Kelompok 7
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap
RS X”.
Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Kualitatif pada
Terima kasih kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
pembuatan Proposal ini. Kami menyadari bahwa Proposal ini masih memiliki kekurangan, segala
Semoga Proposal ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan kami terkait pemahaman
penelitian kualitatif yang menjadi dasar bagi kami untuk melaksanakan tesis.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN MATERI
A. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan pasien
B. Asuhan keperawatan
C. Teori Hubungan Interpersonal / Interpersonal relations Theory -
Hildegard E Peplau
BAB III METODELOGI
A. Rancangan penelitian ……..
B. Populasi
C. Instrumen/ panduan wawancara
D. Prosedur pengolahan data
E. Teknik Analisa data
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
LEMBAR PERSETUJUAN
PEDOMAN WAWANCARA
FORMAT CATATAN LAPANGAN
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah proses yang dibutuhkan manusia untuk melangsungkan kehidupan.
Hubungan antar manusia bisa terjadi karena adanya komunikasi, dimana komunikasi
diperlukan untuk pemecahan segala permasalahan yang ada didalam kehidupan manusia
(Hadi, 2013). Bach dan Grant (2018) mengatakan bahwa komunikasi yang baik dibentuk
dengan teknik dasar seperti memberikan pertanyaan terbuka, memberikan respon, empati,
mendengarkan, dan asertif. Maka dalam hal itu perawat sebagai ujung tombak pemberi
layanan kesehatan dituntut untuk memberikan asuhan yang berkualitas. Perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat tercapai
hubungan saling percaya dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan
berkualitas dan berdampak positif bagi pasien (Arumsari, 2017). Salah satu bentuk
komunikasi yang harus dimiliki oleh perawat adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik dilakukan untuk membina hubungan saling percaya antar perawat dan pasien.
Komunikasi terapeutik juga memberikan gambaran kepada perawat tentang kondisi yang
sedang dialami oleh pasien sehingga mudah bagi perawat untuk dapat menentukana suhan
keperawatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien (Muhith & Siyoto, 2018).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan
kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Sedangkan menurut Suryani (2005),
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi.
Komunikasi perawat yang baik akan meningkatkan profesionalisme begitu juga
sebaliknya jika komunikasi perawat tidak baik. Menurut Peplau (1997) dalam Martin &
Chanda (2016) tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk mengembangkan pemahaman
bersama diantara orang-orang yang mempunyai keterikatan satu sama lain seperti
komunikasi antara perawat-pasien. Komunikasi terapeutik bersifat menyeluruh, berfokus
pada pasien dan memperhatikan seluruh aspek perawatan pasien meliputi psikologi,
psikososial, lingkungan dan spiritual. Praktek komunikasi terapeutik berfokus pada
kesehatan pasien dan merupakan landasan hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien. Sedangkan menurut Adiansyah (2014), tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kelemahan komunikasi masih menjadi masalah bagi perawat dan klien sehingga proses
keperawatan tidak berjalan maksimal dan akhirnya dapat menimbulkan ketidaknyamanan
pasien. Permasalahan yang sering terjadi berkaitan dengan komunikasi antara perawat dan
pasien, sering kali terjadi kelemahan dalam proses komunikasi tersebut, dimana sering kali
masih kurang optimalnya cara berkomunikasi dari seorang perawat kepada pasien.
Kelemahan tersebut antara lain adalah, masih seringnya raut muka dengan perkataan tidak
sejalan, yang dapat menunjukkan kurang puas dari pasien, ketika berkomunikasi dengan
perawat, sikap keramahan yang cenderung sangat kecil dari perawat, yang ditunjukkan
melalui raut wajah yang kurang menarik, cenderung marah dengan cemberut dalam
menjawab pertanyaan pasien. Hal tersebut mungkin dikarenakan faktor kelelahan dalam
pelayanan pasien yang begitu banyak. Selain itu juga kemungkinan banyak hal lain yang
melatarbelakangi sikap dan tidakan berkomunikasi yang kurang baik dari perawat kepada
pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara pada 10 pasien
rawat inap di rumah sakit X, di dapatkan keluhan dengan buruknya pelayanan perawat,
sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap. Buruknya pelayanan perawat yang
dirasakan pasien terutama dari sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang kurang
santun. Selain itu hasil studi pendahuluan berdasarkan wawancara terhadap perawat yang
sedang melaksanakan asuhan keperawatan di dapatkan bahwa tahapan komunikasi
terapeutik belum dilaksanakan secara maksimal. Dari observasi ditemukan Pada fase-fase
komunikasi terapeutik, salah seorang perawat hanya meminta izin untuk melakukan
tindakan keperawatan tanpa memperkenalkan nama dan menjelaskan tujuan dilakukannya
tindakan, ada perawat yang mengajak komunikasi kepada pasien, ada perawat yang
mengucapkan salam dan ada juga perawat yang hanya diam saja pada saat melakukan
tindakan.
Kemampuan berkomunikasi perawat yang baik berdampak langsung pada kepuasan
pasien. Kepuasan pasien merupakan suatu tingkatan perasaan yang timbul sebagai akibat
dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien tersebut membandingkan
dengan apa yang diharapkannya. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap rendahnya mutu
pelayanan yang diberikan perawat dan beralihnya kepercayaan pasien. Maka salah satu
bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh tidak dapat lepas
dari komunikasi terapeutik yang baik.
Berdasarkan masalah tersebut kita dapat melihat bahwa ketidak puasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh faktor komunikasi terapeutik perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang dilakukan untuk terapi (Suryani, 2005). Komunikasi terapeutik membantu pasien dan
untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya dengan hal-hal yang
diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan egonya. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau interaksi antara
klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka
membantu penyelesaian masalah klien (Mundakir, 2006).
Dari beberapa permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi antara pribadi perawat
dengan pasien tersebut, menjadi dasar utama penelitian ini untuk lebih mendalam lagi
ditingkatkan pada penelitian secara kualitatif, sehingga dapat diketahui peran komunikasi
teraupetik antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang
rawat inap RS X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana Peran
komunikasi teraupetik antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat inap RS X
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui peran komunikasi teraupetik antara perawat dengan pasien dalam
pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit.
b. Mengetahui kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit.
c. Mengetahui penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien
d. Mengetahui pengalaman pasien selama dirawat di rumah sakit.
e. Mengetahui kesan pasien terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit.
f. Mengetahui harapan pasien terhadap sikap perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Pengembangan pengetahuan tentang peran komunikasi terapeutik antara perawat dengan
pasien dalam pemberian asuhan keperawatan berdasarkan model Teori Hubungan
Interpersonal/ Interpersonal relations Theory-Hildegard E Peplau
2. Manfaat Praktis
Mengetahui peran komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien dalam pemberian
asuhan keperawatan dan mendapatkan gambaran tentang komunikasi terapeutik perawat
dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS X.
BAB II
TINJAUAN TEORI
c. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan
dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun
nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat
pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active
listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi,
bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu
menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan
usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth
dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien
menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam
Suryani, 2005)
d. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi
ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu
mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah
klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi
yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak
yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi. Stuart G.W. (1998) dalam
Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek
penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan
baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk
terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap
sebelumnya.
B. Asuhan keperawatan
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. dilaksanakan berdasarkan kidah-kaidah keperawatan sebagai suatu
profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan bersifat humanistic, dan berdasarkan
pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang
ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka
pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah) diagnosis keperawatan, pelaksanaan dan penilaian
tindakan keperawatan. Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan
klien . menurut A maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis
meliputi oksigen, cairan,nutrisi, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta
dan saling ,memiliki, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan
merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang
berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi dalam usaha memperbaiki maupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
2. Tujuan asuhan keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
a. Mengajak individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar
tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya.
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
4. Tahapan
Penerapan komunikasi terapeutik dalam Asuhan keperawatan dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan, diantaranya :
a. Pengkajian.
1. Menentukan kemampuan seseorang
2. Mengevaluasi data tentang status mental pasien
3. Mengevaluasi kemampuan pasien
4. Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien
5. Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien
6. Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan non verbal
7. Mengkaji tingkat kecemasan pasien
b. Rencana Tujuan
1. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien
2. Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan
3. Meningkatkan harga diri pasien
4. Memberikan support
5. Perawat dan pasien sepakat mengadakan komunikasi secara terbuka
c. Implementasia
1. Memperkenalkan diri kepada pasien
2. Mulai interaksi kepada pasien
3. Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya
4. Menganjurkan pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya
5. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien
Indikasi fokus dari masing – masing fase ada pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Fase Hubungan Perawat-Pasien
Fase Fokus
Orientasi Fase untuk mendefinisikan masalah
Identifikasi Pemilihan bantuan profesional yang tepat
Eksploitasi Penggunaan bantuan profesional sebagai alternatif pemecahan masalah
Pemutusan hubungan profesional
Resolusi
(3) Identifikasi
Penetapan tujuannya adalah Saling bergantung/interdependen.
(2) Diagnosa keperawatan Pasien mempunyai perasaan memiliki dan respon selektif
Ringkasan pernyataan terhadap siapa yang memenuhi kebutuhannya.
berdasarkan analisis perawat.
(4) Eksploitasi
(3)Perencanaan Pasien secara aktif mencari dan menggambar yang
Saling menetapkan tujuan. dituangkan pada pengetahuan dan keahlian dari mereka yang
dapat membantu.
(5) Resolusi
(4) Pelaksanaan Terjadi setelah fase lain yang berhasil diselesaikan secara
Rencana diinisiasi ke arah
pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Mungkin dipenuhi oleh pasien,
health care professional atau
keluarga pasien.
lengkap.
(5) Evaluasi Menyebabkan penghentian/terminasi hubungan.
Berdasarkan penetapan
perilaku akhir yang diharapkan.
Dapat menyebabkan
penghentian/terminasi
hubungan atau inisiasi rencana
baru.
Peplau mengidentifikasi kebutuhan, frustasi, konflik, dan kecemasan sebagai
konsep utama pada situasi keperawatan. Tahap orientasi Peplau yang sejajar dengan
awal fase pengkajian bahwa baik perawat dan pasien datang bersama-sama sebagai
orang asing. Pertemuan ini diprakarsai oleh pasien yang menyatakan kebutuhan,
meskipun kebutuhan tidak selalu bisa dipahami. Secara bersama, perawat dan pasien
mulai bekerja melalui mengenali, memperjelas dan mendefinisikan fakta terkait
kebutuhan ini. Langkah ini disebut sebagai pengumpulan data dalam tahap penilaian
dari proses keperawatan.
Tahap berikutnya pada proses keperawatan adalah perencanaan. Dalam tahap
perencanaan proses keperawatan, perawat secara khusus merumuskan bagaimana
pasien akan mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada Peplau menekankan bahwa
perawat ingin mengembangkan hubungan terapeutik sehingga kecemasan pasien
akan disalurkan secara konstruktif untuk mencari sumber daya, sehingga
menurunkan perasaan putus asa. Langkah dalam perencanaan masih dapat
dipertimbangkan dalam fase identifikasi Peplau.
Pada tahap implementasi, seperti dalam fase eksploitasi Peplau, pasien akhirnya
menuai manfaat dari hubungan terapeutik dengan menggambarkan pada pengetahuan
dan keahlian perawat. Dalam kedua fase (implementasi dan eksploitasi), rencana
individual telah terbentuk, berdasarkan kepentingan dan kebutuhan pasien. Oleh
karena itu, dalam kedua tahap rencana yang diprakarsai menuju penyelesaian tujuan
yang diinginkan. Ada perbedaan implementasi dan eksploitasi., pada fase eksploitasi,
pasien adalah orang yang aktif mencari berbagai jenis layanan untuk memperoleh
manfaat maksimal yang tersedia sedangkan implementasi ditentukan oleh rencana
atau melaksanakan prosedur. Pada fase resolusi Peplau, fase-fase lainnya telah
berhasil dipenuhi, kebutuhan telah dipenuhi serta resolusi dan pemberhentian adalah
hasil akhir. Dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan langkah terpisah, dan
penetapan perilaku akhir yang diharapkan digunakan sebagai alat untuk evaluasi.
Dalam evaluasi, jika situasinya jelas, masalah bergerak ke arah penghentian. Jika
masalah tidak terselesaikan, bagaimanapun tujuan dan sasaran tidak tercapai, dan jika
perawatan tidak efektif, penilaian ulang harus dilakukan. Tujuan-tujuan baru,
perencanaan, implementasi dan evaluasi kemudian disusun.
g. Penerimaan Teori oleh Komunitas Keperawatan
1. Praktek Keperawatan
Grace Sills menyatakan bahwa, Peplau memberikan perspektif baru, arahan
baru, teori – teori yang dijadikan dasar praktek keperawatan untuk tindakan
terapeutik dengan pasien. Ide Peplau menjelaskan desain untuk praktek
keperawatan jiwa dengan lengkap (Tomey & Alligood, 1998).
2. Pendidikan Keperawatan
Buku Peplau yang berjudul “Interpersonal Relation in Nursing” ditulis khusus
untuk membantu lulusan perawat dan mahasiswa keperawatan. Tulisan – tulisan
Peplau berampak pada tokoh – tokoh keperawatan lain yang juga menulis buku.
Mereka menyatakan bahwa ide Teori Peplau, terutama definisi terhadap
keperawatan dan proses keperawatan, pengembangan dari teori kecemasan dan
pembelajaran, serta metode psikoterapeutik, menjadi bagian dari seleksi alam
dari disiplin ilmu keperawatan (Tomey & Alligood, 1998)
3. Penelitian Keperawatan
Statement Sills mengenai hasil kerja Peplau dipengaruhi oleh pekerjaannya di
klinik dan hasil studi, dimana hasil tersebut digunakan dalam penlitian sebagai
alat untuk meningkatkan batang tubuh pengetahuan keperawatan. Pada
penelitian – penelitian awal mengikuti asumsi bahwa masalah pasien terjadi pada
fenomena individu dan dieksplorasi dalam hubungan perawat – pasien. Thomas,
Baker dan Estes menggunakan konsep kecemasan Peplau sebagai suatu makna
untuk memecahkan perasaan marah secara konstruktif melalui proses
pembelajaran pada hubungan perawat – pasien (Tomey & Alligood, 1998).
4. Keterbatasan Teori Peplau
Beberapa keterbatasan teori peplau meliputi kurangnya penekanan pada health
promotion dan pemeliharaan kesehatan ; bahwa dinamika intra keluarga,
pertimbangan ruang individu, serta layanan sumberdaya sosial
komunitas/masyarakat juga kurang diperhatikan. Teori Peplau juga tidak dapat
digunakan untuk pasien yang tidak bisa mengekspresikan kebutuhannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pasien secara mendalam tentang
peran komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dalam memberikan informasi tentang
asuhan keperawatan yang diberikan. Beberapa hal yang dibahas diantaranya: rancangan
penelitian, populasi, instrument penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan
pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang
fenomena mengenai apa yang dialami oleh subjek penelitian, dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu latar yang berkonteks khusus dan alamiah
(Moleong, 2010). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi,
yaitu suatu strategi penelitian dimana didalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat
pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Dalam proses ini, peneliti
mengesampingkan terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat
memahami pengalaman- pengalaman partisipan yang ia teliti (Creswell, 2010). Jenis
fenomenologi yang dipilih adalah fenomenologi deskriptif, yaitu suatu metode untuk
mengeksplorasi langsung, menganalisis dan mendeskripsikan fenomena tertentu, sebebas
mungkin dari perkiraan yang belum teruji (Speziale & Carpenter, 2003).
Pengalaman yang dirasakan oleh pasien sifatnya dapat sangat unik sesuai dengan
karakteristik masing-masing pasien sehingga fenomena ini tidak dapat digambarkan secara
kuantitatif. Oleh karena itu peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif, karena melalui pendekatan tersebut akan dapat diperoleh
gambaran yang jelas dan mendalam tentang peran komunikasi terapeutik dalam
tercapainya kepuasan pasien.
B. Populasi
Populasi adalah sebagai suatu kumpulan subjek, variabel, konsep, atau fenomena. Kita dapat
meneliti setiap anggota populasi untuk mengetahui sifat populasi yang bersangkutan.
(Morissan, 2012 ; 19). Berdasarkan pada pengertian populasi tersebut diatas, maka populasi
menjadi amat beragam. Kalau dilihat dari segi penentuan sumber datanya, maka populasi
dapat dibedakan menjadi populasi terbatas dan populasi tidak terhingga. Populasi pada
penelitian ini adalah populasi heterogen terbatas, yaitu seluruh pasien yang ada di Rumah
Sakit dengan komposisi latar belakang tingkat pendidikan yang beragam.
Bungin (2005:101) menyatakan bahwa dalam penelitian sosial dikenal hukum kemungkinan
atau hukum probabilitas, yaitu kesimpulan yang ditarik dari sampel dapat digeneralisasikan
kepada seluruh populasi. Kesimpulan ini dapat dilakukan karena pengambilan sampel ini
memang dimaksudkan untuk mewakili seluruh populasi. Dari ide hukum kemungkinan ini
maka kemudian banyak penelitian menggunakan sampel.
Pada populasi yang heterogen, keberagaman terjadi dimana-mana, dan ini membutuhkan
pekerjaan khusus yang merepotkan, karena membutuhkan teknik- teknik khusus yang
sejalan dengan sifat populasi tersebut. Metode sampling adalah pembicaraan tentang
bagaimana cara menata berbagai teknik dalam pengambilan sampel agar menjadi sampel
yang representatif. Pekerjaan ini menuntut ketelitian. Dari ketelitian ini kemudian peneliti
menentukan rancangan yang akan dipakai dalam mengambil sampel.
Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian. Pada penelitian
tertentu dengan skala kecil, yang hanya memerlukan beberapa orang sebagai objek
penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap objek atau
populasi kecil, biasanya penggunaan sampel penelitian tidak diperlukan. Hal tersebut karena
keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Dalam istilah penelitian
kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan
populasi merangkap sebagai sampel penelitian.
Oleh karena penelitian ini, salah satunya menggunakan analisis multivariat, dimana
beberapa variabel independen dihubungkan dengan satu variabel dependen pada waktu yang
bersamaan. Maka Hastono (2001:141) menyatakan bahwa jumlah sampel dalam analisis
multivariat sebaiknya jangan terlalu sedikit, pedoman yang berlaku adalah setiap variabel
minimal diperlukan 10 responden. Di samping pendapat tersebut diatas, pendapat lainnya
dari Zikmund (2000) yang dikutip oleh Simamora (2004:218) menyatakan bahwa ukuran
sampel setiap golongan minimal 100 orang. Berdasarkan pada ketiga pendapat tersebut
diatas, maka penelitian ini akan menggunakan sampel total, karena jumlah populasi
keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti.
2. Tahap Pelaksanaan
Wawancara dilakukan berdasarkan kontrak waktu dan tempat yang telah disepakati
bersama antara peneliti dan partisipan. Wawancara dilaksanakan berkisar 30 – 60 menit,
sedangkan untuk jumlah pertemuan dilaksanakan sesuai kontrak dengan partisipan dan
disesuaikan dengan kebutuhan informasi/data bagi tercapainya tujuan penelitian. Rata-
rata partisipan dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu yang pertama untuk
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta kontrak waktu. Pertemuan kedua untuk
melaksanakan proses wawancara, dan pertemuan ketiga dilaksanakan untuk melakukan
validasi data maupun menggali data tambahan yang dirasakan masih perlu untuk
penelitian.
Pelaksanaan wawancara diawali dengan mengingatkan kembali kontrak atau kesepakatan
untuk melakukan wawancara serta pengisian data demografi partisipan. Proses
wawancara mengenai topik komunikasi terapeutik dilakukan berdasarkan panduan
wawancara yang telah disiapkan. Selama proses wawancara berlangsung, percakapan
peneliti dan partisipan akan direkam.
Field note digunakan oleh peneliti untuk mencatat komunikasi non verbal dan kondisi
lingkungan yang ditampilkan oleh partisipan. Selama proses wawancara peneliti
berkonsentrasi terhadap jawaban partisipan, menggali secara mendalam berdasarkan
jawaban partisipan dan sekaligus melakukan pencatatan field note terhadap hal-hal selain
verbal partisipan, yang dirasakan mendukung pernyataan partisipan. Misalnya ekspresi
wajah, intonasi suara, penggunaan gerakan tubuh yang berulang dan suasana lingkungan
yang mempengaruhi proses wawancara.
Wawancara diakhiri dengan menyimpulkan hasil wawancara yang telah dilakukan.
Setelah semua topik terjawab peneliti memberikan ucapan terima kasih kepada partisipan
atas partisipasinya serta melakukan terminasi sementara dengan membuat kontrak untuk
melakukan pertemuan selanjutnya.
3. Tahap Terminasi
Tahapan akhir pertemuan dengan partisipan dilakukan dengan melakukan validasi naskah
transkrip. Peneliti melakukan validasi gambaran fenomena yang dialami oleh partisipan
sebelum menggabungkan data yang muncul selama validasi data ke dalam deskripsi akhir
yang mendalam. Proses validasi akan dilakukan dengan membacakan hasil transkrip
wawancara kepada partisipan, kemudian peneliti menanyakan apakah hasil transkrip
wawancara tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan partisipan selama proses
wawancara. Peneliti juga akan melakukan validasi dengan menggunakan kisi-kisi hasil
analisis tema kepada setiap partisipan.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. . 2010. Nursing theories and their work. Missouri: Mosby Elsevier
Alfiyanti. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam riset Keperawatan. Rajawali Press, Jakarta
Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Rajawali Rosdakarya. Bandung
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Fundamentals of nursing: fundamental keperawatan; buku 2 edisi
7. Jakarta; Salemba Medika
Priyanto, A. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan Untuk
Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
PENJELASAN PENELITIAN
enelitian : Peran Komunikasi Terapeutik antara perawat dengan pasien
dalam pemberian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap
RS X
i : Kelompok 7
Peneliti
LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah mendapatkan penejelasan dari peneliti dan membaca penjelasan penelitian. Saya
memahami bahwa peneltian ini akan menjunjung tinggi hak hak saya selaku pertisipan dan
penelitian ini tidak akan berakibat negative pada diri saya serta segala informasi yang saya
berikan akan dijamin kerahasiannya. Saya berhak tidak melanjutkan berpartisipasi dalam
penelitian jika suatu saat merugikan saya.
Saya sangat memahami bahwa penelitian ini sangan bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
kepada perawat yang memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dengan
menandatangani surat persetujuan ini berarti saya bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian
ini secara sukarela dan tanpa ada paksaan dari siapapun.
Pekerjaan :
PEDOMAN WAWANCARA
Pernyataan Pembuka
Bapak/ibu terima kasih atas kesediannya hari ini bertemu dengan saya untuk tanya jawab atas
pengalaman bapak/ibu terhadap komunikasi perawat selama bapak/ibu dirawat dirumah sakit ini.
Tempat wawancara