Daftar Isi
Muqaddimah
Bab Mashdar
Fi’il Mudhari, Amar dan Nahi Bina Lafif Mafruq dan Maqrun
Fi’il Bina Mahmuz
Khatimah
Penutup
Muqaddimah
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Berkata sang penulis kitab setelah mengucapkan pujian pada Zat yang Maha Jalal, adalah
bershalawa kepada Nabi dan Keluarganya.
2. Hamba (penulis) yang menjadi tawanan Yang Maha Pengasih lagi Mulia, yaitu Syekh Ahmad bin
Abdurrohim.
3. Fi’il tsulasi mujarrod (fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal dan tanpa (bebas) huruf tambahan
(ziyadah ), babnya itu ada 6 yang akan diterangkan dengan tertib.
4. Apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca fathah, maka ‘ain fi’il dari fi’il mudlori’ itu bisa menjadi 3
wajah, yaitu :
5. Apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca dlomah [ ]فَ ُع َلmaka ‘ain fi’il dari fi’il mudlori’ itu hanya
dibaca dlomah saja [ ]يَ ْف ُع ُلdan apabila ‘ain fi’il dari fi’il madli itu dibaca kasroh [ ]فَ ِع َلmaka ‘ain fi’il
dari fi’il mudlori’ itu boleh dibaca fathah [ ]يَ ْف َع ُلdan kasroh []يَ ْف ِع ُل.
6. Fi’il tsulasi mujarrod yang ikut wazan [ ]فَ َع َل يَ ْف َع ُلitu disyaratkan ‘ain fi’il atau lam fi’ilnya harus
berupa salah satu huruf halqi yang 6 [ ه، خ، ح،ع، غ، ]ءdan jika tidak berupa huruf halqi maka
hukumnya syad (menyimpang dari qoidah yang telah ditentukan).
7. Fi’il ruba’i mujarrod fi’il yang huruf asalnya ada 4 dan tanpa huruf tambahan itu babnya ada satu
yaitu [ يُفَ ْعلِ ُل-]فَ ْعلَ َل, sedangkan fi’il ruba’i mulhaq mujarrod (fi’il yang huruf asalnya ada 3 dan di
tambah satu huruf untuk disamakan dengan ruba’i mujarrod) itu babnya ada 6.
8. Yaitu:
9. Fi’il tsulasi mazid (fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu menerima huruf tambahan) itu babnya
ada 14 dan terbagi menjadi 3 yang akan diterangkan pada bait berikut:
10. Yang pertama adalah fi’il tsulasi mazid ruba’i (fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu ditambah
satu huruf) adapun babnya itu ada 3 yaitu :
12. Yaitu
[ ]تَفَع ََّل – يَتَفَ َّع ُلseperti []تَ َعلَّ َم – يَتَ َعلَّ ُم
13. Yang ketiga adalah fi’il tsulasi mazid sudasi (fi’il yang terdiri dari 3 huruf asal lalu mendapat tiga
huruf tambahan) adapun babnya itu ada 6.
14. Yaitu
[ ُّ ]اف َعا َّل – يَ ْف َعالseperti [ ُّ]اِحْ َما َّر – يَحْ َمار
15. Fi’il ruba’i mazid khumasi (fi’il yang terdiri dari 4 huruf asal lalu mendapatkan tambahan satu
huruf) yang babnya ada satu yaitu : [ ]تَفَ ْعلَ َل – يَتَفَ ْعلَ ُلseperti []تدخرج – يتدخرج
16. Fi’il ruba’i mazid sudasi ( fi’il yang terdiri dari 4 huruf asal lalu mendapatkan tambahan dua
huruf ),sedangkan wazannya ada 2 yaitu:
Bab Mashdar
16. Masdar itu dibagi menjadi 2 macam yaitu: Masdar mim (masdar yang huruf pertamanya berupa
mim zaidah) dan Masdar ghoiru mim (masdar yang huruf pertamanya tidak berupa mim zaidah).
17. Sedangkan masdar ghoiru mim itu terbagi menjadi 2 bagian yaitu: Masdar ghoiru mim dari fi’il
tsulasi mujarrod itu hukumnya sama’i (ketentuan dari orang Arab dan tidak bisa disamakan dengan
wazannya) dan Masdar ghoiru mim dari selain fi’il tsulasi mujarrod (fi’il ruba’i , khumasi dan sudasi)
itu hukumnya qiyasi (bisa disamakan dengan wazannya).
18. Masdar mimnya fi’il tsulasi mujarrod dari bina’ ajwaf,shohih,mahmuj atau mudlo’af itu harus
mengikuti wazan ( َم ْف َع ٌلmim dan a’in difathah) dan
19. Apabila ikut wazan ( َم ْف ِع ٌلmim fathah, a’innya dikasrah) maka hukumnya syadz (jarang terjadi).
20. Isim zaman dan isim makannya fi’il tsulasi mujarrod dari bina’ ajwaf, shohih, mahmuz atau
mudo’af yang ‘ain mudlori’nya dibaca dlomah يَ ْف ُع ُلatau dibaca fathah يَ ْف َع ُلitu juga ikut wazan َم ْف َع ٌل,
jika a’in mudlori’nya dibaca kasroh maka isim zaman dan isim makannya ikut wazan َم ْف ِع ٌل.
21. Masdar mim, isim zaman dan isim makan dari fi’il tsulasi mujarrod yang terdiri dari bina’ naqish
dan lafif maqrun itu harus mengikuti wazan ( َم ْف َع ٌلfathah a’in fi’ilnya), dan jika dari bina’ mu’tal
mitsal atau bina’ lafif mafruq maka harus mengikuti wazan ( َم ْف ِع ٌلkasroh a’in fi’ilnya).
22. Wazannya masdar mim,isim zaman dan isim makan dari fi’il selain tsulasi mujarrod
(ruba’i,khumasi dan sudasi) itu seperti mudlori’nya ketika mabni majhul (huruf pertama didlomah
dan huruf sebelum akhir di fathah).
23. Begitu juga isim maf’ul dan isim fa’ilnya, hanya saja untuk isim fa’il itu a’in fi’ilnya (huruf
sebelum akhir) dikasroh dan huruf mudlro’ahnya diganti dengan huruf mim.
24. Akhirnya f’il madli itu dimabnikan fathah secara mutlak (fi’il tsulasi mujarrod atau ghoiru tsulasi
mujarrod),cjika tidak bertemu dengan wawu.
25. Jama’ atau dlomir rofa’ mutaharrik dan jika bertemu dengan wawu jama’ maka mabni dlom dan
bila bertemu dlomir rofa’ mutaharrik maka mabni sukun, adapun fi’il madli yang mabni ma’lum itu
huruf pertamanya harus dibaca fathah secara mutlak (fi’il tsulasi mujarrod atau ghoiru tsulasi
mujarrod).
26. Kecuali fi’il khumasi dan sudasi yang dimulai dengan hamzah washol maka huruf pertamanya
harus dibaca kasroh seperti َاِ ْمتَ َحن.
27. Hamzah washol adalah hamzah yang dibaca (ditetapkan) jika berada dipermulaan kalimah dan
tidak dibaca (dibuang) jika berada ditengah-tengah kalimah.
28. Hamzah washol tersebut berada pada : fi’il amar dan masdarnya fi’il khumasi dan sudasi,
lafadh َألْ َأ ْي ُمن, fi’il amarnya tsulasi mujarrod yang huruf kedua dari mudlori’nya mati (sukun) seperti
ْاِحْ هَر.
30. Lafadh استdan اسم, semua hamzah washol itu harus dibaca kasroh kecuali hamzah yang
berada pada lafadh ْ الdan ُأ ْي ُمنmaka harus dibaca fathah.
31. Hamzah yang berada pada fi’il amar dari fi’il tsulasi mujarrod yang ikut wazan ْ( ُأ ْفعُلa’in fi’ilnya
domah) yang a’in fi’il mudlori’nya didlomah dan yang bertempat pada fi’il khumasi dan sudasi yang
dimabnikan majhul itu harus dibaca dlomah seperti َ ُأ ْمتُ ِحن،اُ ْستُ ْخ ِر َج.
32. Fi’il madli mabni majhul itu huruf yang pertama didlomah dan huruf sebelum akhir dikasroh.
33. Tandanya fi’il mudlori’ adalah dimulai dengan huruf mudloro’ah yang dikumpulkan dalam lafadh
( نَْأتِيnun, hamzah, ta’, ya’) dengan ketentuan menunjukkan arti yang telah masyhur (populer).
34. Fi’il mudlori’ mabni ma’lum itu huruf mudloro’ahnya ( )نَْأتِيitu harus dibaca fathah, kecuali fi’il
ruba’i maka huruf mudloro’ahnya dibaca dlomah.
35. Huruf sebelum akhir dari fi’il mudlori’ mabni ma’lum selain tsulasi mujarrod (ruba’i,khumasi dan
sudasi) itu harus dibaca kasroh.
36. Kecuali fi’il yang ikut wazan تَفَاع ََل، تَفَع ََّلdan تَفَ ْعلَ َل, maka huruf sebelum akhir harus dibaca fathah.
37. Fi’il mudlori’ mabni majhul itu huruf mudloro’ahnya ( ) نَْأتِيharus dibaca dlomah dan huruf
sebelum akhir dibaca fathah.
38. Akhirnya fi’il mudlori’ itu dii’robi menurut kebutuhan amil yang masuk pada fi’il tersebut yaitu
wajib dibaca rofa’ jika sunyi dari amil nawashib dan jawazim dan jika kemasukan amil jawazim
maka harus dibaca jazm.
39. Fi’il mudlori’ yang dimasuki lam amar itu disebut amar ghoib,sedangkan jika dimasuki la nahi
maka disebut fi’il nahi.
40. Akhirnya fi’il mudlori’ yang kemasukan lam amar atau la nahi itu harus disukun jika berupa
huruf shoheh seperti ْ لِتَ ِملdan ْال تَ ِمل, jika akhirnya berupa huruf ilat maka huruf ilatnya harus dibuang
َ لِيَ ْخ، لِيَ ْغ ُز، لِيَرْ ِمdan ش
seperti ش َ ال ت َْخ, dan jika berupa af’alul khomsah maka nunnya harus dibuang
ُ لِيَ ْن,sedangkan nun jama’ inats itu harus ditetapkan seperti َ لِتَ ْنصُرْ ن، َلِيَ ْنصُرْ ن
seperti صرُوْ ا
41. Cara membuat amar hadir adalah dengan mendatangkan fi’il mudlori’ lalu huruf mudloro’ahnya
dibuang kemudian bila huruf yang berada setelah huruf mudloro’ah itu mati, maka harus
mendatangkan hamzah washol seperti ْ اِ ْستَ ْغفِر، اِ ْنطَلِ ْق، اِ ْعلَ ْم، ْ اِضْ ِرب، ْ اُ ْنصُرdan jika setelah huruf
mudloro’ah berupa huruf yang berharokat (hidup), maka harus ditetapkan tanpa mendatangkan
hamzah washol seperti ِع ْد،قُ ْم.
42. Adapun akhirnya fi’il amar hadlir itu dimabnikan menurut fi’il mudlori’nya ketika tingkah jazm
Bab Bentuk Isim Fa’il
43. Isim fa’il tsulasi mujarrod yang fi’ilnya ikut wazan ( فَ ِع َلa’in fi’il dikasroh) yang muta’adi atau ikut
wazan ( فَ َع َلa’in fi’il difathah) baik muta’adi atau lazim itu ikut wazan اع ٌل
ِ َ فseperti َعلِ َمisim fa’ilnya عَالِ ٌم
dan lafadh َع َز َمisim fa’ilnya َاز ٌم
ِ ع.
44. Fi’il tsulasi mujarrod yang ikut wazan ( فَ ُع َلa’in fi’il didlomah) itu isim fa’ilnya ikut wazan فَ ْع ٌلatau
َ isim fa’ilnya ض ْخ ٌم
فَ ِع ْي ٌلseperti ض ُح َم َ , atau َ ظَرُفisim fa’ilnya ْف
ٌ ظَ ِري, dan jika tidak mengikuti salah satu
dari wazan tersebut maka hukumnya nadir (langka) seperti ,ع ٌ َش ُج َع فهو ُش َجا، َاع ٌم
ِ نَ ُع َم فهو ن, َحسُنَ فهو َح َس ٌن
بَطُ َل فهو َأ ْبطَ ُل، طَه َُر فهو طَا ِه ٌر
45. Fi’il tsulasi mujarrod yang ikut wazan فَ ِع َلyang lazim itu isim fa’ilnya itu mengikuti salah satu
dari 3 wazan yaitu : فَ ِع َل, اَ ْف َع َل, ُ فَ ْعالَنseperti ش ْ ع, اَحْ َم ُر فهو َح ِم َر, فَ ِر ٌح فهو فَ ِر َحdan jika tidak
َ َطشَانُ فهو َع ِط
mengikuti salah satu dari wazan tersebut maka hukumnya sama’i seperti َسالِ ٌم فهو َسلِ َم.
46. Wazannya isim maf’ul dari tsulasi mujarrod itu ada 2 yaitu : َم ْفعُوْ ٌلseperti َم ْنصُوْ ٌرdan فَ ِع ْي ٌلseperti
قَتِ ْي ٌل
47. Wazannya shighot mubalaghoh atau shighot katsroh itu ada 5 yaitu :
49. 3 bentuk menunjukkan arti ghoib 3 bentuk menunjukkan arti ghoibah 3 bentuk menunjukkan arti
mukhotob 3 bentuk menunjukkan arti mukhothobah
50. Dan2 bentuk menunjukkan arti muttakalim, sedangkan fi’il amar dan fi’il nahi yang mabni
ma’lum itu tidak ada waqi’ muttakalimnya (hanya bisa ditashrif menjadi 12 wajah)
51. Isim fa’il dari tsulasi mujarrod itu bisa ditashrif menjadi 10 wajah :
َاعلُوْ ن
ِ َ فuntuk jamak mudzakar
52. Lanjutannya
53. Lanjutannya
54. Isim maf’ul dari fi’il tsulasi mujarrod itu bisa ditashrif menjadi 7 wajah dengan perincian yaitu:
55. Lanjutannya
56. Fi’il amar dan fi’il nahi baik hadlir atau ghoib yang mabni ma’lum atau majhul itu bisa diberi nun
taukid tsaqilah (yang ditasydid) atau nun taukid khofifah (yang disukun),namun untuk amar dan nahi
yang tasniyah dan jama’ inats itu tidak boleh bertemu dengan nun taukid khofifah seperti ,لِيَ ْنص َُر َّن
ُ اُ ْن,ص َر َّن
ُ اَل تَ ْن,ص َر ْن
ص َر ْن ُ اُ ْن
ُ اَل تَ ْن, اَل يَ ْنص َُر َّن,ص َر َّن
57. Fi’il tsulasi mujarrod yang lazim itu bisa dijadikan muta’adi dengan 3 cara yaitu:
59. Fi’il tsulasi mazid ruba’i yang ikut wazan فَا َع َلitu yang banyak berfaidah ُمشَا َر َك ْة بَ ْينَ ْاثنَ ْي ِن
(musyarokah bainas naini) seperti ب َز ْي ٌد َع ْمرًا َ dan sedikit yang tidak berfaidah ُمشَا َر َك ْة بَ ْينَ ْاثنَ ْي ِن
َ ضا َر
(musyarokah bainas naini) seperti قَات ََل ْااِل لَهُ َز ْيدًا
60. Fi’il yang ikut wazan تَفَاع ََلitu yang banyak ( ُمشَا َر َك ْة بَ ْينَ ْاثنَ ْي ِن فَا َ ْكثَ َرsatu pekerjaan yang dilakukan
oleh oleh dua orang atau lebih) seperti َصالَ َح ْالقَوْ ُم
َ ت, ب زَ ْي ٌد َع ْمر ٌَوبَ ْك ٌر َ ار
َ ض ْ ِا
َ َ تdan terkadang berfaidah ظهَا ُر
ْس فِى ْال َواقِ ِع
َ ( َما لَيmenampakkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi atau pura-pura) seperti ض َ تَ َم
َ ار
زَ ْي ٌد
61. Fi’il tsulasi mazid khumasi yang ikut wazan اِ ْفتَ َع َلitu apabila fa’ fi’ilnya itu berupa huruf ithbaq
(shod,dlod,tho’ dan dho’) maka ta’ اِ ْفتَ َع َلnya harus diganti dengan tho’ seperti ططَهَ َرْ ِ اِصْ طَبَ َر ا,ب
َ اِضْ طَ َر,
ْ ِ اasalnya طتَهَ َر
dan ظظَهَ َر ْ ِ اِصْ تَبَ َر ا,ب ْ ِا.
َ اِضْ تَ َر, dan ظتَهَ َر
62. Fi’il yang ikut wazan اِ ْفتَ َع َلjika fa’ fi’ilnya (ز,ذ, ( )دmaka ta’ اِ ْفتَ َع َلnya harus diganti dengan dal
seperti اِ َّدعَى, اِ ْذ َد َك َر, اِ ْز َد َج َرasalnya اِ ْدتَ َعى, اِ ْذتَ َك َر, اِ ْزت ََج َر
63. Dan jika fi’il yang ikut wazan اِ ْفتَ َع َلitu fa’ fi’ilnya berupa ( ي,و, )ثyang mati maka fa’ fi’ilnya
harus diganti dengan ta’ kemudian ta’ tersebut harus diidghomkan pada ta’ ifti’alnya seperti اِتَّ َس َر,اِثَّ َغ َر
َ َاِوْ ت,اِ ْيتَ َس َر,اِ ْثتَ َغ َر
َ َّاِت, asalnya ص َل
ص َل
64. Huruf zaidah ( tambahan ) itu ada 10 yaitu أ,و,ي,س,ا, هـ,ل,ت,ن,( مhamzah,wawu,ya’,
sin,alif,ha’,lam,ta’,nun dan mim) yang terkumpul dalam lafadh اُ َويْسا ً هَلْ تَنَ ْمdengan syarat berada
pada kalimah yang huruf asalnya ada 3 atau lebih dan kalimah tersebut sudah mempunyai makna
yang sempurna sebelum dimasuki huruf ziyadah tersebut seperti اَ ْك َر َم,قَاتَ َل,اِ ْن َك َس َر.
65. Fi’il ruba’i baik ruba’i mujarrod ,ruba’i mulhaq atau tsulasi mazid ruba’i itu yang banyak adalah
muta’adi kecuali yang ikut wazan فَ ْعلَ َلmaka yang banyak adalah lazim seperti َدرْ بَ َج َز ْي ٌد.
66. Semua fi’il khumasi baik tsulasi mazid khumasi atau ruba’i mazid khumasi itu yang banyak
berlaku lazim kecuali yang ikut اِ ْفتَ َع َل, تَفَ َّع َلdan تَفَا َع َلmaka ada yang lazim dan muta’adi
67. Begitu juga berlaku lazim semua fi’il sudasi baik tsulasi mazid sudasi atau ruba’i mazid sudasi
kecuali yang ikut wazan اِ ْستَ ْف َع َلmaka ada yang muta’adi dan ada yang lazim serta dikecualikan lagi
lafadh اِس َْر ْندَىyang menunjukkan arti ب
َ َ ( َغلmengalahkan ) dan lafadh اِ ْغ َر ْندَىyang menunjukkan arti
( قَهَ َرmemaksa ) maka harus dimuta’adikan maf’ul satu
( تعديةTa’diyah)
( صيرورةShoiruroh)
( كثرةKatsroh)
69. Lanjutannya
( حينونةHaenunah)
( ازالةIzalah)
( وجدانWijdan )
( تعريضTa’ridl)
(طلبTholab )
(صيرورةShoiruroh)
(وجدانWijdan )
71. Lanjutannya
(اعتقادI’tiqod )
( تسليمTaslim )
( سؤالSu’al )
72. Huruf-huruf yang terdapat dalam ( واىwaw, alif, ya’) itu dalam istilah shorof disebut :
Huruf (علّةilat )
Huruf (لينlen )
Huruf (مدmad )
Huruf (زيادةziyadah )
73. Setiap fi’il madli yang fa’ fi’ilnya berupa salah satu dari huruf-huruf tersebut ( ) واىitu disebut
fi’il bina’ mu’tal, kalau berupa wawu maka disebut fi’il bina’ mu’tal fa’ wawi seperti ض َح
َ َوdan kalau
berupa ya’ maka disebut fi’il bina’ mu’tal fa’ ya’i seperti يَ َس َر
74. Fi’il bina’ naqish adalah tiap-tiap fi’il yang lam fi’ilnya (huruf akhir) berupa huruf ilat ( )واىkalau
berupa huruf ilat wawu disebut fi’il bina’ naqish wawi seperti َغ َزاasalnya َغ َز َو, kalau berupa huruf
ilat ya’ disebut fi’il bina’ naqish ya’i seperti َمشَىasalnya َى
َ َمش,sedangkan fi’il bina’ ajwaf adalah
tiap-tiap fi’il yang a’in fi’ilnya (huruf tengah) berupa huruf ilat ( )واىkalau berupa huruf ilat wawu
disebut fi’il bina’ ajwaf wawi seperti قَا َلasalnya قَ َو َل, kalau berupa huruf ilat ya’ disebut fi’il bina’
ajwaf ya’i seperti بَا َعasalnya بَيَ َع.
75. Fi’il madli yang a’in dan lam fi’ilnya berupa huruf ilat itu disebut fi’il bina’ lafif maqrun seperti,
َ قَ ِو.
ي َش َوى
76. Sedangkan apabila fa’ fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf ilat itu disebut fi’il bina’ lafif mafruq
seperti َوقَى, َوفَى.
77. Apabila ada fi’il yang a’in dan lam fi’ilnya terdiri dari huruf sejenis maka huruf yang pertama
harus diidghomkan pada huruf yang kedua ( diganti dengan tasydid ) dan disebut fi’il bina’
mudlo’af.
78. Fi’il bina’ mahmuz adalah tiap-tiap fi’il madli yang fa’a’in dan lam fi’ilnya berupa hamzah kalau
fa’ fi’ilnya berupa hamzah maka disebut mahmuj fa’ , kalau a’in fi’ilnya berupa hamzah maka
disebut mahmuj a’in, dan kalau lam fi’ilnya berupa hamzah maka disebut mahmuj lam seperti َسَأ,قَ َرَأ
َأفَ َل, َل.
79. Selain bina’ tersebut diatas (mitsal,ajwaf,naqish,lafif,mahmuj dan mudlo’af ) itu disebut bina’
shohih yaitu tiap-tiap fi’il madli yang fa’a’in dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf ilat, tidak berupa
hamzah serta a’in dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf yang sejenis seperti ب َ ,فَت ََح, َغفَ َر.
َ ض َر
80. Kalau ada wawu atau ya’ yang hidup berada setelah harokat fathah maka harus diganti dengan
alif seperti غَزَ ا, َكفَىasalnya َغ َز َو, َكفَ َى.
81. Fi’il bina’ naqish wawi dan ya’i yang bertemu dengan wau jama’ atau ta’ ta’nits sakinah, maka
alif yang gantian dari wawu atau ya’ harus dibuang karena bertemu dua huruf yang mati seperti
ْ َغ َز َووْ ا غasalnya ات
َغ َزوْ اasalnya َغ َزاوْ اdari ,َزَت ْ َغ َزdari ت
ْ َزَو
َ غ, َغ َزتَاasalnya َغ َزاتَاdari َزَوتَا
َ غ.
82. Fi’il bina’ naqish tersebut baik wawi atau ya’i jika bertemu dengan nun jama’ inats ,alif tasniyah
dan dlomir (muttakalim,mukhotob atau mukhotobah) maka wawu atau ya’ tersebut itu tidak diganti
ِ ُ َر َمي/ ت
alif seperti ْت ِ ُ ْ َغ َزو, َ َر َميا/ َغ َز َوا, َ َر َم ْين/ َغَزَ وْ ن.
83. Wawu dan ya’ yang hidup berada pada fi’il bina’ ajwaf serta berada setelah harokat fathah itu
َ َق,َال
seperti yang berada pada fi’il bina’ naqish yakni harus diganti alif seperti ال َ كasalnya قَ َو َل,َكيَ َل
84. Fi’il bina’ ajwaf itu apabila disandarkan pada nun jama’ inats maka alifnya yang gantian dari
wawu atau ya’ itu harus dibuang sebagaimana alifnya fi’il bina’ naqish ketika disandarkan ( bertemu
) dengan ta’ ta’nits sakinah kemudian fa’ fi’il bina’ ajwaf tersebut didlomah jika berupa ajwaf wawi
seperti َ قُمْنasalnya َ قَ َومْنdan dikasroh jika berupa bina’ ajwaf yai seperti َ ِسرْ نasalnya ََسيَرْ ن
85. Kalau ada ya’ mati atau hidup berada setelah harokat kasroh maka harus ditetapkan ( tidak
ُ َشي
diganti dengan alif ) seperti ُ َخ ِش َى ُم َح َّم ٌد َربَّه,ْت َربِّى ِ خ
86. Kalau ya’ tersebut mati dan berada setelah harokat dlomah maka harus diganti dengan wawu
seperti يُوْ ِس ُر, ُ يُوْ قِنasalnya يُ ْي ِس ُر, ُيُ ْيقِن
87. Apabila ada wawu mati yang berada setelah harokat kasroh maka harus diganti dengan ya’
seperti ِج ْي َرasalnya ِجوْ َر
88. Apabila ada wawu hidup menjadi lam fi’il yang berada setelah harokat kasroh maka harus
diganti dengan ya’ seperti َغبِ َىasalnya َغبِ َو
89. Apabila ada wawu atau ya’ hidup sedangkan huruf sebelumnya berupa huruf shohih yang mati
maka harokatnya wawu atau ya’ tersebut harus dipindahkan pada huruf shohih yang mati
tersebut,kemudian kalau yang dipindah itu harokat fathah maka wawu atau ya’ tersebut harus
diganti dengan alif.
90. Seperti يَقُوْ ُل يَ ِك ْي ُل, asalnya يَ ْق ُو ُل, يَ ْكيِ ُلdan ُيَخَافُ يَهَاب, asalnya ُيَ ْخ َوفُ يَ ْهيَب,
91. Apabila ada wawu atau ya’ berharokat dlomah yang dibaca rofa’ dan berada diakhir fi’il
mudlori’ (menjadi lam fi’il) maka harus disukun karena dianggap beratnya dlomah pada wawu atau
ya’ tersebut.
92. Seperti ْ يَ ْعفُو, يَرْ ِمى يَ ْخشَى, asalnya يَ ْعفُ ُو, يَرْ ِم ُى يَ ْخ َش ُى,
93. Fi’il mudlori’ yang akhirnya (lam fi’il) berupa wawu atau ya’ itu apabila bertemu dengan wawu
jama’ atau ya mu’anats mukhothobah maka wawu atau ya’ tersebut harus dibuang seperti , َتَ ْغ ِز ْين
َيَ ْغ ُزوْ ن, َ يَ ْم ُشوْ نdan َ تَ ْم ِش ْينasalnya َيَ ْغ ُزوُوْ ن, َ يَ ْم ِشيُوْ ن, َ تَ ْغ ُز ِو ْينdan َتَ ْم ِشيِ ْين. Sedangkan jika bertemu dengan alif
tasniyah maka tidak boleh dibuang akan tetapi harus diharokati fathah seperti seperti َيَ ْغ ُز َوان, َيَ ْم ِشيَان
94. Apabila wawu atau ya’ nya isim fa’il dari bina’ ajwaf yang berada setelah alif zaidah
( tambahan ) maka harus diganti dengan hamzah seperti نَاِئ ٌم, َساِئ ٌر, قَاِئ ٌلasalnya َاو ٌم ِ َق.
ِ ن, َسايِ ٌر,او ٌل
95. Ya’nya isim fa’il dari bina’ naqish yang tidak dibaca nashob (dibaca rofa’ atau jer) dan tidak
bersamaan dengan al ( ْ )اَلitu harus dibuang seperti َر ٍام, َاز ُ ْ َم َرر, َاز
ٍ غasalnya , ت ُ ْ َرا ِم ٌى َم َرر, َاز ٌو
ٍ ت بِغ ِ غ
ُ ْ َم َرر, َاز ٍو
بِ َر ٍامasalnya ت بِ َرا ِم ٍى ُ ْ َم َرر.
ِ ت بِغ
Adapun jika dibaca nashob atau bersamaan dengan al maka harus ditetapkan seperti َجا َء,َجا َء الرَّا ِمى
ُ َراَي, َازيًا
ْت َرا ِميًا ِ ْالغ
ُ َراَي, َازى
ِ ْت غ
96. Harokatnya wawu atau ya’ isim maf’ul dari bina’ ajwaf itu harus dipindahkan pada huruf shohih
yang mati sebelumnya untuk meringankan, maka huruf shohih tersebut dikasroh jika yang dibuang
itu huruf ya’, lalu maf’ulnya dibuang karena bertemunya dua huruf yang mati dalam satu kalimah
seperti َم ِك ْي ٌلasalnya َم ْكيُوْ ٌل
97. Apabila ada dua wawu atau dua ya’ yang berkumpul pada isim maf’ulnya bina’ naqish,
sedangkan huruf yang pertama mati dan yang kedua maka huruf yang pertama harus diidghomkan
pada huruf yang kedua seperti َم ْغ ُز ٌّوdan َم ْخ ِش ٌّىasalnya َم ْغ ُزوْ ٌوdan َم ْخ ِش ْى ٌي.
98. Harokatnya wawu atau ya’ dalam fi’il amar hadlir dari bina’ ajwaf itu harus dipindah pada huruf
shohih sebelumnya yang mati,lalu wawu atau ya’ yang mati tersebut dibuang karena berkumpulnya
dua huruf yang mati dalam satu kalimah seperti ْ لِيَقُلdan ْ لِيَ ِملasalnya ْ لِيَ ْق ُولdan ْلِيَ ْميِل
99. Begitu juga harokatnya wawu atau ya’ pada fi’il amar hadlir dari fi’il bina’ ajwaf itu harus
dipindah pada huruf shohih sebelumnya yang mati dengan membuang hamzah washol karena
sudah tidak dibutuhkan lagi , lalu wawu atau ya’ tersebut yang menjadi a’in fi’il harus dibuang
karena bertemunya dua huruf yang mati dalam satu kalimah seperti ْ قُلasalnya ْاُ ْق ُول
100. Wawu atau ya’ yang dibuang dalam fi’il amar hadlir dan amar ghoib dari bina’ ajwaf tersebut
harus dikembalikan lagi jika menunjukkan tasniyah atau jama’ mudzakar seperti َقُوْ ال,قُوْ لُوْ ا,َلِيَقُوْ ال,لِيَقُوْ لُوْ ا.
Sedangkan wawu, ya’ atau alif yang menjadi huruf akhir fi’il amar hadlir atau amar ghoib dari fi’il
bina’ naqish mufrod itu harus dibuang seperti لِيَ ْغ ُز لِيَرْ ِم, danش َ لِيَ ْخasalnya لِيَ ْغ ُزوْ لِيَرْ ِمى, dan لِيَ ْخشَى
( Ghoib ) اُ ْغ ُز اِرْ ِم,danش
َ اِ ْخasalnya اُ ْغ ُزوْ اِرْ ِمى,danاِ ْخشَى.
101. Dan dibuang juga Fa’ fi’ilnya fi’il bina’ mu’tal mitsal wawi pada fi’il mudlori’,amar atau nahi
(hadlir atau ghoib) dari bab َب َو َع َد َ َو ِرyaitu ikut wazan فَ َع َل-يَ ْف َع ُل
َ َوه, dan ث
102. فَ َع َل- يَ ْف ِع ُلdan فَ ِع َل- يَ ْف ِع ُلitu harus dibuang juga bab َو ِس َعyaitu yang ikut wazan فَ ِع َل- يَ ْف ِع ُلakan
tetapi sedikit.
Fi’il Mudhari, Amar dan Nahi Bina Lafif Mafruq dan Maqrun
103. Lam fi’ilnya (huruf akhir) fi’il mudlori’ yang dijazmkan, fi’il amar dan fi’il nahi dari bina’ lafif
maqrun atau lafif mafruq itu seperti lam fi’ilnya fi’il bina’ naqish yaitu harus dibuang seperti ط ِو ْ َلَ ْم ي
ْ ِا, dan َط ِو
ط ِو ْ الَتasalnya ط ِوى
ْ ِط ِوى ا
ْ َلَ ْم ي, dan َط ِو
ْ ( ى الَتLafif maqrun), ق ِ َلَ ْم ي, dan َق
ِ ق ِ الَتasalnya لم يَقِى اِوْ قِى,
dan ( الَتَقِىLafif maqrun)
104. A’in fi’ilnya bina’ lafif maqrun itu seperti a’in fi’ilnya bina’ shohih yaitu tidak dirubah dan tidak
dibuang seperti اِ ْش ِو,( لَ ْم يَ ْش ِوlafif maqrun) sebagaimana ْاِضْ ِرب, ْ( الَيَضْ ِربbina’ Shohih) Sedangkan fa’
fi’ilnya bina’ lafif mafruq itu hukumnya seperti fa’ fi’ilnya bina’ mu’tal mitsal wawi yakni harus
dibuang pada fi’il mudlori’, fi’il amar dan fi’il nahi yang ikut wazan يَ ْف ِع ُل – فَ ِع َل, فَ َع َل- يَ ْف َع ُل, فَ َع َل-يَ ْف ِع ُل
seperti َوقَى- يَقِى, َولَى- يَلِى, ق ُ ( يَ ِمlafif Mafruq) ض َع
َ َو ِم-ق َ َ ي, َو َع َد- يَ ِع ُد, ث
َ َو-ض ُع ُ ( يَ ِرMitsal wawi)
َ َو ِر-ث
sedangkan yang ikut wazan فَ ِع َل- يَ ْف َع ُلmaka tidak dibuang seperti َو ِج َى- يَوْ َجىsebagaimana َو ِج َل-يَوْ َج ُل
(bina’ Shohih).
105. Tashrifannya fi’il amar hadlir dari bina’ lafif mafruq ialah قِ ْه,قِيَا, ْقُو,قِى,قِيَا, َ قِ ْينyakni hamzah washol
dan fa’ fi’ilnya fi’il amar hadlir dari bina’ mitsal wawi yang ikut wazan , فَ ِع َل- فَ َع َل يَ ْف ِع ُل- يَ ْف َع ُل, فَ َع َل-يَ ْف ِع ُل
perinciannya sebagai berikut ( (للمثنى المذكر والمؤنث) قِيَا )للمفرد المذكر, ْ (لجمع المذكر) قُو, ق
ِ )قِ ْه (للمفردة المؤنث
َ(لجمع المؤنث) قِ ْين,
106. Apabila ada lafadh yang a’in dan lam fi’ilnya berupa huruf yang sama,sedangkan huruf yang
pertama mati dan yang kedua hidup atau hidup keduanya maka huruf yang pertama harus
diidghomkan pada huruf yang kedua seperti َم َّدdan َم ٌّدasalnya َم َد َدdanَم ْد ٌد
107.Akan tetapi kalau a’in fi’ilnya yang hidup sedangkan lam fi’ilnya mati maka tidak boleh
diidghomkan yakni harus dibaca idhar seperti ت ْال َح ْب َل
ُ َم َد ْدdan َم َد ْدنَ ْال َحب َْلdan apabila matinya lam
fi’ilnya tersebut (huruf yang kedua) karena jazm baik untuk fi’il amar atau fi’il mudlori’ yang
dijazemkan maka boleh idghom dan boleh idhar ْ لَ ْم يَ ْف ِرر/ , اُ ْم ُد ْد لَ ْم يَفِ َّر/ ُم َّد
108. Hamzahnya fi’il bina’ mahmuz itu apabila mati (disukun) maka boleh diganti huruf mad yang
sesuai dengan harokat huruf sebelumnya yaitu kalau harokat huruf sebelumnya fathah maka
hamzah tersebut diganti alif
109. Kalau dlomah maka hamzah tersebut diganti wawu dan kalau kasroh maka hamzah diganti
dengan ya’ dan juga boleh ditetapkan (tidak diganti) seperti َيَا ُك ُل يُوْ ِمنُوْ ن, dan ِإ ْي َذ ْنasalnya َيَْأ ُك ُل يُْؤ ِمنُوْ ن,
dan ِإْئ َذ ْن
110. Apabila hamzah fi’il bina’ mahmuz tersebut hidup dan huruf sebelumnya juga hidup maka
tidak boleh diganti huruf mad seperti قَ َرَأdan َسَأ َلakan tetapi kalau huruf sebelumnya mati maka
hamzah boleh diganti huruf mad dan boleh ditetapkan seperti ْ َسلdan اِ ْسَأ َل
111. Membuang hamzahnya fi’il bina’ mahmuz yang berada pada fi’il amar seperti lafadh ْ ُخ ْذ ُمر,
dan ْ ُكلitu hukumnya syadz yaitu tidak sesuai dengan qoidah yang berlaku, adapun tashrifannya fi’il
selain fi’il bina’ shohih sebagaimana bina’ mitsal, ajwaf, naqish, mahmuz, mudo’af dan lafif itu
seperti tasyrifannya bina’ shohih.
Khatimah
112. Kami telah sempurna dan selesai menyusun nadhom al maqshud dalam ilmu shorof, kami
selaku pengarang yang masih muda usianya mohon ma’af kepada Yang Maha Pemurah atas
kekurangan pada kitab ini
113. Saya memuji kepada kehadirat Alloh SWT,seraya membaca sholawat dan salam kepada nabi
Muhammad SAW, keluarga serta orang-orang yang membaca kitab ini.
Penutup
Jika Anda ingin mendapatkan syarah (penjelasan) dari nadzom maqsud ini, ada beberapa kitab
yang dapat Anda jadikan sebagai referensi. Kitab-kitab tersebut antara lain:
Sumber: www.alkhairat.org