LANDASAN TEORI
4
5
Merata Terpusat
Hunian atau Penggunaan
(kn/m2) (kN)
Sekolah
Ruang kelas 1,92 4,5
Koridor di atas lantai pertama 3,83 4,5
Koridor lantai pertama 4,79 4,5
Bak-Bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit yang dapat diakses - 0,89
Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan, dan lahan/jalan
11,97 35,6
untuk truk-truk
Tangga dan jalan keluar 4,79 -
Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja 1,92 -
Sumber : SNI 1727 2013
2.1.3 Beban Gempa (E)
Beban gempa adalah beban dalam arah horizontal yang bekerja pada suatu
struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi
(gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut.
Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di indonesia yang
berlaku saat ini diatur dalam SNI 1726:2012. Pada peraturan ini dijelaskan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban gempa
sebagai berikut:
a) Geografis
Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi gedung
tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda memilki
percepatan batuan dasar yang berbeda pula.
6
Jika ada pengaruh tekanan tanah lateral, H, maka ada tiga kemungkinan
berikut:
Apabila H bekerja sendiri, atau menambah efek dari beban-beban lainnya,
maka H harus dimasukkan dalam kombinasi pembebanan dengan faktor
beban sebesar 1,6.
Apabila H permanen dan bersifat melawan pengaruh dari beban-beban
lainnya. Maka H dapat dimasukkan dalam kombinasi pembebanan dengan
faktor beban sebesar 0,9
Jika H bersifat tidak permanen, namun pada saat H bekerja mempunyai
sifat melawan beban-beban lainnya. Maka beban H boleh tidak
dimasukkan ke dalam kombinasi pembebanan.
Apabila beban angin, W, belum direduksi oleh faktor arah, maka faktor beban
untuk beban angin ada (d) harus diganti menjadi 1,6 dan pada (c) diganti
menjadi 0,8.
2.1.5 Analisa Beban Gempa (Respon Spektrum)
Pada analisa beban gempa digunakan analisa statik ekivalen berdasarkan SNI
1726:2012. Dalam SNI 1726:2012 telah di jabarkan secara detail tahapan analisa
gempa untuk bangunan gedung. Tahapan ilmiah inilah yang akan menentukan aman
atau tidaknya struktur tersebut ketika menerima beban gempa ditinjau dari
simpangan horizontal yang dihasilkan, dibandingkan dengan simpangan horizontal
yang diijinkan. Analisa gempa pada bangunan gedung juga berfungsi untuk
mengetahui apakah sistem struktur yangdigunakan pada gedung tersebut mampu
menahan gaya lateral akibat gempa. Langkah-langkah analisa gaya gempa metode
statik ekivalen adalah sebagai berikut:
2.1.5.1 Kategori Resiko Gempa
Kategori resiko gempa dikelompokkan menjadi empat kategori yang ditinjau
dari jenis pemanfaatan gedung, yang ditabelkan sebgaia berikut:
8
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategon nsiko
I,II,III,dan IV termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Perumahan
Rumah toko dan rumah kantor
Pasar
Gedung perkantoran
Gedung apartemen/ rumah susun II
Pusat perbelanjaan mall
Bangunan industn
Fasilitas manufaktur
Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki nsiko tinggi terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Bioskop
Gedung pertemuan
Stadion
Fasiiitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
Fasilitas penitipan anak
Penjara
Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki
potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal
terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk: III
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk:
Bangunan-bangunan monumental
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah
dan unit gawat darurat
Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat IV
perlindungan darurat lainnya
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya
untuk tanggap darurat
Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada
saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur
bangunan lain yang masuk ke dalam kategon risikoIV.
SC (tanah keras,sangat
350 sampai 750 >50 > 100
padat dan batuan lunak)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih
dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
Membutuhkan investigasi - Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m),
geoteknik spesifik dan - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m
analisis respons dengan
spesifiksitus
Indeks Plasitisitas, PI > 75),
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35
m
SS untuk parameter percepatan respon spektral MCE pada periode pendek 0,2
detik
𝑆𝐷 = 𝑆𝑀 ........................................................................................ (2-4)
𝑆 =𝑆 0,4 + 0,6
b)Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama
dengan SDS
c) Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain,
Sa, diambil berdasarkan pada persamaan;
𝑆 =
Keterangan:
𝑆 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;
𝑆 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;
𝑇 = periode getar fundamental struktur
𝑇 = 0,2 ×
𝑇 =
Keterangan:
TB = Tidak Dibatasi
TI = Tidak Diijinkan
R = Faktor Modifikasi Respom
Cd = Faktor Pembesaran Defleksi
Ω0 = Faktor Kuat-lebih Sistem
Diijinkan untuk direduksi dengan mengurangi setengah untuk struktur
dengan diafragma fleksibel, tetapi tidak boleh diambil kurang dari 2,0 untuk segala
struktur, kecuali untuk sistem kolom kantilever.
Dari tabel ini diketahui bahwa sistem rangka pemikul momen khusus mampu
menahan gaya gempa paling sedikit 25 persen.
2.1.5.7 Periode Fundamental Pendekatan
Periode fundamenta pendekatan (Ta) menurut SNI 1726:2012 pasal 7.8.2.1
bahwa untuk struktur dinding geser batu bata atau beton diijinkan untuk ditentukan
dari persamaan berikut ini:
𝑇 =𝐶ℎ ............................................................................................... (2-5)
Dimana:
hn = Ketinggian struktur (m)
Ct dan x = dapat ditentukan dengan melihat tabel 15 pada SNI 1726:2012
Agar suatu bangunan tidak terlalu fleksibel periode waktu getar dibatasi.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.2.1 batasan periode ditentukan dengan
persamaan berikut ini
17
𝑇 =𝑇 𝐶
Dimana Cu didapat dari tabel 14 pada SNI 1726:2012 seperti pada gambar
dibawah ini:
Keterangan:
CVX = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
wi dan wx = bagian dari berat seismik efektif total struktur (W)
yang di tempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau
kurang
k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau
lebih
k harus diinterpolasi linear apabila mempunyai periode diantar
0,5 dan 2,5 detik.
2.1.5.10 Metode Respon Spektrum
Dalam analisa perhitungan struktur digunakan metode respon spektrum
menggunakan SNI 1726 tahun 2012 Pasal 7.9 dimana dijelaskan seperti berikut ini:
a) Jumlah Ragam
Analisa harus dilakukan untuk menentuan ragam getar alami untuk struktur.
Analisis harus mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebisar
paling sedikit 90% dari massa aktual dalam masing-masing arah.
b)Parameter Respons Ragam
Nilai untuk setiap parameter desain yang berkaitan dengan gaya yang di
tinjau, termasuk simpangan antar laintai tingkat, gaya dukung, dan gaya
elemen struktur individu untuk setiap ragam respons harus dihitung
19
9% - 15% kuat tekannya. Kecilnya kuat tarik ini merupakan salah satu kelemahan
daro beton biasa. Untuk mengatasinya, beton dikombinasikan dengan tulangan
dimana baha biasa digunakan sebagai tulangannya. (Mulyono, 2004)
2.2.2 Beton Bertulang
Beton Bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan tulangan baja,
dimana tulangan baja berfungsi sebagai penambah kuat tarik yang dimiliki beton.
Tulangan baja juga dapat menahan gaya tekan sehingga digunakan pada kolom dan
pada berbagai kondisi lain.
2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Beton Bertulang
Beton bertulang sebagai bahan konstruksi yang universal memilik kelebihan
antara lain:
a) Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan
bahan lain.
b) Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
tersentuh air.
c) Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
d) Beton dapat dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam seperti plat,
balok, kolom dan kubah maupun cangkang besar.
e) Struktur beton bertulang sangat kokoh.
Adapun kelemahan dari beton bertulang sebagai bahan konstruksi yang
universal antara lain:
a) Beton memiliki kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik.
b) Beton bertulang sangatlah berat, sehingga sangat berpengaruh pada
struktur bentang panjang dimana berat sendiri beton bertulang yang besar
akan sangat mempengaruhi momen lentur.
c) Dapat terjadinya susut (Shrinkage) dan rangkak (Creep).
21
Sistem pelat yang hanya ditumpu di kedua sisinya, maka pelat tersebut
akan melentur mengalami lendutan dalam arah tegak lurus dari sisi tumpuan.
Beban akan didistribusikan oleh pelat dalam satu arah saya yaitu kearah
tumpuan. Apabila rasio bentang panjang terhadap bentang pendek lebih besar
atua sama dengan 2, maka hampir 95% beban akan dilimpahkan dalam arah
bentang pendek, Pelat akan menjadi pelat satu arah.
22
Mu = (Tumpuan) Mu = (Tumpuan)
Mu = (Lapangan) Mu = (Lapangan)
Mu = (Tumpuan) Mu = (Tumpuan)
Mo = .................................................................................. (2-1)
Keterangan:
Mo = Momen total statik (Nm)
L2 = Rencana lebar pelat per meter (m)
Ln = Jarak bentang bersih pelat (m)
Tabel 2.12 Distribus Momen Total Terfaktor pada Pelat Dua Arah
Slab
Slab tana balok di antara tumpuan
Tepi dengan Tepi
interior
Eksterior balok di eksterior
tak- antara terkekang
terkekang semua Tanpa Balok Tepi Dengan Balok Tepi penuh
tempuan
Momen terfaktor
0,75 0,70 0,70 0,70 0,65
negatif interior
Momen terfaktor
0,63 0,57 0,52 0,50 0,35
positif
24
Momen terfaktor
0 0,16 0,26 0,30 0,65
negatif eksterior
Sumber : SNI 1726 2012
Gambar 2.9 Disribusi Momen Total Terfaktor pada Pelat Dua Arah Dengan Balok Di
Antara Semua Tumpuan
(a)
(b)
Gambar 2.10 (a) pelat dan tumpuan (b) diagram tegangan yang terjadi di serat pelat
25
𝑐= 𝑑 ..................................................................................... (2-3)
, . ′.
ρb = .( )
𝜌 = 0,75 ρb
,
𝜌 =
Kontrol
×
𝑎= , × ×
𝑀 = 𝐴 𝑓𝑦 𝑑 −
𝑀 > 𝜃𝑀
𝑐 = 𝑑 ............................................................................................. (2-11)
𝜌 = .................................................................................................... (2-14)
b×d
Dengan:
b = Lebar penampang yang tertekan
d = Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan baja tari
28
Secara umum, momen nominal dari suatu balok persegi bertulang tunggal
dihitung dengan mengalikan nilai C atau T.
Syarat ini berlaku untuk balok beton non-prategang serta komponen struktur
yang memikul beban aksial kurang dari 0,1f'c𝐴 .
Regangan penampang pada kondisi seimbang diperoleh:
× × ×
𝑐 = = , × × ×
= , × ×
.......................................................... (2-19)
B. Keruntuhan Tarik
Keruntuhan tarik adalah keruntuhan dimana tulangan baja mengalami leleh
sebelum beton hancur atau mencapai regangan batas tekannya. Keruntuhan ini
terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang kecil.
Dalam hal desain balok atau komponen struktur lentur lainnya, batas
maksimum rasio tulangan dapat diambil dengan menggunakan nilai 𝜀 = 0,005,
sehingga dari persamaan (2-26) dapat dirumuskan:
, ⁄
𝜌 = ,
𝜌 ............................................................................... (2-27)
30
namun faktor ∅, tidak dapat diambil sebesar 0,9, karena penampang berada
pada daerah transisi, untuk penampang dengan tulangan nonspiral, maka nilai ∅
pada daerah transisi adalah sebesar:
∅ = 0,65(𝜀 − 0,002)(250⁄3) = 0,65 + (0,004 − 0,002)(250⁄3) = 0,817
C. Keruntuhan Tekan
Keruntuhan tekan adalah keruntuhan dimana beton akan mengalami hancur
sebelum tulangan baja leleh. Keruntuhan terjadi akibat dari penampang rasio
tulangan yang besar. Berlebihannya tulangan baja tarik mengakibatkan garis netral
bergeser ke bawah, hal tersebut akan menyebabkan beton mendahului mencapai
regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan baja tariknya luluh.
Dalam hal desain balok atau komponen struktur lentur lainnya, batas
maksimum rasio tulangan dapat diambil dengan menggunakan nilai 𝜀 ≤ 𝑓 ⁄𝜀 ,
sehingga dari persamaan (2-34) dapat dirumuskan:
, ⁄
𝜌 = , ⁄
𝜌 ............................................................................... (2-35)
𝜌 =𝜌
2.3.2.2 Balok Persegi Bertulang Tunggal
Balok persegi bertulang tunggal bertujuan untuk menahan lentur akibat beban
luar yang bekerja pada suatu balok tersebut. Dasar perencanaan adalah
kesetimbangan antara momen tahanan MR dan momen luar Mn , dimana momen
tahanan berasal dari momen kopel antara beton tekan dan baja tarik, sedangkan
momen luar berasal dari beban luar yang bekerja pada balok.
Dengan memanfaatkan hubungan internal yang sudah dikenal pada waktu
membahas keruntuhan seimbang balok sebelumnya, kemudian dilakukan
modifikasi-modifikasi tertentu agar proses perencanaan dapat lebih di
sederhanakan, yaitu :
, . ′.
ρb = ( )
,
𝜌 = 0,625 ρb (untuk 𝑓𝑦 = 400 𝑀𝑃𝑎); 𝜌 =
𝑑 >𝑑 (OK)
Pemeriksaan Tulangan Penampang
×
a= , × ×
𝑀 = 𝐴 𝑓𝑦 𝑑 −
Ketika 𝜌>𝜌 , maka balok akan mengalami keruntuhan yang bersifat getas,
ketika daerah tekan beton hancur sebelum tulangan baja mengalami luluh.
Apabilapada balok tersebut diberikan tulangan tekan yang mencukupi,
maka kehancuran beton dapat dicegah hinngga tulangan baja tarik dapat
mengalami lu;uh terlebih dahulu. Pada kasus ini balok akan mengalami
keruntuhan yang daktail.
2.3.2.4 Tulangan Tekan Sudah Luluh
Momen internal balok bertulang rangkap dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu Mu1 adalah momen internal yang dihasilkan dari gaya tekan pada
beton dan gaya tarik ekuivalen pada tulangan baja, As1. Sedangkan Mu2 merupakan
momen internal tambahan yang diperoleh dari gaya tekan pada tulangan tekan A’s
dan gaya tarik pada tulangan tarik tambahasan As2.
Momen Mu1 merupakan momen yang diperoleh dari balok tulangan tunggal
sebagai berikut:
𝑇 = 𝐶 .......................................................................................................... (2-38)
𝐴 . 𝑓 = 0,85. 𝑓 𝑐. 𝑎. 𝑏 .................................................................................. (2-39)
×
𝑎= , × ×
............................................................................................. (2-40)
𝑀 = ∅𝐴 𝑓𝑦 𝑑 − ................................................................................ (2-41)
Gambar 2.14 Penampang Persegi dengan Tulangan rangkap dan Diagram Regangan
Luas total tulangan baja tarik yang digunakan adalah jumlah dari As1 dan As2,
sehingga:
𝐴 =𝐴 +𝐴 =𝐴 + 𝐴′ ........................................................................ (2-44)
Atau
𝐴 = 𝐴 − 𝐴′ .............................................................................................. (2-45)
Selanjutnya persamaan (2-30) dan (2-33) dapa dituliskan pula dalam bentuk:
×
𝑎= , × ×
............................................................................................. (2-46)
Gambar 2.15 Balok dengan Tekan: (1) sudah luluh; (2) belum luluh
𝜀 ≥𝜀 = .................................................................................................. (2-49)
36
Atau
𝑐= 𝑑′ .............................................................................................. (2-50)
Selain itu, dari persamaan (2-53) dapat diturunkan suatu syarat pemeriksaan
apakah tulangan tekan sudah luluh atau belum, yaitu:
Maka tulangan baja belum luluh atau dapat dikatakan pula bahwa jika
(𝜌 − 𝜌′) < 𝐾, tulangan baja tarik akan luluh sebelum beton mencapai regangan
maksimumnya sebesar 0,003, dan regangan pada tulangan tekan, 𝜀′ , belum
37
𝜀′ = 0,003
dengan memperhitungkan luas beton yang ditempati oleh tulangan baja, maka
dapat dituliskan rumusan untuk besarnya gaya tekan pada tulangan, 𝐶 , dan gaya
tekan pada beton, 𝐶 , sebagai berikut
𝐶 = 0,85𝑓′ 𝛽 𝑐𝑏
Karena 𝑇 = 𝐴 𝑓 = 𝐶 +𝐶 , maka:
Apabila diatur kembali, maka persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk
(0,85𝑓′ 𝛽 𝑏)𝑐 + (600𝐴′ ) − (0,85𝑓′ 𝐴′ ) − 𝐴 𝑓 𝑐 − 600𝐴 𝑑′ = 0 ... (2-55)
Persamaan diatas identik dengan persamaan berikut:
𝐾 𝑐 + 𝐾 𝑐 + 𝐾 = 0 ................................................................................... (2-56)
Dengan :
𝐾 = 0,85𝑓′ 𝛽 𝑏
𝐾 = 𝐴′ (600 − 0,85𝑓′ ) − 𝐴 𝑓
𝐾 = −600𝐴 𝑑′
Nilai c dalam persamaan (2-56) dapat dihitung dengan rumus ABC
sederhana, yaitu:
±
𝑐= ........................................................................................ (2-57)
Bila tulangan tekan belum luluh, 𝑓′ < 𝑓 , maka luas total tulangan tarik yang
dibutuhkan untuk suatu penampang persegi adalah:
Atau jika dinyatakan dalam rasio tulangan, maka persamaan (2-59) dapat dibagi
dengan bd.
, . ′.
𝜌 = ( )
𝑑 >𝑑 (OK)
Pemeriksaan Tulangan Penampang
×
𝑎= , × ×
𝑀 = 𝐴 𝑓𝑦 𝑑 −
𝑃 𝑒 = 0,85𝑓𝑐 𝑎𝑏 − + 𝐴′ 𝑓′ − 𝑑′ + 𝐴 𝑓 𝑑 −
𝑃𝑒=𝑃 − ,
+ 𝐴 𝑓 (𝑑 − 𝑑′) ....................................................... (2-68)
( )
,
−𝑃 − 𝑒 − 𝐴 𝑓 (𝑑 − 𝑑′) = 0 .................................................... (2-69)
43
Jika nilai 𝑚 = ,
dan 𝜌 = 𝜌′ = , maka nilai 𝑃 dapat disusun ulang,
𝑒′ = 𝑒 + 𝑑 − ......................................................................................... (2-72)
= 1 − .............................................................................................. (2-73)
∅ = 0,75 + 0,15 /
− (untuk tulangan spiral)
∅ = 0,65 + 0,25 /
− (untuk tulangan non-spiral)
Gambar 2.20 Variasi Nilai ∅ Terhadap Nilai Regangan Tarik Tulangan Baja
Sumber : SNI 1727 2013
45
Dengan:
𝑐 = tinggi sumbu netral pada kuat nominal
𝑑 = jarak dari serat tekan beton terluar ke tulangan tarik terluar
• Jika 𝑃 = 0 atau kasus lentur murni, maka ∅ = 0,90 untuk penampang
terkendali tarik, dan bervariasi antara 0,90 dan 0,65 atau 0,75 untuk
penampang pada daerah transisi.
Gambar 2.21 Diagram Regangan dan Tegangan Kolom dengan Keruntuhan Seimbang
Pada saat bersamaa tulangan baja tarik mengalami regangan leleh 𝜀 = 𝜀 dan
beton mengalami regangan batasnya 𝜀 = 0,003. (𝑷𝒏 = 𝑷𝒏𝒃 )
Garis netral pada kondisi seimbang
,
= ............................................................................................... (2-75)
,
𝑐 = 𝑑 .......................................................................................... (2-76)
𝑎 =𝛽 𝑐 = 𝛽 𝑑 ......................................................................... (2-77)
Kapasitas penampang:
𝑃 = 0,85𝑓𝑐 𝑎 𝑏 + 𝐴′ 𝑓′ − 𝐴 𝑓 .......................................................... (2-79)
𝑀 = 𝑃 𝑒 = 0,85𝑓𝑐 𝑎 𝑏 𝑦 − + 𝐴′ 𝑓′ (𝑦 − 𝑑) + 𝐴 𝑓 (𝑑 − 𝑦) . (2-80)
46
𝑓′ = 𝐸 𝜀′ = 600 ≤𝑓
𝑃 = 0,85𝑓𝑐 𝑎𝑏 + 𝐴′ 𝑓′ − 𝐴 𝑓
𝑃 = 0,85𝑓𝑐 𝑎𝑏
𝑀 = 0,85𝑓𝑐 𝑎𝑏 𝑦 − + 𝐴′ 𝑓′ (𝑦 − 𝑑′) − 𝐴 𝑓 (𝑑 − 𝑦)
Jika, 𝑚 = ,
dan 𝜌 = ; maka:
Gambar 2.23 Diagram Regangan dan Tegangan Kolom dengan Keruntuhan Seimbang
Beton akan mengalami hancur sedangkan tulangan tarik baja belum leleh.
Eksentrisitas yang terjadi adalah: 𝒆 > 𝒆𝒃 atau (𝑷𝒏 > 𝑷𝒏𝒃 ).
Langkah-langkah rumus hamper sama dengan keruntuhan seimbang maupun
keruntuhan tarik, hanya saja yang membedakan dari rumus kapasitas
penampangnya.
Persamaan Whitney:
. . ′
𝑃 = + . ............................................................................... (2-84)
,
2.3.3.5 Kolom Tulangan Samping dengan Lentur Dua Arah (Biaxial Bending)
Kolom dengan lentur dua arah dapat terjadi apabila 𝑃 bekerja pada sumbu y
dengan eksentrisitas sebesar 𝑒 akan menghasilkan momen terhadap sumbu x
yang besarnya 𝑀 = 𝑃 𝑒 , 𝑃 Atau dapat juga bekerja pada sumbu x dengan
eksentrisitas sebesar 𝑒 akan menghasilkan 𝑀 =𝑃𝑒 .
Gambar 2.25 Gambar Diagram dan Regangan Kolom dengan Tulangan Samping
(Keruntuhan Simbang)
Langkah-langkah perhitungan kolom biaksial:
𝑒=
𝐸 = 4700 × 𝑓 ′
𝐼𝑘 = ×𝑏×ℎ
𝐼𝑏 = ×𝑏×ℎ
𝑟 = 0,3 × ℎ ℎ
.
𝜓𝐴 = 0
.
∑
𝜓𝐵 = .
∑
< 34 − 12
𝑀 = 𝐴 𝑓𝑦 𝑑 −
𝑀 = 𝜃𝑀
𝑀 > 𝑀 (OK)
Pemeriksaan 𝑷𝒖 terhadap beban pada keadaan seimbang ∅𝑷𝒏𝒃
𝑐 = 𝑑
49
𝑎 =𝛽 𝑐
𝑓 ′ = 600
𝜃𝑃 = 0,65 0,85𝑓 𝑎 𝑏 + 𝐴′ 𝑓′ − 𝐴 𝑓
Pemeriksaan kekuatan penampang
𝑚= ,
𝜌=
𝜃𝑃 = 0,65 × 𝑃
𝜃𝑃 > 𝑃 (OK)
Dimana:
K = Faktor panjang efektif kolom
𝑙 = Panjang kolom yang ditopang
Dengan 𝑃 dan 𝑀 diperoleh dari kombinasi beban yang ditinjau, atau dari
kombinasi 𝑃 dan 𝑀 yang menghasilkan nilai terkecil untuk 𝐼. Nilai 𝐼 sendiri
tidak perlu diambil lebih kecil dari 0,35𝐼 .
Untuk elemen struktur lentur:
Komponen struktur lentur pada SRPMK harus memenuhi syarat dibawah ini:
(SNI 2847:2013)
1) Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur (Pu), tidak boleh
melebihi 0,1𝑓′ 𝐴 .
2) Bentang bersih untuk komponen struktur 𝑙𝑛, tidak boleh kurang dari empat
kali tinggi efektifnya.
3) Lebar komponen, 𝑏𝑛, tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3ℎ
dan 250 mm.
4) Lebar komponen struktur 𝑏𝑤, tidak boleh melebihi lebar komponen
struktur penumpu, 𝑐2, ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi
komponen struktur penumpu yang sama dengan yang lebih kecil dari (a)
dan (b):
(a) Lebar komponen struktur penumpu, 𝑐2 dan
(b) 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu, 𝑐1.
B. Tulangan Longitudinal
1) Pada seberang penampang komponen struktur lentur:
• jumlah tulangan tidak boleh kurang dari:
• tidak boleh kurang dari
• rasio tulangan
• paling sedikit dua batang tulangan harus disediakan menerus pada
kedua sisi atas dan bawah
2) Kekuatan momen positif pada muka joint harus tidak kurang dari setengah
kekuatan momen negatif yang disediakan pada muka joint tersebut. baik
kekuatan momen negatif atau positif pada sembarang penampang
sepanjang panjang komponen struktur tidak boleh kurang dari seperempat
kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu dari
joint tersebut.
3) Sambungan lewatan tulangan lentur diijinkan hanya jika tulangan
sengkang atau spiral disediakan sepanjang panjang sambungan, spasi
tulangan transversal yang melingkupi batang tulangan yang disambung
54
lewatkan tidak boleh melebihi yang lebih kecil dari d/4 dan 100 mm.
Sambungan lewatan tidak boleh digunakan:
(a) Dalam joint
(b) Dalam jarak dua kali tinggi komponen struktur dari muka joint
(c) Bila analisis menunjukkan pelelehan lentur diakibatkan oleh
perpindahan lateral inelastis rangka.
C. Tulangan Transversal
1) Sengkang harus dipasang pada daerah komponen struktur rangka berikut:
Gambar 2.27 Contoh Sengkang Tertutup Saling Tumpuk dan Ilustrasi Batasan pada Spasi
Horizontal Maximum Batang Tulangan Longitudinal yang ditumpu
(Sumber : SNI 1727 2013)
• Sepanjang suatu panjang yang sama dengan dua kali tinggi komponen
struktur yang diukir dari muka komponen struktur penumpu ke arah
tengah bentang, di kedua ujung komponen struktur lentur.
• Sepanjang panjang-panjang yang sama dengan dua kali tinggi
komponen struktur pada kedua sisi suatu penampang dimana pelelehan
lentur sepertinya terjadi dalam hubungan dengan perpindahan lateral
inelastik rangka.
55
dengan kekuatan momen lentur yang mungking, Mpr, bekerja pada muka-
muka joint dan bahwa komponen struktur dibebani dengan beban gravitasi
tributary terfaktor sepanjang bentangnya.
2) Tulangan Transversal
Tulangan transversal sepanjang panjang yang diidentifikasi harus
diproporsikan untuk menahan geser dengan mengasumsikan 𝑉 = 0
bilamana keduanya (a) dan (b):
(a) Gaya geser yang ditimbulkan gempa yang dihitung mewakili
setengah atau lebih dari kekuatan geser perlu maksimum dalam
panjang tersebut.
(b) Gaya tekan aksial terfaktor, 𝑃 termasuk pengaruh gempa kurang
dari 0,2𝑓′ 𝐴
E. Perencanaan Balok SRPMK
Daerah pengekangan pada balok SRPMK terletak pada daerah sendi plastis,
dimana daerah sendi plastis pada balok adalah sepanjang dua kali tinggi balok.
Untuk pengekang pertama harus dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom
terdekat dan selebihnya jarak spasi (pengekang) tidak boleh melebihi yang terkecil
dari:
• d/4
• 6db
• 150 mm
Luas tulangan pengekang senditi tidak boleh kurang dari yang diisyaratkan
dari persamaan di bawah ini:
. .
• 𝐴 = 0,3 −1
. .
• 𝐴 = 0,09
57
Penerapan
Pasal
Tipe dan Penjelasan Ketidakberaturan Kategori Desain
Referensi
Seismik
(𝑆 = 𝑆 )
Bila angkur tidak terletak di atap dan seluruh diafragma tidak fleksibel, maka
nilai yang diperoleh dari 𝐹 = 0,4𝑆 𝑘 𝐼 𝑊 diijinkan untuk dikalikan dengan
( / )
faktor , dimana z adalah tinggi angkur di atas dasar struktur dan h adalah
Jika nilai < 0,007, maka nilai yang digunakan adalah 0,007.