OLEH
A14-A KEPERAWATAN/KELOMPOK 4
2022
A. Konsep Asuhan Keperawatan CKD
1. Pengkajian
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki – laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronik merupakan periode lanjut dari insiden gagal ginjal akut sehingga tidak berdiri
sendiri (Prabowo & Pranata, 2014, p. 204)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan biasa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, nafas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini
dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolism/toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Prabowo & Pranata, 2014, pp. 204-205).
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu,
karena berdampak pada proses metabolism (sekunder karena intoksikasi), maka
akanterjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi (Prabowo & Pranata, 2014, p. 205).
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal gijal akut dengan berbagai
penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung,
pengunaan obat berlebihan (overdosis) khusunya obat yang bersifat nefrotoksik,
BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada
beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu
diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis) (Prabowo & Pranata,
2014, p. 205).
4) Riwayat Kesehatan Keluaraga
Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronik, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Hasil dari pola kesehatan
keluarga yang diterapkan jika anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu
saat sakit (Pranata, 2014, p. 205).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital
Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung
pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat
(tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif (Prabowo & Pranata,
2014, p. 206).
b. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) System persyarafan
Manifestasi SSP terjadi lebih awal dan mencakup perubahan mental, kesulitan
berkonsentrasi, keletihan, dan insomnia. Geajala psikotik, kejang, dan koma
dikaitkan dengan ensefalopati uremik lanjut.
2) System pengindraan
Biasanya pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan konjungtiva anemis, mata
merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
3) System pernafasan
Bau napas seperti urine sering kali dikaitkan dengan rasa logam dalam mulut, dapat
terjadi, edema paru, pleuritis, pernapasan kusmaul.
4) System kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronik salah
satunya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran akan
mmpengaruhi volume vaskuler. Stagnasi ini akan memicu retensi natrium dan air
sehingga akan meningkatkan beban jantung.
5) System pencernaan
Anoreksia, mual dan muntah adalah gejala paling awal uremia. Cegukan biasa
dialami, nyeri perut, fetor uremik, bau napas seperti urine seringkali dapat
menyebabkan anoreksia.
6) System perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi ), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan
urine output < 400 ml/hari bahkn sampai pada anuria (tidak adanya urine output.
7) System musculoskeletal
Ostedistrofi ditandai dengan osteomalasia, pelunakan tulang, dan osteoporosis,
penurunan masa tulang. Kista pada tulang dapat terjadi. Manifestasi osteodistrofi
mencakup nyeri tekan pada tulang, nyeri, dan kelemahan otot. Pasien berisiko
mengalami fraktur spontan.
8) System integument
Pucat, warna kulit uremik (kuning-hijau), kulit kering, turgor buruk, pruritis,
ekimosis, bekuan uremik .
9) System endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengn gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone reproduksi. Selain itu,
jika kondisi gagal ginjal kronik berhubungahn dengan penyakit diabetes mellitus,
maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolism.
10) System reproduksi
Terjadi amenorea pada wanita, impotensi pada pria, kemungkinan komplikasi terjadi
aborsi spontan.
11) System imun
Uremia meningkat terjadi resiko infeksi. Kadar tinggi urea dan sisa metabolik
tertahan merusak semua aspek inflamasi dan fungsi imun. Penurunan SDP, imunitas
lantran sel dan hormonal rusak, serta fungsi fagosit rusak. Baik respons inflamasi
akut maupun respon hipersensivitas lambat terganggu (Porth & Matfin, 2009).
Demam ditekan. Seringkali memperlambat diagnosis infeksi (Jennifer P. Kowalak,
dkk, 2011, hal. 1065).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
Volume biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria).
Warna urin biasanya abnormal urin keruh kemungkinan ini disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin.
Osmoalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan hasil bahwa kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
Klirens kreatinin mungkin agak menurun.
Natrium lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Proteinuria (3-4+) secara kuat akan menunjukkan hasil kerusakan glomerulus bila sel
darah marah dan fragmen juga ada.
b. Darah
BUN/kreatinin meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
HB menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
SDM menurun, defisiensi eritropoitin.
GDA, asidosis metabolic, ph kurang dari 7,2
Natrium serum rendah
Kalium meningkat
Magnesium meningkat
Kalsium menurun
Protein (albumin) menurun
Osmolalitas serum : Lebih dari 285 mOsm/kg
Pelogram retrograde : Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
c. Pemeriksaan ultrasono ginjal hanya untuk menentukan ukuran ginjal dan ada atau
tidaknya masa, kista obstruksi pada saluran kemih bagian atas.
d. Endoskopi ginjal, nefroskopi
Pemeriksaan ini untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor secara selektif.
e. Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler serta massa.
f. EKG
Untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Padila, 2012)
4. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebrospinal
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret, edema
saluran pernafasan
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
4) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan cairan, edema
5) Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
6) Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah, anemia
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah rencana yang
telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang diharapkan dapat
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah direncanakan dalam tindakan keperawatan
yang diprioritaskan.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis,
yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data dan perencanaan.