Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DAN EVALUASI KEBIJAKAN BEKERJA DARI RUMAH

(WORK FROM HOME) TERHADAP PENYELENGGARAAN


PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
(Disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Evaluasi Kebijakan Publik)

Dosen Pengampu
¹ Yogi Suprayogi Sugandi, S.Sos., MA., Ph.D. | ² Dr Riki Satia Muharam, S.IP.,
M.A.P. | ³ Bonti, S.IP., M.Si. | 4 Prof. Dr. Didin Muhafidin, S.IP., M.Si. | 5 Prof. Dr.
Drs. H. Budiman Rusli, MS.

Disusun oleh :
Vandita Kusumawardaya 170110200056 (B)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JATINANGOR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis berhasil menyelesaikan
Makalah Ilmiah yang berjudul “Analisis Dan Evaluasi Kebijakan Bekerja Dari
Rumah (Work From Home) Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di
Indonesia” dalam rangka memenuhi nilai mata kuliah Evaluasi Kebijakan Publik
pada Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran.
Penulis sangat berharap tulisan ilmiah ini dapat menjadi referensi
bermanfaat serta dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis sadar
bahwasanya tulisan ini masih banyak terdapat keterbatasan dari segi penulisan
ataupun substansi. Maka dari itu, penulis sangat menantikan catatan dan komentar
dari berbagai pihak, guna penyempurnaan tulisan, dan pembelajaran untuk
penulisan kedepannya.
Sebagai penutup, atas selesainya tulisan ini, penyusun ingin
berterimakasih kepada seluruh dosen pengampu serta semua pihak yang ikut andil
dalam pengerjaan makalah ini. Penulis juga memohon maaf andaikata tulisan ini
masih terkandung banyak kecacatan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jatinangor, 11 September 2023

Vandita Kusumawardaya
170110200056

i
ANALISIS DAN EVALUASI KEBIJAKAN BEKERJA DARI RUMAH
(WORK FROM HOME) TERHADAP PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

ABSTRAK
Bekerja dari rumah (Work From Home) telah menjadi bagian integral dari
perubahan dunia kerja modern, terutama dalam konteks pandemi global. Makalah
ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi dampak kebijakan bekerja
dari rumah terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Melalui
studi ini, penulis mengidentifikasi perubahan signifikan dalam cara pemerintah
menyelenggarakan layanan publik sebagai respons terhadap perubahan gaya kerja.
Penulis mengeksplorasi dampak dari kebijakan Work From Home, termasuk
peningkatan aksesibilitas layanan publik bagi masyarakat, efisiensi operasional,
dan peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Penelitian ini mengandalkan
penelitian literatur yang meliputi sumber dari buku, jurnal, dan website resmi
pemerintah. Teori Evaluasi Kebijakan William Dunn diterapkan dalam penelitian
ini. Temuan studi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus terus melakukan
inovasi agar dapat memberikan pelayanan yang cepat, ekonomis, dan efektif
kepada masyarakat. Namun, penulis juga mengidentifikasi tantangan yang perlu
diatasi, terutama dalam hal infrastruktur teknologi yang memadai, pelatihan
sumber daya manusia, dan perubahan budaya kerja di kalangan birokrasi.
Kata Kunci: Evaluasi, Kebijakan, WFH, Pelayanan Publik

ABSTRACT
Working from home (Work From Home) has become an integral part of the
changing world of modern work, especially in the context of the global pandemic.
This paper aims to analyze and evaluate the impact of the work from home policy
on the delivery of public services in Indonesia. Through this study, the authors
identify significant changes in the way governments deliver public services in
response to changing work styles. The author explores the impact of the Work
From Home policy, including increasing the accessibility of public services for the
community, operational efficiency, and increasing transparency and
accountability. This research relies on literature research which includes sources
from books, journals and official government websites. William Dunn's Policy
Evaluation Theory is applied in this research. The study findings show that the
government must continue to innovate in order to provide fast, economical and
effective services to the community. However, the author also identifies challenges
that need to be overcome, especially in terms of adequate technological
infrastructure, human resource training, and changes in work culture within the
bureaucracy.
Keywords: Evaluation, Policy, WFH, Public Service.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
ABSTRAK.......................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 4
I. PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
II. TEORI EVALUASI KEBIJAKAN..............................................................................3
III. METODE PENELITIAN............................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 6
Definisi Work From Home (WFH)................................................................................6
Dampak WFH Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Indonesia................. 7
Pentingnya Birokrasi Digital....................................................................................... 11
Evaluasi Kebijakan WFH Terhadap Pelayanan Publik di Indonesia...........................12
V. KESIMPULAN............................................................................................................ 13
VI. SARAN........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16

iii
I. PENDAHULUAN
Penyebaran global Covid-19 telah menimbulkan banyak dampak negatif
terhadap kesehatan manusia. Sebagian besar perusahaan terkena dampak negatif
dari pandemi Corona dan akibatnya, mereka harus mengambil berbagai tindakan
untuk membatasi penyebaran virus Corona, sekaligus merugikan proses dan hasil
bisnis mereka. Untuk mencegah penyebaran, masyarakat harus menerapkan
penjarakan sosial, karantina mandiri, dan membatasi perjalanan, yang juga
berdampak pada penurunan aktivitas organisasi dan ekonomi secara signifikan
(Daraba et al., 2021).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah
lanskap dunia kerja secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu
perubahan yang paling mencolok adalah fenomena bekerja dari rumah atau yang
dikenal dengan istilah "Work From Home" (WFH). WFH telah menjadi salah satu
kebijakan utama yang diadopsi oleh banyak organisasi dan perusahaan di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia, sebagai respons terhadap berbagai perubahan sosial
dan ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Kebijakan WFH bukan lagi sekadar alternatif, melainkan sebuah realitas
yang mendominasi dunia kerja. Di tengah kebijakan ini, pelayanan publik, yang
merupakan fondasi dari berfungsinya pemerintah dan sektor publik, juga
mengalami perubahan dramatis. Para pekerja sektor publik di seluruh Indonesia,
seperti di banyak negara lainnya, diberi kesempatan untuk bekerja dari rumah,
dengan harapan dapat menjaga kesehatan mereka sendiri dan mencegah
penyebaran virus.
WFH diprediksi menjadi pionir dalam bidang pelayanan publik, sehingga
dapat terus memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat. Strategi atau cara ini
juga digunakan agar personel dapat terus bekerja. Hanya saja suasana dan rasa
pencapaian di tempat kerja berbeda. Selama WFH, semua kriteria harus dipenuhi
dalam hal kecepatan dan ketepatan pemberian layanan. WFH juga memerlukan
komitmen yang tinggi dari setiap karyawan atau pekerja, sebab WFH merupakan
pioneer layanan yang berada selain di kantor. Selanjutnya karena tidak adanya

1
pengawasan langsung dari atasan dalam hal ketenagakerjaan, maka sangat
mungkin untuk gagal dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditentukan
(Siam et al., 2021).
Sejak adanya pernyataan resmi dari World Health Organization (WHO)
bahwa Coronavirus Disease (Covid-19) atau Virus Corona sebagai pandemi
global dan pengumuman resmi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo
bersama Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto pada Senin tanggal 2 Maret
2020 bahwa Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, sehingga siap atau tidak
Indonesia harus menghadapi, mencegah, dan melawan penyebaran Covid-19
tersebut. Untuk itu Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan kebijakan,
salah satunya adalah bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu melaksanakan tugas kedinasan di
rumah/tempat tinggalnya masing-masing untuk mencegah dan meminimalisir
penyebaran virus corona di masyarakat.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI
(Kemenpan RB) menerbitkan Surat Edaran Nomor 34 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Surat Edaran Menpan RB Nomor 19 Tahun 2020 tentang
Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan
Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah, yang pada intinya
bahwa, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan WFH bagi ASN
yang semula sampai tanggal 31 Maret 2020 diperpanjang sampai dengan 21 April
2020. Perpanjangan itu mengikuti penetapan yang telah dibuat oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait Status Darurat Bencana Virus
Corona yang juga diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Lalu juga terkait
penyesuaian sistem kerja bagi ASN melalui pelaksanaan tugas kedinasan di rumah
atau tempat tinggal bagi ASN dengan mempertimbangkan penetapan status
darurat bencana pada setiap Provinsi atau Kabupaten/Kota dimana instansi
pemerintah tersebut berlokasi.
Makalah ini akan mengkaji dampak kebijakan bekerja dari rumah (WFH)
terhadap pelayanan publik di Indonesia. Kita akan menjelajahi bagaimana
pemerintah dan sektor publik secara keseluruhan telah menyesuaikan diri dengan

2
WFH, mengidentifikasi keuntungan dan tantangan yang terkait dengan perubahan
ini. Selain itu, makalah ini juga akan menganalisis sejauh mana WFH telah
mempengaruhi efisiensi, kualitas, dan aksesibilitas pelayanan publik kepada
masyarakat Indonesia.
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan WFH di masa pandemi,
pelayanan publik juga terkena dampaknya. Pelayanan yang biasanya dilakukan
secara manual, kini mengharuskan pemberi pelayanan dalam hal ini pemerintah
untuk beradaptasi dengan kondisi pembatasan sosial. Pertama, dengan membatasi
perjalanan masyarakat selama masa Covid-19, pemerintah daerah terpaksa
memanfaatkan sumber daya digital semaksimal mungkin untuk melayani
masyarakat. Jika birokrasi dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik, maka
penyelenggaraan pelayanan publik dan birokrasi akan berfungsi lebih efektif dan
efisien. Kedua, dalam hal interaksi dengan pemerintah pusat, ada alasan yang baik
bagi pemerintah pusat untuk menata kembali pelimpahan wewenangnya agar
lebih sesuai dengan kemampuan daerah. Selain itu, pemerintah pusat dapat
mengkaji kembali pola koordinasi, pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah
agar lebih efektif dan menyediakan sumber daya dan dorongan untuk kemandirian
yang lebih besar (Rustandi, 2021).
Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
yang lebih mendalam tentang bagaimana kebijakan WFH telah memengaruhi
pelayanan publik di Indonesia, serta untuk memberikan wawasan yang berguna
bagi pembuat kebijakan, peneliti, dan masyarakat umum dalam upaya
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di era kerja jarak jauh ini.
Dengan demikian, analisis dan evaluasi yang cermat terhadap dampak WFH
terhadap pelayanan publik dapat membantu kita merumuskan rekomendasi
kebijakan yang lebih baik untuk masa depan.

II. TEORI EVALUASI KEBIJAKAN


Evaluasi kebijakan adalah proses sistematis untuk menilai, mengukur, dan
menganalisis dampak, efektivitas, efisiensi, dan relevansi suatu kebijakan publik
atau program pemerintah. Tujuan utama dari evaluasi kebijakan adalah untuk

3
memahami bagaimana kebijakan tersebut berfungsi, apakah mencapai tujuan yang
diinginkan, dan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat, ekonomi, atau
lingkungan. Mengevaluasi nilai dan kegunaan hasil kebijakan dalam pengertian
ini berarti bahwa penilaian kebijakan perlu memberikan informasi yang jelas dan
dapat diandalkan tentang kinerja kebijakan. William Dunn menyatakan lebih jelas
bahwa evaluasi membantu dalam pertimbangan nilai-nilai yang mendukung
tujuan dan pemilihan target. Secara umum, suatu nilai dapat dipertanyakan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan menyelidik mengenai tujuan dan kesiapan
sasaran. Menurut William N. Dunn, ada enam kriteria untuk mengevaluasi
kebijakan: efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan
kelayakan (Dunn, 2003):
1. Efektivitas berasal dari kata "efektif", yang berarti "berhasilnya
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan". Efektivitas, menurut
William N. Dunn, berkaitan dengan alternatif yang menghasilkan
tujuan dari pengambilan tindakan. Itu selalu diukur dengan unit
produk atau layanan atau nilai moneternya, dan itu terkait erat
dengan rasionalitas teknologi
2. Efisiensi dicapai ketika sumber daya digunakan untuk potensi
penuh mereka untuk mencapai tujuan. Menurut William N. Dunn,
efisiensi didefinisikan sebagai jumlah kerja yang diperlukan untuk
mencapai tingkat efektivitas tertentu. Relasi antara efektivitas dan
usaha, yang biasanya dinilai dalam pengeluaran moneter, disebut
efisiensi, yang merupakan persamaan dari rasionalitas ekonomi.
Biaya satuan suatu produk atau jasa sering digunakan untuk
mengukur efisiensi. Efisiensi mengacu pada kebijakan yang
memberikan kemanjuran maksimum dengan biaya terendah.
3. Dalam kebijakan publik, kecukupan berarti bahwa tujuan yang
telah terpenuhi telah dianggap memadai dalam berbagai hal.
Menurut William N. Dunn, kecukupan mengacu pada seberapa
baik tingkat efektivitas memenuhi kebutuhan, nilai, atau peluang
yang menghasilkan masalah. Dari uraian di atas, dapat ditarik

4
kesimpulan bahwa kecukupan masih terkait dengan efektivitas
dalam menentukan seberapa baik pilihan yang berbeda dapat
memenuhi kebutuhan, nilai, atau peluang dalam memecahkan
masalah.
4. Perataan |dalam |kebijakan publik dapat .dibandingkan dengan
keadilan yang diberikan dan diperoleh oleh tujuan kebijakan
publik. Menurut William N. Dunn, kriteria kesetaraan terkait erat
dengan rasionalitas hukum dan sosial dan berkaitan dengan
distribusi hasil dan upaya di berbagai kelompok dalam masyarakat.
5. Respon sasaran kebijakan terhadap pelaksanaan kebijakan disebut
sebagai responsivitas dalam kebijakan publik. Menurut William N.
Dunn, responsiveness mengacu pada sejauh mana suatu kebijakan
dapat memenuhi persyaratan, preferensi, atau nilai-nilai kelompok
masyarakat tertentu.
6. Menurut William N. Dunn, akurasi mengacu pada nilai-nilai tujuan
program dan kekuatan anggapan yang mendukung tujuan tersebut.
Akurasi adalah kriteria yang digunakan untuk memilih beberapa
pilihan yang akan direkomendasikan dengan menentukan hasil
yang didapatkan dari alternatif yang disarankan sebagai opsi.

III. METODE PENELITIAN


Studi ini menggunakan studi kepustakaan dengan sumber yang berasal
dari buku, jurnal, atau situs resmi pemerintah. Kajian ini dilakukan untuk
mengkaji evaluasi pelayanan publik di Indonesia di masa pandemi Covid-19.
Langkah yang dilakukan dalam penulisan kajian ini dimulai dengan penulis
mengumpulkan data sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan judul
penelitian, kemudian penulis mengembangkan data yang diperoleh melalui
identifikasi sumber informasi yang dihasilkan dari tahap sebelumnya, dan yang
terakhir, penulis menganalisis data.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Definisi Work From Home (WFH)


“WFH” merupakan singkatan dari “Work From Home” yang dalam
bahasa Indonesia berarti “Bekerja dari rumah”. Ini adalah praktik individu yang
bekerja dari rumah atau tempat tinggalnya, bukan dari kantor atau lokasi kerja
fisik lainnya. Bekerja dari rumah menjadi semakin populer, terutama dengan
kemajuan teknologi yang memungkinkan akses Internet penuh dan alat
komunikasi, sehingga lebih banyak karyawan dapat melakukan tugas
pekerjaannya dari jarak jauh tanpa harus pergi ke kantor fisik. Pekerja yang
mengalami pekerjaan jarak jauh seringkali dapat mengakses sistem kerja, aplikasi,
dan dokumen mereka melalui komputer dan Internet. Hal ini memberikan
fleksibilitas dalam penjadwalan kerja dan dapat meningkatkan keseimbangan
kehidupan kerja. Meskipun kerja jarak jauh memiliki banyak keuntungan, namun
juga menimbulkan tantangan seperti mengatur disiplin kerja, memisahkan waktu
kerja dan istirahat serta permasalahan komunikasi yang dapat timbul akibat jarak
fisik antar anggota kelompok.
WFH kini dikenal sebagai pekerjaan alternatif untuk meminimalisir risiko
tertular Covid-19. Namun, kerja jarak jauh bukanlah hal baru dan telah menjadi
perhatian beberapa aliran pemikiran selama bertahun-tahun. Konsep WFH
pertama kali disebutkan oleh Nilles pada tahun 1973, dengan nama
“telecommuting” atau “telework”. WFH telah didefinisikan dalam berbagai
istilah selama empat dekade, antara lain kerja jarak jauh, kerja fleksibel,
telecommuting, telework, dan kerja online. Ketentuan tersebut mengatur
kemampuan pegawai untuk bekerja secara fleksibel, termasuk dari rumah,
menggunakan teknologi dalam menyelesaikan tugasnya. Kerja jarak jauh
didefinisikan sebagai “pengaturan kerja alternatif di mana seorang karyawan
melakukan tugas di tempat lain yang biasanya dilakukan di tempat kerja utama
atau pusat, untuk setidaknya sebagian dari jadwal melakukan pekerjaannya,
menggunakan media elektronik untuk berinteraksi dengan orang lain di dalam dan

6
di luar ruangan atau organisasi mereka, yang secara khusus menekankan ‘di
tempat lain’, yang mengacu pada “rumah” (Vyas & Butakhieo, 2021).

Dampak WFH Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Indonesia


Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan
badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat,
pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi
penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan
pelayanan publik.
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan pelayanan publik telah diatur
pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan
utamanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat.
Ukuran yang digunakan untuk melihat baik atau tidaknya penyelenggaraan
pelayanan publik adalah terpenuhinya komponen standar pelayanan publik.
Standar pelayanan publik ini dipergunakan oleh penyelenggara sebagai pedoman
dan acuan dalam penyelenggaraan pelayanan untuk masyarakat, serta agar dapat
memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat sehingga
masyarakat mudah menjangkau pelayanan publik.
Pelayanan publik didefinisikan sebagai bentuk pelayanan atau pemberian
kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas publik, yang berupa layanan jasa atau
barang, yang dijalankan oleh organisasi publik seperti pemerintah. Pada instansi
pemerintahan, pihak yang melakukan pelayanan adalah aparatur pemerintah|
dengan segala corak kelembagaannya. Pelayanan publik diartikan |sebagai upaya

7
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, dan telah menjadi kewajiban pemerintah
untuk memenuhi hak-hak dasar tersebut. Pelayanan publik adalah suatu bentuk
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah| berupa jasa dan barang yang
berkaitan dengan penegakan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (Arfan et al., 2021).
Banyak perbaikan dalam proses dan manajemen yang telah diatur dengan
cukup baik sehingga pelayanan publik pada periode WFH mulai merombak
ketentuan yang sudah ada menjadi ketentuan yang siap digunakan kembali dalam
keadaan saat ini. Perubahan ketentuan dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dari semua institusi. Pada
umumnya, pelayanan publik di asa pandemi sangat berat sebab harus
menyesuaikan dengan situasi pandemi yang ada. Namun, seiring berjalannya
waktu, urgensi masalah tidak lagi menjadi alasan bagi pegawai pemerintah atau
swasta untuk tidak bekerja atau bekerja dari rumah (Siam et al., 2021). Beberapa
karyawan, baik di sektor publik maupun swasta, mulai menyesuaikan jam
kerjanya. Setiap instansi terkait harus menyumbangkan berbagai inovasi yang
matang untuk WFH. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa permintaan layanan
bervariasi menurut wilayah di Indonesia. Duplikasi inovasi dimungkinkan terjadi
di daerah dengan kondisi geografis yang serupa. Namun, akan berbeda jika di
wilayah geografis yang berbeda.
Di masa pandemi ini, pemerintah harus terus memaksimalkan pelayanan
publik yang prima bagi publik. Kegiatan terkait pelayanan publik diharapkan tetap
berjalan seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan
sebagaimana dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, yang mengamanatkan pemberian pelayanan minimal sekaligus menjamin
terpenuhinya hak-hak masyarakat. Perlu adanya inovasi dalam pelayanan publik,
terutama dengan berakhirnya masa PSBB dan transisi masyarakat ke kebiasaan
baru yang disebut "new normal". Berikut ini disajikan cara dan teknik bagi
penyelenggara pelayanan publik untuk melayani masyarakat dengan
mengutamakan pelayanan yang baik dan profesional, khususnya pada saat terjadi
kedaruratan kesehatan yang mengarah ke new normal (Fitria, 2020).

8
Dampak Work From Home (WFH) terhadap pelayanan publik di Indonesia
dapat sangat beragam dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk jenis
pelayanan publik, infrastruktur teknologi, kebijakan pemerintah, dan budaya
kerja. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:
1. Pengurangan Ketersediaan Layanan: Salah satu dampak utama
WFH adalah pengurangan ketersediaan layanan publik di
tempat-tempat fisik. Pelayan-pelayan publik yang biasanya berada
di kantor-kantor pemerintah atau instansi lainnya mungkin tidak
lagi tersedia secara langsung untuk melayani masyarakat. Ini bisa
mengakibatkan penurunan aksesibilitas dan responsivitas
pelayanan.
2. Penyelenggaraan Layanan Online: Untuk mengatasi kendala
fisik, banyak pemerintah dan lembaga publik di Indonesia telah
mengubah pendekatan mereka dalam penyelenggaraan layanan.
Banyak pelayanan publik kini dapat diakses secara online melalui
portal web dan aplikasi khusus, memungkinkan masyarakat untuk
mengajukan permohonan, membayar pajak, dan melakukan
transaksi lainnya tanpa harus datang ke kantor fisik.
3. Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas: WFH dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi beberapa pekerja
pemerintah. Mereka dapat bekerja tanpa harus menghabiskan
waktu dalam perjalanan ke kantor, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan jumlah waktu yang dapat mereka habiskan untuk
tugas-tugas yang sebenarnya.
4. Tantangan Teknologi: Salah satu tantangan WFH adalah
ketersediaan dan akses ke teknologi yang diperlukan. Tidak semua
pekerja publik memiliki perangkat dan koneksi internet yang andal.
Ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk melakukan
pekerjaan secara efektif dan mengakses sistem pelayanan publik
online.

9
5. Potensi Keamanan Data: WFH juga dapat memunculkan isu
keamanan data karena pekerja pemerintah harus mengakses data
yang sensitif dari luar jaringan pemerintah. Diperlukan
langkah-langkah tambahan untuk memastikan bahwa data pribadi
dan sensitif tetap aman.
6. Dampak pada Budaya Organisasi: WFH dapat mempengaruhi
budaya kerja di sektor pemerintah. Budaya yang lebih terbuka
terhadap fleksibilitas dan kerja jarak jauh dapat berkembang, tetapi
juga dapat menghadirkan tantangan dalam hal koordinasi dan
komunikasi internal.
7. Peningkatan Aksesibilitas: Bagi masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil atau sulit dijangkau, WFH dapat meningkatkan
aksesibilitas terhadap pelayanan publik. Mereka tidak lagi harus
melakukan perjalanan jauh ke kantor pemerintah untuk mengakses
pelayanan tertentu.

Penting untuk diingat bahwa dampak WFH terhadap pelayanan publik


akan bervariasi tergantung pada sektor dan jenis pelayanan. Pemerintah Indonesia
perlu mempertimbangkan manfaat dan tantangan dari WFH serta terus
memperbaiki infrastruktur teknologi dan kebijakan untuk memastikan pelayanan
publik yang efektif dan responsif.
Dampak lain yang terjadi pada pelayanan publik di Indonesia selama
pandemic Covid-19 yaitu sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan harus
disesuaikan. WHO berpesan tentang adaptasi kehidupan baru dapat dimanfaatkan
dalam penyampaian layanan publik. Sebagai contohnya dalam antrian bisa
dipasang penjaga jarak agar tidak berdesakan, harus dikembangkan SOP baru
terkait pelayanan selama pandemi corona demi keselamatan penyelenggara dan
pelanggan, serta fasilitas pelayanan (pengecekan suhu tubuh, penyediaan fasilitas
cuci tangan, dan hand sanitizer kepada menjadi standar layanan wajib) harus
diperbarui.

10
Sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru, Indonesia sudah
mengimplementasikan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau
yang dikenal dengan E-Government yang merupakan kebutuhan di semua level
birokrasi. Beberapa contoh layanan yang telah diberikan oleh pemerintah antara
lain: webinar, penggunaan aplikasi zoom, Microsoft Team, e-budgeting, project
planning, e-licensing, delivery system, e-controlling, e-reporting to emonev,dan
lain-lain.

Pentingnya Birokrasi Digital


Birokrat harus menghasilkan orisinalitas dan inovasi dalam pelayanan
publik akibat Covid-19. Penggunaan berbagai layanan berbasis online dalam
penyampaian layanan publik menjadi lebih umum. Namun, masih terdapat
berbagai kesulitan dimana birokrasi yang masih lambat dalam memberikan
pelayanan bagi masyarakat sehingga perlu adanya upaya dalam meningkatkan
kualitas pelayanan publik guna meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan pemerintah, meskipun di tengah pandemi Covid-19 (Arfan et al., 2021).
Sebelumnya, pelayanan birokrasi perkantoran berbasis konsep manual
membutuhkan waktu lama untuk diselesaikan, berbelit-belit, dan rawan |kolusi,
namun apabila pemerintah pusat dan daerah berlanjut melakukan inovasi dan
pengembangan elektronik perkantoran (e-Office), akan sangat bermanfaat bagi
kenyamanan dan kepentingan masyarakat dalam berbagai hal terkait data.
Selanjutnya, |informasi yang dibutuhkan dapat diakses dari lokasi manapun. Yang
dimaksud dengan "kantor elektronik" adalah jenis program perkantoran yang
menggunakan fasilitas jaringan lokal (LAN) untuk menggantikan operasional
administrasi manual dengan elektronik. |Keputusan Menteri| Pendayagunaan|
Aparatur| Negara Nomor 13/KEP/M.PAN/1/2003 menetapkan pedoman umum
perkantoran elektronis lingkup intranet di lingkungan instansi pemerintah. Untuk
meningkatkan pelayanan di segala bidang harus merata. Artinya, masyarakat
bukan hanya pihak yang dilayani, tetapi juga pengawas pelayanan. Akibat
ketakutan masyarakat akan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang

11
menyelenggarakan pelayanan, maka pemerintah harus meningkatkan sistem
pelayanan. Dalam hal ini, pemerintah harus fokus memberikan pelayanan terbaik.

Evaluasi Kebijakan WFH Terhadap Pelayanan Publik di Indonesia


Evaluasi kebijakan adalah suatu metode untuk menentukan apakah suatu
kebijakan publik |dapat mencapai hasil yang diharapkan, yaitu dengan
membandingkan |hasil tersebut dengan tujuan kebijakan. Pada konteks ini,
evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi kebijakan WFH terhadap pelayanan
public di Indonesia.

1. Dari segi efektivitas, pelayanan di masa pandemi Covid-19 dapat


dikatakan efektif karena pemerintah telah melakukan perbaikan
tata kelola yang telah diatur sedemikian rupa dengan merombak
prosedur yang sudah tersedia menjadi prosedur yang siap
digunakan kembali dalam kondisi saat ini.
2. Dari segi efisiensi, berdasarkan analisis penulis pada masa
pandemi Covid 19 pekerja akan lebih produktif bekerja dari rumah
karena bisa menghemat waktu untuk melakukan perjalanan menuju
tempat kerja. Hal ini tentu dapat berdampak pada pengeluaran
untuk biaya transportasi. Namun di sisi lain, para pekerja akan
membutuhkan koneksi internet yang stabil untuk bekerja di rumah.
Kinerja pelayanan publik juga dapat dikatakan efisien karena
pemerintah telah beralih menggunakan platform online melalui
e-office, sebagaimana layanan yang ada di organisasi
pemerintahan, terkait layanan |internal . |perkantoran .yang
.menggunakan jaringan |LAN, (KTP|, |Pajak, |Registrasi, |dll), juga
melewati layanan online| (internet|), seperti| informasi|-informasi
yang| terkait dengan seputar pemerintahan, wisata, Registrasi
online, SIM online|, pembayaran online|, dan lain-lain|.
3. Dari segi kecukupan, penulis melihat bahwa dengan adanya
adaptasi pemerintah menerapkan birokrasi digital melalui
pelayanan online tentu dampaknya dapat dirasakan dengan baik

12
oleh pegawai ataupun bagi masyarakat yang dilayani. Hal ini
sangat mencukupi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan singkat dan memuaskan.
4. Dari segi pemerataan, jika dilihat darisegi perataan pelayanan
publik di masa pandemik yang mengedepankan sistem online dapat
dinikmati oleh semua masyarakat baik yang kaya ataupun yang
miskin. Dengan sistem online maka tidak akan ada lagi perbedaan
untuk memberikan pelayanan prima karena petugas akan
memberikan pelayanan sesuai daftar yang telah masuk.
5. Dari segi responsivitas, pelayanan publik online tentu akan lebih
responsif dimana dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Serta
adanya peraturan yang jelas terkait jam layanan akan memudahkan
masyarakat dan juga petugas untuk memberikan pelayanan yang
responsive.

Dari segi ketepatan, penulis melihat bahwa masyarakat yang


memanfaatkan platform online justru akan sangat terbantu mengingat jika ada
kekurangan persyaratan pelayanan, masyarakat tidak perlu menghabiskan waktu
untuk bolak-balik ke kantor pelayanan. Begitu juga dengan pemberi layanan dapat
menganalisa kebutuhan masyarakat dengan secara tepat.

V. KESIMPULAN
Di masa pandemi, pelayanan publik merupakan salah satu kewajiban
aparatur pemerintah untuk melaksanakan pekerjaannya guna memenuhi berbagai
keperluan publik yang wajib dipenuhi dengan baik dan cepat. .Sebagai
masyarakat yang.dilayani, kita memiliki tanggung jawab untuk mendapatkan
layanan berkualitas tinggi secara tepat waktu dan efisien. Untuk mencapai hal
tersebut, pemerintah harus terus .berinovasi .dalam meningkatkan. pelayanan.
kepada masyarakat., salah satunya e-office, serta digitalisasi dalam mewujudkan
pelayanan yang cepat, terjangkau, dan efektif tanpa harus melalui birokrasi yang
ribet dan berbelit.. Hasil evaluasi kebijakan WFH terhadap pelayanan publik di
Indonesia yakni Dari segi efektivitas, pelayanan di masa pandemic covid dapat

13
dikatakan efektif karena pemerintah telah melakukan perbaikan tata kelola yang
tetap sesuai protokol kesehatan. Dari segi efisiensi, berdasarkan analisis penulis
pada masa pandemi Covid-19 pekerja akan lebih produktif bekerja dari rumah
karena bisa menghemat waktu untuk melakukan perjalanan menuju tempat kerja.
Dari segi kecukupan, sangat mencukupi kebutuhan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan singkat dan memuaskan. Dari segi pemerataan, jika
dilihat dari segi pemerataan pelayanan publik di masa pandemi yang
mengedepankan sistem online dapat dinikmati oleh semua masyarakat baik yang
kaya ataupun yang miskin. Dari segi responsivitas, pelayanan publik online tentu
akan lebih responsive dimana dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun.
Selanjutnya, Dari segi ketepatan, penulis melihat bahwa masyarakat yang
memanfaatkan platform online justru akan sangat terbantu untuk mendapatkan
pelayanan tepat sesuai kebutuhan.
Berdasarkan temuan tinjauan kebijakan WFH pada pelayanan publik di
Indonesia, pelayanan pada masa pandemi Covid-19 efektif karena pemerintah
memperbaiki tata kelola dengan tetap memenuhi norma kesehatan. Pekerja akan
lebih produktif karena dapat menghemat waktu, menurut analisa penulis di masa
pandemi Covid-19. Dari segi kecukupan, sudah lebih dari cukup untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang singkat dan
memuaskan. Dalam hal pemerataan, sistem internet dapat diakses oleh semua
orang, baik kaya maupun miskin. Pelayanan publik secara online lebih responsif
karena dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Selain itu, dari segi akurasi,
mereka yang menggunakan platform online akan sangat terbantu dalam
mendapatkan solusi yang tepat untuk kebutuhannya.

VI. SARAN
Berdasarkan hasil evaluasi, penulis merekomendasikan adanya upaya
meningkatkan investasi dalam infrastruktur teknologi, melakukan pelatihan dan
pengembangan SDM yang lebih baik, monitoring dan evaluasi pengembangan
pedoman dan fleksibilitas kebijakan WFH dalam pelayanan publik, peningkatan
komunikasi internal, pengembangan kolaborasi antara sektor publik dan sektor

14
swasta dalam mengembangkan solusi yang lebih efisien dan inovatif, serta
peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjalin keterlibatan antara masyarakat
dan pemerintah untuk penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.
Saran-saran ini diharapkan dapat membantu pemerintah Indonesia dalam
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik melalui
kebijakan Work From Home. Seiring dengan investasi yang tepat dan komitmen
terhadap Birokrasi Digital, pelayanan publik yang lebih baik dan lebih responsif
dapat dicapai dalam jangka panjang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, D. (2021). Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (Covid-


19) 25 November 2021. Infeksi Emerging.
https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/situasi-terkini-
perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-25-november-2021
Arfan, S., Mayarni, M., & Nasution, M. S. (2021). Responsivity of Public Services
in Indonesia during the Covid-19 Pandemic. Budapest International
Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social
Sciences, 4(1), 552–562. https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1638
Daraba, D., Wirawan, H., Salam, R., & Faisal, M. (2021). Working from home
during the corona pandemic: Investigating the role of authentic
leadership, psychological capital, and gender on employee performance.
Cogent Business and Management, 8(1).
https://doi.org/10.1080/23311975.2021.1885573
Dunn, W. (2003). Analisis Kebijakan Publik. PT Prasetia Widia Pratama.
Fitria, N. J. L. (2020). Penerapan Work From Home Dan Work From Office
Dengan Absensi Online Sebagai Implikasi E-Government di Masa New
Normal Implementation of Work From Home and Work From Office With
Online Absence As an E-Government. Civil Service, 14(1), 69–84.
Mungkasa, O. (2020). Bekerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju
Tatanan Baru Era Pandemi Covid-19. Jurnal Perencanaan Pembangunan:
The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 126–150.
https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.119
Ramadhani, A., Ramadahi, M. A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan
Publik. Jurnal Publik, 11(1), 1-12.
Rustandi, F. (2021). Tantangan Tata Kelola Pemerintahan Daerah di Masa
Pandemi. Jentera. https://www.jentera.ac.id/tantangan-tata-kelola-
pemerintahan-daerah-di-masa-pandemi/
Siam, N. U., Nurhadiyanti, N., & Prasetyo, E. B. (2021). Identifikasi Pelayanan
Publik di era Work From Home (WFH). Indonesian Governance Journal :

16
Kajian Politik-Pemerintahan, 4(1), 80–90.
https://doi.org/10.24905/igj.v4i1.1821
Vyas, L., & Butakhieo, N. (2021). The impact of working from home during
COVID-19 on work and life domains: an exploratory study on Hong
Kong. Policy Design and Practice, 4(1), 59–76.
https://doi.org/10.1080/25741292.2020.1863560

17

Anda mungkin juga menyukai