Anda di halaman 1dari 3

Kaum muslimin sidang jumat yang berbahagia.

Alhamdulillah segala Puji dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah Robbul’izzati, pada
kesempatan jumat ini kita kembali dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu
shalat Jumat secara berjamaah di masjid yang kita cintai ini. Shalawat dan salam marilah kita
sampaikan kepada uswatun hasanah kita yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW. Juga
kepada segenap keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua yang hadir di masjid ini, kelak di
hari kiamat mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin.
Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, khatib berwasiat kepada diri pribadi dan
kepada seluruh jamaah, marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa yaitu
melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kaum muslimin sidang jamaah jumat yang berbahagia


Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-hambaNya yang bersyukur. Namun
itu sangat sedikit dari hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:

Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba[34]: 13)
Allah juga memuji Nabi Nuh, karena ia termasuk hamba Allah yang bersyukur. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berjanji untuk memberikan tambahan kepada orang-orang yang bersyukur. Allah
berfirman:
Mensyukuri nikmat Allah membutuhkan kekuatan Iman. Karena sesungguhnya nikmat-nikmat
tersebut seringkali melalaikan. Banyak orang yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
nikmat, bukan semakin dekat kepada Allah. Akan tetapi semakin ia jauh kepada Allah.
Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwasannya syukur itu mempunyai rukun.
Rukun yang pertama, mengakui dengan hati kita bahwasannya nikmat ini adalah dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tidak seperti sebagaimana seseorang yang sombong yang menganggap
bahwasannya kenikmatan tersebut hasil dari pada jerih payahnya, karena kecerdasannya, karena
keterampilannya, karena kemampuannya dalam berbisnis sehingga dia tidak menisbatkan itu
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka seorang yang mengakui bahwasanya nikmat ini semua dari Allah dan semua itu diberi oleh
Allah, maka ia telah mensukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rukun yang kedua, ia mengucapkan dengan lisannya puji dan syukur kepada Allah. Karena
sesungguhnya ia tahu dan yakin bahwasannya satu-satunya yang memberikan kenikmatan
hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan atasannya, bukan pula siapa-siapa, dia yakin
dengan seyakin-yakinnya bahwa pemberi rezeki hanyalah Allah. Maka ia memuji Allah, ia puji
Allah atas seluruh kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepadanya.
Adapun rukun yang ketiga kata Ibnul Qayyim yaitu menggunakan nikmat-nikmat tersebut
untuk mentaati Allah. Kita gunakan HP kita untuk mentaati Allah, kita gunakan kendaraan kita
untuk menaati Allah, bahkan panca indra kita yang merupakan nikmat yang besar, kita gunakan
mata kita untuk melihat apa yang Allah ridhai, kita gunakan telinga kita untuk mendengarkan
apa yang Allah cintai, kita gunakan hati kita untuk memahami ayat-ayatNya, kita gunakan akal
yang berikan untuk memahami ayat-ayat Allah yang Allah turunkan kepada kita. Bukan untuk
menentang ayat-ayatNya.
Siapa yang menggunakan seluruh kenikmatan tersebut saudaraku, sungguh ketika ia gunakan
dalam kebaikan dan ketaatan, ketika ia gunakan dalam perkara yang diridhai oleh Ar-Rahman,
maka sungguh ia telah mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dahulu para Auliya Allah dengan diberikan banyak kenikmatan, mereka menjadi ketakutan.
Mereka takut sekali dengan hisab pada hari kiamat. Mereka sangat takut sekali, semua
kenikmatan yang diberikan kepada mereka akan dipertanyakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka takut dengan jawaban apa yang harus mereka lakukan.
Maka dari itu para Auliya Allah, ketika mereka diberikan kenikmatan-kenikmatan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, segera mereka infaqkan, segera mereka gunakan untuk ketaatan, bahkan
semakin mereka mencintai suatu harta semakin mereka malah menginfakkannya. Hal ini karena
mereka ingin mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
Subhanallah.. Demikianlah tauladan yang diberikan oleh para Auliya Allah.
Sementara kita, gembira dan senang ketika kita mendapatkan kenikmatan dunia belaka. Lalu
setelah itu kita lupa untuk mensyukurinya. Sementara para Auliya Allah ketika diberikan
kenikmatan dunia, mereka sungguh malah ketakutan. Takut itu menjadi adzab pada hari kiamat
untuknya.
Maka dari itulah saudaraku sekalian, setiap kita wajib merenungi tentang harta, tentang karunia,
tentang kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Sudah untuk apa kita lakukan? Sebelum
dihari kiamat Allah tanya kita, tanyakanlah di dunia ini kepada diri kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai