Anda di halaman 1dari 9

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Distribusi frekuensi karakteristik responden


1. Karakteristik berdasarkan umur responden
Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berumur 64 dan 66
tahun dengan prosentase masing-masing 17,9%.Menurut peneliti umur dapat
dijadikan salah satu indikator dalam mempengaruhi penyakit hipertensi,
karena semakin tua usia seseorang maka risiko terjadinya hipertensi akan
meningkat, hal ini berhubungan dengan perubahan sistem kardiovaskuler
seiring bertambahnya usia.
Hasil penelitian di dukung oleh penelitian yang dilakukan Violita, Thaha,
dan Dwinata (2015) yang menyatakan sebagian besar responden penderita
hipertensi berada pada rentan usia 60 tahun yaitu sebanyak 56 orang
(41,8%). Kemudian penelitian yang dilakukan Sarampang, Tjitrosantoso, dan
Citraningtyas (2014) menyatakan bahwa resiko terkena hipertensi meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Pada usia tersebut responden sudah
mengalami penurunan fungsi pada sistem organ dan pembuluh darah. Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, 78
akibatnya ada peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Hasil penelitian-penelitian tersebut di dukung juga oleh pendapat
Smantummkul (2014) yang mengatakan bahwa kondisi tubuh yang semakin
tua dapat memicu terjadinya hipertensi, karena pada usia tua pembuluh
darah akan berkurang elastisitasnya. Hal tersebut akan menimbulkan
penyempitan pembuluh darah yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Selain itu, Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri
berkurang. Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka jantung harus
memompa darah lebih kuat sehingga tekanan meningkat.(Dewi, S & Familia,
D, 2010).
2. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin laki-laki dengan frekuensi 29 responden dan prosentase 67.9%.
Menurut peneliti Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada
perempuan. Hal itu dikarenakan laki-laki cenderung memiliki gaya hidup yang
beresiko menyebabkan hipertensi seperti merokok, makan sembarang saat
kerja di luar rumah dan tingkat stress yang tinggi karena tuntutan ekonomi
keluarga.
Di dukung oleh pendapat Dalimartha, dkk, 2013 yang menyebutkan
kemungkinan laki-laki lebih beresiko karena laki-laki banyak memiliki faktor
pendorong terjadinya hipertensi, seperti stres, merokok, konsumsi alkohol,
kelelahan, dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi pada perempuan
peningkatan risiko terjadi setelah masa menopause (sekitar 45
tahun).Sebelum menopause wanita relatif terlindung oleh penyakit
kardiovaskuler karena adanya hormon estrogen. Sementara itu, kadar
estrogen menurun pada wanita yang memasuki masa menopause (Dewi, S &
Familia, D, 2010).

B. Analisa univariat
1. Kelompok intervensi
Hasil penelitian pada kelompok intervensi menunjukan bahwa rata-rata
tekanan darah sistol pre 177.57, rata-rata tekanan darah diastol pre 80.64
mmHg, tekanan darah sistol post intervensi 170.21 mmHg dan tekanan darah
diastol post setelah intervensi 75.50 mmHg. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Nugroho (2014) tentang pengaruh pemberian bawang
putih tunggal (allium sativum linn) terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi di Dusun Juwet Desa Magersari Kecamatan Plumpang
Kabupaten Tuban, dimana hasil penelitian tersebut didapatkan dari 36
penderita yang diteliti, sebagian penderita sejumlah 18 orang (50,0%)
sebelum diberikan bawang putih tunggal (Allium Sativum linn) tekanan darah
penderita 160-179/ 100-109 mmHg (Hipertensi Tingkat 2). Rata- rata dari 36
penderita sebelum diberikan bawang putih tunggal (Allium Sativum linn)
tekanan darah penderita adalah 161 mmHg (Hipertensi Tingkat 2).
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode.Hal ini
terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi.Konstriksi arteriole membuat darah
sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.Hipertensi
menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2015).
Dilihat dari perbedaan rata-rata tekanan darah pre dan post, terdapat
penurunan tekanan darah setelah diberikan serbuk bawang putih. Menurut
peneliti, seseorang yang dalam kondisi tertekan dan stress, hormone
adrenalin dan kortisol akan dilepaskan dalam darah sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
kandungan bawang putih yang dikonsumsi oleh responden mampu
mengurangi ketegangan otot dan emosional sehingga terapi seduhan
bawang putih ini dapat mengurangi resiko terkena hipertensi atau berdampak
positif terhadap tekanan darah.
Peneliti berpendapat juga bahwa bawang putih sangat bermanfaat dan
mempunyai khasiat yang baik untuk tubuh, salah satunya untuk menurunkan
tekanan darah tinggi karena bawang putih adalah obat alami yang memiliki
zat-zat yang diketahui berpengaruh terhadap ion untuk kontraksi otot polos
pembuluh darah dan selain itu juga bawang putih juga sangat mudah
didapatkan dan tidak memakan banyak biaya untuk memperolehnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Faridatul (2012) yaitu rata-rata
tekanan darah sistol responden sesudah diberikan terapi bawang putih yaitu
140,00 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol responden yaitu 80,31
mmHg. Sehingga disimpulkan mengkonsumsi bawang putih dapat
menurunkan tekanan darah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Izzati dan Lutfiani (2017) yang dalam
penelitiannya mendapatkan hasil rata-rata nilai tekanan darah (P=0,000)
berbeda bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi. Rata-rata nilai
tekanan darah (P=0,000) setelah intervensi bermakna secara signifikan.
Terdapat pengaruh pemberian air rebusan bawang putih terhadap tekanan
darah pada pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas Tigo Baleh
Bukittinggi.
2. Kelompok kontrol
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata tekanan darah sistol pre 172
mmHg rata-rata tekanan darah diastol pre 80.36, tekanan darah sistol post
tanpa intervensi 167,50 mmHg dan tekanan darah diastol post tanpa
intervensi 77.14 mmHg. Pada kelompok kontrol, responden tetap melakukan
terapi farmakologi dan diit rendah garam. Sehingga adanya penurunan rata-
rata tekanan darah pada penderita hipertensi kelompok kontrol dapat
disebabkan karena mekanisme kerja dari terapi farmakologi dan diit rendah
garam. Hal tersebut di dukung oleh penelitian dari Morika dan Yurnike (2016)
yang dalam Hasil penelitianyan didapatkan 60,7% target tekanan darah tidak
tercapai, 41,1% konsumsi garam cukup mengikuti, 37,5% terapi farmakologi
menengah, terdapat hubungan terapi farmakologi dengan target tekanan
darah (P value 0,003) dan terdapat hubungan konsumsi garam dengan target
tekanan darah ( P value  0,000) pada lansia penderita hipertensi di
Puskesmas Lubuk Buaya padang tahun 2016.
Menurut peneliti adanya perbedaan hasil pada pengukuran pre dan post
kedua kelompok dapat disebabkan karena masih menjalani terapi
farmakologi dan diit rendah garam. Perlu diketahui bahwa penderita
hipertensi perlu mengkonsumsi obat antihipertensi dalam jangka panjang
sehingga terapi farmakologi yang ditetapkan dengan baik akan dapat
mengkontrol tekanan darah tinggi.
C. Analisa bivariat
1. Kelompok intervensi
Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas
untuk melihat sebaran dara normal atau tidak. Hasil penelitian ini di dapatkan
sebaran data semua normal. Uji hipotesis dengan paired t test dilakukan
untuk melihat ada tidaknya pengaruh serbuk daun bawang putih terkadan
tekanan darah penderita hipertensi. Dari hasil tersebut diketahui nilai mean
sebelum pemberian intervensi sebesar 177.57 mmHg sedangkan sesudah
diberikan intervensi sebesar 170.21 mmHg. Untuk nilai p value diperoleh
0.000 yang artinya dibawah nilai derajat alpa 0.05 sehingga dapat
disimpulkan terdapat pengaruh pemberian serbuk bawang putih terhadap
tekanan darah.
Dalam proses penelitian, kelompok intervensi diberikan serbuk daun bawang
putih 25 mg/hari selama 7 hari. Sehingga menurut peneliti adanya perubahan
tekanan darah responden dapat disebabkan karena bawang putih
mengandung zat alisin dan hidrogen sulfida. Zat tersebut memiliki efek
selayaknya obat darah tinggi, yakni memperbesar pembuluh darah dan
membuat pembuluh darah tidak kaku sehingga tekanan darah akan turun.
Mekanisme kerja bawang putih dalam menurunkan tekanan darah
berhubungan dengan efek vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan
tertutupnya kanal dan terbukanya kanal sehingga terjadi hiperpolarisasi.
Dengan demikian, otot akan mengalami relaksasi.Tingginya konsentrasi ion
intraseluler menyebabkan vasokontriksi yangberdampak terhadap terjadinya
kondisi hipertensi. Senyawa aktif dalam bawang putih diduga dapat
menghambat masuknya ion ke dalam sel. Dengan demikian, akan terjadi
penurunan konsentrasi ion intraseluler dan diikuti relaksasi otot.
Beberapa penelitian mengenai konsumsi air rebusan jahe dan bawang putih
adalah penelitian Arta dan Suarnata (2014), Perubahan rata-rata tekanan
darah sistolik saat pre-test dan post-test padakelompok yang diberikan air
jahe selama 7 hari yaitu dari 148 mmHg menjadi 140,233 mmHg
sedangkan perubahan rata-rata tekanan darah diastolik saat pre-test dan
post-test yaitu dari 92 mmHg menjadi 86,300 mmHg.
Selanjutnya hasil penelitian Cristina (2020) didapatkan rata- rata tekanan
darah sistolik (pretest kontrol) 151.50 dan diastolik (pretest kontrol) 99.75.
Rata-rata tekanan darah sistolik (pretest intervensi) 152.88 dan diastolik
(pretest intervensi) 101.25. Rata-rata tekanan darah sistolik (postest kontrol)
151.50 dan diastolik (postest kontrol) 99.75. Rata-rata tekanan darah sistolik
(postest intervensi) 144.25 dan diastolik (postest intervensi) 91.88. dalam
penelitian tersebut disimpulkan ada pengaruh pemberian air perasan bawang
putih (allium sativum) terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.
2. Kelompok kontrol
Untuk melihat perubahan tekanan darah pada kelompok kontrol digunakan uji
paired t test karena sebaran data berdistribusi normal. Dari hasil tersebut
diketahui nilai mean sebelum pemberian intervensi sebesar 80.64 mmHg
sedangkan sesudah diberikan intervensi sebesar 75.50 mmHg. Untuk nilai p
value diperoleh 0.000 yang artinya dibawah nilai derajat alpa 0.05 sehingga
dapat disimpulkan terdapat perbedaan tekanan darah pre dan post pada
kelompok kontrol. Dalam proses penelitian responden pada kelompok kontrol
tetap melakukan terapi farmakologi dan melakukan diit rendah garam.
Sehingga asumsi peneliti perubahan tekanan darah tersebut dapat disebabka
karena faktor konsumsi obat dan diit rendah garam yang dilakukan.
Peneliti berpendapat bahwa Diit rendah garam bertujuan untuk membantu
menurunkan tekanan darah tinggi serta mempertahankan tekanan darah
menuju normal. Selain itu, bertujuan untuk menghilangkan retensi garam
dalam tubuh. Dasar diit hipertensi yang perlu diperhatikan adalah membatasi
penggunaan garam natrium serta jenis makanan berlemak. Fungsi natrium
dalam tubuh ialah menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh,
namun apabila asupan natrium berlebihan dapat menyebabkan
ketidakseimbangan cairan tubuh sehingga menimbulkan penimbunan cairan
(edema)(Pratiwi, 2015) .
Selain diet rendah garam I, faktor pendukung lain yang perlu diperhatikan
ialah konsumsi obat penurun tekanan darah. Obat antihipertensi seperti
diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),
penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium merupakan
obat aintihipertensi utama dari 9 jenis obat yang biasa digunakan. Agar
mencapai tekanan darah yang diinginkan, biasanya pasien akan diberikan
dua atau lebih obat antihipertensi. Penambahan obat kedua dari jenis obat
antihipertensi akan diberikan jika obat yang pertama tidak dapat mencapai
tekanan darah yang diinginkan (Almatzier, 2012). Penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Misda (2017) di Kelurahan Tlogomas
Kota Malang, bahwa hasil yang didapatkan menunjukan adanya efektifitas
penerapan asupan nutrisi diet rendah natrium terhadap tekanan darah pasien
hipertensi dengan p 0,002. Pada penelitian ini, penderita hipertensi
mengalami penurunan tekanan darah dengan mengonsumsi makanan diit
rendah garam.
3. Perbedaan pengaruh kelompok intervensi dengan kelompok kontrol terhadap
tekanan darah pasien hipertensi
Hasil uji independent sampel t test sebagai uji hipotesis yang dilakukan untuk
melihat perbedaan pengaruh setiap kelompok. Hasil penilitian tersebut
menunjukan bahwa nilai p value 0.000 yang berarti dibawah nilai alpha 0.05
sehingga dapat ditarik kesimpulan terdapat perbedaan pengaruh pada
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.sehingga dapat disimpulkan
serbuk bawang putih yang diberikan kepada responden kelompok intervensi
lebih dapat menurunkan tekanan darah dibanding diit rendah garam. Namun
untuk dapat lebihmeningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi dan
tercapainya target tekanan darah bagi responden, alangkah baik pula
dilakukan keduanya. Kedua tindakan tersebut merupakan bagian dari terapi
non farmakologi yang dalam penggunannya dapat menunjang pengobatan
farmakologi.
Menurut pendapat peneliti mengkonsumsi bawang putih dapat membantu
menurunkan terjadinya komplikasi akibat hipertensi karena manfaat bawang
putih yang dapat menstabilkan tekanan darah, sehingga angka kematian
akibat hipertensi pun dapat berkurang.Selama melakukan penelitian ini,
peneliti juga tidak menemukan efek samping terhadap responden, sehingga
bawang putih aman untuk dijadikan alternatif pengobatan hipertensi dalam
kehidupan sehari-hari.Selain itu pengolahan bawang putih juga mudah dan
dapat dilakukan oleh keluara sendiri tanpa bantuan medis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh laili dan
pardede (2020) Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh terhadapnilai tekanan darah sistolik dan diastolik awal antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan p-value0.000 dan 0.001.
Dan terdapat perbedaan rata-rata yang bermakna pada nilai tekanan
darah sistolik dan diastolik akhir antara kelompok perlakuan (bawang
putih) dan kelompok kontrol (air jahe)p-value0.004 dan 0.017.Hasil
penelitian ditemukan terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik
setelah perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkanpenderita
hipertensi agar mengkonsumsi air rebusan bawang putih dan jahesebanyak
5 gr : 25 gr/hari selama 7 hari untuk menurunkan tekanan darah.
Pemberian bawang putih dapat menurunkan tekanan darah, kandungan yang
terdapat pada bawang putih mengandung senyawa kimia yang sangat
penting salah satunya termasuk volatile oil (0,1-0,36 %) yang mengandung
sulfur termasuk didalamya allin, ajjoene dan vinyldithiines yang dihasilkan
secara non enzimatik dari allicin yang dapat mengencerkan darah dan
berperan dalam mengatur tekanan darah sehingga dapat memperlancar
peredaran darah. Bawang putih juga mengandung enzim allinase,
peroxidase dan myrosinase yang berfungsi memperlebar pembuluh darah
sehingga aliran darah menjadi lancar, bawang putih juga mengandung tinggi
kalium sehingga dapat menghmabat vasokontriksi oto polos dan bersifat
diuretic (Izzati, 2017).Penelitian ini sejalan dengan penelitian Faridatul (2012)
yaitu rata-rata tekanan darah sistol responden sesudah diberikan terapi
bawang putih yaitu 140,00 mmHg dan rata-rata tekanan darah iastole
responden yaitu 80,31 mmHg. Sehingga disimpulkan mengkonsumsi bawang
putih dapat menurunkan tekanan darah.
Hasil penelitian ini juga di dukung oleh teori dari Dalimartha, (2008) yang
berpendapat bahwa pengobatan terhadap hipertensi dapat dilakukan dengan
terapi herbal, yaitu salah satu nya dengan mengkonsumsi bawang putih yang
dapat di konsumsi setiap saat dan sangat baik untuk menurunkan tekanan
darah. Karena bawang putih mengandung banyak kandungan bermanfaat
bagi tubuh khususnya allisin dan ajoene yang berperan dalam melancarkan
aliran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah .
Pada bawang putih setelah dikonsumsi, komponen allicin (didapatkan
setelah alliin berinteraksi dengan enzim alliinase) dilepas ke pembuluh darah,
allicin mampu mencetuskan sel darah merah untuk menghasilkan H2S yang
mempunyai efek vasodilator (Cruz, Rotter, Gonzalez, et al, 2007).Mekanisme
penurunan tekanan darah juga berkaitan dengan vasodilatasi otot pembuluh
darah yang dipengaruhi senyawa dalam ekstrak umbi bawang putih.Senyawa
aktif umbi bawang putih yang diketahui mempengaruhi ketersediaan ion
Ca2+ untuk kontraksi otot jantung dan otot polos pembuluh darah adalah
ajoene. Senyawa aktif tersebut dapat menghambat masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel, sehingga konsentrasi ion Ca2+ intraseluler menurun dan terjadi
hiperpolarisasi, diikuti relaksasi otot. Relaksasi menyebabkan ruangan dalam
pembuluh darah melebar, sehingga tekanan darah menurun (Hernawan &
Setyawan, 2013).

Anda mungkin juga menyukai