Anda di halaman 1dari 27

RANCANGAN INDUSTRI TERNAK RUMINANSIA

SISTEM PRODUKSI PENGGEMUKAN

Disusun oleh:

Kelompok 6

Fera Novitasari 195050101111109


Akhmad Fatihul Umam 195050101111129
Putri Sarah Mardhiyah 195050101111152
Muhammad Fadhil
195050107111221
Ramadhan
Rigazl Al Shehan Arad Putra 195050109111007

Manajemen Produksi Ternak Ruminanasia


Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Malang
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul “Rancangan Industri Ternak Ruminansia Sistem Produksi
Penggemukan” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada semua dosen kuliah “Manajemen Produksi Ternak Ruminansia” yang
telah memberikan kami ilmu yang bermanfaat untuk menyelesaikan makalah ini
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam membuka usaha sapi penggemukan.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Malang, Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
DAFTAR TABEL...................................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................................5
BAB I LATAR BELAKANG...................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................7
2.1. Komoditas Ternak..............................................................................................................7
2.2. Sistem Produksi.................................................................................................................7
2.3. Lokasi Farm......................................................................................................................10
2.3. Perkandangan......................................................................................................................11
2.5. Animal walfare.....................................................................................................................13
2.5.1. Implementasi Pada Perkandangan Sapi Potong.......................................................14
2.5.2. Implementasi Pada Pemeliharaan Sapi Potong.......................................................14
2.5.3. Implementasi Pada Sistem Transportasi..................................................................14
2.6. Peluang Pasar dan Analisa Usaha....................................................................................16
2.6.1. Analisa usaha...........................................................................................................19
2.6.2. Rantai pasok............................................................................................................21
2.6.3. Transportasi.............................................................................................................23
BAB III PENUTUP............................................................................................................................24
3.1. Simpulan..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................25
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ilustrasi kandang dan bangunan lainnya pada lokasi peternakan......................................12


Tabel 2. Biaya Operasional:.............................................................................................................20
Tabel 3. Biaya Bakalan:....................................................................................................................20
Tabel 4. Penerimaan bakalan:.........................................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur pemilihan dan penerimaan sapi bakalan......................................................9


Gambar 2. Layout/gambar tampak atas peternakan.............................................................12
Gambar 3. Alas tempat tidur anti slip (A), Penutup kendaraan (B) dan Contoh Transportasi
Darat Truck (C)....................................................................................................................15
Gambar 4. Foto dan ilustrasi gangway pada farm................................................................16
Gambar 5. Alur ratntai pasok usaha.....................................................................................22
BAB I LATAR BELAKANG

Industri penggemukan sapi potong merupakan salah satu usaha yang memiliki
prospek tinggi untuk dikembangkan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, hal ini
terbukti dengan adanya peningkatan di masyarakat baik dari kalangan peternak kecil,
menengah maupun swasta atau komersial. Sapi potong merupakan ternak ruminansia yang
mempunyai kontribusi terbesar untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan utama protein
hewani (Susanti dkk., 2014). Permintaan dan kebutuhan daging yang terus meningkat
seiring bertambahnya waktu membuat persediaan daging semakin terbatas.
Adapun jenis sapi potong local yang sangat popular dan menjadi andalan masyarakat
baik di negara Indonesia maupun luar negeri yaitu Sapi Bali. Hal tersebut dikarenakan Sapi
Bali memiliki keitimewaan dalam hal reproduksi, persentase karkas yang tinggi dan
kualitas daging yang sangat bagus (Risimasse, 2020). Selain itu disisi lain Sapi bali
memiliki system adaptasi yang sangat baik dan diduga memiliki sifat elastisitas fenotipik
dalam bentuk mampu menyesuaikan kondisi badan di situasi apapun (Diwyanto dan
Priyanti, 2008). Dengan adanya keunggulan-keunggulan tersebut terutama dari jenis
karkas dan hasil persentase karkas tinggi yang dihasilkan sapi Bali sangat cocok dijadikan
untuk dikembangkan dalam industry penggemukan sapi potong.
Tetapi selain pemilihan jenis sapi potong, ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam perencanaan industry penggemukan sapi potong. Aspek penunjang
keberhasilan industry tersebut antara lain: system produksi yang baik dan terkontrol,
penentuan lokasi yang strategis, system perkandangan baik agar ternak merasa aman dan
terlindungi dari gangguan yang berasal dari luar seperti sinar matahari yang berlebihan dan
cuaca yang buruk yaitu dari mulai denah, manajemen perkandangan serta fasilitas dan
material yang kokoh dan aman untuk digunakan yang meliputi ventilasi, atap, dinding dan
lantai, serta arah kandang. Adapun aspek peluang pasar yang harus diperhatikan yang
meliputi industri dan rantai pasok, serta sistem animal walfare yang harus diperhatikan
dengan baik agar ternak tidak stress dan dapat menghasilkan daging dengan kualitas
terbaik. Aspek-aspek perencanaan tersebut harus diperhitungkan secara baik agar
tercapainya system manajemen industry yang terkontrol dan hasil produktivitas sapi
potong yang tinggi baik deri segi kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan daging
di masyarakat dan menguntungkan bagi para peternak
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Komoditas Ternak


Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang berasal dari pulau bali dan hasil
domestika dari banteng (Bibos banteng) yang telah dijinakkan berabad-berabad yang lalu
melalui proses yang cukup lama. Sapi Bali mempunyai beberapa sinonim, yaitu Bos
javanicus dan Bos sondaicus. Sekarang yang lazim dipakai adalah Bibos sondaicus dan
jika ditinjau dari sistematika ternak, Sapi Bali masuk dalam familia Bovidae, Genus Bos
dan Subgenus bibovine, yang termasuk ke dalam Subgenus tersebut adalah: Bibos gaurus,
Bibos frontalis dan Bibos sondaicus (Adinata dkk., 2016).
Sapi Bali memiliki karakteristik yang berbeda dengan dengan sapi lainnya.
Karakeristik sapi Bali antara lain: memiliki bulu yang halus, pendek-pendek dan
mengkilap, kemudian memiliki bulu berwarna coklat pada sapi muda dan akan berubah
menjadi hitam. Selain itu bobot badan sapi bali jantan dewasa dapat mencapai sekitar 350-
400 kg, sedangkan untuk sapi bali betina dewasa dapat mencapai sekitar 250-300 kg.
Adapun keunggulan dari sapi Bali yaitu memiliki kemampuan kinerja yang baik,
kemampuan berkembangbiak pada lingkungan yang buruk, system adaptasi yang sangat
baik dalam lingkungan lembab tropis dengan ketersediaan pakan kualitas rendah, tingkat
fertilitas yang tinggi dan tahan dalam menghadapi parasite yang menimbulkan adanya
penyakit merugikan
Selain itu sapi Bali mempunyai persentase karkas tinggi dengan system reproduksi
yang sangat subur. Sapi Bali mampu menghasilkan karkas mencapai persentase sebesar
56,6% apabila diri pakan yang baik terutama pakan konsentrat, Selain itu hasil daging yang
dihasilkan Sapi Bali sangat bagus yaitu tekstur daging yang halus dan tanpa lemak.
Sehingga dengan begitu sapi Bali sangat popular dan menjanjikan dalam ketersedijaan
bahan utama pangan dan dalam dunia peternakan. Menurut Rusman dkk. (2020)
menyatakan bahwa sapi potong bali biasanya diperjualbelikan di pasar local seperti rumah
tangga, hotel, restaurant, indutrsi pengolahan daging serta pasar atau pulau terutama untuk
pasar kota-kota besar. Sehingga dengan begitu sapi potong bali dijadikan sebagai
komoditas yang sangat penting bagi peternak dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
daging dalam negeri dapat dijadikan pendorong untuk memperbaiki produktivitas dan
pengelolaan sapi Bali dan sebagai pendorong ekonomi bagi masyarakat.

2.2. Sistem Produksi


Pemeliharaan sapi potong yang dilakukan oleh peternak dan/atau perusahaan
berbentuk PT dapat dilakukan dengan berbagai sitem produksi, antara lain sistem produksi
anakan/bibit, bakalan dan penggemukkan atau gabungan dari dua atau lebih sistem
produksi. Didalam farm kami, sapi potong dipelihara memakai sistem produksi
penggemukkan, letak pemeliharaan ternak berada di Banyuwangi. Pengambilan keputusan
menggunakan sistem produksi penggemukan karena dengan pengambilan sistem produksi
ini pengoprasian dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap perubahan harga pakan,
penggunaan tenaga kerja dan prospek ekonomi yang tinggi. Tingginya prospek ekonomi
ini disebabkan perputaran uang yang tidak terlalu lama seperti pada sistem produksi
lainnya. Sistem penggemukan yang kami gunakan dan terapkan pada farm menggunakan
model “dry lot fattening”, yang dimana pada model ini sapi ptotong akan ditepatkan dalam
suatu kandang yang dibatasi wilayah geraknya dan pakan utama yang diberikan adalah
konsentrat dan hijauan. Pemeliharaan yang kami lakukan terhadap ternak merupakan
pemeliharaan intensif yang dimana ternak dipelihara dalam kandang sehingga mudah
dilakukan pemantauan serta kebutuhan nutrisi yang sudah kami penuhi. Dengan
menggunakan model ini diharapkan menghasilkan produk sampingan berupa kotoran
ternak yang kemudian akan kami gunakan sebagai pupuk kompos untuk lahan hijauan.
Pemeliharaan penggemukan sapi kami lakukan selama 6 bulan dan selama setahun
melakukan kurang lebih 2 masa produksi. Sapi potong yang kami pilih untuk digenukkan
adalah breed sapi bali atau sapi lokal Indonesia. Alasan pengambilan sapi bali ini adalah
memiliki ketahanan terhadap lingkungan yang tinggi, persentase karkas yang tinggi,
pemeliharaan yang terbilang dan cocok dengan pakan yang kami berikan. Pengambilan
bakalan dilakukan melalui pasar hewan dan/atau melalui peternakan penyedia bakalan
yang sudah berkerja sama dengan farm kami untuk pengiriman bakalan. Ternak bakalan
sendiri adalah ternak ruminansia pedaging dewasa yang dipelihara selama kurun waktu
tertentu hanya untuk digemukkan sampai mencapai bobot badan maksimal pada umur optimal
untuk dipotong. Pengambilan bakalan dipantau dan dilakukan pengecekan kesehata ternak
oleh dokter hewan yang kami miliki. Penerbitan surat-surat pengiriman dan pernyataan
ternak sehat telah kami lakukan untuk memastikan bahwa ternak yang nantinya kami
gemukkan sudah dinyatakan sehat oleh pihak yang berwenag dan legal. Bakalan yang kami
ambil untuk dipelihara di farm memiliki umur antara 1.5-2 tahun dengan kriteria kondisi
sebagai berikut:
- Jantan, tidak gemuk dan juga tidak terlalu kurus (memiliki BCS 2 atau 3).
- Memiliki sorot mata tajam, tidak terlihat sayu dan lemas, memiliki kulit serta
bulu yang bersih.
- Memiliki umur 1.5 – 2 tahun (dilihat dari kondisi gigi apakah poel 1 atau tidak).
- Memliki bentuk tubuh yang proposional, kokoh tidak mudah terjatuh, panjang
badan dan tinggi Pundak yang optimal, per-ototan yang bagus dan tidak adanya
luka terbuka.
- Terbebas dari PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) dan penyakit menular lain yang
zoonosis/dapat menyebar ke ternak lainnya.
Pemilihan bakalan yang kami lakukan dapat dilihat pada alur sebagai berikut:
Ternak bakalan

Pasar ternak Peternakan


supplier bakalan

Pengiriman dari
Tidak masuk Pemeriksaan peternakan
kriteria Kesehatan oleh
Masuk dokter hewan
kriteria
Bakalan sampai
farm
penggemukan

Penangkutan dan Tidak


pengiriman ke farm diterima Diterima
penggemukkan

Sapi bakalan masuk kedalam


farm dan dilakukan
pemeliharaan penggemukkan

Gambar 1. Alur pemilihan dan penerimaan sapi bakalan

Dalam sistem penggemukan yang kami lakukan kebersihan dalam kandang tetap
kita perhatikan. Pembersihan dilakukan 2 hari sekali, hal ini dilakukan untuk mencegah
ternak merasa strees akibat kegiatan pembersihan. Selain itu pembersihan kandang
menyeluruh juga dilakukan saat masa produksi berakhir atau saat masa pergantian
produksi. Pembersihan kandang dilakukan untuk mencegah muncul banyak lalat yang suka
dengan kotoran ternak, lalat yang ada di kandang bisa jadi meruapakan vector penyakit
yang dapat menyerang ternak. Selain mengurangi populasi lalat yang dapat menjadi vector
panyakit juga dapat membuat ternak menjadi lebih nyaman dan tidak terganggu dengan
banyaknya lalat yang menempel di tubuh ternak. Untuk para pekerja dengan populasi lalat
yang sedikit juga membuat lingkungan bekerja yaitu kandang menjadi nyaman. Mencegah
penyakit yang muncul saat masa produksi selain dengan melakukan sanitas kandang, kami
juga memberikan vitamin dan obat cacing pada sapi. Vitamin yang diberikan adalah
vitamin B-Kompleks dan diberikan oleh dokter hewan yang ada di farm. Pemberian
vitamin ini diakukan saat sapi memperlihatkan turunnya nafsu makan dan saat sapi baru
masuk untuk digemukkan. Kemudian obat cacing diberikan untuk memastikan saat ternak
dijual tidak terinfeksi oleh cacing hati atau cacing pada saluran pencernaan. Dengan
adanya menifestasi cacing pada tubuh ternak dapat menurunkan bobot badan ternak dan
produksi penggemukkan yang telah dilakukan gagal yang menyebabkan kerugian.
Pemberian obat cacing diberikan pada ternak yang baru masuk serta aka nada program
deworming, program ini akan diulang 2 bulan sekali hingga masa produksi selesai. Obat
cacing diberikan secara oral dengan bantuan alat khusus yang dilakukan oleh dokter
hewan, obat cacing yang diberikan memeiliki zat aktif albendazol didalamnya. Pencegahan
penyakit juga dilakukan dari bangunan kandang yang dimana kandang didesain
menggunakan bahan yang tidak melukai ternak dan membuat luka terbuka pada ternak.

2.3. Lokasi Farm


Syarat Lokasi untuk peternakan sapi ada beberapa macam yang saling berikatan satu
sama lain, yang pertama tidak menjadi satu dengan tempat tinggal, jauh dari keramaian
supaya ternak tidak mudah stress, tempatnya lebih tinggi dari daerah sekitar agar ketika
ada limbah ataupun pembuangan kotoran lebih mudah dan yang terakhir ada tempat
penampungan kotoran, pembuangan air limbah dan sisa pakan. Kami memilih lokasi yang
berada di Banyuwangi untuk mendirikan farm.
2.1. Kelebihan
Membuka lahan ternak di wilayah Kabupaten Banyuwangi ialah wilayahnya yang
sangat cocok untuk budidaya penggemukan sapi, karena didukung oleh iklim yang
sesuai terutama untuk daerah dataran tinggi. Ketersediaan pangan di Banyuwangi yang
berasal dari limbah budidaya padi serupa jerami cukup melimpah karena produksi padi
di daerah Banyuwangi juga cukup tinggi.
Selain itu Banyuwangi juga memiliki SDM veteriner yang cukup, mulai dokter
hewan hingga petugas kawin suntik, sehingga sangat mendukung pelaksanaan program
tersebut.
2.2. Kekurangan
Ada beberapa akses jalan dari tempat ternak menuju kota yang jelek seperti
berlubang sehingga memakan waktu yang lumayan lama.
2.3. Ancaman
Ancaman dari sekitar lokasi ternak ada beberapa para pelaku usaha ternak sapi
lainnya yang mungkin bisa menjadi ancaman dari segi lakunya penjualan hewan
ternak.
2.4. Peluang
Mungkin dari segi ancaman ada pesaing dari pelaku usaha ternak lainnya, namun
kita juga harus bisa mencari peluang agar usaha kita dilirik oleh konsumen lainnya
dengan cara yang unik seperti melakukan penjualan dengan mengikuti trend sekarang.
2.3. Perkandangan

Adanya ladang jagung seluas +-


1 ha dan juga tempat
penampungan hijauan dalam
bentuk basah maupun kering

Penggunaan gangway agar


dapat membantu sapi naik dan
turun di atas truk. Alat ini juga
bisa bergerak ke kiri dan kanan.
Bahannya terbuat dari baja
sehingga tahan dan kuat untuk
menahan bobot badan sapi.

Bahan gangway dibuat dari


rangka baja agar kuat menahan
bobot sapi

Lahan parkir pegawai

Kandang dibuat H2H (Head to


Head) agar memudahkan
peternak dalam memberikan
pakan
Kantor administrasi untuk
mengurus segala sesuatu tentang
peternakan

Kandang sapi disini


pembuatannya menggunakan
kayu dengan fasilitas tempat
makan dan minum yang
disediakan 24jam atau adlibitum

Tabel 1. Ilustrasi kandang dan bangunan lainnya pada lokasi peternakan

Layout kandang:

PARKIRAN
GUDANG PAKAN
KANDANG

KANTOR
ADM

LADANG HIJAUAN

Gambar 2. Layout/gambar tampak atas peternakan


2.5. Manajemen Pakan
Pemeliharaan sistem produksi penggemukan yang berhasil dapat ditentukan oleh
manajemen pakan yang baik. Dalam sisitem produksi penggemukan yang kami lakukan
menggunakan hijauan tanaman jagung yang memiliki buah jagung muda atau saat tanaman
berumur ± 35 hari atau saat fase V10 sebagai sumber hijauan bagi ternak. Tanaman jagung
didapatkan dari lahan penanaman yang berada bersebelahan dengan kandang
pemeliharaan. Pemberian jagung ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sapi akan
hijauan dan buah jagung yang dapat memenuhi kekurang nutrisi dari tanaman jagung untuk
membantu pembentukan otot. Alasan farm kami memberikan jagung yang masih muda
adalah unutk menghemat pengeluaran akan jangung utnuk konsentrat dan menambah
efisiensi pakan hijauan sehingga semua bagian tanaman dapat langsung dikonsumsi oleh
ternak. Jagung sebelum diberikan akan dilakukan perlakuan fisik yaitu berupa pemotongan
dengan bantuan chopper sehingga ternak dapat memeakan semua bagian tanaman tanpa
memilih-milih. Untuk menambah kebutuhan protein dan kebutuhan zat nutrisi lainnya,
kami memberikan konsentrat. Pmeberian konsetrat telebih dahulu akan dicampur dengan
air, hal ini dilakukan untuk menambah palatabilitas ternak serta mencegah ternak tersedak
karena konsentrat yang kering. Pemberian pakan konsentrat sebanyak 7kg/ekor/hari dan
jagung sebanyak 1.5 kg/ekor/hari. Waktu pemberian yang kami lakukan di farm tidak
dilakukan dalam satu kali pemberian melainkan dilakukan pembagian waktu sebanyak
4x/hari. Pemberian 1 dilakukan jam 07.00-08.00 (1/4 bagian hijauan dan 1/2 bagian
konsentrat), pemberian 2 dilakukan jam 12.00 (1/2 bagian sisa hijauan), pemberian 3
dilakukan jam 15.00 (1/2 bagian konsentrat) dan pemberian 4 dilakukan jam 17.00 (seluruh
hijauan tersisa). Pemberian pakan seperti ini kami lakukan untuk memaksimalkan pakan
yang dikonsumsi oleh ternak.

2.5. Animal walfare


Animal welfare atau kesejahteraan hewan merupakan suatu usaha perlakuan secara
wajar, alami dan terkendali yang timbul dari kepedulian manusia untuk memberikan
lingkungan yang sesuai untuk hewan. (Duarsa dkk. 2020). Kesejahteraan hewan tersebut
berkaitan dengan keadaan hewan baik secara fisik maupun mental hewan tersebut. Untari,
dkk. (2018) berpendapat bahwa dalam kesejahteraan hewan dikenal dengan lima
kebebasan atau five of freedom antara lain:
1. Freedom from hunger and thitst, yaitu hewan harus bebas dari rasa lapar dan
haus.
2. Freedom from discomfort, yaitu hewan harus bebas dari rasa tidak nyaman.
3. Freedom from pain, injury, and disease yaitu hewan harus bebas dari rasa nyeri,
luka, dan sakit
4. Freedom from fear and distress yaitu hewan harus bebas dari rasa takut dan
ketakutan.
5. Freedom to express normal behavipr yaitu hewan harus bebas untuk
mengekspresikan perilaku normalnya, termasuk kebutuhan ruang dan perangkat
yang dibutuhkannya, juga bagaimana mereka membutuhkan interaksi sesama
spesiesnya.
Animal walfare atau kesejahteraan hewan sangat penting dilakukan karena selain
bertujuan untuk melindungi hewan atau ternak dari tindakan manusia yang semena-mena,
kesejahteraan hewan ini berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi, dan daya tahan
ternak hewan serta kualitas hidup hewan atau ternak itu sendiri, Selain itu kesejahteraan
hewan pun akan berpengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan, Hal ini sebanding
dengan Herawati, dkk. (2020) yang berpendapat bahwa penerapan manajemen ternak yang
baik dan seusai dengan prinsip kesejahteraan hewan dapat meningkatkan kualitas daging.
Sehingga apabila faktor-faktor yang mencangkup animal walfare ini tidak terpenuhi maka
semakin rendah produktivitas ternak yang dihasilkan dan semakin buruk pula hasil karkas
yang dihasilkan dengan kata lain kualitas dan kuantitas daging sapi potong akan menurun.
Berikut merupakan beberapa contoh pengaplikasian animal walfare dalam industry
penggemukan sapi potong:
2.5.1. Implementasi Pada Perkandangan Sapi Potong
a. Desain Kandang
Kesejahteraan hewan pada desain kandang sapi potong meliputi kandang
yang melindungi ternak dari panas maupun hujan, kondisi lantai tidak lembab
atau basah serta lantai yang agak kasar agar ternak tidak jatuh atau terpeleset,
pencahayaan lampu yang cukup sebagai penghangat ternak, luas kandang yang
sesuai dengan ternak sapi potong sehingga ternak bisa bergerak dan beristirahat
dan tidak berdesak-desakan yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, luka
bahkan stress, dan kandang harus terhindar dari benda-benda yang mudah jatuh
karena bisa melukai ternak tersebut.
b. Manajemen Kandang
Adapun pembersihan kandang yang harus dilakukan secara rutin agar
terciptanya kandang yang nyaman, bersih dan tidak bau. Sehingga kandang
pemeliharaan sapi potong harus memenuhi unsur kesehatan, keamanan, dan
kenyamanan.
2.5.2. Implementasi Pada Pemeliharaan Sapi Potong
a. Manajemen Pemeliharaan
Kesejahteraan hewan pada pemeliharaan sapi potong yang harus
diperhatikan meliputi pemberian pakan secara teratur pada ternak sapi potong
dengan selalu menjaga kualitas dan kuantitas pakan yang bagus, dan pemberian
minum yang selalu tersedia setiap saat. Selain itu peternak harus melakukan
pengawasan kondisi harian baik dari tingkah laku ternak, pola makan dan
minum serta lingkungannya. Adapun penggunaan integrated farming system
yang diarahkan sebagai zero waste dengan tujuan limbah yang dikeluarkan tidak
menganggu kesehatan dan kenyaman bagi ternak itu sendiri.
b. Sistem Pengawasan
Selain itu dilakukan pengawasan pada ternak yang datang, dipelihara, dan
ternak yang akan dijual, Pengawasan tersebut meliputi kondisi fisik ternak yang
harus dipisahkan apabila terlihat lemah, tengengah-engah, luka, pincang dan
sakit.
2.5.3. Implementasi Pada Sistem Transportasi
Manajemen system transportasi harus diperhatikan dari segala aspek baik dari
tahapan loading ternak kedalam kendaraan, perjalanan serta proses pengiriman.
a. Transportasi
Desain sistem tranfortasi pengangkutan disesuaikan dengan kebutuhan
ternak, jenis dan ukuran ternak, serta terlindung dari gangguan cuaca baik panas
maupun hujan. Selain itu adapun beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti
alat angkut transportasi harus memiliki ruang gerak agar ternak aman dan bebas
untuk mengekpesikan tingkah laku alaminya, ruang gerak tersebut mencakup
ternak memiliki tempat yang memungkinkan untuk berdiri dan berbaring yang
cukup. Adapun fasilitas alat dan lantai yang memadai, yang meliputi alas dan
lantai harus kering, bersih, tidak bergelombang, kemudian alas lantai harus
diganti apabila sudah kotor yang disebabkan adanya urine dan fases ternak, serta
pengangkutan dengan waktu perjalanan yang lebih dari 8 jam harus disediakan
alas tidur yang memadai dengan adanya jerami dan serbut gergaji dengan
perkiraan sebanyak 10kg/m2. Serta perlu diingat kendaraan dan perlengkapan
harus kuat untuk dinaiki ternak dan untuk mencegah ternak melarikan diri
(Kuswati dkk. 2020).

A B C
Gambar 3. Alas tempat tidur anti slip (A), Penutup kendaraan (B) dan Contoh
Transportasi Darat Truck (C).
b. Fasilitas Gangway
Penggunaan gangway yang merupakan suatu fasilitas peratalan berupa
lorong atau jalan yang sempit untuk ternak yang berfungsi untuk membantu dan
memudahkan ternak untuk menggiring ke dalam kandang- kandang instalasi
maupun menggiring ternak yang akan masukkan atau dimuat ke dalam truk saat
pengiriman. Fasilitas gangway tersebut harus diperhatikan dan didesain dengan
baik yaitu antara lain:
- Penggunaan tangga penurun dengan landasan miring pada saat
penurunan sapi dari atas kendaraan pengangkut agar ternak tidak
tergelincir ataupun terjatuh yang dapat mengakibatkan hewan
mengalami cedera.
- Lantai yang tidak licin, tidak berlubang serta tidak lembab dan becek
agar ternak tidak jatuh dan kesakitan saat menggunakan gangway
tersebut
- Bahan pager pembatas gangway harus dibuat dari bahan yang
berkualitas terutama tidak mudah berkarat, dan tidak tajam, serta
kontruksi gangway yang kuat agar ternak bebas dari alat-alat yang
bisa mengenai ternak sehingga adanya cendera dan luka pada ternak
tersebut.
- Tinggi pagar pembatas gangway harus sesuai dengan tinggi dan lebar
ternak, hal tersebut agar ternak merasa aman dan nyaman
- Adanya pencahayaan yang cukup dan tidak adanya pekerjaan manusia
yang menimbulkan kebisingan yang mengganggu ternak.

Gambar 4. Foto dan ilustrasi gangway pada farm


c. Proses Pengiriman.
Adapun proses pengiriman yang harus diperhatikan antara lain:
- Proses penggiringan pada saat proses pengiriman sebaiknya dilakukan
dengan membiarkan sapi berjalan dengan sendirinya dari kandang
penampungan menuju tempat penyembelihan dan tidak menggunakan alat
kejut listrik yang berlebihan karena dapat mengurangi kualitas daging
yang dihasilkan dan dapat menyebabkan sapi mengalami stres sebelum
penyembelihan dan penurunan kualitas.
- Selama pengangkutan ternak, ternak tidak biberi makan, tetapi
mendapatkan akses makan dan minum pada tempat istirahat, Hal ini
dikarenakan terdapat titik kritis terhadap akses pakan dan minum saat
pengangkutan yang berhubungan dengan kualitas dan kuantitas pakan dan
air. Selain itu pakan yang disediakan harus disimpan dengan baik dan tidak
boleh mengandung bahan kimia.
- Ternak tidak diperbolehkan diikat kakinya dan dibiarkan begitu saja
- Perlakuan seorang peternak pun sangat penting, peternak tidak boleh
memukul ternak yang tidak mempunyai ruang untuk bergerak lagi, karena
hal tersebut akan menyebabkan ternak menjadi stress, karena hal tersebut
akan menyebabkan ternak memar, luka dan kesakitan.

2.6. Peluang Pasar dan Analisa Usaha


Peluang merupakan kesempatan atau harapan munculnya sesuatu yang diinginkan.
Sementara pasar adalah suatu tempat bertemunya penjual yang menawarkan barang dan
pembeli yang membutuhkan barang. Peluang pasar atau market opportunity merupakan
ruang yang masih bisa dimasuki oleh pengusaha sesuai dengan kebutuhan pembeli, dimana
pengusaha masih memungkinkan untuk mendapatkan suatu keuntungan. Hal ini juga
hampir mirip dari pendapat Pearce dan Robinson (2005) yang menyatakan bahwa peluang
merupakan suatu situasi yang dapat menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan.
Dengan demikian, peluang pasar dapat didefiniskan sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat melihat kesempatan usahanya yang nantinya akan mendatangkan keuntungan
(Masidonda dan Dwi, 2019).
Peristiwa terjadinya peluang pasar bisa terjadi pada saat kondisi mendesak dan
merupakan ide kreatif dari seseorang. Oleh karena itu, seseorang untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih baik, maka para pengusaha harus dapat melihat melihat peluang
pasar baik dari sisi produk atau jasa sampai dengan pemasarannya yang harus
mendapatkan sentuhan inovasi. Analisa peluang pasar ini sangat penting, karena
perusahaan perlu mengetahui seberapa besarnya peluang yang tersedia dalam memasarkan
produknya dan dapat menetapkan apakah pasar cukup besar untuk mendukung produk lain
dan masih memberikan laba. Ada beberapa jenis analisis yang dapat membantu perusahaan
untuk mengidentifikasi peluang pasar, diantaranya yaitu segmentasi konsumen, keputusan
pembelian, pesaing langsung dan tidak langsung, analisis produk dan layanan pelengkap,
analisis industri, analisis pasar luar negeri dan analisis lingkungan.
Alasan perlu dilakukannya analisa peluang pasar yaitu banyaknya perusahaan yang
memulai usahanya karena mengetahui adanya kesempatan yang baik. Dapat dikatakan
bahwa perusahaan mempunyai suatu tujuan atau melakukan sesuatu karena adanya
kesempatan atau peluang. Banyaknya perusahaan yang merubah tujuannya jika
kesempatan yang ada juga berubah. Menurut Zulhendrawan, dkk. (2014) kesempatan atau
peluang yang ada dapat dibedakan menjadi:
1. Kesempatan lingkungan:
Kesempatan lingkungan akan muncul dalam setiap perekonomian bilamana
masih terdapat kebutuhan yang belum terpenuhi. Kesempatan ini dianggap baik
atau menguntungkan apabila perusahaan bisa mengisi kebutuhan yang belum
terpenuhi tersebut.
2. Kesempatan Perusahaan:
Kesempatan perusahaan merupakan kesempatan yang dinikmati oleh
perusahaan bilamana memiliki keunggulan-keunggulan daripada pesaingnya.
Keunggulan tersebut antara lain: dapat menurunkan biaya lebih rendah, dapat
menggunakan beberapa alternatif saluran distribusi dan mampu melakukan usaha
promosi yang lebih aktif.
Terdapat 4 langkah analisis peluang pasar untuk bisnis baru, diantaranya:
1. Mengamati kebutuhan yang dibutuhkan oleh konsumen.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk memulai suatu bisnis yaitu dengan
mengetahui terlebih dahulu apa yang memang diperlukan dan juga dibutuhkan
oleh calon konsumen. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan
menggunakan metode polling, survey di internet atau dengan memaksimalkan
pencarian dengan mesin pencari. Sehingga, akan dapat diketahui apa yang
sebenarnya calon konsumen butuhkan.
2. Mengenal lebih dekat calon konsumen.
Seorang pengusaha haruslah mengetahui karakter para konsumen dengan
melakukan segmentasi pasar berdasarkan analisis usia, jenis kelamin, latar
belakang pendidikan, pendapatan dan juga status sosialnya. Hasil analisis tersebut
bisa digunakan untuk memperkirakan daya beli konsumen atas produk yang akan
ditawarkan.
3. Menentukan target pasar secara spesifik
Setelah berhasil melakukan proses analisa konsumen, maka target pasar
dapat ditentukan. Target pasar merupakan kelompok konsumen atau pelanggan
yang menjadi sasaran bisnis untuk melakukan pendekatan. Tujuannya adalah agar
kelompok konsumen tersebut membeli produk atau jasa yang ditawarkan.
Nantinya, akan ditemukan konsumen yang bisa diprospek menjadi pelanggan
tetap, mana yang memang sekiranya hanya membeli saat sedang butuh dan juga
mana yang tidak akan membeli sama sekali.
4. Menilai Persaingan
Sebagai pebisnis, sudah seharusnya mampu menilai produk yang dihasilkan
dibandingkan dengan tawaran pesaing yang ada. Sehingga bisnis yang dilakukan
dapat dibuat lebih baik dari pesaing.
Dalam usaha penggemukan sapi bali, perlu dilakukan analisis peluang pasar agar
dapat diketahui sebesar apa peluang untuk melakukan usaha penggemukan sapi bali. Untuk
itu dilakukan 4 langkah analisis peluang pasar:
1. Mengamati kebutuhan yang dibutuhkan oleh konsumen
Protein merupakan senyawa nutrisi makanan yang sangat penting bagi
tubuh. Kebutuhan akan protein di Indonesia sangatlah banyak, hal ini berkaitan
dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia. Dengan demikian
meningkat pula kebutuhan akan protein di Indonesia. Sumber protein hewani yang
digemari masyarakat selain dari ayam dan ikan yaitu daging sapi.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memacu produksi daging
di dalam negeri, khususnya produksi daging sapi. Namun, hingga saat ini belum
menunjukkan hasil yang signifikan terhadap target pencapaian Program
Swasembada Daging Sapi (PSDS). Sementara itu populasi sapi di Indonesia yang
nantinya akan menghasilkan daging sapi ini masih sedikit dan belum dapat
mencukupi kebutuhan serta permintaan akan daging sapi yang terus meningkat,
sehingga terpaksa dilakukan impor daging dari luar negeri. Hal ini didukung oleh
pernyataan Pakpahan (2012) bahwa konsumsi daging sapi terus meningkat namun
tidak diseimbangi dengan meningkatnya produksi daging sapi, sehingga dilakukan
pengimporan daging sapi dari luar. Keadaan demikian merupakan suatu fenomena
ketidaktahanan pangan atau food insecurity, khususnya untuk daging sapi, yang
disebabkan terutama oleh kegagalan penyediaannya secara cukup dan
berkelanjutan di dalam negeri.
Salah satu penyebab kebutuhan daging sapi yang tidak terpenuhi adalah
karena kurangnya bobot potong sapi yang akan dipotong. Hal ini lah yang
menjadi peluang bagi usaha-usaha penggemukan untuk menjalankan usaha yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Usaha penggemukan sapi pada dasarnya
merupakan industri biologis yang memanfaatkan kemampuan sapi (potensi
pertumbuhan), potensi pakan (kualitas dan ketersediaannya), teknik
penggemukan dan peluang pasar. Dalam hal ini, kenaikan berat badan
(pertumbuhan) yang tinggi sangat didambakan karena erat kaitannya dengan
produksi daging dan pendapatan. Oleh karena itu, upaya memacu (promosi)
pertumbuhan perlu menjadi perhatian dalam penggemukan sapi (Pribadi, 2015).
2. Mengenal lebih dekat calon konsumen.
Calon konsumen usaha penggemukan sapi bali ini utamanya adalah
masyarakat Indonesia. Dengan begitu sangatlah perlu untuk mengenal lebih lanjut
karakteristik dari masyarakat Indonesia sendiri. Pola konsumsi masyarakat
Indonesia walaupun masih menunjukkan konsumsi beras yang cukup tinggi, telah
menunjukkan ke arah konsumsi pangan yang lebih beranekaragam. Salah satu
faktor yang sangat penting dalam mendorong perubahan pola konsumsi tersebut
adalah peningkatan pendapatan. Pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu
alat untuk menilai tingkat kesejahteraan penduduk, dan perubahan komposisinya
sebagai indikasi perubahan tingkat kesejahteraan. Umumnya pola konsumsi pada
setiap daerah berbeda-beda, termasuk pula dalam mengkonsumsi daging. Pola
konsumsi daging di Kabupaten Bogor untuk daerah perkotaan dan pedesaan
menunjukkan pola yang berbeda. Perbedaan ini salah satunya ditunjukkan pada
volume konsumsinya, dimana di perkotaan konsumsi daging jauh lebih tinggi
dibandingkan di daerah pedesaan, kecuali untuk daging kambing dan kerbau
(Pramono, 2001).
3. Menentukan target pasar secara spesifik.
Setelah diketahui karakteristik masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi
daging sapi, maka selanjutnya dapat ditentukan target pasar yang lebih spesifik.
Target pasar kami yaitu masyarakat Indonesia, baik itu masyarakat perkotaan
ataupun masyarakat pedesaan. Sapi potong bali ini akan diperjualbelikan ke pasar
lokal sebagai konsumen tidak tetap dan akan dijual ke restaurant dan industri
pengolahan daging sebagai konsumen tetapnya.
4. Menilai Persaingan.
Pesaing dalam usaha penggemukan sapi bali yaitu usaha penggemukan sapi
non lokal seperti sapi limousin, simmental dan sapi non lokal lainnya.
Keunggulan sapi bali dari sapi pedaging lain adalah terletak pada tulang sapi bali
yang relatif lebih kecil dari sapi jenis lainnya, sehingga jumlah daging akan lebih
tebal. Selain itu, sapi Bali lebih jinak dan harganya lebih murah. Sifat produktif
sapi Bali antara lain kemampuan menghasilkan karkas/daging dengan kuantitas
dan kualitas yang baik, kemampuan mencerna pakan berserat tinggi dan cukup
responsif terhadap upaya perbaikan nutrisi ransum (Pribadi, 2015). Dengan
begitu usaha penggemukan sapi bali dapat ikut bersaing dengan usaha
penggemukan sapi lainnya.
2.6.1. Analisa usaha
Analisa usaha dalam suatu pemeliharaan sapi potong sistem penggemukan harus
diketahui untuk mengetahui modal yang dikeluarkan dan keuntungan selama periode
pemeliharaan berlangsung. Analisa usaha pada farm kami adalah sebagai berikut:

 Masa penggemukan 6 bulan (180 hari)

Tabel 2. Biaya Operasional:


- Biaya Tetap
Harga Total Harga Masa
Jenis Jumlah Penyusutan
(Rp) (Rp) Ekonmis
Sewa Lahan 6,000,000 2 12000000 12 6000000
Kandang & Fasilitas 10,000,000 1 10000000 60 1000000
Perlengkapan Kandang 2,000,000 1 2000000 24 500000
Total Investasi 24000000 Total 7500000
- Biaya Variabel

Jenis Harga (Rp) Jumlah Total harga (Rp)


Konsentrat (700
kg/hari) 2,000,000 180 360000000
Peawatan Hijauan 15,000,000 2 30000000
Vitamin & Suplemen 50,000 180 9000000
Dokter Hewan 5,000,000 6 30000000
Air & Listrik 100,000 6 600000
Biaya karantina 10,000 100 1000000
Tenaga Kerja lahan 100,000 24 2400000
Tenaga Kerja Kandang 2,500,000 10 25000000
Transportasi ke RPH 2,000,000 5 10000000
Biaya Pengiriman 25,000,000 1 25000000
Total 493000000

Tabel 3. Biaya Bakalan:


Jumla
Jenis Harga/1kg Bobot Harga per ekor Total Haga
h
Bakalan Sapi
160 100
Bali 45000 7200000 720000000
Total 720000000

 Total Biaya Produksi:


Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel + Biaya Bakalan
Total Biaya Produksi = 7.500.000 + 493.000.000 + 720.000.000
Total Biaya Produksi = 1.220.500.000

Tabel 4. Penerimaan bakalan:


Harga per
Jenis Harga/1kg Bobot Jumlah Total Harga
ekor
Sapi Bali 50000 350 100 17500000 1750000000
Total 1750000000

 Keuntungan selama 1 periode produksi:


Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya Produksi
Keuntungan = 1.750.000.000 – 1.220.500.000
Keuntungan = 529.500.000
**Keuntungan usaha penggemukan sapi bali dalam 1 periode yaitu sebesar Rp.
529.500.000.

 R/C Rasio:
R/C Rasio = Total Penerimaan : Total Biaya Produksi
R/C Rasio = 1.750.000.000 : 1.220.500.000
R/C Rasio = 1,43
**Karena nilai R/C bisnis ini >1 maka berarti bisnis Penggemukan Sapi Bali
layak untuk dilanjutkan.

 BEP (Break Event Point):


- BEP Harga:
BEP Harga = Biaya Produksi : Jumlah Produksi
BEP Harga = 1.220.500.000 : 100
BEP Harga = 12.205.000
**Artinya titik balik modal akan tercapai bila sapi dijual dengan harga Rp.
12.205.000/ekor. Dengan harga Rp. 34.871/kg BBH.
- BEP Unit:
BEP Unit = Biaya Produksi : Harga Produksi
BEP Unit = 1.220.500.000 : 17.500.000
BEP Unit = 69,74
**Artinya, titik balik modal akan tercapai bila ternak yang dijual sebanyak
70 ekor.

 MOS (Margin of Safety):


MOS = ((Harga yg diharapkan - BEP Harga) : Harga yg diharapkan) × 100%
MOS = ((17.500.000 - 12.205.000) : 17.500.000) × 100%
MOS = 30,26%
**Artinya. batas toleransi penurunan penjualan agar peternak tidak menderita
kerugian sebelum memperoleh laba yaitu sebesar 30,26%.

 ROI (Return of Investment)


ROI = (Keuntungan : Total Biaya Produksi) × 100%
ROI = (529.500.000 : 1.220.500.000) × 100%
ROI = 43,38%
**Artinya setiap pengeluaran sebesar Rp. 1 kan bisa diperoleh keuntungan sebesar
Rp. 0,4338.
2.6.2. Rantai pasok
Rantai pasok merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bekerja
bersama-sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam jaringan tersebut umumnya
meliputi supplier, distributor, pabrik atau industri, toko atau ritel, serta perusahaan-
perusahaan pendukung lainnya seperti perusahaan jasa logistik. Di dalam rantai pasok
terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola, yaitu aliran barang, aliran uang, dan aliran
informasi. Aliran barang merupakan aliran yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream), misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik kemudian
diproduksi menjadi sebuah produk, lalu dikirim ke distributor, ke pengecer, kemudian
dikirim ke konsumen akhir.
Aliran uang merupakan aliran yang mengalir dari hilir ke hulu, misalnya mengenai
sistem pembayaran yang dilakukan, term pembayaran, mau pun invoice. Aliran informasi
merupakan aliran yang dapat mengalir dari hilir ke hulu maupun sebaliknya dari hulu ke
hilir (secara dua arah), misalnya informasi mengenai persediaan produk, informasi
ketersediaan kapasitas produksi, informasi status pengiriman bahan baku, dan lain
sebagainya (Oktavia, 2019). Rantai pasok daging sapi mencakup peternak/produsen,
pedagang ternak sapi, pedagang daging, pengolah dan industri kuliner serta pasar ternak
dan rumah potong hewan. Manajemen rantai pasok hanya dibatasi pada peternak sapi yang
mencakup aspek perencanaan, pengadaan, pengiriman ternak dari penjual ke pembeli, dan
penerimaan dari pembeli (Saptana dan Nyak, 2017).
Berikut rantai pasok usaha penggemukan sapi bali:
Usaha Penggemukan Sapi Bali

RPH

Pedagang Daging
Pasar Lokal Industri Kuliner Industri Pengolahan
Daging

Retailer

End customer (Rumah tangga, dll)

Gambar 5. Alur ratntai pasok usaha

Rantai pasok usaha penggemukan sapi bali berawal dari produsen sapi potong bali
yaitu usaha penggemukan sapi bali itu sendiri. Setelah itu dari pihak penggemukan sapi
bali akan didistribusikan atau dikirim ke rumah potong hewan atau RPH untuk dilakukan
penyembelihan. Setelah sapi bali dipotong, maka karkas akan dikirim ke pasar lokal yang
nantinya akan langsung dibeli oleh konsumen akhir. Dikirim ke industri pengolahan daging
yang nantinya akan didistribusikan ke retailer baru sampai ke konsumen akhir. Dan juga
dikirim ke industri kuliner dalam hal ini yaitu restaurant, yang mana konsumen akhirnya
itu merupakan customer dari restauran tersebut.
2.6.3. Transportasi
Transportasi ternak merupakan proses perpindahan ternak oleh satu atau lebih alat
transportasi termasuk pemuatan (loading), pergerakan, istirahat, sampai penurunan
(unloading) ternak di tempat tujuan. Transportasi berpotensi menyebabkan stres pada
ternak, apalagi jika transportasi dilakukan dalam waktu yang lama. Stres sendiri dapat
mempengaruhi aspek kesejahteraan hewan serta berpengaruh terhadap mortalitas ternak,
penurunan bobot badan, serta kualitas karkas dan daging (Aditia, dkk. 2018). Salah satu
indikator untuk mengetahui stres pada ternak selama proses transportasi adalah dengan
mengamati tingkah lakunya, khususnya pada saat loading dan unloading.
Ternak dengan background pernah digembalakan cenderung lebih adaptif selama
masa transportasi terutama lebih adaptif terhadap perubahan jenis pakan, yang mana
kualitas pakan yang digunakan selama masa transportasi sangatlah rendah. Ketika ternak
sapi diekspose pada durasi transportasi yang lama ditambah dengan tidak mendapatkan
akses pakan dan air minum, maka rumen ternak akan menjadi terganggu bahkan tidak
berfungsi atau bisa disebut mengalami “dead rumen” dan tidak dapat memfermentasi serta
mencerna pakan yang dikonsumsi. Curfew adalah istilah yang biasanya digunakan pada
praktek mengandangkan ternak-ternak sapi tanpa akses pakan dan atau air minum dalam
waktu tertentu, biasa 18 hingga 24 jam. Biasanya Curfew dilakukan sebelum ternak
ditransportasikan, hal ini dilakukan agar ternak bisa beradaptasi pada saat masa
transportasi berlangsung.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa stress akibat aktivitas transportasi yang lama
dapat ditekan dengan menyediakan air minum sebelum ternak disembelih. Ternak-ternak
yang ditransportasikan dan mendapat akses air minum setelah tiba di rumah potong hewan,
hanya membutuhkan 3,5 sampai 7 jam untuk memperoleh berat karkas yang lebih besar.
Sebaliknya, penyediaan pakan dan air minum ad libitum bagi ternak setelah transporatsi
yang lama, tidak cukup untuk memperoleh kembali kehilangan berat badan selama periode
transportasi. Sebuah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Hereford vs. Friesian
steers yang ditransportasikan selama 5, 10 dan 15 jam dan yang kehilangan 4,6; 6,5 dan
7,0% berat badan, ternyata hanya membutuhkan 5 hari untuk pulih ke kondisi sebelum
ditransportasikan. Selanjutnya, dilaporkan bahwa ternyata 24 jam sudah cukup bagi sapi-
sapi jantan Charolais, yang ditransportasikan selama 6 sampai 24 jam, untuk mendapatkan
kembali berat badannya seperti sebelum ditransportasikan (Penu, 2018). Pemberian
UMMB dapat mengurangi tingkat dehidrasi dan penyusutan bobot badan pada sapi bali
selama transportasi (Awal, dkk. 2015). Jika masalah penyusutan bobot badan dapat diatasi
maka akan menekan tingkat kerugian akibat tranportasi.
Proses transportasi sapi dari feedlot menuju RPH meliputi 3 tahapan utama yaitu :
a. Persiapan Moda Transportasi
Moda transportasi yang digunakan ialah truk jenis fuso dengan
panjang 7 m, lebar 2,44 m dan tinggi 1,5 m. Truk dilengkapi jaring pada
bagian atas truk serta alas penutup bak truk (bedding) untuk menghindari
ternak tergelincir selama perjalanan. Truk yang digunakan juga sudah
dilengkapi oleh dokumen perjalanan yang berisikan jumlah ternak, bobot
ternak, serta bobot keseluruhan. Selama perjalanan disiapkan aur minum
dan juga UMMB untuk menjaga performans ternak.
b. Persiapan sapi dan pemuatan sapi (loading)
Sapi-sapi yang akan dikirimkan, digiring dari pen menuju crowding
pen melalui cattle race. Setelah berada di crowding pen sapi digiring
menuju gangway dan cattle crush untuk dilakukan proses penimbangan.
Setelah ditimbang, sapi-sapi tersebut dikumpulkan di collecting pen
sebelum naik ke truk. Proses selanjutnya adalah pemuatan sapi dengan cara
menggiring sapi menuju truk yang sudah berada di loading point. Proses
loading tetap memerhatikan animal welfare bagi ternak.
c. Penurunan sapi (unloading)
Penurunan sapi dilakukan dengan cara truk menuju loading ramp.
Selanjutnya sapi digiring melalui gang way menuju kandang penampungan
(holding yard) tanpa adanya proses penimbangan. Proses unloading tetap
memerhatikan animal welfare bagi ternak.
BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan
Merancang suatu usaha peternakan perlu dipersiapakan dari segala aspek baik dari
faktor luar maupun faktor dalam. Dari perancangan industry peternakan yang telah kami
analisis dapat diketahui bahwa industri penggemukan sapi potong bali merupakan suatu
usaha yang memiliki prospek untuk dikembangkan baik untuk masa sekarang maupun
masa depan dengan mempertimbangakan keunggulan dari jenis sapi bali tersebut, salah
satunya adalah kualitas daging yang dihasilkan sangat baik. Adapun penentuan lokasi di
daerah banyuwangi, dikarenakan wilayah ini sangat cocok untuk memulai usaha sapi
penggemukan potong dengan keunggulan iklim yang sesuai untuk dataran tinggi.
Kemudian penggunaan kandang semi intensif dengan kontruksi kandang yang kuat dan
tidak membahayakan bagi ternak. Sistem produksi penggemukan sapi bakalan selama 6
bulan dengan kriteria sapi yang berkualitas, dan memperhatikan system pemeliharaan dari
pakan yang dipilih maupun pengendalian penyakit, serta perlu diingat system animal
walfare yang baik baik dengan cara meimplementasikannya dalam system perkandangan,
pemeliharaan dan fasilitas truck serta gangway yang memadai, karena apabila peternak
senang maka ternak pun senang, hal tersebut berkaitan dengan pengaruh system animal
walfare yang dapat mempengaruhi kualitas daging, reproduksi dan daya tahan ternak
tersebut. Disisi lain kami pun menganalisis peluang pasar dengan keuntungan selama 1
periode menghasilkan keuntungan sapi potong bali sebesar Rp. 529.500.000., dengan
rantai pasok bercabang yang meliputi pasar local, industry kuliner dan retailer serta
diakhiri oleh kostumer rumah tangga. Dengan begitu, perancangan industry penggemukan
sapi potong dinilai sangat menguntungkan dengan mempertimbangkan segala asepek untuk
menunjang keberhasilan usaha ini.
DAFTAR PUSTAKA

Adinata, Y., L. Affandhy, dan A. Rasyid. 2016. Model Pembibit Sapi Bali di Kabupaten
Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Maduranch. 1 (1): 41-46.
Aditia, E. L., R. Priyanto dan A. Muhammad. 2018. Penilaian Tingkah Laku Sapi Brahman
Cross Selama Proses Loading dan Unloading. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan. 6(1): 13-18.
Awal, A. A. A., K. Kiramang dan M. N. Hidayat. 2015. Pengaruh Pakan Padat Gizi
Terhadap Tingkat Dehidrasi Ternak Sapi Bali Selama Transportasi dari Bulukumba
Sulawesi Selatan ke Banjarmasin Kalimantan Selatan. JIIP. 2(1): 1-8.
Diwyanto, K., & A. Priyanti. 2008. Keberhasilan Pemanfaatan Sapi Bali Berbasis Pakan
Lokal Dalam Pengembangan Usaha Sapi Potong di Indonesia. Wartazoa. 18(1): 34-
45.
Duarsa, M, A., I. W. Suarna, A. A. A. S. Trisnadewi, dan I. M. S. Wijaya. Strategi
Impementasi Animal Walfare Dalam Penyediaan Pakan Sapi Bali. Pastura. 9(2):
109-113.
Herawati., A. Setianingrum, E. Junining, W. P. Alamsyah, G. A. Setiawanda, dan N.
Rickyawan. 2020. Peningkatan Kualitas Daging Lokal di Kabupaten Manggarai
Barat NTT melalui Penerapan Good Farming Practice dan Pemotongan Halal
Berbasis Kesrawan. Journal of Innovation and Applied Technology. 6(2): 1096-
1103.
Kuswati., W. A. Septian, I. Novianti, dan M. Nasich. 2020. Ilmu dan Manajemen Ternak
Pedaging. Malang: UBPress.
Masidonda, J. L. Dan D. Hariyanti. 2019. Modal dan Peluang Pasar Sebagai Determinan
Inovasi Usaha Penjual Ikan ”Jibu-Jibu” di Wilayah Kota Ambon. Jurnal Maneksi.
8(2): 230-234.
Oktavia, Rani. 2019. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) Produk
Cocofiber di CV. Sumber Sari Desa Lembengan Kecamatan Ledokombo
Kabupaten Jember. Skripsi. Universitas Jember. Jember.
Pakpahan, A. R. S. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Daging Sapi
Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 1(1): 1-14.
Penu, C. L. O. L. 2018. Upaya Menekan Tingkat Stres dan Penyusutan Berat Badan
Ternak Sapi Bali Asal Timor yang Ditransportasikan Keluar NTT. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Peternakan. 3(2): 125-138.
Pramana, A. 2001. Perilaku Konsumen Rumah Tangga dalam Memilih Daging Sapi di
Perumahan Bumi Indra Prasta Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pribadi, L. W. 2015. Promosi Pertumbuhan Sapi Bali pada Penggemukan Pakan Kurung
dengan Addisi Ionophore-PolyetherDalam Ransum. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Peternakan Indonesia. 1(1): 82-91.
Risimasse, P. M. 2020. Analisis Potensi Peternakan Dalam Pengembangan Sapi Bali di
Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrinimal. 8(2): 74-80.
Rusman, R. F. Y., A. Hamdana. A. Sanusi. 2020. Strategi Pengembangan Usaha Ternak
Sapi Potong di Kecamatan Lau Kabupaten Maros. Jurnal Bisnis, Manajemen dan
Informatika. 17 (2): 119-129.
Saptana dan N. Ilham. 2017. Manajemen Rantai Pasok Komoditas Ternak dan Daging
Sapi. Analisis Kebijakan Pertanian. 15(1): 83-98.
Susanti, Y., D. S. Priyarsono, dan S. Mulatsih. 2014. Pengembangan Peternakan Sapi
Potong Untuk Peningkatan Perekonomian Provinsi Jawa Tengah: Suatu Pendekatan
Perencanaan Wilayah. Jurnal Agribisnis Indonesia. 2(2): 177-190.
Untari, H. D., B. R. Suryanto, Z. Famia, dan Suprihatin. 2018. Optimalisasi Penerapan
Prinsip Kesejahteraan Hewan (Animal Walfare) Pada Hewan Coba di BBVet
Wates Untuk Mendukung Diagnosa Laboratorium. RATEKPIL. 1: 209-217.
Zulhendrawan, Jushermi dan T. F. Musbar. 2014. Analisis Peluang Pasar Penjualan
Pelumas Pertamina Enduro pada PT. Natiotama Pusaka Contranda di Kota
Pekanbaru. JOM Fekon. 1(2): 1-15.

Anda mungkin juga menyukai