MODUL PERKULIAHAN
Psikologi SDM
Kepribadian
Abstrak Sub-CPMK
08
Ekonomi dan Bisnis Manajemen P312120003 Hamdan, SE, MM
Pembahasan
Kepribadian Individu
Setiap individu memiliki sifat yang unik. Satu orang dengan orang yang lain memiliki
kepribadian yang berbeda. Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap
seseorang untuk bertindak, berpikir, merasakan, cara berhubungan dengan orang lain,
dan cara seseorang menghadapi masalah. Kepribadian sendiri terbentuk melalui proses
sosialisasi yang panjang sejak kita dilahirkan. Kepribadian mencakup kebiasaan, sikap,
dan sifat seseorang yang bisa berubah dan berkembang seiring proses sosialisasi yang
dilakukan individu tersebut.
Kepribadian ialah ciri watak seorang individu yang konsisten, yang memberikan
kepadanya suatu identitas sebagai individu yang mandiri. Kepribadian merupakan
organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku
individu. Kepribadian memcakup kebiasaan, sikap, dan sifat khas lain yang dimiliki oleh
seseorang.
Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara
umum yang tercermin dari ucapan dan perbuatannya. Kepribadian adalah corak
kebiasaan yang terhimpun dalam diri dan digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan
diri terhadap segala rangsangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
1. Pengertian Kepribadian
Menurut Yinger, kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu
dengan sistem kecendrungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi
dalam masyarakat sosial.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian terbentuk oleh tiga kekuatan, yaitu id, super-ego,
dan ego. Id berisi dorongan-dorongan primitive yang belum dipengaruhi oleh
kebudayaan, seperti dorongan seks, agresi, amarah, dan yang bersifat traumatik. Id
umumnya berada di bawah alam ketidaksadaran, sehingga kemunculannya sukar
dikendalikan. Superego (akal sehat) berisi dorongan-dorongan untuk berbuat baik
sebagai hasil belajar terhadap lingkungan alam dan kebudayaan. Superego berfungsi
sebagai penyaring dan pengawas Id. Sementara ego merupakan sistem energy yang
langsung berhubungan dengan dunia luar. Disinilah lingkungan mengambil peranan
dalam mempengaruhi kepribadian seseorang.
2. Tipologi Kepribadian
Pada tahap ini anak telah memiliki kemampuan untuk meniru secara
sempurna. Hal ini diwujudkan dalam peniruan terhadap orang lain, seperti
sebagai polisi, dokter, guru, dan lain-lain. Melalui permainan tersebut anak
mulai mengenal siapakah dirinya sendiri dan orang lain.
(3) Game Stage (Tahap Bermain Peran) : Pada tahap ini anak mulai memerankan
status dirinya secara langsung dengan penuh kesadaran. Bahkan anak mampu
(4) Generalized Stage (Tahap Penerimaan Norma Kolektif) : Pada tahap ini seseorang
sudah mempunyai kedewasaan penuh dalam bersikap. Seseorang mampu bekerja
sama serta menjalin interaksi antaranggota masyarakat. Pada tahap ini sifat-sifat
yang khas dalam diri seseorang semakin stabil dan teguh, sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh lingkungan sekitar.
3) Teori Konvergensi
Teori ini diuangkapkan pertama kali oleh William Stern, seorang psikolog dari
Jerman. Menurutnya kepribadian merupakan perpaduan antara pembawaan
(faktor internal) dan pengalaman (faktor eksternal). Pembawaan bersumber
dari individu, seperti kecerdasan, bakat, minat, kemauan, dan lain-lain.
Pengalaman bersumber dari pergaulan, pendidikan, pengaruh lingkungan,
nilai-nilai sosial, dan lain-lain.
Gagasan pokok teori ini adalah bahwa masyarakat atau lingkungan sosial selamanya
akan mengalami konflik dengan kedirian dan selamanya menghalangi seseorang untuk
mencapai kesenangannya. Masyarakat selalu menghambat pengungkapan agresi, nafsu
seksual, dan dorongan-dorongan lainnya atau dengan kata lain, id selalu berperang
dengan superego . Id biasanya ditekan tetapi sewaktu-waktu ia akan lepas menantang
superego, sehingga menyebabkan beban rasa bersalah yang sulit dipikul oleh diri.
Kecemasan yang mencekam diri seseorang itu dapat diukur dengan bertitik tolak pada
jauhnya superego berkuasa terhadap id dan ego . Dengan cara demikian, Freud
menekankan aspek-aspek tekanan jiwa dan frustasi sebagai akibat hidup berkelompok.
Untuk menyalurkan dorongan primitif yang tidak dibenarkan oleh superego, maka ego
mengembangkan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism). Menurut Freud, ada
9 mekanisme pertahanan diri dalam diri individu, yaitu sebagai berikut.
• Repression (represi). Pengalaman yang menyakitkan akan ditekan ke alam
ketidaksadaran.
• Reaction formation (pembentukan reaksi). Individu bereaksi sebaliknya dari yang
diinginkan agar tidak melanggar norma-norma.
Warisan biologis biasanya berupa bawaan dari ibu, bapak, kakek, dan nenek, seperti
IQ, bakat seseorang, intelegensi, dan sifat-sifat yang khas. Warisan biologis dapat
berkembang dalam lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial
seseorang mempengaruhi perkembangan warisan biologisnya.
a. Sifat Dasar
b. Lingkungan Prenatal
c. Perbedaan Individual yaitu perbedaan individu merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi proses sosialisasi sejak lahir. Anak tumbuh dan berkembang sebagai
individu yang unik, berbeda dengan individu lainnya, dan bersikap selektif terhadap
pengaruh dari lingkungan.
d. Lingkungan yaitu lingkungan meliputi segala kondisi yang ada di sekeliling individu
yang memengaruhi proses sosialisasinya. Proses sosialisasi individu tersebut akan
berpengaruh pada kepribadiannya.
e. Motivasi adalah dorongan-dorongan, baik yang datang dari dalam maupun luar
individu sehingga menggerakkan individu untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
Dorongandorongan inilah yang akan membentuk kepribadian individu sebagai warna
dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut ahli sosiolog Roucek dan Warren dari Amerika menyatakan ada tiga
faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian seorang individu.
1. Faktor biologis atau fisik, bila seseorang mempunyai kekurangan dalam dirinya
/ cacat fisik maka akan rendah diri, pemalu, sukar bergaul, dan sebagainya
sehingga akan mempengaruhi pembentukan kepribadian.
1. Unsur Pengetahuan : pola pikir yang rasional tentang suatu hal atau
pengamatan secara intensif dan terfokus yang terekam dalam otak dan
bertahap diungkapkan kembali dalam bentuk perilaku.
2. Unsur Perasaan : baik yang bersifat positif maupun negatif, perasaan bersifat
subyektif karena adanya unsur penilaian. Perasaan mengisi penuh kesadaran
manusia tiap saat dalam hidupnya.
3. Naluri : dorongan naluri adalah kemauan yang sudah ada di setiap diri
manusia (kodrati). Beberapa dorongan naluri manusia adalah :
a) Dorongan untuk mempertahankan hidup
b) Dorongan seksual
c) Dorongan untuk mencari makan
d) Dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan sesama
e) Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya
f) Dorongan untuk berbakti
g) Memenuhi rasa aman dan damai .
Manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki keunikan tersendiri yang
berbeda dengan individu-individu lainnya, baik inteligensi, bakat, minat, sifat-sifat,
maupun kemauan dan perasaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia bergaul dan
Secara biologic fisiologis, manusia mungkin dapat mempertahankan dirinya pada tingkat
kehidupan vegetatif. Tetapi hati nurani dan cita-cita pribadi tidak mungkin dapat terbentuk
dan berkembang tanpa pergaulan dengan manusia-manusia lain. Tanpa pergaulan sosial,
maka kepribadian manusia tidak akan dapat berkembang sebagai manusia seutuhnya
atau sebagai manusia yang beradab. Dalam proses sosialisasi inilah manusia dapat
merealisasikan segala potensinya dalam kehidupan masyarakat. Tanpa sosialisasi dan
komunikasi sosial maka individu tidak akan dapat mengaktualisasikan seluruh potensi
yang dimilikinya, seperti bakat, minat, intelegensi, dan cita-citanya.
Menurut aliran Konvergensi, kepribadian (jiwa atau perilaku) merupakan hasil perpaduan
antara pembawaan (faktor internal) dengan pengalaman (faktor eksternal). Pembawaan
bersumber dari dalam diri individu, seperti kecerdasan, bakat, minat, kemauan, dan
sebagainya. Pengalaman bersumber dari pergaulan, pendidikan, dan pengaruh nilai-nilai
dan norma sosial. Pelopor aliran Konvergensi ialah William Stern (1871-1938) seorang
ahli Psikologi Jerman.
a. Fase Pertama
Fase pertama dimulai sejak anak berusia satu sampai dua tahun, ketika anak mulai
mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini, kita dapat membedakan kepribadian seseorang
menjadi dua bagian penting, yaitu sebagai berikut.
1) Bagian yang pertama berisi unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang disebut
dengan attitudes yang kurang lebih bersifat permanen dan tidak mudah berubah di
kemudian hari. Unsur-unsur itu adalah struktur dasar kepribadian (basic personality
structure) dan capital personality . Kedua unsur ini merupakan sifat dasar dari manusia
yang telah dimiliki sebagai warisan biologis dari orang tuanya.
b. Fase Kedua
Fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam membentuk dan mengembangkan
bakat-bakat yang ada pada diri seorang anak. Fase ini diawali dari usia dua sampai tiga
tahun. Fase ini merupakan fase perkembangan di mana rasa aku yang telah dimiliki
seorang anak mulai berkembang karakternya sesuai dengan tipe pergaulan yang ada di
lingkungannya, termasuk struktur tata nilai maupun struktur budayanya.
Fase ini berlangsung relatif panjang hingga anak menjelang masa kedewasaannya
sampai kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe-tipe perilaku yang khas yang
tampak dalam hal-hal berikut ini.
1) Dorongan-Dorongan (Drives)
Unsur ini merupakan pusat dari kehendak manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang
selanjutnya akan membentuk motif-motif tertentu untuk mewujudkan suatu keinginan.
Drivers ini dibedakan atas kehendak dan nafsu-nafsu. Kehendak merupakan dorongan-
dorongan yang bersifat kultural, artinya sesuai dengan tingkat peradaban dan tingkat
perekonomian seseorang. Sedangkan nafsu-nafsu merupakan kehendak yang terdorong
oleh kebutuhan biologis, misalnya nafsu makan, birahi (seksual), amarah, dan yang
lainnya.
2) Naluri (Instinct)
Naluri merupakan suatu dorongan yang bersifat kodrati yang melekat dengan hakikat
makhluk hidup. Misalnya seorang ibu mempunyai naluri yang kuat untuk mempunyai
anak, mengasuh, dan membesarkan hingga dewasa. Naluri ini dapat dilakukan pada
setiap makhluk hidup tanpa harus belajar lebih dahulu seolah-olah telah menyatu dengan
hakikat makhluk hidup.
Emosi atau getaran hati merupakan sesuatu yang abstrak yang menjadi sumber perasaan
manusia. Emosi dapat menjadi pengukur segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia,
seperti senang, sedih, indah, serasi, dan yang lainnya.
Perangai merupakan perwujudan dari perpaduan antara hati dan pikiran manusia yang
tampak dari raut muka maupun gerak-gerik seseorang. Perangai ini merupakan salah
satu unsur dari kepribadian yang mulai riil, dapat dilihat, dan diidentifikasi oleh orang lain.
Inteligensi adalah tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang. Sesuatu yang
termasuk dalam intelegensi adalah IQ, memori-memori pengetahuan, serta pengalaman-
pengalaman yang telah diperoleh seseorang selama melakukan sosialisasi.
6) Bakat (Talent)
Bakat pada hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak yang diperoleh seseorang
karena warisan biologis yang diturunkan oleh leluhurnya, seperti bakat seni, olahraga,
berdagang, berpolitik, dan lainnya. Bakat merupakan sesuatu yang sangat mendasar
dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan yang ada pada seseorang. Setiap
orang memiliki bakat yang berbeda-beda, walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama.
c. Fase Ketiga
Pada proses perkembangan kepribadian seseorang, fase ini merupakan fase terakhir
yang ditandai dengan semakin stabilnya perilaku-perilaku yang khas dari orang tersebut.
Pada fase ketiga terjadi perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan terbentuknya
perilaku-perilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang bersifat abstrak.
Setelah kepribadian terbentuk secara permanen, maka dapat diklasifikasikan tiga tipe
kepribadian, yaitu kepribadian normatif, kepribadian otoriter, dan kepribadian perbatasan.
1) Kepribadian Normatif ( Normative Man )
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal, di mana seseorang
mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk menerapkan nilai-nilai sentral yang
ada dalam dirinya sebagai hasil sosialisasi pada masa sebelumnya. Seseorang
memiliki kepribadian normatif apabila terjadi proses sosialisasi antara perlakuan
terhadap dirinya dan perlakuan terhadap orang lain sesuai dengan tata nilai yang
ada di dalam masyarakat. Tipe ini ditandai dengan kemampuan menyesuaikan diri
yang sangat tinggi dan dapat menampung banyak aspirasi dari orang lain.
2) Kepribadian Otoriter ( Otoriter Man )
Menurut Allport, dari teori otonomi fungsional bahwa individu itu dari lahir mengalami
perubahan-perubahan yang penting.
a. Kanak-kanak
Neonatus:
Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang diperlengkapi
dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan refleks-refleks.
Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan
kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai
potensi-potensi baik fisik maupun temperamen, yang aktualisasinya tergantung
kepada perkembangan dan kematangan. Kecuali itu neonatus telah memiliki
refleks-refleks tertentu (mengisap, menelan) serta melakukan gerakan-gerakan
yang masih belum terdefinisikan, di mana hampir semua gerakan otot-otot itu ikut
digerakkan.
Bagaimana dengan perlengkapan itu anak beraksi? Allport berpendapat bahwa
ada semacam aktivitas umum yang menjadi sumber dari tingkah laku yang
bercorngan (bermotif). Dalam masa ini anak itu merupakan makhluk yang punya
tegangan-tegangan dan perasaan enak tak enak. Jadi pada masa ini keterangan
yang biologistis yang bersandar pada pentingnya hadiah atau hukum efek atau
prinsip kesenangan adalah sangat cocok. Jadi dengan didorong oleh kebutuhan
mengurangi ketidakenakan sampai minimal dan mencari keenakan sampai
b. Transformasi Kanak-kanak
Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda. Bermacam-macam
mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-
perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa itu:
1. Diferensiasi
2. Integrasi
3. Pemasakan (maturation)
4. Belajar
5. Kesadaran diri (self-consciousness)
6. Sugesti
7. Self-esteem
8. Inferiority, dan kompensasi
9. Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
10. Otonomi fungsional
11. Reorientasi mendadak trauma
12. Extension of self
13. Self-obyektification, insting dan humor
14. Pandangan hidup Pribadi (Personal Weltanschauung)
c. Orang Dewasa
Pada orang dewasa factor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat
(traits) yang terorganisasikan dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari
perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus. Bagaimana jalan perkembangan ini
yang sebenarnya bagi Allport tidaklah penting; yang penting ialah yang ada kini,
sebagaimana kata Allport: “what drives vehavior, drives now and we need not know the
history of the drive in order to understand its operations.” Sampai batas-batas tertentu
berfungsinya sifat-sifat itu disadari dan rasional. Biasanya individu yang normal
mengerti/menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Untuk
memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujuan serta
aspirasi-aspirasinya. Motif-motifnya terutama tidak berakar di masa lampau (echo dari
masa lampau) tetapi terutama bersandar pada masa depan.
Pada umumnya orang dapat lebih tahu akan apa yang ajan/hendak dikerjakan
seseorang, kalau dia tahu rencana-rencana yang disadarinya daripada ingatan-ingatan
yang tertentu.
Harus diingat bahwa orang dewasa yang diceritakan di atas itu ialah yang ideal.
Dalam kenyataannya tidak selalu demikian, banyak orang yang tak mempunyai
kematangan/kedwasaan penuh.
Apakah yang harus ada pada Pribadi yang dewasa?
Menurut Allport Pribadi yang telat dewasa itu pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang
tersebut di bawah ini:
Daftar Pustaka
Affandi, 2002. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Dan
Kinerja Pegawai ( Studi Kasusu Pada Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kota
Semarang. Tesis . Universitas Diponegoro. Semarang
Amriany, F., Probowati, Y., Atmadji, G., 2004. Iklim Organisasi yang Kondusif
Meningkatkan Kedisiplinan Kerja. Anima, Indonesian Psychological Journal.
Surabaya: Fakultas Psikologi Ubaya. Vol 19 No. 2 (179-193)
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Ashkanasy, N. M.,
Wilderom, C. P. M., & Peterson, M. F. 2000. Handbook of Organizational Climate.
California: Sage
Azwar. S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Swastha, B. (2000). Manajemen Pemasaran Modern, Yogyakarta: Liberty
Davis, K ., dan Newstrom. 1994. Perilaku Dalam Organisasi. Alih Bahasa : Agus