Dosen Pengampu
Dr. IGAA Noviekayati, M.Si, Psikolog
Disusun Oleh :
Dwien Anugraheni
1522100007
Pandemi sudah mereda namun belum berakhir, penerapan new normal di segala aspek
kehidupan yang selalu dilibatkan dalam rutinitas keseharian menjadi hal yang paling utama,
kebiasaan-kebiasaan baru muncul dan merebak di setiap aktivitas masyarakat. Di semua
kalangan, tua muda, bahkan anak-anak mereka juga terlibat aktif membiasakan diri dengan
kebiasaan-kebiasaan new normal, yang baru mereka dengar
dan mereka lihat dari sekitarnya. Bagaimana harus memakai masker, bagaimana harus
mencuci tangan dan masih banyak lagi rangkaian “ritual” sebagai
syarat terpenuhinya protokol kesehatan
Bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat, bukanlah hal
yang sulit untuk membiasakan diri dengan rutinitas yang baru. Anak-anak di usia 2-7 tahun
(masa pra-operasional) sudah mampu mempelajari kebiasaan-kebiasaan baru melalui
teknik imitasi (meniru). Namun tidak demikian dengan anak-anak dengan disabilitas
intelektual, mereka mengalami kendala dalam beradaptasi dengan lingkungannya,
sehingga tidak mudah bagi mereka untuk membiasakan dirinya dengan rutinitas yang baru,
padahal rutinitas baru tersebut menjadi prioritas dalam menjalani aktivitas keseharian
mereka, misalnya untuk memulai aktivitas di sekolah atau memasuki ruang kelas
Perilaku mencuci tangan yang merupakan salah satu rutinitas baru
di era new normal saat ini menjadi syarat sah
terpenuhinya protocol kesehatan.
Melatih atau mengajarkan suatu bentuk perilaku tertentu
pada anak-anak dengan disabilitas intelektual butuh metode
dan teknik yang tepat dan juga efektif
Disabilitas intelektual atau yang sering dikenal dengan retardasi mental adalah disabilitas
yang dicirikan dengan adanya keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual
(kapasitas mental umum, seperti belajar, menalar, berpakaian, makan, komunikasi,
menyelesaikan masalah ) maupun tingkah laku adaptif yang meliputi banyak keterampilan
sosial dan praktis sehari-hari, dan terjadi pada usia sebelum 18 tahun. Menurut
International Stastistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10),
disabilitas intelektual adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan
(kecakapan, skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Melatih kemandirian pada anak dengan disabilitas intelektual sangat penting sebagai bekal
dalam kehidupannya kelak. Salah satu kemandirian yang perlu diperhatikan yaitu yang
berkaitan dengan kemampuan bantu diri pada anak disabilitas intelektual. Kemampuan
bantu diri yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu memakai
baju, makan, dan yang tak kalah penting tentang menjaga kebersihan yaitu mandi dan sikat
gigi. Sangat disayangkan, jika kondisi anak dengan disabilitas intelektual kurang
diperhatikan dalam kemampuan bina dirinya untuk menjaga kebersihan diri dan
kemandiriannya.
Metode chaining ada tiga macam yaitu forward chaining, backward chaining dan total task
presentation. Salah satu metode chaining yang digunakan adalah forward chaining yaitu
langkah awal diajarkan pertama, langkah atau tahap pertama diajarkan terkait dengan
langkah kedua, kemudian langkah pertama sampai ketiga dan begitu seterusnya. (Martin &
Pear. 2003). Dalam penelitian ini menggunakan forward chaining dimana langkah-langkah
yang merupakan tahap dalam mencuci tangan diajarkan dan diawali pada tahap pertama
sampai tahap terakhir.
Ada beberapa perilaku yang dapat dilatih yang merupakan rutinitas dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilatih/diajarkan dengan menggunakan metode chaining. Beberapa
diantaranya yaitu merapikan tempat tidur, menyikat gigi di pagi hari, memakai dan
melepas baju atau sepatu, memainkan alat musik untuk beberapa lagu dan membuat
sebuah sandwich (Martin & Pear, 2003). Sehingga metode chaining merupakan metode
yang efektif digunakan untuk melatih rutinitas dalam kehidupan sehari-hari. Bentuknya
yang merupakan perangkaian dimana langkah pertama akan berkaitan/berkelanjutan
dengan langkah kedua dan seterusnya, hal ini memudahkan anak-anak disabilitas
intelektual untuk mengikuti rangkaiannya dari awal hingga akhir
Kerangka Kerja Penerapan Chaining