Anda di halaman 1dari 13

1.5.

Tinjauan Pustaka
1.5.1 Nikel Laterit
Istilah “laterite” berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti bata. Istilah ini pertama
kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807 untuk bongkahan-
bongkahan tanah yang telah dipotong menjadi bata (bricks) untuk tujuan pembangunan
oleh orang Malabar – South Central India (Ahmad, 2006). Sekarang ini, istilah “laterite”
diartikan sebagai residu tanah yang kaya akan senyawa oksida besi yang terbentuk
akibat pelapukan kimia dengan kondisi air tanah tertentu.
Laterit merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari proses pelapukan secara
kimiawi dan berlangsung dalam waktu yang lama. Laterit terbentuk melalui proses
pemecahan mineral induk yang tidak stabil pada kondisi lingkungan yang basah/lembab
sehingga terjadi pelepasan unsur-unsur kimia ke dalam air tanah. Unsur-unsur kimia yang
mudah larut dalam air tanah bersifat asam, hangat, dan lembab akan melarut. Hal ini
menyebabkan unsur-unsur yang tidak mudah larut tersisa dan membentuk mineral baru
yang stabil pada kondisi lingkungan tersebut. Proses ini disebut dengan proses laterit
(Shofi, 2013)(Asy’ari, 2013).
1.5.2. X-Ray Fluorosence Spectrophotometer
X-ray fluorescence (XRF) spektrometer merupakan alat yang digunakan untuk
menganalisis komposisi kimia beserta konsentrasi unsur-unsur yang terkandung dalam
suatu sampel dengan menggunakan metode spektrometri. XRF umumnya digunakan
untuk menganalisa unsur dalam mineral atau batuan. Analisis unsur di lakukan secara
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis jenis unsur
yang terkandung dalam bahan sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan
konsentrasi unsur dalam bahan.
Persiapan sampel yang relatif mudah dan murah, stabilitas, serta kemudahan dalam
penggunaan alatnya sehingga menjadikan salah satu metode yang paling banyak
digunakan untuk analisis unsur utama dan jejak di batuan, mineral, dan sedimen.
Dasar analisis alat X-Ray Fluorescence ini adalah pencacahan sinar x yang
dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada orbital
yang lebih dekat dengan inti (karena terjadinya eksitasi elektron) oleh elektron yang
terletak pada orbital yang lebih luar. Ketika sinar x yang berasal dari radio isotop sumber
eksitasi menabrak elektron dan akan mengeluarkan elektron kulit dalam, maka akan
terjadi kekosongan pada kulit itu. Elektron dari kulit yang lebih tinggi akan mengisi
kekosongan itu. Perbedaan energi dari dua kulit itu akan tampil sebagai sinar x yang
dipancarkan oleh atom. Spektrum sinar x selama proses tersebut menunjukan
peak/puncak yang karakteristik, dimana setiap unsur akan menunjukkan peak
karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada
dalam sampel.
1.5.2.1 Prinsip Kerja XRF Berdasarkan Efek Fotolistrik :

Gambar 1. Prinsip kerja XRF


1. Elektron tereksitasi keluar, X-Ray ditembakkan pada sampel, jika selama proses
penembakan X-Ray mempunyai energi yang cukup maka elektron akan terlempar
(tereksitasi) dari kulitnya yang lebih dalam yaitu kulit K dan menciptakan vacancy atau
kekosongan pada kulitnya.
2. Pengisian kekosongan elektron, kekosongan tersebut mengakibatkan kondisi yang
tidak stabil pada atom. Untuk menstabilkan kondisi, maka elektron dari tingkat energi
yang lebih tinggi misalnya dari kulit L dan M akan berpindah menempati kekosongan
tersebut, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Pada proses perpindahan tersebut,
energi dibebaskan karena adanya perpindahan dari kulit yang memiliki energi lebih
tinggi (L/M) kedalam kulit yang memiliki energi paling rendah (K). Emisi yang
dikeluarkan oleh setiap material memiliki karakteristik khusus.
3. Pelepasan energi, proses tersebut memberikan karakteristik dari X-Ray, yang
energinya berasal dari perbedaan energi ikatan antar kulit yang berhubungan. X-Ray
yang dihasilkan dari proses ini disebut X-Ray Fluorescence.
4. Proses analisis data, proses untuk mendeteksi dan menganalisa X-Ray yang dihasilkan
disebut X-Ray Fluorescence Analysis. Penggunaan spektrometer X-Ray pada saat
penyinaran suatu material akan didapatkan multiple peak (puncak ganda karena
adanya Kα dan Kβ) pada intensitas yang berbeda. Model yang lain yaitu alfa, beta,
atau gamma dibuat untuk menandai X-Ray yang berasal dari elektron transisi dari kulit
yang lebih tinggi. Kα dihasilkan dari transisi elektron dari kulit L ke kulit K dan X-Ray
Kβ dihasilkan dari transisi elektron dari kulit M menuju kulit K, seperti gambar berikut:
Gambar 2. Terbentuknya K-alpha dan K-Beta (Sumantry, T., 2002)
1.5.3 Preparasi Sampel
Langkah pertama untuk mengembangkan metode analitik yang kuat adalah
menentukan cara preparasi sampel yang tepat untuk mendapatkan akurasi maksimum
dari intensitas XRF yang diukur, spesimen harus:
a. Homogen sempurna
b. Memiliki permukaan yang rata dan halus
c. Memiliki ketebalan tak terbatas
d. Preparasi spesimen harus dapat direproduksi (Rousseau, 2013)
Secara umum preparasi sampel menggunakan XRF dilakukan dengan dua metode
yaitu metode pelet dan metode fusion beads. Metode Fusion Beads memiliki keakuratan
yang lebih tinggi dari metode Pelet.
1.5.3.1 Preparasi Fused Glass Beads
Pada awal penggunaan analisa XRF sekitar tahun 1948 hingga 1955, semua sampel
yang akan diuji harus dihaluskan terlebih dahulu untuk menggunakan preparasi pressed
pellet sebelum diukur pada spektrometer. Prosedur preparasi sampel tersebut akan
menimbulkan dua sumber eror yang diprediksi, yaitu: permukaan yang tidak rata dan
kandungan kimia pada sampel yang masih heterogen. Kedua hal ini dapat mengarah
kepada rendahnya kepresisian, untuk mengatasi hal tersebut “Borax Bead Technique”
dikembangkan yang oleh pemilik Claisse pada tahun 1956. Teknik ini mengandung
perubahan sampel padat kepada sebuah glass disk oleh fusion (peleburan) dengan flux.
Glass disk membuat sampel sempurna untuk analisa XRF karena efek ukuran butiran dan
sampel yang heterogen sudah tidak ada lagi. Penggunaan sampel bubuk di XRF memiliki
sejumlah efek yang tidak diinginkan.
Fusion adalah reaksi kimiawi yang mempermudah perubahan sampel padat menjadi
larutan. Proses ini adalah reaksi kimia biasa, namun karakteristiknya berbeda dan
produknya berbentuk kristal. Teknik fused glass beads biasanya digunakan untuk
mengukur elemen utama dalam analisis XRF. Teknik ini memiliki keunggulan dalam
mengurangi efek antar elemen (efek matriks) dan efek ukuran butir sampel, meningkatkan
homogenitas analisis sampel, dan kekuatan untuk memecah sampel (James, 2010).
Metode fusion beads adalah metode analisis terdepan yang memiliki beberapa
keuntungan dan dijadikan metode standar analisis internasional untuk material refraktori
dan bijih besi. Beberapa keuntungan dari metode Fusion Beads yaitu mampu
mengeliminasi efek mineralogi dan ukuran butir, mampu mengurangi efek komponen
yang sama oleh efek dilusi, serta memungkinkan untuk dibuat sampel standar dari oksida
sintetis. Aplikasi analisis XRF menggunakan metode fusion beads digunakan pada
material bijih besi, batuan, debu vulkanik, semen, alumina, kaca, kaolin, dan bata tahan
api.
Secara umum, fused beads merupakan teknik yang sangat aman dan sederhana.
Pada metode fused, suhu merupakan salah satu faktor penting dalam prosesnya. Suhu
fusi harus selalu dijaga untuk menghindari efek volatilisasi elemen dari sampel atau flux.
Suhu antara 1000°C dan 1050°C cukup untuk melelehkan flux borat dan melarutkan
oksida. Dalam konteks fused, flux harus bisa meleleh pada suhu 890°C. Kemudian,
sampel akan larut ke dalam flux cair. Untuk sampel itu sendiri, tidak perlu mencapai suhu
tersebut untuk meleleh. Selama flux tersebut adalah cairan/meleleh, maka sampel akan
larut di dalamnya. Terdapat pula beberapa senyawa, seperti SO3 dan alkali oksida, yang
bersifat agak fluktuatil dan cenderung hilang dengan volatilisasi jika suhunya terlalu tinggi.
Oleh karena itu, suhu rendah dan singkat (< 1050°C) direkomendasikan, karena hanya
flux yang perlu meleleh bukan sampel (Busaltic,2009). Beberapa parameter yang dapat
mempengaruhi hasil preparasi dengan metode fused beads, yaitu :
a. flux

b. Non-wetting agent

c. Mold effect
a. Flux
Komposisi flux sangat berpengaruh terhadap kelarutan sampel. Fluks yang lebih umum
digunakan adalah lithium tetraborate, lithium metaborate dan sodium tetraborate. Borat
digunakan karena merupakan pelarut yang baik untuk oksida. Termasuk pula hidrat,
karbonat, sulfat dan nitrat, yang juga dapat larut karena merupakan kombinasi dari dua
oksida yang salah satunya mudah menguap (H, O, CO, NO) atau sebagian mudah
menguap. kelembaban juga harus diperhatikan. Saat kelembaban rendah glass beads
akan kering, dan menjadi lengket apabila kelembaban tinggi (James, 2010).
b. Non-wetting agent (NWA)
Bergantung pada komposisinya, borate glass liquid atau padat memiliki
kecenderungan untuk menempel pada cawan peleburan. Pada beberapa kasus,
penggunaan non-wetting agent (NWA) sangat penting. Halogen adalah satu-satunya
unsur yang diketahui efektif sebagai NWA, tetapi hanya Iodine dan Bromide yang
mungkin digunakan. NWA dapat ditambahkan sebagai garam alkali atau dalam bentuk
larutan. Non-wetting agent yang paling umum digunakan antara lain: LiI, KI, NaI, NH4I,
NaBr, KBr, LiBr, dan NH4Br. Volatilitas senyawa halogen sangat tinggi dan makin naik
seiring kenaikan nomor atom. Volatilitas zat pelepas belum dijelaskan sepenuhnya tetapi
beberapa pengamatan menunjukkan bahwa laju penguapan zat pelepas bergantung pada
bilangan oksidasinya. Iodine adalah yang paling volatil sedangkan Bromide adalah yang
paling stabil. Non- wetting agent merupakan reduktor yang baik, oleh sebab itu dapat
dioksidasi dan terpecah dengan mudah. Reaksi oksidasi yang umum terjadi adalah:
1
2NH4Br+ O2(gas) → 2NH2O+ Br2(gas)
2
Oksigen yang terkandung pada atmosfir cukup untuk menghasilkan reaksi tersebut. Pada
kenyataannya, semua oksidator yang digunakan ketika fusion akan menyebabkan
dekomposisi non-wetting agent. Penambahan non-wetting agent yang optimal bergantung
pada sampel, flux, dan rasio flux sampel. Cara mudah untuk menentukan jumlah yang
tepat adalah dengan melihat bentuk glass beads dalam cetakan setelah pendinginan. Jika
permukaan atasnya rata atau agak cembung, kuantitas tepat. jika cekung di tepi kuantitas
terlalu kecil, jika cembung, kuantitas mungkin terlalu besar.

Gambar 3. Pengaruh jumlah zat pelepas pada bentuk manik-manik fusi


c. Mold effect
Permukaan mold memberikan pengaruh terhadap hasil analisis. Beberapa percobaan
telah dilakukan untuk memperjelas dan mengukur efek ini. Hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa efek permukaan sangat berpengaruh terhadap presisi. Perubahan
bentuk permukaan mold disebabkan karena pemanasan dan pendinginan yang berulang,
kristalisasi bead, dan lain-lain. Salah satu karakteristik mold platina adalah glass bead
yang dihasilkan akan memiliki permukaan yang sama dengan mold.
1.5.4 Certified Reference Material (CRM)
Menurut International Vocabulary of Metrology – Basic and general concept and
associated term (VIM), pengertian reference material adalah bahan atau zat yang memiliki
sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil, sehingga telah ditetapkan untuk dapat
digunakan dalam pengukuran atau pengujian suatu sampel. Bahan acuan dapat
digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran walaupun bahan acuan tersebut tidak
memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol
kebenaran pengukuran hanya bahan acuan yang memiliki nilai acuan yang dapat
digunakan. Selain reference material, ada Istilah Certified Reference Material (CRM) atau
bahan acuan bersertifikat yaitu bahan yang satu atau lebih sifatnya telah diberi sertifikat
dengan suatu prosedur teknis yang baku, yang disertai dengan ketidakpastian dan
ketertelusurannya. Sedangkan, pengertian CRM menurut ISO REMCO (2005) adalah
reference material yang salah satu atau lebih sifatnya sudah disertifikasi dengan prosedur
metrologi yang absah, disertai sertifikat yang memuat nilai sifat, ketidakpastiannya, dan
pernyataan ketertelusuran metrologinya (Sumardi, 2007).
Certified Reference Material (CRM) dikenal sebagai bahan acuan standar tersertifikasi
dengan level lebih tinggi karena telah diujikan dengan prosedur valid yang telah diujikan
di berbagai laboratorium bersertifikasi internasional (Kato, 2014). CRM harus dilengkapi
dokumen mengenai ketelusuran pengukuran, besaran ketidakpastian, derajat
homogenitas, stabilitas, dan jumlah massa yang dikeluarkan oleh badan sertifikasi (Gates,
2009)(Othmani, 2014)(Jochum, 2015).
1.5.4.1 Kegunaan Bahan Acuan
Bahan acuan memainkan peranan yang penting dalam memvalidasi akurasi data.
Bahan acuan digunakan untuk beberapa tujuan yaitu (Philips, 2007):
a. memfasilitasi pengujian yang akurat dari keseluruhan sistem pengujian selama
pengembangan atau penerapan suatu metode analitik (contohnya mulai dari ekstraksi
hingga kuantisasi menggunakan analisis instrumental).
b. menentukan apakah suatu metode berada dalam kontrol selama penggunaan rutin.
c. penetapan ketertelusuran nilai acuan bagi sebuah inhouse control material.
d. sebagai sebuah sampel pembanding bagi penilaian antar laboratorium.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang metrologi, bahan acuan berfungsi
untuk menjamin ketertelusuran hasil pengujian, dalam hal ini ke Satuan Internasional (SI)
atau kalau belum memungkinkan, ke bahan acuan sejenis yang lebih tinggi tingkatannya
(Sumardi, 2007).
1.5.4.2. Penggunaan dan Pemilihan Certified Reference Material
Bahan referensi bersertifikat harus digunakan untuk memastikan pengukuran yang
akurat. Dikarenakan biaya CRM yang relatif mahal, maka harus digunakan dengan benar,
yaitu efektif, efisien dan ekonomis.
Untuk menggunakan CRM maka diperlukan sejumlah kriteria untuk pemilihan
penggunaan CRM, antara lain (Wildan, 2015):
a. Ketersediaan CRM dapat mudah ditemukan di pasaran.
b. Rentang konsentrasi CRM disesuaikan dengan sensitifitas alat yang digunakan
dan juga disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Memiliki matriks yang hampir sama dengan sampel.
d. Tersedia keterangan ketertelusuran pengukuran dan estimasi ketidakpastian CRM
tersebut.
1.5.4.3 CRM OREAS (190)
Bahan referensi OREAS dimaksudkan untuk memberikan metode evaluasi dan
meningkatkan kualitas analisis sampel geologi. Ahli geologi menyediakan cara
mengendalikan mutu dalam pengumpulan data analitik yang dihasilkan melalui eksplorasi
dari tingkat akar hingga evaluasi prospek dan dalam kontrol kadar di operasi
pertambangan. Bagi analis, disediakan cara yang efektif untuk mengkalibrasi peralatan
analitik, menilai teknik baru dan secara rutin memantau prosedur internal.
OREAS 189-195 dibuat dari bahan bijih saprolitik yang bersumber dari Anglo American
Tambang Nikel Codemin Brazil Limitada yang terletak di negara bagian Goiás, 300 Km
dari pelabuhan Santos di Brasil. Ini adalah salah satu dari rangkaian tiga belas CRM nikel
laterit (OREAS 182 hingga OREAS 195) yang bersumber dari dua tambang nikel laterit di
Brasil. Batas toleransi (ISO Guide 3207) nilai standar ditentukan dengan menggunakan
analisis kesalahan presisi metode dan dianggap sebagai perkiraan konservatif dari
homogenitas sejati. Arti dari batas toleransi yaitu dimana 99% dari waktu (1-α = 0.99)
setidaknya 95% dari subsample (ρ = 0.95) akan memiliki konsentrasi yang berada di
antara nilai wt. %. Lebih tepatnya, ini berarti jika sampel diambil dan dianalisis dengan
cara yang sama berulang kali, 99% dari interval toleransi yang dibangun akan mencakup
setidaknya 95% dari total populasi dan 1% interval toleransi akan mencakup kurang dari
95% dari total populasi (ISO Guide 35).
CRM ini digunakan di laboratorium dalam program QA/QC. Mereka memperhitungkan
kesalahan yang disebabkan oleh ketidakpastian pengukuran dan variabilitas CRM. Ada
empat sumber kesalahan pengukuran:
a. Varian dalam batch di dalam laboratorium atau presisi analitis (pengulangan).
b. Varian antar batch di dalam laboratorium (reproduktifitas).
c. Varian antar laboratorium.
d. Variabilitas CRM.
1.5.5 Validasi dan Verifikasi Metode Pengujian
Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa
metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya
diperuntuk-kan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan
untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (seperti AOAC, ASTM, dan lainnya),
namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu,
biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip
dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi.
Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu metode
dengan melengkapi bukti-bukti yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan.Verifikasi sebuah metode uji
bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu
melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Verifikasi
bertujuan untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja (Riyanto, 2014).
1.5.6 Akurasi
Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya
yang diterima (Gary, 1994). Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk
memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replika analisis semakin
dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan,
1996).
Akurasi merupakan perbandingan antara nilai rata-rata hasil pengulangan pengujian
dengan nilai benar yang dinyatakan dalam persentase. Sedangkan bias diungkapkan
dalam nilai mutlak yang merupakan perbandingan nilai rata-rata hasil pengulangan
pengujian dengan nilai benar.
Bila hasil akurasi sebesar 100% maka pengujian yang dilakukan sangat akurat.
Persamaan matematika untuk penentuan % akurasi dapat dilihat pada rumus berikut
(Murniasih, 2010):

Keterangan:
Cs = Konsentrasi sertifikat
Cu = Konsentrasi rata-rata pengukuran
Rentang kesalahan yang diperbolehkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Nilai % recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel (Harmita 2004).
Metode analisis yang mungkin digunakan untuk menetapkan akurasi yaitu metode
menggunakan CRM (Certified Refference Material) dan adisi standar. CRM mempunyai
nilai tertelusur ke SI dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan (refference value) untuk nilai
yang sebenarnya. Syarat CRM yang digunakan matriksnya cocok dengan contoh uji
(mempunyai komposisi matriks yang mirip matriks contoh uji). Apabila CRM tidak tersedia
maka dapat menggunakan bahan yang mirip contoh uji yang diperkaya dengan analit
yang kemurniannya tinggi atau disebut metode adisi standar, lalu diuji persen recovery-
nya. Analit yang terkait dalam matriks contoh harus dilarutkan atau dibebaskan sebelum
dapat diukur karena analit tidak boleh hilang selama proses agar hasil pengujian akurat
maka efisiensi pelarutan harus 100%.
1.5.7 Presisi
Presisi atau precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata. Jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel maka sampel yang diambil dari campuran yang
homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien
variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau
reproducibility (ketertiruan). Metode ini dilakukan terhadap paling sedikit 6 (enam) replika
sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen (Rohman,
2018). Tujuan parameter ini adalah melihat konsistensi analis, kesulitan metode,
kesesuaian metode, dan contoh uji.

Gambar 1.4 Perbedaan presisi dan akurasi (Riyanto 2014).


Umumnya nilai presisi dihitung menggunakan Standar Deviasi (SD) untuk
menghasilkan Relative Standard Deviation (RSD). Presisi yang baik dinyatakan dengan
semakin kecilnya persen RSD maka nilai presisi semakin tinggi. Kriteria presisi juga
diberikan bila metode memiliki nilai RSD ≤ 5%. Nilai standar deviasi dan persen koefisien
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Keterangan :
Xi = pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran
Menurut Wardani (2012) nilai presisi dinyatakan dengan %RSD dengan tingkat
ketelitiannya terdiri dari :
RSD ≤ 1% = sangat teliti
1% < RSD ≤ 2% = teliti
2% < RSD ≤ 5%= ketelitian sedang
RSD ≥ 5%= ketelitian rendah
1.5.8 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi atau
masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi
merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis
renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis
itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen
batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran
bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur
respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula
di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)


k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi =
slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai
pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan
simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.)

1.5.9 Penelitian Terdahulu


Tabel 1.Daftar Tabel Penelitian Terdahulu

Peneliti & Judul Metode


Hasil
Tahun Penelitian penelitian

Almah Perbandingan Analisa bijih Hasil menunjukkan bahwa teknik


Sriwulandari Hasil Preparasi nikel laterit fused glass beads memiliki nilai
Kurais Bijih Nikel menggunakan yang lebih mendekati nilai CRM
Laterit XRF dengan dibandingkan dengan teknik
(2021) Menggunakan metode teknik preparasi pressed powder pellet.
Teknik Pressed preparasi Trend yang terjadi berdasarkan
Powder Pellet Pressed grafik OREAS kemudian
Dan Fused Powder dan dibandingkan dengan hasil
Glass Beads Fused Glass pengujian sampel ore dan
Untuk Analisa Beads. menunjukkan bahwa pengujian
Kimia fused glass beads memiliki nilai
Menggunakan yang dominan lebih tinggi
X-Ray dibandingkan pressed powder
Fluorescence pellet. Hasil tersebut sesuai dengan
(Xrf) pengujian sampel ore nikel laterit
dari mixing plant, dimana hasilnya
menunjukkan teknik fused glass
beads dominan memiliki hasil lebih
tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk


menganalisa kandungan material
perekat yang digunakan pada tiga
benteng purba di kawasan Aceh
Besar. Analisa dilakukan
menggunakan X-Ray Flourescence
Analisa
Identifikasi (XRF) dengan metode Fusion
kandungan
Kandungan Beads. Hasil uji XRF menunjukkan
dalam material
Nurul Fitri, Material bahwa ketiga benteng tersebut
perekat untuk
Elin Perekat pada memiliki kandungan senyawa
dibandingkan
Yusibani Benteng Purba oksida yang sama, dengan
dengan material
dan Evi di Kawasan persentase CaO sebanyak 46,16-
semen
Yufita Aceh Besar 51,37%, SiO2 sebanyak 2,56-
menggunakan
Menggunakan 6,68%, MgO sebanyak 1,01-2,16%,
analisa XRF
(2016) XRF Al2O3 sebanyak 0,73-1,18%, dan
dengan metode
Fe2O3 sebanyak 0,53-0,70%.
Fused Glass
Senyawa-senyawa tersebut
Beads
merupakan komposisi penyusun
dari batu kapur jenis Kalsit. Hasil
tersebut dibandingkan dengan
material perekat yang digunakan
saat ini (Semen) didapatkan
memiliki komposisi yang berbeda.

Ada dua Kurva Primer Fusebead adalah


Nadya Pembuatan metode suatu kurva yang dibuat untuk
Nuraini, Kurva Primer pengujian pengontrolan pengujian kualitas
Estuti Budi Dengan oksida untuk sampel rawmeal, clinker, dan
Mulyani, Metode Fusion rawmeal, semen tanpa ada gangguan error
Hafit Menggunakan clinker, dan atau kontaminasi dari material itu
Setyabudi, Certified semen yaitu : sendiri.
dan Irvan Reference 1. Metode Data sampel CRM diuji dengan
Chaerul Material (CRM) Preparasi menggunakan Spektrofotometer X-
Saleh Pressed Pellet Ray, lalu kemudian dilakukan
2. Metode verifikasi dengan menggunakan
metode yang disebut kualifikasi
metode untuk memastikan
kebenaran atau validasi dari kurva
tersebut. Dari hasil pembuatan dan
verifikasi kurva sampel CRM yang
telah dibuat, sebesar 80% kurva
dinyatakan akurat. Menurut ASTM
C114-18, jika sampel yang diuji ≥7,

Preparasi maka akan didapatkan data yang

Fusion Borate akurat sebesar ≥77%. Karena pada


(2019) pengujian ini dilakukan pembuatan
kurva dengan 10 jenis sampel
Certified Reference Material yang
bervariasi, 2 dari 10 jenis sampel
dinyatakan tidak masuk kualifikasi
karena memiliki nilai yang melebihi
range pada ASTM. Maka total yang
masuk kualifikasi adalah 8 sampel,
dengan presentase sebesar ≥77%
mendekati 80%.

Anda mungkin juga menyukai