leadership - 198
Kinerja Pelayanan Publik
Gambar 4.41 Total Effect Agile Governance - Kinerja 198
Pelayanan Publik
Gambar 4.42 Total Effect Transformational Leadership - 199
Agile Governance
Gambar 4.43 Total Effect Transformational Leadership - 199
Kinerja Pelayanan Publik
Gambar 4.44 Model PLS Algoritma Data Kabupaten Musi 209
Rawas
Gambar 4.45 Model Bootstrapping Data Kabupaten Musi 212
Rawas
Gambar 4.46 Model PLS Algoritma Data Kota Lubuklinggau 215
Gambar 4.47 Model Bootstrapping Data Kota Lubuklinggau 216
Gambar 4.48 Model PLS Algoritma Data Kabupaten Musi 220
Rawas Utara
Gambar 4.49 Model Bootstrapping Data Kabupaten Musi 221
Rawas Utara
Gambar 4.50 IPMA Transformational Leadership terhadap 227
Agile Governance
xix

Gambar 4.51 IPMA Indikator dari Variabel Transformational 228


Leadership terhadap Variabel Agile Governance
Gambar 4.52 IPMA Total Efek Variabel Transformational 231
Leadership dan Agile Governance terhadap
Kinerja Pelayanan Publik
Gambar 4.53 IPMA Indikator dari Variabel Transformational 232
Leadership dan Agile Governance terhadap
Variabel Kinerja Pelayanan Publik
Gambar 4.54 Model Penelitian Efek Mediator 233
Gambar 5.1 Perbandingan Nilai Efek Langsung 250
Agile Governance Terhadap Kinerja Pelayanan
Publik pada Lokus Penelitian
Gambar 5.2 Perbandingan Nilai Efek Langsung 251
Transformational Leadership Terhadap Agile
Governance Pada Lokus Penelitian
Gambar 5.3 Perbandingan Nilai Efek Langsung 252
Transformational Leadership Terhadap Kinerja
Pelayanan Publik Pada Lokus Penelitian
Gambar 5.4 Perbandingan Nilai Efek Tidak Langsung 253
Transformational Leadership Terhadap Kinerja
Pelayanan Publik Pada Lokus Penelitian
Gambar 5.5 Perbandingan Nilai Efek Total Hubungan Antar 254
Variabel Pada Lokus Penelitian
xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER 281


LAMPIRAN 2 TAMPILAN AWAL KUESIONER MELALUI 286
GOOGLE FORM
LAMPIRAN 3 TAMPILAN AKHIR KUESIONER YANG SUDAH 287
DIISI RESPONDEN
LAMPIRAN 4 PENGKODEAN INDIKATOR DARI DAFTAR 288
PERTANYAAN DALAM KUESIONER
LAMPIRAN 5 DATA FORMAT CSV 290
LAMPIRAN 6 DATA PEGAWAI DINAS PENANAMAN MODAL 295
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
KABUPATEN MUSI RAWAS
LAMPIRAN 7 DATA PEGAWAI DINAS KEPENDUDUKAN DAN 296
CATATAN SIPIL KABUPATEN MUSI RAWAS
LAMPIRAN 8 DATA PEGAWAI RUMAH SAKIT UMUM DR. 297
SOBIRIN
LAMPIRAN 9 DATA PEGAWAI DINAS PENANAMAN MODAL 307
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA
LUBUKLINGGAU
LAMPIRAN 10 DATA PEGAWAI DINAS KEPENDUDUKAN DAN 309
CATATAN SIPIL KOTA LUBUKLINGGAU
LAMPIRAN 11 DATA PEGAWAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 310
SITI AISYAH
LAMPIRAN 12 DATA PEGAWAI DINAS PENANAMAN MODAL 321
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA
LAMPIRAN 13 DATA PEGAWAI DINAS KEPENDUDUKAN DAN 323
xxi

CATATAN SIPIL KABUPATEN MUSI RAWAS


UTARA
LAMPIRAN 14 DATA PEGAWAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 324
RUPIT
LAMPIRAN 15 DOKUMENTASI PROSES PENGUMPULAN DATA 330
LAMPIRAN 16 SURAT PERMOHONAN IZIN MELAKUKAN 333
PENELITIAN
LAMPIRAN 17 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS PENANAMAN 334
MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KABUPATEN MUSI RAWAS
LAMPIRAN 18 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS 335
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KABUPATEN MUSI RAWAS
LAMPIRAN 19 SURAT IZIN PENELITIAN RUMAH SAKIT UMUM 336
DAERAH DR. SOBIRIN
LAMPIRAN 20 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS PENANAMAN 337
MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KOTA LUBUKLINGGAU
LAMPIRAN 21 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS 338
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KOTA LUBUKLINGGAU
LAMPIRAN 22 SURAT IZIN PENELITIAN RUMAH SAKIT UMUM 339
DAERAH SITI AISYAH
LAMPIRAN 23 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS PENANAMAN 340
MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA
LAMPIRAN 24 SURAT IZIN PENELITIAN DINAS 341
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA
LAMPIRAN 25 SURAT IZIN PENELITIAN RUMAH SAKIT UMUM 342
DAERAH RUPIT
xxii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus Covid-19 di Indonesia pertama kali diumumkan pada 2 Maret


2020 lalu sejak itu kinerja sistem pemerintahan dalam menghadapi pandemi
secara transparan diuji di depan umum. Secara internasional Virus Covid-19
muncul di Dunia pada bulan Desember 2019, kejadian tersebut bermula di
Tiongkok, Wuhan (Yuliana, 2020). Pada 30 Januari 2020 WHO telah
menyatakan Covid-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi
perhatian internasional (Dong Y et al., 2020). Dikutip dari
https://www.worldometers.info/coronavirus/, sampai dengan tanggal 4 Desember
2020, dilaporkan total positif COVID-19 di dunia telah mencapai angka
65.527.498 dengan jumlah kematian kumulatif tembus menjadi 1.511.719 orang
dimana kasus dilaporkan di 220 negara/wilayah. Amerika Serikat, India, dan
Brasil menjadi 3 negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi. Jumlah kasus di
Indonesia terus meningkat dengan pesat, sampai dengan 15 Desember 2020,
Pemerintah Republik Indonesia telah melaporkan 629.429 kasus terkonfirmasi
positif yang tercatat sejak kasus pertama hingga saat ini. Pasien sembuh
kumulatifnya menjadi 516.656 orang. Untuk pasien meninggal kumulatifnya
mencapai 19.111 orang berdasarkan update harian dari satgas covid 19 melalui
laman www.covid19.go.id.
Wabah COVID-19 adalah keadaan darurat kesehatan masyarakat yang
khas. Penyebarannya yang cepat tidak hanya mempengaruhi kehidupan ratusan
juta keluarga, tetapi juga mengganggu laju pembangunan ekonomi dan sosial,
yang mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang tak terhitung, bagaimana
kita dapat menghentikan kerugian dan mengurangi biaya ekonomi dan sosial
dengan mengadopsi kebijakan publik yang lebih efisien?. Menanggapi keadaan
darurat kesehatan masyarakat, pemerintah dituntut untuk bergerak cepat dalam
waktu yang relatif singkat, dan secara efektif mengkoordinasikan pembagian kerja
2

dan kerjasama di semua tingkatan dan departemen dalam sistem administrasi.


Selain itu, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan Lembaga, rumah sakit,
swasta terkait lainnya, organisasi nirlaba, serta anggota masyarakat. Ini harus
meningkatkan kesadaran publik tentang penyebaran epidemi tanpa menimbulkan
kepanikan dan menghentikan kegiatan ekonomi dan sosial tertentu sambil
memastikan bahwa semua kebutuhan dasar hidup dan manusia dan materi
terpenuhi.
Setiap kedaruratan kesehatan masyarakat merupakan ujian yang
signifikan bagi pemerintah daerah dan kemampuannya untuk menanganinya, yang
sangat membutuhkan pembangunan Mekanisme Tata Kelola Publik dengan
partisipasi berbagai pemangku kepentingan (Gao & Yu, 2020). Masalah yang
bergejolak membutuhkan kolaborasi lintas batas, inovasi publik, dan, mungkin
yang paling penting, pengembangan strategi tata kelola yang kuat (Ansell et al.,
2020). Tata Kelola atau Governance menurut United Nations Development
Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for
Sustainable Human Development, January 1997 ”, menyebutkan pengertian
governence adalah “Governance is the exercise of economic, political, and
administrative authory to manage a country’s affairs all levels and means by
which states promote social cohesion, integration, and ensure the well- being of
their population” Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di
bidang ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan
negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk
mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial
dalam masyarakat (Anggara, 2016).
Pemerintah melakukan upaya guna meningkatkan langkah-langkah
dalam menangani pandemi global dari Covid-19. Banyak rumah sakit disiagakan
dengan peralatan yang sesuai dengan standar internasional, anggaran pun secara
khusus dialokasikan untuk pencegahan dan penanganan. Di dunia yang saling
terhubung yang berkembang, gerakan kita cukup tinggi dan cepat, dan itu
mungkin meningkatkan penyebaran virus secara global dengan sangat cepat,
menjadikannya pandemi global. Namun, negara yang berbeda menunjukkan
3

perbedaan pendekatan dalam respon. Oleh karena itu, meskipun perawatan


medisnya universal, kita perlu mengingat bahwa tindakan tanggap darurat yang
sehat tidak universal. Pandemi bersifat global, tetapi tanggapannya bersifat lokal.
Ini adalah kombinasi dari peraturan negara, mekanisme tata kelola, keterkaitan
dengan pengambilan keputusan berbasis ilmu pengetahuan, pemerintahan lokal
serta perilaku masyarakat. Karena itu, belajar dari pengalaman satu sama lain
sangatlah penting (Shaw et al., 2020). Jerman mengelola keadaan darurat
kesehatan COVID-19 dengan cukup baik, akan tetapi kerusuhan dan kemarahan
sosial dan politik berkembang di seluruh negeri, karena beberapa orang tidak
setuju dengan strategi pemerintah, seperti menerapkan masker wajah dan
menutup sementara ruang bisnis dan rekreasi (Vieten, 2020)
Negara yang dinilai berhasil dalam penanganan Covid 19 adalah Taiwan
yang pada awalnya kesulitan mendapatkan informasi dan kejelasan mengenai
wabah COVID-19 dari WHO akan tetapi Taiwan dapat terhindar dari wabah yang
perlahan meluas di negara-negara tetangga dan di berbagai tempat di seluruh
dunia. Keberhasilan Taiwan ini dikarenakan keberhasilan negara itu dalam
melakukan 124 paket aksi (C. Jason, Wang, Chun Y. Ng, Robert H. Brook, 2020).
Keberhasilan Negara Taiwan yang memiliki penduduk 23 juta ini menarik banyak
perhatian oleh pihak luar Taiwan bahkan The Economist memberi sebutan bahwa
Taiwan adalah pemenang dalam pertarungan melawan COVID-19 karena
memiliki kemampuan dalam menghadapi COVID-19 dan kontrol virus Covid-19
di Taiwan dipuji sebagai kemenangan dan merupakan kisah sukses (Taylor et al.,
2020)
Dalam menangani pandemi covid-19 di Indonesia, kebijakan pemerintah
justru mengalami disharmonisasi antara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
pusat dengan kebijakan Pemerintah Daerah. Perbedaan tersebut dimulai ketika
beberapa daerah menetapkan Lokdown, namun pemerintah pusat menetapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah
Pusat yang masih menjadi kejanggalan di masyarakat, karena himbauan yang
dibuat masih bersifat tidak mengikat (Juaningsih et al., 2020).
4

Selain disharmonisasi kebijakan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah


Daerah dalam menghadapi pandemi Covid-19 juga terjadi berbagai kasus di
masyarakat terkait pandemi Covid-19. Disharmonisasi kebijakan tidak hanya
terjadi antara pemerintah pusat dan daerah akan tetapi juga terjadi di antara
daerah-daerah yang letak geografisnya berdekatan contohnya Kabupaten Musi
Rawas – Kota Lubuklinggau – Kabupaten Musi Rawas Utara, ketiga wilayah ini
pada awalnya merupakan satu kesatuan dalam wadah Kabupaten Musi Rawas.
Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan kabupaten termuda di Provinsi
Sumatera Selatan yang terbentuk pada tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara yang
merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas. Sebelumnya pemekaran yang
pertama pada tahun 2001 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2001 tentang Pembentukan Kota Lubuklinggau. Kota Lubuklinggau yang
berkembang lebih pesat memiliki sarana pelayanan Kesehatan yang lebih banyak
dan lebih lengkap sehingga menjadi penunjuang pelayanan kesehatan wilayah
kabupaten tetangga. Ketersediaan sarana pelayanan Kesehatan yang lebih lengkap
ini justru menimnulkan disharmonisasi dimasa awal pandemi Covid-19, salah
satu contoh kasus adalah terjadi ketika pasien Suspect Covid-19 yang berasal dari
Kabupaten Musi Rawas Utara meninggal dalam perawatan di RS Siloam yang
berada di kota Lubuklinggau, terjadi penolakan masyarakat Kabupaten Musi
Rawas Utara saat akan dilaksanakan pemulasaran dan pemakaman jenazah sesuai
protocol pemakaman pasien Covid-19 (Https://www.jpnn.com/news/jenazah-pdp-
covid-19-dijemput-paksa-keluarga-dan-menolak-pemakaman-sesuai-sop,n.d.).
Kejadian ini memicu ketegangan tidak hanya dalam hubungan antara pemerintah
Kabupaten Musi Rawas Utara dengan masyarakatnya akan tetapi juga dengan
Pemerintah Kota Lubuklinggau, hingga dilakukan rapat gabungan tiga pemerintah
daerah yang diprakarsai oleh Komando Distrik Militer 0406. Dari ketiga
Kabupaten Kota tersebut Per tanggal 4 Desember 2020 dilaporkan kasus
konfirmasi Covid-19 sebesar 230, dengan kasus meninggal sebanyak 14 orang
atau 6 % dari kasus konfirmasi positif, presentase angka kematian di Kabupaten
Musi Rawas Utara lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian akibat
5

Covid-19 di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 5% yaitu dari 9.746 kasus


konfirmasi Positif Covid-19 di Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 546 orang
meninggal. (https://Covid19.go.id/peta-risiko). Dalam tabel dibawah ini dapat
dilihat jumlah kasus Covid-19 per Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera
Selatan.
Tabel 1.1
SITUASI PERKEMBANGAN CORONA VIRUS DISEASE (COVID-19)
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Tanggal 4 Desember 2020
KABUPATEN KASUS KONFIRMASI
ASIMTOM SIMTO
ATIS MATIS
JUMLAH SEMBUH MENINGGAL PROSES
KUMULATIF BARU KUMUL BARU KUMULATIF BARU DIRAW ISOLASI JUMLAH
ATIF AT MANDIR
I
PALEMBANG 1627 2662 4289 61 3369 41 242 3 282 396 678
OKI 64 47 111 0 94 0 8 0 7 2 9
LAHAT 223 140 363 0 320 0 24 0 14 5 19
OKU 87 86 173 2 131 4 15 1 7 20 27
MUBA 257 355 612 5 534 5 24 0 33 21 54
M.ENIM 424 481 905 9 756 16 41 0 25 83 108
MURA 172 130 302 3 267 4 10 0 9 16 25
BANYUASIN 257 173 430 2 377 1 39 0 10 4 14
OGAN ILIR 102 56 158 0 147 0 9 0 0 2 2
PRABUMULIH 135 210 345 5 295 1 19 0 18 13 31
PAGAR ALAM 58 31 89 0 73 0 7 1 7 2 9
LUBUKLINGGAU 473 617 1090 0 976 55 34 0 41 39 80
OKU TIMUR 116 63 179 0 121 4 8 0 0 50 50
OKU SELATAN 7 13 20 1 16 0 3 0 1 0 1
EMPAT LAWANG 34 47 81 0 70 0 6 0 5 0 5
PALI 202 129 331 0 284 0 22 0 13 12 25
MURATARA 52 178 230 0 216 2 14 0 0 0 0
LUAR WILAYAH 17 21 38 0 37 0 1 0 0 0 0
SUMSEL

JUMLAH 4307 5439 9746 88 8083 133 526 5 472 665 1137
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 4 Desember 2020

Pemerintah pusat dan daerah sejak awal Maret 2020 mengeluarkan


berbagai kebijakan, mulai dari wajib menggunakan masker, pembatasan social
(social distancing), menghimbau untuk bekerja di rumah (work from home) bagi
sebagian besar Aparatur Sipil Negara (ASN), meniadakan kegiatan ibadah
bersama di tempat peribadatan, dan meminta masyarakat untuk tetap di rumah
serta mengurangi aktivitas ekonomi di luar rumah (Juaningsih et al., 2020).
Kebijakan pemerintah bukan hanya social distancing tapi dilanjutkan
dengan Physical Distancing, dan juga pemerintah telah menetapkan Pembatasan
6

Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)


merupakan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona virus Disease 2019 (COVID-19). Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19).
Kebijakan adalah praktik sosial, itu bukan peristiwa tunggal atau
terisolasi. Jadi, kebijakan adalah sesuatu yang diproduksi oleh pemerintah yang
dirumuskan berdasarkan pada semua peristiwa yang terjadi di komunitas.
Kejadian ini tumbuh di kehidupan sosial, dan bukan merupakan peristiwa yang
independen, terisolasi, dan asing kepada masyarakat (Toha, 2012). Secara garis
besar, implementasi kebijakan digambarkan sebagai apa yang jelas didefinisikan
oleh pembuat kebijakan (pemerintah) yang akan memiliki dampak tertentu
sebagai rincian spesifikasi program, yaitu bagaimana dan di mana institusi
tersebut atau organisasi harus menjalankan program, dan bagaimana hukum atau
program itu ditafsirkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
kebijakan antara lain alokasi sumber daya yaitu bagaimana anggaran
didistribusikan, personil yang akan melaksanakan program dan organisasi yang
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan program dan keputusan, serta
bagaimana keputusan tersebut akan dibuat (Jann, W., & Wegrich, K., dalam
(Azhar & Azzahra, 2020)).
Adanya berbagai kebijakan pembatasan membuat instansi penyelenggara
layanan publik juga membatasi layanan, melakukan pelayanan secara online
bahkan sampai menutup pelayanan sementara, menjadi satu fenomena yang harus
dilakukan. Pembatasan pelayanan publik ini mulai dilakukan oleh pemerintah
sejak pertengahan bulan Maret 2020 ini, anak-anak sekolah meminta untuk
belajar di rumah dan pegawai-pegawai melakukan Work From Home (WFH).
Pemberlakuan WFH tidak diberlakukan kepada seluruh penyelenggara pelayanan
publik, ada beberapa penyelenggaran pelayanan publik yang tidak dapat
7

melakukan WFH, contohnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang


tidak memungkinkan melakukan perekaman KTP-El secara online, kantor Samsat
yang menerima pembayaran pajak kendaraan bermotor maupun perpanjangan
STNK, dan bidang-bidang lain yang memerlukan kontak degann masyarakat
secara langsung. Walaupun penyelenggara pelayanan publik ini tidak
memberlakukan WFH, tetapi tetap memberlakukan pembatasan pelayanan publik.
Pembatasan yang dilakukan antara lain dengan mengurangi jumlah antrian,
ngurangi kapasitas ruangan, serta penerima pelayanan harus mengikuti anjuran
jarak aman yaitu minimal 1 meter.
Adanya kebijakan “work from home” (WFH) bagi pegawai-pegawai yang
bergerak dalam pelayanan publik, merupakan sesuatu yang sangat baru bagi
pemerintahan dan menimbulkan gegar budaya (cultural shock), karena sebagian
besar ASN harus terbiasa menggunakan komputer dan mengikuti rapat melalui
aplikasi zoom, sehingga walaupun menghadapi masa pandemi COVID–19
pelayanan kepada masyarakat tetap harus dilaksanakan sesuai dengan amanat
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pemerintah
harus melaksanakan fungsinya sebagai penyelanggara pelayanan publik.
Pandemi Covid-19 menimbulkan kepanikan disegala aspek kehidupan
sehingga menimbulkan berbagai permasalahan selain permasalahan kesehatan,
permasalahan lainnya yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah adalah
permasalahan ketersediaan anggaran untuk penanggulangan Covid-19, sehingga
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan Refocusing dan Realokasi
Anggaran Tahun 2020. Selain permasalahan ketersediaan anggaran, Pemerintah
Daerah juga menghadapi permasalahan pendapatan yang tidak tercapai dengan
optimal sehingga mengakibatkan terganggunya system keuangan daerah, seperti
Kabupaten Muratara yang Dilansir dari laman
https://sumsel.tribunnews.com/2020/12/21/ kas-daerah-disebut-kosong-bpd-dan-
perangkat-desa-di-muratara-geruduk-dprd-teriak-minta-gaji, dan Harian cetak
TribunSumsel.com tanggal 23 bulan 12 Tahun 2020 dikatakan bahwa keuangan
Pemerintah Kabupaten Muratara mengalami kekosongan. Alasan terjadinya
kekosongan kas Pemkab Muratara disampaikan oleh Sekda Muratara, Alwi
8

Roham beserta Ketua DPRD Kabupaten Muratara Efriansyah. Mereka menyebut


keuangan Pemerintah Kabupaten Muratara mengalami kekosongan karena
pandemi Covid-19. Akibat pandemi Covid-19 pendapatan daerah tidak tercapai
maksimal.
Dari ketiga Kabupaten/Kota yang bertetangga ini, Kabupaten Musi Rawas
Utara merupakan salah satu dari 62 daerah tertinggal berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 63 tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-
2024. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2019 Kabupaten ini merupakan IPM
terendah di Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebesar 64,32. Jika dilihat dari 3
(tiga) indikator yang digunakan dalam mengukur Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yaitu Pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, maka untuk
meningkatkan pembangunan manusia tidak terlepas dari peningkatan kualitas
pelayanan publik terutama pada sektor Pendidikan dan Kesehatan. Kedua sektor
ini juga secara eksplisit disebut secara jelas dalam pasal 5 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sebagai bagian dari
ruang lingkup pelayanan publik. Dalam tabel berikut dapat dilihat perbandingan
IPM ketiga kabupaten/kota ini

Tabel 1.2. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2020


di Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara
Umur Harapan Lama Rata-Rata Lama
Pengeluaran per
No. Wilayah Harapan Sekolah Sekolah IPM
Kapita
Hidup (7 Th keatas) (25 Th keatas)

1 Musi Rawas 68,14 12,08 7,52 9.520 66,79

2 Lubuk Linggau 69,25 13,37 9,89 13.243 74,78

3 Muratara 65,68 11,57 6,84 9.783 64,49

4 Sumatera Selatan 69,88 12,45 8,24 10.652 70,01

5 Nasional 71,47 12,98 8,48 11.013 71,94


Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2021

Untuk melaksanakan fungsi Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan


publik, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi yang
9

berada di garda terdepan dan berhubungan dengan pelayanan publik. Sebagai unit
kerja publik pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer,
mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak
yang diperintah sebagai konsumer dan berdaulat (sovereign) akan jasa publik dan
layanan masyarakat, dalam hubungan pemerintahan. Menurut Moenir (2000), agar
pelayanan publik berjalan dengan baik maka diperlukan beberapa faktor
pendukung, yaitu kesadaran, aturan, organisasi, pendapatan, kemampuan
keterampilan, dan sarana pelayanan (Moenir, 2000)
Dengan demikian, pada hakikatnya, lemahnya pelayanan publik bermuara
pada dua faktor utama, yaitu faktor manusia sebagai faktor utama, dan faktor
sistem, karena untuk perbaikannya diperlukan perbaikan terhadap kedua unsur
tersebut. Dalam Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah daerah, perlu
didukung oleh aparatur sipil negara sebagai pelaksana pelayanan bagi masyarakat,
keterbatasan aparatur sipil negara baik dari segi kuantitas dan kualitas masih
menjadi permasalahan saat ini, dapat dilihat dari tabel jumlah PNS di Kabupaten
Musi Rawas, Kabupaten Musi Rawas Utara dan Kota Lubuklinggau berdasarkan
Pendidikan yang dikompilasi oleh Badan Pusat Statistik berikut :

Tabel 1.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019


di Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas
Utara
JUMLAH PEGAWAI NEGERI SIPIL TAHUN 2019

N TINGKAT
MUSI RAWAS LUBUKLINGGAU MUSI RAWAS UTARA
O PENDIDIKAN
PEREMPUA PEREMPUA PEREMPUA JUMLA
LAKI-LAKI JUMLAH LAKI-LAKI JUMLAH LAKI-LAKI
N N N H
1. Sampai 34 5 39 15 6 21 4 0 4
Dengan SD
2. SLTP/Sederaja 35 5 40 17 20 9 1 10
t 3
3. SMA/Sederajat 783 365 1148 300 245 545 182 88 270

4. Diploma, I, II 134 116 250 29 108 137 117 266 383

5. Diploma 140 438 578 97 366 463 647 654 1301


III/Sarjana
Muda

6. Tingkat 1840 2007 3847 1049 1 778 2 827 81 34 115


Sarjana/Doktor
/Ph.D

JUMLAH 2966 2936 5902 1507 4 013 1040 1043 2083


2 506

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021


10

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari tiga daerah jumlah ASN terkecil
adalah kabupaten Musi Rawas Utara. Melihat terbatasnya jumlah ASN terutama
di Kabupaten Musi Rawas Utara yaitu sebanyak 2.083 untuk memberikan
pelayanan pada 192.199 penduduk tentunya akan mempengaruhi kinerja
pemerintahan. Penguatan akuntabilitas kinerja merupakan salah satu program
yang dilaksanakan dalam rangka reformasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP). Hal ini adalah sesuatu yang sangat penting dan strategis
bagi penyelenggaraan suatu negara, karena instansi pemerintah dipacu untuk terus
meningkatkan kualitas kinerjanya sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga
pelaporannya. Dalam pelaksanaan di lapangan, SAKIP juga menguji akuntabilitas
seluruh proses yang berlangsung melalui kegiatan evaluasi atas implementasinya
sehingga teruji kebenarannya. Setiap pimpinan instansi pemerintah melakukan
evaluasi atas implementasi SAKIP di lingkungannya stiap tahun. Kinerja
Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Rawas Utara dan Kota Lubuklinggau
dapat tergambar pada hasil penilaian SAKIP yang dilakukan secara rutin oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui
Biro Organisasi Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 1.4. Perbandingan Nilai Sakip
Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara
No Komponen SAKIP Bobot
2018 2019 2018 2019 2018 2019

a. Perencanaan Kinerja 30 21,30 21,59 24,75 24,82 16,84

b. Pengukuran Kinerja 25 14,66 14,86 20,60 20,89 12,21

c. Pelaporan Kinerja 15 10,73 10,87 11,66 11,74 8,28

d. Evaluasi Internal 10 5,95 6,06 5,54 5,65 4,80

e. Capaian Kinerja 20 11,69 1176 8,96 9,12 7,89

Nilai Hasil Evaluasi 100 64,33 65,14 71,51 72,22 31,73 50,02

Tingkat Akuntabilitas B B BB BB C CC
Sumber : Biro Organisasi Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020
11

Predikat dan nilai sakip diinterpretasikan dengan huruf A nilai >75-85 yaitu
sangat baik, nilai B >65-75 Baik dan perlu perbaikan, CC nilai >50-65 Cukup
baik dan perlu perbaikan tidak mendasar, C nilai >30-50 Agak kurang, perlu
banyak perbaikan dan mendasar, nilai D nilai 0-30 Kurang dan perlu banyak
sekali perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar. Pemerintah Kabupaten
Musi Rawas Utara yang pada tahun 2019 mendapatkan nilai CC, yang artinya
masih banyak memerlukan pembenahan dalam pelaksanaan SAKIP di Kabupaten
Musi Rawas Utara. Berbeda dengan Kabupaten Induk yaitu Musi Rawas yang
mempunyai nilai kinerja B dan Kota Lubuklinggau dengan nilai kinerja BB. Hasil
penilaian ketiga kabupaten/kota lokus penelitian dinilai masih perlu perbaikan
yang Hasil evaluasi digunakan untuk memperbaiki manajemen kinerja khususnya
kinerja pelayanan publik di instansinya secara berkelanjutan. Menurut Perpres
29/2014, SAKIP adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan
prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan
data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi
pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi
pemerintah. SAKIP sesungguhnya bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana
pemerintah daerah berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperbaiki
tata kelola pemerintahannya, meningkatkan kualitas pelayanan publik bahkan
untuk mendorong pemberantas korupsi
Kabupaten Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuklinggau memiliki
indek pelayanan publik yang lebih baik (lihat tabel 1.6), hal ini mungkin
disebabkan karena kedua daerah ini sudah memiliki usia yang lebih matang
sehingga kemampuan memberikan pelayanan publik sudah lebih berpengalaman.
Lain halnya dengan Pelayanan Publik di Kabupaten Musi Rawas Utara dinilai
masih belum baik, sebagai contoh dengan adanya keluhan masyarakat terkait
pelayanan publik contohnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DMPPTSP), yang disampaikan kepada Ombudsman yang
ditindaklanjuti dengan melakukan kunjungan langsung ke Kabupaten Musi Rawas
Utara. Ombudsman Perwakilan Sumsel mendatangi Kantor Bupati Musi Rawas
Utara untuk menemui Kepala Daerah yang baru dilantik guna membahas beberapa
12

hal penting terkait layanan publik di Pemkab Muratara. Kunjungan yang dipimpin
langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman, M. Adrian beserta tim ini
disambut oleh Wakil Bupati Muratara H. Inayatullah beserta beberapa staf OPD
terkait di ruang kerjanya pada Kamis (4/3/2021). Adrian menyampaikan,
kunjungan yang dilakukan adalah guna membahas beberapa hal. Pertama, terkait
laporan masyarakat tentang pelanggaran PP 53 tahun 2010 tentang disiplin ASN
pemkab Muratara dan kedua tentang terganggunya layanan di Dinas PMPTSP
akibat putusnya aliran listrik karena tagihan PLN yang tidak dilunasi. Dalam
pertemuan tersebut, Adrian menuturkan bahwa Ombudsman mengikuti
pemberitaan terkait terganggunya pelayanan DPMPTSP Muratara beberapa waktu
terakhir dan pihaknya menyesalkan hal tersebut. "Apapun alasannya, terhentinya
suatu layanan publik tidak bisa dimaklumi, itu adalah keadaan yang luar biasa dan
seharusnya tidak boleh terjadi (Pratama, 2021). Selain Dinas PMPTSP, diketahui
masih banyak masyarakat yang kurang puas terhadap pelayanan publik di
beberapa penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah saat ini
dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari
berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa dan jejaring
sosial. Tentunya keluhan tersebut, jika tidak ditangani memberikan dampak buruk
terhadap pemerintah. Lebih jauh lagi adalah dapat menimbulkan ketidakpercayaan
dari masyarakat. Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam perbaikan
pelayanan publik adalah melakukan survei kepuasan masyarakat kepada pengguna
layanan dengan mengukur kepuasan masyarakat pengguna layanan. Guna
memperoleh gambaran tentang kondisi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan publik maka Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) melaksanakan pemantauan dan
evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Hasil Evaluasi Pelayanan
Publik Unit Penyelenggara Pelayanan Publik Lingkup Kementerian, Lembaga dan
Pemerintah Daerah Tahun 2020 ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
13

Nomor 111 Tahun 2021. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera
Selatan, hasil evaluasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.5 Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Lingkup Pemerintah Daerah Tahun 2020
Unit Pelayanan Publik Rata-Rata
Instansi
No DPM-PTSP DISDUKCAPIL
Pemerintah Indeks Kategori
Indeks Kategori Indeks Kategori
1. Kabupaten 4,55 A 4,32 A- 4,44 A-
Musi
Banyuasin
2. Kota 4,79 A 3,76 B 4,28 A-
Palembang
3. Kabupaten 4,11 A- 4,25 A- 4,18 A-
Banyuasin
4. Kota 3,88 B 3,80 B 3,84 B
Lubuklinggau
5. Kota 3,58 B 3,82 B 3,70 B
Prabumulih
6. Kabupaten 3,60 B 3,66 B 3,63 B
Ogan
Komering Ulu
7. Kabupaten 3,46 B- 3,49 B- 3,48 B-
Muara Enim
Sumber : diolah dari KepMenPANRB Nomor 11 Tahun 2021

Pada penilaian pelayanan publik tahun 2020, dari tiga pemerintah daerah yang
menjadi lokus penelitian, hanya Kota Lubuklinggau yang dilakukan penilaian
sedangkan kabupaten Musi Rawas dan Musi Rawas Utara tidak dilakukan
penilaian.
14

Di tahun 2021 Ombudsman Republik Indonesia melakukan penilaian


Kepatuhan Pelayan Publik pada Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dan hasil
penilaian disampaikan Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 15 Februari
2022 dengan data hasil penilaian kepatuhan Pemerintah Daerah di Sumatera
Selatan seperti disajikan pada tabel 1.6. berikut:
Tabel 1.6. Tabel Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah di Sumatera Selatan
Tahun 2021
Nilai
No Pemerintah Daerah Kategori Zona
Kumulatif
Musi Rawas 94,06 Tinggi Hijau
Ogan Komering Ulu Timur 87,63 Tinggi Hijau
Empat Lawang 86,19 Tinggi Hijau
Ogan Komering Ulu 85,52 Tinggi Hijau
Musi Banyuasin 84,29 Tinggi Hijau
Lahat 82,06 Tinggi Hijau
Provinsi Sumatera Selatan 78,54 Sedang Kuning
Prabumulih 64,08 Sedang Kuning
Pagar Alam 76,43 Sedang Kuning
Lubuklinggau 79,81 Sedang Kuning
Palembang 72,54 Sedang Kuning
Muara Enim 76,21 Sedang Kuning
Banyuasin 69,39 Sedang Kuning
Ogan Ilir 76,66 Sedang Kuning
Ogan Komering Ilir 77,38 Sedang Kuning
Ogan Komering Ulus Selatan 77,50 Sedang Kuning
Pematang Abab Lematang Ilir 62,48 Sedang Kuning
Musi Rawas Utara 42,50 Rendah Merah
Sumber : Ombudsman RI Tahun 2022

Kabupaten Musi Rawas selama dua tahun berturut-turut berada pada


peringkat satu hasil penilaian kinerja pelayanan publik oleh Ombudsman RI. Dari
hasil penilaian kepatuhan pemerintah daerah terhadap elemen pelayanan publik
yng dilakukan oleh Ombudsman RI, dapat dilihat lokus penelitian ini mewakili
tiga zona penilaian yaitu Kabupaten Musi Rawas berada pada zona hijau, Kota
15

Lubuklinggau berada pada zona kuning sedangkan Kabupaten Musi Rawas Utara
berada pada zona merah.
Berdasarkan undang-undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009
diatur bahwa penyelenggara pelayanan publik mempunyai kewajiban
untuk memenuhi komponen standar pelayanan minimal seperti persyaratan, dasar
hukum, sistem mekanisme prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya, produk
layanan, dan lain-lain sesuai dengan dalam Pasal 21. Sehingga walaupun ada
kebijakan pembatasan pelayanan publik, penyelenggara pelayanan publik tetap
harus mematuhi standar pelayanan minimal dengan tetap memperhatikan hak dan
kewajiban masing-masing pihak baik penyelenggara maupun masyarakat,
sebagaimana diatur dalam BAB IV dari Pasal 14 sampai dengan Pasal 19. Lebih
lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun
2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik pada pasal 22 ayat 1 Setiap Penyelenggara wajib menyusun,
menetapkan, dan menerapkan Standar Pelayanan.
Pemerintah berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk
untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik
yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas,
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan
publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta
untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Menurut Yehezkiel Dayan Kawet (2014) dalam penelitiannya tentang
Pengaruh Kepemimpinan Pelayanan Publik di Kecamatan Tomohon Utara Kota
Tomohon Pelayanan publik saat ini masih ditentukan oleh pemimpin dalam suatu
organisasi, bagaimana suatu pemimpin mengontrol bawahannya dalam bekerja
untuk suatu tuntutan yang wajib dijalankan dalam memuaskan masyarakat.
Kepemimpinan suatu organisasi sangatlah menentukan baik buruknya pelayanan
yang dijalankan di instansi manapun (Kawet, 2014). Kepemimpinan dapat
memiliki efek yang cukup besar pada peningkatan keseluruhan etika dalam
16

pelayanan publik (Haq, 2011). Sosok pemimpin sangat strategis peranannya tidak
hanya dalam berorganisasi namun juga dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat luas. Hal ini dikarenakan pemimpin dapat menentukan ke arah mana
dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan dengan mengkoordinir para
pegawainya. Baik dan buruknya sifat pemimpin akan berpengaruh dalam
pencapaian target kerja atau visi misi yang sudah dicanangkan.
Penelitian terhadap beberapa jenis kepemimpinan oleh Cho dkk
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang
sangat baik terhadap kinerja perusahaan yang sedang mengalami perubahan (Cho
et al., 2019), Morales dkk (García-Morales et al., 2012) menunjukkan bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi,
Peneliti lain mengatakan bahwa pekerja yang diawasi oleh pemimpin
transformasional akan merasa termotivasi dan mengalami peningkatan
keterampilan dan mood kerja, karena mendorong budaya inovasi dan semangat
pantang menyerah serta terus belajar dalam menghadapi perubahan kondisi
lingkungan yang bergejolak (Winasis et al., 2020)
Covid-19 telah menjadi tantangan sosial yang kompleks, baik di level
nasional maupun lokal. Pandemi membuat pejabat pemerintah, baik nasional
maupun lokal dan warga negara, berjuang mengatasi bersama dengan ancaman
tertular dan risiko kehilangan nyawa. pemimpin merespons dan menghadapi
pandemi Covid-19 dengan segala tantangan dan persoalannya melalui kebijakan-
kebijakan daerah, koordinasi atau kerja sama dengan pemerintah pusat, dan
partisipasi aktif warga. Respons dan kebijakan ini berfokus, di antaranya, pada
aspek kesehatan, ekonomi, sosial, dan kemanusiaan. Menurut Hanafi dkk
Pemimpin memiliki arti signifikan bagi penanganan pandemi Covid-19.
Pemimpin memiliki kesempatan untuk lebih mengetahui kondisi atas berbagai
persoalan penanganan pandemi di daerah. Kebijakan-kebijakan pemimpin daerah
ini juga memiliki peluang untuk bisa langsung dirasakan oleh warga di tingkat
lokal (Hanafi et al., 2020).
Terjadinya pandemi Covid-19 membawa dampak bagi Pemerintah Daerah
terhadap kinerja pemerintahan akibat pendapatan daerah yang tidak tercapai
17

maksimal, adanya kewajiban daerah untuk melaksanakan refocusing dan realokasi


anggaran belanja berdampak pada belanja yang tidak dapat dibayarkan pada tahun
2020. Sehingga ada beberapa kegiatan OPD yang menjadi Pengakuan Hutang
bagi Kabupaten Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Kota Lubuklinggau hal ini
tentu saja dapat berdampak pada pelayanan publik di Pemerintah Kabupaten/Kota
tersebut. Melihat adanya fenomena permasalahan yang di hadapi pemerintah
Kabupaten/Kota dalam menghadapi Covid-19, perlu dilakukan upaya guna
mewujudkan pemerintah kabupaten yang tangkas dalam menghadapi pandemi
Covid-19 untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Azhar dan azzahra dalam tulisannya menyatakan Pandemi COVID-19
yang terjadi secara global memberikan pelajaran dan tentu saja praktik langsung
penerapan tata kelola dan kebijakan yang baik diambil oleh pemerintah dalam
memutuskan sesuatu kepada masyarakat. Penerapan yang baik pemerintahan
secara konkret dilakukan melalui berbagai kebijakan dalam bentuk produk hukum
guna menekan angka positif Covid-19. Untuk menerapkan tata kelola yang baik
ini (good governance), tentu saja pemerintah harus memiliki pendekatan
komunikasi publik yang baik sehingga publik mampu menerima dan
melaksanakan kebijakan tersebut (Azhar & Azzahra, 2020) (Fikri & Azhar, 2020)
Pemerintah daerah berpeluang untuk menjadikan pemerintah Kabupaten
sebagai pemerintah yang gesit, tangkas secara menyeluruh. Pandemi Covid-19
membuat paksaan sehingga pemerintah yang tangkas dapat terealisasi lebih cepat
menurut Wasisitiono dan Rohmadin (2020). Negara-negara di seluruh dunia harus
menanggapi wabah COVID-19 dengan informasi terbatas dan menghadapi banyak
ketidakpastian. Kemampuan mereka untuk menjadi gesit dan adaptif telah
ditekankan, terutama dalam hal waktu tindakan kebijakan, tingkat sentralisasi
keputusan, otonomi keputusan dan keseimbangan antara perubahan dan stabilitas
(Janssen & van der Voort, 2020). Momentum Pandemi Covid 19 memberikan
tantangan kepada Pemerintah kabupaten/ kota untuk menyusun strategi penerapan
Agile Governance, yaitu melalui penataan ulang susunan bagan organisasi dan
mesin pemerintahannya, Tujuannya adalah agar kinerjanya menjadi lebih efektif,
efisien, dan adil sehingga tercipta pemerintahan yang adaptif dan agile
18

menghadapi lingkungan internal dan eksternal yang mengalami perubahan


disruptif (Wasisitiono & Rohmadin, 2020).
Berdasarkan penelitian Kurniawan dkk (2021) pemerintah daerah sudah
menerapkan Agile Governance dengan aspek inovasi, manager yang visoner,
otonomi dan jejaring, koordinasi terstruktur, transparansi, komunikasi terbuka dan
egaliter (D. I. Kurniawan et al., 2021) Pemerintah daerah MLM (Musi Rawas,
Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara) di masa pandemi covid-19 ini membentuk
Gugus Tugas Penanganan Covid-19, melakukan refocusing anggaran dan
merekrut relawan Covid-19 hal ini menurut pengamatan penulis merupakan salah
satu bentuk gejala Agile Governance yang dilakukan oleh pemerintah daerah, data
gejala Agile Governance yang penulis amati pada Pemerintah MLM dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel. 1.7. Gejala Agile Governance


No Dimensi Gejala Musi Lubuklinggau Musi
Agile Agile Rawas Rawas
Governance Governance Utara
1 Environmental Factor - Penggunaan IT + + +
- Dasar hukum + + +
pelaksanaan tugas

2 Moderator Factor - Ada nya visi dan misi + + +


organisasi
- Adanya SOP + + +
pelayanan + + +
- Adanya rencana kerja
+3 Agile Capabilities - Adanya perubahan + + +
prosedur layanan
dimasa pandemic
covid-19 + + +
- Refocusing anggaran
di masa pandemic + + +
covid-19
- Adanya inovasi
4 Government - Kesesuaian renja + + +
Capabilities dengan renstra
- Pemilihan program + + +
prioritas dimasa
pandemic covid-19

5 Business Operation - Operasional + + +


pelayanan
6 Value Delivery - Penyampaian + + +
manfaat, jaminan
mutu dan waktu
pelayanan yang jelas
Ket : + : ada
Sumber : hasil pengamatan penulis
19

Di Indonesia sampai saat ini penelitian mengenai Agile Governance masih


sedikit dilakukan, penelitian terdahulu tentang penataan ulang penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia dalam menghadapi momentum Covid-19
menggunakan teori Agile Governance masih berupa studi literatur dan
menggunakan metode kualitatif (Wasisitiono & Rohmadin, 2020). Danar Ilham
Kurniawan (2021) meneliti tentang Agile Governance sebagai bentuk transformasi
Inovasi Pemerintah Daerah dengan melakukan studi pada pemerintah Kabupaten
Banyuwangi (D. I. Kurniawan et al., 2021)
Penelitian mengenai Agile Governance di luar negeri yang menjadi
referensi dalam penelitian ini yaitu Alexander JH De O Luna dkk dalam
tulisannya Governance for Agile Management of Enterprises A Management
Model for Agile Governance di tahun 2013 menyatakan bahwa Agile Governance
sebagai cara untuk mencapai tujuan organisasi lebih cepat (De O’Luna et al.,
2013). Hasil penelitan Alexander JH De O Luna dkk tahun 2014 berjudul State of
the Art of Agile Governance : A Systematic Review merumuskan definisi
konvergen dan enam prinsip Agile Governance (J.H. de O Luna et al., 2014).
Alexander JH De O Luna dkk (2015) dalam tulisannya Agile Governance Theory
: conceptual development menggunakan metode pembangunan teori Dubin
merumuskan kerangka konseptual Theory of Agile Governance (J. H. de O Luna
et al., 2015). Pada tahun 2019 Alexander JH De O Luna dkk mengembangkan
teori dari kerangka konseptual menjadi elemen pengukuran yang diperlukan untuk
menguji Agile Governance (Luna et al., 2019)
Berdasarkan data yang penulis kumpulkan dan paparkan diatas tentang
kondisi pelayanan publik yang masih banyak permasalahan yang menjadi keluhan
masyarakat dan perlunya kepemimpinan perubahan yang kuat dimasa pandemi
Covid-19 serta tata kelola yang gesit atau Agile Governance yang dari beberapa
literatur lebih banyak diteliti menggunakan metode kualitatif oleh karena itu
untuk mengisi celah tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian mendalam
mengenai Agile Governance yang diterapkan di wilayah Musi Rawas,
Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara (MLM) oleh pemimpin yang
20

transformasional untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik di masa pandemi


Covid-19. Penelitian ini menganalisis hubungan antara variabel Transformational
Leadership dengan Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik, dan
menganalisis Agile Governance sebagai mediator dalam hubungan antara
Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik. Novelty dari
penelitian ini adalah penggunaan metode kuantitatif dalam penelitian tentang
Agile Governance dan Agile Governance sebagai mediator dalam hubungan
antara variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik

1.2. Rumusan Masalah.


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan
permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Transformational Leadership berpengaruh signifikan terhadap Agile
Governance
2. Apakah Transformational Leadership berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Pelayanan Publik
3. Apakah Agile Governance berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Pelayanan Publik
4. Apakah Agile Governance menjadi mediator dalam hubungan antara
Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang dikemukakan di atas,
maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh Transformational Leadership terhadap Agile
Governance
2. Menganalisis pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja
Pelayanan Publik
3. Menganalisis pengaruh Agile Governance terhadap Kinerja Pelayanan Publik
4. Menganalisis Agile Governance sebagai mediator dalam hubungan
Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik
21

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi, referensi, dan kajian yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu
administrasi publik terkait Agile Governance, leadership dan pelayanan
publik di masa pandemi Covid-19
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah sebagai bahan masukan untuk mengidentifikasi,
membenahi dan mengatasi permasalahan terkait penyelenggaraan
pemerintahan menghadapi pandemi global.
b. Bagi Penyelenggara Layanan Publik untuk menemukan inovasi-inovasi
pelayanan demi pengembangan kemajuan penyelenggaraan pemerintahan
sesuai dengan tuntunan terhadap pandemi Covid-19.
c. Bagi Masyarakat untuk memperoleh manfaat pelayanan yang lebih baik,
memperoleh transparansi penyelenggaraan pemerintah, dan mampu
melakukan fungsi kontrol sosial
22

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


Landasan teori dalam penelitian kali ini adalah sebagai acuan dan
penjelasan atas perilaku dan fenomena tertentu. Disini peneliti menggunakan
perspektif teoritis sebagai panduan umum. Tema-tema yang terdapat dalam teori
digunakan untuk membatasi fakta-fakta yang akan diteliti, mengumpulkan data di
lapangan, mencari hubungan antara fakta dilapangan dengan permasalahan yang
terjadi untuk kemudian dianalisa.

2.1.1. Organisasi

2.1.1.1. Definisi Organisasi


Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu organon serta bahasa Latin
yaitu organum yang artinya alat, bagian, anggota atau badan. Menurut Manulang
(2009) Organisasi merupakan bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
suatu tujuan bersama. Organisasi dapat digunakan sebagai tempat atau wadah
bagi orang-orang untuk berkumpul, bekerja sama secara rasional dan sistematis,
terencana, terpimpin dan terkendali dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-
prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan organisasi. Beberapa pengertian organisasi dari berbagai
sumber yaitu : Siagian (Siagian, 2008) menjelaskan bahwa organisasi ialah setiap
bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara
formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam
ikatan yang terdapat seorang/beberapa orang yang disebut atasan dan
seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan. Menurut Gitosudarmo dan
Sudita (Sudarmo et al., 2010), organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari
pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh
sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Hasibuan (Hasibuan,
2013) mengemukakan bahwa organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal,
23

berstruktur dan terkooordinasi dari kelompok orang yang bekerja sama dalam
mencapai tujuan tertentu. Pendapat Robbins dan Judge (Robbins & Judge, 2007),
organisasi adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih,
dikoordinir secara sadar, dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus-
menerus untuk mencapai satu atau serangkaian tujuan. Menurut Stoner dalam
(Ambarwati, 2018) pengertian organisasi adalah sebuah pola hubungan-hubungan
melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan untuk mencapai tujuan
bersama.
Pengertian organisasi yang cukup terkenal disampaikan oleh Max Weber
dalam (Prawiro, 2018) pengertian organisasi adalah suatu kerangka hubungan
terstruktur yang didalamnya terdapat wewenang, dan tanggung jawab serta
pembagian kerja menjalankan sesuatu fungsi tertentu. Berdasarkan pendapat
beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan organisasi merupakan suatu
kelompok terdiri atas 2 atau lebih orang yang saling bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu secara Bersama.

2.1.1.2. Perkembangan Teori Organisasi


Di dalam teori organisasi terdapat beberapa pola atau “blueprint” yang
berkembang (Keban, 2019), mulai dai paradigma klasik (first blueprint),
paradigma human (second blueprint), paradigma system (third blueprint) dan
paradigma kolaborasi (forth blueprint)
1. Paradigma Klasik
Dalam blueprint pertama dikenal nama besar Adam Smith, Hendri Fayol, F.
Taylor, L. Urwick, L.Gullick dan lain sebagainya. Organisasi dirancang
berorientasi kepada efisiensi tinggi dengan system otoritas dan kendali yang
sangat hirarki dengan rentang kendali yang sempit. Prinsip spesialisasi sangat
ditekankan. Aliran ini dikritik karena memperlakukan anggota organisasi
kurang manusiawi tetapi sebagai mesin.

2. Paradigma Human
24

Dalam blueprint kedua dilihat adanya pergeseran pandangan tentang manusia


didalam organisasi. Manusia dilihat sebagai makhluk sosial. Pola organisasi
seperti ini dilihat dari karya E. Mayo dengan eksperimen di Hawthrone tahun
1930 an, ditemukan asumsi yang berlaku sebelumnya adalah keliru, manusia
harus dilihat sebagai Social man sehingga factor human mendapat perhatian
utama. Ide tersebut didukung oleh karya Rensis Likert yang menekankan
prinsip hubungan yang bersifat supportif yang memperhatikan latar belakang,
nilai-nilai dan harapan-harapan anggota organisasi dan membangun serta
mempertahankan perasaan manusia agar tetap merasa penting dalam
organisasi. Likert menyarankan bentuk struktur yang linking-pin. Manager
yang diharapkan berperanan disini adalah manager yang demokratis atau
supportif sifatrnya.

3. Paradigma Sistem
Dalam blueprint ketiga organisasi dilihat sebagai suatu system, dimana
diasumsikan bahwa didalamnya terdapat unsur-unsur : saling ketergantungan
dengan lingkungan, keterbukaan, keseluruhan, sifat rasionalitas dan objektif,
serta kelompok kerja yang kohesif. Dalam blueprint ini ada dua system
organisasi yaitu : mechanistic system dan organic system. Mechanistic system
melihat struktur organisasi yang formal dan hirarkis dengan kendali terpusat,
penekanan pada spesialistik. Struktur ini lebih mengejar efisiensi dan
memanfaatkan resources sebaik mungkin, karena menghadapi situasi yang
stabil. Sementara Organic System lebih menitik beratkan pada pada orang
dan nukan tugas, memiliki struktur kelompok yang fleksibel dan
mengutamakan nilai dan norma yang disetuji bersama. Dalam system ini
organisasi harus memiliki tingkat respoinsiveness yang tinggi. Organisasi
harus cepat tanggap terhadap berbagai perubahan yang cepat yang dihadapi
dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang tepat.

4. Paradigma Kolaborasi
25

Paradigma ini merupakan paradigma baru yang mengarahkan perhatiannya


pada realitas dan kebutuhan pada akhir dekade abad keduapuluh. Organisasi
membentuk pasangan unit kerja (loose coupling within organization) dan
membentuk pasangan kerja dengan organisasi lain (loose coupling between
organizations) yang responsive antara satu dengan lain dan kolaboratif. Tema
sentral dari paradigma baru ini adalah pembenahan hubungan di dalam
organisasi dan pengembangan network dengan organisasi lain. Organisasi
harus memiliki individu yang emansipatif, mandiri dan diberdayakan untuk
mengelola organisasinya. Struktur organisasi bersifat flat dengan rentang
kendali yang besar, individu dituntut kolaboratif

Berikut ini ada 3 evoluasi teori organisasi (Sitepu, 2011), yang terdiri atas:
1. Teori Organisasi Klasik
Dalam Teori Klasik titk awal terletak pada struktur, hubungan, fungsi formal
kegiatan orang dalam rangka mencapai tujuan bersama. Teori organisasi klasik ini
tujuan oranisasi adalah rasionalitas, efisiensi, dan keuntungan ekonomis. Dalam
Teori ini manusia itu diasumsikan bertindak rasional. Teori ini biasa disebut
dengan “teori tradisional” atau disebut juga “teori mesin”. Berkembang mulai
1800-an (abad 19). Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang
tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk
mekanistik struktural yang kaku tidak mengandung kreatifitas.

a) Teori Birokrasi
Salah satu tokoh pengusung teori organisasi klasik adalah Max Weber (21 April
1864–14 Juni 1920). Seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog jerman. Dalam
salah satu karyanya yang terkenal The Pretestant Ethic and Spirit of Capitalism
dan The Theory of Social and Economic Organization. Max Weber dengan
konsep birokrasi idealnya menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan yang
sah untuk melakukan kontrol kepada pihak lain yang berada di bawahnya
sehingga organisasi akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dan
ketidakefisienan. Model birokrasi menekankan pada struktur organisasi.
26

Karakteristik teori birokrasi menurut Max Weber adalah:


1. Pembagian kerja/spesialisasi yang jelas
2. Hirarki wewenang dirumuskan dengan baik
3. Program rasional untuk mencapai tujuan rasional
4. Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja
5. Sistem aturan (hak dan kewajiban)
6. Hubungan antar pribadi impersonal (terpisah)

b) Teori Manajemen Administrasi


Teori administrasi dalam teori organisasi klasik menekankan pada aspek
makro dan praktik langsung manajemen . Beberapa tokoh pengusung teori
administrasi adalah Henry Fayol (1841 -1925) dan Lyndall Unwick dari Erpa,
serta James D. Mooney dan Allen Reily dari Amerika. Teori ini dikembangkan
pada tahun 1841-1925. Henry Fayol mengemukakan 14 Prinsip Manajemen Fayol
yaitu 1. Pembagian kerja, 2. Wewenang dan tanggungjawab, 3. Disiplin, 4.
Kesatuan perintah, 5. Kesatuan pengarahan, 6. Mendahulukan kepentingan umum,
7.Balas Jasa, 8. Sentralisasi, 9. Rantai skalar, 10. Aturan, 11. Keadilan, 12.
Kelanggengan personalia, 13. Inisiatif, 14. Semangat korp. Henry Fayol merinci
fungsi-fungsi kegiatan administrasi menjadi “elemen-elemen” manajemen
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemberian perintah
(commanding), pengkoordinasian (coordinating), dan pengawasn (controling).
Pembagian kegiatan-kegiatan administrasi atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai
Fayol’s functionalism atau teori fungsionalisme Fayol.
Tokoh lain adalah Lyndall F. Urwick, Konsep utama Urwick adalah
spesialisasi. Konsep Urwick berkontribusi pada terkonsentrasinya para karyawan
dalam bekerja secara serius untuk lebih produktif, karena sesuai dengan bidang
dan kemampuan masing-masing. Urwick menekankan pada pentingnya
rasionalitas dan efisiensi tujuan. Menurut Mooney dan Reiley, ada 3 Prinsip yang
ditekankan adalah: Koordinasi, Skalar (Hirarki), Fungsional (Pembedaan macam-
macam tugas)
27

c) Teori Manajemen Ilmiah


Teori manajemen ilmiah lebih memusatkan teori organisasi pada aspek
makro organisasi. Teori ini banyak berkembang di Mesir, Cina, dan Romawi.
Salah satu tokoh pengusung Teori ini, FW Taylor yaitu pada tahun 1900 an yang
memberi definisi teori manajemen ilmiah sebagai seperangkat mekanisme untuk
meningkatkan efisiensi kerja atau dengan pernyataan lain yaitu “Penerapan
metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah organisasi” atau
“Seperangkat mekanisme untuk meningkatkan efesiensi kerja”.
Beberapa variabel yang diperhatikan dalam manajemen ilmiah (scientific
management), diantaranya sebagai berikut : pentingnya manajemen dalam
menggerakkan dan meningkatkan produktifitas dalam perusahaan, pengangkatan
dan pemanfaatan tenaga kerja dengan persyaratan-persyaratannya, tanggung
jawab kesejahteraan pegawai atau karyawan, kondisi yang cukup untuk
meningkatkan produktivitas kerja.

2. Teori Organisasi Neo-Klasik


Teori ini berkembang dengan melakukan perbaikan pada Teori Organisasi
Klasik dengan percobaan yang dilakukan oleh Hawthorne yang memandang
organisasi sebagai suatu sistem terbuka dengan keterkaitan antara segmen teknis
dan manusia, faktor penting menurutnya adalah sikap karyawan yang
berpengaruh bagi peningkatan produktivitas. Perbaikan pada teori klasik meliputi
beberapa aspek yaitu pembagian kerja, proses skalar dan fungsional, struktur
organisasi, serta rentang kendali. Dalam Teori neoklasik memerlukan partisipasi
atau melibatkan setiap orang dalam proses pengambilan keputusan, perluasan
kerja (job enlargement) sebagai kebalikan dari spesialisasi, dan manajemen
bottom up untuk memberi kesempatan bagi junior untuk berpartisipasi.
Tokoh teori ini diawali oleh Elton Mayo (1927) yang membentuk aliran
antar manusia (human relation school), memandang organisasi sebagai sesuatu
yang terdiri dari tugas-tugas dari sisi manusia dibanding sisi mesin. Pada masa ini
dilakukan percobaan yang menyangkut rancang ulang pekerjaan, perubahan
panjangnya hari kerja dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu
28

istirahat, serta rencana upah individual dibandingkan dengan upah kelompok.


Disimpulkan bahwa norma sosial kelompok merupakan kunci penentu perilaku
kerja seseorang. Kemudian Hawthorne mempersatukan pandangan Taylor, Fayol,
dan Weber dengan kesimpulan bahwa organisasi merupakan sistem kerjasama.
Tokoh lain yaitu Hugo Munsterberg yang menyampaiakn penekanan pada
perbedaan-perbedaan karakteristik individu dalam organisasi-organisasi.
Munsterberg juga mengingatkan adanya pengaruh faktor-faktor sosial dan budaya
terhadap organisasi.

3. Teori Organisasi Modern


Teori organisasi modern ini kemudian dikenal dengan nama ”analisis
sistem” atau ”teori terbuka” yang memandang organisasi sebagai satu kesatuan
dari berbagai unsur yang saling bergantung. Teori Organisasi Modern
membicarakan sistem dan ketergantungan bagian, organisasi formal, organisasi
informal, struktur status dan peranan, dan lingkungan fisik. Selain itu
dikemukakan pula proses hubungan dalam sistem dan tujuan organisasi. Menurut
teori ini Organisasi adalah proses yang tersusun dalam suatu sistem di mana orang
di dalamnya berinteraksi untuk tujuan.
Teori modern merupakan teori multi disiplin karena mengandung
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Interaksi dinamis antar proses, bagian dan
fungsi dalam suatu organisasi maupun dengan organisasi lain dan dengan
lingkungan. Teori Modern memiliki karakteristik sebagai berikut : disebut
analisis sistem organisasi, mempertimbangkan semua elemen organisasi,
memandang organisasi sebagai suatu sistem, agar organisasi dapat bertahan lama
dalam hidupnya harus disesuaikan dengan perubahan lingkungannya, organisasi
dan lingkungannya harus dilihat sebagai sesuatu yang saling ketergantungan dan
Multidisiplin.
Dalam Teori Modern ada beberapa tokoh yang berkontribusi, diantaranya
adalah Alfred Korzybski, 1993 mengemukankan General Sementics manusia
hidup dalam tiga dunia yang berbeda, yaitu dunia peristiwa, dunia objek dan dunia
simbol, menitik beratkan masalah bahasa dan komunikasi, topik: ringkasan,
29

penyimpulan, kekakuan bahasa, lingkungan komunikasi, sifat kata-kata, dan


pentingnya tanggapan. Tokoh lain yaitu ChesterI Barnard, 1938 menjelaskan
Organisasi sebagai suatu sistem sosial yang dinamis; individu, organisasi,
penyalur, dan konsumen merupakan bagian dari lingkungan organisasi; aspek
organisasi formal dan informal. Norbert Wienar, 1948 mengungkapkan
penemuannya yaitu sibernetika = orang = pengemudi, pengendalian sistem pada
pengaruh arus balik informasi; menunjang perkembangan komputer eletronik,
penggunaan komputer dalam proses pengawasan, suatu sistem terdiri atas input,
proses, output, arus balik, dan lingkungan. Lain lagi pendapat Ludwig Von
Bertalanffy dimana Organisasi sebagai masalah yang utama bagi seluruh
kehidupan; kedinamikan, sistem, interaksional multidimensional, multi level;
suatu sistem dilihat sebagai suatu kumpulan dari bagian-bagian yang saling
berhubungan; suatu organisasi dalam pandangan yang modern merupakan suatu
sistem.
Organisasi dan manajemen pemerintahan dalam perkembanganya paling
banyak dipengaruhi oleh teori manajemen klasik khususnya “birokrasi” karya
Max Weber. Banyak kritikan yang ditujukan kepada pemikiran Weber, antara
lain bahwa prinsip birokrasi hanya dapat berjalan pada organisasi yang besar dan
kompleks, pada situasi yang stabil. Birokrasi memiliki ciri-ciri kurang
menguntungkan antara lain kaku, mechanism, dehumanis, biaya control yang
tinggi, cenderung melupakan tujuan akhir, cenderung melanggengkan diri dan
membentuk tembok yang kuat untuk tetap bertahan, sulit melakukan koordinasi
dan komunikasi. Meskipun demikian birokrasi akan menjadi pilihan Ketika
organisasi tumbuh menjadi besar karena selalu menjaga standarisasi.

2.1.1.3. Tujuan, Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Organisasi


Organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai, tujuan organisasi tidak
hanya fokus pada tercapainya visi dan misi perusahaan saja, namun juga
peningkatan penghasilan yang melebihi biaya produksi. Secara umum, beberapa
tujuan organisasi adalah sebagai berikut ini:
30

a. Organisasi merupakan wadah untuk bersama-sama mencapai tujuan


dengan efektif dan efisien.
b. Organisasi harus mampu meningkatkan kemampuan, kemandirian, dan
sumber daya yang dimiliki.
c. Organisasi Sebagai wadah bagi individu-individu yang ingin memiliki
jabatan, penghargaan, dan pembagian kerja.
d. Organisasi merupakan sebuah wadah untuk mencari keuntungan secara
bersama-sama.
e. Organisasi berperan dalam pengelolaan lingkungan secara bersama-sama.
f. Organisasi dapat membantu individu-individu untuk menambah pergaulan
dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.
g. Organisasi Sebagai wadah untuk memiliki kekuasaan dan pengawasan.

Tujuan organisasi secara umum dibagi menjadi tiga, diantarnya: Tujuan


Organisasi Jangka Pendek, Tujuan organisasi Jangka Menengah dan Tujuan
Organisasi Jangka Panjang. Tujuan organisasi jangka pendek merupakan tujuan
organisasi yang harus tercapai dalam waktu cepat dan berkala, biasanya dalam
enam bulan hingga satu tahun, Tujuan organisasi jangka pendek menjadi acuan
untuk mencapai tujuan jangka menengah dan jangka panjang. Sedangkan Tujuan
Organisasi Jangka Menengah merupakan tujuan organisasi yang harus tercapai
dalam waktu menengah atau lebih lama dari tujuang jangka pendek. Periode
waktu pencapaian jangka menengah ini adalah satu tahun hingga tiga tahun,
merupakan rangkaian pencapaian tujuan organisasi jangka pendek. Biasa disebut
dengan tujuan taktis. Contoh: Peningkatan pangsa pasar sebesar 20% dalam waktu
satu tahun.
Tujuan Organisasi Jangka Panjang merupakan tujuan atau hasil akhir yang
ingin dicapai oleh sebuah organisasi yang dapat terealisasi setelah melakukan misi
organisasi. Periode waktu tujuan organisasi jangka Panjang ini adalah 3 tahun
hingga 5 tahun. Tujuan jangka panjang ini dapat dicapai bila berhasil mencapai
tujuan jangka menengah. Biasanya disebut dengan tujuan strategis. Contoh:
Menjadi market leader di bisnis waralaba makanan dalam waktu 5 tahun.
31

Organisasi memiliki ciri-ciri secara umum yaitu Mempunyai keterikatan


format dan tata tertib yang mesti kita taati, Mempunyai pendelegasian koordinasi
dan wewenang tugas-tugas, Adanya kerjasama secara terstruktur., Mempunyai
sasaran dan tujuan, Mempunyai komponen yaitu bawahan dan atasan. Menurut
Ciri-ciri Steiner dan Berelson organisasi mempunyai ciri-ciri
1. Formalitas, organisasi memiliki ciri memiliki ketetapan-ketetapan
prosedur, peraturan-peraturan, strategi, tujuan, kebijaksanaan dan
seterusnya yang tertulis
2. Hierarki, organisasi memiliki pola kewenangan dan kekuasaan yang
memiliki bentuk piramida berarti terdapat orang-orang tertentu memiliki
kewenangan dan kekuasaan yang tinggi dibandingkan orang biasa yang ada
di organisasi tersebut;
3. Besar dan Kompleksnya, organisasi sosial memiliki ciri mempunyai
banyak anggota sehingga untuk hubungan sosial antar anggota tidak
dilakukan secara langsung atau impersonal yang biasa kita sebut sebagai
gejala organisasi;
4. Durasi, organisasi keberadaannya lebih lama dibandingkan keanggotaan
pada organisasi tersebut.

organisasi memiliki tiga unsur, yaitu ada orang ada kerjasama dan ada tujuan
bersama. Ketiga unsur itu terkait atau saling berhubungan sehingga merupakan
suatu kesatuan yang utuh. Menurut Davis yang mengemukakan dan
menglasifikasikan unsur – unsur organisasi dilakukan oleh (Davis, 1981) dalam
bukunya “Human Behavior at Work: Organizational Behavior” membagi unsur –
unsur organisasi menjadi tiga unsur yaitu: partisipasi adalah keterlibatan perasaan
dan mental, lebih daripada atau hanya keterlibatan secara fisik atau jasmaniah;
sikap kesukarelaan dalam membantu suatu kelompok dalam mencapai tujuan
tertentu; tanggungjawab termasuk rasa yang sangat menonjol dalam menjadi
anggota. Organisasi merupakan sebuah wadah atau tempat berkumpulnya individu
atau orang-orang setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda. Hal ini lah
yang menyebabkan munculnya tujuan organisasi
32

2.1.1.4. Penataan Organisasi


Dilihat secara sosiologis, penataan organisasi termasuk ke dalam teori
perubahan sosial. Ada sejumlah alasan yang menuntut perubahan, yaitu :
Perubahan merupakan tanda kehidupan, perubahan memberikan harapan,
perubahan mungkin dapat mendatangkan pembaharuan dan perubahan adalah
bentuk adaptasi (Kasali, 2005). Penataan organisasi merupakan perubahan sosial
jangka panjang dilihat dari dimensi waktunya dan masuk ke dalam tingkat
masyarakat atas menengah atau kelompok (intermediate group) menurut Zaltman
and Duncan (1977) dalam tabel berikut :
Tabel 2.1. Category of social change
Level of Society
Time Dimensions Micro (Individual) Intermediate (Group) Macro (society)

Type 1 Type 3 Type 5


Short term Attitude change Normative change Invention innovation
Behaviour change Administratif change Revolution change
Long term Life cycle change Organizational change Sosiocultural change

Sumber (Zaltman & Robert Duncan, 1977)


Penataaan organisasi pada pemerintah daerah perlu disusun dengan tepat,
ditetapkan jangka perubahannya, kemudian disusun peta jalannya karena penataan
organisasi merupakan perubahan pada tingkat menengah dalam jangka panjang.
Dalam melakukan sebuah perubahan kemungkinan besar akan menimbulkan
penolakan oleh pihak yang terkena dampak, karena dapat dikatakan bahwa
sesorang akan menolak perubahan Ketika perubahannya akan mengganggu
kepentingannya yang sudah tertanam. Semakin besar gangguan yang diterima
akan semakin besar daya tolaknya terhadap perubahan.
Meyer (2003) mengemukakan konsep perampingan organisasi tanpa
merusak yang sudah ada. Meskipun konsepnya ditujukan pada organisasi bisnis,
tetapi esensinya dapat juga digunakan pada organisasi pemerintah dengan
beberapa penyesuaian. Ada empat aturan yang disarankan yakni: 1) Cut entire
deliverables. 2) Cut entire value chains. 3) Manage indirect costs locally. 4)
Manage your portfolio.
33

Penjelasan pendapat Meyer menurut Wasisitiono dan Rohmadin (2020)


dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pangkas semua hal yang dapat
dikirimkan. Seperti diketahui bahwa setiap organisasi menghasilkan produk
berupa barang dan atau jasa, baik untuk keperluan konsumen di luar organisasi
maupun di dalam organisasi. Dikaitkan dengan pemerintah daerah sebagai sebuah
“company” didalamnya ada organisasi pemerintah daerah (berupa dinas, badan,
sekratariat dan sejenisnya) yang dapat dilihat sebagai sebuah bisnis di dalam
sebuah bisnis. Pemotongan pengiriman ditujukan dari organisasi ke organisasi di
dalam tubuh pemerintah daerah agar dapat dilakukan penghematan biaya. Untuk
kepentingan tersebut perlu terlebih dahulu diinventarisasi jenis dan jumlah
“deliverables” yang ada, untuk dipilah dan dipilih mana yang akan dihilangkan
dan mana yang tetap dipertahankan. Selain mengurangi biaya, tujuan lainnya
adalah menghemat waktu agar “proses produksi” dapat berjalan lebih cepat.
Proses produksi dalam tubuh pemerintahan daerah berupa proses pembuatan
kebijakan, proses pelayanan administrasi, maupun proses pemberian dan
penyediaan barang publik.
Kedua, potong semua rangkaian yang membawa produk (barang dan atau
jasa) untuk pasar. Dikaitkan dengan organisasi pemerintah daerah, intinya
sederhanakan proses menghasilkan produk serta mengirimkannya ke pelanggan.
Untuk sektor pemerintah daerah, barang yang dihasilkan adalah barang-barang
publik yang disubsidi atau diberikan secara cuma-cuma karena pemerintah daerah
tidak mencari keuntungan. Demikian pula jasa publik yang diberikan dikenakan
biaya yang paling terjangkau. Untuk meningkatkan efisiensi, semua proses
menghasilkan produk dan mengirimkannya ke masyarakat perlu dilihat ulang
untuk disederhanakan.
Yang ketiga, kelola sendiri biaya tidak langsung. Dikaitkan dengan
organisasi pemerintah daerah, akibat dipotongnya rangkaian penghasil produk dan
pengirimannya, maka akan banyak biaya yang dihemat. Demikian pula dengan
biaya-biaya yang tidak langsung seperti pelatihan yang tidak mendesak, penelitian
yang tidak berkaitan dengan masa depan organisasi, pembangunan gedung dan
peningkatan kemampuan organisasi kecuali yang disiapkan untuk menyongsong
34

perubahan menghadapi masa depan. Sebenarnya banyak sekali biaya-biaya tidak


langsung yang dapat dihemat pada organisasi pemerintah daerah, sepanjang ada
kemauan untuk memilah dan memilihnya secara cermat.
Keempat, perlu dilakukan pengelolaan portofolio, dikaitkan dengan
organisasi pemerintah daerah, intinya kelola dengan baik semua asset milik
pemerintah daerah. Pada umumnya pemerintah daerah lemah dalam mengelola
kekayaan daerahnya, sehingga banyak yang hilang, mangkrak (idle), ataupun
disalahgunakan. Apabila portofolio yang dimiliki dapat didayagunakan secara
optimal, maka organisasi pemerintah daerah akan dapat berjalan dengan lebih
efektif dan efisien.
Menurut (Kaswan, 2019) ada beberapa bentuk yang menunjukkan
perubahan diantaranya adalah : Pengembangan, pembelajaran dan Inovasi.
Pengembangan merupakan peningkatan kapasitas yang dimiliki individu dalam
jangka Panjang untuk hidup secara personal dan profesional serta lebih efektif
dan menyenangkan sebagai hasil belajar dan memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Ini merupakan perubahan terarah menuju kondisi lebih
baik. Pembelajaran merupakan proses memperoleh pengetahuan, keterampilan,
nilai, kepercayaan, emosi, perasaan dan lain-lain. Pembelajaran merupakan proses
memperoleh kompetensi. Kompetensi sangat penting dan bermanfaat tidak hanya
bagi organisasi tetapi juga bagi individu. Bentuk perubahan yang terakhir adalah
inovasi, Inovasi merupakan alat khusus wirausaha, sarana yang digunakannya
untuk mengeksploitasi perubahan sebagai peluang untuk bisnis atau
jasa/pelayanan yang berbeda.
Sebelum melakukan perubahan harus ditetapkan terlebih dulu apa yang
harus diubah ? Menurut Hitt dkk sebuah organisasi dapat merubah strategi,
struktur, sistem, nilai dan kultur bersama, staf dan teknologi (Hitt et al., 2012),
Perubahan Strategi adalah sebuah pola atau rencana yang memadukan tujuan,
kebijakan dan serangkaian tindakan utama organisasi menjadi satu kesatuan utuh
yang dapat memenuhi kebutuhan para stakeholder. Fokus kedua untuk perubahan
adalah Struktur Organisasi, dalam tingkat tertentu, struktur organisasi menjadi
landasan bagi hampir semua hal di dalam perilaku organisasi. Struktur organisasi
35

mempengaruhi pola komunikasi di antara pegawai. Struktur organisasi juga


berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan dan kemampuan mengelola
karyawannya.
Perubahan ketiga adalah perubahan Sistem, Tidak dapat diingkari bahwa
organisasi adalah suatu system yang terdiri dari beberapa subsistem yang tekait
satu sama lain, berinteraksi dan saling mendukung. Sistem adalah kesatuan
terpadu yang tersusun atas bagian-bagian yang berbeda tetapi saling bergantung
yang bekerja sama dalam kesatuan dibawah pengaruh logika yang memandu dan
satu sama lain saling melengkapi dalam mencapai tujuan Bersama. Komponen-
komponen suatu system harus bekerja sama agar system itu efektif. Nilai dan
Kultur Bersama merupakan focus perubahan selanjutnya dimana Organisasi yang
berkinerja tinggi memiliki nilai-nilai yang jelas. Nilai itu memberi karakter
kepada kepemimpinan dan cara karyawan berperilaku Ketika sedang bekerja.
Nilai inti merupakan pemandu yang mengarahkan perjalanan kearah visi dengan
mendefinisikan sikap dan kebijakan untuk semua karyawan yang diperkuat
melalui perilaku sadar atau setengah sadar pada semua level organisasi. Selain
nilai bersama organisasi, focus lain yang menjadi objek perubahan adalah budaya
organisasi, budaya organisasi merupakan keterkaitan dari keyakinan, prinsip
bisnis, gaya operasi yang dinyatakan dengan perilaku dan sikap yang ditanamkan
serta iklim kerja
Staf adalah focus perubahan utama, menambah atau mengurangi
merupakan objek perubahan, selain itu hubungan interpersonal juga merupakan
kunci keberhasilan di tempat kerja sehingga karyawan bisa lebih kreatif dan
efisien. Dan Fokus Perubahan terakhir adalah Teknologi. Kemajuan teknologi
yang berkembang dengan pesat menjadi salah satu focus perubahan organisasi.
Teknologi sangat berpengaruh terhadap manajemen sebuah organisasi
36

2.1.2. Governance

2.1.2.1. Definisi Governance


Perluasan arena keilmuan administrasi publik tercermin dari meningkatnya
minat terhadap konsep governance, baik sebagai gagasan maupun sebagai
gambaran umum tentang apa yang dipelajari oleh para sarjana administrasi publik.
memang, istilah Tata Kelola semakin menjadi pengganti atau proxy untuk
Administrasi publik atau manajemen publik dalam disiplin literatur terkemuka
(Frederickson & Smith, 2003). Pendapat Rhoders (1996)
mengemukakan governance memiliki definisi sebuah perubahan dari arti
pemerintah menunjuk ke proses memerintah, perubahan tradisi dari aturan, serta
metode yang mana masyarakat sudah diatur. Sedangkan menurut Koolman dan
Van Vllet (1993), konsep governance lebih tertuju pada kreasi suatu struktur atau
tertib yang tidak dapat diimposisikan keluar tetapi merupakan hasil dari interaksi
banyak pihak yang ikut terlibat dalam proses pemerintahan dan mereka saling
mempengaruhi satu sama lain (Pratiwi, 2019)
Governance dalam ilmu administrasi atau ilmu politik menjadi topik yang
banyak diperbincangkan. Saat ini Governance banyak diperbincangkan dengan
pemahaman dan penafsiran Governance sebagai tata pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan (Hayat, 2019).
Istilah Government (pemerintah) dan Governance (pemerintahan) seringkali
ditafsirkan secara sama dan dianggap mempunyai pengertian yang sama,
pemerintah dan pemerintahan bukanlah istilah yang sama, meskipun keduanya
memiliki tujuan yang berorientasi pada tujuan otoritas dan kekuasaan
melaksanakan pengamanan dan melaksanakan kegiatan; sebaliknya, pemerintahan
mengacu pada penciptaan, pelaksanaan, dan pelaksanaan kegiatan yang didukung
oleh tujuan bersama dari warga dan organisasi, yang mungkin atau mungkin tidak.
Menurut Richards dan Smith (2002) dalam Jordan dkk (2003), pemerintah
adalah birokrasi, legislasi, kendali keuangan, perundang-undangan, dan kekuatan.
Sebaliknya, pemerintahan lebih mengacu pada semakin maraknya penggunaan
instrumen kebijakan nonregulasi Aspek instrumen kebijakan ini memfokuskan
37

perhatian pada kerjasama yang diusulkan, dirancang, dan dilaksanakan oleh aktor
non-negara yang bekerja sama dengan aktor negara (Jordan et al., 2003)
Secara keseluruhan, pemerintahan adalah fenomena yang berkembang.
Literatur tentang pemerintahan pasti banyak dan berkembang. Kembali ke sejarah,
di abad keempat belas misalnya, istilah pemerintahan mengacu pada tindakan,
metode , atau fungsi pemerintahan (Halfani et al. dalam (Asaduzzaman, 2020)).
Menurut Landell et al. (1991) yang dikutif dari tulisan Asaduzzaman (2020), tata
kelola tetrahidrofuran bagaimana orang diperintah, bagaimana urusan negara
diatur dan diatur, serta sistem politik suatu bangsa , dan bagaimana ini berfungsi
dalam kaitannya dengan administrasi publik dan hukum. Menurut tulisan Graham
et al. (Graham et al., 2003), pemerintahan dipandang sebagai interaksi antara
struktur, proses, dan tradisi yang menentukan bagaimana kekuasaan dan tanggung
jawab dilaksanakan, bagaimana keputusan diambil , dan bagaimana warga negara
dan instansi lain mengatakannya. Oleh karena itu, pemerintahan adalah tentang
kekuasaan, hubungan, dan akuntabilitas: ini menjawab pertanyaan seperti siapa
yang memiliki pengaruh, siapa yang membuat keputusan, dan bagaimana pembuat
keputusan dimintai pertanggungjawaban (Asaduzzaman, 2020). Halfani dan
rekan-rekannya (1994) dalam Asaduzzaman (2020) menyoroti tata kelola sebagai
sistem pemerintahan yang berkonsentrasi pada lembaga-lembaga yang efektif dan
akuntabel, prinsip-prinsip demokrasi dan proses pemilihan, perwakilan dan
struktur pemerintahan yang bertanggung jawab untuk memastikan hubungan yang
terbuka dan sah antara Masyarakat sipil dan negara.
Pemerintahan telah menjadi konsep payung untuk berbagai fenomena
seperti jaringan kebijakan, manajemen publik, koordinasi sektor ekonomi,
kemitraan publik-swasta, tata kelola perusahaan dan 'tata kelola yang baik' sebagai
tujuan reformasi yang dipromosikan oleh Dunia Bank dan Dana Moneter
Internasional. Kebingungan yang mungkin terjadi pada interpretasi istilah telah
mendorong para peneliti untuk mempertimbangkan tata kelola baik dari segi
struktur maupun proses (Katsamunska, 2016)
Bank Dunia mendefinisikan pemerintahan sebagai cara di mana kekuasaan
dijalankan dalam pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial suatu negara untuk
38

pembangunan. Dalam definisinya, Bank Dunia menyoroti aspek administrasi


pemerintahan, yang menekankan pada isu-isu utama berikut: reformasi pegawai
negeri, perampingan sektor publik, pemberian layanan, mengontrakkan intervensi
publik, serta pembangunan kapasitas kelembagaan.
Tata kelola adalah "proses pengambilan keputusan dan proses di mana
keputusan diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan)". Tata kelola dalam
konteks ini dapat diterapkan pada tata kelola perusahaan, internasional, nasional,
atau lokal serta interaksi antara sektor masyarakat lainnya (Solechan, 2020)
Menurut Rhodes (1996) ada 6 istilah dalam Governance yaitu :
1. Governance as the Minimal State Ukuran, struktur dan peran pemerintah
dirampingkan supaya proses penyenggaraan pemerintah lebih efektif dan
efisien dengan melakukan penggurangan beban anggaran, privatisasi dan
memotong jumlah dinas sipil yang dirasa kurang berfungsi.

2. Governance as Corporate Governance Proses penyelenggaraaan kegiatan


dengan mengambil over atau mengimitasi prinsip-prinsip yang ada disektor
privat, keterbukaan informasi, integritas individu, peran yang lebih jelas, dan
akuntabilitas yang tinggi.

3. Governance as The New Public Management Proses penyelenggaraan


pemerintah yang lebih mengedepankan peran pemerintah sebagai layaknya
peran manajer pada perusahaan atau bisnis.

4. Governance as Good Governance Proses penyelenggaraan pemerintahan


yang lebih baik, yaitu dalam arti berusaha mencapai kinerja dan juga
sekaligus lebih responsive, representatif dan responsible.

5. Governance as A Socio-Cybernetic System Proses penyelenggaraan


pemerintah yang melibatkan interaksi dan interelasi banyak aktor atau pelaku
baik dari birokasi pemerintah maupun non-pemerintah (legislatif, swasta,
LSM, akademi pers atau media) dan bertanggung jawab secara bersama.
39

6. Governance as Self-Organizing Networks Proses penyelenggaraan


pemerintahan yang didasarkan atas terbentuknya antar-organisasi dan antar-
aktor yang kuat dimana semua pihak saling bertukar sumber-sumber baik
dana, informasi, maupun keahlian serta akses dan aset lain untuk
memaksimalkan kinerja pemerintah.

2.1.2.2. Model Governance


Sound governance, Farazmand (2004:10-11) menjelaskan dalam artikel
yang ditulis oleh Andika (Andhika, 2017), The concept of “sound governance” is
used in this book as an alternative to the term good governance hence, the
concept of “soundness” is used to characterize governance with superior
qualities in functions, structures, processes, values, dimensions, and elements that
are necessary in governing and administration. Tata kelola yang baik terdiri dari
beberapa komponen utama. Sebagai sistem yang dinamis, unsur-unsur komponen
utama itu seperti proses, struktur, nilai pengetahuan, aturan, organisasi,
manajemen, kebijakan, sektor swasta, globalisasi, akuntabilitas, dan transparansi
(Andhika, 2017)
Pada pemerintah daerah Tata kelola pemerintahan menuntut partisipasi
warga yang aktif, melalui keterlibatan langsung atau tidak langsung (Tholen,
2015). Membangun kemitraan dan peningkatan kapasitas masyarakat merupakan
fitur kunci dari reformasi kontemporer dalam sistem tata kelola dan manajemen
(Andhika, 2017). Tata kelola pada pemerintah pusat diharuskan untuk mengikuti
berbagai standar dan norma internasional secara global yang dibentuk secara
kolektif, melalui institusi supranasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
badan- badan afiliasinya (Xueliana & Lu, 2016).
Menurut Neo dan Chen (2007:1) dalam Andhika (2017) pemerintahan
yang dinamis adalah kunci sukses di dunia yang sedang mengalami percepatan
globalisasi dan kemajuan teknologi yang tiada henti. Tata kelola yang dinamis
mencapai relevansi dan efektivitas saat ini dan masa depan melalui kebijakan
yang terus-menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Instirusi
40

Pemerintah dapat menjadi dinamis bila memiliki tanda menurutnya dinamisme


ditandai dengan ide-ide baru, persepsi segar, peningkatan terus-menerus, tindakan
cepat, adaptasi fleksibel, dan inovasi kreatif. Bila institusi/birokrasi pemerintah
yang selama ini kita kenal yang menghasilkan banyak sekali masalah ditambah
dengan peraturan yang rigid, struktur birokrasi yang besar, prosedur yang berbelit,
hierarkis yang panjang, perilaku para pejabat yang korup, dan tidak mungkin
institusi/birokrasi pemerintah akan berkembang secara dinamis (Andhika, 2017).
Pada Pemerintahan Barrack Obama pada tahun 2009 mulai dikenal istilah
Open government yang populer setelah adanya Memorandum on Transparency
and Open Government oleh, dan diikuti oleh peluncuran data. gov.uk oleh
pemerintah Inggris pada tahun 2010. Pemerintah Indonesia merespon gerakan
open government ini dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi Pusat mengeluarkan data bahwa
terdapat sengketa yang diajukan oleh individu dan kelompok masyarakat. Adanya
sengketa disebabkan oleh tidak adanya transparansi data pemerintah yang
semestinya dapat dikonsumsi oleh publik. Beberapa studi juga menyebutkan
bahwa transparansi dalam penyelenggaraan pemerintah (prinsip good governance)
tidak begitu baik pelaksanaannya di beberapa negara berkembang (Ferreira, 2008;
Zimmerman, 2014 dalam Andhika, 2017).
Open government menjadi gerakan penting di antara pemerintahan di
seluruh dunia. Open government memudahkan masyarakat untuk akses data dan
aktivitas pemerintah, perundang- undangan dan kebijakan pemerintah yang dapat
diperoleh dengan mudah, data terbuka terkait erat dengan pembagian informasi
pemerintah yang dapat digunakan oleh publik untuk berbagai tujuan. Para ahli
berargumentasi potensi manfaat open government dapat merangsang transparansi,
akuntabilitas, meningkatkan partisipasi masyarakat dan merangsang pertumbuhan
ekonomi dan juga sebagai upaya untuk memerangi tindakan korupsi (Wirtz et al.,
2017).
Sound governance, dynamic governance, dan open government adalah
cara baru dalam sistem tata kelola lokal, nasional, regional, dan internasional.
Sound governance terkait secara langsung atau tidak langsung yang terhubung
41

dengan berbagai sistem global untuk memeriksa opsi, solusi, dan masalah tata
kelola pemerintah. Sound Governance menekankan kolaborasi dengan berbagai
sistem global dan kerja sama antara setiap negara yang menyetarakan hak setiap
negara baik negara maju maupun negara berkembang sehingga eksploitasi dan
kapitalisasi ekonomi tidak terjadi lagi. Dynamic governance menekankan
perhatian pada faktor eksternal lingkungan kebijakan.

Gambar 2.1. Perubahan Tata Kelola Pemerintah

Sumber: (Andhika, 2017)

Mintzberg dalam (Asaduzzaman, 2020) secara kritis membahas lima


model tata kelola, yaitu sebagai berikut: pemerintah sebagai mesin model, model
pemerintah-sebagai-jaringan, model kontrol-kinerja, model virtual-government,
dan terakhir model kontrol normatif.
1. Model pemerintah-sebagai-mesin: pemerintah dipandang sebagai mesin
yang didominasi oleh semua jenis aturan, regulasi, dan standar, model ini
mendapatkan popularitas di awal abad ini, model ini kurang fleksibel dan
responsif terhadap inisiatif individu.
2. Model pemerintah-sebagai-jaringan: Model ini berlawanan dengan model
sebelumnya. Model ini menyarankan pemerintah sebagai sistem yang
saling terkait, jaringan kompleks kapal komunikasi sementara yang dibuat
untuk menyelesaikan masalah saat muncul dan dihubungkan oleh saluran
42

informal darinya. bermaksud untuk menghubungkan,


mengkomunikasikan, dan berkolaborasi.
3. Model pengendalian kinerja: Menurut model ini, pemerintah lebih seperti
bisnis, model ini mengasumsikan bahwa organisasi secara keseluruhan
terdiri dari unit-unit bisnis, yang menetapkan target kinerja yang mana
manajernya bertanggung jawab.
4. Model virtual-government: untuk mengatasi keterbatasan model mesin dan
memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat, Menurut model
ini, mikrostruktur tidak akan ada lagi dalam pemerintahan melainkan
semua jenis pekerjaan akan terjadi di sektor swasta Model pemerintah
virtual bermaksud untuk memprivatisasi, mengontrak, dan bernegosiasi.
5. Model normative-control: Dibandingkan dengan model lain, model ini
lebih berorientasi pada nilai dan norma daripada struktur dan sistem.
Model ini memiliki lima elemen penting seperti: (1) Seleksi: orang dipilih
berdasarkan nilai Dan sikap daripada hanya kepercayaan; (2) Sosialisasi:
elemen ini memastikan keanggotaan yang didedikasikan untuk sistem
sosial terintegrasi; (3) Panduan: bimbingan adalah dengan prinsip-prinsip
yang diterima daripada dengan rencana yang dipaksakan, oleh visi
daripada berdasarkan target; 4) Responsibility: semua anggota berbagi
tanggung jawab.Mereka merasa dipercaya dan didukung oleh pemimpin
yang mempraktikkan gaya manajemen yang berakar pada pengalaman;
dan (5) Judgment: kinerja dinilai oleh orang-orang yang berpengalaman,
termasuk timbal balik. ients dari layanan, beberapa di antaranya duduk di
dewan pengawas perwakilan.

Peters (2001), yang telah mempresentasikan empat model pemerintahan


yang terkenal dalam buku ilmiahnya, The Future of Governing. Model-model
tersebut adalah:
1. Model pasar, dimana sektor swasta dapat memberikan layanan yang lebih
baik daripada sektor publik tradisional.
43

2. Model negara partisipatif, berbeda dari model pasar karena lebih


menekankan pada partisipasi individu dan kolektif yang lebih besar oleh
segmen organisasi pemerintah yang umumnya dikecualikan dari
pengambilan keputusan.
3. Model pemerintahan yang fleksibel, pemerintah harus kontekstual dan
fleksibel untuk menghadapi tantangan dan perubahan lingkungan, dan
untuk memenuhi tuntutan masyarakat, kebijakan yang tepat dan sesuai
harus dibuat oleh pemerintah. .
4. Model pemerintahan deregulasi, yang berfokus pada kontrol birokrasi
yang lebih sedikit, lebih banyak kebebasan manajerial, dan rekomendasi
berdasarkan kebutuhan masyarakat dan pengambilan keputusan kolektif.

Selain itu dikenal pola tata kelola Teknologi Informasi (IT Governance)
mencakup proses yang “menangani tujuan tata kelola pemangku kepentingan,
penyampaian nilai, pengoptimalan risiko, dan pengoptimalan sumber daya dan
mencakup praktik dan aktivitas yang bertujuan untuk mengevaluasi opsi strategis,
memberikan arahan ke TI dan memantau hasilnya. Pada tingkat operasional yang
lebih tinggi, sistem TI baru harus memiliki kualitas (misalnya, persyaratan
terpenuhi, didokumentasikan secara memadai, mengandung sedikit bug, aman dan
andal), dan kinerja sistem harus dijaga dengan standar yang tinggi. Selain itu,
manajemen pemangku kepentingan merupakan komponen penting dari tata kelola
di mana pemangku kepentingan utama, seperti unit bisnis dan area fungsional,
ditambah manajemen senior diberikan informasi yang tepat waktu dan relevan
sehingga mereka dapat menjalankan peran penting mereka dalam tata kelola, yang
pada dasarnya saling bergantung (Merhout & Kovach, 2017)
Dikenal pula tata kelola adaptif” mengacu pada kemampuan untuk
menangani masalah masyarakat yang kompleks yang melibatkan banyak
pemangku kepentingan, kepentingan yang berbeda-beda, dan ketidakpastian
tentang tindakan yang akan diambil; seperti dalam relokasi komunitas yang
disebabkan oleh perubahan iklim (Bronen & Chapin, 2013). Tata kelola adaptif
berasal dari teori evolusi dan mengambil banyak ide dari politik ekonomi, sumber
44

daya dan ekonomi lingkungan, ekonomi eksperimental, teori permainan evolusi,


teori organisasi, ekologi, teori sistem, dan ilmu sistem kompleks (Janssen & van
der Voort, 2020). Menurut Wang dkk (Wang et al., 2018) ada tiga jenis tata kelola
adaptif: polisentrik, gesit dan organik, dengan kata lain, mengklaim bahwa tata
kelola yang tangkas adalah bagian dari tata kelola adaptif. Dalam domain TIK,
pengembangan perangkat lunak tangkas bertujuan untuk membuat proses
pengembangan menjadi cepat dan responsif, meminimalkan waktu antara
identifikasi kebutuhan pelanggan dan memberikan solusi (Martini & Bosch, 2016
dalam Soe & Drechsler 2018). Konsep pemerintahan digital, tata kelola adaptif
dan tata kelola tangkas biasanya (jika sering secara implisit) saling terkait tetapi
tidak sama (Soe & Drechsler, 2018)

2.1.3. Agile Governance


2.1.3.1. Definisi Agile Governance
Istilah Agile Governance atau disebut juga better governance ditulis
diperoleh dalam buku karangan Schwab dan Davis pada tahun 2018 (Wasisitiono
& Rohmadin, 2020) tentang bagaimana membangun dunia yang lebih baik.
Khusus untuk pemerintahan, mereka menawarkan konsep yang dinamakan “Agile
Governance” atau disebut juga “better governance” sebagai penyempurna
paradigma good governance yang dikembangkan oleh World Bank dan UNDP.
Konsep yang ditawarkan oleh Schwab dan Davis sebagai penyempurna paradigma
good governance yang dikembangkan oleh World Bank dan UNDP. Ada
beberapa terjemahan yang diberikan oleh para teoritisi maupun praktisi terhadap
peristilahan good governance ini, diantaranya adalah penyelenggaraan
pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokoaminoto), tata pemerintahan yang baik
(UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN),
kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan yang baik (Bondan Gunawan)
dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih.
Dalam berbagai kajian, Agile Governance muncul di wilayah kajian
organisasi dan mendorong orang untuk menerapkan tata kelola organisasi yang
agile (gesit) guna meningkatkan proses kinerja dan produktivitas organisasi (Luna
45

et al., 2014). Agile Governance diartikan sebagai kemampuan organisasi untuk


merespon secara cepat perubahan yang tak terduga dalam memenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat yang semakin berubah (D. I. Kurniawan et al., 2021).
Selain itu, Agile Governance juga diartikan sebagai kemampuan organisasi untuk
dapat melakukan efisiensi biaya, serta meningkatkan kecepatan dan ketepatan
dalam mengeksploitasi peluang untuk menjadikan tindakan-tindakan inovatif dan
kompetitif (Vernanda, 2009).
Menurut Wasisitiono dan Rohmadin (2020) dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya Pemerintah daerah harus mengubah paradigma, konsep, dan
kebijakan agar mampu menghadapi revolusi industry 4.0 dengan karakteristiknya
adalah segala sesuatunya dengan internet (internet of Things). Agile Governance
dapat didefinisikan secara luas dan holistic yaitu kemampuan masyarakat
manusia untuk merasakan, beradaptasi, dan merespons dengan cepat dan
berkelanjutan terhadap perubahan di lingkungannya, melalui kombinasi
terkoordinasi antara kemampuan tangkas dan ramping dengan kapabilitas tata
kelola, untuk memberikan nilai lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah kepada
bisnis inti mereka (J.H. de O Luna et al., 2014). Fenomena Agile Governance
muncul dalam konteks lingkungan organisasi, mendorong orang untuk
menerapkan kapabilitas agile atas kapabilitas governance untuk memberikan
kelincahan bisnis (J.H. de O Luna et al., 2014) Perhatian utama mereka adalah
memberikan nilai lebih cepat, lebih baik dan lebih murah untuk bisnis dalam
siklus yang berkelanjutan. Pada konteks organisasi, tata kelola adalah batu kunci
untuk menciptakan keterlibatan yang diperlukan dari semua unit organisasi,
mencapai ketangkasan perusahaan yang lebih besar dan mendukung strategi
keseluruhannya. (J. H. de O Luna et al., 2015).
Pemerintah perlu beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal
dan eksternal mereka dan membuat sistem yang memungkinkan mereka untuk
memindai tren, mengidentifikasi perkembangan, memprediksi potensi dampaknya
pada organisasi, dan dengan cepat mempelajari cara menerapkan perubahan pada
prosedur operasi standar mereka. Sebagai tanggapan, organisasi pemerintah
mengadopsi pendekatan tangkas sebagai bagian dari desain ulang proses,
46

manajemen proyek, dan pendekatan pengembangan perangkat lunak mereka.


Meskipun kelincahan dan kemampuan beradaptasi sudah lama digunakan di
sektor swasta, ketangkasan dan kemampuan beradaptasi telah lama digunakan
dalam literatur dan praktik sektor publik (Mergel et al., 2018)

2.1.3.2. Dimensi dan Indikator Agile Governance


Lima “trade mark” atau ciri-ciri organisasi yang tangkas menurut Aghina
yaitu sebagai berikut:
1. Strategy : pada tataran strategi, organisasi yang tangkas memiliki “trademark”
adanya “bintang timur” yang membingkai melintasi organisasi. Bintang timur
ini adalah tujuan jangka panjang yang akan dituju. Dalam bentuk praktisnya,
organisasi yang tangkas akan menyebarluaskan tujuan dan visi pada semua
anggota organisasi, mencari peluang dan mengukur peluang-peluang yang ada,
penggunaan sumber daya yang luwes, serta adanya petunjuk mengenai strategi
yang dapat dilaksanakan (Aghina et al., 2018)
2. Structure: Pada tataran struktur, “trademark” dari organisasi yang tangkas
adalah adanya jaringan dari tim yang diperkuat. Bentuk praktisnya yaitu
adanya struktur yang mendatar dan jelas; peran-peran akuntabel yang jelas, tata
kelola yang sudah dipahami, komunitas yang bersemangat untuk
melaksanakan, terbangunnya kemitraan dan ekosistem yang aktif, tersedianya
lingkungan fisik dan virtual yang terbuka.
3. Process: Pada tataran proses, organisasi yang tangkas memiliki “trade mark”
adanya keputusan yang cepat dan lingkaran-lingkaran pembelajaran. Bentuk
nyatanya yakni adanya tindakan cepat berulang-ulang dan eksperimental,
adanya standarisasi cara untuk bekerja, orientasi pada kinerja, adanya
keterbukaan informasi, pembelajaran yang terus menerus, pembuatan
keputusan yang berorientasi pada tindakan.
4. People: Pada tataran orang, organisasi yang tangkas memiliki “trade mark”
orang-orang dengan model dinamis yang selalu menyalakan semangat untuk
bekerja (passion). Bentuk nyata organisasi yang tangkas yakni adanya
47

komunitas yang kohesif, kepemimpinan yang membagi dan melayani,


dorongan untuk menciptakan hal yang baru, peran yang bergerak.
5. Technology: Pada tataran teknologi, organisasi yang tangkas memiliki “trade
mark” yang memungkinkan penggunaan teknologi generasi mendatang. Dalam
bentuk nyatanya organisasi yang tangkas mengembangkan arsitektur teknologi,
sistem, dan peralatan pendukung, serta pengembangan dan menjalankan secara
nyata teknologi generasi mendatang.

Menurut tulisan Simonofski disebutkan 12 Prinsip Agile (AP) yang


dijelaskan dalam manifesto Agile oleh Beck et al. di tahun 2001 (Simonofski et
al., 2018) sebagai berikut :
 AP1: Kepuasan pelanggan dengan pengiriman awal dan berkelanjutan dari
perangkat lunak yang berharga (Pengiriman Berharga)
 AP2: Menyambut persyaratan yang berubah, bahkan dalam pengembangan yang
terlambat (Selamat Datang Perubahan)
 AP3: Perangkat lunak yang berfungsi dikirim sering, berminggu-minggu, bukan
berbulan-bulan (Pengiriman yang Sering)
 AP4: Kerja sama yang erat setiap hari antara pebisnis dan pengembang (Kerja
Sama yang Dekat)
 AP5: Proyek dibangun di sekitar individu yang termotivasi, yang harus
dipercaya (Motivasi dan Kepercayaan)
 AP6: Percakapan tatap muka adalah bentuk komunikasi terbaik (Komunikasi
Tatap muka)
 AP7: Perangkat lunak yang berfungsi adalah ukuran utama kemajuan (Perangkat
Lunak Kerja Sasaran)
 AP8: Pembangunan berkelanjutan, mampu mempertahankan kecepatan konstan
(Kecepatan Konstan)
 AP9: Perhatian berkelanjutan pada keunggulan teknis dan desain yang baik
(Keunggulan teknis)
48

 AP10: Kesederhanaan — seni memaksimalkan jumlah pekerjaan yang belum


diselesaikan — sangat penting (Kesederhanaan Kerja)
 AP11: Arsitektur, persyaratan, dan desain terbaik muncul dari tim yang
mengatur diri sendiri (Organisasi mandiri)
 AP12: Secara teratur, tim merefleksikan bagaimana menjadi lebih efektif, dan
menyesuaikannya (BerkelanjutanPerbaikan)

Menurut AT Kearney ada tiga kategori agile government (Kearney, 2014) yaitu :
1. Ekonomis
Dalam kategori Ekonomi ada empat subkategori yaitu kewirausahaan,
inovasi, investasi, dan infrastruktur, merupakan subkategori yang
mencerminkan keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan
berbagai kebijakan ekonomi. Secara tradisional, kategori ini berfokus pada
upaya pemerintah untuk membangun infrastruktur, membuka bisnis baru, dan
menciptakan lapangan kerja.
2. Sosial.
Kategori Sosial dirumuskan dalam empat Subkategori yaitu pendidikan,
pelayanan kesehatan, jaminan sosial, dan lingkungan. Segmen ini berfokus
pada pengembangan untuk pembangunan infrastruktur, investasi, dan
peningkatan kapasitas.
3. Administratif.
Kategori Ini termasuk kebijakan perpajakan, sistem hukum, layanan
pemerintah, dan efisiensi administrasi. Subkategori ini adalah tentang
menjaga stabilitas dan kontinuitas dalam masyarakat. Hal itu terkait dengan
upaya menciptakan dan memelihara ketertiban hukum, memberantas korupsi,
serta meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup warga negara.

Lebih lanjut Luna, Kruchten, dan Moura (2015) menjabarkan Agile


Governance kedalam enam prinsip yakni:
1. Good enough governance: tingkat tata kelola harus selalu disesuaikan
dengan konteks organisasi
49

2. Business-driven: bisnis harus menjadi alasan untuk setiap keputusan dan


tindakan.
3. Human focused: masyarakat harus dihargai dan diberikan ruang untuk
berpartisipasi dalam tata kelola pemerintahan.
4. Based on quick wins: keberhasilan yang diraih secara cepat harus dirayakan
dan dijadikan motivasi untuk lebih mendapatkan banyak rangsangan dan
hasil.
5. Systematic and Adaptive approach: team harus dapat mengembangkan
kemampuan intrinsik untuk dapat merespon perubahan secara cepat dan
sistematis.
6. Simple design and continuous refinement: team harus mampu memberikan
hasil yang cepat dan selalu meningkat.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dimensi Agile Governance


menurut Luna dkk dikarenakan Luna dkk sudah menterjemahkan konsep Agile
Governance menjadi bentuk operasional dalam penelitiannya di tahun 2019
mengidentifikasi enam unit teoritis (konstruksi) yang membantu menggambarkan
dan menjelaskan tata kelola yang tangkas fenomena melalui hubungan dan
interaksinya. Empat di antaranya berada dalam konteks organisasi, yaitu, di dalam
teori batas terbuka: Operasi bisnis [B], Pengaruh faktor moderator [M],
Kemampuan tangkas [A], dan Kemampuan tata kelola [G]. dan dua berada diluar
konteks organisasi yaitu Faktor Lingkungan (E) dan Penyampaian Nilai (R) (Luna
et al., 2019). Dimensi Agile Governance menurut Luna dkk (2019) adalah
sebagai berikut :

1. Environment Factor (E), Pengaruh faktor lingkungan [E] menggambarkan


efek yang dirasakan dalam konteks organisasi karena pengaruh lingkungan
eksternal di mana konteks organisasi berada
2. Moderator Factor (M), Efek faktor moderator [M] menggambarkan efek
yang dirasakan dalam konteks organisasi karena pengaruh faktor penghambat
atau pembatas yang membentuk bagian dari konteks ini
50

3. Agile Capabilities (A), Kemampuan tangkas [A] mewakili kemampuan untuk


memperoleh, mengembangkan, menerapkan, dan mengembangkan
kompetensi yang terkait dengan perubahan lingkungan secara cepat dan
adaptif, dengan mempertimbangkan prinsip, nilai, dan praktik filosofi tangkas
dan ramping dalam konteks organisasi.
4. Governance Capabilities (G), Kemampuan tata kelola [G] mengidentifikasi
kemampuan untuk memperoleh, mengembangkan, menerapkan, dan
mengembangkan kompetensi dinamis yang terkait dengan cara konteks
organisasi dilakukan, dikelola, atau dikendalikan, termasuk hubungan antara
pihak-pihak yang terlibat dan tujuannya. itu diatur (misalnya, proses,
kebijakan, hukum, adat istiadat, dan lembaga).
5. Bussiness Operations (B), Operasi bisnis [B] mencirikan serangkaian
aktivitas terorganisir yang merupakan bagian dari fungsi bisnis sehari-hari,
dilakukan untuk menghasilkan penyampaian nilai, termasuk (tetapi tidak
terbatas pada): proses, fungsi, layanan, produk, proyek, praktik, dan perilaku
6. Value Delivery (R), Penyampaian nilai [R] menggambarkan kemampuan
untuk menghasilkan hasil untuk bisnis (dan manfaat terus-menerus yang
timbul darinya) dengan memberikan nilai, termasuk semua bentuk nilai yang
menentukan kesehatan dan kesejahteraan organisasi dalam jangka panjang.

2.1.3.3. Implementasi Prinsip-Prinsip Agile Governance Dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan
Menurut Sofyan Efendi (2005) dalam Yogi Setiawan (2017) , ditegaskan
bahwa istilah governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu
kegiatan belaka, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan,
pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan
(Yogi Setiawan et al., 2017). Berkenaan dengan definisi good governance sendiri
ada beberapa pandangan yang perlu dikemukakan. Good governance berkaitan
dengan tata penyelenggaraan yang baik. Bagi rakyat banyak, penyelenggaraan
pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang memberikan berbagai
kemudahan, kepastian dan bersih dalam menyediakan pelayanan dan
51

perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-wenang baik atas diri, hak maupun
harta bendanya. Pelayanan yang dipanjang-panjangkan atau bertele-tele
(birokratisasi), bukan hanya memperlambat, tetapi menjadi suatu fungsi
"komersial",karena melahirkan sistem "uang pelicin", "hadiah" yang tidak lain
dari suatu bentuk suap. Menurut Bank Dunia sebagaimana dikutip oleh Rustini
Wiriaatmadja (2004) dalam Romi (2007), good governance adalah pelayanan
publik yang efisien, sistem yang handal serta pemerintahan yang akuntabel
terhadap publik. Adapun Koeshandajani (2004) mendefinisikan good governance
sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai dan yang
bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk
mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakan dan kehidupan (Koeshandajani
2004) dalam (Handoyo, 2014)).
Selanjutnya berkenaan dengan prinsip-prinsip atau karakteristik good
governance, menurut Rustini Wiriaatmadja (2004) dalam Romi (2007) antara lain
adalah akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan penegakan hukum (Romi,
2019). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Sedarmayanti (2004) dalam Azhar
dan Azzahra (2020) mengemukakan bahwa ada empat prinsip utama good
governance, yaitu: akuntabilitas, transparansi,keterbukaan dan aturan hukum (rule
of law). Karakteristik good governance menurut kedua pendapat di atas jika
ditinjau lebih lanjut setidaknya memiliki kesamaan dengan karakteristik yang
dikemukakan oleh World Bank, yaitu masyarakat sipil yang kuat dan parsipatoris,
terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung
jawab, birokrasi yang professional dan aturan hukum. dipakai sebagai ukuran bagi
penyelenggaraan pemerintahan dengan sejumlah indikator untuk mengkur
keberhasilannya.
Sebagai penyempurna good governance, Schawb dan Davis (2018) dalam
Wasisitiono dan Rohmadin (2020) mengemukakan bahwa: “Agile Governance is
an essential strategy to adapt how policies are generated, deliberated, enacted
and enforced to create better governance outcomes in the Fourth Industrial
Revolution”. Organisasi yang tangkas akan bergerak dari paradigma organisasi
sebagai mesin menuju organisasi sebagai sebuah organisme hidup. Organisasi
52

sebagai mesin memiliki ciri-ciri hierarkhis dari atas ke bawah (top-down


hierarchy), birokratis, instruksi yang dibuat rinci, dibagi dalam kotak-kotak silo
yang kaku sehingga sulit bergerak dengan cepat karena terjebak prosedur yang
berbelit-belit. Sebaliknya, organisasi sebagai sebuah organisme hidup
menempatkan kepemimpinan ditengah-tengah organisasi (bukan di atas) untuk
menunjukkan arah dan tindakan yang diperlukan. Kepemimpinan memegang
peran penting karena keputusan ada ditangannya.
Dalam menyongsong R.I.4.0, tidak hanya diperlukan tata kelola
pemerintahan yang baik, tetapi juga yang tangkas, agar dapat mengantisipasi
perubahan yang berjalan dengan cepat dan seringkali sulit diprediksi. Intinya
memerlukan kebijakan yang adaptif terhadap perubahan. Dikaitkan dengan teori
organisasi, Agile Governance mendorong dikembangkannya konsep agile
organization. Aghina et al dalam bahan web-seminar yang diselenggarakan oleh
McKinsey memberikan arah perubahan menuju organisasi yang tangkas (agile
organization) yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.2. Agile Organization
53

yang kemudian dijalankan oleh para anggota organisasi yang profesional. Kotak
dan garis tidak terlampau penting karena lebih fokus pada tindakan. Perubahan
dilakukan dengan cepat serta memanfaatkan sumber daya secara kenyal.
Konsep aktual lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam menata ulang
organisasi pemerintahan daerah dalam era “new normal” dan sekaligus
menyongsong R.I.4.0 adalah paradigma Government 4.0, yang dikembangkan
oleh Stern et al (2018) . Mereka mengatakan bahwa digitalisasi sektor pemerintah
akan mendorong perlunya perubahan sebagai berikut: a)meningkatkan pelayanan
publik; b)mengotomatisasi proses bisnis; c)membuat keputusan operasional yang
lebih cerdas (Stern et al., 2018)
Kenyataan yang ada saat ini menunjukkan bahwa dengan adanya virus
corona, sebagian besar ASN pemerintah daerah bekerja di rumah. Mereka mulai
akrab dengan aplikasi Zoom ataupun Google Meet untuk mengadakan rapat.
Padahal sebelumnya mereka umumnya juga sudah tahu adanya model rapat
melalui teleconference yang efektif dan murah, tetapi tidak juga mau beranjak ke
sistem baru. Secara naluriah, manusia pada dasarnya enggan berubah karena
perubahan mengganggu kenyamanan. Oleh karena itu diperlukan faktor
pendorong untuk melakukan perubahan antara lain politik, perubahan teknologi,
dan yang saat ini adalah adanya pandemi virus corona, serta yang paling utama
adalah kepemimpinan puncak yang menghendaki perubahan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada. Inti dari government 4.0 adalah perlunya mengembangkan
kebijakan baru yang menjadi tantangan bagi negara dalam era digital dengan
melakukan tiga hal penting yakni:
1) Mempromosikan dan mengatur ekonomi digital, meliputi :
a) pengembangan sumber daya manusia;
b) pemberdayaan regulasi;
c) dukungan ekosistem inovasi;
2) Mengarahkan orang ke pekerjaan masa depan;
3) Menjaga keamanan bangsa di dunia maya.
54

Dengan menggunakan paradigma government 4.0, pemerintah daerah


dituntut mendorong berkembangnya ekonomi digital, yang pada era pandemic
virus corona saat ini berkembang sangat pesat karena keterpaksaan. Momentum
perubahan tersebut harus terus dipelihara dan dikembangkan, karena
perubahannya sejalan dengan R.I.4.0. Pemerintah Daerah perlu menginvestasikan
anggaran untuk mendidik para ASN untuk lebih mahir dalam menggunakan
teknologi informatika, merubah berbagai peraturan daerah yang menghambat
munculnya bisnis pemula (start up), serta memberikan insentif bagi inovasi yang
dikembangkan oleh masyarakat berbasis IT.
Program yang tidak kalah pentingnya adalah memberi kesempatan dan
pelatihan pada ASN untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan masa depan,
misalnya bekerja sama dengan pihak swasta yang telah menggunakan IT canggih
dalam bentuk program magang (internship). Pemerintah daerah tidak perlu malu
belajar pada sector swasta yang lebih maju. Hal ini sudah diingatkan oleh
Ingraham dan Romzek (1994) dalam Wasisitiono dan Rohmadin (2020).
Keterbukaan informasi memerlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap para
pembajak (hacker), agar informasi yang ada tidak disalahgunakan. Credo yang
diusung paradigma government 4.0 yaitu: “ The Fast Eat The Slow”. Credo ini
dapat dikatakan menggantikan credo lama yakni “Orang bodoh menjadi
makanannya orang pintar.” Credo baru mengingatkan bahwa waktu adalah
komoditi penting dan tidak dapat tergantikan (unrenewable commodity). Mereka
yang cepat mengambil keputusan dan cepat bertindak akan memenangkan
persaingan dalam dunia yang penuh dengan perubahan yang sangat cepat dan
seringkali sulit diduga.
Dalam bertransformasi menjadi organisasi yang agile, ada tantangan-
tantangan yang dihadapi dikemukakan oleh mangundjaya (Mangundjaya, 2018)
sebagai berikut :
1. Organisasi harus membangun keseimbangan tujuan jangka panjang dan
jangka pendek. Seringkali organisasi hanya berfokus pada tujuan jangka
pendek.
55

2. Tantangan budaya menjadi salah satu tantangan yang dihadapi, menjadi


organisasi yang agile akan sangat tergantung pada teknologi digital,
karena bila karyawan sudah kurang menyadari mengenai wacana digital
(digital minded), maka hal ini memerlukan waktu dan energi merubahnya
3. Merubah mindset, Merubah pola pikir atau mindset karyawan untuk
menjadi terbuka terhadap perubahan, serta memiliki pola pikir yang lebih
lentur diperlukan untuk menuju organisasi yang agile. Selain itu,
tantangan juga dihadapi bagi orang yang sukar menerima masukan yang
disebabkan karena adanya ego sektoral lebih fokus pada dirinya sendiri
serta mencari panggung sendiri.
4. Infrastruktur dan fasilitas pendukung, Organisasi yang agile memerlukan
adanya fasilitas, baik teknologi informasi (IT) maupun fasilitas pendukung
lain, misalnya struktur organisasi yang lebih flat dan tidak birokartis. Hal
ini harus diakomodir untuk dapat membentuk organisasi yang agile..
5. Dukungan manajemen puncak, Tanpa adanya dukungan dari manajemen
puncak, maka perubahan organisasi maupun usaha untuk menjadi
organisasi yang agile menjadi kurang optimal.
6. Pemimpin perubahan yang handal, Pemimpin sangat penting perannya
pada perubahan organisasi serta menjadikan organisasi yang agile. Ia juga
harus mampu menstimulus perubahan, mengarahkan, memberdayakan
karyawan, mengevaluasi, dan memonitor proses perubahan. Hal ini tidak
mudah karena diperlukan suatu proses pembinaaan dan pengembangan
untuk menjadikan pemimpin perubahan yang handal.

Dalam penelitiannya Simonofsky dkk (2018) juga mengidentifikasi tantangan


dalam penerapan prinsip agile yaitu :
1. Kompetensi Internal
2. Partisipasi Pengguna
3. Penyelarasan Pemangku Kepentingan Internal
4. Pendorong untuk Mengadopsi Agile
5. Dampak dari Peraturan
56

6. Struktur Hirarki
7. Manajemen Sumber Daya
8. Kompleksitas Domain
Dalam membangun organisasi yang agile diperlukan strategi khusus. menurut
Arel dkk (2012) untuk menjadi organisasi yang agile maka diperlukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pemahaman system sebagai suatu keseluruhan, tanggung jawab
keberhasilan suatu organisasi tidak hanya pada manajemen saja, tetapi
termasuk didalamnya adalah tanggung jawab dari semua karyawan.
2. Pemimpin perubahan dapat berperan sebagai katalisator, berhasil atau
tidaknya suatu perubahan maupun maju atau tidaknya suatu organisasi,
ditentukan oleh pemimpin sebagai pemimpin perubahan.
3. Organisasi yang menerapkan pembelajaran secara terus-menerus untuk
mempelajari hal-hal baru dan kekininan di lingkungannya untuk dapat
menjadi organisasi yang berkembang dan agile.
4. Penerapan gaya komunikasi terbuka, Proses komunikasi di dalam
organisasi tidak boleh hanya bersifat atas bawah (top down), tetapi juga
dari bawah ke atas (bottom up), maupun kearah samping (lateral).
5. Organisasi yang bersih dan mengikuti tata kelola, adalah adanya iklim
kerja yang bersih, dan sesuai dengan kepatuhan terhadap tata kelola dan
peraturan serta regulasi yang berlaku.
6. Pengembangan kompetensi karyawan (individu), Karyawan merupakan
asset penting dalam organisasi, sehingga karyawan perlu untuk
diberdayakan dan dikembangkan.

Agile Governance memberikan pelajaran terkait daya saing yang mampu


kita hadapi secara kompetitif. Tetapi banyak tantangan yang harus dihadapi dalam
menjalankan Agile Governance diantara tantangan tersebut seperti yang terjadi
saat ini adalah dimulai dari pelayanan publik yang awalnya dilakukan secara
luring dan harus berjalan daring pemerintah juga belum siap dalam
melaksanakannya tetapi mau tidak mau untuk membawa perubahan harus
57

bergerak cepat agar dapat seimbang dengan perubahan yang terjadi,Van der
voorts menyarankan pemerintah untuk selalu melakukan adaptasi agar terjadi
pemerintahan yang baik nantinya, Agile Governance merupakan teori yang
mampu mengembangkan pemerintahan secara maksimal tidak hanya terbatas
kemajuan teknologi tetapi terkait semua hal. Agile sangat berpotensi dalam
menciptakan keberhasilan terutama pada manajemen publik karena dalam teori
tersebut menganut prinsip-prinsip yang baik seperti selalu berinovasi dalam
melakukan kebijakan-kebijakan tanpa terbatas atau terhalang oleh hirarki dan
dengan tidak menganut kegagalan sama dengan 0 (nol) jadi disini tidak masalah
jika terjadi kegagalan karena menjadikan kegagalan sebagai pelajaran,kemudian
adanya budaya kolaborasi atau partisipasi hal ini tentu sangat baik dalam
menerapkan Agile Governance tentunya karena tidak semua hal dapat dilakukan
sendiri baik ide kreatifitas maupun dalam pelaksanaannya. Agile Governance dan
implikasinya pada manajemen publik ialah mampu mempertahankan dan
menghadapi tantangan-tantangan serta berorientasi pada pelayanan teknologi guna
menghasilkan pelayanan yang baik, transparan, dan juga output yang efektif serta
efisien, Agile Governance berdampak sangat baik untuk masa depan apalagi
dengan kemajuan dan perubahan yang semakin meningkat tetapi hal ini juga harus
diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai dalam mendukung
pelaksanaannya.

2.1.4. Transformational Leadership


Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi,
atau bangsa dan negara, dari tangan pemimpin itulah suatu kelompok, organisasi
atau bangsa akan terlihat arah, dinamika dan kemajuan-kemajuan yang
dihasilkannya karena pemimpin adalah figure yang memberikan arahan kepada
bawahan agar dapat mengerti atas apa yang harus dilakukan. Kepemimpinan
dapat dilihat sebagai kapasitas untuk mempengaruhi orang lain, sebagai ciri
khusus yang dimiliki seseorang, atau sebagai tindakan yang membawa perubahan.
58

2.1.4.1. Pengertian Kepemimpinan


Pengertian Kepemimpinan (Leadership) banyak dikemukakan oleh ahli
diantaranya Menurut Badeni (2013: 2), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya
tujuan. Robbins dan Judge (2015: 410) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan memengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau
serangkaian tujuan. Menurut Newstrom Kepemimpinan adalah proses
memengaruhi dan mendukung orang lain untuk bekerja secara antusias menuju
pada pencapaian sasaran (Newstrom, 2011:171) Menurut Thoha (2010:15)
kepemimpinan merupakan sifat, karakter, atau cara seseorang dalam rangka
membina dan menggerakkan seseorang atau sekelompok orang agar mereka
bersedia, komitmen dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Robbins dalam Molan (2006:36), mengemukakan bahwa
kepemimpinan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
kearah tercapainya tujuan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas disimpulkan
bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang dalam menggerakan dan
memanfaatkan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

2.1.4.2. Fungsi Kepemimpinan


Fungsi Kepemimpinan berhubungan dengan peningkatan altivitas dan
efisiensi organisasi atau perusahaan disampaikan oleh Thoha (2010:52) sebagai
berikut :
1. Kepemimpinan sebagai inovator, Sebagai inovator, pemimpin harus
memiliki kemampuan membuat berbagai inovasi-inovasi yang menyangkut
pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efisien, juga
inovasi konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya
mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.
2. Kepemimpinan sebagai komunikator, Sebagai komunikator seorang
pimpinan harus dapat menyampaikan maksud dan tujuan dengan komunikasi
59

yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan
sehingga bawahan dapat mengerti. Seorang pemimpin harus mampu
memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan
orang lain.
3. Kepemimpinan sebagai motivator, sebagai seorang motivator pemimpin
harus mampu merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan dapat
mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai
dengan tugas dan tanggungjawabnya yang mampu memberikan sumbangan
terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.
4. Kepemimpinan sebagai kontroler, pemimpin harus dapat melaksanakan
fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari
penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam
pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian
tujuan menjadi efektif dan efisien.

Veitzhal Rivai (2013:34) berpendapat tentang fungsi kepemimpinana secara


operasional ada lima yaitu :
1. Fungsi Instruksi. Dalam fungsi instruksi ini, komunikasi yang dilakukan
bersifat searah, pemimpin merupakan penentu apa, bagaimana, bilamana
dan dimana perintah yang diberikan harus dikerjakan agar keputusan
dapat dilaksanakan secara efektif, untuk mencapai kepemimpinan yang
efektif sangat diperlukan kemampuan untuk menggerakkan dan
memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultasi. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin yang
berfungsi sebagai konsultan bersifat dua arah. Dalam menetaopkan
keputusan pemimpin memerlukan bahan pertimbangan hal ini dapat
dilakukan dengan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya
yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam
menetapkan keputusan. Konsultasi itu digunakan untuk memperoleh
masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan
60

menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan


dilaksanakan.
3. Fungsi partisipatif. Pemimpin dalam fungsi partisipatif mengikutsertakan
orang yang dipimpinnya untuk mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi dilakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok
orang lain.
4. Fungsi delegasi. Pemimpin memiliki fungsi delegasi yang artinya
pemimpin dapat melimpahkan wewenang membuat atau menetapkan
keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari
pimpinan.
5. Fungsi pengendalian, kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu
melakukan fungsi pengendalian yang dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
Fungsi Pemimpin mendorong dan mempengaruhi anggota untuk berbuat lebih
banyak, untuk melampaui apa yang diharapkan (Northouse, 2007; Yahaya &
Ebrahim, 2016; Yukl, 2013)

2.1.4.3. Gaya Kepemimpinan


Dalam sebuah organisasi kepemimpinan menjadi kunci dalam
pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit
mencapai tujuan organisasi. Untuk dapat mempengaruhi orang lain, seorang
pemimpin memiliki cara atau gaya sendiri. Gaya kepemimpinan adalah
bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan
bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang
mungkin sedang mengamati dari luar. Dikemukakan oleh Tampubolon (2007:69),
bahwa gaya kepemimpinan merupakan perilaku dan strategi, sebagai hasil
kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan oleh
seorang pemimpin ketika untuk mempengaruhi kinerja bawahannya.
Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk
61

bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam


mencapai suatu tujuan tertentu.
Dikenal empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Robinss yang
dialihbahasakan oleh Molan (2006:127) , empat gaya kepemimpinan tersebut
adalah :
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Pemimpin memiliki sifat heroic dalam perilaku kepemimpinan. Karakteristik
pemimpin kharismatik memiliki ciri sebagai berikut:
a) Memiliki Visi dan artikulasi. visi ditujukan dengan sasaran ideal yang
berharap masa depan lebih baik daripada status quo, pemimpin mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b) Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi,
menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk
meraih visi.
c) Pemimpin yang Peka terhadap lingkungan mampu menilai secara realistis
kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat
perubahan.
d) Pemimpin kharismatik memiliki perseptif (sangat pengertian) terhadap
kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan
mereka.
e) Pemimpin Kharismatik memiliki Perilaku yang tidak konvensional, yang
dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya kepemimpinan transaksional


Kepemimpinan transaksional merupakan gaya hubungan pemimpin-
pengikut berdasarkan pada suatu rangkaian pertukaran atau persetujuan antara
pemimpin dan pengikut (Howell dan Avolio, 1993). Gaya kepemimpinan ini
adalah pemimpin yang memotivasi para pengikut menuju ke sasaran yang telah
ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas (Robbins, 2008:472).
Menurut Gibson et al. (1997:84) pemimpin transaksional mengidentifikasikan
keinginan atau pilihan bawahan dan membantu mereka mencapai kinerja yang
62

menghasilkan reward yang dapat memuaskan bawahan. Definisi kepemimpinan


transaksional menurut Bass (1990:338) adalah model kepemimpinan yang
melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut
mendapat reward yang segera dan nyata setelah melakukan perintah-perintah
pemimpin. Selanjutnya Mc Shane dan Von Glinow (2003:429) mendefinisikan
kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan yang membantu mencapai
tujuan mereka secara lebih efisien seperti menghubungkan kinerja pekerjaan
dengan penghargaan yang dinilai dan menjamin bahwa karyawan mempunyai
sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Gaya
kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan
tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Karakteristik
pemimpin transaksional adalah sebagai berikut :

a) Adanya Imbalan kontingen, upaya yang sudah dilakukan diberikan imbalan


sesuai dengan perjanjian.
b) Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dan mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
c) Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika
standar tidak dipenuhi
d) Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

3. Gaya kepemimpinan transformasional


Kepemimpinan transformasional dianggap sebagai cara yang efektif untuk
menggerakkan anggota bawahan dari suatu kelompok untuk mengutamakan
organisasi dan berusaha untuk bekerja melampaui harapan (Bass & Riggio, 2006;
Burns, 1978; Northouse, 2007). Pemimpin transformasional memberikan
perhatian pada kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut,
Pemimpin transformasional mampu mengubah kesadaran para pengikut terhadap
persoalan lama dengan menggunakancara-cara baru, dan pemimpin mampu
membuat para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran
kelompok. Tjiptono mengemukakan bahwa Model kepemimpinan
transformasional lebih didasarkan pada upaya pemimpin mengubah berbagai nilai,
63

keyakinan, dan kebutuhan para bawahan (Tjiptono, 2011:27), “Kepemimpinan


transformasional adalah perspektif jangka panjang, dimana tidak hanya
menekankan perhatian pada situasi sekarang tetapi juga memperhatikan situasi
masa yang akan datang”.
Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu
membuat perubahan dalam sebuah organisasi. Pendapat Pawar dan Eastman
dalam Pareke (2011:45) menyatakan bahwa pemimpin transformasional dapat
menciptakan visi organisasional yang dinamis yang sering dibutuhkan untuk
menciptakan inovasi. Karakteristik pemimpin transformasional adalah
a) Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,
meraih penghormatan dan kepercayaan.
b) Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk
memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c) Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara hati-hati.
d) Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan
secara pribadi, melatih dan menasehati.
Menurut Northouse (2007), kontinum transformasional mencakup
(1) meningkatkan tingkat kesadaran pengikut tentang pentingnya dan nilai-nilai
tujuan yang ditentukan dan diidealkan;
(2) membuat pengikut melampaui kepentingan pribadi mereka demi tim atau
organisasi; dan
(3) menggerakkan pengikut untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih
tinggi.

4. Gaya kepemimpinan visioner


Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis,
kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang
tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan
diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa
64

mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan


keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
Menurut House dalam Suwatno dan Priansa (2016:158) terdapat macam-macam
gaya kepemimpinan antara lain :
1. Kepemimpinan Direktif. Kepemimpinan ini membuat bawahan agar tahu
apa yang diharapkan pimpinan dari mereka, menjadwalkan kerja untuk
dilakukan dan memberi bimbingan khusus mengenai bagaimana
menyelesaikan tugas.
2. Kepemimpinan yang Mendukung. Kepemimpinan ini bersifat ramah dan
menunjukkan kepedulian dan kebutuhan bawahan.
3. Kepemimpinan Partisipatif. Kepemimpinan ini berkonsultasi dengan
bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum mengambil suatu
keputusan.
4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi. Kepemimpinan ini menetapkan tujuan
yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat
tertinggi mereka.

Merujuk pada beberapa gaya kepemimpinan diatas dapat dikatakan bahwa


seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan
atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara
mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan
kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.

2.1.4.4. Transformational Leadership Dimensi dan Indikator


Kepemimpinan transformasional adalah proses dimana pemimpin
berusaha membangun hubungan dengan anggota organisasi lainnya untuk
menginspirasi kelompok secara keseluruhan (Northouse, 2007; Yahaya &
Ebrahim, 2016). Dengan memfokuskan kembali pada anggota yang acuh tak acuh
dan tidak terlibat, anggota kelompok yang tidak termotivasi ini dapat dihidupkan
kembali (Burns, 1978).
65

Kepemimpinan transformasional dapat menginspirasi orang lain untuk


melampaui output yang diharapkan, yang mengarah ke rasa kepuasan yang lebih
tinggi (Bass & Riggio, 2006). kepemimpinan transformasional mengarah pada
kepuasan dan produktivitas karyawan yang jauh lebih baik daripada
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional menghasilkan hasil
atau produktivitas yang lebih diharapkan, sedangkan kepemimpinan
transformasional telah menunjukkan kecepatan produksi atau hasil karyawan yang
diharapkan (Northouse, 2007). Kepemimpinan transformasional adalah alat untuk
memberdayakan karyawan yang mendorong mereka untuk bekerja di luar norma
dan berhasil meningkatkan kepuasan kerja (Choi et al., 2016). Kepemimpinan
transformasional telah terbukti menghasilkan hasil di luar ekspektasi; Pada saat
yang sama, beberapa kepemimpinan transaksional telah menunjukkan hasil yang
dapat diprediksi dan diharapkan secara konsisten (Alatawi, 2017).
Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang kepemimpinan
transformasional yang sangat dibutuhkan di era pandemi Covid-19.
Kepemimpinan transformasional juga berupaya menciptakan tujuan bersama
dalam anggota organisasi; itu memperkaya anggota kelompok untuk melihat
melampaui kebutuhan individu dan untuk fokus pada kesehatan organisasi secara
keseluruhan (Bass, 1990; Decker, 2018; Yahaya & Ebrahim, 2016). Dalam
Leadership, Burns (1978) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional
merupakan alat yang ampuh untuk menunjukkan efektivitas anggota kelompok,
serta pengembangan organisasi dan tim.
Kepemimpinan transformasional (Bass & Riggio, 2006) ada 4 dimensi yaitu :
a. Idealized Influence
Bass dan Riggio (2006) menjelaskan dua komponen pengaruh ideal: perilaku
pemimpin berdasarkan ketajaman pengikut dan pengamatan pengikut,
dikreditkan kepada pemimpin oleh pengamatan bawahan. Para pemimpin ini
bertindak sebagai panutan (Braun et al., 2013). Pengaruh yang diidealkan adalah
sarana yang signifikan untuk mendorong agenda pemimpin atau organisasi,
sarana untuk "mengungkap dan mengeksploitasi kontradiksi di antara dan antara
66

nilai dan praktik, penyelarasan nilai, reorganisasi lembaga jika perlu, dan tata
kelola perubahan" menurut Burns (Alise, 2021).

b. Inspirational Motivation
Pemimpin yang menggunakan motivasi inspirasional berusaha untuk mendorong
pengikut dengan menetapkan standar dan harapan yang tinggi menurut
Northouse dalam Alise (2021)Mereka memiliki visi dan aspirasi yang kuat
untuk masa depan organisasi. Mereka berusaha untuk mengembangkan atau
menyalakan semangat untuk bekerja dan menantang pengikut untuk berbuat
lebih banyak, menciptakan suasana tim untuk menginspirasi pengikut atau
anggota bawahan untuk melangkah lebih jauh

c. Intellectual Stimulation
Pemimpin transformasional menggunakan stimulasi intelektual untuk
mendorong pengikut untuk memajukan ide-ide baru dan orisinal. Seorang
pemimpin dapat menantang karyawan untuk menemukan cara baru untuk
menangani masalah yang mungkin timbul dalam suatu organisasi, mencoba
mendekati masalah lama dengan solusi baru (Bass & Riggio, 2006)

d. Individual Consideration
Dalam pertimbangan individual, pemimpin menciptakan tempat untuk
komunikasi dan pertukaran terbuka. Pemimpin di sini peduli dan
memperlakukan anggota sebagai individu yang unik, memberikan iklim kerja
yang mendukung di mana semua anggota didengarkan dengan hormat (Bass &
Riggio, 2006)

Menurut Yukl dalam Alise (2021), ciri kepemiminan transformasional adalah


sebagai berikut:
1. Seberapa baik mereka mengatur sumber daya
2. Seberapa baik mereka berkoordinasi
3. Bagaimana mereka mengkompromikan prioritas
67

4. Kepercayaan di antara anggota bawahan


5. Apakah mereka mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan kelompok atau
organisasi
6. Tingkat kepercayaan tidak hanya dengan pemimpin mereka, tetapi anggota
bawahan lainnya, sebagai baik
7. Efisiensi waktu dan sumber daya
8. Seberapa baik mereka berkoordinasi dengan organisasi luar

Menurut Bass dan Riggio Kepemimpinan dicatat melalui perilaku observasi


termasuk "memimpin dengan contoh, menginspirasi orang lain, menjaga
kepercayaan dan hubungan baik dengan teman sebaya, dan menunjukkan inisiatif
dan keberanian" (Bass & Riggio, 2006 hal. 29)
Carless dkk (2000) mengemukakan Global Transformational Leadership
Questionnaire GTLQ mengukur tujuh kategori perilaku kepemimpinan
transformasional yaitu mengkomunikasikan visi; mengembangkan staf;
memberikan dukungan; memberdayakan staf; inovatif; memimpin dengan
memberi contoh; karisma. GTLQ juga ditemukan sangat andal dalam menilai
kepemimpinan transformasional, berkorelasi kuat dengan The Multifactor
Leadership Questionnaire MLQ-5 short (MLQ-5) and the Leadership Practices
Inventory (LPI) (Carless et al., 2000). Skala Kepemimpinan Transformasional
Global memberikan penilaian yang luas tentang kepemimpinan transformasional.
Ini diberikan dengan cepat dan memberikan reliabilitas dan validitas, juga terbukti
konsisten dengan bentuk lain dari instrumen evaluasi kepemimpinan
transformasional yang umum digunakan (Carless et al., 2000). Paradigma
kepemimpinan merupakan teori dari kepemimpinan transformasional–
transaksional yang dikemukakan oleh Burns (1978) dan selanjutnya
dikembangkan oleh Bass dan Avolio (2000). Setelah dua dekade terakhir,
Multifactor leadership Questionnaire (MLQ) telah dikembangkan dan tervalidasi.
Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) saat ini menjadi instrumen standar
untuk menilai skala transformasional, transaksional dan nonleadership.
Keefektifan kepemimpinan transformasional telah terbukti dalam sejumlah
68

pengaturan di banyak negara seluruh dunia. Adapun Multifactor Leadership


Questionnaire (MLQ) adalah sebagai berikut:
1) Inspirational Motivation
2) Idealized Influence attributed
3) Idealized Influence behavior
4) Intellectual Stimulation
5) Individualized Consideration
6) Contingent Reward
7) Active Management-by-Exception
8) Management-by-Exception passive
9) Laissez-Faire

2.1.5. Pelayanan Publik


2.1.5.1. Definisi Pelayanan Publik
Teori ilmu administrasi negara mengajarkan bahwa pemerintahan negara
pada hakikatnya menyelenggarakan dua fungsi utama yaitu fungsi pengaturan dan
fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat negara
modern sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan
dikaitkan dengan hakikat negara sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare
state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan menyangkut semua segi
kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan
pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintahan yang secara
fungsional bertanggungjawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi itu
(Siagian, 2001).
Pelaksanaan pelayanan publik pada prinsipnya ditujukan kepada manusia.
Sudah menjadi kodratnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Sejak lahirnya manusia sudah membutuhkan pelayanan,
sebagaimana dikemukakan Rusli (2004) dikutip oleh Abdul Mahsyar (Mahsyar,
2011) bahwa selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan pelayanan.
Pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory of leadership bahwa pada
69

awal kehidupan manusia (bayi) pelayanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring
dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan semakin menurun.
Pelayanan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah usaha melayani
kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa:
Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak
terikat pada suatu produk secara fisik (Kotler & Armstrong, 2008). Istilah publik
dalam pengertian sehari-hari dipahami sebagai negara atau umum, Kata publik
sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia baku menjadi publik yang
berarti umum, atau orang banyak. Dari berbagai pengertian di atas, maka
pengertian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan (A. Kurniawan, 2005).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara No.
63/KEP/M.PAN/7/2003, pengertian pelayanan publik sebagai segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. pelayanan publik adalah upaya pemenuhan
keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
disebutkan pengertian pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Menurut Zeitaml pengertian pelayanan sebagai penyampaian secara cerdas
atas harapan konsumen. Parasuraman dkk mengemukakan bahwa ada lima
dimensi yang harus diperhatikan ketika seorang konsumen melalukan penilaian
atas kualitas jasa, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Tangible, berkaitan dengan fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan juga
sasaran komunikasi.
70

2. Emphaty, berkaitan dengan kemudahan melakukan hubungan, komunikasi


yang bagus, perhatian individu, dan juga memahami kebutuhan pelanggan.
3. Responsiveness, berkaitan dengan keinginan para pelayan untuk
membantu setiap pelanggan dan juga memberikan pelayanan yang
tanggap.
4. Reliability, berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan yang
segera, andal, akurat, dan juga memuaskan.
5. Assurance, berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, kesopanan, dan
juga sifat terpercaya. Lima hal ini adalah penilaian dari para konsumen.

Kotler berpendapat bahwa pelayanan bisa diartikan sebagai perilaku


produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen demi tercapainya kepuasan.
Pengertian pelayanan adalah tindakan yang dilakukan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan orang lain. Pelayanan dapat dijadikan ukuran dalam proses produksi
antara penyedia jasa dengan pelanggannya, Pelayanan merupakan hal yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, baik pelayanan fisik untuk pribadi maupun pelayanan
untuk massa atau negara.
Standar pelayanan publik adalah kontrak kinerja layanan produk yang
disepakati oleh kedua belah pihak: penyedia dan pengguna (Sukesi dan Yunus,
2018). Agar pelayanan memuaskan bagi orang atau sekelompok orang dilayani,
penyedia jasa harus memenuhi 4 syarat utama yaitu (a) sopan santun, (b)
bagaimana menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang harus diterima
orang yang bersangkutan, (c) waktu untuk menyampaikan yang benar, (d)
keramahan. (Moenir, 2006: 197). Sedangkan istilah publik berasal dari bahasa
Inggris publik yang artinya umum, komunitas, negara. Publik adalah sejumlah
orang yang memiliki pemikiran, perasaan, harapan, sikap yang benar dan baik
tindakan berdasarkan nilai dan norma yang dirasa mereka miliki (Sinambela,
2006)
Pelayanan publik adalah dimaknai sebagai upaya pemenuhan hak-hak
dasar masyarakat dan merupakan upaya pemerintah kewajiban untuk memenuhi
hak-hak dasar tersebut. Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk kegiatan
71

pelayanan yang dilakukan dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa jasa maupun
barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masyarakat dan dalam konteks
penerapan undang-undang (Arfan & Sundari Nasution, 2021)

2.1.5.2. Permasalahan Pelayanan Publik


Di Indonesia penyelenggaraan pelayanan publik menjadi isu kebijakan
yang semakin strategis karena perbaikan pelayanan publik di negara ini cenderung
berjalan di tempat, sedangkan implikasinya sebagaimana diketahui sangat luas
karena menyentuh seluruh ruang-ruang kepublikan baik dalam kehidupan
ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Dalam bidang ekonomi, buruknya
pelayanan publik akan berimplikasi pada penurunan investasi yang dapat
berakibat terhadap pemutusan hubungan kerja pada industri-industri dan tidak
terbukanya lapangan kerja baru yang juga akan berpengaruh terhadap
meningkatnya angka pengangguran. Akibat lebih lanjut dari masalah ini adalah
timbulnya kerawanan sosial.
Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang
berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan
harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih
bercirikan hal-hal seperti berbelit-belit, lamban, mahal, melelahkan,
ketidakpastian. Keadaan demikian terjadi karena masyarakat masih diposisikan
sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Pelayanan publik pada
dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan
bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan
publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk
pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan
masya- rakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya (Mahsyar,
2011).
Indonesia dan negara sedang berkembang lainnya menghadapi tuntutan
untuk mengubah wajah pemerintahan dan substansi operasi mesin pelayanan
publiknya oleh lembaga-lembaga internasional seperti misalnya IMF, World
Bank, atau lembaga donor lainnya. Adanya tuntutan perbaikan pelayanan publik
72

tersebut kadangkala menjadi prasyarat utama oleh lembaga-lembaga internasional


atau negara-negara donor tersebut dalam memberikan bantuan (loan). Seperti IMF
dan World Bank, kedua lembaga keuangan yang amat berpengaruh tersebut sejak
hampir dua dekade terakhir ini semakin rajin mendesakkan tuntutan politik
terhadap negara-negara berkembang untuk mendevolusikan sistem pemerintahan
dan sistem pelayanan publik- nya yang monopolistik dengan menganjurkan
kebijakan pemerkuatan otonomi daerah, privatisasi sektor publik dan pemberian
kesempatan yang luas pada sektor-sektor di luar birokrasi pemerintah menurut
Abdul Wahab (Mahsyar, 2011)
Di Indonesia Permasalahan pelayanan publik dapat dilihat pada beberapa
periode dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu pada masa orde baru dan
terakhir periode reformasi. Terjadi Pergeseran paradigma dalam pelayanan publik
sebagai hasil dari perubahan iklim politik yang berimplikasi pada kebijakan-
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Pada masa orde baru
pelayanan publik ditandai oleh peranan negara yang dominan pada berbagai
elemen-elemen kehidupan bangsa, di masa orde baru dikenal dengan paradigma
negara kuat atau negara otonom dimana kekuatan sosial politik termasuk kekuatan
pasar kecil pengaruhnya dalam kebijakan publik, bahkan dalam pelaksanaannya.
Era reformasi disebut paradigma deregulasi setengah hati, dimana
pemerintah memilih sektor tertentu untuk dideregulasi yang pertimbangan
utamanya bukan pencapaian efisiensi pelayanan publik, tetapi pada keamanan
bisnis antara pejabat negara dan pengusaha besar. Paradigma ini mengkaji ulang
peran pemerintah dan mendefinisikan kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu
perubahan ekonomi dan politik global, penguatan civil society, good governance,
peranan pasar dan masyarakat yang semakin besar dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
Permasalahan utama pelayanan publik di Indonesi saat ini berkaitan
dengan peningkatan kualitas dari pelayanan itu sendiri. Albrecht dan Zemke
(1990) berpendapat bahwa kualitas pelayanan publik dihasilkan dari interaksi
berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan,
strategi, dan pelanggan (Sabaruddin, 2015). Mohammad (2003) menyebutkan
73

bahwa adanya ketergantungan pelayanan yang berkualitas pada aspek-aspek


seperti bagaimana pola penyelenggaraannya, dukungan sumber daya manusia, dan
kelembagaan yang mengelola (Mahsyar, 2011).
Pelayanan publik di Indonesia masih memiliki berbagai kelemahan dilihat
berbagai sisi, yaitu dari sisi pola penyelenggaraannya dan dari sisi sumber daya
manusianya Dari sisi pola penyelenggaraannya, kelemahannya antara lain: (1)
kurang responsive, (2) kurang informatif, (3) kurang accessible, (4) kurang
koordinasi, (5) birokratis, (6) kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi
masyarakat, dan (7) inefisiensi. Dari sisi sumber daya manusianya kelemahan
utama pelayanan publik adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi,
emphaty dan etika. Pola kerja yang digunakan oleh sebagian besar aparatur yang
ada sekarang ini masih dipengaruhi oleh model birokrasi klasik, yakni cara kerja
yang terstruktur/ hierarkis, legalistik formal, dan sistem tertutup. Beberapa
pendapat juga menilai bahwa kelemahan sumber daya manusia aparatur
pemerintah dalam memberikan pelayanan disebabkan oleh sistem kompensasi
yang rendah dan tidak tepat
Rendahnya responsivitas birokrasi ditunjukkan dengan banyaknya
pengaduan dari pengguna jasa hingga penyelenggaraan pelayanan publik.
Rendahnya kemampuan birokrasi dalam merespon pengaduan masyarakat selama
Pandemi Covid-19 menunjukkan rendahnya responsivitas birokrasi yang
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Orientasi regulasi masih sangat
kuat dan cenderung menempatkan regulasi dan prosedur pelayanan sebagai
panglima tertinggi yang harus ditaati terlepas dari situasi pelayanan yang
dihadapinya. Keberanian mengkritisi prosedur pelayanan yang ada bahkan di
tingkat pimpinan masih sangat rendah. Akibatnya kreativitas dan inovasi dalam
pelayanan sangat sulit berkembang dan pelayanan publik menjadi sesuatu yang
sangat rutin. Padahal, aspirasi dan kebutuhan pengabdian masyarakat sangat
dinamis dan berubah dengan sangat cepat. Hal ini tentunya menjadi salah satu
faktor yang mendorong ketidakpuasan pengguna jasa terhadap pelayanan publik
(Arfan & Sundari Nasution, 2021)
74

Selama Pandemi Covid-19, pengabdian bisa dilakukan tanpa harus


bersentuhan langsung antara pelayan dan yang dilayani. Salah satunya dengan
memberikan informasi yang jelas mengenai standar pelayanan. Standar layanan
ini meliputi penyediaan layanan dari dasar hukum, persyaratan layanan, pelaksana
layanan, kompetensi layanan, tarif layanan, produk layanan, infrastruktur, alur
layanan, alokasi waktu layanan, keamanan layanan, jaminan layanan, hotline
(pengendalian internal), pelanggan pengaduan, dan evaluasi kinerja layanan dan
ditampilkan di situs penyedia layanan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh
calon pengguna layanan.
Wabah pandemi COVID-19 telah mempengaruhi lebih dari 180 negara,
menginfeksi lebih dari 6,5 juta orang dan menewaskan lebih dari 383.000 (per 3
Juni 2020) berdasarkan data Dashboard WHO dari laman https://covid19.who.int.
Selain implikasi kesehatan dan hilangnya nyawa, pandemi telah membebani
sistem perawatan kesehatan, mengganggu sistem pendidikan, mendatangkan
malapetaka pada bisnis dan ekonomi, menyebabkan hilangnya pekerjaan dan
mengganggu kehidupan sosial dengan penguncian, jam malam, dan tindakan ketat
lainnya yang bertujuan untuk membendung. - virus sedang diterapkan secara
global. Semua ini terjadi dalam konteks implementasi Agenda 2030 untuk
Pembangunan Berkelanjutan, di mana Pelayanan Publik dan Pegawai Negeri
sangat penting. Agar Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dapat
tercapai, diperlukan penyampaian layanan publik yang efektif, termasuk dalam
menanggapi pandemi COVID-19. Jika tidak diatasi, pandemi akan
membahayakan pemenuhan tenggat waktu 2030, dengan mengalihkan sumber
daya dari upaya pembangunan ke respons krisis. Pegawai negeri duduk di jantung
untuk memastikan respons yang efektif terhadap krisis, baik sebagai pekerja garis
depan dalam perawatan kesehatan, atau dalam menyusun strategi dan rencana
untuk mengurangi dampaknya.
Ada sembilan peran kunci yang telah dan harus terus dimainkan oleh
pegawai negeri untuk memastikan respons yang efektif terhadap pandemi: (i)
memastikan kesinambungan layanan publik; (ii) memberikan layanan sebelum
diri: keberanian dan kemanusiaan dalam praktik; (iii) berpikir cepat, kreativitas
75

dan inovasi; (iv) informasi dan penciptaan kesadaran; (v) pemikiran dan
perencanaan strategis di tengah kekacauan; (vi) mempertahankan ketahanan dan
membangun layanan publik yang lebih efektif dan lebih responsif; (vii)
membangun dan meningkatkan legitimasi negara, kredibilitas pemerintah dan
kepercayaan rakyat; (viii) alokasi sumber daya dan akuntabilitas distributif; dan
(ix) kepemimpinan kolaboratif dan jaringan (Kauzya & Niland, 2020)

2.1.5.3. Kinerja Pelayanan Publik


Kinerja pelayanan publik dapat dikonseptualisasikan sebagai pencapaian
tujuan publik secara efektif dan efisien, menjaga kualitas layanan publik saat ini
dan di masa depan serta legitimasi di antara para pemangku kepentingan menurut
Verbeeten (2008) dalam (Gieske et al., 2020). Kinerja pelayanan publik yang
diadaptasi dari Gibson dan Birkinshaw 2004; Prieto dan Pérez Santana 2012;
Klijn, Edelenbos, dan Steijn et al.2010; Bontis, Crossan, dan Hulland 2002
menunjukkan bahwa Organisasi telah meningkatkan kinerja selama lima tahun
terakhir untuk suatu bidang pekerjaan diukur dari dimensi :
1. efisiensi (hasil yang sama dengan biaya yang lebih rendah atau lebih cepat)
2. kualitas (kami memberikan kualitas yang lebih baik dengan biaya dan waktu
yang sama)
3. efektivitas (kami mencapai tujuan kami lebih baik)
4. kolaborasi (kami mencapai tujuan kami dengan lebih baik menggabungkan
mereka dengan tujuan orang lain)
5. legitimasi (pemangku kepentingan puas )
6. pembuktian masa depan (kita dapat menghadapi masa depan dengan
kepercayaan, perkembangan masa depan yang diharapkan termasuk dalam
kebijakan dan rencana)

Pengukuran kinerja diartikan sebagai proses mengukur tindakan, dimana


pengukuran adalah proses penghitungan dan tindakan yang mengarah pada kinerja
menurut Neely (Mawarni, 2016). Service performance merupakan alat ukur
kualitas jasa berdasarkan performance saja Menurut Cronin & Taylor (1992), alat
76

ukur kualitas jasa hanya didasarkan pada performance yakni kinerja personil
perusahaan maupun semua fasilitas yang digunakan, maka perlu diperhatikan
proses penyampaian jasa kepada pelanggan agar kualitas jasa sesuai dengan
maksud perusahaan. Dalam service performance terkandung suatu proses
penyampaian jasa pada pelanggan, service performance membutuhkan personil
dan fasilitas dalam upaya proses penyampaian pelayanan. Menurut Cronin &
Taylor (1992), kualitas pelayanan yang digunakan diukur cukup berbasis kinerja
dan tidak perlu menggunakan espektasi, mereka mengembangkan metode
SERVPERF (service performance) SERVPERF menyatakan bahwa ukuran
kualitas pelayanan adalah kinerja dari pelayanan yang diterima oleh konsumen,
konsumen hanya dapat menilai kualitas dari suatu pelayanan yang benar-benar
mereka rasakan, Penemuan Cronin & Taylor bahwa hasil pengukuran dengan
model SERVPERF lebih baik dibandingkan model SERVQUAL. Itulah sebabnya
Cronin & Taylor tidak menggunakan variabel ekspektasi dan diganti dengan
kinerja (performance) pelayanan. Model ini menganggap bahwa kualitas
pelayanan adalah sama dengan kinerja layanan (Anggayani & Osin, 2017)
Sektor publik didorong untuk berinovasi untuk meningkatkan kinerja
pelayanan publik (PSP) dan pada saat yang sama untuk terus mengoptimalkan
operasi saat ini untuk meningkatkan efisiensi. Menurut Verbeeten (2008) Kinerja
layanan publik dapat dikonseptualisasikan sebagai pencapaian tujuan publik
secara efektif dan efisien, menjaga kualitas layanan publik saat ini dan masa
depan serta legitimasi di antara para pemangku kepentingan (Gieske et al., 2020)
Kinerja pelayanan publik yang dikemukan oleh Gieske dkk yang
diadaptasi dari Gibson dan Birkinshaw 2004; Prieto dan Pérez Santana 2012;
Klijn, Edelenbos, dan Steijn et al. 2010; Bontis, Crossan, dan Hulland 2002
bahwa suatu Organisasi telah meningkatkan kinerja selama lima tahun terakhir
untuk bidang pekerjaan pada dimensi : efisiensi (hasil yang sama terhadap biaya
yang lebih rendah atau lebih cepat); kualitas (kami memberikan lebih banyak
kualitas dengan biaya dan waktu yang sama); efektivitas (kita mencapai tujuan
kita dengan lebih baik); kolaborasi (kita mencapai tujuan kita dengan lebih baik
menggabungkannya dengan tujuan orang lain); legitimasi (pemangku kepentingan
77

puas); pemeriksaan masa depan (kita dapat menghadapi masa depan dengan
kepercayaan, perkembangan masa depan yang diharapkan termasuk dalam
kebijakan dan rencana) (Gieske et al., 2020)

2.2. Penelitian Terdahulu


Sebelum dilakukan penelitian, maka diperlukan adanya acuan-acuan yang
dijadikan perbandingan dalam penelitian ini. Acuan-acuan tersebut di peroleh dari
penelitian-penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
1. Penelitian oleh AT Kearney The 2014 Agile Government Index Creating
a More Effective Government. Penelitian ini Menyeimbangkan banyak
agenda sekaligus memenuhi kebutuhan warga yang membutuhkan
kelincahan pemerintah. Studi ini meneliti bagaimana delapan pemerintah
di Eropa dan Afrika mengukur pada berbagai masalah. Kelincahan
merupakan karakteristik yang semakin penting bagi pemerintah.
Pemerintah yang gesit fleksibel, mampu beradaptasi, dan dapat merespons
dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan warga. Mereka memperlakukan
warganya seperti pelanggan yang berharga daripada angka. Baik di tingkat
lokal, regional, atau nasional, mereka menyeimbangkan jaringan prioritas
yang kompleks. Mereka mendorong terciptanya bisnis baru dan kemajuan
bisnis yang sudah ada, dan mereka membangun infrastruktur yang
berkembang dengan baik serta sistem pendidikan dan kesejahteraan yang
sangat baik. Pemerintah yang tangkas memiliki kebijakan lingkungan yang
kuat, sistem perpajakan yang adil dan transparan, serta sistem hukum yang
adil dan efisien. Indeks dihitung dengan menggabungkan data dari tiga
kategori yaitu ekonomi, sosial,dan administratif dalam skala antara nol dan
1.000. Setiap kategori mencakup empat sub kategori tanggapan survei,
ditambah kategori kelima yang memasukkan data kuantitatif dari sumber-
sumber seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, Bank
Dunia, dan Organisasi Kesehatan Dunia (Kearney, 2014)
78

2. Luna dkk melalukan penelitian di tahun 2019 tentang Agile Governance


theory: operationalization. Tata kelola yang tangkas telah muncul sebagai
area yang relatif baru, luas, dan multidisiplin yang berfokus pada kinerja
dan daya saing organisasi, yang hingga saat ini belum memiliki eksplorasi
yang mendalam. Bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ini, Luna dkk
mengusulkan Teori Tata Kelola Agile untuk menganalisis dan
mendeskripsikan fenomenanya Makalah ini menjelaskan proses mengubah
teori dari kerangka konseptual ke dunia nyata dan mengembangkan
elemen pengukuran yang diperlukan untuk mengujinya. Kami
mengoperasionalkan teori yang muncul. Mengoperasionalkan teori yang
muncul dengan: (1) mereproduksi delapan skenario teoretis yang
membantu mengkarakterisasi dan mendeskripsikan konteks organisasi
menurut empat langkah tersisa dari bagian dua metode Dubin:
mengidentifikasi proposisinya, memperoleh indikator empiris dari
konstruksinya, dan menetapkan hipotesis yang dapat diuji di dunia nyata,
(2) mengenali 11 proposisi yang memungkinkan kita untuk memprediksi
perilaku elemennya, (3) mengidentifikasi 24 indikator empiris untuk
mengukur konstruksinya, dan (4) mengembangkan 16 hipotesis untuk
menguji teori sebagai studi lebih lanjut. pengujian berdasarkan pekerjaan
ini, karena studi lebih lanjut diperlukan untuk menilai masuk akal teori.

3. Penelitian oleh Giuseppe Alise tahun 2021 tentang Transformational


Leadership, Conflflict Management Style, and Job Satisfaction in Law
Enforcement. Pemimpin yang efektif sangat penting bagi organisasi mana
pun, termasuk penegakan hukum. Pekerjaan polisi tidak lepas dari
tantangan kepemimpinan, dihadapkan pada tantangan uniknya sendiri,
termasuk mengembangkan cara untuk beradaptasi dengan perubahan yang
cepat dan harus terus menyesuaikan dengan berbagai faktor politik dan
lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian mendalam tentang
bagaimana kepemimpinan transformasional dan gaya manajemen konflik
mendorong kepuasan kerja dalam penegakan hukum. Tujuannya adalah
79

untuk mengetahui apakah kepuasan karyawan yang dicapai melalui


kepemimpinan transformasional sebenarnya sebagian besar merupakan
hasil dari bagaimana kepemimpinan menangani konflik. adalah untuk
menguraikan hubungan antara kepemimpinan transformasional dan gaya
manajemen konflik untuk memahami mana yang merupakan pendorong
kepuasan kerja yang lebih kuat. Ini secara khusus memeriksa organisasi
tingkat bawah di mana sebagian besar hubungan bawahan-supervisor
terjadi Instrumen survei singkat: Global Transformational Leadership
Questionnaire, mengukur kepemimpinan transformasional; Minnesota
Satisfaction Questionnaire - Short Form, mengukur kepuasan individu
karyawan dengan berbagai aspek pekerjaan dan lingkungan kerja
(kepuasan intrinsik dan ekstrinsik); dan Rahim Organizational Conflict
Inventory-II (ROCI-II) , mengukur gaya manajemen konflik. Analisis
regresi berganda dilakukan terhadap data, menggunakan gaya manajemen
konflik sebagai variabel pengganggu, kepemimpinan transformasional
sebagai variabel independen, dan kepuasan kerja sebagai variabel
dependen. Variabel kontrol termasuk jenis kelamin, asal Hispanik, masa
kerja , usia, dan tingkat pendidikan. Hasil menunjukkan bahwa baik gaya
manajemen konflik dan kepemimpinan transformasional mengarah pada
kepuasan karyawan dan bahwa menggabungkan keduanya adalah cara
yang lebih tepat untuk menjelaskan kepuasan kerja karyawan. Kolaborasi,
ukuran kunci dari gaya manajemen konflik varians dalam kepuasan kerja
pada daripada transformasional. Kesimpulan utama penelitian ini adalah
bahwa kombinasi kepemimpinan transformasional dan ukuran kolaboratif
gaya manajemen konflik mengarah pada kepuasan kerja yang lebih besar
dalam penegakan hukum di antara anggota bawahan departemen
kepolisian. dan pelatihan, yang dimaksudkan untuk membantu
kepemimpinan polisi dalam membentuk supervisor yang kompeten untuk
membantu meningkatkan kepuasan kerja di seluruh departemen (Alise,
2021)
80

4. Penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Azhar dan Azzahra Dengan


Judul Government Strategy in Implementing the Good Governance
during COVID-19 Pandemic in Indonesia. Administrative Law &
Governance Journal, Vol 3 Issue 2, June 2020. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa dalam hal penerapan Good Governace diperlukan
komunikasi publik. Hal ini bertujuan agar pendekatan yang dilakukan ke
publik untuk menaati segala kebijakan menuai hasil yang maksimal dalam
keberhasilan menumpas pandemic ini. Persamaan penelitian adalah sama-
sama menggunakan metode penelitian kualitatif, meneliti tentang
penyelenggaraan pemerintahan dalam menghadapi Covid19. Perbedaan
penelitian adalah pada waktu dan lokasi penelitian (Azhar & Azzahra,
2020)

5. “Implementasi Good Governance dan Perizinan dalam pemanfaatan


ruang di Indonesia” oleh Romi (2019). Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa dalam pemanfaatan tata ruang, UU penataan ruang telah
mengimplementasikan prinsi-prinsip good governace yaitu akuntabiitas,
transparansi, partisipasi dan kepastian hukum. Persamaan penelitian yaitu
sama-sama meneliti tentang dimensi-dimensi penyelenggaran
pemerintahan. Perbedaan penelitian terletak pada konteks penelitian
dimana penelitian ini merupakan penyelenggaran pemerintahan dalam
menghadapi pandemic covid19 sedangkan penelitian Romi tentang
penataan tata ruang wilayah (Romi, 2019)

6. “The Impact Of The Transformational Leadership Climate On


Employee Job Satisfaction During The Covid-19 Pandemic In The
Indonesian Banking Industry. Oleh Shinta Winasis, Djumarno, Setyo
Riyanto, dan Eny Ariyanto di tahun 2020. Membahas tentang Pandemi
Covid-19 yang berdampak negatif terhadap perekonomian global. Dimana
hampir semua sektor usaha terkena imbasnya, akibat efek domino
ekonomi yang terjadi. Salah satu jenis industri yang sangat terpengaruh
81

oleh Covid-19 adalah industri perbankan, sebagai akibat dari krisis


ekonomi dan perubahan preferensi transaksi nasabah. Oleh karena itu
perusahaan harus menerapkan strategi terintegrasi untuk meningkatkan
kinerja digital sehingga dapat meningkatkan keberlanjutan perusahaan.
Dalam fase kritis ini, perusahaan membutuhkan komitmen, keterlibatan,
dan dukungan dari para pemimpin dan karyawan mereka. Pemimpin harus
bertindak dan memberi energi pada halaman dan sikap yang sama, yaitu
gaya kepemimpinan transformasional, untuk menjaga keseluruhan proses
berjalan dengan lancar. Perusahaan juga harus menjaga kepuasan kerja
karyawan untuk mendapatkan kerja sama penuh karyawan dan
memastikan pelayanan yang terbaik diberikan. Temuan menunjukkan
bahwa iklim kepemimpinan transformasional yang dialami pekerja pada
masa percepatan Transformasi Digital akibat Pandemi Covid-19,
berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini
merupakan penelitian pendahuluan yang memiliki keterbatasan, antara lain
jumlah sampel dan jenis perusahaan perbankan yang diteliti. Implikasi
praktis dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran, untuk
mengutamakan praktik sumber daya manusia yang mendukung kepuasan
kerja agar proses transformasi digital dapat berjalan dengan lancar
(Winasis et al., 2020)

7. “Agile Governance Sebagai Bentuk Transformasi Inovasi Pemerintah


Daerah” oleh Danar Ilham Kurniawan, akbar Maulana dan Itok
Wicaksono. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam menerapkan,
mempertahankan, dan mengembangkan Agile Governance pada situasi
peralihan kepemimpinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pendekatan kualitatif, Hasil dari pembahasan dalam menerapkan,
mempertahankan, dan mengembangkan Agile Governance di Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi meliputi beberapa aspek yakni inovasi, manajer,
otonom dan berjejaring, koordinasi terstruktur, transparansi, komunikasi
82

terbuka, dan egaliter. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam


menerapkan Agile Governance selalu melibatkan Dinas Komunikasi,
Informatika dan Persandian sebagai leading sector pengembangan inovasi
berbasis teknologi. Dilihat dari beberapa aspek di atas, Agile Governance
di Kabupaten Banyuwangi sangat dilakukan dengan baik, terstruktur,
terkoordinasi, terbuka, dan mengedepankan nilai kolaborasi (D. I.
Kurniawan et al., 2021)

8. “Momentum Penataan Ulang Organisasi Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota pada “Era New Normal”. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan konsep baru dalam rangka penataan organisasi pemerintah
daerah di era “new normal“, serta menghadapi revolusi industry 4.0
dengan menggunakan metode penelitian studi literatur. Konsep baru yang
ditawarkan dalam penataaan organisasi pemerintah daerah mencakup 6
(enam) aspek, diantaranya aspek strategi, aspek struktur, aspek proses,
aspek masyarakat, aspek teknologi dan aspek kepemimpinan. Persamaan
Penelitian sama-sama meneliti tentang penatan ulang organisasi
pemerintah pada era Covid19. Perbedaan Penelitian pada metode
penelitian yaitu studi literature sedangkan peneliti menggunakan konsep
studi kasus (Wasisitiono & Rohmadin, 2020)

9. Agile and adaptive governance in crisis response: Lessons from the


COVID- 19 pandemic oleh Marijn Janssen*, Haiko van der Voort di
tahun 2020 menyatakan Ketika COVID-19 melanda, negara-negara di
seluruh dunia harus merespons di semua tingkat pemerintahan bersama
masyarakat. Krisis menimbulkan tuntutan tinggi pada pemerintah dan
menunjukkan bahwa pemerintah bisa gesit dan adaptif - meskipun badan
publik sering dikritik karena tidak memiliki ciri-ciri ini. “Agile
Governance” adalah konsep yang diciptakan dalam bidang rekayasa
perangkat lunak, dan kemudian diperluas ke studi organisasi. Sebaliknya,
“tata kelola adaptif” mengacu pada kemampuan untuk menangani masalah
83

sosial yang kompleks yang melibatkan banyak pemangku kepentingan,


kepentingan yang berbeda dan ketidakpastian tentang tindakan yang akan
diambil; seperti dalam relokasi komunitas yang disebabkan oleh
perubahan iklim. Tata kelola adaptif berasal dari teori evolusi dan
mengambil banyak ide dari politik ekonomi, sumber daya dan ekonomi
lingkungan, ekonomi eksperimental, teori permainan evolusi, teori
organisasi, ekologi, teori sistem, dan ilmu sistem kompleks. Adaptasi
sangat penting ketika menghadapi perubahan besar yang mengganggu,
seperti pandemi COVID-19. Sementara Agile Governance menyediakan
metode, tata kelola adaptif lebih bersifat deskriptif daripada konsep
preskriptif. Menganalisis tanggapan pemerintah Belanda terhadap virus
COVID-19, untuk mempelajari tentang tata kelola adaptif dalam
praktiknya. Secara khusus, menyelidiki masalah waktu, sentralisasi, dan
stabilitas. Respons COVID-19 Pemerintah Belanda menunjukkan bahwa
kelincahan dan adaptasi dapat berjalan seiring, tetapi dalam praktiknya
juga dapat bertentangan. Oleh karena itu, tata kelola yang gesit dan adaptif
tidak boleh dicampur, karena memiliki asal, tujuan, dan implikasi yang
berbeda. Agility pada dasarnya adalah metode yang berawal dalam
industri pengembangan perangkat lunak dan sejak diterapkan pada
organisasi. Tata kelola adaptif mengambil pendekatan kontingensi dan
metode-agnostik. Dengan klaim ini, pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana pemerintah di negara-negara yang menangani COVID-19
mengenali dan mengatasi paradoks ini? Lebih jauh - sebagai padanan
pembelajaran - bagaimana pemerintah melembagakan pengakuan dan
upaya mengatasi ini, memasukkan sistem pemerintahan yang lebih luas,
termasuk aktor semi-publik dan swasta? Institusionalisasi inilah yang
memfasilitasi tata kelola adaptif dalam jangka Panjang (Janssen & van der
Voort, 2020).

10. Reformasi Tata Kelola Pemerintahan Desa melalui Penataan


Kelembagaan
84

(Studi di Desa Kubang Puji Kecamatan Pontang Kabupaten Serang)


oleh Rachmi Yulianti tahun 2018 Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan teknik Purpose Sampling kemudian teknik pengumpulan
data lapangan dengan cara observasi, wawancara mendalam, study
dokumentasi dan penelitian lapangan. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam penataan kelembagaan di desa Kubang Puji
kecamatan Pontang banyak sekali keterlibatan dari masyarakat sehingga
perampingan struktur Birokrasi banyak terpengaruh dari orang-orang yang
mempunyai kepentingan pribadi dalam organisasi desa tersebut sehingga
perlu adanya penataan organisasi dan perbaikan dalam sistem tata laksana,
pelayanan dan manajemen sumber daya manusia yang sesuai dengan
amanat Undang-Undang No.6 Tahun 2014. Penataan Kelembagaan
merupakan salah satu langkah untuk menata suatu sistem pemerintahan
daerah. Oleh karenanya, agar sistem tersebut berjalan dengan humanis
dalam mencapai visi dan misi yang diembannya. Penataan kelembagaan
harus diimbangi dengan penataan pada elemen- elemen lain dari sistem
tersebut, seperti penataan SDM, Penataan Keuangan, Penataan kebutuhan
sarana dan prasarana serta penataan mekanisme hubungan kerja antara
unit-unit organisasi (Yulianti, 2018)

11. A Governance Framework for Adopting Agile Methodologies adalah


penelitian yang dilakukan oleh Carine Khalil dan Sabine Khalil di tahun
2016, Meskipun jumlah pengadopsi tangkas dalam organisasi perangkat
lunak terus bertambah, banyak tantangan masih dihadapi selama integrasi
praktik tangkas di seluruh proyek perangkat lunak. Hanya sedikit yang
berhasil menjadi gesit terutama ketika konteks organisasi tidak sejalan
dengan filosofi dan prinsip tangkas. Ada kebutuhan yang jelas untuk
menyediakan organisasi dengan kerangka kerja tata kelola yang membantu
mereka mengatasi lingkungan pengambilan keputusan selama proses
adopsi metodologi tangkas. Makalah ini mengusulkan kerangka kerja tata
85

kelola berdasarkan model tata kelola TI Weill. Dengan mendefinisikan


domain keputusan tangkas serta masukan dan hak keputusan tangkas,
kerangka kerja bertujuan membantu organisasi dalam memilih praktik
tangkas yang sesuai dan menyelaraskannya dengan tujuan bisnis,
kebutuhan tim proyek selain infrastruktur organisasi. Kerangka kerja tata
kelola yang tangkas ini menekankan pada lima keputusan utama yang
perlu dipertimbangkan organisasi saat mengadopsi metodologi tangkas.
Dengan menangani keputusan ini dan mengidentifikasi siapa yang harus
bertanggung jawab atas keputusan tersebut, organisasi dapat lebih
menyelaraskan metodologi tangkas dengan infrastruktur organisasi mereka
(budaya, struktur, peran), tujuan bisnis, serta kebutuhan tim. Oleh karena
itu, keterlibatan orang yang tepat dalam pengambilan keputusan dan hak
sangat penting untuk menyukseskan proses adopsi. Metode tangkas,
seperti yang dijelaskan oleh penulisnya, perlu disesuaikan dengan setiap
konteks organisasi dan manajerial. Dalam hal ini, dengan mengandalkan
kerangka kerja tata kelola untuk mengadopsi metodologi tangkas, pelaku
organisasi menjadi sadar akan keputusan tangkas yang perlu ditangani
untuk menentukan inisiatif tangkas apa yang lebih memenuhi infrastruktur
organisasi, tujuan bisnis, dan kebutuhan tim proyek mereka. Namun,
kerangka kerja ini belum diujicobakan yang dapat dilihat sebagai batasan
dari makalah ini (Khalil & Khalil, 2016)

12. The COVID-19 pandemic as a game changer for public administration


and leadership? The need for robust governance responses to turbulent

problems diteliti oleh Christopher Ansella, Eva Sørensenb and Jacob


Torfing Pada tahun 2020 menyatakan pandemi COVID-19
mengungkapkan bahwa sektor publik tidak hanya menghadapi masalah
yang sederhana dan kompleks, tetapi juga masalah yang bergejolak yang
ditandai dengan munculnya peristiwa yang tidak konsisten, tidak terduga,
dan tidak pasti. Masalah yang bergejolak membutuhkan solusi tata kelola
yang kuat yang cukup mudah beradaptasi, gesit, dan pragmatis untuk
86

menegakkan tujuan atau fungsi tertentu dalam menghadapi gangguan yang


berkelanjutan. Artikel ini menjelaskan konsep turbulensi dan ketahanan
serta memberikan contoh strategi tata kelola yang kuat yang diilustrasikan
oleh respons COVID-19 saat ini. Akhirnya, ini menarik konsekuensi dari
fokus baru pada tata kelola yang kuat untuk administrasi publik dan
kepemimpinan. Masalah yang bergejolak membutuhkan tata kelola yang
kuat Pandemi COVID-19 mengungkapkan bahwa sektor publik tidak
hanya menghadapi masalah yang kurang lebih kompleks yang harus
diselesaikan, tetapi juga menghadapi lingkungan masyarakat yang semakin
bergolak di mana masalah publik itu sendiri dimasuki oleh turbulensi.
Meningkatkan kapasitas masa depan untuk menanggapi masalah yang
bergejolak dengan cara merancang, menggabungkan, dan melaksanakan
strategi tata kelola yang kuat memerlukan reformasi administrasi. Sangat
penting bagi kita untuk membuat lembaga dan program publik lebih
fleksibel dan gesit sehingga mereka dapat mengubah dan menyesuaikan
diri dalam menanggapi turbulensi dan meningkatkan dan menurunkan
skala upaya pemecahan masalah mereka (Overbeek, Klievink, dan Janssen
2009; McCann dan Selsky 2012) . Organisasi yang lebih datar,
termodulasi, dan mudah diintegrasikan akan cenderung beradaptasi dengan
tuntutan baru dan yang muncul daripada hierarki yang besar, terkotak-
kotak, dan terisolasi. Strategi tata kelola yang kuat membutuhkan
komunikasi yang jelas tentang risiko sosial dan apa yang dapat dilakukan
orang untuk menguranginya, penjelasan yang cermat tentang perubahan
tujuan dan upaya publik, keterbukaan tentang alasan untuk mengambil
tindakan tertentu, dilema yang melekat dan risiko kegagalan. Krisis
COVID-19 telah menunjukkan kebutuhan untuk melihat tantangan pada
sektor publik dengan cara baru dan mengungkapkan kebutuhan, kemauan,
dan kapasitas untuk mengubah modus operandi sektor publik dalam
mengejar solusi yang kuat untuk masalah yang bergejolak. Kita harus
memperluas, mendeskripsikan, dan menilai berbagai strategi ketahanan
dan kita perlu lebih memahami peran tata kelola kolaboratif untuk
87

menyusun strategi pemecahan masalah yang kuat. Terakhir, kita harus


memikirkan dengan hati-hati tentang jenis desain, platform, dan arena
kelembagaan yang dapat membantu mendorong tata kelola yang kuat
dalam menghadapi turbulensi dan bentuk kepemimpinan mana yang
kondusif untuk ini. Diharapkan makalah ini dapat menginformasikan cara
untuk organisasi publik mempersiapkan untuk turbulensi di masa depan
dan membantu mengarahkan upaya penelitian kami dengan membuka jalur
penelitian baru tentang masalah turbulen dan solusi yang kuat (Ansell et
al., 2020)

13. Governance, technology and citizen behavior in pandemic: Lessons from


COVID-19 in East Asia disampaikan oleh Rajib Shaw, Yong-kyun Kim,
dan Jinling Hua (2020) Makalah ini menganalisis tanggapan di negara-
negara Asia Timur, di Cina, Jepang dan Korea Selatan, dan memberikan
beberapa kesamaan dan pelajaran. Meskipun negara memiliki mekanisme
tata kelola yang berbeda, ditemukan bahwa beberapa keputusan tata kelola
di masing-masing negara membuat perbedaan, bersama dengan solidaritas
masyarakat yang kuat dan perilaku masyarakat. Penggunaan teknologi
baru secara ekstensif dilakukan bersama dengan perawatan medis /
perawatan kesehatan untuk membuat respons lebih efektif dan mengurangi
risiko penyebaran penyakit. Pandemi bersifat global, tetapi tanggapannya
bersifat local.Ini adalah kombinasi dari peraturan negara, mekanisme tata
kelola, keterkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis ilmu
pengetahuan, tata kelola lokal serta perilaku masyarakat. Karena itu,
belajar dari pengalaman satu sama lain sangatlah penting. Dalam
intervensi teknologi tahap lanjut, respons pandemi bukan lagi sekadar
respons medis. Ini perlu menghubungkan berbagai jenis teknologi dengan
cara yang tepat. Tanggapan COVID-19 di Asia Timur menunjukkan
penggunaan ekstensif teknologi baru (seperti big data, AI, drone, 5G,
robotika, kendaraan otomatis, rantai blok, dll.) Yang terkait dengan
teknologi medis. Dalam analisis telah menunjukkan perlunya memadukan
88

respon kesehatan, tanggap darurat dan pengurangan risiko


bencana.Mereka menganalisis dan menyimpulkan bahwa mekanisme dan
strategi saat ini untuk ketahanan bencana, seperti yang diuraikan dalam
SFDRR, dapat meningkatkan respons terhadap epidemi atau pandemi
global seperti COVID-19. Beberapa rekomendasinya adalah sebagai
berikut: rekomendasi menyangkut bekal ilmu dan pengetahuan dalam
memahami bencana dan risiko darurat terkait kesehatan, perluasan tata
kelola risiko bencana untuk mengelola risiko bencana dan potensi
kedaruratan kesehatan, terutama untuk aspek koordinasi kemanusiaan; dan
penguatan kesiapsiagaan dan respons di tingkat komunitas. Penilaian
risiko yang tepat diperlukan dengan mempertimbangkan risiko kesehatan,
eksposur, perilaku dan kerangka kebijakan. Penggunaan media sosial dan
kepekaan terhadap berita, Dampak ekonomi global dari pandemi belum
dapat dipahami, tetapi ada kesepakatan bulat tentang resesi global karena
pandemi. Namun, di berbagai negara, dampak sektoral sudah menonjol,
terutama di sektor pariwisata dan perhotelan (Shaw et al., 2020).

14. Agile government: Systematic literature review and future research


Pendekatan tangkas membutuhkan bentuk pengadaan, perancangan, dan
penerapan layanan dan sumber daya yang mendukung TI. Selanjutnya,
penelitian awal menunjukkan perlunya menciptakan berbagai bentuk
kepemimpinan dan struktur organisasi. Selain itu, terdapat indikasi bahwa
kolaborasi lintas organisasi (antarlembaga) dan yurisdiksi (lokal, regional,
nasional) dapat menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Pemerintah,
bagaimanapun, berada dalam lingkungan hukum dan peraturan yang dapat
berfungsi sebagai penghalang untuk menciptakan efisiensi, skala ekonomi,
berbagi informasi, dan pengembangan dan implementasi teknologi yang
dapat dioperasikan. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak penelitian
untuk lebih memahami lingkungan hukum dan peraturan yang diperlukan
untuk mendorong dan mempromosikan upaya tangkas. Lebih banyak
penelitian empiris diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
89

dalam tentang pendekatan tangkas dan dampaknya terhadap pemerintah


dan pemangku kepentingannya. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa
pemerintah yang gesit perlu menjadi pendekatan holistik yang berfokus
pada fleksibilitas peraturan, adaptasi terhadap fungsi birokrasi, dan
penyelarasan kegiatan dan proses (Mergel et al., 2018).

15. Pengaruh Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas


Penanggulangan Covid-19 Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci
diteliti oleh Idham Imam Seputra pada tahun 2020. Fokus utama penelitian
ini adalah membahas tentang Pengaruh Implementasi kebijakan terhadap
efektivitas Penanggulangan Covid-19 oleh Pemerintah Daerah kabupaten
Kerinci. pandemi virus corona telah ditetapkan sebagai bencana nasional
melalui Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020. Penelitian ini
menggunakan dua variabel (1) variabel bebas adalah implementasi
Kebijakan dengan indikator penelitian : komunikasi, disposisi,
sumberdaya dan struktur birokrasi. (2) variabel terikat adalah Efektivitas
Kebijakan dengan indikator penelitian : keberhasilan dan dampak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaif dengan metode
deskriptif. Berhasilnya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
kabupaten kerinci akan sangat dipengaruhi oleh factor-faktor implementasi
kebijakan yaitu komunikasi, disposisi, sumberdaya dan struktur birokrasi.
Empat factor ini harus benar-benar diperhatikan dan dioptimalkan oleh
pemerintah kabupaten kerinci agar tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam rangka penanganan Corona Virus Diseases 2019
khususnya wilayah kabupaten kerinci dapat tercapai dan efektif (Seputra,
2020).

16. Reformasi Birokrasi di Periode Kedua: Mendorong Agenda Reformasi


Struktural dan Pola Pikir diteliti oleh Dodi Faedlulloh, Yulianto, Vina
Karmilasari tahun 2019 dengan Desain penelitian menggunakan metode
kualitatif deskriptif dan menggunakan pendekatan studi kepustakaan yang
90

berbasis pada data-data sekunder yang aktual. Birokrasi yang baik justru
adalah birokrasi yang tidak birokratis. Untuk mencapai world class
bureaucracy sesuai dengan tujuan grand design reformasi birokrasi,
ternyata masih banyak kendala yang harus dihadapi. Ada dua upaya yang
bisa dilakukan untuk meningkatkan kinerja birorkasi di Indonesia, yakni
reformasi struktural dan reformasi pola pikir. Pembenahan struktural
dilaksanakan untuk menciptakan birokrasi yang sederhana, cepat dan gesit
dalam memberikan pelayanan publik. Birokrasi harus segera menciptakan
antitesa dirinya di masa lalu.. Selanjutnya, upaya reformasi pola pikir
mendorong birokrat agar berpikir visioner (thinking ahead), thinking
again, dan thinking across untuk membuka peluang melahirkan birokrasi
yang produktif, inovatif dan juga kompetitif. Bila langkah reformasi
struktural dan pola pikir mampu berjalan seiring dan sinergis, maka
capaian world class bureaucracy sangat terbuka untuk diraih .

17. GAME: Governance for Agile Management of Enterprises A


Management Model for Agile Governance oleh Alexandre J. H. de O.
Luna, Philippe Kruchten, Hermano P. de Moura. Penelitian ini
mengembalikan sekumpulan konstruksi teoritis untuk berkontribusi
dengan definisi inti model, seperti: konsep , prinsip, praktik, masalah,
tantangan, manfaat, motivasi, dan lain-lain. Hasil awal studi ini cukup
menjanjikan, dan akan segera diterbitkan yang relevan. Memang, bukti-
bukti ini membuat percaya bahwa Agile Governance dapat dilakukan
secara luas dan holistik, didefinisikan, sebagai: "Cara" dimana keunggulan
kompetitif strategis harus dicapai dan ditingkatkan pada lingkungan
organisasi, dengan pendekatan yang gesit untuk memberikan nilai bisnis
yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah, sebagai jalur studi
pelengkap sedang dilakukan Review Literatur Eksplorasi tentang Model
Manajemen dalam konteks Teori Administrasi Umum dan Teori Sistem
Umum. Penelitian lain harus berkontribusi dengan seperangkat konstruksi
teoritis untuk desain model, seperti: pendekatan, kegunaan, penerapan,
91

kekurangan, keterbatasan, faktor penentu keberhasilan (De O’Luna et al.,


2013)

18. State of the Art of Agile Governance: A Systematic Review oleh


Alexandre José Henrique de Oliveira Luna Hermano Moura dan Philippe
Kruchten pada tahun 2014. Ketangkasan di tingkat bisnis membutuhkan
lingkungan Teknologi Informasi (TI) yang fleksibel dan dapat disesuaikan,
serta tata kelola yang efektif dan responsif untuk memberikan nilai lebih
cepat, lebih baik, dan lebih murah untuk bisnis. Untuk memahami konteks
ini dengan lebih baik, makalah ini berupaya menyelidiki bagaimana
domain Agile Governance telah berkembang, serta memperoleh implikasi
untuk penelitian dan praktik. Metode penelitian ini yaitu melakukan
tinjauan sistematis tentang keadaan seni tata kelola tangkas hingga dan
termasuk 2013. Strategi pencariannya dengan mengidentifikasi 1992 studi
di 10 database, 167 di antaranya berpotensi untuk menjawab pertanyaan
penelitian ini. Penelitian ini mengatur studi menjadi empat kelompok
utama: rekayasa perangkat lunak, perusahaan, manufaktur dan
multidisiplin; mengklasifikasikannya menjadi 16 kategori yang muncul.
Hasilnya, tinjauan tersebut memberikan definisi konvergen untuk tata
kelola yang tangkas, enam prinsip meta, dan peta temuan yang disusun
berdasarkan topik dan diklasifikasikan menurut relevansi dan konvergensi.
Bukti yang ditemukan peneliti percaya bahwa Agile Governance adalah
area yang relatif baru, luas dan multidisiplin yang berfokus pada kinerja
dan daya saing organisasi yang perlu dipelajari lebih intensif, melakukan
perbaikan dan penambahan pada pendekatan metodologis untuk tinjauan
sistematis dan studi kualitatif (J.H. de O Luna et al., 2014)

19. Agile Governance Theory: conceptual development oleh Alexandre J.


H. de O. Luna, Philippe Kruchten dan Hermano P. de Moura pada Tahun
2015 meneliti pengembangan konseptual dari sebuah teori untuk
menganalisis dan mendeskripsikan Agile Governance untuk meningkatkan
92

tingkat keberhasilan praktik mereka, mencapai kinerja organisasi dan daya


saing bisnis. Metode yang digunakan mengadopsi penelitian multi-metode,
membingkai pengembangan konseptual teori menggunakan metode
pembangunan teori Dubin. Penelitian ini menghasilkan pengembangkan
kerangka kerja konseptual teori yang mencakup konstruksi, hukum
interaksi, batas, dan status sistemnya. Teori ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang sifat Agile Governance, dengan
memetakan konstruknya, mediator, moderator dan faktor pengganggu,
untuk membantu organisasi mencapai hasil yang lebih baik. Hasil dari fase
pengembangan konseptual dari penelitian pembangunan teori adalah
model teoritis yang sepenuhnya dikonseptualisasikan: Theory of Agile
Governance. Komponen model adalah: konstruksi teori, hukum
interaksinya, kondisi penentu batasnya, dan status sistemnya. Masing-
masing komponen ini telah dikarakterisasi dan disampaikan dalam tulisan.
kerangka konseptual dari Theory of Agile Governance yang disajikan
dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan beberapa wawasan untuk
memahami fenomena Agile Governance dan dalam bidang pengetahuan
sebagai hal baru, mempercepat perkembangannya. , oleh para sarjana dan
praktisi. Sebagai pekerjaan masa depan, akan dilaksanakan bagian kedua
dari metode penelitian pembangunan teori Dubin: mengoperasionalkan
kerangka konseptual teori dan menguji hipotesisnya melalui studi empiris
untuk menghasilkan teori yang dapat dipercaya untuk menggambarkan dan
menganalisis fenomena tata kelola yang tangkas, konstruksi, mediator,
moderator, dan faktor-faktor yang mengganggu (J. H. de O Luna et al.,
2015)

20. Penelitian oleh Mas Wigrantoro Roes Setyadi Pengaruh Kepemimpinan


Birokrasi Dan Implementasi Electronic Government Terhadap Kualitas
Pelayanan Publik Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Di Kota Cilegon
Salah satu faktor penunjang keberhasilan birokrasi dalam menjalankan
fungsinya sebagai pelaksana pelayanan publik adalah adanya
93

kepemimpinan birokrasi yang berkualitas. Sebagai sarana dalam upaya


meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
birokrasi, beberapa negara maju mengimplementasikan Electronic
Government. Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep baru bagi
pengembangan teori Kepemimpinan Birokrasi dan Implementasi
Electronic Government terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Desain
penelitian yang digunakan dengan pendekatan kuantitatif untuk menguji
kebenaran teori terhadap kenyataan empirik dari pengaruh variabel
kepemimpinan birokrasi (X1) dan implementasi Electronic Government
(X2) terhadap kualitas pelayanan publik (Y). Hasil penelitian ini,
Kepemimpinan Birokrasi terbukti berpengaruh positif terhadap Kualitas
Pelayanan Publik, sebesar 39.6%. Implementasi Electronic Government
terbukti berpengaruh positif terhadap Kualitas Pelayanan Publik, sebesar
33.9%. Kepemimpinan Birokrasi dan Implementasi Electronic
Government secara bersama berpengaruh positif pada kualitas Pelayanan
Publik Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Cilegon sebesar 28,6%. Guna menjaga kelestarian
pengaruh positif ini, pimpinan Birokrasi Kota Cilegon disarankan untuk
terus meningkatkan: Motivasi Pegawai, Kualitas Pegawai, Efektifitas
Sosialisasi Pelayanan berbasis electronic Government, Budaya Organisasi
berbasis Electronic Government, dan e-Leadership (Setyadi et al., 2019)

2.3. Kerangka Berpikir, Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian


2.3.1. Kerangka Berpikir
Sugiyono (2017:60) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir adalah
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor
yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting, peneliti itu harus
menguasai teori-teori ilmiah yakni sebagai dasar bagi argumentasi di dalam
menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran
tersebut adalah suatu penjelasan sementara terhadap adanya gejala-gejala yang
menjadi obyek permasalahan.
94

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan tinjauan Pustaka maka dapat
dijelaskan kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pemerintah Daerah merupakan lokus penelitian dengan dasar teori organisasi
sebagai Grand Theory dan Tata kelola pada pemerintah daerah menggunakan
teori Governance sebagai Middle Theory. Objek penelitian ini difokuskan pada
kepemimpinan transformasional pada pemerintahan menghadapi Covid-19
menggunakan model Agile Governance untuk meningkatkan kinerja pelayanan
publik di pemerintah daerah MLM (Musi Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas).
Pada tataran Aplied Theory digunakan teori Transformational Leadership, Agile
Governance dan kinerja pelayanan publik.
Studi ini menganalisis hubungan antara Transformasional leadership,
model Agile Governance dan kinerja pelayanan publik, penelitian ini
menggambarkan model Agile Governance dalam konteks pemerintah. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, pengumpulan data
menggunakan instrument kuesioner dengan responden pegawai pada lokus
penelitian dan pisau analisis yang digunakan adalah Structural Equation Model
(SEM).
Secara ringkas Kerangka pemikiran yang diuraikan pada paragraf diatas
dapat dilihat pada alur logika penelitian serta juga hubungan antar konsep yang
ingin diteliti sebagai berikut :

Gambar 2.3. Kerangka berpikir


95

Grand Theory
Teori Organisasi Klasik
Birokrasi (Max Weber)
Menekankan pada konsep otoritas kekuasaan yang sah untuk
melakukan kontrol untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan
dan ketidakefisienan

Middle Theory
Governance (Rhodes 1996)
Governance as Good Governance : proses penyelenggaraan
pemertintahan yang lebih baik, yaitu dalam arti berusaha mencapai
kinerja dan juga sekaligus lebih responsive, respresentatif dan
responsible

Aplied Theory Aplied Theory Aplied Theory


Transformational Agile Governance Kinerja Pelayanan Publik
Leadeship (Bass & (Huang et al., 2014; Liang et al., (Gieske et all, 2020)
Riggio, 2006) 2017; Queiroz et al., 2018). Kinerja pelayanan publik adalah
Kepemimpinan Agile Governance juga pencapaian tujuan publik secara
Transformasional dapat diartikan sebagai kemampuan efektif dan efisien, menjaga kualitas
menginspirasi orang lain organisasi untuk dapat pelayanan publik saat ini dan dimasa
untuk melampaui output melakukan efisiensi biaya, serta depan serta legitimasi di antara para
yang diharapkan meningkatkan kecepatan dan pemangku kepentingan
ketepatan dalam
mengeksploitasi peluang untuk
menjadikan tindakan-tindakan
inovatif dan kompetitif

Jenis Fokus Pengumpulan Analisis Novelty


Penelitian Penelitian Data Data
Berdasarkan fokus Penelitian ini difokuskan Pengumpulan data tahap Analisis data Penelitian tentang
masalah, tujuan, untuk menganalisis pertama/ awal dilakukan kuantitatif Agile Governance
subjek penelitian, dan hubungan antara dengan metode observasi menggunakan SEM menggunakan metode
karakteristik data, Transformatioanal ke kdinas PMPTSP, (Structural Equation kuantitatif merupakan
maka penelitian ini Leadership dengan Disdukcapil dan RSUD Model) dengan novelty dari penelitian
menggunakan metode Agile Governance dan di tiga wilayah MLM aplikasi SmartPLS ini dan penelitian ini
penelitian kuantitatif dampaknya terhadap untuk pengumpulan data 3.0 ditujukan untuk
dengan mengukur 3 Kinerja Pelayanan awal, menetapkan menganalisis
variabel yaitu Publik di Pemerintah populasi dan sampel dan hubungan antara
Transformational Daerah Musi Rawas, Pengumpulan data tahap Agile Governance,
Leadership, Agile Lubuklinggau dan Musi kedua/akhir dilakukan Transformational
Governance dan Rawas Utara dengan cara penyebaran Leadership dan
Kinerja Pelayanan kuesioner kepada Kinerja Pelayanan
Publik responden Publik

menganalisis Transformational Leadership dalam Agile Governance serta implikasinya


terhadap kinerja pelayanan publik di masa pandemi covid-19

2.3.2. Kerangka Konseptual


96

Kerangka konseptual ini merupakan sebuah kerangka yang didalamnya itu


menjelaskan mengenai konsep yang terdapat di dalam asumsi teoritis, yang
setelah itu digunakan untuk bisa mengistilahkan unsur yang terdapat di dalam
objek yang akan diteliti serta juga menunjukkan adanya hubungan antara konsep
tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Agile Governance
dengan enam dimensi menurut Luna dkk, Konsep organisasi tangkas ini
digunakan untuk menganalisa model Agile Governance pada pemerintah daerah
dalam menghadapi pandemi Covid-19. Alasan peneliti menggunakan model
organisasi tangkas karena metode tersebut merupakan pernyataan yang diturunkan
secara empiris, dengan tingkat reliabilitas dan validitas yang baik. Dalam
penelitian ini juga dianalisis faktor kepemimpinan transformasional dengan empat
dimensi menurut Bass dan Riggio dalam penerapan Agile Governance di
Pemerintah Daerah MLM (Musi Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara),
dilakukan analisis hubungan terhadap kinerja pelayanan publik dengan enam
dimensi menurut Gieske dkk sebagai dampak dari penerapan Agile Governance.
Untuk melihat secara jelas Model Agile Governance dalam peningkatan
pelayanan publik di masa Pandemi Covid-19 di Pemerintah Daerah MLM (Musi
Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara) maka perlu digambarkan
sistematika kerangka konseptual dalam bagan sebagai berikut :

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual


Individualized
Consideration
97

Intellectual
Stimulation

TRANSFORMATIONAL
LEADERSHIP Efisiency
Inspirational
Motivation Bass and Riggio (2006)

Idealized Influence Quality

Bass and Riggio


Effectiveness
(2006) PUBLIC SERVICE
PERFORMANCE
Enviromental Colaboration
Factors (Gieske et al 2020)

Moderator Factor Legitimacy

Agile Capabilities Future Profing


AGILE
Governance
GOVERNANCE (Luna
Capabilities et all, 2019)

Business Operation
`
Value Delivery

Sumber : olahan peneliti

2.3.3. Pengaruh Antar Variabel

Dari gambar uraian kerangka konseptual di atas, dapat dijelaskan landasan


konsepsional hubungan antara Transformational Leadership dan model Agile
Governance dengan kinerja pelayanan publik sebagai berikut :

2.3.3.1. Pengaruh Transformational Leadership Terhadap Agile


Governance
Kemampuan seorang pemimpin untuk menggerakkan atau mempengaruhi
bawahan atau karyawan sangat dipengaruhi faktor kepemimpinannya. Secara
individu, manusia mempunyai karakteristik khusus, dan tiap-tiap manusia
mempunyai pendekatan tersendiri untuk dipengaruhi atau mempengaruhi orang
lain. Bawahan yang bekerja dengan tingkat kinerja yang tinggi atau baik akan
meningkatkan produktivitas. Seorang pemimpin yang sukses harus mampu
98

melihat dan menganalisa dengan tepat tentang motif-motif dari bawahan atau
karyawan sehingga mendorong mereka bekerja dengan baik. Seorang Pemimpin
mengamati perbedaan antara apa yang mendorong mereka bertindak dan apa yang
memicu seorang rekan untuk bertindak. Pengalaman pemimpin merupakan syarat
utama bagi setiap perubahan cara-cara mendorong kinerja. Menurut pendapat
Widjaya (2010:27) yang menyatakan bahwa tugas utama pemimpin adalah untuk
mengetahui pengaruh mana yang dapat mendorong orang-orang yang dipimpin
agar bersedia bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
(Widjaya, 2010). Siagian (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif
yaitu kepemimpinan yang dapat meningkatkan kinerja pegawai, sehingga
kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang
sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan
berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya. Penelitian
yang dilakukan oleh Denning menunjukkan implementasi pendekatan agile
memerlukan kepemimpinan agile yang kuat. Tantangan untuk mengelola tim
melakukan pendekatan agile lebih besar dibandingkan mengelola tim dalam
birokrasi hierarkis (Denning, 2016). Pemimpin yang agile memiliki visi yang
fokus pada tren baru dan tujuan organisasi yang strategis. Pemimpin menurunkan
visi dan tujuan tersebut kedalam kebijakan yang fleksibel terhadap situasi,
pemanfaatan dan ketersediaan sumber daya yang tersedia (Purwanto, 2019).

2.3.3.2. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan


Publik
Salah satu faktor penunjang keberhasilan birokrasi dalam menjalankan
fungsinya sebagai pelaksana pelayanan publik adalah adanya kepemimpinan
birokrasi yang berkualitas. Suradinata (2013:4-6) dalam Setyadi dkk (2019)
menekankan pentingnya etika kepemimpinan bagi pemimpin pemerintahan.
Kepemimpinan pemerintahan adalah kemampuan seseorang sebagai pemimpin
selain berkemampuan pemerintahan juga memiliki kemampuan mengambil
putusan secara tepat, cepat, terukur, serta memimpin taat pemerintahan yang baik,
yaitu mengelola sumber daya menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi
99

berdasarkan etika pemerintahan (Setyadi et al., 2019). Berdasarkan statemen di


atas, penulis menduga adanya pengaruh dari kepemimpinan transformasional
dalam implementasi model Agile Governance dan dampaknya terhadap kinerja
pelayanan publik.

2.3.3.3. Pengaruh Agile Governance Terhadap Kinerja Pelayanan Publik


Pemerintah yang mampu bertindak secara fleksibel, adaptif dan cepat
dalam merespon masalah publik merupakan Pemerintah yang agile (Mergel et al.,
2018). Organisasi yang menggunakan Pendekatan agile (agile approach) akan
mendorong terciptanya perencanaan yang adaptif, pengembangan dan perbaikan
terus menerus, serta respon yang cepat dan fleksibel terhadap kebutuhan
pelanggan (Denning, 2016).
Cooke menyatakan bahwa pendekatan agile terbukti dapat meningkatkan
relevansi, kualitas, fleksibilitas dan nilai bisnis perangkat lunak. Meskipun pada
awalnya pengekatan agile berkembang di industri TI, akan tetapi pendekatan agile
memiliki tujuan yang relatif sama untuk organisasi. Oleh karena itu pendekatan
agile ini kemudian diadopsi oleh organisasi di seluruh dunia (Cooke, 2012 dalam
(Amalia, 2020)). Organisasi publik juga mengadopsi pedekatan agile, Menurut
Purwanto (2019) untuk dapat menghasilkan kebijakan dan pelayanan publik yang
lebih baik dapat diwujudkan dengan menggunakan pendekatan agile, yaitu
bekerja dengan lebih strategis, fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Oleh
karenanya, pendekatan agile bukan merupakan tujuan, tetapi cara dan syarat yang
mendorong pemerintah bekerja lebih efektif dan/atau efisien (Purwanto, 2019).

2.3.3.4. Agile Governance Sebagai Mediator Dalam Hubungan Antara


Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik
Efek mediasi terjadi ketika variabel ketiga atau konstruk mengintervensi
antara dua konstruk terkait lainnya menurut hair dkk (2014). Untuk itu perlu
dipertimbangkan model jalur dalam hal efek langsung dan tidak langsung. Efek
langsung merupakan hubungan antara dua konstruksi dengan satu panah; efek
tidak langsung adalah hubungan yang melibatkan urutan hubungan dengan
100

setidaknya satu konstruksi intervensi yang terlibat. Dengan demikian, efek tidak
langsung adalah urutan dua atau lebih efek langsung (jalur majemuk) yang
diwakili secara visual oleh beberapa panah (Hair et al., 2014). Dalam model
penelitian digambarkan Agile Governance menjadi Mediator karena memiliki dua
arah panah yaitu arah panah dari Transformational Leadership menuju pada Agile
Governance dan arah panah dari Agile Governance menuju Kinerja Pelayanan
Publik.

2.3.4. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal/kesimpulan sementara
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum
dilakukan penelitian dan harus dibuktikan melalui penelitian. Berdasarkan pada
kerangka pemikiran teoritis di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis 1 (H1) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara


Transformational Leadership dengan Agile
Governance
Hipotesis 2 (H2) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik
Hipotesis 3 (H3) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
Hipotesis 4 (H4) : Terdapat pengaruh Agile Governance sebagai mediator
dalam hubungan Transformational Leadership dan
Kinerja Pelayanan Publik

Dengan demikian model hipotesa dapat ditunjukkan oleh gambar 2.5 berikut :
101

Gambar 2.5 Model Hipotesa

H2
Transformational Kinerja Pelayanan
Leadership Publik

H4

H1 H3

Agile
Governance
102

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Merupakan sebuah kerangka kerja atau rencana untuk melakukan studi
atau penelitian yang akan digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan dan
menganalisis data. Menurut Creswell (2016: 3) bahwa ada tiga jenis penelitian,
yaitu: penelitian kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kuantitatif dan menggunakan pendekatan yang bersifat
lapangan. Alasan pemilihan metode kuantitatif adalah Metode kuantitatif
mempunyai keunggulan dari sisi efisiensi. Analisis kuantitatif bekerja
menggunakan sample untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Metode
kuantitatif dapat melakukan beberapa tugas sesuai tuntutan peneliti, yakni
melihat perbandingan, mengetahui hubungan, maupun sebab-akibat.
Jenis penelitian kuantitatif karena memandang bahwa realitas/fenomena
dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur dan hubungan gejala
bersifat sebab akibat. Penelitian ini dilakukan pada populasi dan sampel tertentu
yang mewakili.
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal
hingga pembuatan desain penelitiannya. Metode penelitian kuantitatif,
sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 8) yaitu : “Metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan” (Sugiyono, 2011). Penelitian ini menggunakan
Teknik eksplanatif, menurut Bungin (2011: 29) penelitian kuantitatif eksplanatif
adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variable
dengan variable yang lain untuk menguji suatu hipotesis (Alfatih, 2021).
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual secara
mendetail yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau
103

untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang


berjalan. Data kuantitatif dikumpulkan dengan Teknik penyebaran
kuesioner/angket maupun observasi lapangan (Alfatih, 2016).
Pada Tahapan Kuantitatif Penelitian ini menggunakan analisis data yang
disesuaikan dengan pola penelitian dan variabel yang diteliti. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model kausalitas dan untuk menguji
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka teknik analisis yang digunakan
adalah SEM (Stuctural Equation Modelling) yang dioperasikan melalui program
SmartPLS. SEM adalah teknik statistik multivariate yang merupakan kombinasi
antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji
hubungan - hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar
indikator dengan konstruknya, ataupun hubungan antar konstruk (Santoso, 2007).
SEM dapat dideskripsikan sebagai suatu analisis yang menggabungkan
pendekatan analisis faktor (factor analysis), model struktural (structural model)
dan analisis jalur (path analysis) (Harahap, 2016). Di dalam SEM terdapat 3 (tiga)
kegiatan secara bersamaan, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen
(confirmatory factor analysis), pengujian model hubungan antara variabel (path
analysis), dan mendapatkan model yang cocok untuk prediksi (model struktural
dan analisis regresi). Sebuah pemodelan lengkap pada dasamya terdiri dari model
pengukuran (measurement model) dan structural model atau causal model. Model
pengukuran dilakukan untuk menghasilkan penilaian mengenai validitas dan
validitas diskriminan, sedangkan model struktural, yaitu pemodelan yang
menggambarkan hubungan-hubungan yang dihipotesakan. Untuk melakukan olah
data SEM dengan lebih mudah dapat menggunakan bantuan software statistik.
Dalam penelitian ini olah data SEM menggunakan PLS (Partial Least
Square). PLS merupakan salah satu metoda analisis regresi, dan menguji korelasi
kanonikal, yang meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) yang
memerlukan distribusi data normal. PLS digunakan untuk menjelaskan ada
tidaknya hubungan antar dua variabel atau lebih variabel laten (prediction), dan
bisa digunakan untuk menganalisis jalur (path analysis) pada jumlah sample kecil
(<100).
104

Partial Least Square (PLS) dikembangkan pertama kali oleh Herman


Wold (1982). Ada beberapa metode yang dikembangkan berkaitan dengan PLS
yaitu model PLS Regression (PLS-R) dan PLS Path Modeling (PLS-PM ). PLS
Path Modeling dikembangkan sebagai alternatif pemodelan persamaan struktural (
SEM) yang dasar teorinya lemah. PLS merupakan metode analisis yang powerful
karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak
asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai
konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum
ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi. PLS juga dapat digunakan
untuk pemodelan struktural dengan indikator bersifat reflektif ataupun formatif .
Chin dan Newsted (1999) juga merekomendasikan pendekatan PLS ketika teori
yang dimiliki masih relatif tentatif atau pengukuran untuk variabel laten adalah
baru. Sehingga dalam penelitian ini digunakan PLS-SEM.
Pertimbangan menggunakan PLS-SEM, pertama karena komposisi
variabel adalah linier yang dikombinasikan dengan beberapa variabel lain.
Software yang mudah digunakan dalam menganalisis PLS adalah Smart-PLS.
Penggunaan software Smart-PLS lebih mudah digunakan karena tanpa
mempertimbangkan normalitas data dan bisa digunakan dengan jumlah sample di
bawah 100. Analisa PLS dengan menggunakan software Smart-PLS dapat
menguji kontribusi antar konstruk dengan melihat, apakah ada berkontribusi atau
tidak berkontribusi antar konstruk tersebut. Analisa PLS dapat menguji ketepatan
model prediksi dilihat dari nilai koefisien determinasi (R- square). Karena itu,
analisa PLS sangat tepat digunakan pada penelitian yang bertujuan
mengembangkan teori.
Penelitian ini menurut tingkat penjelasannya bermaksud menjelaskan
kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara variabel dengan
variabel yang lain. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa. Hasil
penelitian akan menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian
hipotesis. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan tiga variabel, yaitu
variabel Transformational Leadership (X1), Agile Governance (Y1) dan Kinerja
Pelayanan Publik (Y2).
105

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas,
Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara sedangkan unit
observasinya adalah Organisasi Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan
Publik yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Rumah Sakit Umum Daerah. Ketiga
instansi ini adalah unit penyelenggara publik yang menjadi Lokus Penilaian
Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2020 sesuai dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 188 Tahun
2020 tentang Penetapan Lokus Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2020 yaitu untuk
tingkat pemerintah daerah adalah pada DPMPTSP dan Disdukcapil ditambah
dengan RSUD yang pada tahun 2020 tidak dilakukan evaluasi pelayanan publik
karena kesibukan penangan covid-19.
Penelitian dilakukan pada Bulan Oktober 2021, dimulai dengan
penyampaian surat permohonan izin penelitian pada tiga Pemerintah Daerah yang
menjadi Lokus Penelitian. Penelitian dianggap selesai saat data yang diperlukan
sudah terkumpul baik data primer maupun data sekunder pada bulan Desember
2021, lebih lengkap waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :
106

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian


Kegiatan Sept Oktober mgg ke November mgg Desember mgg ke
ke
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Surat permohonan
izin penelitian dari
Prodi S3
Penyampaian surat
permohonan izin
penelitian ke lokus
Surat rekomendasi/
izin dari lokus
penelitian
Pengumpulan data
populasi / data
sekunder
Penghitungan
jumlah sampel
Pngumpulan data
primer/ penyebaran
kuesioner
Selesai
pengumpulan data
primer
Persiapan analisis
data
Analisis Data
Sumber : olahan peneliti

3.3. Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah sebanyak 1742 orang aparatur
penyelenggara pelayanan publik pada Penyelenggara Pelayanan Publik di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu serta Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Musi Rawas,
Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara. Jumlah Populasi penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 3.2. berikut :
107

Tabel 3.2. Populasi Penelitian


No Penyelenggara Pelayanan Publik Jumlah Pegawai
1. Kabupaten Musi Rawas Jumlah. 764 orang
a. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 62 orang
b. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 67 orang
c. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sobirin 635 orang

2. Kota Lubuklinggau Jumlah 555 orang


a. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 58 orang
b. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 48. orang
c. Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah 449 orang

3. Kabupaten Musi Rawas Utara Jumlah 423 orang


a. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 40 orang
b. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 37 orang
c. Rumah Sakit Umum Daerah Rupit 346 orang

Dalam pengumpulan data kuantitatif dengan penyebaran kuesioner


dilakukan dengan metode sampling karena jumlah populasi yang cukup besar
yaitu sebanyak 1742 orang. Ukuran sampel adalah banyaknya individu, subjek
atau elemen populasi yang diambil sebagai sampel. Peneliti mempertimbangkan
beberapa literatur dalam menetapkan jumlah sampel. Berdasarkan rumus Slovin
dalam Trisliantanto (Trisliatanto, 2020), menetukan ukuran sampel dari suatu
populasi dengan rumus berikut :
N
N=
1+ N (e)2
Dimana n = jumlah sampel
N= ukuran populasi
e = batas kesalahan
berdasarkan rumus Slovin didapat hasil jumlah sampel adalah 325
Dikarenakan penelitian ini menggunakan metode analisis Partial Least
Square Structural Equation modeling (PLS-SEM) maka penentuan sampel
108

memperhatikan proporsi dari Joreskog dan Sorbom (Riduwan dan Kuncoro,


2012:56) Menurut Joreskog dan Sorbom, penentuan sampel minimal dapat dilihat
pada tabel 3.3. berikut :

Tabel 3.3.
Ukuran sampel minimal dan jumlah variabel Joreskog dan Sorbom

Jumlah Variabel Ukuran Sampel Minimal


3 200
5 200
10 200
15 360
20 630
25 975
30 1395
Sumber : (Riduwan dan Kuncoro, 2012:56)

Jika melihat tabel ukuran sampel minimal menurut Joreskog dan Sorbom maka
jumlah sampel pada penelitian ini adalah 200 responden karena menguji 3
variabel.
Menurut Bentler dan Chou (Latan,2013:44), pengambilan sampel untuk
proses estimasi harus 5 kali parameter yang akan di estimasi. Dari hasil
identifikasi model, penelitian ini memiliki 55 parameter. Berdasarkan jumlah
parameter tersebut maka sampel yang dibutuhkan berdasarkan estimasi Bentler
dan Chou sebanyak orang 275 dengan perhitungan 5 : 1. Kemudian pendapat
Hair (2014) menyatakan bahwa ukuran sampel dalam analisis PLS-SEM adalah
10 kali indikator laten terbanyak yang membentuk salah 1 variabel konstruk (Hair
et al., 2014) pada penelitian ini indikator terbanyak adalah 25
indikator/pertanyaan yang membentuk variabel Agile Governance dibandingkan
variabel Transformational Leadership sebanyak 20 pertanyaan dan variable
kinerja pelayanan publik yaitu sebanyak 10 indikator. Berdasarkan pendapat hair
maka jumlah sampel adalah yaitu 10 x 25 = 250 sampel.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, peneliti menetapkan sampel
penelitian ini adalah 400 responden untuk mengantisipasi adanya data outliers
atau data pencilan. Setelah menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan,
109

kemudian jumlah sampel tadi akan dihitung kembali berdasarkan tingkat (strata)
dan rumpun (kluster). yang ada dengan persamaan (Riduwan dan Kuncoro,
2012:57):

ni= Ni .n
N
dimana:
ni = jumlah sampel menurut rumpun/tingkat;
n = jumlah sampel seluruhnya;
Ni = jumlah populasi menurut rumpun/tingkat;
N = jumlah populasi seluruhnya.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah sampel menurut rumpun/ bagian didapat
hasil sebagai berikut :
Tabel 3.4. Jumlah Sampel menurut rumpun
No Instansi Sub sampel tiap
Populasi bagian
Kabupaten Musi Rawas
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 62 14
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 67 16
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Sobirin 635 146
Kota Lubuklinggau
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 58 13
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 48 11
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Siti Aisyah 449 103
Kabupaten Musi Rawas Utara
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 40 9
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 37 9
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Rupit 346 79

Total 1742 400

Berdasarkan perhitungan diatas peneliti menganggap sampel pada instansi


disdukcapil dan dpmptsp terlalu kecil dan peneliti tidak yakin dapat mewakili
populasi tiap bagian. Oleh karena itu ditetapkan jumlah sampel rumpun/bagian
dengan memperhatikan pendapat Roscoe menyatakan bahwa minimum sampel
tiap bagian adalah 30 sampel (Trisliatanto, 2020) dan pendapat Arikunto (2010)
mengatakan bila populasi lebih dari 100 maka sampelnya 10-15% atau 20-25%
110

(Sugiyono, 2011) Penetapan jumlah total sampel dan jumlah sampel masing-
masing instansi. Dengan mempertimbangkan pendapat Roscoe dan Arikunto
maka ditetapkan sampel masing-masing instansi atau bagian sebagaimana
ditampilkan pada tabel 3.5 berikut :

Tabel 3.5. Jumlah Sampel masing-masing Instansi


No Instansi Sub Jumlah
Populasi sampel tiap
bagian
Kabupaten Musi Rawas
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 62 30
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 67 30
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Sobirin 635 95
Kota Lubuklinggau
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 58 30
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 48 30
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Siti Aisyah 449 70
Kabupaten Musi Rawas Utara
1. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 40 30
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 37 30
Terpadu Satu Pintu
3. RSUD Rupit 346 55

Total Populasi 1742 400


Sumber : olahan peneliti

Selanjutnya adalah Metode pengambilan sampel merupakan cara


bagaimana menata berbagai teknik dalam penarikan atau pengambilan sampel
penelitian, serta merancang tata cara pengambilan sampel agar menjadi sampel
yang representatif (mewakili). Penelitian ini akan menggunakan teknik
pengambilan sampel probability dengan mengkombinasi dua teknik yaitu Teknik
penarikan sampel quota sampling dan teknik penarikan sampel convenience
(accidental sampling).
Teknik quota sampling dilakukan berdasarkan hasil perhitungan jumlah
sampel yaitu 400 sampel untuk tiga wilayah MLM dengan kuota masing-masing
111

instansi sesuai dengan tabel diatas. Sedangkan accidental sampling merupakan


prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit yang paling mudah
dijumpai atau diakses sebagai responden. Maka peneliti akan memberikan
kuesioner terhadap aparatur penyelenggara pelayanan publik yang ada dilokasi
penelitian saat pengambilan data, bersedia menjadi responden dan memiliki
android karena kuesioner disampaikan dengan dua cara yaitu melalui Whatsapp
dengan mengisi google form dan menggunakan dokumen kuesioner

3.4. Variabel Penelitian


Penelitian ini mengenai pengaruh kepemimpinan transformasional
terhadap model pemerintahan yang tangkas untuk meningkatkan kinerja
pelayanan publik di masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Musi Rawas, Kota
Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara. Ada 3 (tiga) variabel yang akan
diteliti dalam penelitian ini, meliputi 1 (satu) variabel dependen yaitu
Transformational Leadership (TL) dan 2 (dua) variabel independent yaitu
variabel Agile Governance (AG) dan Kinerja Pelayanan Publik/ Public Service
Performance (PSP). Masing-masing variabel memiliki dimensi dan indikator yang
akan diuji. Fokus kajian untuk masing-masing dimensi pada Transformational
Leadership, Agile Governance dan kinerja pelayanan publik di masa pandemi
Covid-19 dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini :
112

Tabel 3.6. Variabel Penelitian Transformational Leadership dalam Agile


Governance dan implikasinya terhadap kinerja Pelayanan Publik di masa
pandemi Covid19
No. Variabel Penelitian Dimensi-Dimensi Indikator
1. Transformational 1. Idealized Influence Leaders are role models and
Leadership (Bass & Riggio, examples to whom followers
2006) to look up.
2. Inspirational Leaders motivate and
Motivation encourage subordinates by
giving meaning to their work.
3. Intellectual Stimulation Leaders influence followers
in ways that innovate and
create by questioning
theories, reframing problems,
and addressing old problems
in different ways.
. 4. Individualized Leaders pay attention to
Consideration an individual’s needs for
achievement and growth
by acting as a mentor or
coach
2. Agile Governance 1. Enviromental Factors 1. Technological Impact
Luna et al (2019) 2. Influence of Regulatory
Institution
3. Influence of
Competitiveness
4. Economic Influence
5. Market Turbulance
2. Moderator Factor 1. Organizational Culture
Refractoriness
2. Leadership inadequacy
3. Entrerprise Architecture
Inadequacy
4. Business Model
Inadequacy
5. Low-Skilled People
3. Agile Capabilities 1. Flexibility
2. Leanness
3. Agility
4. Adaptability
4. Governance 1. Strategic Alignment
Capabilities 2. Decision Making
3. Control
4. Compliance
5. Business 1. Business Process – Driven
Operation Approach
2. Project – Driven Approach
3. Best Practices Adoption
6. Value Delivery 1. Utility for product or
service
2. Warranty for product or
service
3. Time to market for product
or service
113

3. Public Service Performance 4. Efisiency My organization has


(adapted from Gibson and improved performance over
Birkinshaw 2004; Prieto the last five years for my
and Pérez Santana 2012; work field on: same results
Klijn, Edelenbos, and Steijn against lower costs or faster
et al. 2010; Bontis, 5. Quality we deliver more quality
Crossan, and Hulland 2002 against similar costs and time
dalam (Gieske et al., 2020)) 6. Effectiveness we reach our goals better
7. Colaboration we reach our goals better
combining those with the
goals of others
5. Legitimacy stakeholders are satisfied with
the authority
6. Future Profing we can face the future with
trust, expected future
developments are included in
policies and plans
Sumber : Hasil olahan peneliti

3.5. Definisi Operasional


Ada beberapa Operasional yang perlu didefinisikan dengan jelas untuk
menyamakan persepsi antara peneliti dengan pembaca. Konsep-konsep tersebut
akan didefinisikan sesuai dengan konteks penelitian ini
Agile Governance merujuk pada tata kelola tangkas pemerintah kabupaten Musi
Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara (MLM).
Pemerintah adalah Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan
Kabupaten Musi Rawas Utara (MLM)
Transformational Leadership adalah sebuah gaya kepemimpinan yang memiliki
integritas untuk merubah cara pandang karyawan dalam hal melakukan pekerjaan.
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Penyelenggara Pelayanan Publik, yang selanjutnya disebut Penyelenggara,
adalah setiap institusi/ OPD yang melaksanakan kegiatan pelayanan publik di
Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara
(MLM)
Kinerja Pelayanan Publik adalah gambaran pencapaian atau tingkat
keberhasilan organisasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kepada publik.
114

Structural Equation Model merupakan teknik statistik multivariate yang


merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang
bertujuan untuk menguji hubungan - hubungan antar variabel yang ada pada
sebuah model
SmartPLS adalah sebuah aplikasi untuk melakukan Analisa PLS-SEM dengan
menguji kontribusi antar konstruk dengan melihat, apakah ada berkontribusi atau
tidak berkontribusi antar konstruk tersebut

3.6. Instrumen Penelitian


Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan sesuatu metode
(Arikunto, 1998:137). Terdapat 2 instrumen yang akan dipakai dalam penelitian
ini yaitu instrumen pengumpulan data serta instrumen validasi dan verifikasi ahli.
Instrumen untuk pengumpulan data awal yang digunakan adalah daftar pertanyaan
wawancara semi terstruktur sedangkan untuk pengumpulan data kuantitatif yang
digunakan adalah angket atau kuesioner. Arikunto (1998:140) mengungkapkan
bahwa “kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan untuk validasi dan verifikasi ahli digunakan
untuk judgement instrumen angket.
1. Instrumen Angket Penelitian
Angket pada penelitian ini menggunakan skala Likert yang biasa
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan ataupun persepsi
responden (Sugiyono,2013a:134). Angket ini diberi 5 pilihan jawaban
yaitu untuk pernyataan positif adalah 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak
setuju), 3 (Netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju). Sedangkan untuk
pernyataan negatif adalah 5 (sangat tidak setuju), 4 (tidak setuju), 3
(kurang setuju), 2 (setuju) dan 1 (sangat setuju). Skala tersebut dijadikan
jawaban bagi instrumen pernyataan. Penelitian ini akan menggunakan
angket dengan penyebaran secara langsung. Tujuannya agar data dapat
langsung terkumpul dan lebih mudah untuk diolah.
115

2. Instrumen Judgement Angket oleh Ahli


Skala yang digunakan pada instrumen ini adalah rating scale. Skala
tersebut memungkinkan data mentah berupa angka yang ditafsirkan
menjadi kategori atau kriteria. Angket untuk responden akan dinilai oleh
ahli dengan jawaban penilaian yg berbeda. Akan diberikan 4 jawaban
pilihan yaitu 1 (tidak sesuai), 2 (kurang sesuai), 3 (cukup sesuai) dan 4
(sangat sesuai)

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Partial Least Square digolongkan jenis non-parametrik oleh karena itu
dalam permodelan PLS tidak diperlukan data dengan distribusi normal. Dalam
metode PLS (Partial Least Square) teknik analisa yang dilakukan adalah Analisa
Model Measurement (Outer Model) dan Analisa Model Struktural (Inner Model).
Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa measurement yang
digunakan layak untuk dijadikan pengukuran.

3.7.1. Uji Validitas.


Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor di atas 0,7
(Hair et al., 2014)terhadap konstruk yang dituju. Berikut ini adalah pengujian
pada outer model yang digunakan dalam penelitian, yaitu:
1) Convergent validity
Convergent Validity adalah indikator yang dinilai berdasarkan korelasi antara
item score/component score dengan construct score, yang dapat dilihat dari
standardized loading factor yang mana menggambarkan besarnya korelasi antar
setiap item pengukuran (indikator) dengan konstraknya. Nilai convergent validity
adalah pengukuran korelasi antara skor indikator dengan skor variabel latennya.
Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi > 0.7 dengan
konstruk yang ingin diukur, sedangkan menurut Chin yang dikutip oleh Imam
Ghozali, nilai outer loading antara 0,5 – 0,6 sudah dianggap cukup. Pengukuran
dengan indikator reflektif menunjukkan adanya perubahan pada suatu indikator
dalam suatu konstruk jika indikator lain pada konstruk yang sama berubah.
116

2) Discriminant validity
Discriminant Validity merupakan model pengukuran dengan refleksif indikator
dinilai berdasarkan crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi
konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya,
maka menunjukan ukuran blok mereka lebih baik dibandingkan dengan blok
lainnya. Sedangkan menurut metode lain untuk menilai discriminant validity yaitu
dengan membandingkan nilai squareroot of average variance extracted (AVE).
Melihat dan membandingkan antara discriminant validity dan square root of
average variance extracted (AVE). Model pengukuran dinilai berdasarkan
pengukuran cross loading dengan konstrak. Jika kolerasi konstrak dengan setiap
indikatornya lebih besar daripada ukuran konstrak lainnya, maka konstrak laten
memprediksi indikatornya lebih baik daripada konstrak lainnya. Jika nilai √AVE
lebih tinggi daripada nilai korelasi diantara konstruk, maka discriminant validity
yang baik tercapai. Menurut (Tasha Hoover, 2005 dalam Sofyan Yamin, 2009)
sangat direkomendasikan apabila AVE > 0,5. Berikut rumus menghitung AVE:

∑𝜆2
𝐴𝑉𝐸 = 2
∑𝜆𝔦 + ∑𝔦 𝑣𝑎𝑟 (ℰ𝔦)
Dimana  adalah faktor loading (convergent validity), dan i–i. Fornell dan
Larcker dalam Ghozali (2006) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat
digunakan untuk mengukur reliabilitas dan hasilnya lebih konservatif
dibandingkan dengan nilai composite reliabity.

3.7.2. Uji Reabilitas


1) Composite reliability (ρс)
Composite reliability merupakan indikator untuk mengukur suatu konstruk yang
dapat dilihat pada view latent variable coefficients. Untuk mengevaluasi
composite reliability terdapat dua alat ukur yaitu internal consistency dan
cronbach’s alpha. Dalam pengukuran tersebut apabila nilai yang dicapai adalah >
117

0,70 maka dapat dikatakan bahwa konstruk tersebut memiliki reliabilitas yang
tinggi. Cronbach’s Alpha merupakan uji reliabilitas yang dilakukan memperkuat
hasil dari composite reliability. Suatu variabel dapat berbeda. Uji untuk indikator
formatif yaitu dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach’s alpha > 0,7
Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit adalah 0.7 walaupun
bukan merupakan standar absolut. Apabila nilai ρ с > 0,8 dapat dikatakan bahwa
konstrak reliable dan ρс > 0,6 dikatakan cukup reliable (Chin, 1998 dalam Sofyan
Yamin 2009). Berikut rumus untuk menghitung composite reliability

(∑𝜆1 )2
𝜌𝒸 =
(∑𝜆1 )2 + ∑𝔦 𝑣𝑎𝑟 (ℰ𝔦)

2) Cronbach Alpha
Dalam PLS, uji reliabilitas diperkuat dengan adanya cronbach alpha dimana
konsistensi setiap jawaban diujikan. Cronbach alpha dikatakan baik apabila α ≥
0,6 dan dikatakan cukup apabila α ≥ 0,3.
Uji yang dilakukan diatas merupakan uji pada outer model untuk indikator
reflektif. Untuk indikator formatif dilakukan pengujian yang berbeda yaitu :
a. Significance of weights. Nilai weight indikator formatif dengan
konstruknya harus signifikan.
b. Multicollinearity. Uji multicollinearity dilakukan untuk mengetahui
hubungan antar indikator. Untuk mengetahui apakah indikator formatif
mengalami multicollinearity dengan mengetahui nilai VIF. Nilai VIF
antara 5-10 dapat dikatakan bahwa indikator tersebut terjadi
multicollinearity.

3.8. Teknik Pengumpulan Data


Berdasarkan pada sifat atau jenisnya, data yang dikumpulkan dan
dianalisis adalah data kuantitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua
macam sumber data menurut klasifikasi dari jenis dan sumbernya, yaitu :
118

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama, atau data
yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumbernya (Alfatih,
2016). Data kualitatif akan diperoleh dari sumber data primer yaitu
informan yang diwawancarai oleh Peneliti. Data kualitatif ini dapat berupa
catatan hasil wawancara dan data-data mengenai informan . Data Primer
untuk data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil penyebaran kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak
kedua atau ketiga contohnya data dari dokumen, laporan, catatan, jurnal,
prosiding dan lain sebagainya (Alfatih, 2016) yang sifatnya melengkapi
dan memperkuat data primer. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari jurnal penelitian, laporan kegiatan, dan
dokumentasi lain yang berhubungan dengan penelitian

Pengumpulan data merupakan serangkaian aktivitas yang saling terkait


yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan riset yang muncul (Creswell, 2009). Kuesioner adalah salah satu
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (sugiyono dalam
(Trisliatanto, 2020)). Peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan teknik
penyebaran kuesioner kepada aparatur penyelenggara pelayanan publik di
Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara,
melakukan observasi, mengumpulkan dokumentasi dan audio visual. Secara lebih
rinci dijelaskan berikut ini:

3.8.1. Desain Kuesioner


Kuesioner disusun untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
responden tentang beberapa hal terkait dengan Agile Governance,
Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik. Peneliti membuat
119

kuesioner untuk meneliti Pengaruh Transformational Leadership dalam Agile


Governance dan Implikasinya terhadap Kinerja Pelayanan Publik di masa
Pandemi Covid-19 dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Merancang konstruk
Konstruk adalah elemen dari kuesioner yang digunakan untuk mendefinisikan
tujuan penilaian sebuah kuesioner terhadap objek kuesioner.
Konstruk dalam kuesioner penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
berikut:

Gambar 3.1. Konstruk dalam kuesioner Transformational Leadership dalam


Agile Governance dan Implikasinya terhadap Kinerja Pelayanan
Publik di masa Pandemi Covid-19

KUESIONER

KONSTUK 1 KONSTUK 2 KONSTUK 3


TRANSFORMATIONAL AGILE KINERJA
LEADERSHIP GOVERNANCE PELAYANAN PUBLIK

Sumber : olahan peneliti

b. Konsep konstruk
Setelah disusun konstruk, maka langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan
rancangan tersebut ke dalam sebuah konsep yang akan menjelaskan fungsi dari
masing–masing konstruk tersebut. Penyusunan konsep konstruk yang dibuat oleh
penulis untuk kuesioner Transformational Leadership dalam Agile Agovernance
dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-19,
adalah sebagai berikut :
120

Konstruk 1. : Transformational Leadership


Konstruk ini dibuat untuk menilai sejauh mana Transformational
Leadership memberikan pengaruh terhadap Agile Governance dan
Kinerja Pelayanan Publik dengan 4 dimensi yaitu : Idealized
influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation dan
Individual Consideration
Konstruk 2. : Agile Governance
Konstruk ini dibuat untuk menilai Agile Governance secara
keseluruhan terhadap kinerja pelayanan publik dengan 6 dimensi
yaitu : Environmental Factor, Moderator Factor, Agile
Capabilities, Governance Capabilities, Business Operation dan
Value Delivery.
Konstruk 3 : Kinerja Pelayanan Publik
Konstruk ini dibuat untuk menilai sejauh mana Kinerja Pelayanan
Publik dipengaruhi oleh konstruk lain dengan 6 dimensi yaitu :
Efisiency, Quality, Effectiveness, Collaboration, Legitimacy dan
Future Profing.

c. Merancang Pertanyaan dalam Kuesioner


Tahapan selanjutnya adalah merancang pertanyaan kuesioner berdasarkan
masing-masing dimensi dalam konstruk. Pertanyaan dirancang dengan
berpedoman pada indikator yang sudah ditetapkan (lihat Tabel 3.1). Kuesioner
yang disusun terdari dua bagian yaitu :
1. bagian pengantar yang terdiri atas penjelasan, tujuan kuesioner dan
identitas peneliti
2. bagian isi yang terdiri atas identitas umum responden dan pertanyaan-
pertanyaan utama. Identitas umum responden memuat data responden
yang memang diperlukan saja seperti nama, umur, jenis kelamin, masa
kerja dan Pendidikan, bagian identitas umum responden terdiri dari 10
pertanyaan, pertanyaan ke 11 dan selanjutnya adalah pertanyaan inti dari
kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai data pokok yang
121

diperlukan dalam penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Pernyataan


yang disusun menjadi kuesioner berjumlah 55 pernyataan dengan
komposisi masing-masing konstruk adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4. Jumlah Pernyataan dalam Kuesioner dari masing-masing konstruk


Jumlah
No Konstruk/ Variabel Dimensi
Pernyataan
1 Transformational Idealized Influence 5
Leadership Inspirational Motivation 5
Intelectual Stimulation 5
Individual Consideration 5
2 Agile Governance Environmental Factor 5
Moderator Factor 6
Agile Capabilities 4
Governance Capabilities 4
Business Operation 3
Value Delivery 3
3 Kinerja Pelayanan Publik Effiency 2
Quality 2
Effectiveness 1
Collaboration 2
Legitimation 1
Future Profing 2

3.8.2. Penyebaran Kuesioner


Teknik dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan yang telah
disusun kepada para responden. Daftar pertanyaan berisi beberapa pernyataan atau
pertanyaan, dimana para responden memilih salah satu jawaban yang dianggap
mereka paling tepat jawabannya sesuai dengan persepsi mereka (responden).
Pernyataan atau pertanyaan tersebut tersebut berasal dari dimensi-dimensi dan
indikator-indikator dari variable dan digunakan untuk mengukur variabel. Skala
yang digunakan adalah skala Likert (Alfatih, 2016) dengan ketentuan : bila
pernyataan positif (+) skalanya A-E dengan skor 5 sampai dengan 1. Namun bila
pernyataan negative (-), skalanya A-E dengan skor 1 sampai dengan 5. Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut : Pilihan jawaban atas pernyataan-
pernyataan yang disampaikan kepada para responden dengan ranking skornya :
122

 Pernyataan dalam kalimat positif (+)


A. Sangat Benar / Setuju / Sesuai Skor 5
B. Benar / Setuju / Sesuai Skor 4
C. Kurang Benar / Setuju / Sesuai Skor 3
D. Tidak Benar / Setuju / Sesuai Skor 2
E. Sangat Tidak Benar / Setuju / Sesuai Skor 1

 Pernyataan dalam kalimat negative (-)


A. Sangat Benar / Setuju / Sesuai Skor 1
B. Benar / Setuju / Sesuai Skor 2
C. Kurang Benar / Setuju / Sesuai Skor 3
D. Tidak Benar / Setuju / Sesuai Skor 4
E. Sangat Tidak Benar / Setuju / Sesuai Skor 5

3.8.3. Observasi
Observasi merupakan kegiatan melihat, mendengar dan merasakan atau
mengalami sendiri secara langsung hal/keadaan yang diteliti. Peneliti biasanya
mendapatkan serta mencatat/merekam data/informasi selama observasi tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi langsung dengan menggunakan
pedoman observasi yang mengacu pada empat dimensi kepemimpinan
transformasional, enam dimensi Agile Governance, dan enam dimensi kinerja
pelayanan publik yang akan diteliti.

3.8.4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan kuesioner. Dalam
penelitian ini dokumen yang digunakan berupa : laporan kegiatan, data statistic,
peraturan-peraturan, dan data lain yang terkait penelitian ini baik yang berbentuk
hard copy dan maupun soft copy.

3.8.5. Audio Visual


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan materi audio visual berupa hasil
rekaman pengumpulan data melalui visual berupa foto-foto melalui kamera.
Peneliti tidak hanya menggunakan materi tersebut saja, melainkan juga dengan
catatan tangan (field note) untuk mencatat respon non verbal dan catatan penting
selama proses pengumpulan data berlangsung.
123

3.9. Pengolahan Data


Pengolahan data menurut Trisliantanto (2020) melalui Langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Proses Editing yaitu memeriksa data yang sudah terkumpul, kelengkapan
isian, jelas atau tidak nya tulisan/isian, kejelasan jawaban, relevansi jawaban
keseragaman satuan data yang digunakan
2. Proses Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang
terkumpul di setiap instrument penelitian, proses ini bertujuan mempermudah
dalam menganalisis dan penafsiran data
3. Tabulating yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam
tabel-tabel agar mudah dipahami
4. Entry Data, pada tahap ini data yang sudah dikategori dimasukkan dalam
tabel data dengan menghitung frekuensi data
5. Proses Cleaning yaitu pembersihan data untuk mengecek Kembali data yang
telah dientry apakah terdapat kesalahan atau tidak
6. Langkah terakhir adalah pengolahan data itu sendiri dimana pada penelitian
ini peneliti menggunakan Aplikasi SmartPLS 3.0

3.10. Metode Analisis Data


Setelah seluruh data terkumpul yang diperoleh melalui penyebaran
kuesioner, observasi, dokumentasi dan audio visual, maka kegiatan yang
selanjutnya dilakukan adalah analisis data. Dalam penelitian ini digunakan
tekhnik analisis data dengan model analisis Structural Equation Model (SEM).
Tahapan analisis SEM ada lima tahapan (Latan,2013:42), yaitu: 1. spesifikasi
model; 2. identifikasi model; 3. estimasi model; 4. evaluasi model; 5. modifikasi
atau respesifikasi model. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan dan berjalan
dengan mengacu pada langkah-langkah SEM di atas.
Tahap Persiapan, Pada tahap persiapan yang dilakukan peneliti sebelum
melakukan sebuah penelitian terdiri dari : Penentuan latar belakang, Merumuskan
masalah berdasarkan kajian pustaka, Menetapkan tujuan penelitian, Merumuskan
hipotesis, Menentukan rancangan penelitian, Penyusunan instrumen, Judgement
124

instrumen, di tahap ini peneliti melakukan tahapan SEM pertama yaitu spesifikasi
model berdasarkan kajian teori dan tahapan SEM kedua yaitu identifikasi model.
Tahap Penelitian, Pada tahap ini peneliti memulai penelitian dengan
tahapan Penyebaran angket hasil judgement, Proses pengumpulan data,
Mengembangkan hipotesis berdasarkan spesifikasi model.
Tahapan selanjutnya adalah Tahap Analisis Setelah seluruh data
dikumpulkan dan memenuhi syarat minimal sampel penelitian, maka data dapat
dianalisis menggunakan SEM (melanjutkan tahapan SEM yaitu tahapan ketiga
hingga kelima). Data yang terkumpul sebelum dianalisis, diperiksa terlebih dahulu
telah memenuhi syarat atau belum, seperti tidak adanya data outliers. Selain data
dianalisis menggunakan SEM, data pun diolah guna mengetahui model Agile
Governance dalam peningkatan kinerja pelayanan publik.
Data yang dikumpulkan dalam proses pengumpulan data berupa kata-kata,
fenomena, kegiatan, foto, sikap dan perilaku penyedia layanan yang dapat
didengar, dilihat dan diamati melalui tekhnik observasi, dan dokumentasi.
Responden merupakan sumber utama dalam tahap pengumpulan data.
Selanjutnya dilakukan reduksi data dengan merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Reduksi data
ini berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung
dan tidak harus menunggu hingga data terkumpul banyak, mulai dari focus kajian,
pembuatan ringkasan hasil pengumpulan data, pengorganisasian data sehingga
siap di analisis lebih lanjut.
Berikutnya adalah adalah penyajian data, berdasarkan data yang
terkumpul dan telah di analisis, melalui penyajian data dapat terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Setelah
dilakukan penyajian data maka dapat disimpulkan. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Analisis data dilakukan untuk mengurai data keseluruhan menjadi
komponen yang lebih kecil untuk mengetahui komponen yang dominan,
membandingkan antara komponen yang satu dengan komponen lainnya, dan
125

Teknik analisis data menjawab rumusan masalah atau membandingkan salah satu
atau beberapa komponen dengan keseluruhan.. Metode analisis Structural
Equation Modelling (SEM) terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan
Covariance Based SEM (CBSEM) dan Variance Based SEM atau Partial Least
Square (PLS). PLS adalah metode analisis yang powerfull karena tidak
didasarkan banyaknya asumsi. Pendekatan (Partial Least Square) PLS tidak
mengasumsikan data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio
(distribution free). PLS menggunakan metode bootstraping atau penggandaan
secara acak yang mana asumsi normalitas tidak akan menjadi masalah bagi PLS.
PLS tidak mensyaratkan jumlah minimum sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, penelitian yang memiliki sampel kecil dapat tetap menggunakan PLS.

3.10.1. Analisis Model Pengukuran / Outer Model Analysis


Outer Model adalah sebuah model pengukuran untuk menilai validitas dan
reabilitas model yang digunakan. Pengukuran Outer Model dilakukan dengan
proses algoritma. Paramater yang digunakan dalam analisis outer model adalah
validitas konvergen, validitas diskriminan, composite reability dan cronbach’s
alpha (Jogiyanto & Abdillah, 2019). Outer model atau model pengukuran
digunakan untuk mengukur validitas konstruk dan reabilitas instrument.

3.10.2. Analisis Model Struktural / Inner Model Analysis


Analisa ini disebut dengan inner relation, structural model dan substantive
theory menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada
substantive theory. Analisa inner model dapat dievaluasi yaitu dengan
menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q- square test
untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter
jalur struktural. Dalam pengevaluasian inner model dengan PLS (Partial Least
Square) dimulai dengan cara melihat R- square untuk setiap variabel laten
dependen. Kemudian dalam penginterpretasiannya sama dengan interpretasi pada
regresi. Perubahan nilai pada R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh
variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah
126

memiliki pengaruh yang substantif. Selain melihat nilai R-square, pada model
PLS (Partial Least Square) juga dievaluasi dengan melihat nilai Q-square
prediktif relevansi untuk model konstruktif.
Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model
dan estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan
bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan apabila nilai Q-
square kurang dari 0 (nol), maka menunjukkan bahwa model kurang memiliki
predictive relevance. Berikut diagram analisis data menggunakan Smart PLSit 3.2
Gambar 3.2. Diagram Analisis Data

X1
Y1

X2
Y2
X3
Y3
X4

Outer model inner model


Sumber : disalin ulang dari (Hair et al., 2014)

3.10.3. Goodness of Fit Analysis


Goodness of Fit (GoF) merupakan pengukuran kelaikan suatu model. GoF
merupakan rata-rata nilai communality dan 𝑅 − 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 merupakan nilai rata-rata
R2 dalam model. Nilai rata-rata R2 dapat dilihat dari nilai R2 pada variabel Public
Service Performance yaitu sebesar 0,858 Sedangkan nilai communality tiap
variabel dapat diketahui dari pengukuran model dengan teknik blindfolding pada
bagian construct cross validated communality.
127

3.10.4. Important Performance Matriks Analysis (IPMA)


Analisis PLS-SEM standar digunakan untuk memberikan informasi
tentang kepentingan variabel dalam menjelaskan variabel lain dalam model
struktural. Informasi tentang pentingnya variabel relevan untuk dapat menarik
kesimpulan. IPMA dapat memperluas hasil analisis PLS-SEM dengan
mempertimbangkan kinerja masing-masing variabel/konstruk. Sehingga
kesimpulan bisa ditarik pada dua dimensi yaitu dimensi kepentingan dan dimensi
kinerja, yang dapat digunakan untuk tindakan manajerial.
IPMA dapat digunakan untuk mengembangkan hasil pengolahan data dari
SmartPLS atau menemukan saran pengembangan untuk objek penelitian
berdasarkan skor dari variabel laten (Hair et al., 2014). Analisis PLS-SEM dasar
mengidentifikasi kepentingan relatif dari konstruksi dalam model struktural
dengan mengekstraksi estimasi hubungan langsung, tidak langsung, dan total.
IPMA memperluas hasil PLS-SEM ini dengan dimensi lain, yang mencakup
kinerja aktual setiap konstruk.

3.10.5. Mediator Analysis


Analisis mediator dilakukan dengan prosedur bootstrapping, Varians yang
diperhitungkan (VAF) menentukan ukuran efek tidak langsung dalam kaitannya
dengan efek total (yaitu, efek langsung+ efek tidak langsung), dapat dijelaskan
sejauh mana varians variabel dependen dijelaskan secara langsung oleh variabel
independen dan seberapa banyak varians konstruk target dijelaskan oleh
hubungan tidak langsung melalui variabel mediator. Jika pengaruh tidak langsung
signifikan tetapi tidak menyerap pengaruh variabel laten eksogen terhadap
variabel endogen, maka VAF agak rendah. Hal ini terjadi ketika efek langsungnya
tinggi dan hanya sedikit menurun setelah variabel mediator dengan efek tidak
langsung yang signifikan tetapi sangat kecil dimasukkan. Dalam situasi ini, VAF
akan kurang dari 20%, dan dapat disimpulkan bahwa (hampir) tidak ada mediasi.
Sebaliknya, ketika VAF memiliki hasil yang sangat besar di atas 80%, seseorang
dapat mengasumsikan mediasi penuh. Situasi di mana VAF lebih besar dari 20%
dan kurang dari 80% dapat dicirikan sebagai mediasi parsial (Hair et al., 2014).
128

`3.10.6. Uji Hipotesis


Hipotesa diuji dengan melihat dari nilai t-statistik dan nilai probabilitas.
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, sehingga tingkat presisi atau
batas ketidakakuratan sebesar (α) = 5% = 0,05. Dan menghasilkan nilai t-tabel
sebesar 1.96. Sehingga kriteria penerimaan/penolakan hipotesa Jika nilai t-statistik
lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < 1.96), maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan t-tabel (t-statistik ≥ 1.96), maka
Ho ditolak dan H1 diterima.
129

BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Lokus Penelitian


4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas
Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Selatan, Indonesia. Kabupaten Musi Rawas terbentuk berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Termasuk Kotapraja, Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan. Ibukota Kabupaten Musi Rawas terletak di Kecamatan Muara Beliti
berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Musi Rawas Nomor
08/KPTS/DPRD/2004 tentang persetujuan usulan nama ibukota dan lokasi pusat
pemerintahan.
Kabupaten Musi Rawas memiliki 14 Kecamatan, terdiri dari 13 Kelurahan
dan 186 Desa. Jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas tahun 2020 berjumlah

406.196 jiwa dan luas wilayah sebesar 6.357,17 Km2 dengan kepadatan
penduduknya mencapai 63,52 jiwa/km2. Kabupaten Musi Rawas dapat ditempuh
melalui transportasi darat dan udara. Melalui darat menggunakan angkutan umum
(Kereta Api, Bus, Travel) dan Udara dengan Pesawat langsung dari bandara
Soekarno-Hatta Jakarta dan bandara Sultan Mahmud Badarudin II Palembang ke
Bandara Silampari.
Kabupaten Musi Rawas berada di bagian barat Provinsi Sumatera Selatan
dan tempat pertemuan hulu Sungai Musi dengan aliran Sungai Rawas. Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Pembentukan
Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Musi
Rawas mengalami perubahan baik letak geografi maupun demografi, secara
geografis terletak pada posisi 1020 07’ 00” – 1030 40’ 10” Bujur Timur dan 020
20’ 00” – 030 38’ 00” Lintang Selatan. Batas–batas wilayah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas Utara.
130

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang dan


Kabupaten Lahat.
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kota Lubuklinggau dan Provinsi
Bengkulu.
 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Pali dan Kabupaten Musi
Banyuasin.

Luas wilayah Kabupaten Musi Rawas mencapai 635.717,15 Ha atau


6,39% terhadap luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Dari tabel 2.1 terlihat
bahwa Kabupaten Musi Rawas menempati urutan kelima wilayah terluas di
Provinsi Sumatera Selatan. Kondisi fisik Kabupaten Musi Rawas mempunyai
topografi yang bergelombang dengan ketinggian berkisar 125-200 m dari
permukaan laut, dengan kemiringan bervariasi dari 0-2%, sampai lebih dari 40%.
Luas wilayah yang dominan adalah wilayah dengan kemiringan 0-15% yang
merupakan daerah potensial untuk pertanian, selebihnya berupa tanah perbukitan
yang mempunyai kemiringan sangat curam yang sebagian besarnya berupa Bukit
Barisan yang memanjang dari Utara sampai Selatan, khususnya di bagian Barat
daerah ini yang termasuk kedalam kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat
(TNKS) yang membentang luas dalam 4 (empat) provinsi.
Keadaan alam wilayah Kabupaten Musi Rawas terdiri atas hutan potensial,
sawah, ladang, kebun karet, cadas dan kebun lainnya. Di sebelah Barat terdapat
dataran rendah yang sempit dan berbatasan dengan Bukit Barisan, dataran ini
semakin ke timur semakin luas.
Kabupaten Musi Rawas banyak terdapat sungai-sungai besar yang dapat
dilayari sampai kehulunya. Adapun sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten
Musi Rawas yaitu Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Semangus dan Sungai
Musi. Selain memiliki sungai-sungai besar, di Kabupaten Musi Rawas terdapat
danau, yakni Danau Aur, di Kecamatan Sumber Harta. Selain fungsinya sebagai
penampung air, danau ini juga merupakan potensi wisata bagi Kabupaten Musi
Rawas.
Gambar 4.1
131

Peta Administrasi Kabupaten Musi Rawas

Sumber: RTRW Kabupaten Musi Rawas Tahun 2011-2031

Kabupaten Musi Rawas yang sebagian besar merupakan kawasan hutan


dengan beberapa jenis tumbuhan seperti jenis tanaman Kelompok Kayu Rimba
Campuran (KKRC), kayu pulai, kayu jabon, kayu karet dan jenis tumbuhan kayu
lainnya. Sedangkan jenis satwa seperti harimau, monyet, rusa dan kijang, ayam
hutan, buaya dan jenis satwa liar lainnya merupakan jenis satwa yang sebagian
besar masih berada pada kawasan hutan di wilayah Kabupaten Musi Rawas.
Wilayah Kabupaten Musi Rawas dialiri oleh empat sungai utama yang umumnya
dapat dilayari yakni Sungai Musi, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi dan Sungai
Semangus. Selain itu terdapat sungai-sungai lainnya yang merupakan anak
sungai-sungai utama tersebut.
Kabupaten Musi Rawas adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera

Selatan, Indonesia, Dengan luas wilayah sebesar 6.357,17 Km2 dan jumlah
penduduk sebanyak 406.196 jiwa maka density penduduk Kabupaten Musi Rawas
pada tahun 2020 sebesar 63,52 jiwa/Km . Wilayah administrasi dengan tingkat
kepadatan paling tinggi adalah Kecamatan Tugumulyo dengan kepadatan
penduduk 708,15 jiwa/Km , sedangkan Kecamatan Muara Lakitan merupakan
132

kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduknya terkecil yaitu


21,02 jiwa / Km.
Dilihat angka IPM Kabupaten Musi Rawas dapat dikategorikan sebagai
menengah atau sedang, walaupun IPM mengalami perbaikan tiap tahunnya yaitu
66,92 di tahun 2019 dan sempat mengalami penurunan pada tahun 2020 yaitu
66,79, namun perkembangan yang cukup menggembirakan bila dilihat bahwa
dimensi-dimensi pembentuk Indeks Pembangunan Manusia yaitu pada dimensi
Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Musi Rawas terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya dari growth-nya adalah angka harapan hidup relatif
lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya atau terus mengalami kenaikan, seiring
dengan meningkatnya fasilitas dan pelayanan masyarakat. Perkembangan dari
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) relatif lebih
lamban, walaupun banyak program/kegiatan untuk mendorong orang bersekolah
lebih baik lagi, Hal ini terjadi karena masih belum tersebarnya secara merata
sekolah tingkat lanjutan di tiap kecamatan akibat luasnya wilayah dan geografis.
Visi pembangunan Kabupaten Musi Rawas dalam RPJMD tahun 2021-
2026 sesuai dengan visi Bupati dan Wakil Bupati terpilih adalah:
TERWUJUDNYA MUSI RAWAS MAJU, MANDIRI, BERMARTABAT
(MANTAB). Dalam upaya mewujudkan visi tersebut di atas, perlu dirumuskan
misi yang menjelaskan ruang lingkup prioritas dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan. Hal ini dimaksudkan agar setiap program dan kegiatan menjadi
jelas dan terarah serta dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan (enabling
conditions) bagi pencapaian visi Kabupaten Musi Rawas 2021-2026
“Terwujudnya Musi Rawas Maju, Mandiri dan Bermartabat (MANTAB)”, maka
diupayakan melalui 4 (empat) misi Pembangunan Kabupaten Musi Rawas Tahun
2021-2026 yaitu :
1. Mewujudkan Birokrasi yang Profesional Berbasis Teknologi Informasi.
Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) dan reformasi birokrasi untuk pemenuhan pelayanan publik
yang profesional. Prinsip tersebut dilaksanakan mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan
133

pemerintahan dengan mengedepankan kepentingan dan aspirasi masyarakat


yang kesemuanya berbasis Teknologi Informasi.
2. Membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Misi ini
dimaksudkan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia Kabupaten Musi
Rawas yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif melalui
peningkatan akses serta kualitas pelayanan Pendidikan, Kesehatan dan
kehidupan Beragama yang religius serta Keamanan dan Kenyamanan yang
tinggi. Pelayanan pendidikan dan kesehatan yang sudah baik, semakin
dimantapkan guna menghadapi tantangan pembangunan di masa yang akan
datang serta memantapkan kehidupan masyarakat yang religius dengan
menjunjung tinggi budaya lokal didukung kondisi stabilitas politik dan
pemerintahan yang aman dan tenteram.
3. Pemerataan Infrastruktur Berwawasan Lingkungan. Misi ini dimaksudkan
untuk memantapkan penyediaan infrastruktur dasar berupa jalan, jembatan,
perhubungan, kelistrikan, permukiman dan perumahan, keciptakaryaan, sarana
dan prasarana pengairan, air bersih, sanitasi dan persampahan serta sarana
penunjang produksi barang dan jasa yang keseluruhannya dapat menunjang
akses perekonomian. Pemantapan infrastruktur dasar dilaksanakan dengan
tetap memperhatikan penataan ruang serta prinsip- prinsip pembangunan
berkelanjutan melalui peningkatan kualitas perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
4. Memperkuat Ketahanan Ekonomi Masyarakat, Misi ini dimaksudkan
untuk memantapkan perekonomian Kabupaten Musi Rawas menjadi lebih
mandiri dan berdaya saing, dengan menggali dan mengembangkan semua
potensi yang dimiliki serta merevitalisasi yang sudah dikembangkan.Potensi-
potensi daerah sebagai penggerak perekonomian diantaranya pertanian,
perikanan, peternakan, perdagangan, industri dan pariwisata dengan maksud
untuk mengembalikan Musi Rawas sebagai Lumbung Pangan Sumatera
Selatan. Selain itu dengan mengembangkan sektor Industri Pengolahan Hasil
Pertanian serta Ekonomi Kreatif lainnya diharapkan akan dapat menciptakan
134

lapangan kerja baru, sehingga masyarakat Musi Rawas akan meningkat


pendapatan perkapitanya.

Dalam melaksanakan SPM yang merupakan bagian dari pelayanan dasar


dalam urusan wajib, selain sosialisasi konsep penetapan dan petunjuk teknis
pelaksanaannya yang dilakukan, juga diperlukan pemetaan kondisi awal SPM di
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, khususnya pada SKPD terkait untuk
menentukan penetapan target pencapaian sasaran SPM pada tahun berjalan dan
tahun berikutnya hingga memenuhi standar capaian SPM secara nasional,
penghitungan rencana pembiayaan untuk sasaran capaian tiap tahunnya, dan
mengintegrasikan SPM tersebut ke dalam dokumen perencanaan. Langkah-
langkah tersebut merupakan suatu prasyarat agar SPM dapat diterapkan secara
utuh untuk kemudian dapat dianggarkan, dilaksanakan, dan dievaluasi
pencapaiannya sebagai bahan kajian pelaksanaan pelayanan dasar pada tahun
berikutnya. Pemerintah Kabupaten Musi Rawas mendorong tersusunnya rencana
penerapan dan pencapaian SPM sesuai dengan target dan pencapaian yang telah
ditetapkan oleh kementerian/Lembaga terkait. Melihat urgensi dari SPM, sebagai
salah satu tolok ukur Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, maka setelah disusun pencapaian SPM di Kabupaten diperlukan
fasilitasi, monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM termasuk di
Kabupaten Musi Rawas.
Secara umum capaian SPM pada setiap urusan wajib pelayanan dasar di
Kabupaten Musi Rawas sudah sangat baik dan mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten Musi Rawas sudah sangat baik dan kinerja penyelenggaran
pemerintahan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten Musi
Rawas. Permasalahan pembangunan dan isu strategis merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Permasalahan pembangunan daerah
menggambarkan kinerja daerah atau kondisi masyarakat yang belum sesuai
harapan. Sementara isu strategis merupakan tantangan atau peluang yang harus
diperhatikan dan diutamakan dalam perencanaan pembangunan karena
135

dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa mendatang. Analisis isu-isu


strategis akan menghasilkan rumusan kebijakan yang bersifat antisipatif solutif
atas berbagai kondisi yang tidak ideal di masa depan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan pembangunan merupakan perkiraan kesenjangan antara
kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan, serta
antara apa yang akan dicapai di masa datang dengan kondisi riil saat perencanaan
dibuat. Permasalahan pembangunan daerah Kabupaten Musi Rawas dirumuskan
berdasarkan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan kinerja pembangunan daerah masa yang lalu, khususnya terkait dengan
kemampuan manajemen pemerintahan dalam memberdayakan kewenangan yang
dimilikinya. Permasalahan pembangunan juga diidentifikasi dari seluruh bidang
urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan dan
tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Permasalahan
pembangunan merupakan penyebab terjadinya kesenjangan antara kinerja
pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta yang ingin
dicapai di masa datang yang didasarkan pada kondisi riil saat ini. Potensi
permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang
belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang
tidak dimanfaatkan dan ancaman yang tidak/belum dapat diantisipasi. Salah satu
ancaman yang dimaksud diatas yaitu terjadinya wabah Pandemi Covid 19 yang
masih terus berkepanjangan samapai saat ini, yang tidak terduga sebelumnya akan
terjadi dan telah menyebabkan banyak korban jiwa serta mempengaruhi hampir
segala sendi kehidupan umat manusia terutama pertumbuhan ekonomi negara-
negara didunia.
Tingkat Pencapaian Target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sejak
tahun 2016-2019 dalam periode RPJMD 2016-2021 terus mengalami
peningkatan, kecuali pada tahun 2020 mengalami penurunan akibat terjadinya
wabah Pandemi Covid 19. Capaian Kabupaten Musi Rawas senantiasa
menunjukkan progress yang cukup signifikan tetapi masih berada dibawah
capaian Provinsi Sumatera Selatan dan Nasional. Tinggi atau rendahnya daya
136

saing dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki suatu daerah dapat
dilihat dari capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Musi Rawas Tahun
2019 sebesar 66,92 dan Tahun 2020 sebesar 66,79
Program pembangunan daerah adalah program prioritas untuk mencapai
visi dan misi pembangunan jangka menegah daerah. Program pembangunan
daerah dibuat berdasarkan strategi dan arah kebijakan yang telah ditetapkan.
Program pembangunan daerah ini terdiri 2 (dua) program prioritas, yaitu; (1)
program prioritas utama dan (2) program prioritas kedua. Program prioritas utama
merupakan suatu kebijakan program yang berpengaruh sangat besar dalam
mencapai sasaran visi dan misi Kepala daerah, dan amanat/kebijakan nasional,
yang terdiri dari program unggulan Kepala Daerah Terpilih dan program-program
prioritas lainnya sesuai tupoksi dari PD di Lingkungan Kabupaten Musi Rawas.
Sedangkan program prioritas kedua merupakan program prioritas dalam urusan
pelayanan pemerintahan dari masing- masing PD di Kabupaten Musi Rawas, yang
sangat berpengaruh dalm menunjang keberhasilan program prioritas utama.
Berdasarkan unit penelitian yang berada pada Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Rumah
Sakit Umum Daerah, maka program-program prioritas Kabupaten Musi Rawas
yang disajikan pada tulisan ini adalah program-program yang menjadi amanat
instansi unit penelitian. Program-program urusan Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil yang direncanakan pada RPJMD Kabupaten Musi Rawas Tahun
2021-2026 adalah: 1. Program Pendaftaran Penduduk; 2. Program Pencatatan
Sipil; 3. Program Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan; dan 4.
Program Pengelolaan Profil Kependudukan. Program-program urusan
Penanaman Modal yang direncanakan pada RPJMD Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2021-2026 adalah: 1. Program Pengembangan Iklim Penanaman Modal; 2.
Program Promosi Penanaman Modal; 3. Program Pelayanan Penanaman Modal;
4. Program Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal; 5. Program
Pengelolaan Data Dan Sistem Informasi Penanaman Modal. Program-program
urusan kesehatan yang direncanakan pada RPJMD Kabupaten Musi Rawas Tahun
2021-2026 adalah: 1. Program Pemenuhan Upaya Kesehatan Perorangan Dan
137

Upaya Kesehatan Masyarakat; 2. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya


Manusia Kesehatan; 3. Program Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan Dan Makanan
Minuman; 4. Program Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

4.1.1.1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Rawas


Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) merupakan
organisasi yang bertugas membantu Kepala Daerah melaksanakan urusan
pemerintahan daerah di bidang kependudukan dan pencatatan sipil. Disdukcapil
Kabupaten Musi Rawas memiliki SDM sebanyak 62 orang. Disdukcapil
Kabupaten Musi Rawas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas sebagai pejabat
Esselon IIb dengan dibantu oleh pejabat Esselon IIIa yaitu Sekretaris, Pejabat
Esselon IIIb yaitu:
1. Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk
2. Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil
3. Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
4. Kepala Bidang Pemanfaatan Data dan Inovasi Pelayanan.
Untuk melaksanakan fungsi pelayanan pada disdukcapil dilaksanakan oleh:
1. Sub Bagian Perencanaan
2. Sub Bagian Keuangan
3. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
4. Seksi Indentitas Penduduk
5. Seksi Pindah Datang Penduduk
6. Seksi Pendataan Penduduk
7. Seksi Kelahiran
8. Seksi Perkawinan dan Perceraian
9. Seksi Perubahan Status Anak, Pewarganegaraan dan Kematian
10. Seksi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
11. Seksi Pengolahan dan Penyajian Data
12. Seksi Tata Kelola dan Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi dan
Komunikasi
13. Seksi Kerjasama
138

14. Seksi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan


15. Seksi Inovasi Daerah

Dimasa pandemi Covid-19 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Kabupaten Musi Rawas mengumumkan layanan online SAJAHAI yang bisa
diakses oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh datang ke
kantor disdukcapil untuk mendapatkan pelayanan, hal ini dilakukan sebagai upaya
mencegah penyebaran virus Covid-19 di Kabupaten Musi Rawas. Selain itu
Disdukcapil Musi Rawas juga membuat Inovasi Pindang Tuwa (Pindah Datang
Pakai Aplikasi WA). Inovasi ini cukup membantu masyarakat dalam proses
pindah datang hanya menggunakan layanan melalui aplikasi Whatsapp. Inovasi
ini mampu merubah pola pikir masyarakat yang selama ini beranggapan bahwa
kepengurusan dokumen kependudukan itu sulit dan rumit ternyata hanya dengan
menggunakan aplikasi Whatsapp masyarakat bisa langsung mendapatkan
dokumen kependudukan.
Disdukcapil Kabupaten Musi Rawas juga sudah menerapkan sistem One
Day Service yaitu pelayanan satu hari selesai, yang sangat dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat. Di masa pandemi Covid-19 disdukcapil Musi Rawas juga
menjadi Kabupaten yang masuk dalam Top 6 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik
di lingkungan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Se-Sumatera Selatan
Tahun 2021

4.1.1.2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu


Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Musi Rawas terbentuk pada tahun 2008 dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Musi Rawas Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata KErja
Lembaga Teknis Kabupaten Musi Rawas (Lembaran Daerah Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2008 Nomor 3). Mengacu pada Peraturan Bupati Musi Rawas
Nomor 61 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi
DPMPTSP Kabupaten Musi Rawas yaitu :
139

1. Merupakan unsur pelaksana urusan Pemerintahan Daerah di bidang


penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
2. Dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah
3. Memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di
bidang teknis penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan yang diberikan
kepada Kabupaten
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, DPMPTSP
menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan dan perencanaan kebijakan teknis, pelaksanaan dan
pengendalian di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
2. Pembinaan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
3. Penyelenggaraan pelayanan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
4. Pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pemberian
rekomendasi untuk kelancaran pelayanan perizinan satu pintu
5. Penyelenggaraan promosi dan Kerjasama bidang penanaman modal dan
perizinan
6. Pengolahan data dan informasi serta evaluasi kegiatan pelayanan
penanaman modal dan perizinan
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya

Dimasa pandemi covid-19 DPMPTSP Kabupaten Musi Rawas tetap


melaksanakan tugas nya memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahkan
DPMPTSP Kabupaten Musi Rawas berhasil menjadi Juara I pada Lomba Karya
Inovatif tingkat Kabupaten Musi Rawas Tahun 2020. Inovasi yang ditampilkan
yaitu “ Peta Jitu “ (Peta Jajaki Investasi Usaha), merupakan program unggulan
DPMPTSP Kabupaten Musi Rawas yang merupakan pemetaan berbasis aplikasi
140

ARCGIS yang memberikan informasi pemetaan secara menyeluruh terkait dengan


lahan-lahan di seluruh sektor/ bidang usaha di Kabupaten Musi Rawas yang
mempunyai potensi untuk menarik investor berinvestasi di Musi Rawas.

4.1.1.3. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sobirin


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sobirin merupakan rumah sakit milik
Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas yang letaknya berada di tengah Kota
Lubuklinggau. Rumah Sakit ini merupakan RSUD dengan kelas C yang berbentuk
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan Luas tanah sebesar 10.960 m2
dan luas bangunan 8.872 m2. Fasilitas Tempat Tidur yang dimiliki RSUD Dr.
Sobirin yaitu : 148 tempat tidur.
Di masa pandemi Covid-19 RSUD Dr. Sobirin menunjukkan
kemampuannya dalam penanganan Covid-19 di Kabupaten Musi Rawas, hal ini
dapat dilihat dengan adanya apresiasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan melalui penghargaan RSUD Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas sebagai
Rumah Sakit terstandar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Pelayanan
Covid-19 Tahun 2021.

4.1.2. Gambaran Umum Kota Lubuklinggau


Secara astronomis, Kota Lubuklinggau terletak pada posisi 10240'00”-
10330'00” Bujur Timur dan 34'10”- 322'30” Lintang Selatan, dan terletak pada
ketinggian 129 m dari atas permukaan air laut, dengan luas wilayah Kota
Lubuklinggau adalah lebih kurang 401,50 km2, atau sama dengan 40.150 Ha dan
batas wilayah secara geografis sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Suku Tengah
Lakitan Ulu Terawas Kabupaten Musi
Rawas.
2) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Tugu Mulyo
dan Kecamatan Muara Beliti Kabupaten
Musi Rawas.
141

3) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Rejang


Lebong Provinsi Bengkulu

4) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Selangit


(Kab. Musi Rawas) dan Kabupaten Rejang
Lebong Provinsi Bengkulu.

Gambar 4.2. Peta Batas Administrasi Kota Lubuklinggau

Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Kota Lubuklinggau

Dengan kedudukan geografis yang sedemikian strategis dan terletak di


persimpangan jalur kegiatan ekonomi regional yang sangat dinamis, Kota
Lubuklinggau memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sentra processing
zone atau atau pusat kegiatan industri pengolahan yang berbasis pada sumber daya
daerah sekitarnya, terutama industri pengolahan produk pertanian, kehutanan,
142

perkebunan serta peternakan dan perikanan. Disamping itu, Kota Lubuklinggau


juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai intermediate city yang
menghubungkan kegiatan ekonomi dan bisnis dari kota-kota besar regional
lainnya dengan daerah kabupaten di sekitarnya.
Dari luas wilayah 401,50 km2, kurang lebih 66,5% dataran rendah yang
subur dengan struktur 62,75% tanah liat, dengan keadaan alamnya terdiri dari
hutan potensial, sawah, ladang kebun karet dan kebun lainnya. Di Kota
Lubuklinggau bagian barat terdapat sebuah bukit yang dikenal dengan Bukit
Sulap. Kota Lubuklinggau mempunyai iklim tropis basah dengan variasi curah
hujan rata-rata antara 2.000-2.500 mm per tahun, dimana setiap tahun jarang
sekali ditemukan bulan kering.
Salah satu ciri kependudukan di negara berkembang adalah jumlah
penduduk yang banyak dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Lubuklinggau
jumlah penduduk tahun 2020 sebagai berikut :
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk per kecamatan di Kota Lubuklinggau

NO KECAMATAN Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Lubuklinggau Timur I 16.633 16.616 33.249

2 Lubuklinggau Barat I 18.612 18.579 37.191


Lubuklinggau Selatan
3 7.978 7.787 15.765
I
4 Lubuklinggau Utara I 8.923 8.504 17.427

5 Lubuklinggau Timur II 16.380 16.188 32.568

6 Lubuklinggau Barat II 10.600 10.491 21.091


Lubuklinggau Selatan
7 16.236 15.815 32.051
II
8 Lubuklinggau Utara II 20.091 19.630 39.721

JUMLAH 115.453 112.557 229.063

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pembentukan


143

Kota Lubuklinggau, wilayah administrasi Kota Lubuklinggau meliputi empat


kecamatan, yaitu Kecamatan Lubuklinggau Barat, Lubuklinggau Timur,
Lubuklinggau Utara dan Lubuklinggau Selatan. Empat kecamatan tersebut
membawahi 40 kelurahan. Pada tahun 2002, dilakukan pemekaran kelurahan,
sehingga jumlah kelurahan menjadi 49 kelurahan. Selanjutnya dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, telah ditetapkan Peraturan Daerah
Kota Lubuklinggau Nomor 180 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah Kota
Lubuklinggau Nomor 181 Tahun 2004 tentang pemekaran kecamatan dan
kelurahan. Dimana jumlah kecamatan dari 4 menjadi 8 kecamatan dan jumlah
kelurahan dari 49 menjadi 72 kelurahan.
Berdasarkan kondisi Kota Lubuklinggau saat ini, tantangan yang dihadapi
dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang
dimiliki oleh Kota Lubuklinggau dan amanat pembangunan yang tercantum dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Visi
Pembangunan Jangka Panjang Kota Lubuklinggau Tahun 2005–2025 adalah:
”Menjadikan Kota Lubuklinggau Berakhlak dan Terbaik di Sumatera
Selatan”. Dalam mewujudkan Visi Kota tersebut di atas ditetapkan melalui 6
(enam) misi pembangunan kota Lubuklinggau sebagai berikut:
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah melalui pendidikan yang
bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat
beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, menerapkan nilai-nilai luhur
budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan
sebagai warga kota Lubuklinggau dalam rangka memantapkan landasan
spiritual, moral, dan etika kebangsaan;
2. Mewujudkan kota yang berdaya-saing melalui pembangunan sumber daya
manusia berkualitas yang menguasai keahlian dan ketrampilan yang
diperlukan dalam mengolah sumber daya ekonomi lokal yang diperlukan oleh
pasar lokal, regional dan internasional, serta memperkuat fundamental
perekonomian lokal melalui pengembangan potensi unggulan ekonomi
144

daerah, memperkuat posisi sebagai kota transit dan pusat kegiatan industri
dan jasa dalam keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan
termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum melalui pembinaan
dan pengembangan budaya dan kearifan lokal, memperkuat peran masyarakat
sipil, pembinaan kelembagaan politik, memperkuat kualitas desentralisasi dan
otonomi daerah, meningkatkan kualitas hubungan kerja kelembagaan antar
seluruh unit kerja pemerintahan secara vertikal dan horisontal, menjamin
pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan
kepentingan masyarakat, dan melakukan pembenahan struktur hukum dan
meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil,
konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil;
4. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan melalui percepatan
pembangunan daerah dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial dan
kesenjangan pembangunan antar wilayah kecamatan, keberpihakan kepada
kelompok masyarakat ekonomi lemah dan sub wilayah tertinggal,
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara terfokus, menyediakan
akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta
sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam
berbagai aspek termasuk gender.
5. Mewujudkan Kota Lubuklinggau yang maju, asri dan lestari melalui
penataan ruang dan tataguna lahan yang mendukung akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang senafas dengan konservasi lingkungan hidup dan taman
nasional dalam rangka mewujudkan keseimbangan ekosistem yang
berkelanjutan untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan
dan kenyamanan kehidupan, serta meningkatkan pemeliharaan dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
6. Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik melalui pembentukan organisasi
pemerintahan kota yang minim struktur kaya fungsi, menyelenggarakan tugas
pokok dan fungsi sesuai batas kewenangan dan berorientasi pada peningkatan
pelayanan umum, membina hubungan kerja antara eksekutif dan legislatif
145

daerah dalam semangat kemitraan yang seimbang dan sejati, membina


hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah, membangun
hubungan kerja koordinatif dan konsultatif dengan pemerintah Propinsi
Sumatera Selatan dan seluruh Departemen dan lembaga pemerintah pusat,
melembagakan budaya kerja yang berorientasi pada efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pelayanan prima, menumbuhkembangkan semangat
kewirausahaan ditengah-tengah masyarakat serta meningkatkan daya saing
seluruh unit usaha ekonomi lokal dari semua ukuran dan skala dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk melaksanakan Visi dan Misi RPJPD Kota Lubuklinggau Tahun


2005-2025 tersebut dijabarkan secara bertahap dalam periode lima tahunan atau
RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Masing-masing
tahapan mempunyai skala prioritas dan strategi pembangunan yang merupakan
kesinambungan dari skala prioritas dan strategi pembangunan pada periode
sebelumnya. Visi pembangunan Kota Lubuklinggau tahun2018–2023 adalah:
“Terwujudnya Lubuklinggau Sebagai Kota Metropolis yang Madani”

Visi Pembangunan ini menjadi arah cita-cita bagi pembangunan yang sistematis
bagi penyelenggara pemerintahan daerah dan segenap pemangku kepentingan
pembangunan Kota Lubuklinggau. Penjelasan dari visi tersebut adalah sebagai
berikut :
 Kota Metropolis :
Bahwa pembangunan Kota Lubukinggau akan diarahkan untuk menjadi pusat dari
penyelengaraan kegiatan perekonomian, pendidikan, kesehatan dan sektor lainnya
bagi wilayah bagian barat Provinsi Sumatera Selatan. Kota Lubuklinggau
diharapkan menjadi pusat Perindustrian, Perdagangan, dan Jasa yang maju dan
berdaya saing, dari aspek sumber daya manusia yang berkualitas dan ketersediaan
sarana prasarana yang memadai sebagai perwujudan kota yang maju dengan
memperhatikan keunggulan potensi-potensi daerah.

 Kota Madani :
146

Pembangunan masyarakat Kota Lubuklinggau menjadi masyarakat berkarakter,


beradab dan berakhlak mulia yang mengacu pada nila-nilai kebajikan dan maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengembangkan
inovasi dan kreativitas serta menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang
kondusif bagi penciptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat
serta menjaga dan mengembangkan pendidikan karakter di usia dini.
Dalam mewujudkan visi tersebut, disusunlah misi sebagai implementasi
langkah-langkah yang akan dilakukan. Rumusan misi merupakan penggambaran
visi yang ingin dicapai dan menguraikan upaya-upaya apa yang harus dilakukan.
Rumusan misi disusun dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis,
baik eksternal dan internal yang mempengaruhi serta kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan yang ada dalam pembangunan daerah. Misi disusun untuk
memperjelas jalan atau langkah yang akan dilakukan dalam rangka mencapai
perwujudan visi.Untuk mewujudkan visi pembangunan Kota Lubuklinggau Tahun
2018-2023, dapat dilakukan dengan 4 misi pembangunan yaitu :
1. Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang berakhlak, berkualitas dan
berkarakter.
Pembangunan Sumber Daya Manusia dalam rangka pemenuhan hak-hak
dasar masyarakat yang berkualitas dengan meningkatkan derajat kesehatan dan
taraf pendidikan masyarakat Kota Lubuklinggau melalui pelayanan kesehatan
yang berkualitas dan pemantapan pelayanan pendidikan untuk semua yang
mengedapankan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan
karakter untuk menciptakan masyarakat yang beragama, beriman dan bertakwa,
berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, dan berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

2. Meningkatkan daya saing ekonomi dan kesejateraan sosial.


Menggerakan roda perekonomian dengan memberdayakan keberagaman
masyarakat Kota Lubuklinggau sebagai potensi pembangunan yang multikultural
melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat.Peningkatan dari aspek daya saing melalui
147

penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif sehingga menumbuhkan


tingkat perekonomian di Kota Lubuklinggau menuju Kota Lubuklinggau sebagai
pusat perekonomian bagian barat Provinsi Sumatera Selatan.Peningkatan status
kesejahteraan sosial melalui sinergitas program-program perlindungan sosial dan
pemberdayaan lembaga dan usaha ekonomi masyarakat yang diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat serta memberikan kesempatan seluas-
luasnya pengembangan kawasan ekonomi baru.

3. Meningkatkan infrastruktur daerah yang berwawasan lingkungan.


Membangun infrastruktur dengan mengedapankan konektivitas dan
pengembangan wilayah yang memadai dan merata. Pembangunan infrastruktur
dasar dengan mengedapankan program-program yang pro rakyat yang difokuskan
pada pembangunan sanitasi, air bersih, kelistrikan yang dapat mendukung aktifitas
masyarakat serta meningkatkan konektivitas wilayah guna mendukung kegiatan
perekonomian menuju kota lubuklinggau sebagai kota metropolis serta membuka
kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengembangan kawasan pemukiman baru.

4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik.


Membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)
merupakan komitmen utama dalam upaya pencapaian visi pembangunan lima
tahun mendatang, dimana salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang
baik adalah melalui reformasi birokrasi. Reformasi Birokrasi mencakup penataan
kelembagaan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur, peningkatan
akuntabilitas kinerja aparatur, pengawasan, pelayanan publik, pengembangan
budaya kerja produktif efektif dan efisien, penguatan koordinasi antar instansi,
mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan berbasis teknologi informasi.

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan Kota Lubuklinggau Tahun 2018-


2023, digunakan empat strategi pembangunan secara umum yaitu strategi
progrowth, projob dan propoor, serta pro environtment.
148

1. Pro-growth berarti pembangunan diarahkan untuk mendorong


pertumbuhan. Strategi pertumbuhan tetap digunakan dengan tujuan untuk
memperbesar produk domestik.Namun demikian strategi pertumbuhan
dilaksanakan secara bersamaan dengan strategi pemerataan pembangunan
melalui strategi jalur ganda (dual track strategy). Strategi pertumbuhan
dapat dilihat dari meningkatnya PDRB dan pendapatan perkapita, namun
di sisi lain terjadi ketimpangan antar wilayah dan antar penduduk.
Ketimpangan ini terjadi karena gagalnya asumsi trickledown effect
sebagai mekanisme pemerataan dalam strategi pertumbuhan
ekonomi.Strategi progrowth dilaksanakan dengan tidak mengabaikan
aspek keadilan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat baik dalam
bidang soial ekonomi dan politik sehingga tercapai kesejahteraan yang
berkeadilan. Upaya yang dilakukan melalui sejumlah instrument yaitu
peningkatan investasi, penciptaan iklim usaha yangkondusif,
pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan koperasi dan UMKM.
2. Pro-job berarti pembangunan diarahkan untuk mendorong terbukanya
peluang kerja bagi angkatan kerja, khususnya tenaga terdidik (bagi lulusan
sekolah setingkat SLTA dan Perguruan Tinggi) dan tenaga terlatih.
Strategi yang dilakukan meliputi tiga langkah : 1) Perluasan kesempatan
kerja berarti mendorong berkembangnya sektor riil di Kota Lubuklinggau
terutama sektor industri, perdagangan dan jasa; 2) Peningkatan kompetensi
dan produktivitas tenaga kerja yang dapat dilakukan melalui pendidikan,
pelatihan, standarisasi dan sertifikasi; 3) Menjaga iklim ketenagakerjaan
melalui penataan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja.
3. Pro-poor berarti pembangunan yang memiliki dimensi keberpihakan
kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak beruntung atau
termarjinalkan. Strategi yang dilakukan meliputi tiga klaster sesuai dengan
tingkat kemiskinannya, yaitu: 1) Mengurangi beban pengeluaran keluarga
miskin, yang diarahkan pada rumah tangga sangat miskin, miskin, dan
hamper miskin; 2) Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup kelompok
masyarakat melalui usaha dan bekerja bersama untuk mencapai
149

keberdayaan dan kemandiriannya; 3) Membuka akses permodalan bagi


pelaku usaha mikro dan kecil.
4. Pro-environtment, diarahkan pada pembangunan infrastruktur berwawasan
lingkungan, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah,
air, dan udara yang pada gilirannya mengalami degradasi yang berakibat
pada timbulnya bencana.

Untuk memberikan pelayanan publik secara maksimal kepada masyarakat,


yang berorientasi terhadap terwujudnya pelayanan publik yang prima, maka
Pemerintah Kota Lubuklinggau menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
dalam menyelenggarakan pelayanan dasar dengan tujuan peningkatan pelayanan
prima yang secara langsung menyentuh kepentingan masyarakat umum sehingga
terwujud suatu pelayanan prima menuju Good Governance. Penerapan SPM juga
dianggap sebagai tindakan yang logis bagi Pemerintah Daerah karena:
1. Kemampuan masing-masing daerah sangat berbeda, sehingga sulit bagi
Pemerintah Daerah untuk melaksanakan semua kewenangan/fungsi yang
ada. Keterbatasan dana, sumber daya aparatur, kelengkapan, dan faktor
lainnya membuat Pemerintah Daerah harus mampu menentukan jenis-jenis
pelayanan yang minimal harus disediakan bagi masyarakat.
2. Kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah menjadi lebih terukur
SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil akan
memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya sebagai
salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan yang baik.

4.1.2.1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Lubuklinggau
berdasarkan Peraturan Walikota Lubuklinggau Nomor 40 Tahun 2014, tugas
pokok Disdukcapil adalah melaksanakan kewenangan daerah di bidang
Kependudukan dan Catatan Sipil serta melaksanakan tugas pembantuan yang
diberikan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Provinsi. Untuk melaksanakan
tugas pokok tersebut, Disdukcapil mempunyai fungsi sebagai berikut :
150

1. Perumusan kebijakan perencanaan teknis pembangunan dan pengelolaan


administrasi kependudukan catatan sipil dan mobilitas penduduk
2. Pelayanan kepada masyarakat di bidang kependudukan dan catatan sipil
dan mobilitas penduduk
3. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di bidang kependudukan, catatan
sipil dan mobilitas penduduk
4. Pengawasan dan pengendalian teknis di bidang administrasi
kependudukan, catatan sipil dan mobilitas penduduk
5. Pengendalian dan pembinaan UPTD dalam lingkup tugasnya dan
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota seusai tugas pokok dan
fungsinya

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, di masa pandemic Covid-19


Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Lubuklinggau melaunching
inovasi berupa Aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Administrasi Kependudukan
Elektronik (SIPADEK), aplikasi ini dapat di download melalui Play Store.
Aplikasi SIPADEK dapat melayani tujuh administrasi kependudukan yakni eKTP,
KIA, Akte Kelahiran, Akte Kematian, KK, Pindah dan Datang.

4.1.2.2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu


Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Lubuklinggau yaitu :
1. Merupakan unsur pelaksana urusan Pemerintahan Daerah di bidang
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
2. Dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah
3. Memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di
bidang teknis penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan yang diberikan kepada
Kabupaten
151

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, DPMPTSP


menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan dan perencanaan kebijakan teknis, pelaksanaan dan
pengendalian di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
2. Pembinaan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
3. Penyelenggaraan pelayanan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
4. Pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pemberian
rekomendasi untuk kelancaran pelayanan perizinan satu pintu
5. Penyelenggaraan promosi dan Kerjasama bidang penanaman modal dan
perizinan
6. Pengolahan data dan informasi serta evaluasi kegiatan pelayanan
penanaman modal dan perizinan
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Kubuklinggau
di Tahun 2020 meraih penghargaan Kategori Pelayanan Baik dari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dalam
evaluasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik Terbaik Tahun 2020 dengan capaian
Indeks Pelayanan Publik (IPP) sebesar 3,88 dengan predikat Baik. Selain itu,
DPMPTSP Kota Lubuklinggau juga menjadi Juara Pertama dalam Lomba Inovasi
tingkat Kota Lubuklinggau dengan menampilkan inovasi Gerai Pelayanan Publik
(GPP) Linggau Pacak Gale yang ditujukan untuk memberikan pelayanan bagi
masyarakat dengan menerapkan protokol Kesehatan Covid-19.

4.1.2.3. Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah


Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Aisyah adalah rumah sakit milik
Pemerintah Kota Lubuklinggau, yang pertama kali didirikan berdasarkan akte
notaris Badiah Azhary. SH. Nomor. 35 tanggal 30 Maret 1990 dalam bentuk
Yayasan yang diketua oleh Drs.H.Muhamad Syueb Tamat. Penyelenggaraan
152

Yayasan Rumah Sakit Siti Aisyah berdasarkan surat izin sementara Kanwil
Depkes Propinsi Sumatera Selatan Nomor. YM.01.02.3.2.8420 tanggal 10
Oktober 1994. Selanjutnya melalui Peraturan Walikota Lubuklinggau Nomor : 03
Tahun 2007 Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Resmi menjadi milik Kota
Lubuklinggau. Sesuai dengan kemajuan dan perkembangan yang dicapai maka
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
332/Menkes/SK/V/2009 tanggal 7 Mei 2009 ditetapkan statusnya menjadi rumah
sakit tipe D. Rumah Sakit Siti Aisyah terus melakukan pembenahan untuk
meningkatkan pelayanan, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana
pendukung lainnya yang sesuai dengan perkembangan tekhnologi kesehatan.
Dan akhirnya pada tahun 2012 RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau
resmi menjadi Rumah Sakit Kelas C berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : HK.03.05/I/907/12 tanggal 7 Juni 2012 tentang
Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau
Propinsi Sumatera Selatan. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Siti
Aisyah Kota Lubuklinggau adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi
masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi
dalam kurun lima tahun yang akan datang, Sedangkan misi SKPD adalah rumusan
umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan misi
SKPD. Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau telah
menetapkan Visi, Misi yang perlu diemban adalah sebagai berikut :
Visi RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau adalah “Terwujudnya Rumah Sakit
Umum Daerah Siti Aisyah sebagai Rumah Sakit Unggulan Yang Profesional
dengan mengutamakan kepuasan dan keselamatan pasien. Dengan Misi :
1. Meningkatkan kualitas layanan Rumah Sakit yang berorientasi mutu dan
keselamatan pasien
2. Meningkatkan capaian kinerja Rumah Sakit dengan melakukan
pengelolaan secara transparan, Akuntabel, Efektif dan efesien.

Rumah Sakit Siti Aisyah ini memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 128 tempat
tidur. RSUD ini memiliki dua inovasi yaitu Don Si Rusa dan Komedi Putar. DON
153

SI RUSA yaitu Dongeng, doa dan bermain, Mendongeng merupakan budaya


yang mengakar dan patut dipertahankan. Mendongeng adalah menceritakan
sesuatu yang mengandung nilai, nasihat, moral dan ketokohan yang baik serta
mendidik bagi anak-anak. Saat ini budaya mendongeng mulai ditinggalkan,
seiring perkembangan teknologi, kemajuan smartphone dan tayangan televisi.
Sasaran inovasi ini adalah keluarga dan anak yang dirawat di Ruang Al Atfal.
Ketua tim memperkenalkan inovasi mendongeng saat hari pertama pasien
menjalani hospitalisasi. Inovasi mendongeng dilakukan setiap malam dimana
orang tua pasien menjadi penutur sementara tim akan melaksanakan kegiatan
mendongeng setiap hari Selasa dan Jumat pukul 11.00 WIB setelah pasien
diperiksa dokter.
Selanjutnya Doa Berdoa bersama merupakan wujud kebersamaan dalam
bermunajat kepada Allah SWT yang sangat diperlukan
khususnya saat perawatan di rumah sakit, yang oleh hampir semua orang
dianggap sebagai krisis dalam kehidupan. Berdoa dilaksanakan saat pergantian
jaga yang difasilitasi oleh ketua tim jaga melibatkan semua komponen yang
berada di dalam ruang perawatan. Terakhir Bermain, Bermain merupakan upaya
untuk memfasilitasi sejumlah orang dalam proses komunikasi yang sehat, jujur,
rileks dan terhindar dari rasa tegang sehingga tercipta interaksi sosial yang lebih
positif dan berimplikasi pada efektifitas pelayanan yang diberikan.
Kegiatan ini dilaksanakan 2 kali seminggu setiap hari Selasa dan Jumat ketika
mendongeng bersama.
Inovasi kedua adalah KOMEDI PUTAR, Konseling Kegiatan ini dapat
dilakukan baik secara kelompok maupun perorangan. Kegiatan dilaksanakan 2
minggu sekali dikoordinir oleh tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Sedangkan kegiatan perorangan dilaksanakan setiap pasien pulang atau saat
petugas kesehatan melakukan tindakan. Materi tidak hanya terbatas pada
penyuluhan di bidang kesehatan, tetapi juga dalam upaya meningkatkan
pemahaman dan kemampuan keluarga pasien dalam memahami sistem pelayanan
dan administrasi di rumah sakit. Komunitas, Terbentuknya komunitas yang
mampu membangun, persaudaraan dan solidaritas diantara sesama pasien
154

dialisis,transplantasi ginjal, tenaga medis, dan anggota keluarganya, serta


mengembangkan dirinya sebagai organisasi yang mampu
mempengaruhi kebijakan publik yang berkaitan dengan kepentingan pasien cuci
darah. Komunitas ini dilaksanakan dengan adanya WA Group antar pasien dan
pendamping dengan petugas kesehatan di Ruang Hemodialisa. Doa, Tindakan
cuci darah (hemodialisa) dapat menimbulkan respon kecemasan pada klien. Salah
satu psikoterapi untuk mengatasi kecemasan adalah dengan menggunakan
pendekatan spiritual keagamaan yaitu melalui bimbingan spiritual doa. Di RSUD
Siti Aisyah, Rohaniawan melakukan pendekatan spiritual kepada pasien dialisis
setiap hari Senin. Informasi, Informasi yang harus diberikan kepada pasien yang
mengalami dialisis yaitu tentang perjalanan penyakit, diet makanan dan proses
penatalaksanaan dalam kehidupan. Antar Jemput, RSUD Siti Aisyah melakukan
pendekatan kenyamanan dengan memberikan layanan antar jemput bagi pasien
dialysis, sesuai dengan tarif Rumah Sakit yang tertuang dalam Peraturan
Walikota Lubuklinggau.

4.1.3. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas Utara


Gambaran aspek geografi dan demografi yang digunakan dalam gambaran
umum kondisi daerah Kabupaten Musi Rawas Utara terdiri dari aspek luas dan
batas wilayah, letak dan kondisi geografis, topografi, geologi, hidrologi,
klimatologi dan penggunaan lahan. Aspek-aspek geografi dan demografi ini
memberikan gambaran kondisi daerah Kabupaten Musi Rawas Utara tentang
kondisi alam dan keberadaan penduduk sehingga dapat diperoleh gambaran
potensi pengembangan wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara.
Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan salah satu kabupaten di ujung
barat wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan
UU Nomor 16 tahun 2013 tentang pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara
Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Musi
Rawas Provinsi Sumatera Selatan, berikut batas wilayah administrasi dari
Kabupaten Musi Rawas Utara:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi
155

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi


Sumatera Selatan
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera
Selatan
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu .

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019


bahwa secara administratif Kabupaten Musi Rawas Utara terdiri dari 7 (tujuh)
kecamatan, yang terbagi atas 82 Desa dan 7 (tujuh) kelurahan, dengan Kelurahan
Muara Rupit sebagai ibukota kabupaten.
Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi
Sumatera Selatan yang memiliki letak strategis. Secara Geografis Kabupaten Musi
Rawas Utara terletak:
  antara 102°4’0’’ - 103°22’13’’ Bujur Timur
  antara 2°19’15’’ - 3°6’30’’ Lintang Selatan
Gambar 4.3.
Peta Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara

Sumber : Bappedda Kabupaten Musi Rawas Utara

Topografi Kabupaten Musi rawas Utara cukup bervariasi, terdiri dari


pegunungan, perbukitan dan dataran. Hampir 30% dari luas wilayah Kabupaten
156

Musi Rawas Utara di sebelah barat termasuk deretan Pegunungan Bukit Barisan
yang memanjang dari ujung Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai ujung
Provinsi Lampung. Pegunungan Bukit Barisan melintasi sebagian Kecamatan Ulu
Rawas dan Kecamatan Karang Jaya di Kabupaten Musi Rawas Utara. Kemiringan
lereng di daerah ini mencapai >40% sehingga dikategorikan sebagai pegunungan
dengan akses jalan yang relatif sulit untuk dilalui.
Bagian tengah Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan daerah dataran
dengan kemiringan lereng <25%. Setidaknya ada dua sungai besar dan beberapa
anak sungai yang mengalir di daerah ini sehingga banyak pula menghasilkan
bentukan-bentukan fluvial. Daerah dataran ini setidaknya mencapai hampir 50%
dari luas wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara di bagian tengah. Topografi
wilayah di bagian timur Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan perbukitan
dengan kemiringan lereng berkisar antara 25- 40% dan elevasi antara 75-125 m
dpal. Sebagian besar daerah di Kecamatan Nibung dan Kecamatan Rawas Ilir
memiliki topografi demikian.
Kondisi geografis Kabupaten Musi Rawas Utara sebagian berbukit,
lembah dan dilewati sungai menjadikan beberapa kawasan di kabupaten ini masuk
dalam kawasan rawan bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran hutan,
longsor dan kekeringan. Secara geografis Kabupaten Musi Rawas Utara berada
cukup dekat dengan kedua sumber utama gempa di Sumatera. Jika dilihat dari
jarak kabupaten Musi Rawas Utara dari zona pertemuan lempeng di Barat Pulau
Sumatera adalah sekitar 425 km, sedangkan jarak dari zona patahan Sumatera
adalah sekitar 90 km.
Kabupaten ini juga bersebelahan dengan Provinsi Bengkulu yang juga
memiliki resiko gempa yang tinggi dan salah satu yang terkenal adalah gempa di
Pulau Enggano. Fakta ini menjadikan Kabupaten Musi Rawas Utara menjadi
salah satu daerah yang cepat atau lambat beresikoter dampak gempa. Banjir
merupakan salah satu bencana yang ada di Kabupaten Musi Rawas Utara.
Kejadian banjir sangat ditentukan oleh kondisi hidrologi, karena dapat
memprediksi resiko kejadian banjir yang akan terjadi. Dalam beberapa tahun
terakhir diketahui telah terjadi beberapa kali banjir di daerah ini, diakibatkan
157

meluapnya Sungai Rawas maupun Sungai Rupit. Daerah terdampak banjir,


umumnya berada di daerah pertemuan antara Sungai Rawas dan Sungai Rupit,
serta di sepanjang aliran kedua sungai tersebut. Dari data RTRW Kabupaten Musi
Rawas tahun 2018-2038, kecamatan yang memiliki resiko tinggi terkena banjir
diantaranya adalah Kecamatan Rupit, Karang Dapo, Rawas Ulu dan Rawas Ilir.
Sementara itu, untuk resiko banjir sedang adalah di Kecamatan Ulu Rawas,
Karang Jaya dan Nibung.
Jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas Utara pada tahun 2020
sebanyak 194.507 jiwa, jika dibandingkan pada tahun 2017 sebanyak 189.707
jiwa maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Musi Rawas Utara dari tahun
2016-2020 sebesar 1,21 persen. Secara jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas
Utara mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, hal ini bisa dilihat dari jumlah
penduduk pada tahun 2018 sebanyak 192.164jiwa mengalami pertambahan
jumlah menjadi sebanyak 193.630 pada 2019. Jumlah penduduk terbanyak di
Kabupaten Musi Rawas Utara pada tahun 2020 terdapat di Kecamatan Rupit
sebesar 38.941 jiwa dan jumlah penduduk yang paling sedikit di Kecamatan Ulu
Rawas sebanyak 12.372 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk jumlah
penduduk di Kecamatan Rupit mengalami peningkatan dari tahun 2017-2020
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,19 persen.
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian
pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan
yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena
terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka usia
harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan
digunakan gabungan indikator harapan lama sekolah dan rata- rata lama sekolah.
Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan
daya beli (Purchasing Power Parity) yaitu kemampuan daya beli masyarakat
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
158

pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian


pembangunan untuk hidup layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas Utara dari
tahun 2016 sampai 2020 terlihat mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 IPM
Kabupaten Musi Rawas Utara sebesar 63,05 dan meningkat menjadi 63,18 pada
tahun 2017. Pada tahun 2018 sebesar 63,18 dan meningkat menjadi 64,32 pada
tahun 2019 dan Pada tahun 2020 meningkat menjadi 64,49. Musi Rawas Utara
masih berada dibawah Provinsi Sumatera Selatan dan Nasional. Hal ini menjadi
tantangan bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan pembangunan yang
mendukung terhadap peningkatan IPM. Pergerakan perubahan IPM dari tahun ke
tahun juga dinilai sebagai indikasi yang menggambarkan perubahan pembangunan
manusia di suatu wilayah. Ini adalah indikator untuk mengukur kecepatan
perkembangan IPM dalam suatu periode waktu. Pertumbuhan IPM tersebut perlu
dikaji karena keberhasilan pembangunan manusia tidak hanya diukur dari
tingginya capaian angka IPM pada satu waktu, akan tetapi juga melihat kecepatan
dalam peningkatan IPM-nya. Semakin tinggi nilai pertumbuhan IPM-nya maka
semakin cepat nilai IPM yang ideal akan tercapai.
Secara umum, kualitas manusia di masing-masing kabupaten/kota di yang diukur
melalui IPM terlihat menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun, sama
halnya dengan agregat Provinsi. Daerah-daerah dengan IPM yang relatif tinggi
mampu mempertahankan prestasinya (meskipun ada yang naik-turun
peringkatnya), sementara daerah yang masih lebih rendah semakin terpacu untuk
meningkatkan kapabilitas manusia di masing-masing komponen pembentuknya.
Visi pembangunan Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2021-2026
adalah: Mewujudkan CITRA Musi Rawas Utara Berhidayah Visi Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih menggambarkan arah pembangunan
atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam masa jabatan selama 5
(lima) tahun. Melalui visi pembangunan Kabupaten Musi Rawas Utara selama
lima tahun diharapkan seluruh stakeholder di Kabupaten Musi Rawas Utara secara
bersama- sama mengoptimalkan kapasitasnya untuk terwujudnya Citra Musi
Rawas Utara Berhidayah.
159

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten


Musi Rawas Utara tahun 2021-2026 berorientasi pada pembangunan Sumber daya
Manusia dan Penguatan sektor Unggulan berdaya saing sebagai upaya
mewujudkan masyarakat Kabupaten Musi Rawas Utara yang sejahtera. Misi
adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi. Rumusan misi dalam dokumen RPJMD yang dikembangkan
telah memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis, baik eksternal dan
internal yang mempengaruhi serta kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
yang ada dalam pembangunan daerah. Misi Kabupaten Musi Rawas Utara 2021-
2026 disusun untuk memperjelas yang akan dilakukan dalam rangka mencapai
perwujudan visi periode 2021-2026. Sebagai upaya mewujudkan visi
pembangunan.
Berdasarkan visi pembangunan yang telah ditetapkan, misi pembangunan
Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2021-2026, yaitu :
1. Misi 1 : Meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dan berkelanjutan berbasis potensi sumber daya alam
berwawasan lingkungan dan kearifan lokal didukung infrasruktur yang merata.
Selain potensi SDM, Kabupaten Musi Rawas Utara memiliki sumberdaya alam
yang melimpah. Secara geografis Kabupaten Musi Rawas Utara memiliki
karakteristik kondisi geografis yang mendukung pertanian, pertambangan dan
pariwisata. Kabupaten Musi Rawas Utara juga memiliki potensi sektor pertanian
dan perkebunan seperti Sawit, Karet dan Holtikultura. Berbagai lokasi wisata
yang ada di Kabupaten Musi Rawas Utara terbentuk secara alami menjadi potensi
unggulan Kabupaten Musi Rawas Utara. Potensi alam yang melimpah dan
berkarakteristik di Kabupaten Musi Rawas Utara harus dapat mewujudkan
perekonomian daerah yang progresif, mandiri dan berwawasan lingkungan.
Kebijakan- kebijakan strategis didalam mewujudkan daya saing perekonomian
daerah dilakukan melalui peningkatkan pemberdayaan dan peran desa terhadap
perekonomian, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, meningkatkan
pertumbuhan sektor pariwisata, meningkatkan jumlah desa wisata yang terbangun
dengan status maju, meningkatkan daya saing koperasi, usaha mikro, industri
160

kecil dan menengah, ketahanan pangan serta meningkatkan iklim investasi yang
kondusif.
Pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang
luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan
kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu syarat mutlak sebuah
pembangunan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan
aktivitas ekonomi ataupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari di masyarakat.
Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif mengukur inklusivitas
pembangunan di Indonesia melalui aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan. Karena pembangunan ekonomi
inklusif harus memastikan adanya pemerataan ekonomi ke seluruh lapisan
masyarakat, ketimpangan dari sisi pendapatan, gender, maupun wilayah harus
dihapuskan.Perluasan akses dan kesempatan ini ditandai dengan sumber daya
manusia yang lebih berkualitas dan sejahtera yang di kemudian hari dapat
berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif.
Keunggulan potensi sumberdaya alam di Kabupaten Musi Rawas Utara pada
bidang pariwisata, pertanian, perdagangan, UMKM dan selainnya, tidaklah
bernilai ekonomis tinggi serta berjalan dengan baik tanpa didukung oleh
infrastruktur daerah yang berkualitas dan terintegrasi. Hal ini dikarenakan
pembangunan infrastruktur menjadi sentra dalam pengembangan ekonomi suatu
daerah. Dari dasar tersebut maka Kabupaten Musi Rawas Utara dalam 5 (lima)
tahun kedepan akan meningkatkan pembangunan infrastrukturnya dengan pola
yang terintegratif dengan pembangunan sektor-sektor unggulan ekonomi
daerahnya, sehingga efisiensi dan efektivitas pembangunan akan terlaksana
dengan baik. Kebijakan-kebijakan strategis sebagai upaya mencapai misi tersebut
diantaranya melalui peningkatan pelayanan kepuasan infrastruktur, meningkatkan
kepatuhan pembangunan sesuai dengan RTRW dan peningkatan indeks desa
membangun.
161

2. Misi 2 : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak,


toleran dan harmoni berdasarkan Pancasila.
Sumberdaya Manusia adalah potensi utama sebuah kabupaten, keberhasilan
pembangunandapat dilihat dari kapasitas sumberdaya manusianya yang baik dan
berdaya saing. Pembangunan sumberdaya manusia juga merupakan dari investasi
masa depan dimana penguatan kapasitas SDM yang dilakukan saat ini mampu
memberikan kontribusi positif secara berkelanjutan pada pembangunan masa
depan. Kebijakan- kebijakan strategis dalam pembangunan SDM yang utuh dapat
dilakukan melalui berbagai aspek penting seperti meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan pendidikan formal dan informal, meningkatkan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan
perlindungan perempuan dan anak, meningkatkan pelayanan sosial masyarakat,
serta meningkatkan partisipasi angkatan kerja, dan penyerapan tenaga kerja.
Keberhasilan sebuah pembangunan SDM dapat dilihat dengan meningkatnya
indeks pembangunan manusia (IPM), meningkatnya indeks keadilan dan
kesetaraan gender (IKKG), minat baca masyarakat serta tingkat pengangguran
terbuka.
Kehidupan masyarakat yang rukun, harmonis, dan berbudaya dengan berbasis
pada kearifan budaya lokal menjadi pondasi dasar dan menjadi modal utama
didalam melakukan pembangunan kota. Masyarakat yang rukun dan harmoni juga
menjadi bagian dari wujud kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan dari
sebuah pembangunan. Kebijakan- kebijakan strategis sebagai bentuk komitmen
pemerintah daerahdidalam mewujudkan masyarakat yang rukun dan harmonis
dapat dilakukan melalui beberapa upaya seperti meningkatkan modal sosial
masyarakat, meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah serta
pemerintah daerah juga senantiasa hadir didalam melindungi masyarakat dari
berbagai ancaman bahaya seperti ancaman bencana alam dan ancaman bahaya
kebakaran. kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan daya beli masyarakat,
meningkatkan perlindungan perempuan dan anak, meningkatkan pelayanan sosial
masyarakat, serta meningkatkan partisipasi angkatan kerja, dan penyerapan tenaga
kerja. Keberhasilan sebuah pembangunan SDM dapat dilihat dengan
162

meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM), meningkatnya indeks


keadilan dan kesetaraan gender (IKKG), minat baca masyarakat serta tingkat
pengangguran terbuka.
Kehidupan masyarakat yang rukun, harmonis, dan berbudaya dengan berbasis
pada kearifan budaya lokal menjadi pondasi dasar dan menjadi modal utama
didalam melakukan pembangunan kota. Masyarakat yang rukun dan harmoni juga
menjadi bagian dari wujud kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan dari
sebuah pembangunan. Kebijakan- kebijakan strategis sebagai bentuk komitmen
pemerintah daerahdidalam mewujudkan masyarakat yang rukun dan harmonis
dapat dilakukan melalui beberapa upaya seperti meningkatkan modal sosial
masyarakat, meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah serta
pemerintah daerah juga senantiasa hadir didalam melindungi masyarakat dari
berbagai ancaman bahaya seperti ancaman bencana alam dan ancaman bahaya
kebakaran.

4.1.3.1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil memiliki tugas pokok untuk
melaksanakan kewenangan daerah di bidang Kependudukan dan Catatan Sipil
serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah dan atau
Pemerintah Provinsi. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Disdukcapil
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan perencanaan teknis pembangunan dan pengelolaan
administrasi kependudukan catatan sipil dan mobilitas penduduk
2. Pelayanan kepada masyarakat di bidang kependudukan dan catatan sipil
dan mobilitas penduduk
3. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di bidang kependudukan, catatan
sipil dan mobilitas penduduk
4. Pengawasan dan pengendalian teknis di bidang administrasi
kependudukan, catatan sipil dan mobilitas penduduk
5. Pengendalian dan pembinaan UPTD dalam lingkup tugasnya dan
163

6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota seusai tugas pokok dan
fungsinya

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, di masa pandemi Covid-19


Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Rawas Utara
menjalankan inovasi berupa Si Kopeg (Sijek Dokumen Depek Tigo), Si Akang
Kumis (Sistem Pelayanan Sekali Datang 5 Dokumen Selesai) dan Pak Retak
(Pelayanan Keliling Rekam Cetak). Hal ini merupakan upaya Disdukcapil untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat khusus nya di masa Pandemi
Covid-19.

4.1.3.2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu


Berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Musi Rawas Utara Nomor 42 Tahun
2018 tentang penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah:
1. Merupakan unsur pelaksana urusan Pemerintahan Daerah di bidang
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
2. Dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah
3. Memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di
bidang teknis penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan yang diberikan kepada
Kabupaten
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, DPMPTSP
menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan dan perencanaan kebijakan teknis, pelaksanaan dan
pengendalian di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
2. Pembinaan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
3. Penyelenggaraan pelayanan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu
164

4. Pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pemberian


rekomendasi untuk kelancaran pelayanan perizinan satu pintu
5. Penyelenggaraan promosi dan Kerjasama bidang penanaman modal dan
perizinan
6. Pengolahan data dan informasi serta evaluasi kegiatan pelayanan
penanaman modal dan perizinan
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya

Pelaksanaan pelayanan publik di DPMPTSP di masa pandemi covid-19 tetap


berjalan sesuai dengan standar, hanya saja belum ada inovasi khusus yang dibuat
oleh DPMPTSP Kabupaten Musi Rawas Utara di masa pandemi Covid-19

4.1.3.3. Rumah Sakit Umum Daerah Rupit


Rumah Sakit Umum Daerah Rupit Kabupaten Musi Rawas ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Milik Pemerintah Kabupaten Musi Rawas melalui
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 65/Menkes/SK/I/2005 tentang Rumah
Sakit Umum Daerah Musi Rawas Milik Pemerintah Kabupaten Musi Rawas
Provinsi Sumatera Selatan. Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan Preventif,
Kuratif dan Rehabilitatif. Merupakan rumah sakit rujukan di Kabupaten Musi
Rawas (Kabupaten Induk) Rumah Sakit Umum Daerah Rupit yang baru
berkembang dan berstatus Rumah Sakit kelas D dengan SK Bupati no. 3 tahun
2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Tekhnis Daerah
Kabupaten Musi Rawas. Dengan Nomor Registrasi : 16.05.043, Peraturan Bupati
Musi Rawas No.30 tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok dan fungsi Rumah
Sakit.
Pada tahun 2013 Rumah Sakit Umum Daerah Rupit ditetapkan sebagai
Satuan Kerja Perangkat Darah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-PBLUD) dengan status BLUD secara penuh
berdasarkan Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor 646/KPTS/RS.RUPIT/2013.
165

Dengan disahkannya Kabupaten Musi Rawas Utara sebagai daerah otonomi baru
berdasarkan Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2013, maka RSUD Rupit yang
berada di wilayah kabupaten Musi Rawas Utara menjadi Rumah sakit milik
pemerintah kabupaten Musi Rawas Utara.
Visi yang diemban yaitu menjadikan RSUD Rupit Sebagai Pilihan Pertama
dan Utama Bagi Masyarakat Kabupaten Musi Rawas Dalam Hal Pelayanan
Rumah Sakit dengan Misi:
 Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bermutu serta
terjangkau untuk lapisan masyarakat
 Memberikan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan lanjutan
sesuai dengan kelas Rumah Sakit dan standar yang ditetapkan
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana rumah sakit

Di masa pandemi Covid-19 RSUD Rupit menyiapkan 20 tempat tidur khusus


untuk pasien dengan gejala Covid-19, alur pelayanan pasien disesuaikan dengan
standar penanganan Covid-19.
166

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Objek Penelitian


Dalam penelitian ini, populasi yang diteliti adalah seluruh pegawai baik
PNS maupun tenaga honorer yang bekerja pada Instansi unit penyelenggara
pelayanan publik yang menjadi objek penelitian yaitu pada Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
serta Rumah Sakit Umum Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Musi
Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian berupa Kuesioner yang diberikan langsung kepada
responden disetiap Instansi yang menjadi Lokus Penelitian.
Penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 1 November 2021 hingga
15 Desember 2021. Total Kuesioner yang disebarkan sebanyak 400 kuesioner dan
dari 400 kuesioner yang disebar didapatkan 439 Kuesioner yang diterima. Setelah
dilakukan pensortiran 400 kuesioner yang dapat diolah. Pengurangan jumlah
kuesioner yang diolah tersebut dilandasi oleh beberapa alasan. Alasan pertama,
terdapat responden yang memberikan jawaban/respon sama pada setiap item
kuesioner hal ini dianggap sebagai jawaban yang kurang serius dari responden.
Alasan kedua, ada beberapa responden yang mengisi form sebanyak dua kali,
sehingga salah satu kuesioner tidak digunakan. Alasan ketiga, responden
memberikan identitas yang tidak sesuai dengan kriteria.
Berdasarkan data 400 responden dilakukan rekapitulasi data responden
dalam penelitian ini, dalam tabel 4.2. berikut disajikan data profil responden yang
telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
167

Tabel 4.2. Profil Responden Penelitian


Uraian Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin (org) (%)
a. Pria 147 36,75
b. Wanita 253 63,25
Total 400 100,00
Pendidikan Terakhir
a. SMA 41 10,25
b. D1 2 0,50
c. D3 76 19,00
d. S1 187 46,75
e. S2 48 12,00
f. Profesi 46 11,50
Total 400 100,00
Masa Kerja
a. < 1 tahun 34 8,50
b. > 10 tahun 147 36,75
> 5 tahun s.d 10
c. tahun 102 25,50
d. 1 s.d 5 tahun 117 29,25
Total 400 100,00
Umur
a. ≤ 25 th 39 9,75
b. 26 - 30 th 102 25,50
c. 31 - 35 th 83 20,75
d. 36 - 40 th 78 19,50
e. 41 - 45 th 47 11,75
f. > 45 th 51 12,75
Total 400 100,00
Sumber : olahan peneliti

Berdasarkan data responden yang sudah dilakukan pensortiran yang


disajikan pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari jumlah 400 responden pada
penelitian ini 63,75% nya merupakan responden berjenis kelamin wanita dan
sisanya sebanyak 36,75% responden dengan jenis kelamin laki-laki. Perbandingan
jenis kelamin responden dapat dilihat pada gambar 4.4. berikut :
168

Sumber : olahan peneliti

Dilihat dari Pendidikan, mayoritas responden memiliki Pendidikan S1


sebanyak 46,75%, responden yang memiliki pendidikan D3 sebanyak 19,00%,
pendidikan S2 sebanyak 12,00%, responden dari profesi sebanyak 11,50%, untuk
responden yang berpendidikan setingkat SMA sebanyak 10,25% dan yang paling
sedikit yaitu 0,50% memiliki Pendidikan D1. Perbandingan persentase responden
berdasarkan Pendidikan dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut :

Sumber : olahan peneliti


Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini rata-rata sudah
berpengalaman diatas 1 tahun, hanya 8,50% yang memiliki masa kerja kurang
169

dari 1 tahun, yang terbanyak adalah responden dengan masa kerja lebih dari 10
tahun yaitu sebanyak 36,75%. Berikut perbandingan masa kerja responden
digambarkan pada gambar 4.6 dibawah ini :

Sumber : Olahan peneliti


Dilihat dari segi usia didominasi oleh responden usia 26-40 tahun,
kelompok terendah yaitu responden yang berusia kurang dari 25 tahun sebanyak
9,75% dan yang berusia 41 – 45 sebanyak 11,75%. Pada gambar 4.7. berikut
dapat dilihat perbandingan usia responden

Sumber : olahan peneliti


170

5.1.1. Responden Pada Kabupaten Musi Rawas


Responden pada Kabupaten Musi Rawas berjumlah 155 orang, terdiri dari
30 responden dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 30 responden dari
Dinas penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta 95 responden
dari RSUD Sobirin. Dari tiga instansi yang menjadi lokus penelitian, dua instansi
yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan jumlah responden masing-masing 30
responden menyelesaikan pengisian kuesioner melalui google form, sehingga
didapat total 60 kuesioner yang dijawab melalui google form.
Untuk responden pada RSUD Dr. Sobirin dari 90 kuesioner yang disebar
melalui aplikasi Whatsapp menggunakan googleform, hanya 60 responden yang
mengisi google form yang disebarkan melalui Whatsap, untuk melengkapi jumlah
responden hingga tercapai jumlah responden sebanyak 90 orang peneliti
melakukan pengumpulan data secara langsung dengan cara mendatangi responden
langsung ke lokasi dan menyebarkan kuesioner dalam bentuk hardcopy kepada 30
responden sisanya. Pengambilan data pada RSUD Sobirin sedikit mengalami
kendala karena tidak semua responden yang ditelah ditetapkan dari masing-
masing bagian bersedia mengisi kuesioner, sehingga peneliti harus melakukan
pendekatan kepada responden, apabila responden bersedia mengisi maka
pengisian kuesioner dilanjutkan, ada beberapa responden setelah dilakukan
pendekatan tetap tidak bersedia mengisi kuesioner maka peneliti mencari
responden baru yang mewakili unit kerja yang ditunjuk.
171

Gambaran umum responden yang ada di Kabupaten Musi Rawas dapat


dilihat pada Tabel 4.3. berikut :
Tabel 4.3. Profil Responden Penelitian Kabupaten Musi Rawas
Uraian Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin (org) (%)
a. Pria 54 34,84
b. Wanita 101 65,16
Total 155 100,00
Pendidikan Terakhir
a. SMA 12 7,74
b. D1 0 0,00
c. D3 20 12,90
d. S1 71 45,81
e. S2 22 14,19
f. Profesi 30 19,35
Total 155 100
Masa Kerja
a. < 1 tahun 14 9,03
b. 1 s.d 5 tahun 32 20,65
c. > 5 tahun s.d 10 tahun 29 18,71
d. > 10 tahun 80 51,61
Total 155 100,00
Umur
a. ≤ 25 th 14 9,03
b. 26 - 30 th 26 16,77
c. 31 - 35 th 26 16,77
d. 36 - 40 th 27 17,42
e. 41 - 45 th 30 19,35
f. > 45 th 32 20,65
Total 155 100,00
Sumber : olahan peneliti

Dari total responden Kabupaten Musi Rawas sebanyak 155 responden, di


dominasi oleh responden wanita yaitu sebanyak 65,16% sedangkan responden
pria sebanyak 34,84%. Perbandingan jenis kelamin responden di Kabupaten Musi
Rawas dapat di lihat pada gambar 4.8 berikut :
172

Gambar 4.8. Perbandingan Jenis Kelamin Responden


Kabupaten Musi Rawas

35%

65%

Pria wanita

Sumber : olahan peneliti

Berdasarkan Pendidikan, responden penelitian ini paling banyak merupakan


responden dengan Pendidikan S1 yaitu sebanyak 45,81%, urutan tertinggi kedua
adalah responden dari kelompok profesi yang merupakan profesi Kesehatan
sebanyak 19,35%. Pendidikan profesi merupakan responden yang berasal dari
RSUD Sobirin yaitu profesi dokter, perawat, ners, bidan, dokter gigi dan profesi
lain dibidang Kesehatan. Selanjutnya responden yang memiliki Pendidikan S2
sebanyak 14,19%, Pendidikan D3 sebanyak 12,90% dan Pendidikan SMA
sebanyak 7,74%. Sedangkan responden dengan Pendidikan D1 tidak ada.
Perbandingan responden berdasarkan Pendidikan dapat dilihat pada gambar 4.9.
berikut :
173

Sumber : olahan peneliti

Pada Gambar 4.10 dibawah ini dapat dilihat perbandingan masa kerja responden
di kabupaten Musi Rawas sebagai berikut:

Sumber : olahan peneliti


Dari hasil pengumpulan data, responden yang mengisi kuesioner sebanyak
51,61% sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun, untuk responden yang memiliki
masa kerja lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10 tahun sebanyak 18,71%. Untuk
responden dengan masa kerja 1 sampai 5 tahun sebanyak 20,65%. Dan yang
174

paling rendah adalah responden dengan masa kerja kurang dari 1 tahun yaitu
sebanyak 9,03%.

Sumber : olahan peneliti

Berdasarkan gambar 4.11 diatas dapat dilihat bahwa responden yang paling
banyak adalah responden dari kalangan usia diatas 45 tahun yaitu sebanyak
20,65%, selanjutnya sebanyak 19,35% responden memiliki usia 41-45 tahun,
responden dengan usia 36-40 tahun sebanyak 17,42%, responden dengan usia 31-
35% sebanyak 16,77%, responden dengan usia 26-30 tahun, dan yang paling
rendah adalah responden dari kalangan usia kurang dari 25 tahun yaitu sebanyak
9,03%.

5.1.2. Responden Pada Kota Lubuklinggau


Total responden dari Lokus penelitian Kota Lubuklinggau adalah
sebanyak 130 orang dengan jumlah responden masing-masing instansi yaitu :
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebanyak 30 responden. Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebanyak 30 responden.
Dan RSUD Siti Aisyah sebanyak 70 responden. Pada Lokus Instansi di Kota
Lubuklinggau, semua responden mengisi kuesioner menggunakan link untuk
175

mengaskses google form yang dikirimkan melalui aplikasi Whatsapp, tidak ada
kesulitan yang berarti dalam pengambilandengan data di Kota Lubuklinggau.
Dalam tabel 4.4 dibawah ini disajikan data karakteristik responden Kota
Lubuklinggau

Tabel 4.4. Profil Responden Penelitian Kota Lubuklinggau


Uraian Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin (org) (%)
a. Pria 49 37,69
b. Wanita 81 62,31
Total 130 100,00
Pendidikan Terakhir
a. SMA 11 8,46
b. D1 1 0,77
c. D3 30 23,08
d. S1 63 48,46
e. S2 17 13,08
f. Profesi 8 6,15
Total 130 100,00
Masa Kerja
a. < 1 tahun 8 10,53
b. 1 s.d 5 tahun 33 43,42
c. > 5 tahun s.d 10 tahun 35 46,05
d. > 10 tahun 54 71,05
Total 76 100,00
Umur
a. ≤ 25 th 7 5,38
b. 26 - 30 th 27 20,77
c. 31 - 35 th 30 23,08
d. 36 - 40 th 41 31,54
e. 41 - 45 th 13 10,00
f. > 45 th 12 9,23
Total 130 100,00
Sumber : olahan peneliti

Dari total 130 responden yang berasal dari lokus Kota Lubuklinggau, 62% nya
adalah responden wanita, sedangkan 38% nya adalah respond pria, perbandingan
jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini.
176

Gambar 4.12. Perbandingan Jenis Kelamin Responden


Kota Lubuklinggau

Pria
38%

Wanita
62%

Pria Wanita

Sumber : olahan peneliti

Pada gambar 4.13 dibawah ini dapat dilihat perbandingan responden Kota
Lubuklinggau berdasarkan Pendidikan. Responden yang paling banyak yaitu
sebanyak 48,46% memiliki background Pendidikan S1. Jumlah responden
terbanyak kedua sebanyak 23,08% memiliki Pendidikan D3. Selanjutnya
sebanyak 13,08% responden memiliki Pendidikan S2. Pendidikan SMA sebanyak
8,46%, responden dengan Pendidikan profesi sebanyak 6,15%. Dan responden
dengan jumlah paling sedikit memiliki Pendidikan D1 yaitu sebesar 0,77%.
177

Gambar 4.13. Perbandingan Pendidikan Responden


Kota Lubuklinggau

48.46

23.08

13.08
8.46 0.77 6.15

SMA D1 D3 S1 S2 Profesi

Sumber : olahan peneliti

Selanjutnya peneliti mengkelompokkan data berdasarkan masa kerja responden di


Kota Lubuklinggau sebagai berikut :

Gambar 4.14. Perbandingan Masa Kerja


Responden Kota Lubuklinggau

71.05

43.42 46.05

10.53

< 1 TAHUN 1 S.D 5 TAHUN > 5 TAHUN S.D 10 > 10 TAHUN


TAHUN

Sumber : olahan peneliti

Dari total 130 Responden Kota Lubuklinggau, yang mendominasi yaitu


sebanyak 71,05% merupakan responden yang sudah lama bekerja pada instansi
yang menjadi lokus penelitian. Terbanyak kedua yaitu sebesar 46,05%
178

merupakan responden yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10
tahun. Untuk responden yang memiliki masa kerja lebih dari 1 tahun dan kurang
dari 5 tahun sebanyak 43,42%, hanya 10,53% dari total responden memiliki masa
kerja kurang dari 1 tahun. Perbandingan masa kerja dari responden di Kota
Lubuklinggau ini dapat dilihat pada tabel 4.14 yang disajikan pada halaman
sebelumnya.
Gambaran perbandingan Usia Responden di Kota Lubuklinggau dapat
dilihat pada Gambar 4.15 berikut :

Gambar 4.15. Perbandingan Usia Responden


Kota Lubuklinggau

31.54

23.08
20.77

10 9.23
5.38

≤ 25 TH 26 - 30 TH 31 - 35 TH 36 - 40 TH 41 - 45 TH > 45 TH

Sumber : olahan peneliti


Responden terbanyak berasal dari kelompok usia 36-40 tahun yaitu ssebesar
31,54%. Terbanyak kedua adalah responden dari kelompok usia 31-35% yaitu
sebanyak 23,08%, selanjutnya sebanyak 20,77% responden memiliki usia 26-30
tahun, responden dengan usia 41-45 tahun sebanyak 10%, untuk kelompok usia
diatas 45 tahun sebanyak 9,23% dan yang paling sedikit adalah responden dari
kelompok usia kurang dari 25 tahun yaitu sebanyak 5,38%.
179

5.1.3. Responden Pada Kabupaten Musi Rawas Utara


Responden pada Kabupaten Musi Rawas Utara berjumlah 115 orang.
Gambaran umum responden pada Kabupaten Musi Rawas Utara dapat dilihat
pada Tabel 4.5. berikut :

Tabel 4.5. Profil Responden Penelitian Kabupaten Musi Rawas Utara


Uraian Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin (org) (%)
a. Pria 44 38,26
b. Wanita 71 61,74
Total 115 100,00
Pendidikan Terakhir
a. SMA 18 15,65
b. D1 1 0,87
c. D3 26 22,61
d. S1 53 46,09
e. S2 9 7,83
f. Profesi 8 6,96
Total 115 100,00
Masa Kerja
a. < 1 tahun 12 11,76
b. 1 s.d 5 tahun 52 50,98
c. > 5 tahun s.d 10 tahun 38 37,25
d. > 10 tahun 13 12,75
Total 102 100,00
Umur
a. ≤ 25 th 18 15,65
b. 26 - 30 th 49 42,61
c. 31 - 35 th 27 23,48
d. 36 - 40 th 10 8,70
e. 41 - 45 th 4 3,48
f. > 45 th 7 6,09
Total 115 100,00
Sumber : olahan peneliti

Responden pada Kabupaten Musi Rawas Utara berjumlah total 115 orang,
dengan distribusi masing-masing instansi terdiri dari 30 orang berasal dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 30 orang dari Dinas Penanaman Modal dan
180

Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan 55 orang dari RSUD Rupit. Dalam
pengambilan data pada Kabupaten Musi Rawas Utara tidak ada kesulitan yang
berarti, semua responden mengisi kuesioner melalui google form yang diakses
menggunakan link yang dikirimkan melalui aplikasi Whatsapp.

Gambar 4.16. Perbandingan Jenis Kelamin Responden


Kabupaten Musi Rawas Utara

38%
Pria
62%
wanita

Sumber : olahan peneliti


Pada Gambar 4.16 diatas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini
responden pada Kabupaten Musi Rawas Utara juga di dominasi oleh responden
wanita seperti dua kabupaten kota lain. Jumlah responden wanita di Kabupaten
Musi Rawas Utara adalah sebanyak 62%, sedangkan sisanya sebanyak 38%
adalah responden pria.
Berdasarkan pendidikan, responden yang berpartisipasi dalam penelitian di
Kabupaten Musi Rawas Utara dapat dilihat pada gambar 4.17 berikut ini :
181

Gambar 4.17. Perbandingan Pendidikan Responden


Kabupaten Musi Rawas Utara

46.09

22.61

15.65

0.87 7.83 6.96

SMA D1 D3 S1 S2 PROFESI

Sumber : olahan peneliti

Dari Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa responden terbanyak di Kabupaten


Musi Rawas Utara memiliki Pendidikan S1 yaitu sebanyak 46,09%, terbanyak
kedua adalah responden dari kelompok Pendidikan D3 yaitu sebanyak 22,61%, di
urutan ketiga adalah responden dengan Pendidikan SMA sebanyak 15,65%,
selanjutnya sebanyak 7,83% adalah sebanyak 7,83%. Responden yang berasal dari
profesi Kesehatan sebanyak 6,96%. Responden yang paling sedikit berasal dari
Pendidikan D1 yaitu sebanyak 0,87%.
Berdasarkan masa kerja, responden terbanyak di Kabupaten Musi Rawas
Utara mempunyai masa kerja antara 1 sampai 5 tahun sebanyak 50,98%,
responden dengan masa kerja lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10 tahun
sebanyak 37,25%. Responden dengan masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak
12,75% dan responden dengan jumlah terendah memiliki masa kerja kurang dari 1
tahun yaitu sebanyak 11,76%. Perbandingan masa kerja responden dapat dilihat
pada gambar 4.18 berikut :
182

Gambar 4.18. Perbandingan Masa Kerja Responden


Kabupaten Musi Rawas Utara

50.98

37.25

11.76 12.75

< 1 TAHUN 1 S.D 5 TAHUN > 5 TAHUN S.D 10 > 10 TAHUN


TAHUN

Sumber : olahan peneliti

Berdasarkan usia responden yang berpartisipasi pada penelitian di Kabupaten


Musi Rawas Utara di dominasi oleh responden dengan kelompok usia 26 -30
tahun sebanyak 42,61%. Di urutan terbanyak kedua adalah kelompok umur 31-35
tahun sebanyak 23,48%. Urutan ketiga adalah responden dari kelompok umur
kurang dari 25 tahun sebanyak 15,65%. Selanjutnya sebanyak 8,7% adalah
responden dari kelompok usia 36-40 tahun. Responden dengan usia diatas 45
tahun sebanyak 6,09%. Dan yang paling sedikit adalah responden dengan
kelompok 41 -45 tahun sebanyak 3.48%. Perbandingan responden berdasarkan
usia di Kabupaten Musi Rawas Utara dapat dilihat pada gambar 4.19 yang
disajikan berikut ini.
183

Gambar 4.19. Perbandingan Usia Responden


Kabupaten Musi Rawas Utara

42.61

23.48

15.65

8.7
3.48 6.09

≤ 25 TH 26 - 30 TH 31 - 35 TH 36 - 40 TH 41 - 45 TH > 45 TH

Sumber : olahan peneliti

Setelah dilakukan tabulasi data umum responden dari masing-masing lokus,


selanjutnya dilakukan proses analisis statistik deskripsi

5.2. Analisis Statistik Deskripsi


Data yang telah terkumpul dari kuesioner yang telah disebarkan kepada
responden selanjutnya dilakukan proses tabulasi untuk digunakan sebagai alat
analisis data. Hasil proses tabulasi yang dilakukan selanjutnya dilakukan
pengolahan data menggunakan program SPPS versi 16.0 yang menghasilkan data
deskripsi statistik variabel penelitian berisi nilai range, nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata, standar deviasi dan variasi seperti yang digambarkan
pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.6. Statistik Deskriptif

Std.
N Range Minimum Maximum Mean Deviation Variance

Transformational Leadership (X) 400 76 24 100 79,16 13,528 182,998

Agile Governance (Y1) 400 100 25 125 101,39 16,626 276,423

Public Service Performace (Y2) 400 40 10 50 40,55 7,295 53,221

Sumber : hasil olahan SPSS


184

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, variabel Transformational Leadership


mempunyai bobot kisaran teoritis sebesar 76 dengan nilai rata-rata sebesar 79,16
dan standar deviasi sebesar 13,528 nilai rata-rata jawaban variabel TL untuk
kisaran aktualnya di atas nilai rata-rata kisaran teoritis, mengindikasikan bahwa
penilaian responden terhadap aspek TL adalah tinggi. Berdasarkan data
menunjukkan bahwa jawaban responden untuk konstruk Transformational
Leadership cenderung homogen.
Variabel Agile Governance mempunyai bobot kisaran teoritis sebesar 100
dengan nilai rata-rata sebesar 101,39 dan standar deviasi sebesar 16,626 nilai rata-
rata jawaban variabel AG untuk kisaran aktualnya di atas nilai rata-rata kisaran
teoritis, mengindikasikan bahwa para responden menilai Agile Governance pada
institusi mereka sudah berjalan cukup baik. Berdasarkan data menunjukkan bahwa
jawaban responden untuk konstruk Agile Governance cenderung homogen.
Untuk Variabel Kinerja Pelayanan Publik mempunyai bobot kisaran
teoritis sebesar 40 dengan nilai rata-rata sebesar 40,55 dan standar deviasi sebesar
7,295 nilai rata-rata jawaban variabel PSP untuk kisaran aktualnya di atas nilai
rata-rata kisaran teoritis, mengindikasikan bahwa para responden menilai Kinerja
Pelayanan Publik pada institusi mereka sudah berjalan cukup baik dan jawaban
responden untuk konstruk Kinerja Pelayanan Publik cenderung homogen.

5.3. Analisis Data Hasil Penelitian


Untuk melakukan analisis pada data yang diperoleh dari hasil pengumpulan
data melalui penyebaran kuesioner digambarkan model penelitian yang dapat
dilihat pada gambar 4.20. berikut :
185

Gambar 4.20. Model Penelitian dengan Variabel dan Dimensi

Sumber : olahan peneliti

Dari gambar 4.20. diatas dapat dilihat model penelitian ini menggunakan 3 (tiga)
variabel yang akan diukur, Variabel Transformational Leadership (TL)
merupakan variabel dependen dilambangkan dengan variabel X. Variabel Agile
Governance (AG) merupakan variabel independent sekaligus variabel mediator
dilambangkan dengan Y1. Sedangkan variabel Kinerja Pelayanan Publik (PSP)
adalah variabel independent dilambangkan dengan Y2. Variabel X (TL) memiliki
4 (empat) dimensi yaitu : 1. Idealized influence (X1); 2. Inspirational Motivation
(X2); 3. Intellectual Stimulation (X3); 4. Individual Consideration (X4). Variabel
Y1 (AG) memiliki 6 (enam) dimensi yaitu : 1. Environment factor (Y1.1); 2.
Moderator Factor (Y1.2); 3. Agile Capabilities (Y1.3); 4. Governance
Capabilities (Y1.4); 5. Business Operation (Y1.5) dan yang terakhir adalah Value
Delivery (Y1.6). Variabel Y2 (PSP) memiliki 6 dimensi yaitu : 1. Eficiency
(Y2.1); 2. Quality (Y2.2); 3. Effectiveness (Y2.3); 4. Colaboration (Y2.4); 5.
Legitimacy (Y2.5) dan yang terakhir adalah Future Profing (Y2.6).
Dalam analisis data ini penulis membuat singkatan untuk menyebut
variabel agar lebih efisien
186

Tabel 4.7. Singkatan Variabel


Variabel Singkatan
Transformational Leadership (X) TL
Agile Governance (Y1) AG
Public Service Performance/ Kinerja Pelayanan Publik (Y2) PSP

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : analisis model
pengukuran (outer model) dan analisis model structural (inner model). Model
pengukuran digunakan untuk pengujian validitas dan reabilitas, sedangkan model
structural dapat digunakan untuk uji kausalitas pengujian hipotesa dengan model
prediksi (Jogiyanto & Abdillah, 2019). Hasil analisis data dapat disajikan sebagai
berikut :

5.3.1. Evaluasi Measurement (Outer Model)


Dalam buku Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk
Penelitian Empiris yang ditulis oleh Jogiyanto dan Willy Abdillah (2019)
disebutkan bahwa model pengukuran atau disebut outer model menggambarkan
hubungan antara blok indikator dengan variabel latennya. Dalam analisis data
dengan menggunakan Partial Least Square, pada tahap pertama dilakukan
pengujian model pengukuran atau outer model dengan PLS algoritma. Dalam
penelitian ini, outer model diuji menggunakan uji validitas konvergen, uji
validitas diskriminan, uji reliabilitas, dan uji konstruk formatif. Software PLS
yang digunakan adalah SmartPLS versi 3,0 karya Ringle et al.
187

Gambar 4.21. Model Penelitian dengan Variabel, Dimensi dan Indikator

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada tahap awal peneliti menggambar variabel laten dengan bulatan


berwarna merah, dimensi dengan bulatan berwarna biru serta indikator/pertanyaan
dalam kuesioner dengan kotak berwarna kuning dengan, kemudian dilakukan
proses calculate yang ternyata aplikasi SmartPLS 3.0 tidak dapat melakukan
running perhitungan dengan model pada gambar 4.21. diatas.
Kemudian dilakukan kembali proses menggambar model dengan
menghilangkan dimensi dari masing-masing variabel, sehingga masing-masing
variabel dihubungkan langsung dengan indikator-indikatornya, selanjutkan
188

dilakukan proses calculate dengan teknik PLS Algoritma. Adapun model


pengukuran untuk uji validitas dan reabilitas, koefisien determinasi model dan
koefisien jalur untuk model persamaan, dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut:

Gambar 4.22. Tampilan Pengukuran PLS Algoritma

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS

Berdasarkan penghitungan pada PLS Algoritm. Didapatkan hasil nilai-nilai


sebagai berikut :

1. Path Coefficient
Path Coefficient atau koefisien jalur mempunyai makna besarnya pengaruh
variabel laten dengan indikator-indikatornya terhadap variabel lain dengan
indikatornya. Hasil perhitungan koefisien jalur dapat dilihat pada tabel 4.8
dibawah ini :
189

Tabel 4.8. Koefisien Jalur


Agile Public Service Transformational
Governance Performance Leadership

Agile Governance (AG) 0,775

Public Service Performance (PSP)

Transformational Leadership (TL) 0,858 0,171

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada tabel 4.8 dapat dilihat nilai koefisien jalur variabel Agile Governance sebesar
0,775 artinya variabel Agile Governance mempunyai pengaruh sebesar 77,5%
terhadap Kinerja Pelayanan Publik. Nilai koefisien jalur variabel
Transformational Leadership terhadap Agile Governance sebesar 0,858 yang
memiliki makna bahwa pengaruh variabel Transformational Leadership terhadap
Agile Governance adalah sebesar 85,8%. Untuk nilai koefiesien jalur
Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik sebesar 0,171
yang bermakna bahwa variabel Transformational Leadership memberikan
pengaruh sebesar 17,1% terhadap Kinerja Pelayanan Publik. Nilai Koefisien Jalur
dari masing-masing hubungan antar variabel dapat dilihat jelas pada gambar 4.23
dibawah ini :
Gambar 4.23. Path Coefficients

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


190

Dari gambar 4.23 dapat dilihat bahwa nilai koefisien jalur variabel
Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai
paling rendah yaitu sebesar 0,171.

2. Indirect Effects
Indirect Effects atau efek tidak langsung didapat bila suatu model penelitian
memiliki variabel sebagai mediator dalam model mediasi, dalam model
sederhana tidak didapat nilai efek tidak langsung (Narimawati et al., 2020). Pada
penelitian ini memiliki nilai efek tidak langsung seperti yang ditampilkan pada
tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9. Nilai Indirect Effects

Agile Public Service Transformational


Governance Performance Leadership

Agile Governance

Public Service Performance

Transformational
0,658
Leadership

Specific Indirect Effects

Transformational Leadership -> Agile Governance -> Public Service


0,658
Performance
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai efek tidak langsung dalam hubungan antara
variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik melalui
Agile Governance dengan nilai pengaruh sebesar 0,658 atau 65,8%.

3. Total Effects
Total efek dapat sama dengan nilai Path Coefficient dan dapat berbeda. Pada
penelitian ini nilai total efek dapat dilihat pada tabel 4.25 dibawah ini :
191

Tabel 4.25. Nilai Total Effects

Agile Public Service Transformational


Governance Performance Leadership

Agile Governance 0,765

Public Service Performance

Transformational
0,861 0,841
Leadership
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
Untuk hubungan antara variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan
Publik sama dengan nilai Path Coefficient yaitu sebesar 0,765. Nilai efek total
hubungan antara Transformational Leadership dengan Agile Governance juga
sama dengan nilai Path Coefficient yaitu sebesar 0,861. Sedangkan nilai efek total
hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik yaitu sebesar 0,841 berbeda dengan nilai Path Coefficient sebesar 0,171
karena memiliki nilai efek tidak langsung sebesar 0,658.

4. Outer Loading
Nilai outer Loading diperoleh dengan melakukan kalkulasi pada proses Algoritma
pada aplikasi SmartPLS. Nilai outer loading ini digunakan untuk mengetahui
validitas suatu indikator, indikator dinyatakan valid apabila nilai outer loading
yang dihasilkan memiliki nilai diatas 0,7. Dengan nilai outer loading > 0,7 maka
indikator yang digunakan dalam penelitian dapat terus digunakan untuk
melanjutkan proses kalkulasi berikutnya. Dari hasil perhitungan kalkulasi proses
algoritma pada penelitian ini diperoleh nilai outer loading yang dapat dilihat pada
Tabel 4.11 berikut :
192

Tabel 4.11 Nilai Outer Loading


Agile Public Service Transformational
Indikator
Governance Performace Leadership
a3 0,827
a5 0,816
b1 0,802
b2 0,802
b3 0,812
b4 0,852
b5 0,859
c1 0,842
c2 0,852
c4 0,825
c5 0,852
d1 0,793
d2 0,768
d3 0,770
d5 0,734
e1 0,793
e2 0,800
f1 0,809
f2 0,834
f4 0,856
f5 0,829
f6 0,799
g1 0,868
g3 0,857
g4 0,858
h1 0,883
h2 0,859
h3 0,861
h4 0,852
i1 0,812
i2 0,776
i3 0,865
j1 0,887
j2 0,820
j3 0,833
k1 0,851
k2 0,793
l1 0,835
l2 0,873
m1 0,905
n1 0,817
n2 0,873
o1 0,881
p1 0,853
p2 0,859
Sumber : Hasil Olahan SmartPLS 3,0

5. Outer Weight
Outer weight atau bobot pada model pengukuran dalam penelitian ini digunakan
untuk perhitungan nilai skor variabel laten berdasarkan hasil perhitungan dapat
dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini :
193

Tabel 4.12. Nilai outer weight


Agile Public Service Transformational
Indikator
Governance Performance Leadership
a3 0,084
a5 0,083
b1 0,083
b2 0,074
b3 0,077
b4 0,091
b5 0,086
c1 0,087
c2 0,091
c4 0,083
c5 0,086
d1 0,078
d2 0,075
d3 0,076
d5 0,072
e1 0,057
e2 0,058
f1 0,058
f2 0,061
f4 0,061
f5 0,057
f6 0,057
g1 0,062
g3 0,060
g4 0,061
h1 0,063
h2 0,063
h3 0,062
h4 0,060
i1 0,056
i2 0,054
i3 0,060
j1 0,063
j2 0,060
j3 0,060
k1 0,121
k2 0,103
l1 0,109
l2 0,115
m1 0,123
n1 0,112
n2 0,122
o1 0,120
p1 0,121
p2 0,123
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
194

6. R square
Koefisien determinasi (R Square) merupakan cara untuk menilai seberapa
besar konstruk endogen dapat dijelaskan oleh konstruk eksogen. Nilai koefisien
determinasi (R Square) diharapkan antara 0 dan 1. Hasil perhitungan
menunjukkan nilai R square pada tabel 4.13 dibawah ini :

Tabel 4.13. Nilai R square

R Square R Square Adjusted

Agile Governance 0,741 0,741

Public Service Performance 0,858 0,857

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Berdasarkan data pada tabel 4.13 Variabel Agile Governance memiliki nilai R
Square sebesar 0,741 dan R square Adjusted sama. Untuk variabel Kinerja
Pelayanan Publik memiliki R Square sebesar 0,858 dan R Square Adjusted sebesar
0,857. Adjusted R-square berfungsi untuk mengukur seberapa besar tingkat
keyakinan penambahan variabel independen yang tepat untuk menambah daya
prediksi model. Nilai Adjusted R-square tidak akan pernah melebihi nilai R-
squared, bahkan dapat turun jika terjadi penambahan variabel independen yang
tidak diperlukan. Perbandingan nilai R square pada variabel Agile Governance
dengan variabel Kinerja Pelayanan Publik dapat dilihat pada gambar 4.24
dibawah ini:
195

Gambar 4.24. Nilai R Square

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada gambar 4.24 dapat dilihat nilai R square Variabel Agile Governance dan
variabel Kinerja Pelayanan Publik. Sedangkan nilai R Square Adjusted dapat
dilihat pada gambar 4.25 dibawah ini.
Gambar 4.25. Nilai R Square Adjusted

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


196

7. f square
Nilai f Square digunakan untuki melihat besarnya pengaruh antar variabel,
berdasarkan hasil perhitungan nilai f Square dapat dilihat pada tampilan tabel 4.14
dibawah ini :
Tabel 4.14. Nilai f square
Agile Public Service Transformational
Governance Performance Leadership
Agile Governance 1,064
Public Service Performance
Transformational Leadership 2,868 0,060
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Hubungan antara variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik


memiliki nilai f Square sebesar 1,064. Hubungan antara variabel
Transformational Leadership dengan Agile Governance memiliki nilai f Square
sebesar 2,868 dan untuk hubungan antara variabel Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai sebesai 0,060

Gambar 4.26. Nilai f Square

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


197

Pada gambar 4.26 dapat dilihat perbandingan nilai f Square pada masing-masing
hubungan antar variabel. Untuk hubungan antara Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai f Square 0,060 artinya berada
pada posisi efek yang kecil.

8. Construct Reliability and Validity


Nilai reabilitas dan validitas konstruk berfungsi untuk menilai kelayakan variabel
laten yang diuji. Hasil perhitungan nilai construk reability dan validity pada
penelitian ini disajikan pada tabel 4.15 dibawah ini:

Tabel 4.15. Nilai Construct Reliability and Validity


Average
Cronbach's Composite
rho_A Variance
Alpha Reliability
Extracted (AVE)
Agile Governance 0,978 0,978 0,979 0,702
Public Service Performance 0,959 0,960 0,964 0,730
Transformational Leadership 0,964 0,965 0,967 0,663
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Nilai reabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi dan ketepatan suatu alat ukur
dalam melakukan pengukuran menurut Hartono (2008) dalam (Jogiyanto &
Abdillah, 2019). Dalam pengujian Reabilitas digunakan nilai Cronbach’s Alpha
yang berdasarkan tabel 4.15 diatas diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk
variabel Agile Governance sebesar 0,978, untuk variabel Kinerja Pelayanan
Publik sebesar 0,959 dan untuk variabel Transformational Leadership sebesar
0,964. Nilai Cronbach’s Alpha dari masing-masing variabel dapat dilihat pada
gambar 4.29 dibawah ini :
198

Gambar 4.27. Nilai Cronbach’s Alpha

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari gambar 4.27 dapat dilihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha semua variabel
berada diatas rule of thumb yaitu 0,7. Selain nilai Cronbach’s Alpha untuk
melihat reabilitas variabel dapat juga dilihat dari nilai rho_A dengan ketentuan
sama dengan nilai Cronbch’s Alpha yaitu diatas 0,7. Bilai nilai rho_A lebih dari
0,7 maka suatu variabel dapat dikatakan reliabel. Hasil perhitungan nilai rho_A
pada penelitian ini dapat dilihat pada data yang disajikan pada gambar 4.28
dibawah ini :
199

Gambar 4.28. Nilai rho_A

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada gambar 4.28 dapat dilihat nilai rho_A semua variabel dalam penelitian ini
memiliki nilai rho_A diatas nilai rule of thumb yaitu 0,7. Variabel Agile
Governance, Kinerja Pelayanan Publik dan Transformational Leadership
memiliki nilai rho_A mendekati nilai 1 artinya variabel dalam penelitian ini
memiliki reabilitas yang baik. Selain nilai rho_A yang disajikan pada gambar 4.28
diatas, reabilitas variabel dalam penelitian ini juga dapat dilihat dari nilai
composite reability sebagaimana disajikan pada gambar 4.29 dibawah ini :
200

Gambar 4.29. Nilai Composite Reability

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Nilai composite reability mengukur nilai sesungguhnya reabilitas suatu


konstruk, sama seperti cronbach’s alpha dan rho_A nilai composite reability
memiliki rule of thumb harus lebih besar dari 0,7 (Hair et al., 2014). Berdasarkan
gambar 4.29 diatas dapat dilihat bahwa nilai composite reability dari variabel
Agile Governance, Kinerja Pelayanan Publik dan Transformational Leadership
sudah memenuhi ketentuan yaitu memiliki nilai diatas 0,7 bahkan mendekati nilai
1 yang artinya semua variabel dalam penelitian ini memiliki reabilitas yang baik.
Reabilitas merupakan keakuratan dan ketepatan dari suatu alat ukur dalam
prosedur pengukuran, dengan hasil pengukuran yang dapat dilihat pada gambar
4.29 diatas semua variabel dalam penelitian ini memiliki hasil reabilitas baik yang
artinya variabel yang digunakan merupakan variabel yang akurat dan tepat, hal ini
menunjukkan bahwa untuk mengukur Kinerja Pelayanan Publik, Agile
Governance dan Transformational Leadership indikator yang digunakan dalam
penelitian ini mendukung variabel menjadi variabel yang akurat dan tepat dalam
prosedur pengukuran.
Untuk mengetahui validitas suatu konstruk untuk menunjukkan seberapa
baik hasil yang diperoleh dari penggunanaan suatu pengukuran sesuai teori yang
digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk. Untuk mengukur validitas dapat
201

digunakan nilai outer loading dan nilai AVE (average variance extracted). Nilai
AVE pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.30 dibawah ini :

Gambar 4.30. Nilai AVE

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Suatu konstruk dinyatakan valid apabila nilai AVE berada diatas 0,5, berdasarkan
gambar 4.30 diatas diketahui bahwa nilai AVE semua variabel dalam penelitian
ini telah memenuhi ketentuan yaitu diatas 0,5.

9. Heterotraid- Monotrait (HTMT) Ratio correlations


Merupakan pengukuran kuantifikasi hubungan antara dua pengukuran
terhadap dua variabel laten dengan menggunakan metode yang berbeda. Jika nilai
HTMT bernilai1 atau lebih menunjukkan adanya kekurangan validitas
diskriminan, sebaliknya nilai kurang dari 1 mempunyai makna bahwa kedua
variabel laten secara empiris berbeda atau memiliki validitas discriminant yang
tinggi (Narimawati et al., 2020). Nilai HTMT dari hasil perhitungan dapat
dilihat pada gambar 4.31 berikut ini
202

Gambar 4.31. Nilai HTMT

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Nilai HTMT pada masing-masing hubungan dua variabel yaitu variabel Kinerja
Pelayanan Publik dengan Agile Governance; variabel Transformational
Leadership dengan Agile Governance; dan Variabel Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai HTMT < 1 dan > 0,85

10. Discriminant Validity


Nilai validitas diskriminan yang didapat dari perhitungan PLS disajikan
dalam tabel 4.16. berikut:
203

Tabel 4.16. Nilai Discriminant Validity


Agile Public Service Transformational
Governance Performance Leadership
Agile Governance 0,838

Public Service Performance 0,922 0,855

Transformational Leadership 0,861 0,841 0,814


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Nilai validitas diskriminan yang disyaratkan adalah > 0,5 (Narimawati et al.,
2020). Dari hasil perhitungan nilai validitas diskriminan variabel laten dalam
penelitian mempunyai nilai > 0,5 sehingga ketiga variabel dinyatakan valid.

11. Collinearity Statistics (VIF)


Dari hasil perhitungan PLS, nilai Kolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.17
dibawah ini :
Tabel 4.17 Nilai Kolinearitas
Indikator VIF Indikator VIF
a3 3,067 h1 5,883
a5 3,454 h2 4,974
b1 3,022 h3 4,589
b2 2,873 h4 3,808
b3 2,797 i1 3,743
b4 3,542 i2 3,975
b5 3,697 i3 5,604
c1 3,227 j1 5,505
c2 3,386 j2 4,083
c4 2,968 j3 4,011
c5 3,417 k1 2,975
d1 2,685 k2 3,048
d2 2,476 l1 3,737
d3 2,559 l2 3,793
d5 2,212 m1 4,650
e1 3,128 n1 2,640
e2 3,893 n2 4,067
f1 3,677 o1 3,780
f2 3,998 p1 3,725
f4 4,230 p2 4,126
f5 3,753
f6 3,180
g1 4,494
g3 4,692
g4 5,228
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
204

Perhitungan kolinearitas ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan atau


korelasi yang sangat tinggi antar variabel bebas

12. Model Fit


Nilai model fit dari hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.18 dibawah ini :

Tabel 4.18. Model Fit


Saturated Model Estimated Model

SRMR 0,043 0,043

d_ULS 1,871 1,871

d_G 1,645 1,645

Chi-Square 3504,078 3504,078

NFI 0,834 0,834


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Model fit adalah pengukuran untuk menilai kecocokan model, pengukuran Model
Fit ada 5 nilai yang dihitung yaitu :

1. Nilai SRMR (Standardized Root Mean Residual) nilai yang disarankan


yaitu < 0,1, pada model penelitian nilai yang dihasilkan adalah 0,043
menunjukkan kecocokan model penelitian
2. Nilai d_ULS (nilai jarak Euclidean Kuadrat) sebesar 1,871
3. Nilai d_GI (nilai jarak Geodesic) dengan nilai sebesar 1,645
4. Chi Square dipersyaratkan harus kurang dari 3 dari hasil perhitungan di
dapat nilai chi square adalah 3504,078 yang artinya model kurang cocok
5. NFI (Normed Fit Index) nilai hasil perhitungan adalah 0,834 semakin
mendekati 1 model semakin cocok
205

5.3.1.1. Uji Validitas Konvergen


Untuk mengukur validitas konvergen dari indikator reflektif digunakan
nilai loading factor dari masing-masing indikator yang mengukur konstruk. Pada
penelitian ini ada 3 konstruk dengan jumlah indikator masing masing antara 10
sampai 25. Dari hasil pengujian model pengukuran yang digambarkan pada
gambar 4.21. dapat dijelaskan sebagai berikut :

a Konstruk Transformational Leadership (TL) diukur dengan menggunakan


indikator a1-a5, b1-b5, c1-c5, d1-d5
b Konstruk Agile Governance (AG) diukur dengan menggunakan indikator
e1-e5, f1-f6, g1-g4, h1-h4, i1-i3, j1-j3
c Konstruk Public Service Performance (PSP) diukur dengan menggunakan
indikator k1-k2, l1-l2, m1, n1-n2, 01 dan p1-p2

Pengujian pertama dari uji validitas konvergen adalah outer loading. Nilai outer
loading dapat digunakan untuk menunjukkan apakah suatu indikator valid atau
tidak dalam mendukung sebuah pengujian. Indikator dinyatakan valid apabila
nilai outer loading indikator tersebut lebih dari 0,7 (Jogiyanto & Abdillah, 2019).
Dalam penelitian ini didapat nilai outer loading berdasarkan hasil perhitungan
dengan Hasil penghitungan awal outer loading dengan indikator lengkap
diuraikan dalam tabel 4.19. sebagai berikut :
206

Tabel 4.19. Nilai Outer Loading dengan indikator lengkap


INDIKATOR TL AG PSP
a1 0,609
a2 0,669
a3 0,829
a4 0,703
a5 0,806
b1 0,794
b2 0,802
b3 0,814
b4 0,839
b5 0,849
c1 0,833
c2 0,843
c3 0,618
c4 0,821
c5 0,839
d1 0,793
d2 0,776
d3 0,768
d4 0,584
d5 0,725
e1 0,788
e2 0,796
e3 0,623
e4 0,429
e5 0,522
f1 0,807
f2 0,828
f3 0,567
f4 0,845
f5 0,824
f6 0,792
g1 0,869
g2 0,693
g3 0,860
g4 0,853
h1 0,879
h2 0,854
h3 0,858
h4 0,848
i1 0,817
i2 0,783
i3 0,861
j1 0,883
j2 0,817
j3 0,825
k1 0,851
k2 0,794
l1 0,836
l2 0,873
m1 0,905
n1 0,818
n2 0,873
o1 0,881
p1 0,853
p2 0,858
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
207

Berdasarkan tabel 4.14. Nilai Outer Loading di atas, hampir semua


indikator konstruk memiliki nilai di atas rule of thumb 0,7. Ada 9 indikator yang
memiliki nilai dibawah 0,7 yaitu indikator a1, a2, c3, d4 yang merupakan
indikator dari variabel Transformation Leadership (TL) dan indikator e3, e4, e5,
f3 dan g2 yang merupakan indikator dari variable Agile Governance (AG).
Sembilan indikator yang ditanyakan kepada responden tersebut karena tidak
memenuhi nilai minimal yang disyaratkan maka indikator tersebut harus dibuang
dari model. Berikut data indikator yang tidak memenuhi persyaratan nilai minimal
Loading Faktor disajikan pada tabel 4.20. berikut:

Tabel 4.20. Indikator dengan nilai Loading Factor dibawah 0,7


Variabel Indikator Kode Nilai
Indikator Loading
Factor
Transformational Leadership
Atasan membuat senang bila berada disekitar dia a1 0,609
Atasan memberikan perhatian secara pribadi kepada a2 0,669
mereka yang kelihatan terabaikan
Atasan menghindari untuk membuat keputusan c3 0,618
sendiri
Atasan memberikan perhatian pribadi jika d4 0,584
membutuhkan perhatian
Agile Governance
Banyaknya pesaing yang menawarkan produk dan e3 0,623
jasa yang sama dengan organisasi saya saat ini
menyebabkan persaingan yang tinggi?
Kondisi ekonomi mempengaruhi hasil kerja e4 0,429
Perubahan lingkungan mempengaruhi situasi e5 0,522
pekerjaan saya
Semua keputusan organisasi ada ditangan pemimpin f3 0,567
Organisasi mampu untuk berbuat lebih banyak g2 0,693
dengan sumber daya yang lebih sedikit
Sumber : olahan peneliti
208

Konstruk reflektif diharapkan memiliki indikator yang berhubungan atau


berkaitan atau berkorelasi satu sama lain. Setelah membuang indikator yang nilai
Loading Factor nya kurang dari 0,7 maka dilakukan pengujian ulang dengan PLS
Algoritma. Dari hasil pengujian didapatkan hasil nilai loading factor sebagaimana
digambarkan pada tabel 4.21. berikut:
Tabel 4.21. Nilai perubahan Loading Factor
TL AG PSP
a3 0,827
a5 0,816
b1 0,802
b2 0,802
b3 0,812
b4 0,852
b5 0,859
c1 0,842
c2 0,852
c4 0,825
c5 0,852
d1 0,793
d2 0,768
d3 0,770
d5 0,734
e1 0,793
e2 0,800
f1 0,809
f2 0,834
f4 0,856
f5 0,829
f6 0,799
g1 0,868
g3 0,857
g4 0,858
h1 0,883
h2 0,859
h3 0,861
h4 0,852
i1 0,812
i2 0,776
i3 0,865
j1 0,887
j2 0,820
j3 0,833
k1 0,851
k2 0,793
l1 0,835
l2 0,873
m1 0,905
n1 0,817
n2 0,873
o1 0,881
p1 0,853
p2 0,859
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
209

Nilai outer loading > 0,7 dikatakan ideal, artinya indikator dalam penelitian
dikatakan valid mengukur konstruknya (Hair et al., 2014).
Pengujian validitas konvergen selanjutnya adalah dengan mengetahui nilai
average variance extracted (AVE) dan Communality. AVE merupakan hasil dari
pengukuran banyaknya varians yang dapat ditangkap dari konstruknya
dibandingkan dengan varians yang dihasilkan akibat kesalahan pengukuran. AVE
dan Communality didapatkan dari teknik penghitungan dengan PLS algoritma.
Variabel dikatakan valid apabila memiliki nilai AVE dan Communality lebih dari
0,5 (Jogiyanto & Abdillah, 2019). Hasil penghitungan average extracted variance
(AVE) dan Communality diuraikan dalam tabel 4.22. .berikut :
Tabel. 4.22. Average Variance Extracted dan Communality

Average Variance Extracted


Communality
(AVE)

AG 0,702 0,671

PSP 0,730 0,669

TL 0,663 0,613
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari tabel 4.22. di atas, semua variabel dengan indikator reflektif memiliki nilai
AVE dan Communality lebih dari 0,5, artinya probabilitas indikator di suatu
konstruk masuk ke variable lain lebih rendah sehingga probabilitas indikator
tersebut konvergen dan masuk di konstruk yang dimaksud dan dapat dikatakan
bahwa “semua variabel dalam penelitian adalah valid”.

5.3.1.2. Uji Validitas Diskriminan


Pengujian validitas diskriminan mengukur parameter yang terdiri dari dua
jenis penghitungan, pertama dengan melihat perbandingan skor akar AVE dengan
korelasi variabel laten. Akar AVE tersebut harus lebih besar daripada skor
korelasi konstruk-konstruk dalam model. Akar AVE dapat dihitung secara
manual, dapat pula dilihat dalam tabel Fornell- Larcker hasil penghitungan model
210

menggunakan teknik PLS algoritma. Akar AVE ini harus lebih besar daripada
nilai R-square. Nilai R-square dapat dilihat dari hasil penghitungan
menggunakan PLS algoritma bagian quality criteria. Data akar AVE dari Skor
kriteria Fornell-Larcker dan R-square dapat dilihat dalam tabel 4.23 dan 4.24
dibawah ini :

Tabel 4.23. Akar AVE dari Skor kriteria Fornell-Larcker

AG PSP TL

AG 0,838

PSP 0,922 0,855

TL 0,861 0,841 0,814


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Tabel 4.24. . Nilai R Square dan R Square Adjust

R Square R Square Adjusted

AG 0,741 0,741

PSP 0,858 0,857


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Tabel kriteria Fornell-Larcker menunjukkan nilai akar AVE tiap-tiap konstruk


atau variabel. Nilai akar AVE selanjutnya dibandingkan dengan nilai R2 model.
Diketahui R-square model memiliki nilai 0,741 . Dari tabel 4.23. terlihat bahwa
skor akar AVE setiap variabel lebih besar dari nilai R- square. Dengan demikian
“semua variabel dinyatakan valid” dan dapat digunakan untuk uji selanjutnya.
Pengujian Validitas diskriminan yang kedua melalui skor cross loading
atau cross validity di mana nilai indikator suatu variabel ke variabel itu sendiri
harus lebih besar dari korelasi indikator ke variabel lain. Skor cross loading
diketahui dari hasil penghitungan dengan menggunakan teknik PLS algoritma.
Tabel penghitungan cross loading dapat diketahui dari tabel 4.25. berikut :
211

Tabel 4.25. Nilai Cross Loading masing-masing indikator


AG PSP TL
a3 0,711 0,704 0,827
a5 0,705 0,702 0,816
b1 0,717 0,690 0,802
b2 0,626 0,629 0,802
b3 0,655 0,645 0,812
b4 0,795 0,748 0,852
b5 0,733 0,720 0,859
c1 0,745 0,733 0,842
c2 0,782 0,756 0,852
c4 0,706 0,694 0,825
c5 0,746 0,709 0,852
d1 0,667 0,650 0,793
d2 0,634 0,628 0,768
d3 0,647 0,630 0,770
d5 0,610 0,599 0,734
e1 0,793 0,728 0,708
e2 0,800 0,744 0,703
f1 0,809 0,742 0,698
f2 0,834 0,774 0,742
f4 0,856 0,779 0,740
f5 0,829 0,750 0,669
f6 0,799 0,711 0,710
g1 0,868 0,777 0,765
g3 0,857 0,770 0,744
g4 0,858 0,789 0,747
h1 0,883 0,819 0,761
h2 0,859 0,810 0,765
h3 0,861 0,804 0,761
h4 0,852 0,775 0,724
i1 0,812 0,723 0,690
i2 0,776 0,708 0,637
i3 0,865 0,789 0,719
j1 0,887 0,843 0,729
j2 0,820 0,802 0,694
j3 0,833 0,793 0,712
k1 0,817 0,851 0,730
k2 0,692 0,793 0,618
l1 0,733 0,835 0,670
l2 0,771 0,873 0,705
m1 0,829 0,905 0,753
n1 0,748 0,817 0,700
n2 0,824 0,873 0,734
o1 0,807 0,881 0,751
p1 0,806 0,853 0,756
p2 0,831 0,859 0,753
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
212

Dari hasil penghitungan cross loading tersebut diketahui bahwa indikator


mempunyai korelasi yang lebih rendah dengan variabel laten lainnya
dibandingkan dengan variabel latennya sendiri, berdasarkan data Tabel 4.20.
maka dinyatakan bahwa “kecocokan model semua variabel adalah valid”.

5.3.1.3. Uji Reabilitas


Uji reabilitas dapat dilihat dari nilai Composite Reability dan Cronbach’s alpha.
Konstruk atau variable dinyatakan reliable jika nilai Composite Reability > 0,7
dan Cronbach’s alpha > 0,6 (Jogiyanto & Abdillah, 2019)
Cara pengujian reabilitas ini sama dengan uji validitas di atas, uji reliabilitas juga
dilakukan dengan teknik PLS algoritma. Hasil uji reliabilitas diuraikan dalam
tabel 4.26. berikut :

Tabel 4.26. Nilai Composite Reability dan Cronbach’s Alpha

Composite Reliability Cronbach's Alpha

AG 0,979 0,978
PSP 0,964 0,959
TL 0,967 0,964
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Berdasarkan nilai Composite Reability yang disajikan pada tabel 4.26 diatas dapat
dilihat nilai masing-masing konstruk nilainya memenuhi persyaratan yaitu diatas
0,7, begitu juga dengan nilai Cronbach’s Alpha masing-masing konstruk berada
pada nilai diatas 0,6 hal ini bermakna bawa model penelitian ini reliabel dan dapat
digunakan pada pengujian selanjutnya.
Dari hasil uji validitas dan reliabilitas di atas, valid dan reliabel atau
tidaknya suatu variabel dapat diringkas dalam tabel 4.27. dibawah ini :
213

Tabel 4.27. Ringkasan Uji Validitas dan Uji Reabilitas

Outer Fornell Cross Cronbach’s Composite


Variabel AVE
Loading Larckell Loading Alfa Reability
Agile Governance Valid Valid Valid Valid Reliabel Reliabel
Public Service
Valid Valid Valid Valid Reliabel Reliabel
Performance
Transformational
Valid Valid Valid Valid Reliabel Reliabel
Leadership
Sumber : hasil olahan peneliti

Uji validitas dan reliabilitas cukup membuktikan bahwa model memiliki


pengukuran yang baik. Diharapkan model penelitian akan mencapai goodness of
fit atau kelayakan. Jika model dinyatakan layak, maka model dapat digunakan
untuk melakukan uji hipotesis.

5.3.2. Analisis Model Struktur (Inner Model)


Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2019) inner model menggambarkan
hubungan kasualitas anatar variabel laten yang dibangun berdasarkan substansi
teori. Pengujian Model Struktural ditujukan untuk mendapatkan prediksi
hubungan kausal antar variabel, nilai signifikansi, R-square (R2), Q-square
predictive relevance (Q2), q-square effect size (q2), f-square effect size (f2), dan
goodness of fit (GoF) dari sebuah model penelitian. Model struktural dievaluasi
dengan menggunakan R-square (R2) untuk variabel dependen dan nilai Path
Coefficient untuk variabel independen (Jogiyanto & Abdillah, 2019)
Dalam aplikasi SmartPLS versi 3.0 pengujian model struktural dilakukan
menggunakan teknik bootstrapping dan blindfolding dengan taraf signifikansi
0,05. Dalam hipotesis penelitian ini arah hubungan antar variabel sudah jelas,
maka digunakan pengujian untuk satu arah (1-tailed) untuk pengujian hipotesis
one-tailed maka nilai T statistic harus di atas 1,64 (Jogiyanto, 2011: 73). Adapun
model structural dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 4.34. berikut :
214

Gambar 4.34. Tampilan PLS Bootstrapping

3,834 16,835

39,530

Sumber : Hasil Olahan SmartPLS 3,0

1. Analisis Collinearity assessment (VIF <5).


Collinearity digunakan untuk menggambarkan sebuah variabel yang
berkorelasi kuat dengan variabel lainnya di dalam model, dimana kekuatan
prediksinya tidak handal dan tidak stabil. Penyebabnya adalah karena adanya
pengulangan korelasi dari variabel satu ke variabel lainya. Kolinearitas tinggi
dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan estimasi bobot (weight
estimation) dan kesalahan terhadap penilai signifikansi. Penilaian collinearity
dilakukan melalui perhitungan Toleransi (TOL) dan VIF.
 TOL outer model=1- R square, R square Variabel PSP adalah 0,858 maka
TOL = 1 – 0,858 = 0,142
 VIF (Varianve Inflation Faktor) outer model = 1 : TOL = 1: 0,142=7,04
dengan perhitungan Standar error = √VIF = √7,04 = 2,65
215

Indikator terjadinya collinearity bila nilai VIF >5 maka variabel tersebut harus di
keluarkan dari model pengukuran (Setiaman, 2020). Pada penelitian ini nilai VIF
adalah 2,65 maka variabel dapat digunakan dalam model pengukuran.

2. Analisis Structural Model Path Coefficient (T-statistic).


Path Coefficient akan menggambarkan kontribusi atau pengaruh antar
variabel konstruk, dalam PLS dilakukan perhitungan dengan melalui prosedur
bootstrapping. Proses bootstrapping merepresentasi non- parametric analysis
precision estimation baik pada outer model maupun pada inner model. Nilai
signifikansi dinyatakan dalam nilai uji t- statistik, yang digunakan (two-tailed) t-
value 1,65 (signifikan level 10%); 1,96 (signifikan level 5%); dan 2,58 (signifikan
level 1%). Untuk menilai signifikansi model prediksi dalam pengujian model
struktural, dapat dilihat dari nilai t-statistic antara variabel independen ke variabel
dependen dalam tabel Path Coefficient pada output SmartPLS dibawah ini

Tabel 4.28. Path Coefficient hasil perhitungan Bootstrapping


Original Sample Standard
T Statistics
Sample Mean Deviation P Values
(|O/STDEV|)
(O) (M) (STDEV)

Agile Governance -> Public Service Performace 0,765 0,764 0,045 16,835 0,000

Transformational Leadership -> Agile Governance 0,861 0,860 0,022 39,530 0,000

Transformational Leadership -> Public Service Performace 0,182 0,182 0,048 3,834 0,000

Sumber : Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Sebaran nilai koefisien jalur dan frekuensi pada hubungan Agile Governance dan
Kinerja Pelayanan Publik dapat dilihat pada gambar 4.33 berikut :
Gambar 4.33. Path Coefficient Agile Governance  Public Service Performance
216

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Sebaran nilai koefisien jalur dan frekuensi pada hubungan antara


Transformational Leadership dengan Agile Governance dapat dilihat pada gambar
4.34 dibawah ini :
Gambar 4.34. Path Coefficient Transformational Leadership  Agile Governance
217

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada gambar 4.35 dibawah ini disajikan nilai path koefisien dan frekwensi
masing-masing indikator dalam hubungan antara variabel Transformational
Leadership dengan variabel Kinerja Pelayanan Publik.

Gambar 4.35. Path Coefficient Transformational Leadership  Public Service


Performance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dalam proses bootstrapping, diketahui bahwa tidak terdapat nilai efek tidak
langsung dalam hubungan antara Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik
seperti disajikan pada gambar 4.36 dibawah ini :

Gambar 4.36. Indirect Effect Agile Governance  Public Service Performance


218

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


Begitu juga dengan hubungan antara Transformational Leadership dengan Agile
Governance tidak memiliki nilai efek tidak langsung sebagaimana disajikan pada
gambar 4.37 dibawah ini :

Gambar 4.37. Indirect Effects Transformational Leadership  Agile Governance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Efek tidak langsung terlihat dalam hubungan antara variabel Transformational


Leadership dengan variabel Kinerja Pelayanan Publik. Berdasarkan hasil
pengolahan proses bootstrapping didapat sebaran nilai efek tidak langsung dan
frekuensi masing-masing indikator yang mendukung dalam hubungan antara
variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik,
sebagaimana disajikan pada gambar 4.38 dibawah ini :
219

Gambar 4.38. Indirect Effects Transformational Leadership  Public Service


Performance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Setelah didiapat nilai efek tidak langsung, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai
efek total dari masing-masing hubungan antara variabel. Hubungan antara
variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki efek total
yang sam dengan nilai koefisien jalur, dengan sebaran nilai efek total dan
frekuensi masing-masing indikator yang mendukung dalam hubungan antara
variabel Agile Governance dengan variabel Kinerja Pelayanan Publik dapat dilihat
pada gambar 4.39 berikut dibawah ini :
220

Gambar 4.39 Total Effects Agile Governance  Public Service Performance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan variabel


Agile Governance memiliki nilai efek total yang sama dengan nilai koefisien jalur,
dalam hubungan kedua variabel ini tidak terdapat efek tidak langsung, sehingga
nilai efek total sama dengan nilai koefisien jalur. Sebaran nilai efek total dan
frekuensi dari masing-masing indikator yang mendukung dalam hubungan antara
variabel Transformational Leadership dengan variabel Agile Governance dapat
dilihat pada gambar 4.40 dibawah ini :
221

Gambar 4.40. Total Effects Transformational Leadership  Agile Governance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan variabel


Kinerja Pelayanan Publik nilai efek total berbeda dengan nilai koefisien jalur
karena adanya efek tidak langsung antara Transformational Leadership dengan
Kinerja Pelayanan Publik melalui Agile Governance. Dalam Gambar 4.41
dibawah ini dapat dilihat sebaran nilai efek total dan frekuensi masing-masing
indikator yang mendukung dalam hubungan antara variabel Transformational
Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik.
222

Gambar 4.41. Total Effects Transformational Leadership  Public Service


Performance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

3. Analisis R-Square (R2) Coeficient Determinant


Nilai R2 didapatkan dari penghitungan PLS algoritma pada software
SmartPLS. R-square hanya terdapat pada variabel laten yang dipengaruhi oleh
variabel laten lainnya. Variabel laten terpengaruh disebut juga variabel laten
endogen (Hussein, 2015). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel laten
endogen yang memiliki hitungan R2 yaitu Agile Governance dan Public Service
Performance. Nilai R2 untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan
prediksi dari model struktural. Nilai R- Squares adalah hasil uji regresi linier yaitu
besarnya variability endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen.
Menurut Chin (1998) dalam (Setiaman, 2020) Nilai R2 0,67 menunjukkan
kekuatan model kuat; 0,33 menunjukkan kekuatan moderat dan 0,19
menunjukkan kekuatan lemah kurang dari 0,19 dianggap tidak ada kekuatan
model structural. Hasil R2 dalam penelitian ini terdapat pada tabel 4.29. berikut.
223

Tabel 4.29. Nilai R Square dan R Square Adjusted

R Square R Square Adjusted

AG 0,741 0,741

PSP 0,858 0,857


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Berdasarkan tabel nilai R Square diatas Variabel Agile Governance di


pengaruhi oleh Variabel Transformational Leadership sebesar 74,1% dan variabel
Kinerja Pelayanan Publik dipengaruhi oleh variabel Transformational Leadership
dan variabel Agile Governance sesuai dengan model penelitian adalah sebesar
85,8%. Nilai R-square dikategorikan tinggi diatas 0,67 mengacu pada kriterianya
(tinggi, moderat, rendah). Artinya, variabel-variabel dalam model penelitian
memiliki pengaruh lebih besar kepada variabel terdampak daripada faktor lain
yang berasal dari luar model tersebut. Tabel 4.30. dibawah ini menunjukan
besarnya kekuatan model structural. Perubahan nilai R2 dapat digunakan untuk
menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten
endogen, apakah mempunyai pengaruh substantif, hal ini dapat diukur dengan
effect size F-square.

Tabel 4.30. Kekuatan Model

Variabel Endogen R Square Kekuatan Model

AG 0,741 Model Kuat

PSP 0,858 Model Kuat

Sumber : olahan peneliti

4. Analisis f-square effect size (f2).


Effct size f2 akan melihat pengaruh substatif terhadap konstruk endogen.
Nilai f-square digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap
variabel dependen. Nilai f2 dapat diketahui dari rumus
224

(𝑅2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑 − 𝑅2 𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑)


f2 =
(1−𝑅2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑)

Nilai R2 included merupakan nilai R2 variabel dependen ketika semua variabel


masuk ke dalam model. Nilai ini terdapat pada variabel endogen terakhir dari
model yaitu variabel Public Service Performance. Nilai atau skor R-square
included tersebut lalu dibandingkan dengan nilai R-square excluded untuk
mencari nilai f-square effect size (f2). Nilai R2 excluded merupakan nilai R2
variabel laten endogen Public Service Performance Ketika variabel yang ingin
diketahui effect size-nya dikeluarkan dari model. Nilai R2 included maupun
excluded serta hasil perhitungan f2 disajikan dalam tabel 4.31. berikut.

Tabel 4.31. f2 Effect Size

R2 included R2 excluded f2 kategori

AG 0,741 0,117 small effect

PSP 0,858 0,858 0,000 small effect

TL 0,858 0,000 small effect


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

kategori f2 juga terbagi menjadi tiga, yaitu 0,02 merupakan pengaruh lemah, 0,15
merupakan pengaruh sedang, dan 0,35 merupakan pengaruh kuat (Narimawati et
al., 2020). Dari tabel 4.31. di atas diketahui bahwa semua variabel memiliki
pengaruh kecil dalam model struktural

5. Analisis Predictive Relevance Q-square (Q2).


Nilai Q-square dapat dilihat dalam hasil penghitungan blindfolding pada bagian
construct cross validated redudancy. Pada tabel 4.32. berikut disajikan nilai Q-
square
225

Tabel 4.32. Construct cross validated redudancy

SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)

AG 8000,000 3880,067 0,515

PSP 4000,000 1517,487 0,621

TL 6000,000 6000,000
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Berdasarkan hasil penghitungan yang disajikan pada tabel 4.32. nilai Q2 lebih dari
nol, maka model dalam penelitian ini sudah memenuhi relevansi prediktif di mana
model sudah direkonstruksi dengan baik. Predictive relevance merupakan uji
yang dilakukan untuk menunjukkan seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan
dengan menggunakan teknik blindfolding dengan melihat pada nilai Q square.
Bila nilai Q square > 0 maka dapat dikatakan memiliki nilai observasi yang baik
bila < dari 0 maka nilai observasi tidak baik. Besaran nilai Q2 memiliki rentang 0
< Q2 <1, Nilai predictive relevance diperoleh dengan rumus (Hair et al., 2014) :
Q2= 1– (1-R12) (1-R22) ….(1-Rn2)
Hasil perhitungan Q square pada penelitian ini adalah sebesar 0,621 atau 62,10%
dengan demikian disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini memiliki nilai
prediktif yang relevan, dimana model yang digunakan dapat menjelaskan
informasi yang ada dalam data penelitian sebesar 62,10%.

6. Effect size q2 .
Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai dari q-square effect size. Effect
size q2 menunjukan nilai prediksi alamiah hasil pengamatan kontribusinya
terhadap pembentukan variabel endogen. Rumus perhitungan q2 adalah Q2
included dikurangi Q2 excluded dibandingkan dengan 1 – Q2 included. Q2
predictive relevance included adalah nilai Q2 di mana semua variabel masuk ke
dalam model. Nilai Q2 predictive relevance included dapat diketahui dari Q2
variabel dependen, dalam penelitian ini adalah Public Service Performance.
226

Q2 predictive relevance excluded adalah nilai Q2 variabel Transformational


Leadership ketika variabel yang ingin diketahui effect size-nya dihilangkan dari
model. Hasil perhitungan q2 dapat dilihat pada tabel 4.33. berikut :

Tabel 4.33. q2 Effect Size


Q2 Q2
predictive predictive
Variabel q2 Kategori
relevance relevance
included excluded
Agile Governance 0,515 0,112 Small effect

Public Service Performance 0,621 0 Small effect


0,621
Transformational Leadership 0,621 0 Small effect

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pengkategorian nilai Q2 adalah 0,02 (lemah), 0,15 (sedang/moderat), dan 0,35


(besar) (Setiaman, 2020). Dari tabel 4.33. di atas diketahui bahwa dampak relatif
model struktural terhadap pengukuran variabel dependen cukup lemah. Variabel
prediktor tidak menunjukkan perubahan pengaruh yang signifikan baik ketika
variabel tersebut ada dalam model maupun dikeluarkan dari model.

7. Analisis Goodness of Fit (GoF).


Goodness of Fit (GoF) merupakan pengukuran kelaikan suatu model. GoF
merupakan rata-rata nilai communality dan 𝑅 − 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 merupakan nilai rata-rata
R2 dalam model. Nilai rata-rata R2 dapat dilihat dari nilai R2 pada variabel Public
Service Performance yaitu sebesar 0,858 Sedangkan nilai communality tiap
variabel dapat diketahui dari pengukuran model dengan teknik blindfolding pada
bagian construct cross validated communality. Nilai rata-rata communality dapat
dilihat pada tabel 4.34. di bawah ini.
227

Tabel 4.34. Construct Cross Validated Communality

Average Variance Rata-rata


Communality
Extracted (AVE) Communality

AG 0,702 0,671
1,952 / 3 = 0,651
PSP 0,730 0,669

TL 0,663 0,613
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari tabel 4.34. di atas dan nilai rata-rata R2 maka nilai GoF adalah:
GoF = √0,651 x 0,858
GoF=0,747
Semakin besar nilai GoF maka penggambaran model semakin sesuai. Kategori
nilai GoF terbagi menjadi tiga, yaitu 0,1 (lemah), 0,25 (moderat), dan 0,36 (besar)
(Narimawati et al., 2020). Nilai GoF 0,747 diinterpretasikan GoF besar, artinya
model pengukuran (outer model) dengan model struktural (inner model)
sudah layak atau valid.

5.3.3. Perbandingan Data Hasil Penelitian Pada Lokus Penelitian


5.3.3.1. Data Kabupaten Musi Rawas
Dari perhitungan PLS Algoritma didapat hasil nilai efek langsung yang
digambarkan pada nilai Path Coefficient pada tabel 4.35 sebagai berikut :

Tabel 4.35. Nilai Path Coefficient Data Kabupaten Musi Rawas


AG PSP TL
AG 0,762
PSP
TL 0,820 0,188

Pada Tabel 4.35 diatas dapat diketahui nilai efek langsung masing-masing
hubungan variabel yaitu variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan
Publik bernilai 0,762, variabel Transformational Leadership dengan Agile
228

Governance bernilai 0,820 dan variabel Transformational Leadership dengan


Kinerja Pelayanan Publik bernilai 0,188.
Nilai perhitungan efek tidak langsung dari ketiga variabel dapat dilihat pada tabel
4.36 berikut ini :

Tabel 4.36 Nilai Total Indirect Effect Data Kabupaten Musi Rawas
AG PSP TL
AG
PSP
TL 0,625

Dari tabel 4.36 diatas dapat dilihat bahwa yang mempunyai efek tidak langsung
pada penelitian ini adalah hubungan antara variabel Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik. Pada tabel 4.35 dan tabel 4.36 diatas, diketahui
bahwa nilai efek langsung antara TL dengan PSP lebih kecil dari nilai efek tidak
langsung.
Total Efek langsung dari masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel
4.37 dibawah ini :
Tabel 4.37. Total Efek Data Kabupaten Musi Rawas
AG PSP TL
AG 0,762
PSP
TL 0,820 0,813

Data pada tabel 4.37 merupakan data nilai penjumlahan efek langsung dengan
efek tidak langsung dengan hasil sebagai berikut : hubungan variabel Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik mempunyai efek total sebesar
0,762. Hubungan variabel Transformational Leadership dengan Agile
Governance mempunyai nilai efek total sebesar 0,820. Sedangkan hubungan
variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik
mempunyai efek total sebesar 0,813.
229

Tabel 4.38. Nilai Outer Loading Data Kabupaten Musi Rawas


Indikator AG PSP TL
a3 0,846
a5 0,781
b1 0,767
b2 0,803
b3 0,811
b4 0,807
b5 0,865
c1 0,790
c2 0,791
c4 0,772
c5 0,765
d1 0,778
d2 0,734
d3 0,774
d5 0,720
e1 0,712
f1 0,704
f2 0,777
f4 0,827
f5 0,804
f6 0,708
g1 0,853
g3 0,795
g4 0,846
h1 0,866
h2 0,840
h3 0,806
h4 0,774
i1 0,806
i2 0,749
i3 0,847
j1 0,864
j2 0,847
j3 0,813
k1 0,847
k2 0,852
l1 0,851
l2 0,843
m1 0,904
n1 0,814
n2 0,823
o1 0,868
p1 0,840
p2 0,829
230

Berdasarkan data Outer Loading pada Data Kabupaten Musi Rawas didapat hasil
nilai outer loading yang memenuhi rule of thumb yaitu sebesar > 0,7 dan ada
beberapa indikator yang tidak memenuhi persyaratan yaitu indikator a1, a2, a4,
c3, d4, e2, e3, e4, e5, f3 dan g2 sehingga ke 11 indikator ini dikeluarkan dari
model.
Pada gambar 4.42. dibawah ini dapat dilihat model PLS Algoritma dengan
nilai Path Coefficient pada Data Kabupaten Musi Rawas sebagai berikut :

Gambar 4.42. Model PLS Algorisma


Data Kabupaten Musi Rawas

Sumber : olahan Smart PLS

Perhitungan selanjutnya pada proses Algoritma didapat nilai R Square data


Kabupaten Musi Rawas sebagaiman digambarkan pada tabel 4.39 berikut :

Tabel 4.39. Nilai R Square Kabupaten Musi Rawas

R Square R Square Adjusted

AG 0,673 0,671

PSP 0,852 0,850


231

Nilai R Square/ varian yang dijelaskan pada variabel dependen yaitu Agile
Governance dan Kinerja Pelayanan Publik pada data Kabupaten Musi Rawas
sesuai dengan rule of thumb yaitu sebesar > 0,10. Variabel Agile Governance
memiliki nilai R square sebesar 0,673 dan variabel Kinerja Pelayanan Publik
memiliki nilai R square sebesar 0,852.
Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai f Square sebagaimana
ditampilkan pada tabel 4.40 berikut :

Tabel 4.40. Nilai f square Kabupaten Musi Rawas


AG PSP TL
AG 1,283
PSP
TL 2,055 0,078

Pengukuran nilai f Square pada data kabupaten Musi Rawas didapat hasil sebagai
berikut : untuk variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
bernilai 1, 283; untuk variabel Transformational Leadership dengan Agile
Governance bernilai 2,055, sedangkan untuk variabel Transformational
Leadership dengan Kinerja pelayanan publik bernilai 0,078.
Pada pengukuran inner model dengan proses Bootstrapping di dapat data
nilai Path Coefficient, data median, standar deviasi, T statistik dan p value dari
data Kabupaten Musi Rawas dengan nilai T Statistik > 1,96, sebagaimana
ditampilkan pada tabel 4.41 dibawah ini :
Tabel 4.41. Hasil perhitungan Bootstrapping Data Kabupaten Musi Rawas

Original Sample Standard


T Statistics P
Sample Mean Deviation
(|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
Agile Governance -> Public Service
0,762 0,759 0,065 11,805 0,000
Performance
Transformational Leadership -> Agile
0,820 0,815 0,041 19,870 0,000
Governance
Transformational Leadership -> Public
0,188 0,190 0,070 2,701 0,007
Service Performance
232

Dari hasil perhitungan Bootstrapping dapat dilihat model penelitian sebagaimana


digambarkan pada gambar 4.43. dibawah ini :

Gambar 4.43. Model Bootstapping


Data Kabupaten Musi Rawas

Sumber: olahan SmartPLS 3.0

5.3.3.2. Data Kota Lubuklinggau


Perhitungan data Kota Lubuklinggau menggunakan aplikasi Smart PLS
menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 4.42. Nilai Path Coefficient Data Kota Lubuklinggau


AG PSP TL
AG 0,754
PSP
TL 0,885 0,192

Data pada tabel 4.42 diatas menunjukkan nilai koefisien jalur hubungan anatara
variabel sebagai berikut : variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan
Publik bernilai 0,754, variabel Transformational Leadership dengan Agile
233

Governance bernilai 0,885, variabel Transformational Leadership dengan Kinerja


Pelayanan Publik bernilai 0,192.
Data nilai efek tidak langsung Kota Lubuklinggau dapat dilihat pada tabel
4.43 berikut :

Tabel 4.43. Nilai Total Indirect Effect Data Kota Lubuklinggau


AG PSP TL
AG
PSP
TL 0,667

Pada tabel 4.43 dapat diketahui variabel yang memiliki nilai efek tidak langsung
hanya pada hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan
Kinerja Pelayanan Publik dengan nilai sebesar 0,667.
Selanjutnya adalah perhitungan nilai efek total pada data Kota
Lubuklinggau dapat dilihat pada tabel 4.44 berikut :
Tabel 4.44. Nilai Total Effect Data Kota Lubuklinggau

AG PSP TL

AG 0,754

PSP

TL 0,885 0,858

Berdasarkan data pada tabel 4.44 diatas diketahui nilai efek total hubungan antara
variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik tidak mengalami
perubahan bernilai 0,754. Untuk variabel Transformational Leadership dengan
Agile Governance juga tidak berunah dengan nilai 0,885. Sedangkan variabel
Transformational Leadership dengan Kinerja pelayanan Publik bernilai 0,858
yang didapat dari penjumlahan nilai efek langsung dengan nilai efek tidak
langsung.
Pada Tabel 4.45 disajikan nilai R square data Kota Lubuklinggau dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
234

Tabel 4.45. Nilai R Square Data Kota Lubuklinggau

R Square R Square Adjusted

AG 0,783 0,781

PSP 0,860 0,858

Dari data pada tabel 4.45 diatas diketahui nilai R square variabel Agile
Governance adalah sebesar 0,783 dan variabel Kinerja Pelayanan Publik sebesar
0,860.
Perhitungan selanjtnya adalah perhitungan nilai f square dengan hasil
sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.46 berikut :

Tabel 4.46. Nilai f Square Data Kota Lubuklinggau

AG PSP TL

AG 0,881

PSP

TL 3,603 0,057

Dari data diketahui hasil perhitungan nilai f square hubungan antara variabel Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik adalah sebesar 0,881, hubungan
antara Transformational Leadership dengan Agile Governance mempunyai nilai f
square sebesar 3,603 dan hubungan antara Transformational Leadership dengan
Kinerja Pelayanan Publik mempunyai nilai f square sebesar 0,057.
Dari perhitungan PLS Algoritma dapat digambarkan model penelitian
sebagaimana disajikan pada gambar 4.44 dibawah ini :
235

Gambar 4.44. Model PLS Algoritma

Selanjutnya dilakukan proses perhitungan Bootstrapping dengan hasil sebagai


berikut :
Tabel 4.47. Hasil Perhitungan Bootstrapping Data Kota Lubuklinggau
Original Sample Standard
T Statistics P
Sample Mean Deviation
(|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)

Agile Governance -> Public Service


0,754 0,757 0,096 7,844 0,000
Performance

Transformational Leadership -> Agile


0,885 0,883 0,031 28,867 0,000
Governance

Transformational Leadership -> Public


0,192 0,188 0,099 1,927 0,055
Service Performance

Berdasarkan data pada tabel 4.47 diatas diketahui nilai perhitungan T


statistik dari hubungan antara variabel Agile Governance dengan Kinerja
Pelayanan Publik sebesar 7,844 dengan p value 0,000. Untuk hubungan antara
variabel Transformational Leadership dengan Agile Governance mempunyai nilai
T Statistik sebesar 28,867 dengan p value sebesar 0,000. Sedangkan untuk
236

hubungan antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik


mempunyai nilai T Statistik sebesar 1,927 dengan p value sebesar 0,055.
Hasil perhitungan Bootstrapping dapat dilihat pada gambar model
penelitian berikut ini :
Gambar 4.47. Model Bootstrapping Data Kota Lubuklinggau

Sumber: olahan SmartPLS 3.0

5.3.3.3. Data Kabupaten Musi Rawas Utara


Perhitungan pada proses Algoritma terhadap data Kabupaten Musi Rawas
Utara menghasilkan data nilai koefisien jalur yang merupakan nilai efek langsung,
nilai total efek tidak langsung, nilai efek langsung, nilai R square serta nilai f
square. Data nilai Path Coefficient dapat dilihat tabel 4.48 berikut :

Tabel 4.48. Nilai Path Coefficient Data Kabupaten Musi Rawas Utara
AG PSP TL
AG 0,755
PSP
TL 0,891 0,198

Berdasarkan data tabel 4.48 diatas dapat diketahui nilai efek langsung hubungan
antara variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik mempunyai
237

nilai sebesar 0,755. Hubungan antara variabel Transformational Leadership


dengan Agile Governance memiliki nilai Path Coefficient sebesar 0,891 dan
hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik bernilai 0,198.
Pada tabel selanjutnya didapat nilai perhitungan terhadap nilai efek tidak
langsung sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.49 berikut :

Tabel 4.49. Nilai Total Indirect Effect Data Kabupaten Musi Rawas Utara
AG PSP TL
AG
PSP
TL 0,673

Dari data dapat dilihat hasil perhitungan nilai efek tidak langsung hanya diniliki
pada hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik, dengan nilai efek tidak langsung sebesar 0,673.
Untuk mengetahui data total efek dari masing-masing hubungan antara
variabel dependen dan independent dapat dilihat pada tabel 4.50 dibawah ini:

Tabel. 4.50 Nilai Total Effect Data Kabupaten Musi Rawas Utara
AG PSP TL
AG 0,755
PSP
TL 0,891 0,871

Pada tabel 4.50 diatas diketahui nilai total efek antara variabel Agile Governance
dengan Kinerja Pelayanan Publik adalah sebesar 0,755. Untuk variabel
Transformational Leadership dengan Agile Governance memiliki nilai total efek
sebesar 0,891. Sedangkan variabel Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik memiliki nilai total efek sebesar 0,871.
238

Perhitungan selanjutnya pada proses Algoritma didapat dinilai R square


pada data Kabupaten Musi Rawas Utara seperti ditampilkan pada Tabel 4.51
dibawah ini :

Tabel 4.51. Nilai R Square Kabupaten Musi Rawas Utara


R Square R Square Adjusted
AG 0,793 0,792
PSP 0,876 0,873

Dari data didapat hasil nilai R square variabel dependen yaitu Agile Governance
dan Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai R square 0,793 untuk variabel Agile
Governance dan 0,876 untuk variabel Kinerja Pelayanan Publik.
Pada proses Algoritma juga dapat diketahui nilai f square data Kabupaten
Musi Rawas Utara sebagaimana ditampilkan pada tabel 5.52. dibawah ini :

Tabel 4.52. Nilai f Square Kabupaten Musi Rawas Utara


AG PSP TL
AG 0,946
PSP
TL 3,842 0,065

Dari tabel 4.52 diketahui nilai f square hubungan antara variabel Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik bernilai 0,946. Untuk hubungan
antara variabel Transformational Leadership dengan Agile Governance memiliki
nilai f square sebesar 3,842. Sedangkan hubungan antara variabel
Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik memliki nilai f
square sebesar 0,065.
Dari perhitungan PLS Algoritma dapat digambarkan model penelitian
seperti pada gambar 4.46. dibawah ini :

Gambar 4.46. Model PLS Algoritma Kabupaten Musi Rawas Utara


239

Tahap selanjutnya dilakukan proses Bootstrapping pada data Kabupaten


Musi Rawas Utara untuk mendapatkan nilai efek langsung sampel murni, nilai
mean, standar deviasi, nilai T statistik dan nilai p value. Hasil perhitungan
bootstrapping masing-masing hubungan antara variabel dapat dilihat pada tabel
4.53. berikut :

Tabel. 4.53 . Hasil Perhitungan Bootstrapping Data Kabupaten Musi Rawas Utara
Original Standard
Sample T Statistics P
Sample Deviation
Mean (M) (|O/STDEV|) Values
(O) (STDEV)
Agile Governance -> Public Service
0,755 0,753 0,087 8,681 0,000
Performance

Transformational Leadership -> Agile


0,891 0,891 0,026 34,911 0,000
Governance

Transformational Leadership -> Public


0,198 0,199 0,086 2,289 0,023
Service Performance

Hasil perhitungan Bootstrapping dapat digambarkan sebagai model penelitian


sebagaimana ditampilkan pada gambar 4.47. berikut :
240

Gambar 4.47. Model Bootstrapping Kabupaten Musi Rawas Utara

5.3.4. Importance Performance Map Analysis (IPMA)


Importance-Performance Map Analysis (IPMA) menggambarkan
performance dalam garis horizontal (sumbu X) dan menggambarkan importance
dalam garis vertikal (sumbu Y). Untuk variabel laten endogen spesifik yang
mewakili konstruk target utama dalam analisis, IPMA membandingkan efek total
model struktural (kepentingan) dan nilai rata-rata dari skor variabel laten (kinerja)
untuk menyoroti area signifikan untuk peningkatan kegiatan manajemen (atau
fokus spesifik model). Lebih khusus lagi, hasil memungkinkan identifikasi
determinan dengan kepentingan yang relatif tinggi dan kinerja yang relatif rendah.
Ini adalah area utama perbaikan yang selanjutnya dapat diatasi dengan kegiatan
pemasaran atau manajemen Efek total dari hubungan antara dua konstruksi adalah
jumlah dari semua efek langsung dan tidak langsung dalam model struktural: efek
total = efek langsung + efek tidak langsung.
Penerapan IPMA perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut: Pertama,
semua indikator harus memiliki arah yang sama; nilai yang rendah menunjukkan
241

hasil yang buruk dan nilai yang tinggi menunjukkan hasil yang baik. Jika tidak,
skala tidak dapat diinterpretasikan dengan cara yang memungkinkan nilai rata-rata
variabel laten yang lebih tinggi (yaitu, menuju 100) untuk mewakili kinerja yang
lebih baik. Jika tidak demikian, arah perlu diubah dengan membalikkan skala
(misalnya, pada skala 1 hingga 5 poin, 5 menjadi 1 dan 1 menjadi 5, 2 menjadi 4
dan 4 menjadi 2, dan 3 tetap tidak berubah ). Kedua, beban luar (model
pengukuran formatif) atau beban luar (model pengukuran reflektif) yang
digunakan harus memiliki nilai harapan dan taksiran positif. Jika kondisi ini tidak
dapat dipenuhi dalam model pengukuran variabel laten tertentu, nilai kinerja yang
diekstraksi tidak akan berada pada skala 0 hingga 100 tetapi, misalnya, pada skala
5 hingga 95.

5.3.4.1. Importance Performance Map Analysis Agile Governance


Hasil proses perhitungan IPMA disajikan pada data-data dalam beberapa tabel
dibawah ini.
Tabel 4.54. Path Coefficient Hasil Perhitungan IPMA
Public Service Transformational
Agile Governance
Performace Leadership

Agile Governance 0,765

Public Service Performace

Transformational Leadership 0,861 0,841

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada perhitungan IPMA nilai Path Coefficient antara variabel Agile


Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik sebesar 0,765, untuk variabel
Transformational Leadership dengan Agile Governance memiliki nilai koefisien
jalur sebesar 0,861. Sedangkan variabel Transformational Leadership dengan
Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,841.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kinerja dari masing-masing variabel
laten seperti ditampilkan pada tabel 4.55 dibawah ini :
242

Tabel 4.55 . Laten Variabel Performance

LV Performances

Agile Governance 77,799

Public Service Performace 76,599

Transformational Leadership 75,796


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari tabel 4.55 diatas dapat diketahui nilai kinerja masing masing variabel adalah
sebagai berikut : variabel Agile Governance memiliki nilai kinerja sebesar 77,799.
Untuk variabel Kinerja Pelayanan Publik memiliki kinerja sebesar 76,599.
Sedangkan variabel Transformational Leadership memiliki nilai kinerja sebesar
75,796. Untuk data kinerja masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 4.56.
dibawah ini :
Tabel 4.56. Manifest Variabel Performance
MV Performances MV Performances
a3 77,250 h1 76,813
a5 80,375 h2 75,500
b1 78,813 h3 77,125
b2 74,875 h4 78,375
b3 74,875 i1 74,500
b4 77,000 i2 73,125
b5 77,000 i3 75,313
c1 76,813 j1 78,688
c2 77,125 j2 75,438
c4 73,625 j3 76,000
c5 76,313 k1 76,688
d1 72,625 k2 71,938
d2 71,000 l1 72,813
d3 72,875 l2 74,063
d5 73,875 m1 78,188
e1 79,500 n1 73,375
e2 82,188 n2 78,875
f1 81,938 o1 76,938
f2 82,875 p1 79,750
f4 80,438 p2 81,125
f5 77,438
f6 81,250
g1 77,438
g3 76,875
g4 75,750
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa indikator d2 memiliki nilai kinerja
paling rendah yaitu sebesar 71,000.
243

Pada tabel 4.57 dibawah ini dapat diketahui nilai total effect masing-masing
indikator dari Agile Governance sebagai berikut :

Tabel 4.57. Indicator total effect


Agile Governance
a3 0,072
a5 0,072
b1 0,072
b2 0,064
b3 0,066
b4 0,079
b5 0,074
c1 0,075
c2 0,078
c4 0,071
c5 0,074
d1 0,067
d2 0,064
d3 0,065
d5 0,062
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari data diatas diketahui bahwa nilai total efek masing-masing indikator pada
variabel Agile Governance memiliki range nilai antara 0,062 sampai 0,079 dengan
nilai tertinggi adalah indikator b4 sebesar 0,079 dan yang terendah adalah
indikator d5 sebesar 0,062.
Selanjutnya dilakukan perhitungan total Efek antara Agile Governance
sebagai variabel dependen dengan Transformational Leadership sebagai variabel
independent dengan hasil sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.58 dibawah ini :

Tabel 4.58. Construct Total Effects for Agile Governance


Agile Governance

Transformational Leadership 0,861

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


244

Berdasarkan tabel 4.58 diatas yang merupakan data hasil perhitungan total efek
antara Transformational Leadership dengan Agile Governance dinyatakan bahwa
kedua variabel memiliki nilai efek total sebesar 0,861. Untuk nilai total efek
masing-masing indikator dari variabel Agile Governance dapat dilihat pada tabel
4.59 dibawah ini :

Tabel 4.59. Indicator Total Effects for Agile Governance


Agile Governance
a3 0,060
a5 0,055
b1 0,060
b2 0,054
b3 0,053
b4 0,067
b5 0,060
c1 0,062
c2 0,068
c4 0,057
c5 0,060
d1 0,051
d2 0,049
d3 0,051
d5 0,047
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

IPMA-seperti yang ditunjukkan dalam memerlukan perolehan efek total dari


hubungan semua konstruksi pada konstruksi target yang dipilih yaitu Agile
Governance untuk menunjukkan pentingnya mereka . Efek total dari hubungan
antara dua konstruksi adalah jumlah dari semua efek langsung dan tidak langsung
dalam model struktural: efek total = efek langsung + efek tidak langsung.
Selanjutnya, kita perlu nilai kinerja variabel laten dalam model jalur PLS.
Untuk membuat hasil yang sebanding di skala yang berbeda, digunakan skala
kinerja 0 hingga 100, di mana 0 mewakili kinerja terendah dan 100 menunjukkan
kinerja tertinggi.
245

Gambar 4.48. IPMA Transformational Leadership terhadap Agile Governance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Pada gambar 4.48. dapat dilihat bahwa variabel peta kepentingan dan kinerja
Transformational Leadership terhadap Agile Governance berada pada kuadran II
dimana pada kuadran ini total effect dan kinerja Transformational Leadership
terhadap Agile Governance juga bernilai tinggi.

Gambar 4.49. IPMA Indikator Dari Variabel Transformational Leadership


Terhadap Variabel Agile Governance
246

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Gambar 4.49. menunjukkan indikator-indikator yang digunakan untuk menyususn


variabel Transformational Leadership memiliki kepentingan dan kinerja yang
tinggi terhadap Agile Governance

5.3.4.2. Importance Performance Map Analysis Public Service Performance


Pada perhitungan IPMA untuk variabel Kinerja Pelayanan Publik didapat nilai
total efek tidak langsung, total efek dari variabel dependen serta nilai total efek
masing-masing indikator dari variabel Kinerja Pelayanan Publik. Pada tabel
berikut dapat dilihat hasil perhitungan.
247

Tabel 4.60. Total Indirect Effect Hasil Perhitungan IPMA


Variabel Kinerja Pelayanan Publik

Public
Agile Transformational
Service
Governance Leadership
Performace
Agile Governance
Public Service Performace
Transformational Leadership 0,658
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Tabel 4.60. menyajikan data efek tidak langsung dalam penelitian ini terdapat
pada hubungan antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik dengan nilai sebesar 0,658.

Tabel 4.61. Total Effect Variabel Perhitungan IPMA

Public Service Performace

Agile Governance 0,765

Transformational Leadership 0,841


Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Data yang disajikan pada tabel 4.61 menunjukkan nilai total efek dari hubungan
antara Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik sebesar 0,765 dan nilai
total efek dari hubungan antara Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik adalah sebesar 0,841.
Untuk nilai total efek masing-masing indikator yang membentuk variabel
Transformational Leadership dan Agile Governance terhadap variabel Kinerja
Pelayanan Publik dapat dilihat pada tabel 4.62 dibawah ini
248

Tabel 4.62. Total Effect Indikator Terhadap Kinerja Pelayanan Publik


Public Service Performace
a3 0,070
a5 0,070
b1 0,070
b2 0,062
b3 0,065
b4 0,077
b5 0,072
c1 0,073
c2 0,077
c4 0,070
c5 0,072
d1 0,066
d2 0,063
d3 0,064
d5 0,060
e1 0,044
e2 0,044
f1 0,044
f2 0,046
f4 0,046
f5 0,043
f6 0,043
g1 0,047
g3 0,046
g4 0,047
h1 0,048
h2 0,048
h3 0,048
h4 0,046
i1 0,043
i2 0,041
i3 0,046
j1 0,048
j2 0,046
j3 0,046
Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0
Tabel 4.62 diatas menunjukkan nilai total efek dari masing-masing indikator dari
variabel Agile Governance dan Transformational Leadership terhadap variabel
Kinerja Pelayanan Publik.
249

Gambar 4.50. IPMA Total Efek Agile Governance dan Transformational


Leadership Terhadap Kinerja Pelayanan Publik

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Dari Gambar 4.50 dapat dilihat posisi variabel Transformational Leadership dan
Agile Governance total efek dan performance nya berada pada posisi kuadran II
dengan nilai total efek tinggi dan kinerja tinggi.

Gambar 4.51. IPMA Indikator dari Variabel Transformational Leadership


dan Agile Governance Terhadap Variabel Public Service Performance

Sumber: Hasil Olahan SmartPLS 3,0


250

Pada gambar 4.51 diatas terlihat pada masing-masing indikator yang membangun
variabel Transformational Leadership dan Agile Governance memiliki total efek
yang tinggi dan kinerja yang tinggi juga.

5.3.5. Mediator Analisis


Pada penelitian ini hubungan ketiga variabel dapat dilihat dari model
penelitian pada gambar 4.52. berikut :
Gambar 4.52. Model Penelitian Efek Mediator

Dari gambar model penelitian pada gambar 4.52 diatas dapat dilihat bahwa
variabel Transformational Leadership mempengaruhi dua variabel lainnya yaitu
variabel Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik, sedangkan Variabel
Agile Governance dipengaruhi oleh variabel Transformational Leadership dan
juga mempengaruhi variabel Kinerja Pelayanan Publik, untuk itu perlu dilakukan
analisis efek mediasi. Menurut hair dkk (2014) Efek mediasi dilalukan ketika
variabel ketiga atau konstruk mengintervensi antara dua konstruk terkait lainnya,
251

seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.52 diatas. Untuk itu perlu
dipertimbangkan model jalur dalam hal efek langsung dan tidak langsung. Efek
langsung adalah hubungan yang menghubungkan dua konstruksi dengan satu
panah; efek tidak langsung adalah hubungan yang melibatkan urutan hubungan
dengan setidaknya satu konstruksi intervensi yang terlibat. Dengan demikian, efek
tidak langsung adalah urutan dua atau lebih efek langsung (jalur majemuk) yang
diwakili secara visual oleh beberapa panah (Hair et al., 2014).
Dari perspektif teoretis, aplikasi mediasi yang paling umum adalah untuk
"menjelaskan" mengapa ada hubungan antara konstruk eksogen dan endogen.
Peran variabel mediator adalah untuk memperjelas hubungan antara dua
konstruksi asli.
Dalam gambar 4.52, efek mediasi dimodelkan sebagai Agile Governance
Jika responden menganggap instansi memiliki Transformational Leadership yang
baik, penilaian ini dapat mengarah pada Agile Governance yang baik dan pada
akhirnya meningkatkan kinerja pelayanan publik. Hubungan antara
Transformational Leadership dan Kinerja Pelayanan Publik dapat dijelaskan oleh
urutanTL --- PSP, atau urutan TL – AG -- PSP atau mungkin bahkan oleh kedua
rangkaian hubungan. Urutan TL --- PSP adalah contoh hubungan langsung.
Sebaliknya, urutan TL – AG -- PSP adalah contoh hubungan tidak langsung.
Setelah menguji hubungan ini secara empiris, peneliti menjelaskan bagaimana TL
terkait dengan PSP, serta peran AG dalam memediasi hubungan tersebut.
Untuk mengetahui efek mediasi, pertama dilakukan proses bootstrapping
untuk mendapatkan nilai Path Coefficients sebagai nilai pengaruh/efek langsung
yang dapat dilihat pada tabel 4. 63. Di bawah ini yang menggambarkan efek
langsung tanpa variabel mediator yaitu Agile Governance
Tabel 4.63. Analisis Signifikansi Koefisien Jalur Tanpa Mediator
Path
P Values
Coefficient
Agile Governance -> Public Service Performace 0,765 0,000
Transformational Leadership -> Agile Governance 0,861 0,000
Transformational Leadership -> Public Service
0,182 0,000
Performace
Sumber: olahan SmartPLS 3.0
252

Pada tabel 4.63. dapat dilihat bahwa pada hubungan antara Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki efek sebesar 76,5%.
Hubungan antara Transformational Leadership dengan Agile Governance
memiliki efek sebesar 86,1%, sedangkan hubungan antara Transformational
Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik memiliki efek sebesar 18,2%. Nilai
0,182 (18,2%) merupakan nilai yang digunakan sebagai nilai total efek langsung
untuk dipergunakan dalam perhitungan efek mediasi.

Tabel 4.64. Efek Tidak Langsung per Sampel


Agile Governance -> Transformational Transformational
Public Service Leadership -> Leadership -> Public
Performace Agile Governance Service Performace
Sample 0 0,704
Sample 1 0,678
Sample 2 0,593
Sample 3 0,630
Sample 4 0,663
Sample 5 0,748
Sample 6 0,647
Sample 7 0,655
Sample 8 0,675
Sample 9 0,583
Sample 10 0,672
Sample 11 0,725
Sample 12 0,631
Sample 13 0,655
Sample 14 0,680
Sample 15 0,630
Sample
-----------------
….
Sample
0,697
400
Sumber : olahan SmartPLS 3.0

Pada tabel 4.64. dapat dilihat nilai efek tidak langsung yang didapatkan dari tiap-
tiap sampel hasil pengumpulan data sedangkan nilai total efek tidak langsung
253

antara variabel TL dan variabel PSP yaitu sebesar 0,658 dapat dilihat pada tabel
4.65. berikut :
Tabel 4.65. Nilai Total Efek Tidak Langsung

Total Indirect
Effect

Agile Governance -> Public Service Performace

Transformational Leadership -> Agile Governance

Transformational Leadership -> Public Service Performace 0,658

Sumber : olahan SmartPLS 3.0

Pengaruh tidak langsung yang signifikan diperlukan untuk menyimpulkan


bahwa Agile Governance memediasi hubungan antara Transformational
Leadership dan Public Service Performance, menentukan kekuatan mediasi ini
dengan menggunakan VAF (Variance Accounted For). Pengaruh langsung
Transformational Leadership pada Public Service Performance memiliki nilai
sebesar 0,182, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui Agile Governance
memiliki nilai sebesar 0,658. Dengan demikian, efek total memiliki nilai 0,182 +
0,658 = 0,840. VAF sama dengan efek langsung dibagi dengan efek total dan
memiliki nilai 0,182/0,840 = 0,217, nilai VAF lebih besar dari 20% dan kurang
dari 80% dapat disimpulkan bahwa Agile Governance sebagai mediator parsial.

5.3.6. Pengujian Hipotesis


Hipotesis dalam penelitian ini dapat diketahui dari penghitungan model
menggunakan PLS teknik bootstrapping. Dari hasil penghitungan bootstrapping
tersebut akan diperoleh nilai T statistik setiap hubungan atau jalur. Hipotesis dapat
diterima apabila nilai T statistik lebih besar dari 1,96 (Jogiyanto & Abdillah,
2019). Hipotesis juga dapat diuji dengan menggunakan p value dengan
dibandingkan dengan nilai alpha sebesar 0,05, hipotesis di terima jika p value <
254

0,05 Hasil penghitungan untuk uji hipotesis dalam penelitian ini akan diuraikan
dalam tabel 4.66. berikut :

Tabel 4.66. Nilai T Statistik dan Nilai P

Original Sample Standard


T Statistics P
Sample Mean Deviation
(|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)

Agile Governance ->


Public Service 0,765 0,764 0,045 16,835 0,000
Performace

Transformational
Leadership -> Agile 0,861 0,860 0,022 39,530 0,000
Governance

Transformational
Leadership -> Public 0,182 0,182 0,048 3,834 0,000
Service Performace

Sumber : Hasil Olahan SmartPLS 3,0

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :


Hipotesis 1 (H1) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
Transformational Leadership dengan Agile
Governance
Hipotesis 2 (H2) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik
Hipotesis 3 (H3) : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Agile
Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
Hipotesis 4 (H4) : Terdapat Pengaruh Agile Governance sebagai Mediator
dalam Hubungan antara Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik
255

5.3.6.1. Pengujian Hipotesis H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan


antara Transformational Leadership dengan Agile Governance
Berdasarkan data hasil perhitungan dengan Teknik Bootstrapping nilai T
statistic hubungan kedua variabel ini adalah 39,530 dengan p value adalah 0,000,
dengan demikian hipotesis dapat diterima yang artinya ada pengaruh
positif dan signifikan antara Transformational Leadership dengan Agile
Governance.

5.3.6.2. Pengujian Hipotesis H2 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan


antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik
Data hasil perhitungan dengan Teknik Bootstrapping menunjukkan nilai T
statistik hubungan kedua variabel ini adalah 3,83 dengan p value adalah 0,000,
dengan demikian hipotesis ini dapat diterima yang artinya ada pengaruh positif
dan signifikan antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik.

5.3.6.3. Pengujian Hipotesis H3 : Terdapat pengaruh poisitif dan signifikan


antara Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
Berdasarkan hasil perhitungan dengan Teknik Bootstrapping nilai T
statistic hubungan kedua variabel ini adalah 16,835 dengan p value adalah 0,000,
dengan demikian hipotesis dapat diterima yang artinya ada pengaruh positif dan
signifikan antara Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik.

Berdasarkan data pada tabel 4.66 diatas dapat dilihat bahwa semua hipotesis
dalam penelitian dapat diterima karena memiliki nilai T statistic > 1,96. Nilai P
adalah 0,000 < 0,05 maka hipotesis diterima.
256

5.3.6.4. Pengujian Hipotesis H4 : Terdapat Pengaruh Agile Governance


sebagai Mediator dalam Hubungan Antara Transformational
Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik
Dalam pengujian hipotesis H4 ini diketahui dengan menguji efek mediasi dengan
menggunakan melihat nilai Tstatistik dan p value hasil pengujian dengan metode
Bootstrapping dan menggunakan nilai VAF (Variance Accounted For). Pengaruh
langsung Transformational Leadership pada Public Service Performance
memiliki nilai sebesar 0,182, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui Agile
Governance memiliki nilai sebesar 0,658. Dengan demikian, efek total memiliki
nilai 0,182 + 0,658 = 0,840. VAF sama dengan efek langsung dibagi dengan efek
total dan memiliki nilai 0,182/0,840 = 0,217, nilai VAF lebih besar dari 20% dan
kurang dari 80% dapat disimpulkan bahwa Agile Governance sebagai mediator
parsial. Nilai T statistik > 1,96 dan nilai p value < 0,05 Sehingga dianggap
bahwa Hipotesis H4 diterima
257

5.4. Pembahasan
Hasil penelitian ini seperti yang sudah disampaikan diatas, semua hipotesis
yang diajukan diterima berdasarkan hasil perhitungan Structural Equation Model.
Hal ini menunjukkan bahwa : ada pengaruh positif dan signifikan antara
Transformational Leadership dengan Agile Governance, ada pengaruh positif dan
signifikan antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik,
serta ada pengaruh positif dan signifikan antara Agile Governance dengan Kinerja
Pelayanan Publik.

5.4.1. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Agile Governance


Pengaruh Variabel Transformational Leadership terhadap variabel Agile
Govoernance dirumuskan dengan hipotesis pertama yaitu : “terdapat pengaruh
positif dan signifikan antara Transformational Leadership dengan Agile
Governance”. Hasil pengujian hipotesis ini dinyatakan diterima dengan melihat
nilai T statistik > 1,96 dan p value < 0,05. Dari nilai Path Coefficient dapat
diketahui bahwa pengaruh langsung variabel Transformational Leadership
terhadap Agile Governance sebesar 86%. Artinya bahwa ada hubungan langsung
yang positif dan signifikan antara Transformational Leadership dengan Agile
Governance.
Hubungan antara Leadership dengan Agile Governance dikemukakan oleh
Denning yang menyatakan pendekatan agile memerlukan kepemimpinan agile
yang kuat (Denning, 2016). Hal ini juga diungkapkan oleh Mergel bahwa dalam
penerapan tangkas membutuhkan kapasitas, keterampilan, budaya, struktur
kebijakan, dan kepemimpinan (Mergel et al., 2018). Mangundjaya menyatakan
bahwa seorang pemimpin memiliki peran yang sangat penting pada perubahan
organisasi untuk menjadikan organisasi yang agile, pemimpin perubahan yang
handal harus mampu menstimulus perubahan, mengarahkan, memberdayakan
karyawan, mengevaluasi, dan memonitor proses perubahan (Mangundjaya, 2018).
Di masa pandemi covid-19 Pemimpin harus bertindak dan memberi energi dan
sikap yang sama, yaitu gaya kepemimpinan transformasional, untuk menjaga
keseluruhan proses perubahan tatakelola berjalan dengan lancar. Pemimpin harus
258

menemukan kembali diri mereka pada beberapa dimensi untuk meningkatkan


kapasitas merancang solusi yang kuat untuk masalah yang bergejolak. ketika
berhadapan dengan turbulensi yang kuat, menghadapi masalah yang bergejolak di
dunia yang bergejolak, para pemimpin publik harus dapat beradaptasi terhadap
masalah yang muncul karenanya. Pemimpin transformasional juga merupakan
agen perubahan dalam organisasi mereka. Pemimpin dapat mendorong pengikut
mereka untuk mengubah diri mereka sendiri dengan mendorong batas mereka dan
mengadopsi cara-cara baru dalam melakukan sesuatu (Bass dan Avolio 1990
dalam (Cho et al., 2019) hal ini menunjukkan dalam situasi pandemi Covid-19
yang tidak menentu maka pemimpin transformasi dapat mendorong terlaksananya
tatakelola gesit.

5.4.2. Pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja


Pelayanan Publik
Hubungan Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik
dirumuskan melalui hipotesis H2 yaitu “terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan
Publik”. Setelah melalui proses pengujian hipotesis Transformational Leadership
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pelayanan publik dilihat dari
hasil perhitungan T statistik > 1,96 dan p values < 0,05, artinya hipotesis H2
diterima, hal ini menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik sangat
dipengaruhi oleh pemimpin perubahan. Sejalan dengan hasil penelitian Garcia-
Morales dkk (2012) yang menyatakan bahwa Organisasi membutuhkan
kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kinerja dalam mengubah
lingkungan bisnis kehidupan nyata. menunjukkan bahwa gaya manajemen
kepemimpinan transformasional mempengaruhi kinerja organisasi (García-
Morales et al., 2012). Menurut Braun dkk (2013) terdapat hubungan positif
kepemimpinan transformasional supervisor dengan kinerja tim, penelitian Braun
secara empiris memperkuat dan memperluas proposisi teoretis dan temuan
empiris yang berkaitan dengan efek positif dari kepemimpinan transformasional
pada kinerja tim di dunia akademis (Braun et al., 2013)
259

Pemimpin transformasional memiliki karisma, memberikan inspirasi dan


mempromosikan stimulasi intelektual (Bass, 1999; dalam (García-Morales et al.,
2012). Karisma menghasilkan kebanggaan, keyakinan dan rasa hormat bahwa
para pemimpin bekerja untuk mendorong karyawan mereka memiliki dalam diri
mereka sendiri, pemimpin mereka, dan organisasi mereka. Pemimpin
transformasional memberikan inspirasi dengan memotivasi pengikut mereka,
sebagian besar melalui komunikasi harapan yang tinggi. Pemimpin tersebut juga
mempromosikan stimulasi intelektual dengan mempromosikan kecerdasan,
pengetahuan dan pembelajaran karyawan sehingga karyawan dapat inovatif dalam
pendekatan mereka untuk pemecahan masalah dan solusi. Kepemimpinan
transformasional menghasilkan kesadaran yang lebih besar dan penerimaan tujuan
dan misi organisasi dan memupuk visi bersama, reorientasi pelatihan dan
pembangunan tim kerja

5.4.3. Pengaruh Agile Governance terhadap Kinerja Pelayanan Publik


Hubungan kedua variabel ini dirumuskan dengan hipotesis H3 yaitu “terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara Agile Governance dengan Kinerja
Pleayanan Publik”. Dalam proses pengujian hipotesis didapat nilai T statistik >
1,96 dan p values < 0,05, artinya hipotesis H3 diterima, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang posifif dan signifikan antara Agile Governance
dengan Kinerja Pelayanan Publik, kinerja pelayanan publik akan baik bila tata
kelola tangkas tercipta. Tata Kelola yang gesit/tangkas menurut Soe dan Drechsler
merupakan cara baru mengelola kinerja pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan (Soe & Drechsler, 2018). Penelitian lain menunjukkan hasil bahwa
penerapan tatakelola tangkas dapat mengatasi permasalahan kurangnya kinerja
dan kualitas pelayanan(Khalil & Khalil, 2016). menurut Zain et al. (Dahmardeh
& Pourshahabi, 2011) kelincahan merupakan respon terhadap tantangan yang
ditimbulkan oleh lingkungan bisnis yang didominasi oleh perubahan dan
ketidakpastian. Ini melibatkan cara baru dalam melakukan bisnis dan
mencerminkan pola pikir baru untuk membuat, menjual, dan membeli,
keterbukaan terhadap bentuk baru hubungan komersial, dan langkah-langkah baru
260

untuk menilai kinerja perusahaan dan orang. Di masa pandemi Covid-19 saat ini
pemerintah dituntut untuk gesit atau tangkas dalam mengambil tindakan untuk
melaksanakan fungsi pemerintah sebagai pemberi pelayanan pada masyarakat,
dengan mengadopsi tatakelola tangkas tentukan dapat meningkatkan kinerja
pelayanan publik sesuai dengan harapan masyarakat.

5.4.4. Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik dalam Importance


Performance Matriks Analysis (IPMA)
IPMA digunakan untuk membandingkan efek total model struktural
(kepentingan) dan nilai rata-rata dari skor variabel laten untuk menyoroti area
signifikan untuk peningkatan kegiatan manajemen, hasil perhitungan
memungkinkan identifikasi determinan dengan kepentingan yang relatif tinggi
dan kinerja yang relatif rendah. Ini adalah area utama perbaikan yang selanjutnya
dapat diatasi dengan kegiatan pemasaran atau manajemen. Analisis PLS-SEM
dasar mengidentifikasi kepentingan relatif dari konstruksi dalam model struktural
dengan mengekstraksi estimasi hubungan langsung, tidak langsung, dan total.
IPMA memperluas hasil PLS-SEM ini dengan dimensi lain, yang mencakup
kinerja aktual setiap konstruk.
Penerapan IPMA perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut: Pertama,
semua indikator harus memiliki arah yang sama; nilai yang rendah menunjukkan
hasil yang buruk dan nilai yang tinggi menunjukkan hasil yang baik. Jika tidak,
skala tidak dapat diinterpretasikan dengan cara yang memungkinkan nilai rata-rata
variabel laten yang lebih tinggi (yaitu, menuju 100) untuk mewakili kinerja yang
lebih baik. Kedua, beban luar yang digunakan harus memiliki nilai harapan dan
taksiran positif. Semua kondisi ini dapat dipenuhi dalam model pengukuran
variabel sehingga nilai kinerja yang diekstraksi berada pada skala 0 hingga 100

Pada Tabel 4.30 menunjukkan hasil PLS-SEM dari model struktural.


Informasi yang disampaikan adalah kinerja setiap variabel laten pada skala dari 0
hingga 100. Koefisien jalur standar berada di samping masing-masing panah,
yang mewakili kekuatan hubungan antar konstruk. Hasil perhitungan merupakan
261

representasi IPMA dari konstruk target utama Agile Governance dan Kinerja
Pelayanan Publik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.28 IPMA Agile
Governance – Transformational Leadership dan Gambar 4.30 IPMA Public
Service Performance terhadap Agile Governance dan Transformational
Leadership Sumbu x mewakili efek total dari variabel laten Agile Governance
pada konstruk target Transformational Leadership yaitu, kepentingannya (gambar
4.28) dan variabel laten Kinerja Pelayanan Publik pada konstruk Agile
Governance dan Transformational Leadership (gambar 4.30). Sumbu y
menggambarkan skor konstruk rata-rata (skala ulang) dari AG dan PSP yaitu,
kinerjanya. Peneliti menemukan bahwa Agile Governance adalah konstruksi yang
sangat penting untuk menjelaskan konstruk target Transformational Leadership•
Dalam situasi tertentu, peningkatan satu poin dalam kinerja Agile Governance
diharapkan meningkatkan kinerja Transformational Leadership dengan nilai efek
total, yaitu 0,861. Pada saat yang sama, kinerja Agile Governance relatif baik,
sehingga harus dipertahankan. IPMA-seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.28
dan 4.30 perolehan efek total dari hubungan semua variabel menunjukkan
pentingnya mereka .
Selanjutnya, berdasarkan perhitungan nilai kinerja variabel laten dalam
model jalur PLS. Untuk membuat hasil yang sebanding di skala yang berbeda,
menggunakan skala kinerja 0 hingga 100, di mana 0 mewakili kinerja terendah
dan 100 menunjukkan kinerja tertinggi. Karena kebanyakan orang terbiasa
menafsirkan nilai persentase, skala kinerja semacam ini mudah dipahami. Nilai
rata-rata skor yang diskalakan ulang dari setiap variabel laten ini menghasilkan
nilai indeks kinerjanya, yang ditunjukkan pada skala 0 hingga 100, dengan nilai
yang lebih tinggi biasanya menunjukkan kinerja yang lebih baik dari variabel
laten.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semua variabel Agile
Governance dan Transformational Leadership dalam penelitian memiliki kinerja
yang baik dan mempunyai nilai kepentingan yang tinggi berada pada kuadran II ,
sehingga peningkatan kinerja variabel dependen akan berakibat pada peningkatan
262

kinerja variabel independent. Hal ini harus dipertahankan untuk meningkatkan


proses manajemen

5.4.5. Agile Governance sebagai mediator


Agile Governance merupakan variabel endogen yang memiliki hubungan
ganda baik sebagai independen maupun dependen. AG sebagai variabel dependen
karena diprediksi oleh Transformational Leadership, tapi juga merupakan
konstruksi independen karena memprediksi Kinerja Pelayanan Publik. Variabel
Kinerja Pelayanan Publik di paling kanan adalah variabel laten dependen
(endogen) yang diprediksi oleh Agile Governance. Dengan demikian, hubungan
tidak langsung melalui mediator AG mempengaruhi hubungan langsung dari TL
ke PSP dalam model mediator, model hubungan antar variabel dapat dilihat pada
tabel 4.49 berikut :

Gambar 5.1. Model Hubungan Antar Variabel

TL PSP

AG

Sumber : olahan peneliti

Efek langsung adalah hubungan yang menghubungkan dua variabel dengan satu
panah; efek tidak langsung adalah hubungan yang melibatkan urutan hubungan
dengan setidaknya satu variabel intervensi yang terlibat. Dengan demikian, efek
tidak langsung adalah urutan dua atau lebih efek langsung (jalur majemuk) yang
diwakili secara visual oleh beberapa panah, efek tidak langung ini merupakan efek
mediasi (Hair et al., 2014).
263

Berdasarkan hasil perhitungan dari aplikasi SmartPLS dapat diketahui


besaran efek langsung dan tidak langsung dari masing-masing variabel dalam
penelitian ini. Besaran efek langsung masing-masing variabel dapat dilihat pada
Tabel 4.41 (Analisis Signifikansi Koefisien Jalur tanpa Mediator), dari tabel
diketahui bahwa efek langsung dari variabel TL ke AG sebesar 0,861, TL ke PSP
sebesar 0,182 dan AG ke PSP sebesar 0,765. Hubungan langsung antara Variabel
TL dengan AG sebesar 86,1% artinya AG memang dipengaruhi oleh TL,
begitupun hubungan langsung AG dengan PSP sebesar 76,5% yang menunjukkan
besarnya pengaruh AG terhadap PSP. Dari nilai perhitungan diketahui bahwa
hubungan langsung antara variabel TL dengan PSP hanya sebesar 18,2%, akan
tetapi nilai efek tidak langsung (lihat Tabel 4.43. Nilai Total Efek Tidak
Langsung) antara variabel TL dengan PSP lebih besar dari nilai efek langsung
yaitu sebesar 65,8%. Secara singkat nilai efek langsung dan tidak langsung dapat
dilihat pada tabel 5.1. berikut :

Tabel 5.1. Nilai Efek Langsung dan Tidak Langsung


Efek Efek Tidak
Langsung Langsung
Agile Governance -> Public Service Performace 0,765 0,000
Transformational Leadership -> Agile Governance 0,861 0,000
Transformational Leadership -> Public Service
0,182 0,658
Performace
Sumber : olahan peneliti dari hasil perhitungan SmartPLS

Untuk mengetahui efek mediasi dilakukan melalui perhitungan Varians yang


diperhitungkan (VAF : Varians Accounted For) menentukan ukuran efek tidak
langsung dalam kaitannya dengan efek total (yaitu, efek langsung efek tidak
langsung): Pengaruh langsung Transformational Leadership pada Public Service
Performance memiliki nilai sebesar 0,182, sedangkan pengaruh tidak langsung
melalui Agile Governance memiliki nilai sebesar 0,658. Dengan demikian, efek
total memiliki nilai 0,182 + 0,658 = 0,840. VAF sama dengan efek langsung
dibagi dengan efek total dan memiliki nilai 0,182/0,840 = 0,217, Dengan
demikian, kita dapat menentukan sejauh mana varians variabel dependen
264

dijelaskan secara langsung oleh variabel independen dan seberapa banyak varians
konstruk target dijelaskan oleh hubungan tidak langsung melalui variabel
mediator..
Dari tabel 4.48 dapat dilihat hubungan antara TL dengan PSP secara
langsung bernilai lebih kecil yaitu 18,2% dibandingkan dengan hubungan tidak
langsung melalui AG sebagai mediator yaitu sebesar 65,8%. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam hubungan antara Transformational Leadership dengan
Kinerja Pelayanan Publik ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu Agile
Governance sebagai mediator. Jika pengaruh tidak langsung signifikan tetapi
tidak menyerap pengaruh variabel laten eksogen terhadap variabel endogen, maka
VAF agak rendah. Hal ini terjadi ketika efek langsungnya tinggi dan hanya sedikit
menurun setelah variabel mediator dengan efek tidak langsung yang signifikan
tetapi sangat kecil dimasukkan. Dalam situasi ini, VAF akan kurang dari 20%,
dan dapat disimpulkan bahwa (hampir) tidak ada mediasi. Sebaliknya, ketika VAF
memiliki hasil yang sangat besar di atas 80%, seseorang dapat mengasumsikan
mediasi penuh. Situasi di mana VAF lebih besar dari 20% dan kurang dari 80%
dapat dicirikan sebagai mediasi parsial (Hair et al., 2014). Dari perhitungan
diketahui bahwa nilai VAF lebih besar dari 20% dan kurang dari 80% yaitu
21,7% dapat disimpulkan bahwa Agile Governance sebagai mediator parsial.

5.4.6. Perbandingan Hasil pada Lokus Penelitian


Data hasil penelitian dari 3 Lokus Penelitian yaitu Kabupaten Musi
Rawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara didapat data yang
kemudian dibandingkan, data-data yang dibandingkan meliputi data nilai efek
langsung, nilai efek tidak langsung, nilai total efek, nilai R square. Nilai f Square,
nilai T statistik dan nilai P value. Perbandingan data pada ketiga lokus penelitian
ini dilakukan agar dapat mempermudah memberikan feedback ataupun saran
kepada pemerintah daerah pada lokus penelitian terkait dengan topik penelitian
yaitu untuk mengetahui hubungan langsung antara ketiga variabel penelitian,
hubungan tidak langsung yang dimiliki dari ketiga variabel penelitian, model
265

hubungan antara variabel penelitian dan besarnya efek yang diberikan antar
variabel.
Pada sub bab perbandingan data pada lokus penelitian ini data yang
dibandingkan hanya data pada inner model atau model struktural . Tidak
dilakukan perbandingan pada data outer model atau model pengukuran, karena
outer model digunakan untuk melakukan penilaian reabilitas dan validitas
variabel. Perbandingan data pada ketiga lokus penelitian lebih ditujukan untuk
membandingkan ukuran pengaruh yang dikontribusikan sehingga data yang
dibandingkan lebih tepat menggunakan data yang berhubungan dengan analisis
inner model. Pengukuran pada inner model atau model struktural memerlukan
data-data Path Coefficient untuk mengetahui data apakah ada efek langsung antar
variabel, data efek tidak langsung yang ditemukan, data efek total yang
merupakan penjumlahan antara efek langsung dengan efek tidak langsung, nilai R
square untuk melihat model hubungan antar variabel, nilai f square untuk melihat
besarnya efek yang diberikan oleh suatu variabel terhadap variabel lainnya, nilai T
statistik dan nilai p untuk menguji hipotesis. Untuk melihat lebih rinci data hasil
penelitian yang diperoleh pada ketiga lokus penelitian Pada Tabel 5.2 dibawah ini
disajikan perbandingan data dari ketiga lokus penelitian sebagai berikut:
266

Tabel 5.2. Perbandingan Data Hasil Penelitian pada Lokus Penelitian


Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara
Jumlah Responden 155 130 115
Efek Langsung
AG - PSP 0,762 0,754 0,755
TL - AG 0,820 0,885 0,891
TL - PSP 0,188 0,192 0,198
Efek Tidak Langsung
TL - PSP
0,625 0,667 0,673
Total Efek
AG - PSP 0,762 0,754 0,755
TL - AG 0,820 0,885 0,891
TL - PSP 0,813 0,858 0,871
Nilai R Square
AG 0,673 0,783 0,793
PSP 0,852 0,860 0,876
Nilai f Square
AG - PSP 1,283 0,881 0,946
TL - AG 2,055 3,603 3,842
TL - PSP 0,078 0,057 0.065
Nilai T Statistik
AG - PSP 11,805 7,844 8,681
TL - AG 19,870 28,867 34,911
TL - PSP 2,701 1,927 2,289
P value
AG - PSP 0,000 0.000 0,000
TL - AG 0,000 0,000 0,000
TL - PSP 0,007 0,055 0,023

Sumber : olahan penulis

Efek Langsung atau Direct Effects pada inner model PLS SEM merupakan
pengaruh langsung dari variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen.
Efek langsung antara variabel Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik
berdasarkan data hasil penelitian nilai efek langsung dari masing-masing lokus
adalah sebagai berikut Kabupaten Musi Rawas Utara 0,755. Perbandingan nilai
pengaruh langsung Agile Governance terhadap Kinerja Pelayanan Publik dapat
dilihat pada gambar 5.2 dibawah ini :
267

Gambar 5.2. Perbandingan Nilai Efek Langsung AG ---> PSP


pada lokus penelitian
0.764
0.762
0.762

0.76

0.758

0.756 0.755
0.754
0.754

0.752

0.75
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara

Nilai efek langsung pada tiga lokus penelitian memiliki rentang nilai antara 0,754
sampai 0,762, perbedaan nilai efek langsung pada lokus tidak terlalu jauh,
sehingga bisa disimpulkan bahwa Agile Governance memiliki pengaruh langsung
terhadap kinerja pelayanan publik dengan nilai antara 75% hingga 76%.
Pada perhitungan nilai efek langsung untuk variabel Transformational
Leadership dengan Agile Governance didapat nilai efek langsung dari masing-
masing lokus penelitian sebagai berikut Kabupaten Musi Rawas memiliki efek
langsung sebesar 0,820, Kota Lubuklinggau memiliki nilai efek langsung sebesar
0,885 dan Kabupaten Musi Rawas Utara sebesar 0,891. Perbandingan efek
langsung dari variabel Transformational Leadership terhadap Agile Governance
dapat dilihat pada gambar 5.3 dibawah ini :
268

Gambar 5.3. Perbandingan Nilai Efek Langsung TL --> AG pada


lokus penelitian
0.9 0.891
0.885
0.88

0.86

0.84

0.82
0.82

0.8

0.78
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara

Hasil perhitungan nilai efek langsung variabel Transformational Leadership


terhadap Agile Governance menunjukkan bahwa dari ketiga lokus penelitian nilai
efek langsungnya berada pada nilai diatas 80%, dengan nilai efek langsung
terendah adalah Kabupaten Musi Rawas yaitu sebesar 82% dan yang tertinggi
adalah Kabupaten Musi Rawas Utara yaitu sebesar 89,1%.
Transformational Leadership mempunyai efek langsung yang kecil
terhadap Kinerja Pelayanan Publik, hal ini terbukti dari hasil penelitian dari
masing-masing lokus penelitian. Untuk kabupaten Musi Rawas efek langsung dari
Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan publik sebesar 0,188
atau sebesar 18,8%. Nilai efek langsung dari Transformational Leadership
terhadap Kinerja Pelayanan Publik pada Kota Lubuklinggau sebesar 0,192 atau
19,2%. Sedangkan data Kabupaten Musi Rawas utara menunjukkan hasil nilai
efek efek dari variabel Transformational Leadership terhadap variabel Kinerja
Pelayanan Publik sebesar 0,198 atau 19,8%. Perbandingan nilai efek langsung
variabel Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik pada
masing-masing lokus penelitian dapat dilihat pada gambar 5.4 dibawah ini :
269

Gambar 5.4. Perbandingan Nilai Efek Langsung TL ---> PSP


pada lokus penelitian
0.2
0.198
0.198
0.196
0.194
0.192
0.192
0.19
0.188
0.188
0.186
0.184
0.182
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara

Sebaliknya, efek tidak langsung antara Transformational Leadership dengan


Kinerja Pelayanan Publik memiliki nilai efek tidak langsung yang lebih besar
dibandingkan nilai efek langsung. Berdasarkan data didapat hasil nilai efek tidak
langsung masing-masing lokus penelitian yaitu Kabupaten Musi Rawas sebesar
0,625 atau 62,5%, Kota Lubuklinggau sebesar 0,667 atau 66,7% dan Kabupaten
Musi Rawas Utara sebesar 0,673 atau 67,3%.
Nilai efek tidak langsung Transformational Leadership terhadap Kinerja
Pelayanan Publik pada masing-masing lokus penelitian lebih besar daripada nilai
efek langsung Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik,
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Transformational Leadership
dengan Kinerja Pelayanan Publik dipengaruhi faktor lain yaitu Agile Governance.
Untuk melihat lebih rinci perbandingan nilai efek tidak langsung dari
Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik dapat dilihat
pada gambar 5.5 dibawah ini.
270

Gambar 5.5. Perbandingan Nilai Efek Tidak Langsung TL ---> PSP


pada lokus penelitian
0.68 0.673
0.67 0.667

0.66

0.65

0.64

0.63
0.625
0.62

0.61

0.6
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara

Melihat dari data yang ada yaitu nilai efek langsung dan nilai efek langsung,
untuk hubungan antara variabel Transformational Leadership dengan Kinerja
Pelayanan Publik yang mana nilai efek langsung lebih kecil daripada efek tidak
langsung, artinya didalam hubungan antara Transformational Ledership dengan
Kinerja Pelayanan Publik mempunyai faktor lain yang memediasi hubungan
antara dua variabel ini. Sehingga perlu dianalisis hubungan antara ketiga variabel
dengan melihat nilai efek total.

Gambar 5.6. Perbandingan nilai efek total hubungan


antar variabel pada lokus penelitian
0.95
0.885 0.891
0.9 0.871
0.858
0.85
0.82
0.813
0.8
0.762 0.754 0.755
0.75

0.7

0.65
Musi Rawas Lubuklinggau Musi Rawas Utara

AG - PSP TL - AG TL - PSP
271

Berdasarkan gambar 5.6 dapat dilihat bahwa hubungan Transformational


Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik mempunyai nilai efek total lebih
besar bila nilai efek langsung dijumlahkan dengan nilai efek tidak langsung. Hal
ini menunjukkan bahwa pengaruh langsung antara Transformational Leadership
terhadap Kinerja Pelayanan Publik bernilai lebih kecil dibandingkan pengaruh
Transformational Leadership melalui Agile Governance terhadap Kinerja
Pelayanan Publik. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
peningkatan kinerja organisasi khususnya organisasi pelayanan publik akan terjadi
ketika pemimpin dalam organisasi memiliki gaya kepemimpinan transformasi
yang mengimplementasikan tatakelola pemerintahan yang gesit atau lebih dikenal
dengan Agile Governance, artinya dalam sebuah organisasi peranan pemimpin
memang sangat penting, akan tetapi pemimpin tidak dapat secara dominan
meningkatkan kinerja sebuah organisasi gesit (Agile Governance). Temuan
tentang Agile Governance sebagai mediator dalam hubungan antara
Transformational Leadership dengan kinerja pelayanan publik merupakan
Novelty dalam penelitian ini.
Pengaruh Transformational Leadership terhadap kinerja organisasi
melalui mediator telah dibuktikan dalam berbagai penelitian menganalisis
pengaruh kepemimpinan transformasional pada kinerja organisasi melalui
konstruksi menengah seperti budaya misalnya, Ogbonna dan Harris (2000),
kewirausahaan misalnya, García Morales et al., (2006), manajemen pengetahuan
misalnya, Gowen et al., (2009), kesesuaian dalam manajemen puncak tim
misalnya, Colbert et al., (2008), fleksibilitas misalnya, Rodriguez Ponce, (2007),
manajemen sumber daya manusia yang meningkatkan modal manusia Zhu et al.,
(2005), strategi kompetitif misalnya, Menguc et al., (2007), dan kapasitas
penyerapan misalnya, García Morales et al., (2008) yang dibahas dalam penelitian
Morales dkk (2012) Transformational Leadership influence on organizational
performance through organizational learning and innovation menyatakan bahwa
Transformational Leadership memang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
organisasi tidak secara langsung akan tetapi melalui organisasi pembelajaran dan
inovasi (García-Morales et al., 2012).
272

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap Nilai R Square atau nilai koefisien


determinasi yang merupakan cara untuk menilai seberapa besar konstruk endogen
dapat dijelaskan oleh konstruk eksogen. Pada penelitian ini hasil perhitungan R
Square pada tiga Kabupaten Lokus memiliki nilai berturut-turut untuk variabel
Agile Governance yaitu Kabupaten Musi Rawas 0,673, Kota Lubuklinggau
0,783, Kabupaten Musi Rawas Utara 0,793. Dari nilai perhitungan R square dapat
diketahui model hubungan antara Agile Governance sebagai konstruk endogen
dengan Transformational Leadership sebagai konstruk eksogen memiliki nilai
model moderat untuk kabupaten Musi Rawas, untuk Kota Lubuklinggau dan
Kabupaten Musi Rawas Utara Model hubungan antara Agile Governance dan
Transformational Leadership memiliki model yang kuat, secara ringkas model
hubungan dapat dilihat pada tabel 5.3. dibawah ini.
Tabel. 5.3. Perbandingan Model Hubungan Variabel Agile Governance
dan Transformational Leadership

Kabupaten / Kota Nilai R Square Model Hubungan


Musi Rawas 0,673 Moderat
Lubuklinggau 0,783 Kuat
Musi Rawas Utara 0,793 Kuat

Berdasarkan tabel 5.3 dapat kita lihat bahwa ada hubungan yang kuat antara
Transformational Leadership dengan Agile Governance, artinya semakin baik
kemampuan seorang pemimpin perubahan maka akan semakin baik tata kelola
gesit dilakukan dalam pemerintah daerah, hal ini sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Mergel (2016) yang menemukan bahwa perubahan pola pikir di
tingkat manajemen ke arah kepemimpinan agile diperlukan untuk menggerakkan
organisasi pemerintah ke arah pendekatan agile, kelincahan harus didorong oleh
kepemimpinan yang mempromosikan pendekatan tangkas di semua bidang
pemerintahan (Mergel et al., 2018).
Pemimpin tangkas yang dikemukakan oleh Mergel dkk (2018)
bertanggung jawab untuk membimbing tim menuju kesuksesan bahkan dalam
situasi di mana mereka tidak berpengalaman dalam metode tangkas, pendapat
273

mergel ini sesuai dengan temuan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan yang
kuat antara Transformational Leadership dengan Agile Governance bahwa untuk
menerapkan metode tangkas/ agile diperlukan pemimpin yang mampu
mengarahkan tim untuk mencapai tujuan yang lebih cepat dan tepat, pemimpin
akan mendorong perubahan lebih cepat, kepemimpinan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan Agile Governance karena keputusan ada ditangannya
(Wasisitiono & Rohmadin, 2020)
Perhitungan nilai R Square untuk variabel Kinerja Pelayanan Publik
sebesar 0,852 untuk Kabupaten Musi Rawas , 0,860 untuk Kota Lubuklinggau,
0,876 untuk Kabupaten Musi Rawas Utara, dari nilai ini dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara Kinerja Pelayanan Publik sebagai konstruk endogen dengan
Transformational Leadership sebagai konstruk eksogen memiliki nilai hubungan
kuat pada ketiga Kabupaten/ Kota Lokus penelitian, secara ringkas hubungan
antara Kinerja pelayanan Publik dengan Transformational Leadership dapat
dilihat pada tabel 5.4. dibawah ini:

Tabel 5.4. Perbandingan Model Hubungan Variabel Kinerja Pelayanan Publik


dan Transformational Leadership
Kabupaten / Kota Nilai R Square Model Hubungan
Musi Rawas 0,852 Kuat
Lubuklinggau 0,860 Kuat
Musi Rawas Utara 0,876 Kuat

Dari tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa pada ketiga lokus penelitian model
hubungan antara Kinerja Pelayanan Publik dengan Transformational Leadership
memiliki model hubungan yang kuat, artinya semakin baik kepemimpinan
perubahan pada organisasi pemerintahan maka akan semakin baik kinerja
pelayanan publik hal ini selaras dengan pendapat Bass dan Riggio (2006) dalam
tulisan Scaubroeck menyatakan kepemimpinan transformasional menekankan
bahwa kepemimpinan yang tepat memberikan arahan bagi karyawan dan
menetapkan tantangan yang memungkinkan mereka untuk berhasil melampaui
274

harapan, termasuk hasil dan kinerja organisasi. Penelitian Scaubroeck (2011) juga
mengungkapkan adanya hubungan yang positif antara persepsi tim tentang
kepemimpinan transformasional supervisor dan kinerja tim, dalam hubungan
kedua variabel ini juga diungkapkan adanya faktor kepercayaan sebagai mediator
(Schaubroeck et al., 2011). Hasil penelitian Schaubroeck et al (2011) sejalan
dengan hasil penelitian ini yang sudah dibahas pada halaman sebelumnya yaitu
adanya pengaruh Transformational Leadership terhadap kinerja pelayanan publik
melalui Agile Governance sebagai mediator, hal ini menunjukkan bahwa dalam
upaya meningkatkan kinerja organisasi, sebuah organisasi harus memiliki tata
kelola yang gesit yang dijalankan oleh pemimpin organisasi yang dapat
mengarahkan anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Nilai f square merupakan nilai effect size untuk menilai besarnya pengaruh
antar variabel, dari hasil penelitian didapat nilai f square untuk hubungan antara
variabel Agile Governance dan Kinerja Pelayanan Publik pada lokus penelitian
bernilai > 0,35 sehingga dapat disimpulkan memiliki pengaruh yang besar, nilai f
square pada lokus penelitian sebagai berikut: Kabupaten Musi Rawas sebesar
1,283, Kota Lubuklinggau sebesar 0,881 dan Kabupaten Musi Rawas Utara
sebesar 0,946. Hal ini menunjukkan bahwa pada Kabupaten Musi Rawas variabel
Agile Governance memberikan effect size sebesar 128,3% terhadap variabel
Kinerja Pelayanan Publik. Pada Kota Lubuklinggau Pelaksanaan Tata Kelola
Gesit memberikan effect size sebesar 88,1% terhadap Kinerja pelayanan Publik.
Dan untuk Kabupaten Musi Rawas Utara Agile Governance memiliki effect size
sebesar 94,6%. Lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini

Tabel 5.5. Perbandingan Pengaruh Antara Variabel Agile Governance dan Kinerja
Pelayanan Publik
Kabupaten / Kota Nilai f Square effect size
AG - PSP
Musi Rawas 1,283 Besar
Lubuklinggau 0,881 Besar
Musi Rawas Utara 0,946 Besar
275

Hasil penelitian ini menunjukkan pada semua lokus penelitian Agile Governance
memberikan dampak yang besar terhadap Kinerja Pelayanan Publik artinya secara
faktual memang tata kelola gesit akan memberikan dampak terhadap kinerja
pelayanan publik. Agile Governance dapat berimplikasi pada peningkatan kinerja
pelayanan publik karena kemampuan menghadapi tantangan perubahan dan
pemanfaatan teknologi dapat menghasilkan pelayanan yang baik, transparan,
efektif dan efisien.
Pengaruh Transformational Leadership terhadap Agile Governance pada
ketiga lokus penelitian memiliki nilai masing- masing yaitu Kabupaten Musi
Rawas sebesar 2,055, Kota Lubuklinggau sebesar 3,603 dan Kabupaten Musi
Rawas Utara sebesar 3,842. Dengan rule of thumb nilai > 0,35 merupakan efek
size besar, maka dinyatakan bahwa pada ketiga lokus penelitian memiliki efek
size yang besar, lebih rinci digambarkan pada tabel 5.6. dibawah ini :

Tabel 5.6. Perbandingan Pengaruh Antara Variabel Transformational Leadership


dengan Agile Governance

Kabupaten / Kota Nilai f Square effect size


TL - AG
Musi Rawas 2,055 Besar
Lubuklinggau 3,603 Besar
Musi Rawas Utara 3,842 Besar

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Jansen dan vander Voorrt ( 2016)
menggunakan pendekatan tangkas mendukung penerapan tata kelola yang lebih
adaptif, pendekatan seperti yang dipromosikan oleh Janssen dan van der Voort
(2016): pemerintah yang adaptif dapat menggunakan metode tangkas untuk
meningkatkan fleksibilitasnya dalam menanggapi perubahan dan mungkin dalam
prosesnya bahkan memberikan inovasi yang lebih murah di pemerintahan(Mergel,
2016). Secara fakta hal ini terbukti dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kepemimpinan perubahan memberikan pengaruh yang besar terhadap tata kelola
276

yang gesit, hal ini juga dikemukan oleh Arell dkk (2012) bahwa untuk
membangun sebuah organisasi yang agile diperlukan strategi khusus yang
diantaranya adalah pemimpin perubahan, berhasil atau tidaknya suatu perubahan
ditentukan oleh pemimpin sebagai pemimpin perubahan (Arell et al., 2012)
Hasil perhitungan effect size variabel Transformational Leadership
terhadap Kinerja Pelayanan Publik pada tiga lokus penelitian memiliki nilai
sebagai berikut : Kabupaten Musi Rawas sebesar 0,078, Kota Lubuklinggau
sebesar 0,057, Kabupaten Musi Rawas Utara sebesar 0,065. Dengan rule of thumb
untuk nilai f square 0,02 menunjukkan pengaruh kecil, 0,15 menengah dan 0,35
pengaruh besar (Setiaman, 2020) maka hasil penelitian pada ketiga lokus
penelitian dapat diringkas effect size nya seperti ditampilkan pada tabel 5.7
dibawah ini :

Tabel 5.7. Perbandingan Pengaruh Antara Transformational Leadership dengan


Kinerja Pelayanan Publik

Kabupaten / Kota Nilai f Square TL - Efek size


PSP
Musi Rawas 0,078 Kecil
Lubuklinggau 0,057 Kecil
Musi Rawas Utara 0,065 Kecil

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa untuk variabel Transformational


Leadership pada ketiga lokus hanya memberikan effect size kecil terhadap kinerja
pelayanan publik, berdasarkan hasil penelitian ini ternyata memang dapat
dibuktikan adanya pengaruh antara kepemimpinan dan kinerja organisasi
pelayanan publik, hanya saja pengaruh yang diberikan oleh Transformational
Leadership terhadap Kinerja Pelayanan Publik merupakan pengaruh yang kecil.
Hasil penelitian effect size yang kecil antara Transformational Leadership dan
Kinerja Pelayanan Publik, memperkuat keyakinan bahwa ada pengaruh faktor lain
dalam hubungan antara kedua variabel ini.
277

Menurut Yue (2019) dalam tulisannya The Impact Of The


Transformational Leadership Climate On Employee Job Satisfaction During The
Covid-19 Pandemic In The Indonesian Banking Industry ; pemimpin memiliki
pengaruh besar pada kinerja organisasi dan memainkan peran ganda, yaitu sebagai
pemimpin dan pelopor / agen perubahan (Winasis et al., 2020), Menurut Bass dan
Avolio (2000) Kepemimpinan transformasional menjadi motor dan pemancar
budaya inovatif dan penyebaran pengetahuan yang berorientasi untuk mencari
kinerja organisasi terbaik (García-Morales et al., 2012).
Hasil Penelitian Alkadash dkk (2021 menunjukkan bahwa antara
kepemimpinan transformasi, otonomi pekerjaan, dan kinerja karyawan
berhubungan positif (Alkadash et al., 2021). Ketiga pendapat diatas menunjukkan
bahwa memang ada hubungan positif antara Transformational Leadership dengan
Kinerja Organisasi yang dalam penelitian ini merupakan organisasi pemberi
pelayanan publik. Salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan sebuah
organisasi dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana pelayanan publik
adalah adanya kepemimpinan yang berkualitas. Gaya kepemimpinan
transformasional menurut Bass dan Riggio (2006) dianggap sebagai cara yang
efektif untuk menggerakkan anggota untuk mengutamakan organisasi dan
bergerak melampaui harapan (Cho et al., 2019).
Kepemimpinan transformasional merupakan perspektif jangka Panjang,
tidak hanya melihat pada situasi sekarang akan tetapi juga memperhatikan masa
yang akan datang. Gaya kepemimpinan ini dapat menginspirasi perubahan positif
pada mereka yang mengikutinya. Umumnya para pemimpin dengan gaya
kepemimpinan transformasional merupakan orang yang energik, antusias, dan
bersemangat. Para pemimpin tidak hanya peduli dan terlibat dalam proses; mereka
juga berfokus untuk membantu anggota kelompok untuk berhasil. kepemimpinan
transformasional berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Keterlibatan bawahan
yang meningkat dan tenaga kerja yang lebih puas mengarah ke tempat kerja yang
lebih seimbang. Karyawan merasa diberdayakan dan dipercaya oleh manajer,
sehingga merasa percaya diri dan loyal terhadap organisasi. Hasil kepemimpinan
transformasional dalam membangun hubungan jangka panjang karena karyawan
278

merasa dihargai dan dihormati dengan pengetahuan bahwa pemimpin mereka


telah berinvestasi dan mempercayai mereka. Kepemimpinan transformasional
sangat efektif jika diterapkan dalam organisasi yang membutuhkan perubahan,
baik secara aspek sosial maupun teknologi, gaya kepemimpinan transformational
sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia di masa Pandemi Covid-19 ini,
sebagai seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional
diharapkan dapat menjadi Agen Perubahan, Keberanian dan Optimisme, terbuka
dan percaya padap, memimpin berdasarkan nilai, melakukan pembelajaran secara
terus menerus dan visioner. Pemimpin transformasional diharapkan dapat
meningkatkan kinerja organisasi

5.5. Proposisi
Pandemi COVID-19 menunjukkan kebutuhan untuk memahami tantangan
sektor publik dengan cara baru dan mengungkapkan kebutuhan, kemauan, dan
kapasitas untuk mengubah sektor publik dalam mencari solusi yang kuat untuk
masalah yang bergejolak. Kita akan melihat pandemi saat ini sebagai pengubah
permainan penting yang mendorong penelitian tentang turbulensi dan ketahanan
di administrasi publik tentang tata kelola publik.
Perlu pemahaman peranan tata kelola tangkas (Agile Governance) untuk
menyusun strategi pemecahan masalah yang kuat. Perlu harus berpikir hati-hati
tentang jenis desain, platform, dan arena kelembagaan yang dapat membantu
memacu tata kelola tangkas yang kuat dalam menghadapi turbulensi di era
disrupsi dan bentuk kepemimpinan mana yang kondusif untuk hal ini. Agile
digunakan sebagai kata sifat yang mengacu pada kebutuhan organisasi terutama
birokrasi untuk menjadi lebih fleksibel, adaptif, dan cepat dalam berperilaku
mengacu pada daya tanggap mereka terhadap ancaman sosial, atau ekonomi dan
pasar eksternal.
Organisasi Pelayanan Publik harus mempersiapkan untuk turbulensi di
masa depan dan organisasi publik harus membangun, memupuk, dan memperkuat
hubungan kolaboratif mereka dengan aktor yang relevan dan terpengaruh (Ansell
et al., 2020). Pengembangan dan penerapan strategi tata kelola yang kuat
279

dikondisikan oleh kolaborasi multi-pelaku yang dapat membantu untuk secara


fleksibel memobilisasi sumber daya yang relevan, meningkatkan berbagi
pengetahuan dan koordinasi, merangsang inovasi, dan membangun kepemilikan
Pemimpin publik juga harus menemukan kembali diri mereka pada
beberapa dimensi untuk meningkatkan kapasitas merancang solusi yang kuat
untuk masalah yang bergejolak. Ketika menghadapi masalah yang bergejolak di
dunia yang bergejolak, para pemimpin publik tidak akan tahu persis apa
masalahnya, apa tujuannya, apa yang diperlukan untuk mencapainya, atau
bagaimana menjelaskan berbagai tugas. Adaptasi terhadap masalah yang muncul
kemungkinan akan difasilitasi jika organisasi telah membangun pola
kepemimpinan yang kuat (Ospina 2017). Dan di tengah turbulensi, pemimpin
publik harus terlibat dan berdialog dengan karyawan dan pemangku kepentingan
untuk mendapatkan masukan mereka dan membujuk mereka untuk menguji
strategi baru dalam praktik dan membantu mempercepat proses pembelajaran;
karenanya, para pemimpin harus bertindak sebagai pelayan daripada sebagai
pelaku bersama untuk solusi bersama dan adaptasi selanjutnya (Ansell et al.,
2020)
Fraher dan Grint (2018) mengungkapkan kepemimpinan di masa yang
penuh gejolak bukanlah untuk orang-orang yang suka mengontrol atau mereka
yang memiliki preferensi kuat untuk pengambilan keputusan rasional berdasarkan
analisis mendalam dan studi yang berkepanjangan, kepemimpinan yang kuat dan
memiliki keberanian mengambil risiko secara terukur. Kepemimpinan yang kuat
dalam situasi krisis sangat dibutuhkan untuk memberikan arah penanganan krisis
yang jelas dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap sistem yang
dikembangkan untuk melewati masa krisis. Kuatnya kepemimpinan ditunjukkan
dengan keberanian mengambil keputusan di masa darurat didasarkan pada analisis
yang kuat atas dinamika yang berkembang cepat dan berbasis pengetahuan yang
relevan dengan karakter krisis. Indikasi kepemimpinan krisis yang kuat terlihat
dari adanya arah dan kejelasan kerangka menghadapi situasi emergensi, yang
diikuti oleh semua elemen tata kelola krisis (Sataloff et al., n.d., 2020)
280

Kepemimpinan transformasional membantu anggota tim menangani


konflik dan merupakan alat penting di mana kepemimpinan transformasional
meningkatkan koordinasi dan kinerja tim. kepemimpinan transformasional
mendukung kinerja, koordinasi, dan kepuasan dengan mempengaruhi bagaimana
anggota organisasi mencapai kesepakatan ketika konflik tak terhindarkan muncul
(Zhang et al., 2011 dalam (Sataloff et al., n.d., 2020))
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh
Transformational Leadership dalam Agile Governance dan dampaknya terhadap
Kinerja Pelayanan Publik disusun 1 (satu) Proposisi Mayor dan 4 (empat)
proposisi minor yang lebih lanjut dijelaskan lebih lanjut.
Proposisi Mayor dalam penelitian ini adalah pelaksanaan tata kelola di
pemerintah daerah di masa pandemi Covid-19 dapat mengimplementasikan Agile
Governance dalam merespon turbulensi dengan kepemimpinan transformational
yang kuat dalam pengambilan keputusan yang tepat dan cepat untuk
meningkatkan kinerja organisasi pemberi layanan publik.
Proposisi minor 1: pelaksanaan tatakelola tangkas di masa pandemi
Covid-19 dapat berjalan dengan baik dengan didukung oleh kepemimpinan
perubahan yang kuat. Proposisi pertama ini sejalan dengan rumusan masalah
pertama dalam penelitian ini yaitu Apakah Transformational Leadership
berpengaruh signifikan terhadap Agile Governance?. Hasil penelitian
membuktikan bahwa Transformational Leadership berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Agile Governance pada Pemerintah Kabupaten Musi Rawas,
Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas Utara. Menurut penelitian
denning (2016) Agile pada dasarnya adalah pola pikir. Agile membutuhkan
kepemimpinan inspirasional yang kuat. Perusahaan tua yang besar telah mampu
berubah dengan Agile, para pemimpin harus menetapkan arah saat berinteraksi
dengan dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tak terduga di pasar dan
juga memungkinkan otonomi bagi mereka yang melakukan pekerjaan. Ini
membutuhkan kepemimpinan tingkat tinggi. (Denning, 2016) Saat bergerak
menuju Agile dan fokus pelanggan, organisasi harus bergerak ke arah peran
pemimpin yang melayani (Moreira, 2017)
281

Ketika COVID-19 melanda, pemerintah daerah harus harus merespons


dengan cepat dan tepat, semua tingkat pemerintahan berkolaborasi dengan
masyarakat. Pemerintah mengambil kepemimpinan, mengadakan konferensi pers
reguler untuk menginformasikan publik. Wabah virus membawa rasa urgensi
untuk beradaptasi melawan pandemi. Krisis memberikan tuntutan tinggi pada
pemerintah dan menunjukkan bahwa pemerintah dapat gesit dan adaptif. Konsep
Agile Governance dan Adaptive Governance menjadi pilihan dalam respons
terhadap COVID-19. Kelincahan (agile) terutama berkaitan dengan kecepatan
respons dalam struktur tertentu, adaptivitas menyiratkan perubahan tingkat sistem
di seluruh pemerintahan (Janssen & van der Voort, 2020)
Proposisi minor 2 : Kinerja organisasi penyelenggara pelayanan publik
pada pemerintah daerah akan meningkat dengan dukungan kepemimpinan
transformational. Proposisi kedua ini merupakan jawaban atas rumusan masalah
yang kedua, yaitu Apakah Transformational Leadership berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja Pelayanan Publik?. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil
bahwa Transformational Leadership berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Pelayanan Publik. Hipotesis bahwa pemimpin transformasional
mempengaruhi pengikut untuk mencapai kinerja yang luar biasa dibenarkan oleh
Alkadash dkk (Alkadash et al., 2021), begitupun dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Morales dkk menganalisis pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja organisasi melalui kapabilitas dinamis
pembelajaran dan inovasi organisasi (García-Morales et al., 2012). Dalam situasi
penuh kekacauan akibat pandemi Covid-19 suatu daerah dikategorikan tidak
tanggap atau memiliki daya tanggap yang rendah ketika menunjukkan
kecenderungan meremehkan urgensi penanganan dan dampak pandemi di awal
krisis, Situasi ini dapat diakibatkan dari absennya kepemimpinan yang bisa
menghadirkan kebijakan berbasis pengetahuan tentang krisis yang memadai.
Kepemimpinan yang lemah dan koordinasi yang lemah akan menyebabkan
keterlambatan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh publik.
Proposisi minor 3 : Melaksanakan tatakelola tangkas pada pemerintah
daerah akan meningkatkan kinerja organisasi. Penyusunan proposisi ketiga ini
282

merupakan jawaban atas rumusan masalah yang ketiga dalam penelitian ini yaitu :
Apkah Agile Governance berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pelayanan
Publik? Dan hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan
signifikan antara Agile Governance dengan Kinerja Pelayanan Publik, temuan ini
dapat mengembangkan konseptual teori untuk menganalisis dan menggambarkan
tata kelola tangkas dalam rangka meningkatkan tingkat keberhasilan organisasi
mencapai kinerja organisasi dan daya saing bisnis. Tata kelola tangkas adalah
kemampuan untuk merasakan, beradaptasi, dan merespons dengan cepat dan
berkelanjutan terhadap perubahan di lingkungannya, melalui kombinasi
terkoordinasi dari kemampuan tangkas dan ramping dengan kemampuan tata
kelola, untuk memberikan nilai lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah kepada
bisnis inti mereka (J. H. de O Luna et al., 2015)
Proposisi minor 4 : Melalui pelaksanaan tata kelola yang tangkas dengan
kepemimpinan transformational yang baik akan meningkatkan Kinerja Organisasi.
Proposisi keempat ini disusun untuk menjawab rumusan masalah keempat yaitu
Apakah Pengaruh Transformational Leadership terhadap Kinerja Pelayanan
Publik bersifat langsung atau melalui Agile Governance sebagai mediator?. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Transformational Leadership dapat memberikan
pengaruh langsung kepada Kinerja Pelayanan Publik, Transformational
Leadership akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap kinerja organisasi
ketika diimplementasikan bersama Agile Governance.
Dalam melaksanakan fungsi pelayanan Organisasi publik dapat
mengadopsi pedekatan agile, Organisasi publik menyadari bahwa untuk dapat
menghasilkan kebijakan dan pelayanan publik yang lebih baik dapat diwujudkan
menggunakan pendekatan agile, yaitu bekerja dengan lebih strategis, fleksibel dan
adaptif terhadap perubahan. Oleh karenanya, pendekatan agile bukan merupakan
tujuan, tetapi cara dan syarat yang mendorong pemerintah bekerja lebih efektif
dan/atau efisien (Purwanto (2019) dalam (Amalia, 2020)) Implementasi
pendekatan agile pada organisasi memiliki sejumlah prasyarat, yaitu terbentuknya
pola pikir (mindset) agile; memiliki kepemimpinan agile; dan investasi sumber
daya manusia untuk menguasai bidang ilmu baru (Denning, 2016). Soe dan
283

Drechsler (2018) mengemukaka cara baru untuk mengelola kinerja pemerintah


yang bekerja dalam kerangka Public Value dengan dimensi baru: tata kelola
adaptif dan gesit, tata kelola yang gesit dan adaptif berkontribusi pada nilai publik
yaitu kualitas layanan, kepercayaan pada institusi, dan pencapaian hasil sosial
(Soe & Drechsler, 2018).
Peningkatan kinerja organisasi penyelenggara pelayanan publik dapat
terjadi saat organisasi penyelenggara pelayanan publik memiliki kepemimpinan
transformasi dan organisasi menerapkan tatakelola yang gesit (Agile Governance)
284

BAB VI
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang sudah dijabarkan dalam
bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis dengan SmartPLS, hubungan Transformational
Leadership dengan Agile Governance memiliki t-value sebesar 39,530
karena nilai t-value >1,96 dan nilai p value <0,05, maka hipotesis
penelitian terdapat pengaruh dari variabel Transformational Leadership
terhadap Agile Governance dapat dibuktikan dan diterima. Besarnya
pengaruh langsung variabel Transformational Leadership terhadap Agile
Governance adalah sebesar 0,861. Koefisien pada hubungan ini bernilai
positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh Transformational
Leadership terhadap Agile Governance searah. Artinya, semakin baik
Transformational Leadership maka Agile Governance akan meningkat,
sebaliknya semakin buruk Transformational Leadership maka
pelaksanaan Agile Governance juga akan semakin buruk.
2. Berdasarkan hasil analisis dengan SmartPLS, hubungan Transformational
Leadership dengan kinerja pelayanan publik memiliki nilai t-value
sebesar 3,834 karena nilai t-value >1,96 dan p value < 0,05 maka
hipotesis terdapat pengaruh dari variabel Transformational Leadership
terhadap kinerja pelayanan publik dapat dibuktikan dan diterima. Besarnya
pengaruh langsung variabel Transformational Leadership terhadap kinerja
pelayanan publik adalah sebesar 0,182 dan pengaruh tidak langsung
sebesar 0,658 dengan total pengaruh langsung dan tidak langsung sebesar
0,841. Koefisien pada hubungan ini bernilai positif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengaruh Transformational Leadership terhadap
kinerja pelayanan publik searah. Artinya, semakin baik Transformational
Leadership maka kinerja pelayanan publik akan meningkat, sebaliknya
285

semakin buruk Transformational Leadership maka kinerja pelayanan


publik akan semakin buruk
3. Berdasarkan hasil analisis dengan SmartPLS, hubungan Agile Governance
dengan kinerja pelayanan publik memiliki nilai t-value sebesar 16,835
karena nilai t-value >1,96 dan p value < 0,05 maka hipotesis terdapat
pengaruh dari variabel Agile Governance terhadap kinerja pelayanan
publik dapat dibuktikan dan diterima. Besarnya pengaruh langsung
variabel Agile Governance terhadap kinerja pelayanan publik adalah
sebesar 0,765. Koefisien pada hubungan ini bernilai positif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengaruh Agile Governance terhadap kinerja
pelayanan publik searah. Artinya, semakin baik Agile Governance maka
kinerja pelayanan publik akan meningkat, sebaliknya semakin buruk
pelaksanaan Agile Governance maka kinerja pelayanan publik akan
semakin buruk.
4. Berdasarkan hasil Importance Performance Matriks Analysis (IPMA)
variabel Agile Governance dan Transformasional Leadership
mempengaruhi Kinerja Pelayanan Publik berada pada kuadran II artinya
hubungan memiliki kepentingan yang tinggi dan kinerja yang baik.
5. Berdasarkan analisis efek mediasi disimpulkan bahwa Agile Governance
memiliki efek mediasi parsial dengan nilai VAF sebesar 21,7%, dengan
nilai t value >1,96 dan p value < 0,05 maka hipotesis terdapat pengaruh
Agile Governance sebagai mediator dalam hubungan antara
Transformational Leadership dengan Kinerja Pelayanan Publik dapat
dibuktikan dan diterima sehingga disimpulkan semakin baik
kepemimpinan transformasi dalam mengimplementasikan Agile
Governance maka akan berdampak pada peningkatan Kinerja Pelayanan
Publik.

6.2. Implikasi Teoritis


Agile Governance merupakan teori yang relatif baru dalam ilmu
Administrasi Publik, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi bahwa
286

implementasi tata kelola yang gesit/tangkas yang lebih dikenal sebagai Agile
Governance dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja pelayanan publik. Hasil
penelitian ini juga dapat menjadi referensi bahwa pelaksanaan tata kelola
gesit/tangkas juga dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasi. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat referensi dalam perkembangan ilmu administrasi publik
khususnya mengenai Agile Governance yang relative masih baru sebagai
penyempurnaan Good governance yang sudah lebih dulu digunakan

6.3 Implikasi pada pemerintahan


Penelitian ini diharapkan memberikan implikasi terhadapat pengambilan
keputusan bahwa implementasi teori Agile Governance yang relatif masih baru
akan tetapi terbukti di masa pandemi Covid-19 ini sangat bermanfaat untuk
dilaksanakan pada sektor pemerintahan guna meningkatkan capaian kinerja
instansi khususnya pada instansi pemberi pelayanan publik. Pemerintah daerah
dapat mengadopsi pendekatan tatakelola gesit ini dengan tipe kepemimpinan
transformasional yang kuat untuk menghadapi turbulensi pada situasi tidak
menentu di masa pandemi Covid-19 ini agar dapat memberikan respon yang cepat
dan tepat dalam penanganan situasi darurat.

6.4 Implikasi pada penyelenggara pelayanan publik


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penyelenggara pelayanan publik dalam menemukan inovasi pelayanan melalui
pemimpin organisasi pelayanan publik yang mampu memberikan arahan dan
pengambilan keputusan yang cepat dimasa Pandemi Covid-19 serta pelaksanaan
tatakelola yang gesit untuk meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan publik.

6.5 Implikasi bagi masyarakat


Dampak yang diharapkan timbul dari hasil penelitian ini terhadap masyarakat
adalah masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik yang lebih baik dengan
diterapkannya Agile Governance yang dilaksanakan oleh pemimpin
287

transformasional yang dapat memberikan informasi yang lebih transparan


sehingga masyarakat dapat melakukan kontrol sosial.

6.6 Keterbatasan Penelitian


Responden pada penelitian ini adalah ASN dan TKS pemberi pelayanan
publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Rumah
Sakit Umum Daerah, sehingga tanggapan yang didapat adalah dari sisi pemberi
pelayanan bukan penerima pelayanan.

6.7 Agenda Penelitian Mendatang


Untuk memperluas tanggapan dalam penelitian Agile Governance dan
dampaknya terhadap kinerja pelayanan publik, perlu dilakukan penelitian
selanjutnya dengan responden masyarakat sebagai penerima pelayanan publik.
288

DAFTAR PUSTAKA

Aghina, W., Ahlback, K., Smet, A. De, Lackey, G., Lurie, M., Murarka, M., &
Handscomb, C. (2018). The Five Trademarks of Agile Organizations.
Alfatih, A. (2016). Panduan Praktis Penelitian Deskriptif Kuantitatif (1st ed.).
UNSRI Press.
Alfatih, A. (2021). Cara Mudah Kerjakan Penelitian Metode Kuantitatif
Eksplanatif (Confirmatory) 2 variabel X dan Y (1st ed.). UNSRI Press.
Alise, G. (2021). Transformational Leadership , Conflict Management Style , and
Job Satisfaction in Law Enforcement. ERepository @ Seton Hall Seton.
Alkadash, T. M., Almaamari, Q., Mohsen Al-Absy, M. S., & Raju, V. (2021).
Theory of Transformational Leadership towards Employee Performance as
Sequence of Supply Chain Model: The Mediating Effect of Job Autonomy in
Palestine Banks during COVID-19 Pandemic. SSRN Electronic Journal,
October. https://doi.org/10.2139/ssrn.3799112
Amalia, S. (2020). Melalui Pandemi Dengan Organisasi Dan Kebijakan Publik
Yang Agile. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja Dan
Administrasi Pelayanan Publik, 23(1), 2018–2020.
https://doi.org/10.31845/jwk.v23i1.678
Ambarwati, A. (2018). Organisasi Dan Teori Organisasi. In Academia (Issue
April 2018).
https://www.academia.edu/38353586/Pengertian_Organisasi_dan_Teori_Org
anisasi
Andhika, L. R. (2017). EVOLUSI KONSEP TATA KELOLA PEMERINTAH:
SOUND GOVERNANCE, DYNAMIC GOVERNANCE dan OPEN
GOVERNMENT. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik, 8(2), 87–102.
https://doi.org/10.22212/jekp.v8i2.867
Anggara, S. (2016). Ilmu Adminsitrasi Negara. In Cv Pustaka Setia.
Anggayani, N. W., & Osin, R. F. (2017). Pengaruh Service Performance Terhadap
Nilai Sekolah. Jurnal Manajemen Pelayanan Hotel, 1(1), 28–35. https://e-
resources.perpusnas.go.id:2125/media/publications/267869-pengaruh-
service-performance-terhadap-ni-1f3e6bcb.pdf
Ansell, C., Sørensen, E., & Torfing, J. (2020). The COVID-19 pandemic as a
game changer for public administration and leadership? The need for robust
governance responses to turbulent problems. Public Management Review,
00(00), 1–12. https://doi.org/10.1080/14719037.2020.1820272
Arell, R., Coldewey, J., Gatt, I., & Hesselberg, J. (2012). Characteristics of Agile
Organizations. In Agile Alliance.
Arfan, S., & Sundari Nasution, M. (2021). Responsivity of Public Services in
Indonesia during the Covid-19 Pandemic. Budapest International Research
and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences, 4(1),
552–562. https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1638
Asaduzzaman, M. (2020). Governance Theories and Models. Global
Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance,
January 2016. https://doi.org/10.1007/978-3-319-31816-5
289

Azhar, M., & Azzahra, H. A. (2020). Government Strategy in Implementing the


Good Governance during COVID-19 Pandemic in Indonesia. Administrative
Law and Governance Journal, 3(2), 300–313.
https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.300-313
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership (2nd ed.).
Psychology Press.
Braun, S., Peus, C., Weisweiler, S., & Frey, D. (2013). Transformational
Leadership, job satisfaction, and team performance: A multilevel mediation
model of trust. Leadership Quarterly, 24(1), 270–283.
https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2012.11.006
Bronen, R., & Chapin, F. S. (2013). Adaptive governance and institutional
strategies for climate-induced community relocations in Alaska. Proceedings
of the National Academy of Sciences of the United States of America,
110(23), 9320–9325. https://doi.org/10.1073/pnas.1210508110
C. Jason, Wang, Chun Y. Ng, Robert H. Brook, M. (2020). Response to COVID-
19 in TaiwanBig Data Analytics, New Technology, and Proactive Testing.
Journal of the American Medical Association, 323 (14), 1341–1342.
Carless, S. A., Wearing, A. J., Mann, L., Australia, A. J., & Mann, W. L. (2000).
A SHORTMEASURE OF TRANSFORMATIONALLEADERSHIP
behaviour. AM All Use Subject to JSTOR Terms and Conditions JOURNAL
OF BUSINESS AND PSYCHOLOGY, 14(3), 389–405.
Cho, Y., Shin, M., Billing, T. K., & Bhagat, R. S. (2019). Transformational
Leadership, transactional leadership, and affective organizational
commitment: a closer look at their relationships in two distinct national
contexts. Asian Business and Management, 18(3), 187–210.
https://doi.org/10.1057/s41291-019-00059-1
Creswell, J. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (3rd ed.). Sage Publication, Inc.
Dahmardeh, N., & Pourshahabi, V. (2011). Agility evaluation in public sector
using fuzzy logic. Iranian Journal of Fuzzy Systems, 8(3), 95–111.
https://doi.org/10.22111/ijfs.2011.289
De O’Luna, A. J. H., Kruchten, P., & De Moura, H. P. (2013). GAME:
Governance for Agile management of enterprises a management model for
Agile Governance. Proceedings - 2013 IEEE 8th International Conference
on Global Software Engineering Workshops, ICGSEW 2013, 88–90.
https://doi.org/10.1109/ICGSEW.2013.20
Denning, S. (2016). How to make the whole organization “Agile.” Strategy and
Leadership, 44(4), 10–17. https://doi.org/10.1108/SL-06-2016-0043
Dong Y, X, M., Y, H., & Al., E. (2020). Epidemiology of Covid-19 Among
Children in China. American Academy of Pediatrics.
Fikri, K. N. S., & Azhar, A. (2020). Implementation of discipline policy for civil
servants in indragiri hilir regency post covid pandemic 19. Proceedings of
the International Conference on Industrial Engineering and Operations
Management, August, 2188–2191.
Frederickson, H. G., & Smith, K. B. (2003). The Public Administration Theory
Primer. Westview Press.
290

Gao, X., & Yu, J. (2020). Public governance mechanism in the prevention and
control of the COVID-19: information, decision-making and execution.
Journal of Chinese Governance, 5(2), 178–197.
https://doi.org/10.1080/23812346.2020.1744922
García-Morales, V. J., Jiménez-Barrionuevo, M. M., & Gutiérrez-Gutiérrez, L.
(2012). Transformational Leadership influence on organizational
performance through organizational learning and innovation. Journal of
Business Research, 65(7), 1040–1050.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2011.03.005
Gieske, H., George, B., van Meerkerk, I., & van Buuren, A. (2020). Innovating
and optimizing in public organizations: does more become less? Public
Management Review, 22(4), 475–497.
https://doi.org/10.1080/14719037.2019.1588356
Graham, J., Amos, B., & Plumptre, T. (2003). Governance principles for protected
areas in the 21 st century, prepared for the fifth World Parks Congress
Durban, South Africa in collaboration with Parks Canada and Canadian
International Development Agency. Prepared for The Fifth World Parks
Congress Durban, South Africa, 1–50.
Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A PRIMER 0N
PARTIAL LEAST SQUARES STRUCTURAL EQUATION M0DELING (PLS-
SEM). Sage Publication, Inc.
Hanafi, R. I., Syafii, I., Ramadhan, M. S., & Pandu Prayoga. (2020).
Kepemimpinan Lokal Di Masa Pandemi Covid-19: Respons, Kebijakan, Dan
Panggung Elektoral. Jurnal Penelitian Politik, 17(2), 195–218.
Handoyo, R. J. (2014). Penerapan Good Governance dalam pelayanan publik di
kantor Camat Sangatta Utara Kabubaten Kutai Timur. EJournal Ilmu
Pemerintahan, 2(4), 3363–3373.
Haq, S. (2011). Ethics and leadership skills in the public service. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 15, 2792–2796.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.04.190
Harahap, L. K. (2016). Analisis SEM ( Structural Equation Modelling ) Dengan
SMARTPLS ( Partial Least Square ) Oleh : 1.
Hasibuan, M. S. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara.
Hayat. (2019). Manajemen Pelayanan Publik. Rajawali Pers.
Hitt, M. A., Black, J. S., & Porter, L. W. (2012). Management. Pearson Education
Inc.
Https://www.jpnn.com/news/jenazah-pdp-covid-19-dijemput-paksa-keluarga-dan-
menolak-pemakaman-sesuai-sop. (n.d.). “Jenazah PDP COVID-19 Dijemput
Paksa, Keluarga Menolak Pemakaman Dilakukan Sesuai SOP.”
J. H. de O Luna, A., Kruchten, P., & Moura, H. P. de. (2015). Agile Governance
Theory: conceptual development. 12th International Conference on
Management of Technology and Information Systems, 23.
http://arxiv.org/abs/1505.06701%0Ahttp://search.proquest.com/openview/f7
662b58592caf9aad5fd414ca41aeeb/1?pq-
origsite=gscholar&cbl=2027423%0Ahttp://www.emeraldinsight.com/doi/abs
/10.1108/IJMPB-04-2016-
291

0031%0Ahttp://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-6
J.H. de O Luna, A., Kruchten, P., E.Pedrosa, M. L. G. do, Almeida Neto, H. R. d.,
& Moura, H. P. d. M. (2014). State of the Art of Agile Governance: A
Systematic Review. International Journal of Computer Science and
Information Technology, 6(5), 121–141.
https://doi.org/10.5121/ijcsit.2014.6510
Janssen, M., & van der Voort, H. (2020). Agile and adaptive governance in crisis
response: Lessons from the COVID-19 pandemic. International Journal of
Information Management, 55(June), 102180.
https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2020.102180
Jogiyanto, & Abdillah, W. (2019). Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris (1st ed.). BPFE-Yogyakarta.
Jordan, A., Wurzel, R. K. W., & Zito, A. R. (2003). Has governance eclipsed
government? Patterns of environmental instrument selection and use in eight
states and the EU. Working Paper - Centre for Social and Economic
Research on the Global Environment, 1, 1–30.
Juaningsih, I. N., Consuello, Y., Tarmidzi, A., & NurIrfan, D. (2020).
Optimalisasi Kebijakan Pemerintah dalam penanganan Covid-19 terhadap
Masyarakat Indonesia. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(6), 509–
518. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i6.15363
Kasali, R. (2005). Change!Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan.
Gramedia Pustaka Utama.
Kaswan. (2019). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Penerbit Yrama
Widya.
Katsamunska, P. (2016). The Concept of Governance and Public Governance
Theories. Economic Alternatives, 2, 133–141.
Kauzya, J.-M., & Niland, E. (2020). The role of public service and public servants
during the COVID-19 pandemic. Policy Brief, June(79), 1–4.
Kawet, Y. (2014). Pengaruh Kepemimpinan Pelayanan Publik Di Kecamatan
Tomohon Utara Kota Tomohon. Jurnal Administrasi Publik UNSRAT,
2(001), 1207.
Kearney, A. (2014). Agile Government Index Creating a More Effective
Government.
Keban, Y. T. (2019). enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori
dan Isu (Revisi). Penerbit Gava Media.
Khalil, C., & Khalil, S. (2016). A Governance Framework for Adopting Agile
Methodologies. International Journal of E-Education, e-Business, e-
Management and e-Learning, 6(2), 111–119.
https://doi.org/10.17706/ijeeee.2016.6.2.111-119
Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran (Jilid I).
Erlangga.
Kurniawan, A. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Pembaharuan.
Kurniawan, D. I., Maulana, A., & Wicaksono, I. (2021). Agile Governance
Sebagai Bentuk Transformasi Inovasi. In Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Jember.
Luna, A. J. H. d. O., Marinho, M. L. M., & de Moura, H. P. (2019). Agile
292

Governance theory: operationalization. Innovations in Systems and Software


Engineering, 16(1), 3–44. https://doi.org/10.1007/s11334-019-00345-3
Mahsyar, A. (2011). Masalah Pelayanan Publik di Indonesia Dalam Perspektif
Administrasi Publik. Otoritas : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(2), 81–90.
https://doi.org/10.26618/ojip.v1i2.22
Mangundjaya, W. L. (2018). Membangun organisasi yang agile. Intipesan.Com.
https://www.intipesan.com/membangun-organisasi-yang-agile/
Mawarni, S. (2016). Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Non-Finansial
Terhadap Kinerja Anggota Kepolisian, Job Tension Sebagai Faktor
Pemediasi. Akuntabilitas, 8(2), 97–110.
https://doi.org/10.15408/akt.v8i2.2766
Mergel, I. (2016). Agile innovation management in government: A research
agenda. Government Information Quarterly, 33(3), 516–523.
https://doi.org/10.1016/j.giq.2016.07.004
Mergel, I., Gong, Y., & Bertot, J. (2018). Agile government: Systematic literature
review and future research. Government Information Quarterly, 35(2), 291–
298. https://doi.org/10.1016/j.giq.2018.04.003
Merhout, J., & Kovach, M. (2017). Governance Practices over Agile Systems
Development Projects: A Reserach Agenda. Proceedings of the Twelfth
Midwest Association for Information Systems Conference, 1–5.
http://aisel.aisnet.org/mwais2017%0Ahttp://aisel.aisnet.org/mwais2017/34
Moenir. (2000). Manajemen Pelayanan Publik. Bina Aksara.
Moreira, M. E. (2017). The Agile Enterprise. In The Agile Enterprise.
https://doi.org/10.1007/978-1-4842-2391-8
Narimawati, U., Sarwono, J., Affandy, A., & Priadana, S. (2020). Ragam Analisis
dalam Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi (1st
ed.). Penerbit Andi.
Pratama, A. (2021). Gerak Cepat, Ombudsman Sumsel Temui Wakil Bupati
Muratara Bahas Laporan dan Layanan PTSP yang Terganggu.
Www.Ombudsman.Go.Id. www.ombudsman.go.id
Pratiwi, Ja. N. (2019). Governance. Blog.Ub.Ac.Id.
Prawiro, M. (2018). Pengertian Organisasi, Tujuan, Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur
Organisasi. Maxmanroe.Com.
Purwanto, E. A. (2019). Kebijakan Publik Yang Agile Dan Inovatif Dalam
Memenangkan Persaingan Di Era Vuca (Volatile, Uncertain, Complex and
Ambiguous). Ugm, 24.
Robbins, S., & Judge. (2007). Perilaku Organisasi. Salemba Expert.
Romi. (2019). IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DAN PERIZINAN
DALAM PEMANFAATAN RUANG DI INDONESIA. Jurnal Ilmu Hukum,
2(2).
Sabaruddin, A. (2015). Manajemen Kolaborasi dalam Pelayanan Publik : teori,
konsep dan aplikasi. Graha Ilmu.
Sataloff, R. T., Johns, M. M., & Kost, K. M. (n.d.). Tata Kelola Penanganan
Covid 19 di Indonesia.
Seputra, I. I. (2020). Pengaruh Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas
Penanggulangan Covid-19 Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci.
293

NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(2), 408–420.


http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/index
Setiaman, S. (2020). Analisa parsial model persamaan struktural dengan software
SMART-PLS Versi 3. In Tutorial.
Setyadi, M. W. R., Suradinata, E., Lukman, S., & Sartika, I. (2019). Pengaruh
Kepemimpinan Birokrasi dan Implementasi Electronic Government
Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Kependudukan dan Pencatatan Sipil di
Kota Cilegon. Sawala : Jurnal Administrasi Negara, 7(2), 129–142.
https://doi.org/10.30656/sawala.v7i2.1094
Shaw, R., Kim, Y., & Hua, J. (2020). Governance, technology and citizen
behavior in pandemic: Lessons from COVID-19 in East Asia. Progress in
Disaster Science, 6, 100090. https://doi.org/10.1016/j.pdisas.2020.100090
Siagian, S. P. (2001). Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Bina Aksara.
Siagian, S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Binapura Aksara.
Simonofski, A., Ayed, H., Vanderose, B., & Snoeck, M. (2018). From traditional
to agile E-government service development: Starting from Practitioners’
challenges. Americas Conference on Information Systems 2018: Digital
Disruption, AMCIS 2018, 1–10.
Sinambela, P. L. (2006). Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Aksara.
Sitepu, Y. S. (2011). Paradigma dalam Teori Organisasi dan Implikasinya pada
Komunikasi Organisasi. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA
SOSIAL, 1(2), 83–91.
Soe, R. M., & Drechsler, W. (2018). Agile local governments: Experimentation
before implementation. Government Information Quarterly, 35(2), 323–335.
https://doi.org/10.1016/j.giq.2017.11.010
Solechan, S. (2020). Rules and Policies Related with Good Governance When
Corona Virus 2019 (COVID19) Pandemic. Administrative Law and
Governance Journal, 3(2), 206–219. https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.206-
219
Stern, S., Daub, M., Klier, J., Wiesinger, A., & Domeyer, A. (2018). Government
4.0 – The Public Sector in the Digital Age Leading in a Disruptive World.
McKinsey & Company Zaltman,.
Sudarmo, G., Sudita, I. dan, & I Nyoman. (2010). Perilaku K. BPFE.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian (pendekatan, Kuantitatif, kualitatif dan
R&D). Alfa Beta.
Taylor, C., Kampf, S., Grundig, T., & Common, D. (2020). Inside Taiwan during
COVID-19: How the country kept schools and businesses open throughout
pandemic. Cbc.
Tholen, B. (2015). Citizen participation and bureaucratization: The participatory
turn seen through a Weberian lens. International Review of Administrative
Sciences, 81(3), 585–603. https://doi.org/10.1177/0020852314548152
Toha, M. (2012). The Primary Dimensions of Public Administration.
Trisliatanto, D. A. (2020). Metodologi Penelitian Panduan Lengkap Penelitian
dengan Mudah (1st ed.). Penerbit Andi.
Vernanda, R. (2009). Kesiapan Indonesia Menuju Agile Governance Rengga
Vernanda Indonesia ’ s Readiness Towards Agile Governance. Konferensi
294

Nasional Ilmu Administrasi, 1–6.


Vieten, U. M. (2020). The “new normal” and “pandemic populism”: The COVID-
19 crisis and anti-hygienic mobilisation of the far-right. Social Sciences,
9(9), 1–14. https://doi.org/10.3390/SOCSCI9090165
Wang, C., Medaglia, R., & Zheng, L. (2018). Towards a typology of adaptive
governance in the digital government context: The role of decision-making
and accountability. Government Information Quarterly, 35(2), 306–322.
https://doi.org/10.1016/j.giq.2017.08.003
Wasisitiono, S., & Rohmadin, S. (2020). Momentum of Rearrangement of Local
Government Organizations. Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja, 46(1),
213–229. https://doi.org/10.33701/jipwp.v46i1.1110
Widjaya. (2010). Manajemen Sumber Daya manusia. STIE YKPN Yogyakarta.
Winasis, S., Djumarno, Riyanto, S., & Ariyanto, E. (2020). the Impact of the
Transformational Leadership Climate on Employee Job Satisfaction During
the Covid-19 Pandemic in the Indonesian Banking Industry. PalArch’s
Journal of Archaeology of Egypt/ Egyptology, 17(6), 7732–7742.
Wirtz, B. W., Weyerer, J. C., & Rösch, M. (2017). Citizen and Open Government:
An Empirical Analysis of Antecedents of Open Government Data.
International Journal of Public Administration, 41(4), 308–320.
https://doi.org/10.1080/01900692.2016.1263659
Xueliana, L., & Lu, Y. (2016). The Implications of State Governance for Effective
Global Governance. Social Sciences in China, 37(4), 175–185.
https://doi.org/10.1080/02529203.2016.1241504
Yogi Setiawan, D., Resmawan, E., Kondorura, D., & Si, M. (2017). Persepsi
Masyarakat Tentang Pelaksanaan Good Governance di Kantor Camat
Samarinda Seberang. Ilmu Pemerintahan, 6(1), 16–26.
Yuliana. (2020). Corona Virus Disease (Covid-19); Sebuah Tinjauan Literatur.
Wellness and Healthy Magazine, 2(1), 187-192.
Yulianti, R. (2018). Reformasi Tata Kelola Pemrintahan Desa Melalui Penataan
Kelembagaan. Sawala, 6(1), 63–72.
Zaltman, G., & Robert Duncan. (1977). Strategies for Planned Change. A Willey-
Interscience Publications.
________, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung:
CV Alfabeta.
295

LAMPIRAN
296

LAMPIRAN 1

KUESIONER
TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP DALAM IMPLEMENTASI
AGILE GOVERNANCE SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA
PELAYANAN PUBLIK DI MASA PANDEMI COVID-19 (STUDI PADA
PEMERINTAH DAERAH MUSI RAWAS, LUBUKLINGGAU DAN MUSI
RAWAS UTARA)

PENGANTAR

Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Yth.Bapak/Ibu/Saudara/i
Perkenalkan saya MARLINDA SARI, mahasiswa Program Doktor pada Program
Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sriwijaya.

Mohon perkenannya untuk menjawab semua pertanyaan yang ada pada kuesioner
ini dalam rangka pengumpulan data penelitian Disertasi saya yang berjudul
"Transformational Leadership dalam Implementasi Model Agile Governance
Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-
19 (Studi pada Pemerintah Daerah Musi Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas
Utara)"

Sebagai wujud terima kasih saya akan memberikan pulsa sebesar @Rp50.000,-
masing- masing kepada 20 orang responden yang beruntung. Atas partisipasi dan
kerjasama yang baik, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Peneliti,
MARLINDA SARI
NIM : 07013681924004

A. Data Umum Responden


297

1. Nama Lengkap (beserta :


gelar akademik)
2. No HP / Wa :
3. Jenis Kelamin : • Laki-laki
• Perempuan
4. Usia (tahun) :
5. Pendidikan Terakhir : • Sekolah Menengah Atas (SMA)
• Diploma 1 (D1)
• Diploma 3 (D3)
• Strata 1 (S1)
• Profesi
• Strata 2 (S2)

6. Pemerintah Daerah : • Kota Lubuklinggau


• Kabupaten Musi Rawas
• Kabupaten Musi Rawas Utara

7. Instansi : • Rumah Sakit


• Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
• DPMPTSP
8. Unit Kerja :
9. Jabatan : • TKS/Honorer
• Staf PNS
• Kepala Seksi/Kasubag/Ess IV
• Kepala Bidang/Ess IIIb
• Sekretaris/Kabag/Ess IIIa
• Kepala Dinas/Ess II

10. Lama Bekerja : • < 1 tahun


• 1 s.d 5 tahun
• > 5 tahun s.d 10 tahun
• > 10 tahun

B. Petunjuk Pengisian
Untuk pertanyaan/ pernyataan di bawah ini pilihlah salah satu jawaban yang
menurut Bapak/Ibu/Saudara paling tepat dengan cara menconteng (√) skala
pilihan pada kolom yang tersedia, isilah jawaban sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Keterangan :
SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
KS : Kurang Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat T idak Setuju (1)
298

VARIABEL TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP (X)

SKALA
NO PERNYATAAN
5 4 3 2 1
Pengaruh Idealisme/ kharismatik
1. Atasan membuat saya senang bila saya berada disekitar dia
2. Atasan memeberikan perhatian secara pribadi kepada mereka
yang kelihatan terabaikan
3. Atasan membuat saya merasa nyaman ketika saya berdiskusi
dalam setiap permasalahan
4. Atasan membuat saya bangga bergaul dengan dia (atasan)
5. Atasan mendorong saya untuk lebih kreatif
Motivasi Inspirasional
6. Atasan membolehkan saya melihat masalah-masalah sebagai
kesempatan belajar
7. Atasan memperlihatkan kepada saya bahwa dia mengakui
prestasi saya
8. Atasan merupakan seseorang yang sangat saya percayai
9. Atasan mengungkapkan tujuan-tujuan dan manfaat-manfaat
yang penting bagi kami dengan cara yang sederhana
10. Atasan memberikan inspirasi pada saya cara-cara dalam
melihat masalah-masalah yang mulanya sangat sulit bagi saya
Stimulasi Intelektual
11. Atasan memberi tahu saya bagaimana saya mengerjakan
pekerjaan
12. Atasan puas dengan kinerja saya asalkan dibangun dengan
rencana kerja
13. Atasan menghindari untuk membuat keputusan sendiri
14. Ide-ide atasan menjadikan saya memikirkan Kembali beberapa
ide saya, yang saya pikir sudah sempurna sebelumnya
15. Atasan menghendaki saya menggunakan penalaran dan
kepercayaan diri dalam memecahkan masalah
Konsideresi individual
16. Atasan terlihat sebagai simbol kesuksesan dan prestasi
17. Atasan mengetahui apa yang saya inginkan dan menolong saya
untuk mendapatkannya
18. Atasan memuji saya jika saya melakukan pekerjaan dengan
baik
19. Atasan memberikan perhatian pribadi kepada saya jika saya
membutuhkan perhatian
20. Atasan memberikan penghargaan jika saya bekerja dengan baik
299

VARIABEL AGILE GOVERNANCE (Y1)

SKALA
NO PERNYATAAN
5 4 3 5 1
Faktor Lingkungan
21. Organisasi tempat saya bekerja memanfaatkan teknologi
informasi dalam melaksanakan pekerjaan
22. Ada peraturan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas
23. Banyaknya pesaing yang menawarkan produk dan jasa yang
sama dengan organisasi saya saat ini menyebabkan persaingan
yang tinggi?
24. Kondisi ekonomi mempengaruhi hasil kerja
25. Perubahan lingkungan mempengaruhi situasi pekerjaan saya
Faktor Moderator
26. Setiap bekerja saya lebih mengutamakan terhadap pelayanan
umum daripada kepentingan pribadi/kelompok
27. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan
28. Semua keputusan organisasi ada ditangan pemimpin
29. Organisasi memiliki rencana kerja yang jelas baik jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang
30. Organisasi memiliki rencana kerja/ bisnis anggaran untuk
meningkatkan pendapatan
31. Saya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
Kemampuan Tangkas
32. Organisasi mampu membuat perubahan untuk merespon
perubahan lingkungan
33. Organisasi mampu untuk berbuat lebih banyak dengan sumber
daya yang lebih sedikit
34. Organisasi mampu bereaksi terhadap perubahan
35. Organisasi mampu untuk menyesuaikan diri dan / atau
tanggapannya terhadap keadaan atau lingkungan yang berubah
Kemampuan Tata Kelola
36. Organisasi mampu untuk memastikan keselarasan antara
strategi dan Tindakan
37. Organisasi mampu untuk memilih pilihan logis terbaik dari
pilihan yang tersedia
38. Organisasi mampu menetapkan mekanisme untuk mengatur,
membatasi dan membuat keputusan/ rencana/ proses
39. Organisasi mampu bertindak dengan hukum/ aturan/
kesepakatan
Operasi Bisnis
40. Organisasi mampu untuk mempraktikkan pendekatan yang
digerakkan oleh proses untuk aspek bisnis tetap
41. Organisasi mampu untuk mempraktikkan pendekatan yang
300

digerakkan oleh proyek untuk aspek bisnis peralihan


42. Organisasi mampu untuk mengidentifikasi dan mengadopsi
praktik terbaik untuk bisnis
Penyampaian Nilai
43. Organisasi mampu untuk menyampaikan manfaat dalam produk
atau layanan
44. Organisasi mampu untuk menyematkan garansi dalam produk
atau layanan
45. Organisasi mampu untuk memastikan waktu yang diperlukan
untuk merancang, dan membuat produk atau layanan tersedia
untuk pasar, tanpa kehilangan minat konsumen atau digantikan
oleh pesaing.

VARIABEL PUBLIC SERVICE PERFORMANCE (Y2)

SKALA
NO PERNYATAAN
5 4 3 2 1
Efisiensi
46. Organisasi saya telah meningkatkan kinerja selama lima tahun
terakhir
47. Organisasi mencapai hasil yang sama dengan biaya yang lebih
rendah atau lebih cepat
Kualitas
48. Organisasi memberikan lebih banyak kualitas dengan biaya
yang sama
49. Organisasi memberikan lebih banyak kualitas dengan waktu
yang sama
Efektifitas
50. Organisasi mencapai tujuan dengan lebih baik
Kolaborasi
51. Organisasi mencapai tujuan kami dengan lebih baik dan
menggabungkannya dengan tujuan orang lain
52. Organisasi memiliki Kerjasama dengan pihak lain
Legitimasi
53. Pemangku Kepentingan (Stake Holder) Puas dengan kinerja
kami
Pembuktian Masa Depan
54. kita bisa menghadapi masa depan dengan kepercayaan
55. perkembangan masa depan yang diharapkan dimasukkan dalam
kebijakan dan rencana
301

LAMPIRAN 2

Tampilan Awal Kuesioner melalui Google Form


302

LAMPIRAN 3

TAMPILAN AKHIR KUESIONER YANG TELAH DIISI RESPONDEN


303

LAMPIRAN 4
PENGKODEAN INDIKATOR
DARI DAFTAR PERTANYAAN DALAM KUESIONER

VARIABEL TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP (X)


NO PERNYATAAN INDIKATOR KODE
Pengaruh Idealisme/ kharismatik
1. Atasan membuat saya senang bila saya berada disekitar dia a1
2. Atasan memeberikan perhatian secara pribadi kepada mereka a2
yang kelihatan terabaikan
3. Atasan membuat saya merasa nyaman ketika saya berdiskusi a3
dalam setiap permasalahan
4. Atasan membuat saya bangga bergaul dengan dia (atasan) a4
5. Atasan mendorong saya untuk lebih kreatif a5
Motivasi Inspirasional
6. Atasan membolehkan saya melihat masalah-masalah sebagai b1
kesempatan belajar
7. Atasan memperlihatkan kepada saya bahwa dia mengakui b2
prestasi saya
8. Atasan merupakan seseorang yang sangat saya percayai b3
9. Atasan mengungkapkan tujuan-tujuan dan manfaat-manfaat b4
yang penting bagi kami dengan cara yang sederhana
10. Atasan memberikan inspirasi pada saya cara-cara dalam b5
melihat masalah-masalah yang mulanya sangat sulit bagi saya
Stimulasi Intelektual
11. Atasan memberi tahu saya bagaimana saya mengerjakan c1
pekerjaan
12. Atasan puas dengan kinerja saya asalkan dibangun dengan c2
rencana kerja
13. Atasan menghindari untuk membuat keputusan sendiri c3
14. Ide-ide atasan menjadikan saya memikirkan Kembali beberapa c4
ide saya, yang saya pikir sudah sempurna sebelumnya
15. Atasan menghendaki saya menggunakan penalaran dan c5
kepercayaan diri dalam memecahkan masalah
Konsideresi individual
16. Atasan terlihat sebagai simbol kesuksesan dan prestasi d1
17. Atasan mengetahui apa yang saya inginkan dan menolong saya d2
untuk mendapatkannya
18. Atasan memuji saya jika saya melakukan pekerjaan dengan d3
baik
19. Atasan memberikan perhatian pribadi kepada saya jika saya d4
membutuhkan perhatian
20. Atasan memberikan penghargaan jika saya bekerja dengan baik d5
304

VARIABEL AGILE GOVERNANCE (Y1)

NO PERNYATAAN INDIKATOR KODE


Faktor Lingkungan
21. Organisasi tempat saya bekerja memanfaatkan teknologi e1
informasi dalam melaksanakan pekerjaan
22. Ada peraturan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas e2
23. Banyaknya pesaing yang menawarkan produk dan jasa yang e3
sama dengan organisasi saya saat ini menyebabkan persaingan
yang tinggi?
24. Kondisi ekonomi mempengaruhi hasil kerja e4
25. Perubahan lingkungan mempengaruhi situasi pekerjaan saya e5
Faktor Moderator
26. Setiap bekerja saya lebih mengutamakan terhadap pelayanan f1
umum daripada kepentingan pribadi/kelompok
27. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan prosedur yang telah f2
ditetapkan
28. Semua keputusan organisasi ada ditangan pemimpin f3
29. Organisasi memiliki rencana kerja yang jelas baik jangka f4
pendek, jangka menengah dan jangka panjang
30. Organisasi memiliki rencana kerja/ bisnis anggaran untuk f5
meningkatkan pendapatan
31. Saya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan f6
Kemampuan Tangkas
32. Organisasi mampu membuat perubahan untuk merespon g1
perubahan lingkungan
33. Organisasi mampu untuk berbuat lebih banyak dengan sumber g2
daya yang lebih sedikit
34. Organisasi mampu bereaksi terhadap perubahan g3
35. Organisasi mampu untuk menyesuaikan diri dan / atau g4
tanggapannya terhadap keadaan atau lingkungan yang berubah
Kemampuan Tata Kelola
36. Organisasi mampu untuk memastikan keselarasan antara h1
strategi dan Tindakan
37. Organisasi mampu untuk memilih pilihan logis terbaik dari h2
pilihan yang tersedia
38. Organisasi mampu menetapkan mekanisme untuk mengatur, h3
membatasi dan membuat keputusan/ rencana/ proses
39. Organisasi mampu bertindak dengan hukum/ aturan/ h4
kesepakatan
Operasi Bisnis
40. Organisasi mampu untuk mempraktikkan pendekatan yang i1
digerakkan oleh proses untuk aspek bisnis tetap
305

NO PERNYATAAN INDIKATOR KODE


41. Organisasi mampu untuk mempraktikkan pendekatan yang i2
digerakkan oleh proyek untuk aspek bisnis peralihan
42. Organisasi mampu untuk mengidentifikasi dan mengadopsi i3
praktik terbaik untuk bisnis
Penyampaian Nilai
43. Organisasi mampu untuk menyampaikan manfaat dalam produk j1
atau layanan
44. Organisasi mampu untuk menyematkan garansi dalam produk j2
atau layanan
45. Organisasi mampu untuk memastikan waktu yang diperlukan j3
untuk merancang, dan membuat produk atau layanan tersedia
untuk pasar, tanpa kehilangan minat konsumen atau digantikan
oleh pesaing.

VARIABEL PUBLIC SERVICE PERFORMANCE (Y2)

NO PERNYATAAN INDIKATOR KODE


Efisiensi
46. Organisasi saya telah meningkatkan kinerja selama lima tahun k1
terakhir
47. Organisasi mencapai hasil yang sama dengan biaya yang lebih k2
rendah atau lebih cepat
Kualitas
48. Organisasi memberikan lebih banyak kualitas dengan biaya l1
yang sama
49. Organisasi memberikan lebih banyak kualitas dengan waktu l2
yang sama
Efektifitas
50. Organisasi mencapai tujuan dengan lebih baik m1
Kolaborasi
51. Organisasi mencapai tujuan kami dengan lebih baik dan n1
menggabungkannya dengan tujuan orang lain
52. Organisasi memiliki Kerjasama dengan pihak lain n2
Legitimasi
53. Pemangku Kepentingan (Stake Holder) Puas dengan kinerja o1
kami
Pembuktian Masa Depan
54. kita bisa menghadapi masa depan dengan kepercayaan p1
55. perkembangan masa depan yang diharapkan dimasukkan dalam p2
kebijakan dan rencana
306

LAMPIRAN 5

DATA FORMAT CSV

a a a a a b b b b b c c c c c d d d d d e e e e e f f f f f f g g g g h h h h i i i j j j k k l l mn n o p p
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 34 56 1 2 3 4 1 2 3 4 1 231 231 2 12 1 1 2 1 1 2

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 55 34 4 4 4 4 4 4 4 5 3 335 545 4 45 4 4 5 4 5 4

4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 34 44 4 3 3 3 3 4 4 4 3 334 334 3 33 4 4 4 4 4 4

3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 5 4 5 3 3 3 3 5 5 3 3 5 5 5 55 44 3 3 3 3 3 3 3 3 3 335 455 3 35 5 3 5 5 5 5

5 4 5 4 4 3 3 4 4 4 2 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 2 4 5 55 55 5 5 5 4 4 5 5 5 4 444 445 5 44 5 4 5 4 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 3 5 5 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 5 5 544 444 4 44 4 4 4 5 5 4

4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 3 2 4 1 4 4 4 3 3 4 5 4 35 44 4 4 4 4 4 4 4 4 3 344 444 4 44 5 3 5 4 5 5

3 3 4 3 3 4 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 4 4 5 2 2 2 5 4 44 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 34 4 3 5 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 5 3 3 3 5 5 45 44 4 4 5 4 4 4 4 4 3 345 555 3 34 5 4 5 4 4 4

2 4 4 2 5 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 44 44 4 4 3 3 4 3 4 4 2 243 444 4 44 4 3 4 4 3 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 34 44 4 4 4 4 4 3 4 4 4 444 434 4 33 3 4 4 3 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 34 34 4 4 4 4 4 4 4 4 3 334 444 4 34 4 4 4 4 4 4

3 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 3 4 5 5 4 4 4 4 5 5 44 45 4 4 4 5 4 4 4 4 4 444 445 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 54 55 5 5 5 5 5 5 5 4 5 444 545 5 54 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 2 2 2 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 2 224 424 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 55 54 5 4 5 4 5 4 5 4 5 454 545 5 45 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 55 55 5 4 4 4 4 5 4 5 4 555 455 5 44 5 5 5 5 5 5

4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 5 5 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 445 444 4 44 4 4 4 4 5 4

5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 3 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 4 1 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 34 34 4 4 4 5 5 4 5 5 5 544 344 4 34 4 4 4 4 4 4

4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 45 44 4 4 4 4 4 4 4 5 4 555 555 5 55 4 5 4 4 5 4

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 4 4 4 4 4 4 5 5 555 555 5 55 4 5 5 4 4 5

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 33 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 333 3 33 3 3 3 3 3 3

4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 3 4 4 4 3 4 4 4 5 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

2 5 5 4 5 5 4 3 5 4 3 3 5 2 5 4 3 1 1 5 5 5 5 5 1 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 444 355 3 55 5 5 5 5 5 5

4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 24 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 22 4 4 4 4 4 4

4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 5 5 4 4 44 24 3 4 4 4 4 4 4 3 3 334 443 3 33 3 4 4 4 4 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 5 4 5 5 4 4 45 14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 114 114 4 44 4 1 4 4 4 4

3 3 3 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 4 3 4 2 4 1 3 4 5 3 3 4 5 5 45 45 4 4 4 4 4 4 4 5 4 455 445 3 43 4 3 5 4 4 4

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 23 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 333 3 33 3 3 3 3 3 3

4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 5 5 45 54 4 4 4 4 4 3 4 5 4 444 443 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4
307

3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 44 44 4 4 3 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 34 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 5

2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 21 22 1 2 2 1 1 1 1 1 2 321 111 1 11 1 1 1 1 1 1

3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 5 3 4 3 5 5 55 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 3 3 3 3 3 3

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 45 5 5 5 5 4 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 44 54 5 5 4 4 5 4 5 4 5 454 545 4 54 5 4 4 5 5 5

4 5 5 4 5 4 4 5 4 5 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 2 1 4 5 4 44 44 4 4 2 4 4 4 4 4 4 444 424 4 44 5 4 4 5 4 4

4 4 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 4 4 5 4 3 3 4 5 5 4 3 3 5 5 55 55 5 4 5 5 5 4 5 5 4 445 455 5 55 5 4 5 5 5 5

4 3 4 4 4 5 5 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 55 54 5 4 5 4 4 4 4 4 4 444 335 5 55 5 5 5 5 5 5

3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 1 1 3 1 1 1 21 11 1 3 2 2 2 2 2 2 2 222 222 2 22 2 2 2 2 2 1

4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 1 3 4 4 4 3 4 5 5 45 55 4 5 4 4 4 4 4 4 4 344 445 4 44 4 4 4 4 5 5

3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 24 34 3 3 4 4 3 3 3 4 4 434 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 34 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 442 3 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 1 5 1 5 5 5 1 1 5 5 5 55 55 5 4 5 5 5 5 5 5 5 555 545 5 55 5 5 5 5 4 5

4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 5 3 5 4 4 3 4 3 5 5 34 45 5 3 4 5 4 4 4 5 3 454 445 3 54 5 5 5 3 4 5

4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 4 55 54 4 3 4 4 4 4 4 5 5 444 444 3 33 4 4 4 4 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 35 55 5 5 5 5 5 5 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 2 3 1 5 5 55 55 5 2 4 4 4 3 5 5 5 554 355 5 53 5 2 5 5 5 5

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 33 4 4 5 5 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 2 3 2 4 4 4 3 5 5 5 5 14 34 3 3 4 4 4 4 3 4 4 333 343 1 22 3 2 4 3 5 4

4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 45 54 4 4 4 4 5 5 5 5 5 555 555 4 44 5 5 5 5 5 5

4 4 4 3 5 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 3 5 5 4 3 3 4 5 44 44 4 3 4 4 4 4 4 3 4 444 444 4 34 4 3 4 4 4 4

3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4 5 4 5 3 5 4 34 43 4 4 4 4 4 4 3 4 4 444 444 4 44 4 3 4 3 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 35 35 5 3 5 3 3 3 3 5 3 535 535 3 33 4 5 5 5 5 5

4 1 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 1 4 4 5 3 4 4 4 5 45 54 4 4 4 4 4 3 3 5 4 445 444 4 44 5 5 5 5 5 4

4 4 4 3 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 3 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 2 3 1 2 5 5 4 4 4 5 5 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 344 4 44 4 3 4 4 4 4

3 5 4 3 5 5 3 5 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 5 5 4 5 5 55 55 5 5 4 4 4 4 4 4 5 443 333 3 34 3 3 4 3 4 4

3 4 4 3 5 3 3 4 5 5 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 5 5 3 3 4 5 5 45 55 4 5 5 4 4 4 4 4 4 455 553 4 44 4 4 5 4 4 5

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 34 44 4 3 4 4 4 4 4 3 4 344 444 3 43 4 3 4 4 4 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 34 44 4 3 4 4 4 4 4 3 4 344 444 3 43 4 3 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 44 44 4 4 5 5 5 5 5 5 5 554 444 3 44 5 5 5 5 5 5

2 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 334 333 3 44 4 4 4 4 4 4

4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 5 5 4 45 54 4 3 4 4 4 4 4 4 4 455 443 3 34 4 4 4 4 4 4

2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 4 2 2 1 1 12 42 2 3 2 2 2 2 2 2 3 332 332 3 32 2 2 2 2 2 2

4 4 5 3 5 3 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 5 4 5 4 5 5 44 44 3 4 4 4 4 4 3 4 3 345 444 4 55 5 4 5 4 4 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 54 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 5 4

4 4 4 3 5 4 4 4 5 4 4 4 2 4 4 4 3 3 2 4 4 4 2 4 4 4 4 44 24 4 3 4 4 4 4 4 4 3 334 334 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 334 443 4 44 4 4 3 4 4 4
308

4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 3 4 4 5 5 55 35 5 3 4 4 4 4 4 4 4 455 455 5 55 5 5 5 5 5 5

4 1 4 3 5 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 5 5 5 4 3 4 5 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 3 344 445 2 34 4 3 4 4 3 4

4 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5 4 3 4 4 4 4 5 1 5 5 5 4 3 3 4 5 35 55 5 4 5 5 5 5 5 5 4 344 454 4 35 5 5 4 5 4 5

4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 3 5 5 5 4 3 3 5 5 45 55 5 3 4 4 5 5 4 4 4 445 445 4 44 4 4 4 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 5 45 55 5 4 4 4 5 5 5 5 4 444 444 4 44 4 4 4 5 5 5

4 2 4 3 5 4 4 4 4 5 5 4 2 4 4 5 5 2 2 5 4 4 4 2 1 5 4 44 24 1 2 4 4 4 4 4 4 3 244 444 4 45 5 4 5 4 5 4

4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 55 44 4 4 4 4 4 4 5 4 4 444 544 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 4 4 4 5 4 4 454 444 4 44 4 4 4 4 4 5

5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 45 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 3 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 5 4 5 4 3 3 5 5 44 44 4 3 4 3 4 4 4 4 4 444 444 4 44 5 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 4 5 4 5 54 34 4 4 4 4 4 4 4 5 4 444 445 3 34 5 4 5 5 4 5

4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 5 55 54 4 4 4 5 5 5 5 5 4 445 445 4 44 5 4 5 4 4 5

4 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 3 5 4 5 5 45 45 5 5 5 4 5 4 4 5 4 444 444 4 45 4 5 5 4 4 5

3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 5 5 3 4 4 5 4 43 35 3 4 4 4 3 3 4 4 4 444 444 3 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 44 44 4 5 5 5 4 4 4 4 5 545 454 5 45 4 5 4 5 4 5

4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 3 4 4 4 5 5 4 5 4 3 4 5 45 44 4 3 5 4 4 4 5 5 4 444 344 4 44 4 4 4 4 5 5

4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 3 4 5 4 4 5 3 43 34 3 3 4 3 3 4 3 4 3 334 434 4 33 4 3 3 3 4 3

2 4 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 44 44 4 3 4 4 4 4 4 5 4 344 344 3 33 4 4 4 4 4 4

5 5 5 4 5 5 3 5 3 3 1 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 1 5 5 5 35 55 5 4 5 4 5 4 4 5 4 334 344 3 33 3 3 3 3 3 3

4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 2 4 4 4 4 3 2 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 5 4 4 4 4 4

3 2 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 3 5 3 4 5 5 1 4 4 5 5 45 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 1 2 3 1 1 2 3 1 2 3 1 1 1 1 2 2 1 1 5 1 2 1 5 1 1 3 13 14 1 1 1 2 2 2 3 1 2 222 223 5 52 1 3 1 2 1 1

4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 5 34 34 3 3 4 4 4 3 3 3 3 344 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 34 44 3 4 4 4 4 4 4 4 4 334 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 34 44 4 3 3 3 3 3 4 3 3 334 443 3 23 4 4 3 4 4 4

3 3 5 3 5 5 5 3 5 4 5 5 5 5 5 4 3 5 3 5 5 5 5 4 4 5 5 35 44 4 4 4 4 5 4 4 5 4 455 555 3 33 3 4 4 5 5 5

4 3 5 3 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 5 5 5 5 3 5 5 45 55 5 5 5 5 5 4 5 5 5 545 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 4 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 4 5 5 5 5 4

3 4 2 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 35 44 5 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 4 3 4 4 5 5

3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 5 4 3 4 24 44 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 333 2 22 2 2 3 2 3 3

3 5 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 43 4 4 4 5 4 5 5 5 4 455 555 5 55 5 4 4 3 4 4

4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 44 54 4 4 5 5 4 4 4 3 3 434 545 5 54 4 4 4 5 5 5

4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 3 3 4 5 4 4 5 4 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5
309

5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 5 4 5 5 54 55 5 4 5 4 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 4

4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 23 33 3 2 3 3 3 3 3 3 3 333 333 3 33 3 3 3 3 3 3

3 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 45 54 4 3 3 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 3 5

5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 55 55 5 5 4 5 5 4 5 5 5 555 554 5 55 5 5 5 5 5 5

4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 34 45 5 5 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 5 5 5 5

3 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 3 5 5 5 5 4 4 5 5 35 55 5 4 4 4 4 4 4 5 4 444 443 4 44 5 4 5 4 4 4

4 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 45 5 5 4 5 4 4 4 4 4 445 545 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 54 55 5 5 5 5 5 5 5 4 4 555 455 5 55 4 4 5 5 5 5

4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 1 4 5 5 4 5 5 4 5 55 55 5 5 4 4 4 4 4 4 4 454 544 4 44 5 4 4 4 5 5

4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 55 55 5 5 5 4 4 4 5 5 5 555 555 4 45 5 5 5 5 5 5

5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 55 54 5 5 5 5 5 4 4 4 5 555 545 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 54 55 5 5 5 5 4 4 4 4 4 555 555 5 54 5 5 5 5 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 5 4

4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 2 3 4 32 33 2 3 3 3 3 3 3 3 4 444 443 4 43 3 4 4 3 3 4

4 4 4 4 1 2 4 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 22 22 2 4 2 3 2 2 2 2 2 222 422 2 22 3 3 2 3 2 2

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 2 4 4 4 4 4 3 4 4 54 44 5 4 4 4 4 5 4 5 4 444 444 4 44 5 5 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 45 45 5 4 4 4 5 5 5 5 5 554 444 4 55 5 4 4 4 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 44 4 4 5 4 4 4 5 4 4 454 444 5 45 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 34 4 4 4 4 4 4

3 4 4 3 5 5 4 4 4 4 4 4 1 3 3 5 2 3 1 4 5 5 3 3 1 3 3 34 43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 344 2 33 5 3 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 5 3 4 3 4 3 3 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 1 2 42 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 222 222 2 33 2 2 1 2 2 2

4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 5 5 5 5

4 4 3 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 54 45 4 4 5 5 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 4 4 3 2 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 15 55 5 3 5 4 5 5 5 5 5 555 555 3 33 4 4 4 4 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 3 4 3 4 5 4 4 4 4 5 3 5 5 5 4 3 5 5 5 3 2 3 4 5 25 45 5 5 4 5 4 4 4 4 3 444 444 4 44 5 3 4 4 5 4

4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 3 3 5 5 45 55 4 4 5 4 4 4 4 5 4 444 444 4 44 4 4 5 4 4 4

3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 3 3 2 2 2 11 32 2 2 2 2 2 2 2 2 3 332 222 2 22 2 3 1 2 1 2

3 4 5 3 5 4 3 5 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 3 4 4 5 4 4 4 5 5 45 55 5 4 4 4 4 4 5 5 4 345 554 4 55 5 3 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 55 55 4 4 5 4 4 4 4 5 4 445 444 4 44 4 4 4 4 5 5

1 4 1 1 1 1 1 1 1 4 1 2 3 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 1 1 1 1 1 1 3 2 2 221 222 2 11 1 1 1 1 1 1
310

1 1 2 1 1 1 2 1 2 3 2 3 2 2 1 4 2 2 1 3 3 1 1 3 2 1 2 12 13 2 4 3 3 4 3 2 3 3 322 221 3 32 2 3 2 1 2 3

1 3 3 2 4 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 2 4 4 4 2 3 3 4 4 33 43 3 3 3 2 3 3 3 4 3 333 321 3 33 5 4 2 3 3 3

5 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 44 44 4 4 4 3 4 4 4 4 3 334 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 44 55 4 4 4 4 5 5 5 5 4 444 455 5 44 4 4 5 5 5 4

5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 5 5 5 4 444 444 4 44 5 5 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 54 45 5 5 4 4 4 4 5 4 5 555 555 5 55 5 4 4 5 5 5

5 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 44 55 5 5 4 4 4 4 5 4 4 444 445 5 35 5 4 4 4 5 5

4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 55 45 4 4 5 4 4 4 4 4 4 445 444 5 54 4 4 4 4 4 5

5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 5 4 4 444 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 4 4 4 3 4 3 3 4 4 5 5 4 5 3 55 44 5 5 5 5 5 4 5 5 4 545 555 4 44 4 4 5 4 5 5

4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 45 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 544 4 55 5 5 4 4 5 5

5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 45 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 4 44 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 3 4 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 4 5 5 5 4 4 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 554 455 5 35 5 5 5 5 5 5

5 5 5 4 4 5 3 3 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 45 44 4 4 5 5 4 5 5 5 4 444 455 5 55 5 5 4 4 5 5

5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 3 5 2 5 5 55 35 5 5 5 5 5 5 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 5 5

4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 44 43 4 3 4 4 4 3 4 4 4 444 434 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 5 5 3 4 4 5 5 35 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 34 4 4 4 4 4 4

4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 45 54 4 4 5 4 5 5 4 5 4 445 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 3 5 5 35 54 5 4 4 4 4 4 4 4 4 445 445 4 55 4 4 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 4 5 5 5 5 5 455 545 5 55 5 5 5 4 5 5

4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 45 55 5 5 5 4 5 4 5 5 4 555 544 4 44 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 1 2 5 4 55 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 33 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 554 5 44 5 5 5 5 5 5

5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 55 54 5 4 5 4 5 4 5 5 4 554 554 5 54 5 5 5 4 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 55 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 445 445 4 44 4 4 4 4 4 5

4 3 3 3 5 4 3 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 2 5 4 5 5 4 5 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 3 3 3 5 5 55 54 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 4 55 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 54 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 443 4 44 4 4 4 4 5 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 234 3 33 3 3 3 3 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 5 4 4 4 5 5 45 55 5 4 4 4 4 4 4 4 4 344 444 4 44 5 4 4 4 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 445 445 4 44 4 4 4 4 4 4
311

4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 54 44 4 4 4 4 5 4 3 4 4 544 455 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 3 3 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 3 5 3 3 3 5 5 5 4 5 3 53 35 5 3 3 3 3 5 3 3 3 335 353 5 55 5 5 5 3 5 3

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 333 333 3 33 3 3 4 3 5 5

3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 43 34 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 333 3 33 3 3 4 3 4 4

4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 5 3 3 4 3 34 34 3 5 3 3 3 3 4 4 4 333 442 2 33 3 3 4 3 5 4

4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 2 5 4 5 4 5 5 4 5 45 54 5 4 5 5 5 4 4 5 5 445 554 4 54 5 4 5 4 4 4

2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 4 5 4 24 44 4 4 4 4 4 4 4 4 3 344 444 4 44 4 2 4 4 4 4

4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 35 54 4 4 4 4 4 4 4 5 4 444 545 4 45 4 5 4 4 4 5

2 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 45 54 4 3 4 4 4 4 4 4 4 445 444 4 44 4 4 4 4 5 5

4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 5 4 4

4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 5 3 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 33 4 3 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 2 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 43 34 4 4 3 3 4 4 4 4 4 444 433 3 33 4 4 4 3 4 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 3 5 5 54 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 334 3 44 4 3 5 4 4 5

3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 43 44 4 4 4 4 4 4 3 4 4 444 444 3 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 3 4 5 5 3 2 2 1 5 24 15 4 2 4 4 4 4 4 4 2 224 444 2 24 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 4 2 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 5 4 4 3 4 4 44 44 2 2 1 1 4 4 4 4 4 333 223 4 44 4 3 4 4 4 5

4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 45 44 4 4 4 4 4 4 4 3 3 344 344 3 33 4 3 4 3 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 1 44 4 4 4 4 1 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

2 4 3 3 4 5 5 3 3 3 4 3 3 3 5 3 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 33 34 4 4 4 4 4 3 4 3 3 343 333 4 32 2 3 2 3 3 1

4 4 4 3 4 5 4 4 5 4 4 5 1 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 2 5 5 55 54 5 4 5 5 5 5 5 5 5 555 554 5 55 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 5 3 4 3 4 3 44 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 334 3 33 4 3 4 4 3 4

4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 4 5 5 4 2 3 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 554 4 43 5 5 5 5 5 5

1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 12 11 1 3 2 2 2 2 1 1 1 111 121 1 11 1 1 1 2 2 2

2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 3 3 2 2 1 2 2 2 1 1 21 11 2 3 2 2 2 2 2 2 2 322 222 2 22 2 3 2 2 2 2

2 4 4 3 3 5 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 3 5 5 5 4 5 5 5 5 44 54 4 3 4 4 4 4 5 4 4 455 554 3 34 4 4 5 4 5 5

4 5 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 55 44 4 3 4 4 4 3 4 4 4 444 444 3 33 4 4 4 4 4 4

3 4 5 4 5 5 2 3 3 5 4 5 5 4 4 4 3 1 1 2 5 5 4 2 3 5 5 45 55 4 4 4 4 5 5 5 5 5 455 555 5 54 5 5 5 5 5 5

2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 32 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 322 222 2 32 2 3 2 2 2 2

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 45 4 4 4 4 4 4 4 5 4 444 444 4 44 5 4 4 4 4 4

2 4 4 2 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 2 4 5 5 4 5 5 4 5 55 54 5 4 4 4 4 4 4 4 4 444 445 5 55 5 5 4 5 5 5

4 3 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 4 4 4 4 4 4

5 1 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 5 4 3 5 2 4 5 4 5 5 5 4 4 4 3 3 5 4 5 4 5 4 2 2 5 5 55 54 5 4 5 5 5 5 4 4 4 355 445 4 35 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 55 54 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4
312

2 3 5 1 5 5 4 4 5 5 4 5 4 3 5 4 3 4 4 5 5 4 3 3 5 5 35 55 4 4 5 4 5 5 5 5 5 555 544 5 55 5 3 4 5 5 5

2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 5 3 4 3 3 2 33 34 4 3 3 4 3 2 2 2 3 434 333 3 32 2 2 3 2 2 2

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 1 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 55 54 4 4 4 4 5 4 5 5 4 444 544 4 44 4 4 4 4 5 5

1 5 4 3 5 5 2 2 3 3 3 3 3 2 2 1 1 1 1 2 4 4 1 1 3 4 4 34 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 334 343 3 44 4 3 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 3 3 5 4 35 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 3 4 4 5 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 5 4 4 4 5 5 35 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 55 54 5 5 5 5 5 5 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 2 2 1 5 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 2 1 1 1 1 2 1 1 22 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 222 222 2 22 2 2 2 2 1 1

4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 344 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 5 5 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 443 4 44 4 4 4 4 4 4

4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 2 2 2 5 5 55 45 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 5 5 5 4 4 5 5 5 54 44 4 4 4 3 5 4 4 5 4 445 344 4 33 4 4 4 4 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 4 4 5 54 45 5 5 5 5 5 4 5 5 4 444 544 5 54 4 4 5 5 4 5

5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 55 55 5 4 4 4 4 4 4 4 4 444 455 5 55 5 5 5 5 4 4

5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 4 4 5 5 455 534 4 44 5 5 4 5 5 5

4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 554 544 4 44 4 4 4 4 5 5

5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 44 44 5 5 4 5 5 4 4 4 5 554 444 4 55 5 5 5 5 4 4

4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 54 44 4 4 5 5 5 5 5 5 5 444 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 55 54 4 4 5 4 3 3 5 5 5 544 444 5 54 3 4 3 4 5 4

5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 44 45 5 4 5 5 5 5 5 4 4 455 555 5 45 5 5 5 4 4 4

4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 3 3 4 4 44 34 4 3 4 4 4 4 4 4 3 334 444 3 33 4 4 4 4 4 4

4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5 4 4 3 4 4 5 4 3 4 4 4 44 44 4 5 4 4 4 4 4 5 5 555 555 4 44 4 4 4 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 3 4 5 5 5 5 4 5 5 55 55 5 4 5 5 5 5 5 5 4 455 554 4 44 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 434 444 4 44 4 3 4 4 4 4

3 4 5 3 5 5 4 3 5 5 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 5 3 4 3 3 5 5 35 54 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 32 22 2 3 2 2 2 2 2 2 2 222 232 3 33 2 2 2 2 2 2

5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 45 45 4 5 4 4 5 4 5 4 4 545 454 5 45 4 5 4 5 4 5

5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 35 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 3 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 3 2 5 5 5 5 5 4 4 4 44 44 4 4 4 5 4 4 4 4 4 444 444 5 54 4 3 5 4 4 5

4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 5 44 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

1 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 1 4 5 5 3 5 3 5 5 55 55 5 1 5 5 3 4 5 5 1 555 555 3 44 5 5 5 3 5 5

3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 22 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 222 222 2 22 2 2 2 2 2 2

4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 4 3 45 45 4 3 3 3 3 4 4 4 3 333 333 3 33 3 3 5 1 3 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

2 2 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 4 4 3 33 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 333 3 33 3 3 3 3 3 3
313

1 4 4 1 4 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 3 3 5 3 5 5 5 4 2 2 5 5 45 55 4 4 4 4 4 3 3 3 4 555 444 5 55 5 3 4 4 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 1 3 4 4 44 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 5 5 45 55 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 445 3 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 3 3 5 5 45 54 4 3 5 4 4 4 4 5 5 555 555 5 54 5 3 3 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 5 3 4 4 5 5 45 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 335 344 4 44 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 2 5 5 25 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 44 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 344 444 4 44 4 3 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

3 3 5 3 4 5 4 3 4 5 5 4 5 5 4 4 4 4 3 5 5 5 4 4 5 5 5 45 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 344 444 3 34 4 3 4 4 4 4

4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 34 4 3 4 4 4 4

5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 33 44 4 2 3 3 3 3 3 4 4 444 443 3 33 3 3 3 3 4 4

4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 33 33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34 34 4 3 3 3 3 4 4 4 3 224 333 3 33 3 3 4 3 3 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 5 5 55 55 5 2 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 3 4 1 2 4 1 4 4 1 4 5 5 2 2 2 5 5 14 45 5 5 5 5 5 5 2 4 2 245 445 4 44 5 4 4 5 5 5

4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 34 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 4 3 4 4 4 4

3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 45 45 5 5 4 4 4 4 4 4 4 555 554 4 44 4 5 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 3 5 5 45 55 4 4 4 4 4 4 5 4 4 455 444 4 44 4 4 4 4 4 4

4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 45 55 5 4 5 5 5 5 5 5 4 455 445 4 55 5 4 5 5 5 5

3 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 45 54 5 4 5 5 5 5 5 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 3 4 4 5 4 3 3 4 5 45 44 4 3 4 4 4 4 4 5 4 444 544 4 44 4 4 4 5 5 5

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 3 2 2 2 4 5 3 3 3 4 4 55 34 4 2 4 5 5 3 3 3 4 144 333 4 33 3 3 3 4 5 3

5 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 4 4 5 4 44 44 3 3 3 3 4 3 4 4 4 434 334 3 33 4 4 4 4 4 4

4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 2 4 4 5 5 2 2 4 5 45 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 5 4

4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 43 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 5 5 55 54 4 2 4 4 4 4 4 4 4 344 444 4 44 4 4 5 4 4 4

3 5 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 34 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 544 344 4 43 4 3 4 3 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 5 55 55 4 5 5 5 5 5 5 5 5 555 545 5 55 4 5 5 5 5 4

5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 2 1 4 4 5 4 4 4 5 5 55 55 4 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 5 5 5 5 5 5

4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 2 4 5 4 4 4 3 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 344 444 4 44 4 4 4 4 4 4

3 3 5 3 5 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 4 55 5 5 5 5 5 5

3 4 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 3 5 5 5 5 4 5 3 5 4 5 5 3 5 4 54 54 5 4 5 4 4 5 4 3 5 545 455 4 54 4 4 4 5 5 5

2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 3 33 4 3 4 4 3 4

1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 11 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 111 111 1 11 1 1 1 1 1 1

4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 55 55 4 5 4 5 5 5 5 5 4 445 555 4 44 5 4 5 5 4 5

4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 45 4 5 5 5 5 5 5 5 5 445 554 5 44 4 5 5 4 5 5

5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 55 5 4 5 5 5 5 5 4 5 554 444 4 55 5 4 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 2 5 5 5 5 55 35 5 4 5 5 4 5 4 5 3 335 534 4 54 5 3 5 5 5 5

5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5 54 55 5 4 5 5 5 4 5 4 5 555 555 5 45 4 5 4 5 5 5
314

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 44 4 4 4 4 4 4

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 1 1 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 555 5 55 4 4 4 4 5 5

4 4 3 3 4 4 4 4 5 4 4 3 5 4 3 4 5 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 44 44 4 3 4 4 4 3 4 5 5 444 554 3 34 4 4 4 4 4 4

4 4 5 4 5 4 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 3 3 4 5 44 44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 445 444 4 45 5 4 4 4 4 4

3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 2 3 4 4 3 3 4 4 5 34 45 4 3 4 3 4 4 4 4 4 434 344 4 33 4 3 3 4 4 4

4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 1 4 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 5 5 5 55 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 555 554 5 55 4 5 5 5 5 5

4 2 2 4 3 4 1 2 3 2 2 3 4 2 3 2 1 3 1 1 4 4 3 4 4 4 4 24 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 443 4 34 4 3 4 2 4 4

4 4 5 4 5 5 4 3 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 5 5 24 44 4 3 4 4 4 4 4 4 4 444 444 4 53 5 5 4 4 4 4

LAMPIRAN 6

Anda mungkin juga menyukai