Al-Furqan[25]:63
“Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”
Karena itu, barangsiapa yang menaati Allah dan beribadah kepada-Nya, kemudian
menyibukkan pendengaran, penglihatan, lisan, dan hatinya dengan apa yang diperintahkan oleh
Allah, maka dialah yang berhak mendapat gelar hamba. Sedangkan orang yang sebaliknya, maka
dia termasuk seperti yang dinyatakan dalam firman Allah SWT, َأض ُّل َ ُألـ ـَِإـ ـ
َ ـك َكاَأْلْن َع ِم بل هم
“Mereka seperti itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.”1 Maksudnya
dalam hal mengambil pelajaran, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al-A’raaf. Seolah-
ِ اَألر
olah Allah berkata, ض اد الرمحـ ـ ــن الذين ميشون على ِ
ْ ُ َ“ َو عبDan hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Penyayang itu adalah mereka yang berjalan di muka bumi.” Akan tetapi lafadz ( همmereka)
ِ
dihilangkan. Hal ini sama seperti perkataanmu اَألمْير ِ زي ٌد هو
َزيْ ٌدatau اَألمْيُر “Zaid adalah
ُ َُ ْ َ
pangeran.”
Jadi الَّ ِذىadalah khabar mubtada’ mahdzuf. Demikian yang dikatakan oleh Al Akhfasy.
Ada yang mengatakan, “Bahwa khabarnya adalah firman Allah di akhir surah, yaitu َ ُألَـ ـِإ ـ
ـك حُيَْز ْو َن
صَبُروا مِب
َ “ الغُْرفَةَ َاMereka itulah orang-orang yang dibalas degan martabat yang tinggi (dalam
syurga) karena kesabaran mereka.” (Qs. Al-Furqan[25]:75). Kemudian antara mubtada’ dan
khabar terdapat sifat-sifat bagi mereka dan apa yang berhubungan dengannya. Demikian yang
1
Qs. Al-A’raaf[7]:179
dikatakan oleh Az-Zujaj. Dia berkata, “Bisa juga yang menjadi khabar adalah firman Allah
ِ اَألر
SWT, ض ين مَيْ ُش ْو َن َعلَى ِ َّ
ْ َ “ الذMereka yang berjalan di muka bumi.” Lafadz مَيْ ُش ْو َنmerpakan
kehidupan mereka dan lamanya mereka hidup. Maka disebutkannya hal itu, karena
perpindahannya di muka bumi, yaitu untuk bergaul dengan manysia dan berhubungan dengan
mereka.”
Firman Allah SWT, ً ُه ْوناadalah mashadar dari al hayyin dan artinya berasal dari as-
sakinah (tenang) dan al wiqar (stabil). Dalam tafsir dinyatakan, “Mereka berjalan dengan sikap
santun dan tawadhu.” Mereka berjalan dengan sikap sederhana. Dan sifat seperti ini termasuk
dari sifat dan akhlak nabi. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, kalian wajib tenang,
karena sesungguhnya kebaikan itu tidak terdapat dalam sikap berjalan yang tergesa-gesa.2
Diriwatkan tentang sifat Nabi SAW, bahwa beliau apabila turun, beliau turun seperti
orang yang berjalan dari atas, melangkah dengan menunduk, dan berjalan dengan tawadhu’ dan
tenang, dan dengan mengangkat kakinya dengan cepat dan orang memanjangkan langkahnya,
dan ini berbeda dengan jalannya orang yang malas dan sombong. Semua itu dilakukan oleh
beliau dengan lembut dan tenang tanpa tergesa-gesa. Sebagaimana dikatakan, bahwa beliau
seperti turun dari tanah yang menurun. Demikian dikatakan oleh Al-Qadhi Iyadh.
3
Qs. Al-Israa’[37]:37
Penjelasan ayat:
2
Al-lidhaa’ artinya cepat berjalan. Lih. An-Nihayah (5/196).
3
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (13), Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Hal 166-168
Dikatakan pula, “Semangat”. Semua pendapat ini saling berdekatan, akan tetapi semua
itu terbagi menjadi dua bagian:
1. Tercela
2. Terpuji
Takabbur, sombong kepada Allah dan angkuh serta ketika manusai melampaui batas
dirinya adalah tercela. Sedangkan bergembira dan bersemangat adalah terpuji. Allah
SWT telah menyebutkan cirri-ciri-Nya.4
4
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (10), Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Hal 643-644.