Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP PADA IBU POST PARTUM

Mata Kuliah:
KEPERAWATAN MATERNITAS I
Dosen Pengampu:
Ns. Wulan Novika Ambarsari., MAN

Disusun Oleh :
Ahmad Jarkasih ( C.0105.19.001 )
Farhan Reza Rivaldi ( C.0105.19.056 )
Hamjah Abdul H. ( C.0105.19.009 )
Latifah Nur Hasanah ( C.0105.19.041)
Mutia salsabillah ( C.0105.19.016)
Mia Mayantini ( C.0105.19.014)
Siti Julaeha ( C.0105.19.021 )
Siti Khoiriyyah ( C.0105.19.050 )
Siti Maesyaroh kenaliyah ( C.0105.19.022)
Vicky Febrian ( C.0105.19.026 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2021
Kata Pengantar

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “KONSEP
PADA IBU POST PARTUM ”. Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini penulis tentu mengalami
kesulitan. Namun, berkat dorongan, dukungan, dan semangat dari rekan-rekan sehingga mampu
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada sahabat-
sahabat saya yang telah memberikan semangat, doa dan motivasi terbaiknya bagi penulis untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah. Serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Akhir kata kami berharap Tuhan Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu, semoga kami ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Cimahi, 25 juli 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan Laporan Kasus.....................................................................................................................2
D. Manfaat Laporan Kasus...................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
A. Definisi Postpartum.........................................................................................................................4
B. Perubahan Fisiologis Periode Postpartum........................................................................................4
C. Adaptasi Psikologi Masa Postpartum...............................................................................................5
D. Definisi Depresi Postpartum............................................................................................................6
E. Faktor Predisposisi..........................................................................................................................7
F. Etiologi............................................................................................................................................7
G. Gejala Depresi Postpartum..............................................................................................................8
H. Karakteristik Depresi Postpartum....................................................................................................9
I. Klasifikasi Depresi Postpartum........................................................................................................9
J. Penatalaksanaan.............................................................................................................................10
K. SOP Pemeriksaan Fisik Post Partum..............................................................................................11
L. Konsep Dukungan Suami..............................................................................................................18
M. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kecendrungan Depresi Pada Ibu Postpartum..................20
BAB III......................................................................................................................................................22
PENUTUP.................................................................................................................................................22
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................22
B. SARAN.........................................................................................................................................22
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara 4
sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak komplek dibandingkan
dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi. Beberapa dari
perubahan tersebut mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi
serius juga sering terjadi. (Cunningham, F, et al, 2013)
Asuhan keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan status
kesehatan ibu dan anak. Masa nifas di mulai setelah dua jam lahirnya plasenta atau
setelah proses persalinan kala 1 sampai IV selesai. Berakhirnya proses persalinan bukan
berarti ibu terbebas dari bahaya atau komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu
pada masa nifas dan bila tidak tertangani dengan baik akan memberi kontribusi yang
cukup besar terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan terjadi pada fase laten yaitu pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini termasuk
dalam kehamilan beresiko tinggi, kesalahan dalam mengelola 2 KPD akan membawa
akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. ( Nugroho, T,
2012)
Komplikasi potensial KPD yang sering terjadi adalah resiko infeksi, prolaps tali
pusar, gangguan janin, kelahiran premature dan pada usia kehamilan 37 minggu sering
terjadi komplikasi syndrom distress pernafasan (RDS, Respiratory Distrees Syndrome)
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Apabila terjadi pada usia kehamilan lebih dari
36 minggu dan belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan persalinan induksi.
Pada kasus tertentu bila induksi partus gagal, maka dilakukan tindakan operasi caesaria.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa
secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 226/100.000 kelahiran hidup.
Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium (Millenium
2

Development Goals/MDGs), yakni hanya 102/100.000 kelahiran tahun 2015. Rendahnya


kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu angka
kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul, yakni
28 % pendarahan, 5% aborsi, 24% eklamsi, 5% persalinan lama/macet, 8% komplikasi
masa nifas, 11% infeksi dan 14% lain-lain.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan termotivasi untuk menyusun
laporan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan
Program Diploma III Keperawatan dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan
Keperawatan Pasien Ny. T P2A0 Post Partum Spontan dengan Riwayat Ketuban Pecah
Dini di Ruang Dahlia RSUD Pandan Arang Boyolali ”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis merumuskan
masalah yaitu “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny. T P2A0 Post Partum Spontan
dengan Riwayat Ketuban Pecah Dini di Ruang Dahlia RSUD Pandan Arang Boyolali ?”

C. Tujuan Laporan Kasus


1. Tujuan umum
Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui, dan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien post partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini di
ruang Dahlia RSUD Pandan Arang Boyolali.

2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien post partum spontan dengan riwayat
ketuban pecah dini.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post partum spontan
dengan riwayat ketuban pecah dini.
c. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien post partum
spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.
3

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada pasien


post partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien post partum spontan
dengan riwayat ketuban pecah dini.

D. Manfaat Laporan Kasus


Setelah melaksanakan studi kasus, diharapkan karya tulis ini dapat bermanfaat bagi :
1. Penulis
a) Dapat mengerti, memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
post partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.
b) Dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperwatan pada
pasien post partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.

2. Institusi Pendidikan
a) Dapat memberikan masukan-masukan bagi institusi mengenai karya tulis ilmiah,
khususnya pada pasien post partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.
b) Menambah pengetahuan dan pengalaman secara langsung dalam memberikan
asuhan keperawatan maternitas khususnya pada pasien post partum spontan
dengan riwayat ketuban pecah dini.

3. Lahan Praktik
a) Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik terutama pada pasien post
partum spontan dengan riwayat ketuban pecah dini.
b) Dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien post partum spontan
dengan riwayat ketuban pecah dini.

4. Bagi Ibu
a) Dapat memahami dan mengerti tentang perawatan masa nifas.
b) Agar ibu mampu mengetahui lebih dini dan dapat menanggulangi lebih awal
komplikasi masa nifas dengan riwayat KPD
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Postpartum
Menurut Marmi (2012), postpartum adalah masa beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai minggu keenam setelah melahirkan. Masa post pertum dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum
hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu. Pendapat lain mengatakan postpartum
adalah masa setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil.

Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud dengan postpartum adalah masa setelah
kelahiran bayi dan masa si ibu untuk memulihkan kondisi fisiknya meliputi alat-alat
kandungan dan saluran reproduksi kembali pada keadaan sebelum hamil yang berlangsung
selama enam minggu.

B. Perubahan Fisiologis Periode Postpartum


Bobak, Lowdermik dan Jensen (2004), menyatakan bahwa periode postpartum
adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan sebelum hamil. Pada masa postpartum terjadi perubahan-perubahan pada sistem
reproduksi, yaitu meliputi adanya pengerutan rahim (involusi), lokea, perubahan pada
serviks, vulva dan vagina dan perinium.

Pada sistem pencernaan, pembatasan asupan nutrisi dan cairan dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh
( Bobak dkk., 2004; Derek & Jones 2005).

Sementara itu uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat
mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi selama
persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi untuk buang air kecil
(Ambarwati & Wulandari, 2009). Pada masa postpartum, estrogen dan progesteron akan
menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika ibu tidak menyusui, estrogen akan kembali
meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi
(Derek & Jones, 2005 ; Ambarwati & Wulandari, 2009).
5

Suhu badan tidak lebih dari 37,2 oC. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya
suhu badan akan kembali normal. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil
dibandingkan dengan suhu badan (Winkjosastro et al, 2002). Fungsi pernapasan akan
kembali pada rentang normal dalam jam pertama postpartum. Napas pendek, cepat, atau
perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi abnormal (Verney, 2006).

C. Adaptasi Psikologi Masa Postpartum


Proses adaptasi psikologis pada seorang ibu telah dimulai sejak ibu hamil. Perubahan
mood seperti sering marah, menangis, dan sering sedih atau cepat berubah perasaan menjadi
senang merupakan manifestasi dari emosi yang labil (Suherni, dkk, 2008).
Menurut Rubin (1977) dalam Palupi (2013),pada masa postpartum seorang ibu akan
melalui tiga periode adaptasi psikologis yang disebut “Rubin Maternal Phases”,yaitu sebagai
berikut:
1. Periode Taking In
Fase ini disebut juga fase ketergantungan. Dimulai setelah persalinan, pada ibu
masih berfokus dengan dirinya sendiri, bersikap pasif dan masih sangat tergantung pada
orang lain di sekitarnya.

2. Periode Taking Hold


Fase ini disebut juga fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian. Terjadi
antara hari kedua dan ketiga postpartum, ibu mulai menunjukkan perhatian pada bayinya
dan berminat untuk belajar memenuhi kebutuhan bayinya. Dalam tenaga ibu pulih
kembali secara bertahap, ibu merasa lebih nyaman, fokus perhatian mulai beralih pada
bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, ibu mulai mandiri dalam perawatan
diri dan terbuka pada pengajaran perawatan. Saat ini merupakan saat yang tepat untuk
memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri. Pada fase ini juga terdapat
kemungkinan terjadinya postpartum blues.

3. Periode Letting Go
Fase ini disebut juga fase mandiri. Pada fase ini berlangsung antara dua sampai
empat minggu setelah persalinan ketika ibu mulai menerima peran barunya. Ibu melepas
bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mampu menerima
6

kenyataan. Pada fase ini tidak semua ibu postpartum 10 mampu beradaptasi secara
psikologis sehingga muncul gangguan mood yang berkepanjangan ditandai dengan
adanya perasaan sedih, murung, cemas, panik, mudah marah, kelelahan, disertai gejala
depresi seperti gangguan tidur dan selera makan, sulit berkonsentrasi, perasan tidak
berharga, menyalahkan diri dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan. Hal ini
juga merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan,
hingga ketingkat gangguan jiwa yang berat.

D. Definisi Depresi Postpartum


Menurut Hawari (2002) depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam
perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan
gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa. Lebih terperinci dijelaskan oleh Maramis
(2005) yang mengatakan depresi sebagai satu kesatuan diagnosis gangguan jiwa adalah suatu
keadaan jiwa dengan ciri sedih, merasakan sendirian, putus asa, rendah diri dari hubungan
sosial, tidak ada harapan penyesalan yang patologis dan terdapat gangguan somatik seperti
anoreksia, serta insomnia.

Menurut Bobak (2004) depresi postpartum adalah gangguan suasana hati pada ibu
postpatum yang tejadi dalam enam bulan setelah melahirkan. Depresi post partum ini
pertama kali di temukan oleh Pitt pada tahun 1988, depresi post partum merupakan suatu
keadaan emosional yang ditunjukkan dengan mengekspresikan rasa lelah, mudah marah,
gangguan nafsu makan, dan kehilangan (Yulianti, 2010).

Depresi postpartum hampir sama dengan baby blues syndrom, perbedaannya terletak
pada frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya gejala-gejala yang timbul. Pada saat
mengalami depresi postpartum, ibu akan merasakan berbagai gejala yang ada pada baby
blues syndrom, tetapi dengan intensitas yang lebih sering, lebih hebat, serta lebih lama
(Mansur, 2009).
7

E. Faktor Predisposisi
Faktor resiko terjadinya depresi postpartum diantaranya adalah adanya anggota keluarga
yang menderita penyakit mental; kurangnya dukungan sosial dan dukungan keluarga serta
teman; kekhawatiran akan bayi yang sebetulnya sehat; kesulitan selama persalinan dan
melahirkan; merasa terasing dan tidak mampu; masalah/perselisihan perkawinan atau
keuangan; kehamilan yang tidak diinginkan (Yulianti, 2010).

F. Etiologi
Penyebab kesedihan atau depresi setelah melahirkan tidak jelas. Penurunan tingkat
hormon yang tiba-tiba, dalam hal ini estrogen dan progesteron ikut berperan. Depresi juga
merupakan sebuah penyakit yang berlangsung di dalam keluarga. Kadangkala tidak jelas
penyebabnya (Yulianti, 2010).Terdapat empat faktor penyebab terjadinya depresi
postpartum, yaitu faktor konstitusional, fisik, psikologis dan sosial.

1. Faktor Konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri
pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada 12 komplikasi dari
kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara.
Wanita primipara lebih umum menderita depresi postpartum karena setelah melahirkan
wanita primipara berada dalam proses adaptasi, jika sebelumnya hanya memikirkan diri
sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya akan menjadi bingung sementara
bayinya harus tetap dirawat (Yulianti, 2010).

2. Faktor Fisik
Perubahan fisik setelah kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama dua
minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkn dan
periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini
sangat berpengaruh pada keseimbangan, kadang progesteron naik dan estrogen menurun
secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti (Yulianti,
2010).
8

3. Faktor Psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan hamil sampai melahirkan dan melewati masa
postpartum, ibu akan mengalami penyesuaian psikologis yang berbeda-beda. Klaus dan
Kennel (1972) dalam Yulianti (2010) mengindikasikan pentingnya cinta dalam
menanggulangi masa peralihan untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.

4. Faktor Sosial
Pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu
selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. Banyaknya kerabat khususnya suami
yang selalu membantu pada saat kehamilan, persalinan dan masa postpartum, akan
membuat beban seorang ibu karena kehamilannya akan sedikit berkurang (Yulianti,
2010).

G. Gejala Depresi Postpartum


Menurut Mansur (2009), terdapat gejala-gejala pada depresi postpartum, yaitu:
1. Dipenuhi rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa sebab.
2. Tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja.
3. Tidak dapat berkonsentrasi.
4. Ada perasaan bersalah dan tidak berharga.
5. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau terlalu memperhtikan dan mengkhawatirkan
bayinya.
6. Gangguan nafsu makan.
7. Adanya perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.
8. Gangguan tidur.
9

H. Karakteristik Depresi Postpartum


Depresi postpartum hampir sama dengan postpartum blues, yang membedakan hanya
karakteristik wanita yang mengalami depresi post partum (Mansur, 2009).
Berikut ini merupakan karakteristik wanita yang mengalami depresi postpartum menurut
Mansur (2009) :
1. Mempunyai riwayat depresi.
2. Berasal dari keluarga yang kurang harmonis.
3. Kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang terdekatnya selama
hamil dan setelah melahirkan.
4. Jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya, misalnya kurang
komunikasi dan informasi.
5. Mengalami komplikasi selama kehamilan

I. Klasifikasi Depresi Postpartum


Menurut Yulianti (2010), depresi postpartum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu depresi
ringan, sedang dan berat.
1. Depresi Ringan

Depresi ini biasanya singkat dan tidak terlalu mengganggu kegiatan- kegiatan
normal. Peristiwa-peristiwa signifikan seperti hari liburan, ulang tahun pernikahan,
pekerjaan baru, demikian juga kebosanan dan frustasi bisa menghasilkan suatu
keadaan hati yang murung. Pada depresi tipe ini tidak dibutuhkan penanganan
khusus, perubahan situasi dan suasana hati yang membaik biasanya segera bisa
mengubah kemurungan itu kembali ke fase normal kembali.

2. Depresi Sedang
Gejalanya hampir sama dengan depresi ringan, tetapi lebih kuat dan lama
berakhirnya. Suatu peristiwa yang tidak membahagiakan seperti meninggalnya 15
seorang kekasih, hilangnya karier, kemunduran dan lain-lain biasanya merupakan
penyebab dari depresi tipe ini. Orang memang sadar akan perasaan tidak bahagia itu,
namun tidak dapat mencegahnya. Pada tipe ini bunuh diri merupakan hal yang paling
10

berbahaya, karena bunuh diri merupakan hal satu-satunya pemecah masalah ketika
kepedihan itu menjadi lebih buruk. Dalam hal ini pertolongan yang profesional
dibutuhkan.
3. Depresi Berat
Kehilangan interes dengan dunia luar dan perubahan tingkat laku yang serius dan
berkepanjangan merupakan karakteristik dari depresi tipe ini. Kadang gangguan yang
lain seperti schizophrenia, alkoholisme atau kecanduan obat sering berkaitan dengan
depresi ini. Demikian juga gejala fisik akan menjadi nyata dirasakan. Dalam keadaan
ini, penanganan secara profesional sangat diperlukan.

J. Penatalaksanaan
 Depresi Postpartum Menurut Mansur (2009) penatalaksanaan untuk depresi postpartum
antara lain:
1. Screening Test, di luar negeri seperti di Belanda digunakan Edinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS) yang merupakan kuesioner dengan validitas teruji yang
mampu mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Pertanyaan - pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah, serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues.
EPDS juga telah teruji validitasnya di 16 beberapa negara seperti: Belanda, Swadia,
Australia, Italia dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama
pasca salin.
2. Dukungan Psikologis dari suami dan keluarga.
3. Istirahat yang cukup untuk mencegah dan mengurangi perubahan perasaan
4. Dukungan dari tenaga kesehatan, seperti dokter obstetri dan bidan atau perawat
sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai atau
adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul pada masa-masa tersebut beserta penanganannya.
5. Diperlukan dukungan psikolog atau konselor jika keadaan ibu tampak sangat
mengganggu. Dukungan bisa diberikan melalui keprihatinan dan perhatian pada ibu.
Selain itu ibu dapat mencari psikiater, psikolog atau ahli kesehatan mental lainnya
11

untuk melakukan konseling agar dapat menemukan cara dalam menanggulangi dan
memecahkan masalah serta menetapkan tujuan realistis.

K. SOP Pemeriksaan Fisik Post Partum


 Persiapan
 Alat
 Tempat tidur yang memadai
 Meja kursi
 Perlak dan alasnya
 Timbangan BB dan pengukur tinggi
 Tensimeter dan stetoskop
 Termometer
 Meteran
 Reflek hammer
 Bengkok
 Penlight
 Garputala
 Penggaris 2
 Sarung tangan
 Snellen chart
 Toungue spatel
 Optalmoskop
 Otoskop
 Jam tangan
 Buku catatan
 Kapas
 Kassa
 Tisu
 Alkohol
12

 Garam/ gula
 Kayu putih/ kopi

 Persiapan Pasien
 Menjelaskan rencana prosedur tindakan
 Kesediaan ibu untuk diperiksa
 Mengatur posisi tidur klien (supine position)
 Langkah Kerja
 Persiapan
 Perawat mencuci tangan
 Menyiapkan tolley/ baki berisi alat- alat pemeriksaan fisik
 Mencek alat masih berfungsi atau tidak
 Membawa alat kedekat klien
 Menyampaikan salam kepada klien/ keluarga
 Mengidentifikasi periode dan perubahan klien post partum
 Menjelaskan rencana prosedur tindakan
 Memperhatikan privacy klien: menutup gorden, sampiran, menutup
bagian tubuh lain yang belum diperiksa
 Mengatur posisi tidur klien: supine position
 Pelaksanaan
 Melakukan anamnesa kesehatan:
 Identitas klien (meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama,
status).
 Identitas penanggung jawab (meliputi nama, usia, pendidikan,
pekerjaan, agama, status hubungan).
 Riwayat kesehatan(berupa riwayat kesehatan selama hamil, proses
persalinan, nifas adakah penyakit yang menyertainya)
 Riwayat kesehatan keluarga (meliputi usia, suport anggota
keluarga, kakak si ibu, tipe keluarga, pekerjaan, tingkat pendidikan
dan tingkat sosial ekonomi keluarga)
13

 Riwayat kehamilan (meliputi informasi waktu bersalin, kehamilan


yang direncanakan, adanya masalah kehamilan seperti spooting
atau hipertensi selama kehamilan)
 Persalinan (lamanya proses persalinan, posisi fetus, tipe persalinan,
penggunaan analgesik dan anastesi, masalah saat persalinan seperti
fetal distres, supine hipotensi sindrome)
 Riwayat psikososial/ spiritual/ budaya (untuk melihat status
psikologi dan adaptasi keluarga yang meliputi dampak pengalaman
melahirkan, konsep diri ibu (5 komponen), interaksi orang tua
bayi, tingkah laku adaptif dan maladaptif, interprestasi tingkah
laku, struktur dan fungsi keluarga, dampak perbedaan budaya)
 Pendidikan kesehatan (informasi tentang kesehatan secara umum,
tingkat aktivitas sejak bersalin, keadaan lochea, luka episiotomi,
abdominal, nyeri payudara, keberhasilan proses menyusui dan
respon dukungan keluarga)
 Data bayi (jenis kelamin, berat badan BBL, adanya dampak
penyulit persalinan, perencanaan pemberian ASI atau susu
formula, cacat kongenital)
 Menganalisis hasil Laboratorium Selama 12-24 jam setelah PP, kadar Hb
dan Hct diperiksa secara rutin. Jika kadar HB berada dibawah 10 gr/100
ml, biasanya dianjurkan untuk menambah zat besi
 Pemeriksaan fisik :
 Penampilan umum (mengenai status emosi, tingkat energi, derajat
kelelahan fisik, rasa lapar dan rasa haus serta peralihan menuju
fase taking hold)
 Penimbangan berat badan
 Pengukuran tinggi badan
 Pengukuran TTV
 Pemeriksaan rambut Anjurkan ibu untuk tidur berbaring diatas
tempat tidur, palpasi rambut dan rasakan kekuatannya, pada awal
PP rambut rontok/ ada kerontokan
14

 Melakukan pemeriksaan kepala dan leher: muka (hyperpigmentasi


pada muka, edema), mata (konjuntiva), hidung, mulut, peninngian
jvp dan pembesaran kelenjar tyroid
 Melakukan pemeriksaan dada dan payudara: Dada (bentuk, nyeri
tekan suara nafas).
 Mammae (perhatikan bentuk bra yang dipakai, adekuat untuk
menopang payudara dan ukurannya sesuai tidak, jaringan payudara
teraba lembut saat dipalpasi pada hari ke 1 dan 2, pada hari ke3
biasanya membengkak, mengeras dan agak hangat,insfeksi adanya
kemerahan, ketidaksimetrisan, terutama pembengkakan payudara,
hyperpigmentasi pada areola, keadaan puting susu, kebersihannya,
striae gravidarum. Palpasi payudara untuk mengetahui apakah
teraba panas dan adanya benjolan akibat bendungan ASI,
kolostrum, laktasi)
 Pemeriksaan uterus Pada saat mengkaji uterus, pastikan tempat
tidur datar sehingga uterus tidak mengalami elevasi Observasi
perut ibu berdasarkan kuadran untuk mengetahui adanya distensi
atau striae atau diastasis Palpasi untuk menilai tinggi fundus uterus
Jangan palpasi uterus tanpa menahan segmen bawah karena
potensial uterus terbalik
 Melakukan pemeriksaan abdomen inspeksi adanya striae, linea,
luka SC dengan pengkajian REEDA (Red, Edema, Echimosis,
Discharge, Approximatly), mengukur diastasis rectus abdominis
dan involusiao uteri, distensi kandung kemih, afterpaints.
 Melakukan pemeriksaan perineum dan vulva vagina adanya luka
episiotomi dengan pengkajian REEDA (Red, Edema, Echimosis,
Discharge, Approximatly), kemerahan, ecchymosis, memar,
edema, keutuhan dan keluaran cairan atau darah inspeksi, pertautan
jaringan, kebersihan, lochea (jumlah, warna, konsistensi, bau).
15

 Perineum Saat mengkaji lochia inspeksi keadaan perineumnya


suruh ibu berbalik kesamping dengan sim’s posisi Observasi
terhadap dari luka episiotomi
 Rectum: haemoroid ada/ tidak
 Melakukan pemeriksaan ekstremitas: ekstremitas atas (oedema,
CRT, kekuatan otot) ekstermitas bawah (Tromboblebitis, tanda
homan’s, oedema, varises, reflek hammer, kekuatan otot, serta
ROM kedua ekstremitas, CRT)
 Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan:
memperhatikan ekspresi muka, menanyakan langsung adakah
keluhan nyeri selama pemeriksaan
 Pola eliminasi: BAK ( frekuensi, warna, distensi kandung kemih).
BAB (konsistensi, warna, frekuensi)
 Status emosional: evaluasi status psikologis (post partum blues,
depresi, interaksi dengan keluarga daan perawat)
 Kemampuan perawatan diri: kemampuan perawatan payudara,
perawatan perineum, perawatan bayi, dan cara menyusui
 Dan bisa juga setelah pemeriksaan tiroid dapat dilakukan
BUBBLE HE
1. Breasts
a. Permukaan tampak lembut
b. Tidak empuk (kosong)
c. Tidak erithema atau discarge
d. Kolustrum (hari kedua)
e. Tenderness dan engorgemen kurang lebih 3 hari
f. Ukuran dan bentuk : simetris?
g. Nyeri tekan, panas, masa yang dapat di palpasi dan
edema (mastitis, caked breasts)
h. Kaji puting : fisura, keretakan, nyeri infersi

2. Uterus
16

a. 1 cm diatas pusat setelah 12 jam persalinan menetap


selama 48 jam kemudian menurun kira kira 1 cm (1
jari) setiap hari, dan pada hari ke 10 – 2 minggu, sudah
masuk rongga pelvis
b. Selama pengkajian uterus abdomen tampak lembut,
lunak dengan striae merah atau ungu distasis rectis
abdominis.
c. Keras, lembek, lokasi fundus ada di garis tengah antara
simpisis dan pusat.
3. Bowel
a. Tidak nyaman untuk buang air besar; hemoroid dan
luka episiotomi, atau ruktur perinium.
b. konstipasi, diare; pengaruh efek progesteron penurunan
tonus otot usus, kurang makan saat dalam proses
persalinan.
c. Apakah memerlukan laksatit? Makanan tinggi serat,
cukup cairan, mobilisasi, kebiasaan buang air besar.
4. Bledder
a. Pengosongan kandung kemih; 250 – 300 setiap 4- 6 jam
sekali
b. Tanda – tanda ISK (disuria, keterdesakan, frekuensi)
c. Kaji fundus apakah pada garis tengah? Kaji adanya
distensi kandung kemih
5. Lochea
a. Perubahan warna, jumlah, bekuan, dan bau
b. Rubra sampai 3-4 hari, serosa setelah sampai hari ke
10, dan alba setelah hari ke 10
c. Jumlah atau volume sulit ditentukan dengan melihat
tampon cara akurat dengan menimbang tampon : 1
gram = 1cc
17

d. Ciri perdarahn lochea: menetes dari vagina, keluara


lebih > sangat kontraksi uterus semburan darah terjadi
saat massage uterus dilakukan, terjadi bekuan dan
warna merah, gelap jika sebelumnya terkumpul dalam
vagina
6. Human sign
a. Tromboplebitis, farises/ DVT
b. Ektremitas atas dan bawah
7. Emotrional Gangguan mood Post Partum
a. Fsikologis post partum (taking in, taking hold, leting go)
b. Konsep diri
c. Pengetahuan panah kepinggir KB
d. Perawatan diri dan bayi

 Tahap Terminasi
 Alat dirapikan dan disimpan kembali diatas baki
 Menanyakan kembali apakah masih ada hal- hal yang belum dipahami, ada
keluhan yang dirasakan
 Menanyakan dan mengatur posisi tidur yang dikehendaki yang dapat
meningkatkan rasa nyaman klien
 Berpamitan kepada klien/ keluarga
 Perawat mencuci tangan
 Mencatat semua tindakan yang dilakukan pada catatan perawat
 Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani, disertai nama jelas
 Tulisan yang salah dicoret dengan disertai paraf
 Catatan dibuat dengan tint a atau ballpoint
18

L. Konsep Dukungan Suami


1. Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu
khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki hubungan emosional
yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005).
Rook (1985) dalam Smet (1994) berpendapat dukungan sosial sebagai satu
diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial. Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat
tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal. Pendapat lainnya 17 dinyatakan
oleh Cobb (1976) dalam Sarafino (1997) bahwa dukungan sosial diartikan sebagai suatu
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan individu dari orang-
orang atau kelompok-kelompok lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi
bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau
peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan
dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan
psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga
berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.
Beberapa pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di
lingkungan dapat menjadi dukungan sosial atau tidak tergantung pada sejauh mana
individu merasakan hal itu sebagai dukungan sosial.

2. Pengertian Dukungan Suami


Menurut Chaplin (2006), dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan orang lain, dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan
dorongan/motivasi atau semangat dan nasihat dalam situasi pembuat keputusan.
Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap penuh perhatian yang ditujukan
dalam bentuk kerjasama yang baik, serta memberikan dukungan moral dan emosional
(Jacinta, 2005).

3. Bentuk-bentuk Dukungan Suami


Adapun bentuk-bentuk dukungan suami menurut kuntjoro (2002) , adalah :
19

1. Adanya kedekatan emosional.


2. Suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang menginginkannya untuk
berbagi minat.
3. Suami selalu memperhatikan kondisi istri.
4. Suami menghargai kemampuan dan keahlian istri.
5. Suami dapat diandalkan saat istri membutuhkan bantuan.
6. Suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri.

4. Jenis- jenis Dukungan Suami


Menurut House (1985) dalam Suhita (2005) mengatakan dukungan sosial dalam
halnya dukungan suami memiliki empat jenis disesuaikan dengan situasi yang
dibutuhkan. Adapun jenis dukungan sosial tersebut adalah :
1. Dukungan Emosional
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi,
adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat ibu memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh suami sehingga ibu dapat
menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam
menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.
2. Dukungan Instrumental
Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain
sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan
termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.
3. Dukungan Informatif
Aspek ini berupa pemberian informasi dalam mengatasi masalah pribadi. Terdiri
dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh ibu.
4. Dukungan Penghargaan
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada ibu, pemberian semangat,
persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan orang lain.
Bentuk dukungan ini membantu ibu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
20

M. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kecendrungan Depresi Pada Ibu


Postpartum
Depresi postpartum dapat menimbulkan efek buruk jangka panjang yang tidak hanya
merugikan perempuan penderita, tetapi juga bagi seluruh anggota keluarganya dan bila
berlanjut lama kemungkinan dapat timbul pikiran bunuh diri dan melukai bayi (Wheller L,
1997). Ibu yang mengalami depresi setelah melahirkan tidak dapat menikmati pengalaman
melahirkan yang dinanti-nantikan. Banyak ibu postpartum merasakan ada suatu hal yang
salah, tetapi mereka sendiri 20 tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi.
Mengingat depresi postpartum jarang dilaporkan, dan bila dilaporkan pun saat ini pelayanan
yang diterima dari tenaga kesehatan berkisar pada saran untuk beristirahat atau lebih banyak
tidur, dianjurkan tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihi diri sendiri dan mulai
merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai (O’Hara, 1986). Hal ini
memerlukan penanganan yang serius dari penyedia pelayanan kesehatan termasuk para
perawat untuk mencari penyelesaian depresi postpartum. Identifikasi dan tindakan cepat
pada ibu yang mengalami depresi postpartum harus menjadi prioritas utama di setiap praktik
klinik (Cox J, 1986).
Selain mendapatkan penangan dari tenaga kesehatan secara serius, ibu juga sangat
memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat untuk selalu memperhatikan dan memberi
semangat dalam melewati masa postpartum. Ibu yang kurang mendapatkan sosial tentunya
akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang diperhatikan oleh suami
khususnya, sehingga ibu yang kurang mendapat dukungan sosial pada masa postpartum
lebih mudah mengalami depresi (Urbayatun, 2010). Suami adalah pasangan hidup istri (ayah
dari anak- anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga
tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan
hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan
yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga (chaniago, 2005).
Ibu postpartum sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang terdekat, karena
pada minggu pertama di rumah merupakan hal melelahkan yang 21 memerlukan kesabaran,
sebagai proses penyesuaian yang berat. Keadaan semacam ini perlu diketahui orang sekitar
terutama suami, sehingga suami dapat lebih memperhatikan kebutuhan istri, dengan cara
21

memberi dukungan psikologis pada pasangannya, misalnya menerima peran sebagai ayah,
sikap positif terhadap bayi dan istri, menggenggam erat tangan istri saat setelah meahirkan
sebagai tanda kebahagiaan. Bukan hanya itu, suami juga dapat memeperluas peran dalam
melakukan berbagai tugas khususnya dalam hal membantu mengurus bayi, misalnya
mengganti popok atau menggendong. Perhatian suami terhadap bayi dan istri sesudah
melahirkan mengakibatkan depresi pada ibu postpartum berkurang (Adhim, 2000).
22

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara
4 sampai 6 minggu. , yang dimaksud dengan postpartum adalah masa setelah
kelahiran bayi dan masa si ibu untuk memulihkan kondisi fisiknya meliputi alat-alat
kandungan dan saluran reproduksi kembali pada keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama enam minggu.

B. SARAN
Setelah adanya makalah ini diharapkan mahasiswa perawat memiliki
intelektual dan mampu menguasai pengetahuan dan ketrampilan terutama berkaitan
dengan Makalah Post Partum ini.
23

Daftar Pustaka

http://eprints.ums.ac.id/30905/2/Bab_I.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1364/3/3.%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai