Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL 

PERAN KOMUNIKASI TERAUPETIK PERAWAT DENGAN PASIEN


DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN 
DI RUANG RAWAT INAP RS X 

Satuan Mata Ajar Penelitian Kualitatif

Kelompok 7

1. Heldawati,  S. Kep., Ners


2. Ida farida, S. Kep., Ners
3. Lina Maesaroh, S. Kep., Ners
4. RatnaKomala, S. Kep., Ners
5. Ria Mariatul Isnaeni, S. Kep., Ners
6. Rinawati, S. Kep., Ners
7. Rita Erlina, S. Kep., Ners
8. Nurmawati, S. Kep., Ners
9. Wahyuni, S. Kep., Ners

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal “Peran Komunikasi teraupetik

antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap

RS X”.

Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Kualitatif pada

program magister keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan tujuan untuk

memahami bagaimana penelitian kualitatif .

Terima kasih kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu dan mendukung dalam

pembuatan Proposal ini. Kami menyadari bahwa Proposal ini masih memiliki kekurangan, segala

kritik dan saran sangat kami harapkan.

Semoga Proposal ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan kami terkait pemahaman

penelitian kualitatif yang menjadi dasar bagi kami untuk melaksanakan tesis.

Jakarta,       Oktober 2020

Kelompok 7

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR      i
DAFTAR ISI     ii
DAFTAR TABEL    iii
BAB I     PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang      
B. Rumusan Masalah    
C. Tujuan    
D. Manfaat Penelitian    
BAB II     TINJAUAN MATERI
A. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan pasien   
B. Asuhan keperawatan   
C. Teori Hubungan Interpersonal / Interpersonal relations Theory -
Hildegard E Peplau   
BAB III     METODELOGI 
A. Rancangan penelitian   ……..   
B. Populasi     
C. Instrumen/ panduan wawancara    
D. Prosedur pengolahan data    
E. Teknik Analisa data    

DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
LEMBAR PERSETUJUAN 
PEDOMAN WAWANCARA
FORMAT CATATAN LAPANGAN

DAFTAR TABEL

Tabel Fase Hubungan Perawat-Pasien


1.1
Tabel Perbandingan Proses Keperawatan dan Fase Peplau
1.2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah proses yang dibutuhkan manusia untuk melangsungkan kehidupan.
Hubungan antar manusia  bisa terjadi karena adanya komunikasi, dimana komunikasi
diperlukan untuk pemecahan segala permasalahan yang ada didalam kehidupan manusia
(Hadi, 2013). Bach dan Grant (2018) mengatakan bahwa komunikasi yang baik dibentuk
dengan teknik dasar seperti memberikan pertanyaan terbuka, memberikan respon, empati,
mendengarkan, dan asertif. Maka dalam hal itu perawat sebagai ujung tombak pemberi
layanan kesehatan dituntut untuk memberikan asuhan yang berkualitas. Perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat tercapai
hubungan saling percaya dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan
berkualitas dan berdampak positif bagi pasien (Arumsari, 2017). Salah satu bentuk
komunikasi yang harus dimiliki oleh perawat adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik dilakukan untuk membina hubungan saling percaya antar perawat dan pasien.
Komunikasi terapeutik juga memberikan gambaran kepada perawat tentang kondisi yang
sedang dialami oleh pasien sehingga mudah bagi perawat untuk dapat menentukana suhan
keperawatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien (Muhith & Siyoto, 2018).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan
kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Sedangkan menurut Suryani (2005),
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi.
Komunikasi perawat yang baik akan meningkatkan profesionalisme begitu juga
sebaliknya jika komunikasi perawat tidak baik. Menurut Peplau (1997) dalam Martin &
Chanda (2016) tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk mengembangkan pemahaman
bersama diantara orang-orang yang mempunyai keterikatan satu sama lain seperti
komunikasi antara perawat-pasien. Komunikasi terapeutik bersifat menyeluruh, berfokus
pada pasien dan memperhatikan seluruh aspek perawatan pasien meliputi psikologi,
psikososial, lingkungan dan spiritual. Praktek komunikasi terapeutik berfokus pada
kesehatan pasien dan merupakan landasan hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien. Sedangkan menurut Adiansyah (2014), tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kelemahan komunikasi masih menjadi masalah bagi perawat dan klien sehingga proses
keperawatan tidak berjalan maksimal dan akhirnya dapat menimbulkan ketidaknyamanan
pasien. Permasalahan yang sering terjadi berkaitan dengan komunikasi antara perawat dan
pasien, sering kali terjadi kelemahan dalam proses komunikasi tersebut, dimana sering kali
masih kurang optimalnya cara berkomunikasi dari seorang perawat kepada pasien.
Kelemahan tersebut antara lain adalah, masih seringnya raut muka dengan perkataan tidak
sejalan, yang dapat menunjukkan kurang puas dari pasien, ketika berkomunikasi dengan
perawat, sikap keramahan yang cenderung sangat kecil dari perawat, yang ditunjukkan
melalui raut wajah yang kurang menarik, cenderung marah dengan cemberut dalam
menjawab pertanyaan pasien. Hal tersebut mungkin dikarenakan faktor kelelahan dalam
pelayanan pasien yang begitu banyak. Selain itu juga kemungkinan banyak hal lain yang
melatarbelakangi sikap dan tidakan berkomunikasi yang kurang baik dari perawat kepada
pasien. 
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara pada 10 pasien
rawat inap di rumah sakit X, di dapatkan keluhan dengan buruknya pelayanan perawat,
sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap. Buruknya pelayanan perawat yang
dirasakan pasien terutama dari sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang kurang
santun.  Selain itu hasil studi pendahuluan berdasarkan wawancara terhadap perawat yang
sedang melaksanakan asuhan keperawatan di dapatkan bahwa tahapan komunikasi
terapeutik belum dilaksanakan secara maksimal. Dari observasi ditemukan  Pada fase-fase
komunikasi terapeutik, salah seorang perawat hanya meminta izin untuk melakukan
tindakan keperawatan tanpa memperkenalkan nama dan menjelaskan tujuan dilakukannya
tindakan, ada perawat yang mengajak komunikasi kepada pasien, ada perawat yang
mengucapkan salam dan ada juga perawat yang hanya diam saja pada saat melakukan
tindakan.
Kemampuan berkomunikasi perawat yang baik berdampak langsung pada kepuasan
pasien. Kepuasan pasien merupakan suatu tingkatan perasaan yang timbul sebagai akibat
dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien tersebut membandingkan
dengan apa yang diharapkannya. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap rendahnya mutu
pelayanan yang diberikan perawat dan beralihnya kepercayaan pasien. Maka salah satu
bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh tidak dapat lepas
dari komunikasi terapeutik yang baik.
Berdasarkan masalah tersebut kita dapat melihat bahwa ketidak puasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh faktor komunikasi terapeutik perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang dilakukan untuk terapi (Suryani, 2005). Komunikasi terapeutik membantu pasien dan
untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya dengan hal-hal yang
diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan egonya. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau interaksi antara
klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka
membantu penyelesaian masalah klien (Mundakir, 2006).
Dari beberapa permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi antara pribadi perawat
dengan pasien tersebut, menjadi dasar utama penelitian ini untuk lebih mendalam lagi
ditingkatkan pada penelitian secara kualitatif, sehingga dapat diketahui peran komunikasi
teraupetik antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang
rawat inap RS X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana Peran
komunikasi teraupetik antara perawat dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat inap RS X
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui peran komunikasi teraupetik antara perawat dengan pasien dalam
pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS X.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit. 
b. Mengetahui kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit.
c. Mengetahui penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien 
d. Mengetahui pengalaman pasien selama dirawat di rumah sakit.
e. Mengetahui kesan pasien terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit.
f. Mengetahui harapan pasien terhadap sikap perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.

D. Manfaat Penelitian 
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Pengembangan pengetahuan tentang peran komunikasi terapeutik antara perawat dengan
pasien dalam pemberian asuhan keperawatan berdasarkan model Teori Hubungan
Interpersonal/ Interpersonal relations Theory-Hildegard E Peplau
2. Manfaat Praktis
Mengetahui peran komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien dalam pemberian
asuhan keperawatan dan mendapatkan gambaran tentang komunikasi terapeutik perawat
dengan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS X.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien


1. Pengertian 
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan membantu proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi
terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat dalam berinteraksi untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi
terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang dapat dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional seorang perawat. Akan tetapi,
jangan sampai karena terlalu asik dan sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai
manuasia dengan bergbagai macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi antara perawat dan klien secara
langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dan membantu proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997; Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati, 2003;
Arwani, 2003).

2. Manfaat komunikasi terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi,
mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003).

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang
diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau interaksi
antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam
rangka membantu penyelesaian masalah klien.
4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai
yang dianut. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi. Perawat harus mampu menguasai
perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih,
marah, keberhasilan maupun frustasi. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik. Kejujuran dan komunikasi
terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan. Disarankan mengekspresikan perasaan yang dinaggap mengganggu.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa
rasa takut. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab
terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain
tentang apa yang dikomunikasikan. Karakteristik Komunikasi Terapeutik.
Ada tiga hal mendasar yang member cirri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai
berikut (Arwani, 2003):
a. Ikhlas
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
b. Empati
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
c. Hangat
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan
dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam.

5. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik


Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan pasien, perawat mempunyai
empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang berbeda-beda dan harus
diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk, 2003) :
a. Tahap persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya, juga mencari informasi tentang klien.
Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap
ini harus dilakukan oleh perawat untuk memahami dirinya dan menyiapkan diri
(Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan
klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan.
Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat
berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan
mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini
mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka
pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling
tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai
interaksi (Suryani, 2005).
Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup
kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama
tersebut (Suryani, 2005).
 
b. Tahap perkenalan (Orientasi)
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani,
2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada
klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani,
2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak
mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina
tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J
dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan
saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa
adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani,
2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau
mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman
klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya
harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap
perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu,
sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri
(Suryani, 2005).
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap
ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan
memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah
klien. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini
dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk,
2002).

c. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan
dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun
nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat
pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active
listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi,
bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu
menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan
usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth
dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien
menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam
Suryani, 2005)
 
d. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi
ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu
mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah
klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi
yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak
yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi. Stuart G.W. (1998) dalam
Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek
penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan
baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk
terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap
sebelumnya.

6. Sikap Komunikasi Terapeutik Perawat dengan pasien


Ada 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
a. Berhadapan Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
b. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon kepada klien.
 
 
7. Tekhnik - tekhnik komunikasi terapeutik kepada pasien
a. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tekhnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya, tekhnik ini sering digunakan pada tahap
orientasi.
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
(Keliat, Budi, Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam
Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap
pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
c. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.
Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien (Keliat, Budi, Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan
suatu strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).
d. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
e. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat
tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan
terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
f. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
g. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat
dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam
Suryani, 2005).
h. Memberi informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan
penyembuhan.
i. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawatklien. Tekhnik ini membantu
perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri
pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi
yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
j. Mengubah cara pandang
Tekhnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara
pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya
saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat terutama ketika
klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi
negatifnya. Jadi dengan begitu klien bisa menerima dan meningkatkan harga dirinya.
k. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam
masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah
tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
l. Membagi persepsi
Menurut Stuart G.W : 1998 dalam Suryani : 2005, menyatakan membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan
atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada
perbedaan antara respon verbal dan respon nonverbal klien, dan untuk selanjutnya
menyamakan persepsi yang berbeda itu.
m. Mengidentifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
n. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Menurut
Nightingale, F dalam Anonymous : 1999 dalam Suryani : 2005, mengatakan suatu
pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan
kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi. Humor
juga bisa membuat suasana menjadi lebih santai dan rileks. Humor juga bisa
melepaskan ketegangan yang terjadi pada proses komunikasi.
o. Memberikan pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005). Semua orang pasti senang ketika mendapatkan pujian dari seseorang, begitu
juga dengan pasien yang mendaptkan pujian dari perawat.

B. Asuhan keperawatan 
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. dilaksanakan berdasarkan kidah-kaidah keperawatan sebagai suatu
profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan bersifat humanistic, dan berdasarkan
pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Menurut  Ali (1997) proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang
ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka
pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah) diagnosis keperawatan, pelaksanaan dan penilaian
tindakan keperawatan. Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan
klien . menurut A maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis
meliputi oksigen, cairan,nutrisi, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta
dan saling ,memiliki, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan
merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang
berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi dalam usaha memperbaiki maupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
2. Tujuan asuhan keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
a. Mengajak individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar
tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya.
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

3. Fungsi proses keperawatan


Proses keperawatan berfungsi sebagai berikut:
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan
dalam memecahkan masalah melalui asuhan keperawatan.
b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan komunikasi yang efektif
dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dalam kemandiriannya di bidang kesehatan.

4. Tahapan 
Penerapan komunikasi terapeutik dalam Asuhan keperawatan dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan, diantaranya :
a. Pengkajian.
1. Menentukan kemampuan seseorang 
2. Mengevaluasi data tentang status mental pasien 
3. Mengevaluasi kemampuan pasien 
4. Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien 
5. Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien 
6. Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan non verbal 
7. Mengkaji tingkat kecemasan pasien 

b. Rencana Tujuan 
1. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien 
2. Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan 
3. Meningkatkan harga diri pasien 
4. Memberikan support 
5. Perawat dan pasien sepakat mengadakan komunikasi secara terbuka 

c. Implementasia 
1. Memperkenalkan diri kepada pasien 
2. Mulai interaksi kepada pasien 
3. Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya
4. Menganjurkan pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya 
5. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien 

d. Evaluasi dari hasil yang diharapkan 


1. Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkajidan memenuhi
kebutuhan sendiri 
2. Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah. 
3. Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan. 

Tahapan Komunikasi Terapeutik, siklus atau langkah-langkah yang harus dilakukan


dalam komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahap sebagai berikut : 
1. Tahap Prainteraksi Tahap ini dimulai sebelum petugas kesehatan terlebih dahulu
menggali kemampuan yang dimiliki sebelum kontak atau berhubungan dengan klien
termasuk kondisi kecemasan yang menyelimuti diri petugas kesehatan sehingga
terdapat dua unsur. Yang perlu dipersiapkan dan dipelajari pada tahap prainteraksi
yaitu unsur diri sendiri dan unsur dari pasien. Dan dapat disimpulkan bahwa hal-hal
yang dipelajari dari diri sendiri adalah pengetahuan yang dimiliki terkait dengan
penyakit atau masalahklien, kecemasan diri, analisis kekuatan diri dan waktu
pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan. Hal-hal yang dipelajari dari
unsur pasien adalah perilaku pasien dalammenghadapi pasien masalahnya adat
istiadat dan tingkat pengetahuan 

2. Tahap Perkenalan atau Orientasi


Pada tahap perkenalan adalah membuat kontrak dengan klien. Kontrak yang harus
disetujui bersama dengan klien antara lain: tempat, waktu pertemuan dan topik
pembicaraan. Pada tahap ini adalah petugas kesehatan mengalih keluhan yang
dirasakan oleh klien dan di validasi dengan tanda serta gejala lain, maka dariitu
petugas kesehatan membenarkan secara aktif untuk mengumpulkan data tersebut.

3. Tahap KerjaTahap yang paling lama diantara tahap lainya. 


Petugas kesehatan dan klien bertemu untuk menyelesaikan masalah dan membentuk
hubungan yang saling menguntungkan secara profesional, yaitu mencapai tujuan
yang ditetapkan. Pada fase ini petugas kesehatan memiliki kebutuhan dan
mengembangkan pola-pola adaptif klien. Memberi bantuan yang dibutuhkan klien,
mendiskusikan dengan teknik untuk mencapai tujuan selain sebagai pemberi
pelayanan, peran petugas sebagai pengajar yang diperlukan. Peran ini meliputi upaya
meningkatkan motivasi klien untuk mempelajari dan melakukan aktifitas
peningkatan kesehatan untuk mengikuti program pengobatan dokter dan untuk
mengekspresikan perasaan atau pengalaman yang berhubungan dengan masalah
kesehatan dan kebutuhan keperawatan yang terbentuk. Contoh nya tentang
pemberian asih disaat sesudah melahirkan
4. Tahap Terakhir Terminasi 
Tahap terminasi dimulai ketika klien dan petugas kesehatan memutuskan untuk
mengakhiri hubungan dengan klien. Pada tahapini petugas kesehatan adalah
mengevaluasi pencapaian tujuan dariinteraksi yang telah dilaksanakan, menyepakati
tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan dan membuat pertemuan
berikutnya kalau diperlukan : 
a. Komunikasi terapeutik dalam keperawatan merupakan proses untuk menciptakan
hubungan antara perawatdan pasien, dan tenaga kesehatan lainnya, dalam memberikan
asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang peranan penting untuk membantu
pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari
tingkah laku seseorang yang melibatkan aktivitas fisik, mental disamping itu juga di
pengaruhi latar belakang sosial, pengalaman, usia, pendidikan dantujuan yang ingin
dicapai. Dalam era kemajuan seperti ini peranan komunikasi dari perawat sebagai orang
yang terdekat dengan pasien menjadi lebih penting baik secara verbal maupun non verbal
dalam membantu penyembuhan pasien.
b. Penggunaan Komunikasi Terapeutik 
Kegunaan komunikasi terapeutik untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam keperawatan.

C. Teori Hubungan Interpersonal / Interpersonal relations Theory - Hildegard E. Peplau


a. Biografi Hildegard E. Peplau
Hildegard E. Peplau lahir pada 1 september 1909 di pennsylvania, Amerika serikat
dari pasangan Gustav dan Ottylie Peplau. Hildegard Peplau merupakan anak kedua
dari enam bersaudara. Dr. Peplau, merupakan salah satu  perawat   terkemuka   dan  
berpengaruh   di   dunia. Sebagai  seorang   anak,   beliau   pernah   menyaksikan  
wabah   flu yang menewaskan banyak orang pada tahun 1918. Hildegard E. Peplau  
memulai   karir  keperawatan   pada  tahun  1931 sebagai   lulusan   dari   sekolah  
perawat  Pottstown,   PA   school.  Beliau kemudian bekerja sebagai staffnurse di
Pennsylvania dan New York city. Beliau mendapat  gelar  bachelor degree  jurusan  
psikologi interpersonal pada tahun 1943. Hildegard E. Peplau mendapat gelar master
dan  doctor di   Universitas   Columbia. Selain   itu,   beliau   juga   mendapat  
sertifikat psikoanalisis di Wiliam Alanson White Institute New York. Pada tahun
1950   ia   memulai   mengajar   psikiatrik   keperawatan. Hildegard E.  Peplau juga
bekerja di WHO, US Air Force, US General Surgeon. Pada tahun 1952 Dr. Hildegard
E. Peplau mengeluarkan teorinya yaitu  Psychodynamic   nursing. Melalui teori   ini, 
Hildegard E.  Peplau mendefinisikan   keperawatan   sebagai   terapuetik   yang  
mempunyai   seni penyembuhan   dalam   membantu   orang   yang   sakit   atau  
orang   yang membutuhkan   perawatan   kesehatan.  Pengalaman   pribadi   ini  
sangat mempengaruhi  pemahamannya   tentang   dampak   dari   penyakit   dan
kematian pada keluarga. Teori  Hildegard   E.   Peplau  disebut   juga   sebagai  
model   hubungan interpersonal   yang   menjadikan  Hildegard   E.Peplau   sebagai  
ibu keperawatan jiwa. Tujuan dari teori ini yaitu untuk melatih dan mendidik pasien /
klien beserta keluarganya dan membantu pasien untuk mencapai kematangan
kepribadian Kesehatan didefinisikan oleh Peplau sebagai sebuah simbol yang
menyatakan   secara   tidak   langsung  perkembangan   progresif   dari kepribadian 
dan proses kemanusiaan yang terus menerus mengarah pada keadaan kreatif,
konstruktif, produktif di dalam kehidupan pribadi atau komunitas (Asmadi, 2008).
 
b. Sumber Teori Hildegard E Peplau
Peplau memasukkan pengetahuan ke dalam kerangka konseptualnya yang pada
akhirnya berkembang menjadi model keperawatan berbasis teori. Peplau
menggunakan pengetahuan yang dikutip dari ilmu perilaku dan model psikologikal
untuk mengembangkan teori hubungan interpersonal. Kutipan dari model psikologikal
menyatakan bahwa “ memungkinkan bagi perawat untuk saatnya berpindah dari
orientasi terhadap penyakit ke salah satu bagian dari psikologi, perasaan, serta perilaku
yang dapat di eksplore dan dimasukkan ke dalam intervensi keperawatan. Hal ini
memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengajari pasien bagaimana cara
mengungkapkan perasaan serta bagaimana cara menunjukkan perasaan tersebut. Hary
Stack Sullivan, Percival Symonds, Abraham Maslow, Bella Mittleman dan Neal Elgar
Miller adalah merupakan tokoh – tokoh sumber utama Peplau didalam
mengembangkan kerangka konseptualnya. Bahkan beberapa konsep terapeutik ia
dapatkan secara langsung dari tokohnya sendiri yakni Freud dan Fromm (Tomey &
Alligood, 1998).

c. Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau


Peplau mendefinisikan konsep utama teorinya sebagai “psychodynamic
nursing” karena bertujuan memahami  suatu perilaku untuk membantu orang lain
mengidentifikasi kesulitan yang dimilikinya dan untuk mengaplikasikan prinsip –
prinsip human relation dalam menyelesaikan masalah yang dibangun dari semua
tingkat pengalaman (Tomey & Alligood, 1998).
Menurut Peplau, keperawatan adalah terapeutik karena hal ini mengandung
suatu seni menyembuhkan, menolong individu yang sakit atau membutuhkan
pelayanan kesehatan. Keperawatan dapat dipandang sebagai satu proses interpersonal
karena melibatkan interaksi antara dua atau lebih individu dengan tujuan yang sama.
Dalam keperawatan tujuan bersama ini akan mendorong kearah proses terapeutik
dimana perawat dan pasien saling menghormati satu dengan yang lain sebagai
individu, kedua-duanya mereka belajar dan berkembang sebagai hasil dari interaksi.
Belajar menempatkan diri saat individu mendapat stimulus dalam lingkungan dan
berkembang penuh sebagai reaksi kepada stimulus tersebut (George, 1995).
Ketika perawat dan pasien mengidentifikasi satu masalah pertama kalinya,
mereka mulai menyusun tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Masing
– masing pendekatan yang gunakan sebagai tindakan nantinya, tergantung dari
perbedaan latar-belakang dan keunikan individu. Setiap individu dapat pandang
sebagai satu struktur yang unik biologis-psikologis-spritual-sosial, dimana reaksi
antara individu satu dengan yang lain tidak sama (George,1995). 
Perawat dan pasien mempelajari persepsi yang unik tersebut dari perbedaan
lingkungan, adat-istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan yang membentuk budaya
individu tersebut. Setiap orang mempunyai pemikiran yang berbeda sehingga
mempengaruhi persepsi dan perbedaan persepsi inilah sangat penting dalam proses
interpersonal. Sebagai tambahan lagi, perawat harus memiliki pengetahuan
keperawatan seperti managemen stress-krisis dan pengembangan teori, yang akan
memberikan arahan pada pemahaman yang lebi tentang peran perawat professional
pada proses terapeutik. Sebagai   perawat dan pasien yang berhubungan terus harus
mengerti peran masing-masing dan faktor – faktor yang mempengaruhi masalah.
Dari pemahaman tersebut, perawat dan pasien berkolaborasi serta sharing sesuai
tujuan yang ingin dicapai hingga masalah dapat teratasi (George, 1995).
Selama perawat dan klien bekerja sama, mereka akan memiliki banyak
pengetahuan dan kematangan berfikir selama proses. Peplau (1952/1988)
memandang keperawatan sebagai “ maturing force and an educative instrument”.
Dia percaya bahwa keperawatan adalah hasil pengalaman belajar mengenai diri
sendiri sebaik individu lainnya yang terlibat dalam hubungan interpersonal. Konsep
ini didukung oleh Genevieve Burton penulis lain tentang keperawatan (1950)
mengatakan bahwa “ tingkah laku orang lain harus dimengerti agar dapat mengerti
diri sendiri secara jelas”. Seseorang yang sadar dengan perasaannya sendiri,
persepsinya sendiri serta tindakannya sendiri, akan lebih sadar terhadap reaksi orang
lain (George,1995).
Masing – masing terapeutik memberikan pengaruh pada pengembangan
personal dan professional antara perawat dan pasien. Selama perawat bekerja sama
dengan pasien untuk menyelesaikan masalah disetiap kehidupan, maka praktek
perawat tersebut akan menjadi bertambah efektif. Masing – masing individu perawat
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap dirinya serta kemampuannya dalam
terapeutik dan hubungan interpersonal (George,1995).
Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpersonal yang saling
berkaitan yaitu: (1) orientasi, (2) identifikasi,  (3) eksploitasi, (4) resolusi. Setiap
tahap saling melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian
masalah (George,1995) 

d. Tahapan Perkembangan Peplau dari Hubungan Perawat - Klien


1. Fase Orientasi
Fase orientasi dimulai oleh perawat. Ini adalah fase di mana perawat dan pasien
berkenalan, dan mengatur nada untuk hubungan mereka, yang pada akhirnya
akan berpusat pada pasien. Selama tahap ini, penting untuk membangun
hubungan profesional, bukan hubungan sosial. Ini termasuk mengklarifikasi
bahwa pasien adalah pusat dari hubungan, dan bahwa semua interaksi adalah,
dan akan dipusatkan pada membantu pasien. Fase ini biasanya berkembang
selama fase yang sangat mudah dipengaruhi dalam hubungan perawat-klien,
karena fase orientasi terjadi tidak lama setelah masuk ke rumah sakit, ketika
klien menjadi terbiasa dengan lingkungan baru dan orang baru. Perawat mulai
mengenal pasien sebagai individu yang unik, dan pasien harus merasakan bahwa
perawat benar-benar tertarik pada mereka. Kepercayaan mulai berkembang, dan
klien mulai memahami peran mereka, peran perawat, dan parameter serta
batasan hubungan mereka.
2. Tahap Identifikasi
Klien mulai mengidentifikasi masalah yang harus dikerjakan dalam
hubungan. Tujuan perawat adalah membantu pasien untuk mengenali peran
interdependen / partisipasinya sendiri dan meningkatkan tanggung jawab untuk
diri sendiri.
3. Fase Eksploitasi / Fase Kerja
Selama Fase Kerja, perawat dan pasien bekerja untuk mencapai potensi penuh
pasien, dan memenuhi tujuan mereka untuk hubungan tersebut. Tanda bahwa
transisi dari fase orientasi ke fase kerja telah dilakukan, adalah jika pasien dapat
mendekati perawat sebagai nara sumber, alih-alih merasakan kewajiban sosial
kepada perawat (Peplau, 1997). Klien sepenuhnya mempercayai perawat, dan
memanfaatkan sepenuhnya layanan dan kemampuan profesional
perawat. Perawat dan pasien bekerja menuju tujuan pemulangan dan
penghentian.
4. Resolusi Fase / Fase Pengakhiran
Fase penghentian hubungan perawat klien terjadi setelah tujuan klien saat ini
telah terpenuhi. Perawat dan klien meringkas dan mengakhiri hubungan
mereka. Salah satu aspek kunci dari hubungan perawat-klien, sebagai lawan dari
hubungan sosial, adalah bahwa hubungan itu bersifat sementara, dan seringkali
berdurasi pendek (Peplau, 1997). Dalam hubungan yang lebih jangka panjang,
pemutusan hubungan kerja biasanya dapat terjadi ketika pasien keluar dari
rumah sakit, atau pasien meninggal. Dalam hubungan jangka pendek, seperti
kunjungan klinik, kunjungan ruang gawat darurat, atau kunjungan vaksinasi bus
kesehatan, pemutusan hubungan kerja terjadi saat pasien keluar, dan hubungan
tersebut biasanya tidak terlalu rumit. Namun, dalam kebanyakan situasi,
hubungan harus diakhiri begitu klien telah membangun kemandirian yang
meningkat untuk menangani masalah mereka sendiri.

Indikasi fokus dari masing – masing fase ada pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Fase Hubungan Perawat-Pasien
Fase Fokus
Orientasi Fase untuk mendefinisikan masalah
Identifikasi Pemilihan bantuan profesional yang tepat
Eksploitasi Penggunaan bantuan profesional sebagai alternatif pemecahan masalah
Pemutusan hubungan profesional
Resolusi

   

Pandangan lain yang dianggap relevan dengan Hubungan Interpersonal perawat –


pasien adalah peran perawat. Peplau secara terperinci menguraikan beberapa peran
perawat, jika dilakukan dengan baik, maka hubungan interpersonal pun  akan akan
menjadi baik sehingga berdampak pada kepuasan pasien. Peran-peran tersebut antara
lain : 1) Stranger ; Peplau menyatakan bahwa, karena perawat dan pasien adalah
orang asing diantara keduanya, maka perawat tidak boleh mendakwa pasien tetapi
harus menerimanya seperti menerima dirinya sendiri,  2), Resource Person ; pada
peran resource person, perawat menyediakan jawaban spesifik, khususnya informasi
tentang kesehatan, dan menginterpretasikan ke pasien tentang penanganan atau
rencana perawatan medis 3) Teaching role; Teaching role merupakan kombinasi dari
semua peran. Peplau mengembangkan bentuk mengajarnya ke dalam dua kategori,
yakni instructional yang berisi pemberian informasi dan format yang dijelaskan
dalam literatur pendidikan, serta experiental yang digunakan oleh learner sebagai
dasar dari produk pembelajaran. Konsep learning ini digunakan di dalam teaching
role secara tumpang tindih dengan peran perawat sebagai konselor,karena konsep
learning menggunakan tehnik psikoterapeutik 4) Leadership role ; leadership role
meliputi proses demokratik. Perawat membantu pasien menemukan
tugasnya/kewajibannya melalui hubungan yang kooperatif dan partisipasi aktif. 5)
Surrogate role; pasien melimpahkan ke perawat dalam surrogate role ini. Fungsi
perawat adalah membantu pasien mengenali persamaan antara dirinya dengan
perawat tersebut. Pada fase ini, antara pasien dan perawat mengenali area dependen,
independen dan terakhir interdependen, 6) Counseling role ; fungsi konseling pada
hubungan perawat-pasien adalah sebagai jalan bagi perawat untuk merespon
kebutuhan pasien.  (Tomey & Alligood, 1998).

e. Teori Peplau dan Metaparadigma Keperawatan


Teori keperawatan biasanya berkembang menjadi empat konsep individu, kesehatan,
masyarakat, dan keperawatan. Peplau menyebut manusia dengan istilah men, yakni
suatu organisme yang hidup dalam equilibrium tidak stabil (Tomey & Alligood,
1998). Sedangkan George (1995) menjelaskan pengertian manusia menurut Peplau
sebagai suatu organisme yang bekerja keras dengan caranya sendiri untuk
mengurangi tekanan yang berupa kebutuhan. Kesehatan, didefinisikan sebagai
"simbol kata yang mengimplikasikan pergerakan ke depan kepribadian dan proses-
proses manusia lainnya ke arah yang produktif, kreatif, konstruktif, dan lingkungan
komunitas" (Tomey & Alligood, 1998). Secara implicit,Peplau mendefinisikan
lingkungan dengan istilah segala sesuatu yang berada di luar organism dan dalam
konteks budaya/culture (Tomey & Alligood, 1998). Saat ini ketika seorang perawat
mempertimbangkan lingkungan pasien, dia belajar banyak faktor, seperti latar
belakang budaya,  rumah dan lingkungan kerja, bukan hanya mempertimbangkan
penyesuaian pasien terhadap rutinitas rumah sakit. Persepsi yang sempit Peplau
tentang masyarakat / lingkungan adalah keterbatasan utama dari teorinya. Teori ini
tidak meneliti pengaruh-pengaruh lingkungan yang luas pada orang, tetapi lebih
memfokuskan pada tugas-tugas psikologis (George, 1995). Keperawatan
dideskripsikan sebagai tindakan terapeutik yang signifikan pada proses interpersonal.
Fungsi hal ini adalah kooperatif dengan proses manusia lainnya yang membuat
kemungkinan sehat seorang individu dalam suatu komunitas (Tomey &
Alligood,1998). Sedangkan dalam buku George (1995), Peplau mendefinisikan
keperawatan sebagai hubungan manusia antara individu yang sakit atau yang
membutuhkan layanan kesehatan dan perawat mengenali atau merespon kebutuhan
untuk dibantu

f. Hubungan Antara Tahapan Peplau dan Proses Keperawatan


         Kontinum Peplau pada empat fase orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan
resolusi dapat dibandingkan dengan proses keperawatan seperti yang dibahas dalam
(Tabel 1.1). Proses keperawatan didefinisikan sebagai "aktivitas intelektual’’ yang
disengaja dimana praktek keperawatan didekati secara tertib, sistematis.
         Ada banyak kesamaan antara proses keperawatan dan fase interpersonal
Peplau. Fase Peplau dan proses keperawatan berurutan dan fokus pada interaksi
terapeutik. Keduanya bila menemui “stress” harus menggunakan tehnik problem
solving secara kolaboratif, dengan tujuan akhir adalah menemukan kebutuhan
pasien.. Keduanya menggunakan observasi, komunikasi, dan recording sebagai alat
dasar untuk praktek perawat.
         Ada perbedaan juga antara fase Peplau dan proses keperawatan. Keperawatan
profesional saat ini memiliki pengertian tujuan yang lebih jelas dan memiliki area
praktek yang spesifik. Keperawatan beranjak dari peran physician’s helper ke arah
consumer advocay. 
Tabel 1.2. Perbandingan Proses Keperawatan dan Fase Peplau
Proses Keperawatan Fase Peplau
(1) Pengkajian (1) Orientasi
Pengumpulan data dan analisis Perawat dan pasien datang bersama-sama sebagai orang asing,
Tidak perlu selalu berarti pertemuan yang diinisiasi oleh pasien yang mengungkapkan
"kebutuhan yang dirasakan" "kebutuhan yang dirasakan", bekerja sama untuk mengenali,
mungkin diinisiasi oleh memperjelas, dan mendefinisikan fakta terkait dengan
perawat. kebutuhan.
(Catatan: pengumpulan data kontinu).

(2) Pasien memperjelas "kebutuhan yang dirasakan."

(3) Identifikasi
Penetapan tujuannya adalah Saling bergantung/interdependen.
(2) Diagnosa keperawatan Pasien mempunyai perasaan memiliki dan respon selektif
Ringkasan pernyataan terhadap siapa yang memenuhi kebutuhannya.
berdasarkan analisis perawat.
(4) Eksploitasi
(3)Perencanaan Pasien secara aktif mencari dan menggambar yang
Saling menetapkan tujuan. dituangkan pada pengetahuan dan keahlian dari mereka yang
dapat membantu.

(5) Resolusi
(4) Pelaksanaan Terjadi setelah fase lain yang berhasil diselesaikan secara
Rencana diinisiasi ke arah
pencapaian tujuan  yang telah
ditetapkan.
Mungkin dipenuhi oleh pasien,
health care professional atau
keluarga pasien.
lengkap.
(5) Evaluasi Menyebabkan penghentian/terminasi hubungan.
Berdasarkan penetapan
perilaku akhir yang diharapkan.
Dapat menyebabkan
penghentian/terminasi
hubungan atau inisiasi rencana
baru.
         
         Peplau mengidentifikasi kebutuhan, frustasi, konflik, dan kecemasan sebagai
konsep utama pada situasi keperawatan. Tahap orientasi Peplau yang sejajar dengan
awal fase pengkajian bahwa baik perawat dan pasien datang bersama-sama sebagai
orang asing. Pertemuan ini diprakarsai oleh pasien yang menyatakan kebutuhan,
meskipun kebutuhan tidak selalu bisa dipahami. Secara bersama, perawat dan pasien
mulai bekerja melalui mengenali, memperjelas dan mendefinisikan fakta terkait
kebutuhan ini. Langkah ini disebut sebagai pengumpulan data dalam tahap penilaian
dari proses keperawatan.
Tahap berikutnya pada proses keperawatan adalah perencanaan. Dalam tahap
perencanaan proses keperawatan, perawat secara khusus merumuskan bagaimana
pasien akan mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada Peplau menekankan bahwa
perawat ingin mengembangkan hubungan terapeutik sehingga kecemasan pasien
akan disalurkan secara konstruktif untuk mencari sumber daya, sehingga
menurunkan perasaan putus asa. Langkah dalam perencanaan masih dapat
dipertimbangkan dalam fase identifikasi Peplau.
Pada tahap implementasi, seperti dalam fase eksploitasi Peplau, pasien akhirnya
menuai manfaat dari hubungan terapeutik dengan menggambarkan pada pengetahuan
dan keahlian perawat. Dalam kedua fase (implementasi dan eksploitasi), rencana
individual telah terbentuk, berdasarkan kepentingan dan kebutuhan pasien. Oleh
karena itu, dalam kedua tahap rencana yang diprakarsai menuju penyelesaian tujuan
yang diinginkan. Ada perbedaan implementasi dan eksploitasi., pada fase eksploitasi,
pasien adalah orang yang aktif mencari berbagai jenis layanan untuk memperoleh
manfaat maksimal yang tersedia sedangkan implementasi ditentukan oleh rencana
atau melaksanakan prosedur.          Pada fase resolusi Peplau, fase-fase lainnya telah
berhasil dipenuhi,  kebutuhan telah dipenuhi serta resolusi dan pemberhentian adalah
hasil akhir. Dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan langkah terpisah, dan
penetapan perilaku akhir yang diharapkan digunakan sebagai alat untuk evaluasi. 
Dalam evaluasi, jika situasinya jelas, masalah bergerak ke arah penghentian. Jika
masalah tidak terselesaikan, bagaimanapun tujuan dan sasaran tidak tercapai, dan jika
perawatan tidak efektif, penilaian ulang harus dilakukan. Tujuan-tujuan baru,
perencanaan, implementasi dan evaluasi kemudian disusun.
g. Penerimaan Teori oleh Komunitas Keperawatan
1. Praktek Keperawatan
Grace Sills menyatakan bahwa, Peplau memberikan perspektif baru, arahan
baru, teori – teori yang dijadikan dasar praktek keperawatan untuk tindakan
terapeutik dengan pasien. Ide Peplau menjelaskan desain untuk praktek
keperawatan jiwa dengan lengkap (Tomey & Alligood, 1998). 
2. Pendidikan Keperawatan
Buku Peplau yang berjudul “Interpersonal Relation in Nursing” ditulis khusus
untuk membantu lulusan perawat dan mahasiswa keperawatan. Tulisan – tulisan
Peplau berampak pada tokoh – tokoh keperawatan lain yang juga menulis buku.
Mereka menyatakan bahwa ide Teori Peplau, terutama definisi terhadap
keperawatan dan proses keperawatan, pengembangan dari teori kecemasan dan
pembelajaran, serta metode psikoterapeutik, menjadi bagian dari seleksi alam
dari disiplin ilmu keperawatan (Tomey & Alligood, 1998)
3. Penelitian Keperawatan
Statement Sills mengenai hasil kerja Peplau dipengaruhi oleh pekerjaannya di
klinik dan hasil studi, dimana hasil tersebut digunakan dalam penlitian sebagai
alat untuk meningkatkan batang tubuh pengetahuan keperawatan. Pada
penelitian – penelitian awal mengikuti asumsi bahwa masalah pasien terjadi pada
fenomena individu dan dieksplorasi dalam hubungan perawat – pasien. Thomas,
Baker dan Estes menggunakan konsep kecemasan Peplau sebagai suatu makna
untuk memecahkan perasaan marah secara konstruktif melalui proses
pembelajaran pada hubungan perawat – pasien (Tomey & Alligood, 1998).  
4. Keterbatasan Teori Peplau
Beberapa keterbatasan teori peplau meliputi kurangnya penekanan pada health
promotion dan pemeliharaan kesehatan ; bahwa dinamika intra keluarga,
pertimbangan ruang individu, serta layanan sumberdaya sosial
komunitas/masyarakat juga kurang diperhatikan. Teori Peplau juga tidak dapat
digunakan untuk pasien yang tidak bisa mengekspresikan kebutuhannya.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pasien secara mendalam tentang
peran komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dalam memberikan informasi tentang
asuhan keperawatan yang diberikan. Beberapa hal yang dibahas diantaranya: rancangan
penelitian, populasi, instrument penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.

A. Rancangan Penelitian 
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan
pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang
fenomena mengenai apa yang dialami oleh subjek penelitian, dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu latar yang berkonteks khusus dan alamiah
(Moleong, 2010). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi,
yaitu suatu strategi penelitian dimana didalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat
pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Dalam proses ini, peneliti
mengesampingkan terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat
memahami pengalaman- pengalaman partisipan yang ia teliti (Creswell, 2010). Jenis
fenomenologi yang dipilih adalah fenomenologi deskriptif, yaitu suatu metode untuk
mengeksplorasi langsung, menganalisis dan mendeskripsikan fenomena tertentu, sebebas
mungkin dari perkiraan yang belum teruji (Speziale & Carpenter, 2003).
Pengalaman yang dirasakan oleh pasien sifatnya dapat sangat unik sesuai dengan
karakteristik masing-masing pasien sehingga fenomena ini tidak dapat digambarkan secara
kuantitatif. Oleh karena itu peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif, karena melalui pendekatan tersebut   akan   dapat  diperoleh  
gambaran  yang   jelas   dan  mendalam   tentang peran komunikasi terapeutik dalam
tercapainya kepuasan pasien. 

B. Populasi 
Populasi adalah sebagai suatu kumpulan subjek, variabel, konsep, atau fenomena. Kita dapat
meneliti setiap anggota populasi untuk mengetahui sifat populasi yang bersangkutan.
(Morissan, 2012 ; 19). Berdasarkan pada pengertian populasi tersebut diatas, maka populasi
menjadi amat beragam. Kalau dilihat dari segi penentuan sumber datanya, maka populasi
dapat dibedakan menjadi populasi terbatas dan populasi tidak terhingga. Populasi pada
penelitian ini adalah populasi heterogen terbatas, yaitu seluruh pasien yang ada di Rumah
Sakit dengan komposisi latar belakang tingkat pendidikan yang beragam.
Bungin (2005:101) menyatakan bahwa dalam penelitian sosial dikenal hukum kemungkinan
atau hukum probabilitas, yaitu kesimpulan yang ditarik dari sampel dapat digeneralisasikan
kepada seluruh populasi. Kesimpulan ini dapat dilakukan karena pengambilan sampel ini
memang dimaksudkan untuk mewakili seluruh populasi. Dari ide hukum kemungkinan ini
maka kemudian banyak penelitian menggunakan sampel.
Pada populasi yang heterogen, keberagaman terjadi dimana-mana, dan ini membutuhkan
pekerjaan khusus yang merepotkan, karena membutuhkan teknik- teknik khusus yang
sejalan dengan sifat populasi tersebut. Metode sampling adalah pembicaraan tentang
bagaimana cara menata berbagai teknik dalam pengambilan sampel agar menjadi sampel
yang representatif. Pekerjaan ini menuntut ketelitian. Dari ketelitian ini kemudian peneliti
menentukan rancangan yang akan dipakai dalam mengambil sampel.
Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian. Pada penelitian
tertentu dengan skala kecil, yang hanya memerlukan beberapa orang sebagai objek
penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap objek atau
populasi kecil, biasanya penggunaan sampel penelitian tidak diperlukan. Hal tersebut karena
keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Dalam istilah penelitian
kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan
populasi merangkap sebagai sampel penelitian.
Oleh  karena  penelitian  ini,  salah  satunya  menggunakan  analisis  multivariat, dimana
beberapa variabel independen dihubungkan dengan satu variabel dependen pada waktu yang
bersamaan. Maka Hastono (2001:141) menyatakan bahwa jumlah sampel dalam analisis
multivariat sebaiknya jangan terlalu sedikit, pedoman yang berlaku adalah setiap variabel
minimal diperlukan 10 responden. Di samping pendapat tersebut diatas, pendapat lainnya
dari Zikmund (2000) yang dikutip oleh Simamora (2004:218) menyatakan bahwa ukuran
sampel setiap golongan minimal 100 orang. Berdasarkan pada ketiga pendapat tersebut
diatas, maka penelitian ini akan menggunakan sampel total, karena jumlah populasi
keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti.

C. Instrument / Paduan Wawancara


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam
(indepth interview) dengan pertanyaan semi-terstruktur. Teknik ini dilakukan dengan tujuan
agar partisipan berkesempatan untuk mengungkapkan pengalaman terkait fenomena yang
diteliti, yaitu informasi yang mendalam mengenai peran komunikasi terapeutik dalam
tercapainya kepuasan pasien. Penggunaan pertanyaan terbuka dipilih agar partisipan dapat
menggunakan kata-katanya sendiri (Beck, 1997 dalam Speziale & Carpenter, 2003).
Wawancara dilengkapi dengan field note untuk mengidentifikasi respon non-verbal dan
situasi selama proses wawancara. 
Peneliti menggunakan panduan wawancara berupa pertanyaan semi terstruktur yang disusun
berdasarkan tujuan penelitian. Panduan ini terdiri dari kalimat pembuka, kalimat
kesepakatan kontrak, enam pertanyaan pokok yang dikembangkan oleh peneliti untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan tetap mengacu pada tujuan penelitian, dan
diakhiri dengan kalimat penutup yang berisi tentang ucapan terima kasih dan kontrak untuk
pertemuan selanjutnya. Peneliti menggunakan catatan lapangan (field note) yang
dikembangkan untuk mencatat komunikasi non verbal dan situasi lingkungan yang
mendukung hasil wawancara atau komunikasi verbal yang ditampilkan oleh partisipan.
Peneliti membagi proses pengumpulan data menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan diawali dengan pendekatan informal kepada pihak-pihak terkait seperti
penunggu pasien, kepala ruangan dan manajemen rumah sakit. Pendekatan yang
dilakukan selain bertujuan untuk membina hubungan baik, juga untuk memperoleh data
awal yang dirasakan sangat bermanfaat bagi proses penelitian. 
Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mempersiapkan kondisi agar wawancara berjalan
kondusif, yaitu tempat yang jauh dari suasana bising, tenang dan nyaman. Sementara alat-
alat yang digunakan dalam pengumpulan data disiapkan sesaat sebelum wawancara. Alat
perekam diletakkan di tengah (di atas meja) di antara peneliti dan partisipan. Jarak alat
perekam kurang lebih 30 - 40 cm dari peneliti maupun partisipan, agar dapat
mempertahankan kualitas suara hasil rekaman.

2. Tahap Pelaksanaan
Wawancara dilakukan berdasarkan kontrak waktu dan tempat yang telah disepakati
bersama antara peneliti dan partisipan. Wawancara dilaksanakan berkisar 30 – 60 menit,
sedangkan untuk jumlah pertemuan dilaksanakan sesuai kontrak dengan partisipan dan
disesuaikan dengan kebutuhan informasi/data bagi tercapainya tujuan penelitian. Rata-
rata partisipan dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu yang pertama untuk
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta kontrak waktu. Pertemuan kedua untuk
melaksanakan proses wawancara, dan pertemuan ketiga dilaksanakan untuk melakukan
validasi data maupun menggali data tambahan yang dirasakan masih perlu untuk
penelitian.
Pelaksanaan wawancara diawali dengan mengingatkan kembali kontrak atau kesepakatan
untuk melakukan wawancara serta pengisian data demografi partisipan. Proses
wawancara mengenai topik komunikasi terapeutik dilakukan berdasarkan panduan
wawancara yang telah disiapkan. Selama proses wawancara berlangsung, percakapan
peneliti dan partisipan akan direkam.
Field note digunakan oleh peneliti untuk mencatat komunikasi non verbal dan kondisi
lingkungan yang ditampilkan oleh partisipan. Selama proses wawancara peneliti
berkonsentrasi terhadap jawaban partisipan, menggali secara mendalam berdasarkan
jawaban partisipan dan sekaligus melakukan pencatatan field note terhadap hal-hal selain
verbal partisipan, yang dirasakan mendukung pernyataan partisipan. Misalnya ekspresi
wajah, intonasi suara, penggunaan gerakan tubuh yang berulang dan suasana lingkungan
yang mempengaruhi proses wawancara.
Wawancara diakhiri dengan menyimpulkan hasil wawancara yang telah dilakukan.
Setelah semua topik terjawab peneliti memberikan ucapan terima kasih kepada partisipan
atas partisipasinya serta melakukan terminasi sementara dengan membuat kontrak untuk
melakukan pertemuan selanjutnya.

3. Tahap Terminasi
Tahapan akhir pertemuan dengan partisipan dilakukan dengan melakukan validasi naskah
transkrip. Peneliti melakukan validasi gambaran fenomena yang dialami oleh partisipan
sebelum menggabungkan data yang muncul selama validasi data ke dalam deskripsi akhir
yang mendalam. Proses validasi akan dilakukan dengan membacakan hasil transkrip
wawancara kepada partisipan, kemudian peneliti menanyakan apakah hasil transkrip
wawancara tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan partisipan selama proses
wawancara. Peneliti juga akan melakukan validasi dengan menggunakan kisi-kisi hasil
analisis tema kepada setiap partisipan.

D. Prosedur Pengolahan data


Penulisan hasil pengumpulan data dilakukan segera setelah proses wawancara, yaitu pada
rentang hari pertama sampai dengan hari ketiga. Penulisan dilakukan dengan pembuatan
naskah transkrip berdasarkan hasil wawancara dan field note. Sebelum dianalisis peneliti
membaca transkrip dan catatan lapangan sebanyak tiga sampai empat kali agar dapat
memahami data dengan baik dan dapat melakukan analisis data.

E. Teknik Analisa Data


Proses analisis data pada penelitian kualitatif fenomenologi dilakukan melalui beberapa
cara. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi data sembilan langkah menurut
Collaizi (1978, dalam Speziale dan Carpenter, 2003). Metode tersebut dipilih, karena
langkah-langkah analisis data menurut Collaizi cukup sederhana, jelas dan terperinci untuk
digunakan dalam penelitian ini. Adapun tahapan yang telah dilakukan dalam penelitian ini,
meliputi :
1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti. Peneliti mencoba memahami kepuasan pasien
terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat dari studi literatur.
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan. Peneliti melakukan
wawancara dan menuliskannya dalam bentuk naskah transkrip untuk dapat
mendeskripsikan kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh
perawat.
3. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh partisipan.
4. Membaca kembali transkrip hasil wawancara dan mengutip pernyataan-pernyataan yang
bermakna. Setelah mampu memahami pengalaman partisipan, peneliti membaca kembali
transkrip hasil wawancara, memilih pernyataan-pernyataan dalam naskah tranksrip yang
signifikan dan sesuai dengan tujuan khusus penelitian dan memilih kata kunci pada
pernyataan yang telah dipilih dengan cara memberikan garis penanda.
5. Menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan signifikan. Peneliti membaca
kembali kata kunci yang telah diidentifikasi dan mencoba menemukan esensi atau
makna dari kata kunci untuk membentuk kategori.
6. Mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam kelompok tema.
Peneliti membaca seluruh kategori yang ada, membandingkan dan mencari persamaan
diantara kategori tersebut, dan pada akhirnya mengelompokkan kategori-kategori yang
serupa ke dalam sub tema dan tema.
7. Menuliskan deskripsi yang lengkap. Penulis merangkai tema yang ditemukan selama
proses analisis data dan menuliskannya menjadi sebuah deskripsi yang dalam terkait
kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat dalam
bentuk hasil penelitian.
8. Menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis. Peneliti kembali
kepada partisipan dan membacakan kisi- kisi hasil analisis tema. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah gambaran tema yang diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai
dengan keadaan yang dialami partisipan.
9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis. Peneliti
menganalisis kembali data yang telah diperoleh selama melakukan validasi kepada
partisipan, untuk ditambahkan ke dalam deskripsi akhir yang mendalam pada laporan
penelitian sehingga pembaca mampu memahami pengalaman partisipan.

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. . 2010. Nursing theories and their work. Missouri: Mosby Elsevier

Alfiyanti. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam riset Keperawatan. Rajawali Press, Jakarta

Arwani. 2002. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Indrawati. 2003. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Rajawali Rosdakarya. Bandung

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Fundamentals of nursing: fundamental keperawatan; buku 2 edisi
7. Jakarta; Salemba Medika

Priyanto, A. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan Untuk
Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Purwanto, Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Keperawatan. Jakarta: EGC.

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Stuart dan Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Uripni, C.L., dkk. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Peplau, Hildegard (1997). "Teori Hubungan Interpersonal Peplau". Ilmu Keperawatan


Triwulanan . Publikasi Chestnut House. 10 (4): 162–167.

Yubiliana, Gilang. 2017. Komunikasi Terapeutik: Penatalaksanaan Komunikasi Efektif &


Terapeutik Pasien & Dokter Gigi. Bandung: UNPAD Press.

PENJELASAN PENELITIAN
enelitian    : Peran Komunikasi Terapeutik antara perawat dengan pasien   
                           dalam pemberian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap 
                           RS X
i    : Kelompok 7

Peneliti adalah mahasiswi Program Studi S2 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta


Bapak/ibu telah diminta kerjasamanya dalam penelitian ini. Bapak/ibu secara sukarela mengikuti
sepenuhnya dalam partisipasi ini, boleh memutuskan untuk ikut berpatisipasi atau mengajukan
keberatan atas penelitian ini. Sebelum bapak/ibu memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa
sebagai bahan pertimbangan untuk ikut serta dalam penelitian ini, sebagai berikut : 
1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman
bagaimana perawat dalam berkomunikasi therapeutik kepada pasien
2. Apabila bapak/ibu bersedia ikut serta dalam penelitian ini, saya akan melakukan wawancara
pada waktu dan tempat yang bapak/ibu inginkan. Jika bapak ibu tidak keberatan, saya akan
merekam percakapan dengan handphone (HP) selama wawancara berlangsung. Wawancara
akan berlangsung sekitar 30 menit.
3. Penelitian ini tidak beresiko. Apabila bapak/ibu merasa keberatan selama berlangsungnya
wawancara maka bapak/ibu boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian
ini.
4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiannya. Hasil
penelitian ini akan diberikan kepada institusi universitas dengan tetap menjaga kerahasian
identitas bapak/ibu.
5. Bapak/ibu bisa menanyakan hal hal yang belum jelas kepada saya.
6. Apabila bapak/ibu sudah memahami dan bersedia untuk ikut serta berpartisipasi dalam
penelitian ini, silakan bapak/ibu berkenan untuk menandatangani lembar persetujuan yang
akan dilampirkan.

Jakarta, ………… 2020

Peneliti

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama             :
Umur             :
Pekerjaan         :
Alamat         :

Setelah mendapatkan penejelasan dari peneliti dan membaca penjelasan penelitian. Saya
memahami bahwa peneltian ini akan menjunjung tinggi hak hak saya selaku pertisipan dan
penelitian ini tidak akan berakibat negative pada diri saya serta segala informasi yang saya
berikan akan dijamin kerahasiannya.  Saya berhak tidak melanjutkan berpartisipasi dalam
penelitian jika suatu saat merugikan saya.

Saya sangat memahami bahwa penelitian ini sangan bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
kepada perawat yang memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dengan
menandatangani surat persetujuan ini berarti saya bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian
ini secara sukarela dan tanpa ada paksaan dari siapapun.

Jakarta, ………………. 2020

       Peneliti                Saksi                                      Partisipan 

(………………..)                        (……………….)                       (……………..)

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Nama             :   


               
Umur             :

Pendidikan           :

Pekerjaan        :

Alamat         :


           

PEDOMAN WAWANCARA

Pernyataan Pembuka
Bapak/ibu terima kasih atas kesediannya hari ini bertemu dengan saya untuk tanya jawab atas
pengalaman bapak/ibu terhadap komunikasi perawat selama bapak/ibu dirawat dirumah sakit ini.

Pertanyaan dalam pedoman wawancara sebagai berikut : 


1. Berapa lama bapak/ibu dirawat?
2. Apakah ibu merasa puas dengan pelayanan di rumah sakit ini?
3. Apakah bapak/ibu merasa puas terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit ini?
4. Bisa bapak/ibu ceritakan pengalaman selama bapak/ibu dirawat di rumah sakit ini?
5. Apakah perawat setiap memulai pekerjaannya memberikan salam?
6. Apakah selama bapak/ibu dirawat perawat memperkenalkan diri?
7. Apakah selama bapak/ibu dirawat, perawat memberitahukan dari jam berapa sampai jam
berapa perawat tersebut berdinas?
8. Apakah perawat menjelaskan tujuan dari setiap tindakan yang dilakukan perawat?
9. Bagaimana kesan ibu terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit ini?
10. Apa harapan ibu terhadap sikap perawat?
FORMAT CATATAN LAPANGAN

Kode Partisipan : Waktu wawancara

Tempat wawancara

Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara

Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara

Posisi partisipan dengan peneliti

Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung

Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung

Respon partisipan saat terminasi

Anda mungkin juga menyukai