Anda di halaman 1dari 47

Case Report Session

KEHAMILAN DAN PERSALINAN NORMAL YANG DIINDUKSI

Oleh :
Salsabila Muslim 2040312161
Fadhilati Sabrina 2140312056
Ulfa Aurel Fadhila 2140312125
Henny Tryana 1810312058

Pembimbing :
dr. Pom Harry Satria, Sp.OG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS RSUD SUNGAI DAREH
DHARMASRAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Federasi Obstetri Ginekoloigi Internasional, kehamilan


didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari fase fertilitas hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau
10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan
berlangsung dalam tiga trimester, trimester satu berlangsung dalam 13 minggu,
trimester kedua 14 minggu (minggu ke-14 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).1
Proses kehamilan dimulai dari pembuahan, nidasi dan plasentasi.
Terjadinya kehamilan menyebabkan sistem genitalia wanita mengalami
perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Perubahan dapat terjadi pada uterus, vagina,
ovarium dan payudara.
Persalinan (partus) merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus ke dunia luar melalui vagina. Persalinan normal
terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi kepala tanpa memakai alat bantu
serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya berlangsung dalam waktu 18 jam. 1
Mekanisme persalinan normal adalah suatu rentetan gerakan pasif janin
pada saat persalinan berupa penyesuaian bagian terendah (kepala) janin
terhadap jalan lahir atau panggul pada saat melewati jalan lahir.1 Sebab
terjadinya persalinan sampai saat ini masih berupa teori-teori yang kompleks,
diantaranya faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, dan faktor nutrisi.2
Partus (persalinan) normal jika terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (lebih dari 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan
dimulai (inpartu) sejak uterus mulai berkontraksi dan serviks membuka dan
menipis serta berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Belum
dikatakan inpartu apabila kontraksi uterus belum mengakibatkan perubahan
pada serviks.3 Proses persalinan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang

2
menyebabkan terjadinya dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui
jalan lahir. Kontraksi miometrium selama persalinan akan menimbulkan rasa
sakit pada ibu. Sebelumnya timbulnya kontraksi miometrium ini, uterus harus
disiapkan untuk proses kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai
dengan usia kehamilan 36-37 minggu, setelah periode ini fase transisional
diperlukan sampai serviks mengalami penipisan dan perlunakan.4
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan
masalah besar di negara berkembang. Masa persalinan adalah periode kritis
bagi seorang calon ibu. Masalah komplikasi dan adanya faktor penyulit,
menjadi faktor risiko terjadinya kematian ibu. Ada lima faktor penting yang
berperan selama proses persalinan, yaitu power (kekuatan kontraksi ibu/his,
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis/kekuatan mengejan,
ketegangan serta kontraksi ligament rotundum), passage way (jalan
lahir),passanger (janin, plasenta dan selaput ketuban),position (posisi letak
janin dan ibu), dan psychologic (kondisi psikologi ibu).5
Induksi persalinan merupakan salah satu intervensi obstetris yang paling
sering diterapkan di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa 1 dari 5 wanita
hamil akan menjalani proses persalinan dengan induksi persalinan dan 30- 40%
wanita melahirkan akan dilakukan induksi persalinan. Tujuan dari induksi
persalinan adalah untuk merangsang kontraksi uterus dengan bantuan
farmakologi medis atau tindakan medis sebelum onset persalinan normal
walaupun induksi persalinan dianjurkan ketika resiko melanjutkan kehamilan
lebih besar daripada proses persalinan namun sebaiknya perlu dipertimbangkan
dengan pendekatan yang aman dan efisien, serta mempunyai manfaat lebih
besar bagi kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Induksi persalinan biasanya dilakukan jika risiko menunggu persalinan
spontan dinilai lebih besar daripada risiko memperpendek durasi kehamilan,
karena jika tetap dipertahankan dapat meningkatkan kematian dan angka
kesakitan pada bayi dan ibunya seperti pada kehamilan post-term,
oligohidramnion, KPD (Ketuban Pecah Dini), IUFD (Intra Uterine Fetal Death),
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction), penyakit jantung, preeklampsia dan
lainya.

3
Kesuksesan induksi persalinan dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu
tingkat kematangan serviks, paritas, BMI, usia ibu, perkiraan berat janin, dan
diabetes (WHO, 2014). Skor bishop dikembangkan pada tahun 1964 sebagai
prediktor untuk keberhasilan induksi. Sistem penilaian awal kematangan serviks
menggunakan 5 determinan (dilatasi, penipisan, penurunan, posisi, dan
konsistensi) yang mengaitkan nilai masing-masing determinan 0 hingga 2 atau 3
point (skor maksimal 13) (WHO, 2011). Bila terdapat seviks yang tidak matang,
maka persalinan pervaginam memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil.
Selama proses induksi, monitoring detak jantung janin dan aktivitas
kontraksi uterus harus dipantau secara ketat agar terdeteksi apakah ada fetal
distress, sindrom hiperkolesterolemia, hiperstimulasi uterus dan hiperparatiroid.
Jika pada persalinan normal pengukuran aktivitas kontraksi uterus dilakukan
dalam 10 menit tiap 30 menit sekali namun untuk pengukuran kontraksi pada
pasien induksi dilakukan tiap 15 menit sekali. Hal ini dilakukan salah satunya
untuk menghindari terjadinya hiperstimulasi uterus sehingga harus dilakukan
observasi lebih intensif. Monitoring pengukuran kontraksi dilakukan untuk
mengetahui berapakah frekuensi kontraksi uterus dalam 10 menit serta durasi
lamanya kontraksi uterus dalam satuan detik. Yang dapat di interprestasikan
dengan 3 tingkatan yaitu lemah, sedang dan kuat.
Sebagai dokter layanan primer, harus bisa menangani kehamilan dan
persalinan normal, maka penting sekali mengetahui proses yang terjadi selama
kehamilan serta perubahan fisiologi pada ibu hamil serta penanganan persalinan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan


Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi dan penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Kehamilan normal akan berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan lunar
atau 9 bulan menurut kalender lunar.1
Kehamilan terbagi atas 3 trimester, dimana trimester pertama
berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua selama 15 minggu (minggu
ke-13 hingga ke 27), dan trimester ketiga selama 13 minggu (minggu ke-28
hingga ke-40).1

2.2 Pembuahan, Nidasi, dan Plasentasi


Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan
ovum (fertilisasi), dan nidasi (implantasi), plasentasi.
Spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kaput atau kepala yang
berbentuk lonjong agak gepeng dan mengandung bahan nucleus, ekor, dan
bagian yang silindrik (leher) menghubungkan kepala dengan ekor, dengan
getaran ekornya spermatozoa dapat bergerak cepat. Jutaan spermatozoa
ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada waktu koitus,hanya
beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan
hanya beberapa ratus dapat sampai kebagian ampula tuba di mana
spermatozoa dapat memasuki ovum yang dapat dibuahi,hanya satu
spermatozoa yang mempunyai kemampuan (kapisitasi) untuk membuahi,pada
spermatozoa ditemukan peningkatan konsentrasi DNA di nukleusnya,
kaputnya lebih mudah menembus dinding ovum oleh karena diduga dapat
melepaskan hialuronidase.1
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di
genital ridge, tiap bulannya wanita melepaskan 1 atau 2 sel telur (ovum) dari
indung telur, ovum dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen-
mikrofilamen fimbria infundibulum kearah ostium tuba abdominale, dan

5
disalurkan terus kearah medial,pada waktu dilahirkan, bayi mempunyai
sekurang-kurangnya 750.000 oogonium, jumlah ini berkurang akibat
pertumbuhan dan degenerasi folikelfolikel, pada anak berumur 6 – 15 tahun
ditemukan 439.000 oogonium dan pada umur 6 – 15 tahun ditemukan 439.000
oogonium dan pada umur 16 – 25 tahun hanya 34.000 oogonium, pada masa
menopause semua oogonium menghilang.1
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan
spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba,fertilisasi meliputi penetrasi
spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi
materi genetik, hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapisitasi
mampu melakukan penetrasi membran sel ovum,untuk mencapai ovum sperma harus
melewati korona radiate (lapisan sel di luar ovum) dan zona pleusida (suatu bentuk
glikoprotein ekstraselular), yaitu dua lapisan yang menutupi dan mencegah ovum
mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa. Suatu komplemen khusus di
permukaaan kepala spermatozoa kemudian mengikat glikoprotein di zona pelusida,
pengikatan ini memicu akrosom melepaskan enzim yang membantu spermatozoa
menembuas zona pelusida. Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi
reaksi korteks ovum. Granula korteks di dalam ovum berfusi dengan membrane
plasma sel, sehingga enzim di dalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis
ke zona pelusida. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membrane
nukleusnya yang tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan
mitokondrianya berdegenerasi, masuknya spermatozoa membangkitkan nukleus
ovum yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya
(pembelahan meiosis kedua),ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang
haploid,pronukleus spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang
haploid. Kedua pronukleus saling mendekati dan bersatu membentuk zigot yang
terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki.1 Dalam beberapa jam
setelah pembuahan, mulailahpembelahan zigot yang berjalan lancar dan
dalam 3 hari sampaidalam stadium morula, hasil konsepsi ini dengan ukuran
tetap bergerak kearah rongga rahim oleh arus dan getaran silia serta kontraksi
tuba, selama dalam perjalanan ke kavum uteri morula mengalami
pembelahan – pembelahan menjadi blastula.1
Nidasi adalah peristiwa tertanamnya atau bersarangnya sel telur yang
telah dibuahi ke dalam endometrium, sel telur yang telah dibuahi (zigot) akan

6
segera menjadi blastomer, rada hari ketiga 16 blastomer disebut morula. Pada
hari keempat di dalam morula akan terbentuk rongga, bangunan ini disebut
blastula. Dua struktur penting di dalam blastula adalah: 1) Lapisan luar
disebut trofoblast, yang akan menjadi plasenta 2) Emblastu (inner cell mass)
yang akan menjadi janin Pada hari ke-4 blastula masuk kedalam
endrometrium dan pada hari ke-6 menempel pada endrometrium, pada hari
ke-10 seluruh blastula sudah terbenam dalam endometrium dengan demikian
nidasi sudah selesai tempat nidasi biasanya pada dinding belakang didaerah
fundus uteri.1
Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.
setelah nidasi embrio kedalam endometrium, plasentasi dimulai,pada manusia
plasentasi berlangsung sampai 12 -18 minggu setelah fertilisasi. Terjadinya
implantasi mendorong sel blastula mengadakan deferensiasi, sel yang dekat
dengan ruang eksoderm membentuk “entoderm” dan yolk sac (kantung yolk)
sedangkan sel yang lain membentuk ”ectoderm” dan ruangan amnion. Plat
embrio (embryonal plate) terbentuk diantara dua ruangan yaitu ruangan
amniondan kantung yolk, plat embrio terdiri dari unsur ectoderm, endoderm,
dan mesoderm, ruangan amnion dengan cepat mendekati korion sehingga
jaringan yang terdapat antara amnion dan embrio padat dan berkembang
menjadi tali pusat.1

2.3 Perubahan Anatomi dan Fisiologi


Perubahan anatomi dan fisiologi sudah terjadi dimulai dari saat
fertilisasi hingga proses kehamilan. Perubahan dapat terjadi pada berbagai
sistem tubuh.
2.3.1 Sistem reproduksi
2.3.1.1 Uterus
Pada perempuan yang tidak hamil, berat uterus yaitu 70 gram
dan kapasitas 10 ml atau kurang. Sedangkan selama kehamilan,
uterus akan berubah dan mampu menampung janin, plasenta, dan
cairan amnion rata-rata mencapat 5 liter dengan berat rata-rata 1100
gram.1

7
Pada awal kehamilan, penebalan uterus dipengaruhi oleh
hormone estrogen dan progesteron. Namun setelah 12 minggu,
penambahan ukuran uterus akan didominasi oleh desakan hasil
konsepsi. Pada awal kehamilan, tuba fallopii, ovarium, dan
ligamentum rotundum berada sedikit di bawah apeks fundus. Ismus
uteri pada minggu pertama akan mengalami hipertrofi seperti ada
corpus uteri yang mengakibatkan ismus menjadi lebih panjang dan
lunak yang dikenal dengan “tanda Hegar”. Sementara pada akhir
kehamilan akan berada sedikit diatas pertengahan uterus. Posisi
plasenta juga memperngaruhi penebalan sel-sel otot uteru, dimana
daerah tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih cepat
sehingga menyebabkan uterus tidak rata. Fenomena ini dikenal
dengan tanda “Piscaseck”.1

2.3.1.2 Serviks
Satu bulan setelah konsepsi, serviks akan menjadi lebih lunak
dan kebiruan. Hal ini terjadi karena penambahan vaskularisasi dan
terjadinya edema seluruh serviks, bersamaan dengan terjadinya
hipertrofi dan hyperplasia kelenjar-kelenjar serviks.1
Pada perempuan yang tidak hamil, berkas kolagen pada serviks
terbungkus dengan rapat dan tdak beraturan. Selama kehamilan
kolagen disintesis dan secara terus-menerus diremodel oleh
kolagenase. Kolagen di degradasi oleh kolagenase intraselular yang
menyingkirkan struktur prokolagen yang tidak sempurna untuk
mencegah pembentukan kolagen yang lemah, dan kolagenase
ektraselular yang secara lambat akan melemahkan matrikskolagen
agar persalinannya dapat berlangsung, pada kehamilan aterm,
terjadi penurunan lebih lanjut dari konstentasi kolagen. 1

2.3.1.3 Ovarium
Proses ovulasi dan pematangan folikel baru akan terhenti dan
tertunda selama kehamilan. Hanya satu korpus luteum yang

8
ditemukan di ovarium dan akan berfungsi maksimal selama 6-7
minggu awal kehamilan, setelah itu akan berperan sebagai penghasil
progesterone dalam jumlah yang relative minimal. 1

2.3.1.4 Vagina dan perineum


Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia
terlihat jelas pada kulit dan otot-otot pada perineum dan vulva
sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal
dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa
dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi sel-sel otot
polos. 1
Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan
persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan
dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan
ikat dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan
bertambah panjangnya dinding vagina. Papilla mukosa juga
mengalami dengan gambaran seperti paku sepatu. 1
Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, sekresi
berwarna keputihan, menebal, dan pH antara 3,5 – 6 yang
merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laktat glikogen
yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus
acidophilus. 1

2.3.1.5 Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah
payudara dan paha. Hal ini dikenal dengan “striae gravidarum”.
Pada multipara, selain striae kemerahan, sering ditemukan garis
berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae
sebelumnya. 1
Pada banyak perempuan, kulit di garis pertengahan perut (linea
alba) akan berubah menjadi hitam kecoklatan yang disebut linea
nigra. Kadang-kadang akan muncul dalam ukuran yang bervariasi
9
pada wajah dan leher yang disebut dengan chloasma atau melasma
gravidarum. Selain itu pada areola dan daerah genital akan terlihat
pigmentasi yang berlebihan. Pigmentasi akan berkurang jauh setelah
persalinan. 1
Perubahan pigmentasi dihasilkan dari cadangan melanin di
epidermal dan dermal yang penyebab pastinya belum diketahui.
Adanya peningkatan kadar serum melanocyte stimulating hormone
pada akhir bulan kedua masih sangat diragukan sebagai
penyebabnya. Esterogen dan progesterone diketahui mempunyai
peran dalam melanogenesis dan diduga bisa menjadi faktor
pendorongnya. 1

2.3.1.6 Payudara
Pada awal kehamilan, payudara akan terasa lebih lunak.
Setelah dua bulan, payudara akan bertambah ukurannya dan vena-
vena dibawah kulit akan lebih terlihat. Putting payudara akan
terlihat lebih besar, kehitaman, dan tegak. Setelah bulan pertama,
kolustrum dapat keluar. 1
Kolustrum berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai
bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum dapat
diproduksi karena hormone prolaktin ditekan oleh prolactin
inhibiting hormone. Setelah persalinan, kadar hormone esterogen
dan progesterone akan menurun, sehingga pengaruh inhibisi
progesterone terhadap a-laktalbulmin akan hilang. Peningkatan
prolaktin akan merangsang sintesis lactose dan pada akhirnya
meningkatkan produksi air susu.1

2.3.2 Perubahan metabolik


Penambahan berat-badan selama kehamilan berasal dari uterus
dan isinya, payudara volume darah dan cairan ekstraseluler.
Diperkirakan selama kehamilan berat badan ibu hamil akan bertambah

10
12,5 kg.1
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan gizi baik,
dianjurkan menambah berat badan perminggu sebesar 0,4 kg, sementara
pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih, dianjurkan
menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan
0,3 kg.1
Peningkatan cairan tubuh selama hamil adalah fisiologis. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya osmolaritas yang diinduksi oleh
rendahnya ambang rasa haus dan sekresi vasopressin. Pada saat aterm,
±3,5 l cairan berasal dari janin, plasenta, dan cairan amnion. 3 liter
lainnya berasal dari akumulasi peningkatan volume darah ibu, uterus,
dan payudara sehingga penambahan cairan selama kehamilan adalah
6,5 liter.
Pada kehamilan normal, akan terjadi hipoglikemia puasa yang
disebabkan oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial dan
hiperinsulinemia. 1
Konsetrasi lemak, lipoprotein, dan apolipoprotein dalam plasma
akan meningkat selama kehamilan. Lemak akan disimpan sebagian
besar di sentral yang kemudian akan digunakan janin sebagai nutrisi.
LDL akan mencapai puncak pada minggu ke-36, sementara HDL akan
mencapai puncaknya pada minggu ke-25, berkurang sampai minggu ke-
32 dan kemudian menetap. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan kadar
hormone esterogen dan progesterone.1

2.3.3 Sistem kardiovaskular


Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan
ini terjadi untuk mengurangi resitensi vascular sistemik, serta
peningkatan denyut jantung. Antara minggu ke-10 dan 20 terjadi
peningkatan volume plasma sehingga terjadi peningkatan preload.
Pada pertengahan kehamilan, pembesaran uterus akan menekan
vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi
terlentang, hal ini akan mengurangi darah balik vena ke jantung.

11
Akibatnya terjadi penurunan preload dan cardiac output sehingga
menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom
hipotensi supine. Pada kehamilan trimester akhir, posisi terlentang akan
mengakibatkan fungsi ginjal menurun.1

2.3.4 Sistem respirasi


Selama kehamilan, sirkumferensia torak akan bertambah ± 6 cm,
tetapi tidak mencukupi penurunan kapasitas residu fungsional dan
volume residu paru-paru karena pengaruh diafragma yang naik ± 4 cm
selama kehamilan. 1

2.3.5 Traktus digestivus


Seiring bertambah besarnya uterus lambung dan usus akan
tergeser. Penurunan nyata pada motilitas otot polos traktus digestivus
dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin dilambung sehingga
akan menimbulkan gejala seperti heartburn / pyrosis akibat refluks
asam lambung ke esophagus bawah akibat perubahan posisi lambung
dan menurunnya tonus sfingter esophagus bagian bawah. Mual terjadi
akibat penurunan asam hidroklorid dan penurunan motilitas, serta
konstipasi akibat penurunan motilitas usus besar.1
Pada fungsi hati, akan mengalami peningkatan kadar alkalin
fosfatase yang hampir 2x lipat, sedangkan serum aspartat transamin,
alani transamin, γ-glutamil transferase, albumin, dan bilirubin akan
menurun.

2.3.6 Traktus urinarius


Pada bulan-bulan pertama, kandung kemih akan tertekan oleh
uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering berkemih.
Keluhan ini akan berkurang seiring dengan bertambah besarnya usia
kehamilan karena uterus keluar dari rongga panggul. Tapi saat kepala
bayi mulai turun, keluhan akan mulai terjadi lagi.
Pada ureter, akan terjadi dilatasi dimana sisi kanan akan lebih

12
membesar dibandingkan ureter kiri. Hal ini diperkirakan karena ureter
kiri dilindungi oleh kolon sigmoid dan adanya tekanan yang kuat pada
sisi kanan uterus sebagai konsekuensi dari dekstrorotasi uterus.
Ovarium kanan dengan posisi melintang di atas ureter kanan juga
diperkirakan sebegai faktor penyebabnya.1

2.3.7 Sistem endokrin


Pada kehamilan normal, kelenjar hiposfisis akan membesar ±135%.
Hormone prolaktin akan meningkat 10x lipat saat kehamilan aterm.
Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15 ml pada saat
persalinan.1

2.3.8 Sistem musculoskeletal


Lordosis yang progresif menjadi bentuk umum pada kehamilan.
Akibat kompensasi pembesaran uterus ke anterior, lordosis menggeser
daya berat kebelakang kea rah dua tungkai. Sendi sakroiliaka,
sakrokoksisgis dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang
diperkirakan karena pengaruh hormonal. Mobilitas tersebut
megakibatkan perubahan sikap ibu sehingga menyebabkan perasaan
tidak enak pada bagian bawah punggung terutama akhir kehamilan.1

2.4 Persalinan
2.4.1 Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada masa kehamilan cukup bulan 37-42
minggu, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung kurang 18 jam dan tidak menimbulkan komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin.6,7,9

13
2.4.2 Etiologi
Menurut Muchtar, beberapa teori mengemukakan etiologi dari
persalinan adalah meliputi:
2.4.2.1 Teori penurunan hormon, pada 1-2 minggu sebelum proses
persalinan mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot
polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh
darah sehingga timbul kontraksi otot rahim bila kadar
progesterone menurun.
2.4.2.2 Teori plasenta menjadi tua, semakin tua usia plasenta akan
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah dan seterusnya
merangsang kontraksi rahim.
2.4.2.3 Teori distensi rahim, rahim yang menjadi besar dan meregang
menyebabkan iskemia pada otot-otot rahim, sehingga
mengganggu sirkulasi utero plasenter.
2.4.2.4 Teori iritasi mekanik, di belakang serviks terletak
ganglion servikal (fleksus Frankenhauser), bila ganglion ini di
geser dan di tekan misalnya oleh kepala janin, akan timbul
kontraksi rahim.
2.4.2.5 Induksi partus, dengan jalan gagang laminaria, aniotomi,
oksitosindrip dan sectio caesarea.

2.4.3 Faktor yang mempengaruhi persalinan


Berdasarkan Winkjosastro, bahwa faktor yang mempengaruhi
persalinan sebagai berikut.10
 Power: his dan tenaga mengejan.
 Passage: ukuran panggul dan otot-otot persalinan.
 Passenger: terdiri dari janin, plasenta dan air ketuban

14
 Personality (kepribadian):yang diperhatikan kesiapan ibu
dalam menghadapi persalinan dan sanggup berpartisipasi selama
proses persalinan.
 Provider (penolong): tenaga terlatih dalam bidang kesehatan

2.4.4 Fisiologi Persalinan


Fisiologi persalinan yang menyatakan bahwa sebab-sebab
terjadinya persalinan masih merupakan teori yang komplek. Perubahan-
perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan
mulai dari berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar hormon
progesteron dan estrogen. Progesteron merupakan penenang bagi otot-
otot uterus. Menurunnya kadarhormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum
persalinan. Kadar prostaglandin meningkat akan menimbulkan
kontraksi miometrium. Keadaan uterus yang membesar menjadi
tegang mengakibatkan iskemi otot-otot uterus yang mengganggu
sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada
ganglion servikale dari fleksus frankenhauser di belakang servik
menyebabkan uterus berkontraksi.10

2.4.5 Tanda dan Gejala Persalinan


Tanda menjelang persalinan sebagai berikut:2
2.4.5.1 Untuk primigravida, kepala janin telah masuk PAP pada
minggu36 yang disebut lightening.
2.4.5.2 Rasa sesak di daerah epigastrum makin berkurang.
2.4.5.3 Masuknya kepala janin menimbulkan sesak dibagian bawah dan
menekan kandung kemih.
2.4.5.4 Dapat menimbulkan sering kencing atau polakisuria.
2.4.5.5 Pemeriksaan tinggi fundus uteri semakin turun; serviks uteri mulai
lunak, sekalipun terdapat pembukaan

14
2.4.5.6 Braxton Hicks semakin sering ditandai dengan:
2.4.5.6.1 Sifatnya ringan, pendek, tidak menentu
jumlahnya dalam 10menit

Pengaruhnya terhadap effescement dan pembukaan serviks dapat


mulai muncul. Kadang-kadang pada multigravida sudah terdapat
pembukaan. Dengan stripping selaput ketuban akan dapat memicu His
semakin sering dan persalinan dapat dimulai.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu
jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Tanda
dan gejala inpartu sebagai berikut:5
a. Penipisan dan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada
serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
c. Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina

Tabel 1. Pembeda his sesungguhnya dan his palsu


His Sesungguhnya His Palsu
a. Rasa sakit a. Rasa sakit
- Teratu - Tidak teratur
- Interval makin pendek - Interval panjang
- Semakin lama semakin - Kekuatan tetap
kuat dirasakan paling dirasakan di perut
sakit di daerah - Tak ada perubahan
punggung walau penderita
- Intensitas makin kuat berjalan
kalau penderita berjalan
b. Keluar (show) b.Tidak keluar (show)
c. Serviks membuka dan c.serviks tertutup dan tidak
menipis ada pembukaan

14
2.4.6 Proses Persalinan
Proses persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu 8,10
2.4.6.1 Kala I : Kontraksi uterus sehingga pembukaan serviks lengkap(10cm).
2.4.6.2 Kala II : Pembukaan serviks lengkap sehingga janin keluar.
2.4.6.3 Kala III : Janin keluar sehingga pengeluaran plasenta.
2.4.6.4 Kala IV : 2 jam setelah plasenta lahir.

Kala 1
1. Fase Laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks. Berlangsung hingga serviks membuka kurang
dari 4 cm. Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8
jam.
2. Fase Aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat, memadai jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap
atau10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara). Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dapat dilakukan
dengan menggunakan partograf. Partograf adalah alat bantu yang
digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dari
penggunaan partograf adalah:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan
menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini
setiap kemungkinan terjadinya partus lama. Halaman depan
partograf untuk mencatat:

14
Kesejahteraan janin, meliputi pemeriksaan denyut jantung janin
(setiap ½ jam), warna air ketuban (setiap pemeriksaan dalam),
penyusupan sutura (setiap pemeriksaan dalam).
Kemajuan persalinan, meliputi pemeriksaan frekuensi dan
lamanya kontraksi uterus (setiap ½ jam), pembukaan serviks (setiap 4
jam), penurunan kepala (setiap 4 jam).
Kesejahteraan ibu, meliputi pemeriksaan nadi (setiap ½ jam),
tekanan darah dan temperatur tubuh (setiap 4 jam), prodeksi urin , aseton
dan protein ( setiap 2 sampai 4 jam), makan dan minum.

Proses persalinan pada kala I :


a. Dimulai pada waktu serviks membuka karena His: kontraksi uterus yang
teratur, makin sering, makin nyeri; disertai pengeluaran darah-lendir
(tidak lebih banyak dari darah haid).
b. Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa-
dalam bibir porsio tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya
pecah pada akhir kala I.
c. Lamanya tergantung paritas ibu: primigravida ± 12 jam, multigravida ±7
jam.
d. Mekanisme pembukaan serviks adalah sebagai berikut:
Kontraksi segmen atas uterus dan retraksi (regangan) segmen
bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks. Akhirnya
segmen bawah uterus makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus)
makin menebal.
Pada primigravida retraksi (regangan, penipisan) mendahului
pembukaan serviks, sedangkan pada multigravida berlangsung bersama-
sama. Inilah yang menentukan lamanya kala I. Kecepatan pembukaan
pada sepertiga pertama lambat, dan pada dua per tiga kedua cepat.
Pembukaan lengkap = 10 cm.

His
 Frekuensi : 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan 2-3 kali/10 menit pada
akhir kala I.
15
 Lamanya : kurang lebih satu menit.
 Nyerinya : berasal dari regangan seviks yang membuka. Terjadi kalau tekanan
intrauterine melebihi 20 mmHg. Biasanya dimulai dari tulang belakang yang
menjalar ke depan.
 Kontraksiuterus dimulai pada tempat kira-kira batas tuba dengan uterus.

Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat menghambat aliran


darah dari plasenta ke janin. Kalau tekanannya melebihi 75 mmHg akan
menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau his terlampau kuat, terlampau lama,
atau terlampau sering dapat menimbulkan gawat janin.

Darah lendir
Darah bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran selaput
ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan seviks.

Kala 2
Persalinan kala 2 sebagai berikut:
Dimulainya, hanya dapat diketahui dengan periksa dalam, dengan
menemukan serviks yang membuka lengkap (pembukaan 10 cm). Tanda-
tanda klinik lainnya ialah nyeri His yang sangat hebat, pasien merasa “ingin
mengejan”; “darah- lendir” bertambah banyak; selaput ketuban pecah;
perasaan seperti “mau buang air besar”; hemoroid fisiologik mulai tampak.
Berakhir dengan lahirnya janin.
Lamanya, pada primigravida kira-kira 1 jam, multipara ½ jam.
Mengejan, disebab oleh turunnya kepala yang menekan rektum. Berakibat
meningkatnya tekanan intraabdominal yang memperkuat kontraksi uterus.
Jangan dibiarkan kalau serviks belum membuka lengkap atau dilakukan di
luar His, karena regangan yang berlebihan pada ligamentum serviks lateralis
dapat menimbulkan prolapsus uteri di kemudian hari. Perineum yang
menggembung, terjadi pada waktu kepala janin mencapai introitus vagina.
Bertambah gembung pada setiap kontraksi uterus, yang dapat mengakibatkan
robekan perineum, kecuali kalau dilakukan episotomi. Kepala mulai tampak
diantara labia minora (crowning). Mekanisme persalinan.

15
Kala 3
Persalinan kala 3 meliputi:
a. Terjadinya ketika dimulainya setelah bayi lahir lengkap, dan berakhir
dengan lahirnya plasenta.
b. Lamanya biasanya 5 menit, tidak boleh lebih dari 15 menit
c. Perlepasan plasenta merupakan akibat dari retraksi otot-otot uterus
setelah lahirnya janin yang akan menekan pembuluh-pembuluh darah
ibu. Kontraksinya berlangsung terus-menerus.
d. Tanda lepasnya plasenta, tali pusat menjulur keluar, atau kalau ditarik
tidak ada tahanan, segumpal darah keluar dari vagina

Kala 4
Persalinan kala 4 terjadi ketika dua jam pertama setelah persalinan
merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja
mengalami perubahan fisik yang luar biasa – si ibu melahirkan bayi dari
perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia
luar. Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan
bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang
tepat untuk melakukan stabilisasi.
Penanganan yang dapat dilakukan seorang penolong persalinan dalam
menghadapi persalinan kala 4 sebagai berikut:
 Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit
selama jam kedua, jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat
mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca
persalinan.

 Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15


menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua.
 Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi dan tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya.
15
 Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
Anjurkan ibu untuk istirahat.
 Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan
bayi.
 Lakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) selain bermanfaat untuk
kedekatan bayi dan ibu serta dapat mencegah perdarahan karena uterus
berkontraksi.
 Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan
 ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pascapersalinan. Catatan
penilaian selama kala IV antara lain :
- Kontraksi uterus
- Tinggi fundus
- Tanda – tanda vital
- Jumlah urine dan adanya distensi kandung kemih
- Jumlah darah keluar
- Demam
- Perdarahan aktif
- Keluar banyak bekuan darah
- Bau busuk dari vagina
- Pusing
- Lemas luar biasa
- Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi
biasa

2.4.7 Mekanisme Persalinan


Berdasarkan Cuningham dan Winkjosastro menyatakan bahwa
2,10
mekanisme persalinan normal sebagai berikut :
a. Engagement (fiksasi) = masuk
Engangement adalah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar
(diameter Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala janin mulai
turun pada umur kehamilan kira-kira 36 minggu, sedangkan pada multigravida
pada kira-kira 38 minggu, kadang-kadang baru pada permulaan partus.
Engagement lengkap terjadi bila kepala sudah mencapai Hodge III. Bila
15
engagement sudah terjadi maka kepala tidak dapat berubah posisi lagi,
sehingga posisinya seolah-olah terfixer di dalam panggul, oleh karena itu
engagement sering juga disebut fiksasi. Pada kepala masuk PAP, maka kepala
dalam posisi melintang dengan sutura sagitalis melintang sesuai dengan
bentuk yang bulat lonjong. Seharusnya pada waktu kepala masuk PAP, sutura
sagitalis tetap berada di tengah yang disebut Synclitismus. Tetapi
kenyataannya, sutura sagitalis dapat bergeser kedepan atau kebelakang disebut
Asynclitismus. Asynclitismus dibagi 2 jenis:
- Asynclitismus anterior: Naegele Obliquity yaitu bila sutura sagitalis
bergeser mendekati promontorium.
- Asynclitismus posterior: Litzman Obliquity yaitu bila sutura sagitalis
mendekati symphisis.
b. Descensus = penurunan
Descensus adalah penurunan kepala lebih lanjut kedalam panggul.
Faktor- faktor yang mempengaruhi descensus adalah tekanan air ketuban,
dorongan langsung fundus uteri pada bokong janin, kontraksi otot-otot
abdomen, ekstensi badan janin.
c. Fleksi
Fleksi ialah menekannya kepala dimana dagu mendekati sternum
sehingga lingkaran kepala menjadi mengecil suboksipito bregmatikus
(9,5cm). Fleksi terjadi pada waktu kepala terdorong His kebawah kemudian
menemui jalan lahir. Pada waktu kepala tertahan jalan lahir, sedangkan dari
atas mendapat dorongan, maka kepala bergerak menekan kebawah.

15
d. Putaran Paksi Dalam (internal rotation)
Putaran paksi dalam adalah berputarnya oksiput ke arah depan,
sehingga ubun -ubun kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor
yang mempengaruhi: perubahan arah bidang PAP dan PBP, bentuk jalan lahir
yang melengkung, kepala yang bulatdan lonjong.

e. Defleksi
Defleksi ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini ialah: lengkungan panggul sebelah depan lebih
pendek dari pada yang belakang. Pada waktu defleksi, kepala berputar ke atas
dengan suboksiput sebagai titik putar (hypomochlion) dibawah symphisis
sehingga berturut – turut lahir ubun – ubun besar, dahi, muka dan akhirnya
dagu.

f. Putaran paksi luar (external rotation)


Ialah berputarnya kepala menyesuaikan kembali dengan sumbu badan
(arahnya sesuai dengan punggung bayi).

g. Expulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi.

2.4.8 Komplikasi
Komplikasi dari persalinan sebagai berikut:3,4
2.4.8.1 Infeksi.
2.4.8.2 Retensi plasenta.
2.4.8.3 Hematom pada vulva.
2.4.8.4 Ruptur uteri.
2.4.8.5 Emboli air ketuban.
2.4.8.6 Ruptur perineum.

15
2.5 Definisi dan Augmentasi

Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai terjadinya


persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi persalinan
spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk pada
stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena
kegagalan dilatasi serviks dan penurunan janin. (Cunningham, 2014).
2.6 Indikasi Induksi

Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau


kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan mungkin
diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial
berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
kehamilan membahayakan ibu. Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban
pecah dini, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis,
preeklampsi berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD)

dan pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan


antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler.
2.7 Kontraindikasi Induksi

Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk


menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu: disproporsi
sefalopelvik (CPD), plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio
caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa previa,
hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif. (Cunningham, 2014).

2.8 Persyaratan Induksi

Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa


kondisi/persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi
tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks dengan
15
menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis.
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin. d. Sebaiknya
kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul. (Oxorn, 2010).

Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin


tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat
dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya indiksi
dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih
dahulu sebelum melakukan induksi. (Cunningham, 2014)

Tabel Bishop Score

Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan favorability


atau kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi teknik tersebut dapat
digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode yang digunakan untuk
mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis dan berbagai bentuk distensi
serviks mekanis. (Cunningham, 2014). Metode farmakologis diantaranya yaitu
pemberian prostaglandin E2 (dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin
E1 (Misoprostol atau cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk
kedalam metode mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra
amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping
membrane. (Cunningham, 2014)

15
2.9 Proses Induksi

Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimia
dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.
A. Secara kimia atau medicinal/farmakologis
1). Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan
intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara
lokal akan menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan
kandungan air di dalam jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat
serviks dan merelaksasikan serabut otot serviks, sehingga mematangkan
serviks. PGE2 ini pada umumnya digunakan untuk mematangkan serviks
pada wanita dengan nilai bishop <5 dan digunakan untuk induksi
persalinan pada wanita yang nilai bishopnya antara 5 - 7. (Sinclair, 2010)

Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk pemberian


intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi terlentang, ujung
suntikan yang belum diisi diletakkan di dalam serviks, dan gel dimasukkan
tepat di bawah os serviks interna. Setelah pemberian, ibu tetap berbaring
selama setidaknya 30 menit. Dosis dapat diulang setiap 6 jam, dengan
maksimum tiga dosis yang direkomendasikan dalam 24 jam.

Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan serviks.


Bentuknya yang persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan
datar, yang dibungkus dalam kantung jala kecil berwarna putih yang
terbuat dari polyester. Kantungnya memiliki ekor panjang agar mudah
untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya memungkinkan
dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari pada bentuk gel).
(Cunningham, 2014).

15
Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan melintang pada
forniks posterior vagina. Pelumas harus digunakan sedikit, atau tidak sama
sekali, saat pemasukan. Pelumas yang berlebihan dapat menutupi dan
mencegah pelepasan dinoprostone. Setelah pemasukan, ibu harus tetap
berbaring setidaknya 2 jam. Obat ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam
atau ketika persalinan aktif mulai terjadi. Cervidil ini dapat dikeluarkan
jika terjadi hiperstimulasi. American College of Obstetricians and
Gynecologists merekomendasikan agar pemantauan janin secara elektronik
digunakan selama cervidil digunakan dan sekurang-kurangnya selama 15
menit setelah dikeluarkan. (Sinclair, 2010, Cunningham, 2014)

Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam adalah


peningkatan aktivitas uterus, menurut American College of Obstetricians
and Gynecologists mendeskripsikannya sebagai berikut:

a) Takisistol uterus diartikan sebagai ≥6 kontraksi dalam periode 10 menit.


b) Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal yang
berlangsung lebih lama dari 2 menit.
c) Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan pola denyut
jantung janin yang meresahkan.

Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi janin bisa


berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum adanya persalinan
spontan, maka penggunaannya tidak direkomendasikan. Kontra indikasi
untuk agen prostaglandin secara umum meliputi asma, glaucoma,
peningkatan tekanan intra-okular. (Sinclair,2010, Cunningham, 2014)

2). Prostaglandin E1 (PGE1)


Misoprostol atau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100
atau 200 μg. Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk
pematangan serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral atau per
vagina. Tablet ini lebih murah daripada PGE2 dan stabil pada suhu

15
ruangan. Sekarang ini, prostaglandin E1 merupakan prostaglandin pilihan
untuk induksi persalinan atau aborsi pada Parkland Hospital dan
Birmingham Hospital di University of Alabama. (Sinclair, 2010,
Cunningham, 2014)

Misoprostol oral maupun vagina dapat digunakan untuk pematangan


serviks atau induksi persalinan. Dosis yang digunakan 25 – 50 μg dan
ditempatkan di dalam forniks posterior vagina. 100 μg misoprostol per oral
atau 25 μg misoprostol per vagina memiliki manfaat yang serupa dengan
oksitosin intravena untuk induksi persalinan pada perempuan saat atau
mendekati cukup bulan, baik dengan rupture membrane kurang bulan
maupun serviks yang baik. Misoprostol dapat dikaitkan dengan
peningkatan angka hiperstimulasi, dan dihubungkan dengan rupture uterus
pada wanita yang memiliki riwayat menjalani seksio sesaria.

Selain itu induksi dengan PGE1, mungkin terbukti tidak efektif dan
memerlukan augmentasi lebih lanjut dengan oksitosin, dengan catatan
jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.
Karena itu, terdapat pertimbangan mengenai risiko, biaya, dan kemudahan
pemberian kedua obat, namun keduanya cocok untuk induksi persalinan.
Pada augmentasi persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukkan
bahwa misoprostol oral 75 μg yang diberikan dengan interval 4 jam untuk
maksimum dua dosis, aman dan efektif. (Saifuddin, 2002, Cunningham,
2014).

3). Donor nitrit oksida


Beberapa temuan telah mengarahkan pada pencarian zat yang
menstimulusi produksi nitrit oksida (NO) lokal yang digunakan untuk
tujuan klinis diantaranya yakni, nitrit oksida merupakan mediator
pematangan serviks, metabolit NO pada serviks meningkat pada awal
kontraksi uterus, dan produksi NO di serviks sangat rendah pada
kehamilan lebih bulan.

15
Dasar pemikiran dan penggunaan donor NO yaitu isosorbide mononitrate
dan glyceryl trinitrate. isosorbide mononitrate menginduksi siklo-
oksigenase 2 serviks, agen ini juga menginduksi pengaturan ulang
ultrastruktur serviks, serupa dengan yang terlihat pada pematangan serviks
spontan. Namun sejauh ini uji klinis belum menunjukkan bahwa donor NO
sama efektifnya dengan prostaglandin E2 dalam menghasilkan
pematangan serviks, dan penambahan isosorbide mononitrate pada
dinoprostone atau misoprostol tidak meningkatkan pematangan serviks
pada awal kehamilan atau saat cukup bulan dan tidak mempersingkat
waktu pelahiran pervaginam. (Cunningham, 2014)

4). Pemberian oksitosin intravena


Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan aktifitas
uterus yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan penurunan
janin. Sejumlah regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan
direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists. Oksitosin diberikan dengan menggunakan protokol dosis
rendah (1 – 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 – 40 mU/menit), awalnya
hanya variasi protokol dosis rendah yang digunakan di Amerika Serikat,
kemudian dilakukan percobaan dengan membandingkan dosis tinggi, dan
hasilnya kedua regimen tersebut tetap digunakan untuk induksi dan
augmentasi persalinan karena tidak ada regimen yang lebih baik dari pada
terapi yang lain untuk memperpendek waktu persalinan. (Cunningham,
2014).

Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-
lebih pada multipara. Untuk itu senantiasa lakukan observasi yang ketat
pada ibu yang mendapat oksitosin. Dosis efektif oksitosin bervariasi,
kecepatan infus oksitosin untuk induksi persalinan dapat dilihat pada table
berikut:

15
Dublin (tahun 1984) menguraikan protokol untuk penatalaksanaan aktif
persalinan yang menggunakan oksitosin dosis awal dan tambahan 6
mU/menit. Dan di Parkland Hospital, Satin, dkk (1992) mengevaluasi
regimen oksitosin dengan dosis tersebut, peningkatan dengan interval 20
menit jika diperlukan, menghasilkan rata-rata waktu masuk ke persalinan
yang lebih singkat, lebih sedikit induksi yang gagal, dan tidak ada kasus
sepsis neonatus. Dan dengan percobaan pada sampel yang berbeda,
mereka yang mendapat regimen 6 mU/menit memiliki durasi waktu
persalinan yang lebih singkat, persalinan forseps yang lebih sedikit,
pelahiran caesar karena distosia yang lebih sedikit, dan menurunnya
korioamnionitis intrapartum atau sepsis neonatorum. Dengan demikian,
manfaat yang lebih banyak didapatkan dengan memberikan regimen dosis
yang lebih tinggi dibandingkan dosis yang lebih rendah. Di Parkland
hospital penggunaan regimen oksitosin dengan dosis awal dan tambahan 6
mU/menit secara rutin telah dilakukan hingga saat ini. Sedangkan di
Birmingham Hospital di University Alabama memulai oksitosin dengan
dosis 2 mU/menit dan menaikkannya sesuai kebutuhan setiap 15 menit
yaitu menjadi 4, 8, 12, 16, 20, 25, dan 30 mU/menit. Walaupun regimen
yang pertama tampaknya sangat berbeda, jika tidak ada aktifitas uterus,
kedua regimen tersebut mengalirkan 12 mU/menit selama 45 menit ke
dalam infuse. (Cunningham, 2014).

15
Di bawah ini merupakan tabel untuk salah satu protab kecepatan infus
oksitosin untuk induksi persalinan:

15
Jika setelah mengikuti protokol berdasarkan tabel di atas tetap belum
terbentuk pola kontraksi yang baik dengan penggunaan konsentrasi
oksitosin yang tinggi maka pada multigravida induksi dinyatakan gagal,
dan lahirkan janin dengan section caesar. Pada primigravida dapat
diberikan infuse oksitosin konsentrasi tinggi (10 unit dalam 500 ml) sesuai
dengan protokol berikut:

Jika masih tidak terbentuk kontraksi yang baik pada dosis maksimal,
lahirkanlah janin melalui sectio caesar. Dalam pemberian infuse oksitosin,

15
selama pemberian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas
kesehatan yaitu:
a) Observasi ibu selama mendapatkan infuse oksitosin secara
cermat.
b) Jika infuse oksitosin menghasilkan pola persalinan yang baik,
pertahankan kecepatan infuse yang sama sampai pelahiran.
c) Ibu yang mendapat oksitosin tidak boleh ditinggal sendiri
d) Jangan menggunakan oksitosin 10 unit dalam 500 ml (20
mIU/ml) pada multigravida dan pada ibu dengan riwayat section
caesar.
e) Peningkatan kecepatan infus oksitosin dilakukan hanya sampai
terbentuk pola kontraksi yang baik, kemudian pertahankan infus
pada kecepatan tersebut.

B. Secara mekanis atau tindakan


1). Kateter Transservikal (Kateter Foley)
Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan
tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami
servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan.
Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis (os seviks
interna) di dalam segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100 ml).
tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan menempelkan kateter pada
paha dapat menyebabkan pematangan serviks.

Modifikasi cara ini, yang disebut dengan extra-amnionic saline infusion


(EASI), cara ini terdiri dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam
ruang antara os serviks interna dan membran plasenta. Teknik ini telah
dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan pada skor bishop dan
mengurangi waktu induksi ke persalinan (Cunningham, 2014).

15
Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang kontinu,
menghasilkan perbaikan favorability serviks dan sering kali menstimulasi
kontraksi. Hasil dari 13 percobaan dengan metode ini menghasilkan
peningkatan yang cepat pada skor bishop dan persalinan yang lebih
singkat. Chung (2003) secara acak mengikutsertakan 135 wanita untuk
menjalani teknik induksi persalinan dengan kateter foley ekstra amnion
dengan inflasi balon sampai 30 ml juga menghasilkan waktu rata-rata
induksi ke pelahiran memendek secara nyata. Levy dkk. (2004)
melaporkan bahwa penggunaan balon kateter foley transservikal 80 ml
lebih efektif untuk pematangan serviks dan induksi dari pada yang 30 ml.
(Cunningham, 2014)
Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:
a) Pasang speculum pada vagina
b) Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan
menggunakan cunam tampon.
c) Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum.
d) Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air.
e) Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina.
f) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus
atau maksimal 12 jam.
g) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan
kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin.

15
2). Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)
Dilatasi serviks dapat juga di timbulkan menggunakan dilator serviks
osmotik higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang
laminaria dan pada keadaan dimana serviks masih belum membuka.
Dilator mekanik ini telah lama berhasil digunakan jika dimasukkan
sebelum terminasi kehamilan, tetapi kini alat ini juga digunakan untuk
pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan laminaria
dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika
perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.

3. Stripping membrane
Stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau mamisahkan
selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi persalinan
dengan “stripping” membrane merupakan praktik yang umum dan aman
serta mengurangi insiden kehamilan lebih bulan tanpa meninkatkan
ketuban pecah dini, perdarahan dan infeksi. Hasil dari penelitian meta-
analisis dari 22 percobaan termasuk 2.797 perempuan melaporkan bahwa
membran stripping mengurangi jumlah wanita yang yang belum
melahirkan setelah 41 minggu tanpa meningkatkan risiko infeksi.
Stripping dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan jari tengah
atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.

15
4). Induksi Amniotomi
Ruptur membrane artifisial atau terkadang disebut dengan induksi
pembedahan, teknik ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan.
Pemecahan ketuban buatan memicu pelepasan prostaglandin. Amniotomi
dapat dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa
oksitosin. Pada uji acak, Bacos dan Backstrom menemukan bahwa
amniotomi saja atau kombinasi dengan oksitosin lebih baik dari pada
oksitosin saja. Induksi persalinan secara bedah (amniotomi) lebih efektif jika
keadaan serviks baik (skor Bishop > 5). Amniotomi pada dilatasi serviks
sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama 1 sampai 2 jam,
bahkan Mercer dkk dalam penelitian acak dari 209 perempuan yang
menjalani induksi persalinan baik itu amniotomi dini pada dilatasi 1-2 cm
ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm didapatkan awitan persalinan
yang lebih singkat yakni 4 jam. (Cunningham, 2014; Sinclair, 2010) Namun
ada komplikasi atau resiko yang dapat timbul setelah dilakukan amniotomi
yakni: sekitar 0,5 % terjadi prolaps tali pusat, infeksi (jika jangka waktu
antara induksi- persalinan > 24 jam), perdarahan ringan, perdarahan post
partum (resiko relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa induksi persalinan),
hiperbilirubinemia neonatus (bilirubin > 250 μmol/l).

16
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. Sulastri

Umur : 37 Tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Agam Jujuhan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status Menikah : MenikahPendidikan

Terakhir : SMP

Tanggal Masuk : 01 Juli 2022

Anamnesis

Seorang Pasien wanita usia 37 Tahun masuk IGD RSUD Sungai Dareh pada
tanggal 01 Juli 2022 jam 09.34 WIB dengan keluhan nyeri perut menjalar ke ari-ari
sejak 6 jam SMRS dengan usia kehamilan gravid 42-43 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam yang lalu,dan
Keluar lendir bercampur darah sejak 2 jam yang lalu
- Pasien mengeluhkan keluar air-air yang banyak hingga membasahai 2 pakaian
setelah 4 jam saat di Bangsal Rawatan RSUD Sungai Dareh.
- Pasien dengan kehamilan G5P2A2H2 gravid 42-43 minggu
- Pasien diberikan induksi oksitosin

16
- Pasien Partus spontan pada tanggal 01 Juli 2022 jam 21:00 di bangsal kebidanan
RSUD Sungai dareh, bayi laki-laki, berat badan 3970 gram, dan Hidup

- HPHT : 07 September 2021 TP: 14 Juni 2022

- Ini merupakan hamil ke 5 dengan Riwayat Kehamilan:

1. 2005/abortus

2. 2006/3000gram/ perempuan/pervaginam/bidan/hidup

3. 2008/abortus

4. 2012/3000gram/ perempuan/pervaginam/bidan/hidup

5. 2022/3970gram/laki-laki/pervaginam/dokter/hidup (persalinan sekarang)

- Riwayat demam tidak ada, trauma tidak ada, Keputihan tidak ada

- BAB dan BAK tidak ada keluhan

- Riwayat Menstruasi menarche usia 14 tahun, siklus haid teratur 1x28 hari
lamanya 6-7 hari, 2-3 kali ganti prmbalut/hari, nyeri saat haid ada.

- Riwayat perjalanan keluar negeri/luar kota tidak ada

- Riwayat berkontak dengan pasien COVID -19 positif tidak ada

- Riwayar berkontak dengan orang yang pulang dari luar kota/luar negeri tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan
Hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular dan
penyakit kejiwaan.

Riwayat perkawinan: 1x, tahun 2004

Riwayat kehamilan / abortus / persalinan: 5/ 0 /2

1. 2005/abortus

16
2. 2006/3000gram/ perempuan/pervaginam/bidan/hidup

3. 2008/abortus

4. 2012/3000gram/ perempuan/pervaginam/bidan/hidup

5. 2022/3970gram/laki-laki/pervaginam/dokter/hidup

1. Kehamilan Sekarang
Riwayat Kontrasepsi: (-)
Riwayat Imunisasi : (-)
Riwayat Pendidikan : SMP
Riwayat Pekerjaan : IRT
Riwayat Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 kg

BMI : 23,4 kg/m2 (Normal)

Vital sign:
TD : 110/80mmHg
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36.50C

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-Leher :


Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

16
Toraks:
Pulmo:
Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada simetris kiri=kanan
Palpasi : Fremitus Normal kiri=kanan
Perkusi : Sonor, kiri=kanan
Auskultasi : SN Vesikuler, Rh-/-, wh-/-
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial RIC V LMCS
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 normal, irama reguler, murmur (-), S3 gallop (-)

Abdomen : Status Obstetrikus


Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik RF +/+, RP -/-
Status Obstetrikus :
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit
Palpasi :
- FUT teraba 2 jari di bawah prosesus Xiphoideus, NT(-), NL(-), DM(-)
- His (+) 3-4x /20-30”/10’
- DJJ :138-140x/menit
- TFU : 31 cm
- TBJ : 3100 gram
Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia:
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Pembukaan lengkap Hodge 3-4
Presentasi Kepala

16
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : 08 April 2022

a. Hematologi
Hb : 9,0 gr/dl
Leukosit : 14,87/mm3
Ht : 26,6 %
Trombosit : 185.000/mm3

Pemeriksaan Ultrasonografi

Kesan: Plasenta implantasi di fundus uteri meluas ke anterior

Diagnosis :
P3A2H3 Post Partum Pervaginam + Ruptur Perineum Grade 4
Terapi :
 IVFD RL Drip oxy:ergo 1:1

 Injeksi Dexamethason 3x1

 Injeksi vitamin K 3x1


 Infus Metronidazol 3x1
 Gastrol 2 tab perektal per 6 jam

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 37 tahun didiagnosa sebagai P3A2H3 Post Partum Pervaginam +
Ruptur Perineum Grade 4. Dari anamnesis, pasien mengakui HPHT pasien jatuh pada
tanggal 07 September 2021 jam. Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pasien.
Pasien tidak memiliki riwayat abortus. Pasien datang ke RSUD Sungai Dareh pada 07
September 2021 jam 09.34 WIB dengan keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan
sejak 2 jam SMRS dan juga pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6
jam yang lalu, dan keluar lendir bercampur darah sejak 2 jam yang lalu Dari pemeriksaan
fisik obstetri didapatkan fundus uteri teraba 2 jari di atas pusat, TFU 31 cm, TBJ 3100
gram, His (+) 3-4x/20-30’’/10’, DJJ 138-140x/menit. Pada pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan lengkap, UUK kanan depan HIII-IV dan presentasi kepala.
Pada pasien ini dilakukan persalinan pervaginam setelah pembukaan cukup untuk
melahirkan janin. Pada pasien ini dilakukan observasi terhadap DJJ dan tanda vital ibu.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan janin dan juga keadaan ibu, DJJ dipantau
untuk mengetahui jika ditemukan adanya gawat janin yang dapat mengancam janin. Pada
pukul 21.00 WIB, lahir bayi laki-laki dengan APGAR score 7/8, BB 3970 gram, PB 49 cm.
Etiologi yang menyebabkan kehamilan posterm sebenarnya belum diketahui dengan pasti
namun dihubungkan dengan beberapa teori, yaitu ada teori progesteron yang berhubungan
dengan masih adanya hormon progesteron saat masa kehamilan, teori oksitosin
dihubungkan dengan rendahnya pelepasan kadar oksitosin dari neurohipofisis wanita,
terdapat juga teori syaraf uterus dikaitkan dengan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion
servikalis dan pleksus frakenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, serta ada juga
teori herediter yang berhubungan dengan faktor risiko ibu yang mengalami kehamilan
posterm berkemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan posterm juga.
Pada pasien ini dilakukan induksi persalinan, dimana indikasi dari tindakannya
adalah kehamilan posterm. Pada kehamilan posterm sering kali menjadi indikasi dilakukan
induksi persalinan dengan mempertimbangkan kondisi bayi yang cukup optimal. Induksi
persalinan ialah tindakan yang dilakukan kepada ibu hamil yang belum memasuki inpartu,
baik secara tindakan atau medisinal, hal ini untuk merangsang munculnya kontraksiuterus.

16
Keberhasilan tindakan induksi persalinan ditentukan beberapa keadaan sebelum
dilakukan induksi, salah satunya yaitu kematangan serviks (favorable). Skor Bishop ialah
penilaian untuk menentukan adanya kematangan serviks. Penilaian menggunakan skor ini
berdasarkan lima faktor yang diperoleh dari pemeriksaan dalam dan digunakan untuk
perkirakan keberhasilan induksi persalinan. Faktor-faktor yang dilakukan pemeriksaan
adalah (1) dilatasi serviks, (2) penipisan serviks/effacement, (3) konsistensi serviks, (4)
posisi serviks, dan (5) station dari bagian terbawah janin.

16
BAB III
KESIMPULAN

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi dan penyatuan dari


spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan
normal akan berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan
menurut kalender lunar. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang
menyebabkan perubahan pada sistem genitalia wanita. Perubahan fisiologis
tersebut terjadi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin di
dalam rahim. Perubahan tersebut dapat terjadi pada uterus, vagina, ovarium,
dan mammae. Selain itu, kehamilan juga menyebabkan perubahan pada
peredaran darah, sistem respirasi, pencernaan, dan metabolisme pada wanita.
Persalinan merupakan proses berakhirnya kehamilan dimana bayi,
plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada masa kehamilan cukup bulan 37-42
minggu, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
kurang 18 jam dan tidak menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. Pada persalinan normal penting untuk mengetahui tanda dan gejala
persalinan, proses dan mekanisme persalinan serta komplikasi yang mungkin
terjadi untuk menghindari mortalitas dan morbiditas ibu saat persalinan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo; 2010.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics 22nd Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies; 2007.
3. Hacker et al. Essential of Obstetrics and Gynecology 5th edition.
Pennsylvania: Elseviers Saunders; 2010.
4. Ragusa, Antonio, Mona M, Alberto Z, Massimo M, Lilia M, et al.
Diagnosis of Labor: a Prospective Study. Medscape General Medicine.
2005. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1681656/
5. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies 4th ed. New York: Churchill Livingstone; 2002.
6. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2002.
7. Bobak. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC; 2004.
8. Roestam, M. Obstetri Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2002.
9. Saifuddin A. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006
10. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka; 2005.

11. Apn. (2011). Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta.
JNPK-kr
12. Bomba-opoń, D., Drews, K., Huras, H., Laudański, P., Paszkowski, T. P. &
Wielgoś, M. (2017). Polish Gynecological Society Recommendations for
Labor Induction. Ginekologia Polska, 88, 224-234
13. Christina A. Penfield DAW. Labor Induction Techniques: Which Is the Best?
Obstetrics and Gynecology Clinics of North America. 2017;Volume 44,
2017(Issue 4):567-82.
14. Cunningham, FG., et al. (2014). Obstetri Williams (Williams Obstetri). Edisi
24. Jakarta : EGC.
15. Gommers, J. S., Diederen, M., Wilkinson, C., Turnbull, D. & Mol, B. W.
(2017). Risk of Maternal, Fetal and Neonatal Complications Associated with
the Use of the Transcervical Balloon Catheter in Induction of Labour: A 16
Systematic review. European Journal of Obstetrics and Gynecology and
Reproductive Biology, 218, 73-84
16. Grobman, W. A., Bailit, J., Lai, Y., Reddy, U. M., Wapner, R. J., Varner,
M. W., Thorp, J. M., Leveno, K. J., Caritis, S. N., Prasad, M., Tita, A. T.
N., Saade, G., Sorokin, Y., Rouse, D. J., Blackwell, S. C. & Tolosa, J. E.
(2018). Defining Failed Induction of Labor. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 218, 122.e1-122.e8
17. Lasmini, P. S., Yunitra, I., & Bachtiar, H. (2017). Perbedaan Efek
Misoprostol dan Oksitosin sebagai Pematangan Serviks. Andalas Obstetric
and Gynecology Journal, 2
18. Leduc, D., Biringer, A., Lee, L., Dy, J., Corbett, T., Duperron, L., Lange, I.,
Muise, S., Parish, B., & Regush, L. (2013). Induction of Labour. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada, 35, 840-857
19. Llewellyn, Derek. ( 2002 ). Dasar – Dasar Obstetri dan Ginekologi, edisi 6 (ed
6) Jakarta : Hipokrates

16
20. Mozurkewich e, C. J., Koepke, E, Keeton, K, King, V. J. (2009). Indications
for Induction of Labour: a Best-Evidence Review. Pubmed, 626-36
21. Prawirohardjo, S. & Saifuddin, A. B. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ryan, R & Mccarthy, F.
(2016). Induction of Labour. Obstetrics, Gynaecology & Reproductive
Medicine, 26, 304-310
22. Saifuddin, A. B. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
23. Santy, T. A., Suryono & Nurul, M. (2017). Aktivitas Kelistrikan Uterus pada
Kontraksi Persalinan Kala 1. Master. Semarang Health Polytechnic
24. Sinclair, Constance (2010) Buku Saku Kebidanan. Meiliya, E. &
Wahyuningsih, E. eds. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
25. Varney, H., Kriebs, J. M. & L, C. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan,Edisi
4. Jakarta: EGC
26. Who. (2011). Who Recommendations for Induction of Labour, Geneva: World
Health Organization
27. Who. (2014). Who Recommendations for Augmentation of Labour, World
Health organization
28.

16

Anda mungkin juga menyukai