Anda di halaman 1dari 84

TELAAH TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN

PIAGET DALAM PENGAJARAN ETIKA LINGKUNGAN


ANAK USIA DINI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi


Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Dalam Ilmu Biologi

Disusun Oleh

KARMIYATI
1711060050
Jurusan :Pendidikan Biologi

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1443H/2022 M
TELAAH TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN
PIAGET DALAM PENGAJARAN ETIKA LINGKUNGAN
ANAK USIA DINI

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-


Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan dalam
Ilmu Biologi

Oleh:

KARMIYATI

NPM: 1711060050

Jursusan : Pendidikan Biologi

Pembimbing I :Akbar Handoko, M.Pd

Pembimbing II :Raicha Oktaviani, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1443H/2022M
ABSTRAK

Etika lingkungan merupakan nilai-nilai keseimbangan dalam


kehidupan manusia dengan interaksi dan interdependesi terhadap
lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek abiotik dan biotik. Etika
lingkungan dapat dibelajarkan sejak anak usia dini, dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia
dini. Sejalan dengan berkembangnya kemampuan kognitif,
pengetahuan yang dimiliki anak juga lebih luas. Anak dapat
menjalankan fungsinya secara wajar dalam interaksi dengan
masyarakat dan lingkungan sosialnya. Salah satu teori perkembangan
kognitif anak adalah teori Jean Piaget. Tahapan perkembangan
kognitif anak usia dini berdasarkan teori Jean Piaget yaitu tahap
sensori motorik (0-2 tahun), pra operasional (2-7 tahun) dan operasi
konkret (7-11 tahun). Sehingga dalam membelajarkan etika
lingkungan kepada anak usia dini diperlukan metode pembelajaran
yang menyenangkan atau metode belajar sambil bermain. Metode
pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya yaitu metode
pembelajaran role playing, metode pembelajaran field trip, kegiatan
berkebun, metode CCBA dan metode bernyanyi.

Kata Kunci: Etika Lingkungan, Metode Pembelajaran,


Perkembangan Kognitif, Teori Jean Piaget
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia
dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan
agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan
secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Oleh
karena itulah manusia merupakan kunci perubahan yang terjadi di
lingkungan. Ada hubungan timbal-balik yang seimbang antara
manusia dengan lingkungannya. Hubungan timbal-balik antara
manusia dan lingkungannya tersirat dalam firman Allah SWT dalam
Q.S Ar-Ruum: 41 sebagai berikut1.
        
      
Artinya: telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Ruum:
41)
Berdasarkan Q.S Ar-Ruum:41, Tafsir Husain al-Thabthabaiy
menjelaskan bahwa kerusakan sebagai akibat yang muncul disebabkan
oleh ulang tangan manusia, boleh saja menyeluruh bagi suatu
tempat/negeri dari sekian tempat/negeri yang ada dia ats bumi ini,
seperti gempa bumi, kekeringan, wabah penyakit, peperangan dan
lainnya. Sama saja kerusakan itu bersumber dari alternatif pilihan
manusia atau bukan. Keseluruhan itu adalah kerusakan yang nyata
yang mengganggu hidup dan kehidupan manusia.2 Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rusak atau tidaknya lingkungan bergantung pada
tingkah laku manusia atau etika lingkungan yang dimiliki oleh
manusia.

1
Ismail Yusuf, ‘Lingkungan Hidup Menurut Al-Quran (Telaah Konsepsional
Hubungan Manusia dengan Lingkungan)’, Jurnal al-Asna IV.1 (2020), 1-11.
2
Muh. Husain al-Thabthabaiy, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Juz XVI (Beirut:
Muassasat AlAlamiy li al-Mathbu’at, 1991), h. 201. Bandingkan dengan al-Raziy,
Tafsir al-Fahr al-Raziy, Juz XXV (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), h. 128; dan Wahbah al-
Zuhailiy, al-Tafsir al-Munir, Juz XXI (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1991), h. 97.
Etika lingkungan mempunyai prinsip-prinsip yang dapat
diajarkan dan ditanamkan pada manusia. Prinsip-prinsip etika
lingkungan diantaranya yaitu sikap hormat terhadap alam, tanggung
jawab, solidaritas kosmis, kasih sayang dan kepedulian, prinsip No
Harm, hidup sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi
integritas moral. Prinsip-prinsip etika lingkungan perlu diupayakan
dan diimplemantasikan pada manusia yaitu sejak anak masih dalam
usia dini. Hal ini karena krisis, persoalan ekologi dan bencana alam
yang terjadi dasarnya diakibatkan oleh pemahaman yang salah. 3
Pengajaran dan penanaman prinsip etika lingkungan perlu
dilakukan sejak anak usia dini. Pengajaran dan penanaman etika
lingkungan dapat diajarkan dengan melihat pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan secara
kuantitatif pada fisik manusia karena beberapa faktor. Perubahan
kuantitatif dapat diukur atau dinyatakan dalam satuan serta dapat
diamati secara jelas.4 Sedangkan, perkembangan berkaitan dengan
perubahan kualitatif dan kuantitatif, yaitu perubahan-perubahan
psikofisis yang merupakan hasil dari proses pematangan fungsi-funsgi
yang bersifat psikis dan fisik pada diri anak secara berkelanjutan, yang
ditunjang oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan melalui proses
penyempurnaan serta pematangan dari unsur-unsur atau alat-alat
tubuh yang terjadi secara alami.5
Disisi lain, anak usia dini (AUD) adalah anak yang dalam
rentang usia 0-6 tahun, dan pada usia ini anak pada posisi terhadap
pembentukan dan perkembangan. Masa yang sangat fundamental
dalam membangun kepribadian dan karakter diri anak, sebab di sini
proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan cepat. 6
Pendapat lain juga mengungkapkan bahwa anak usia dini adalah anak
dalam rentang usia 0-8 tahun adalah dalam masa emas pertumbuhan

3
Atok Miftachul Hudha, Husanah, Abdulkadir Rahrdjanto, Etika Lingkungan
(Teori dan Praktik Pembelajarannya) (Malang: UM Malang, 2019), 88.
4
Ni Luh Ika Windayani, et.al, Pengantar Teori Perkembangan Peserta Didik,
(Yayasan Kita Menulis, 2021), h. 2-3
5
SyamsuYusufdanNaniM.Sugandhi.PerkembanganPesertaDidik,(Jakarta:Raja
GrafindoPersada, 2014) h.1
6
Khadijah dan Nurul Amelia, Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini: Teori
dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2020), h. 2-4
dan perkembangan otak atau sering disebut “golden age”.7 Pada masa
ini hamper seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh
dan berkembang secara tepat dan hebat. Perkembangan setiap anak
tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangannya yang
berbeda-beda.8 Perkembangan anak usia dini berjalan cepat, bahkan
lebih cepat dari usia sesudahnya. Ini berkaitan dengan optimalisasi
fungsi sel-sel saraf (neuron). Untuk berkembang optimal terhadap
seluruh aspek perkembangan, seorang anak membutuhkan proses
secara berkesinambungan.9 Perkembangan-perkembangan yang
terjadi meliputi perkembangan kognitif, fisik, emosi, bahasa, sosial
dan moral.10
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan
anak untuk berpikir. Perkembangan kognitif adalah proses dimana
individu dapat meningkatkan kemampuan dalam menggunakan
pengetahuannya. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif, anak
dapat dengan mudah menguasai pengetahuan yang luas sehingga anak
mampu menjalankan fungsinya secara wajar dalam interaksi dengan
masyarakat dan lingkungan sosialnya. Dengan demikian,
perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan anak
usia dini yang berkaitan dengan pengetahuan,yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari
dan memikirkan lingkungannya.11
Untuk memahami perkembangan kemampuan berpikir
(kognitif), salah satu teori yang banyak digunakan adalah teori Piaget.
Teori Piaget berupaya menjelaskan cara manusia berpikir, belajar, dan
memahami sesuatu. Piaget meyakini bahwa kecerdasan manusia
merupakan proses operasi mental yang berkembang akibat proses
mental dengan lingkungan (fisik). Anak-anak mengembangkan
kemampuan kecerdasannya melalui pengalaman langsung
dilingkungan fisik. Piaget juga meyakini bahwa perkembangan

7
Husnul Bahri, Pendidikan Islam Anak Usia Dini, (Bengkulu: CV Zigie
Utama, 2019),h.1
8
Hasnida, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini,(Jakarta:Luxima,2014)h.169
9
Masnipal,Menjadi Guru PAUD,(Bandung:PTRemajaRosdakarya,2018)h.15
10
Ni Luh Ika Windayani, et.al, Op.Cit, h. 12-17
11
Novi Mulyani, Perkembangan Dasar Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Gava
Media, 2018), h.43-45
kognitif dipengaruhi oleh faktor adaptasi, yaitu penyesuaian diri
dengan lingkungan sekitar.12
Terkait dengan bagaimana anak mengkonstruk atau
membangun pengetahuannya, Piaget memiliki keyakinan bahwa anak
untuk membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Anak bukanlah objek pasif dalam menerima
pengetahuan, anak sangat aktif dalam membangun pengetahuannya.
Melalui interaksi anak dengan lingkungannya mereka terus
memperbaiki struktur mental yang dimilikinya sehingga tercipta
struktur mental yang kompleks. Tahap perkembangan kognitif yang
dikemukakan oleh Piaget terdiri dari empat tahapan yaitu tahap
sensorimotori, tahap pra-operasional, tahap operasi konkrit, dan tahap
operasi formal. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan
mengalami perubahan kualitatif yang bersifat invariant, tetap dan
tidak melompat-lompat atau mundur. Prubahan ini merupakan
dorongan dan pengaruh dari faktor biologis untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan.13
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa etika
lingkungan dapat diajarkan kepada anak usia dini dengan melihat
perkembangan anak usia dini, terutama perkembangan kognitifnya.
Sehingga sebagai calon pendidik perlu mengetahui etika lingkungan
yang harus diajarkan kepada AUD sehingga tingkah laku terhadap
lingkungan tidak menyimpang dan merusak lingkungan. Selain itu,
membelajarkan etika lingkungan sejak pada pendidikan anak usia dini
merupakan investasi masa depan, dimana generasi unggul ini akan
memberikan kontribusi besar baik bagi keluarga mapun bangsa selaku
generasi penerus. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan mengenai
etika lingkungan dan perkembangan kognitif anak usia dini, dilakukan
kegiatan “Telaah Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Dalam Pengajaran Etika Lingkungan Anak Usia Dini”.
B. Tujuan Kegiatan Telaah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
adapun tujuan kegiatan telaah ini adalah sebagai berikut.

12
Masnipal,Op.Cit., h.133
13
Leny Marinda, ‘Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan
Problematikanya Pada Anak Usia Sekolah Dasar’, An-Nisa’: Jurnal Kajian
Perempuan dan Keislaman, 13.1 (2020), 116-152.
1. Untuk mengetahui perkembangan kognitif anak usia dini
berdasarkan teori Jean Piaget.
2. Untuk mengetahui etika lingkungan yang dapat diajarkan pada
anak usia dini sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
C. Manfaat Kegiatan Telaah
Hasil dari kegiatan telaah ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai informasi tentang perkembangan kognitif anak berdasarkan
teori Jean Piaget serta memberikan informasi terkait pentingnya
pengajaran dan penanaman etika lingkungan bagi anak usia dini
berdasarkan perkembangan kognitifnya.
BAB II
KEGIATAN PEMBELAJARAN I

A. Biografi Singkat Jean Piaget


Jean Piaget merupakan ahli biologi dan psikologi yang
merumuskan teori yang dapat menjelaskan fase-fase perkembangan
kemampuan kognitif. Menurut Piaget, teori perkembangan kognitif
mengemukakan asumsi tentang perkembangan cara berpikir individu
dan kompleksitas perubahannya melalui perubahannya melalui
perkembangan lingkungan. Dalam teori Piaget ini, perkembangan
kognitif dibangun berdasarkan pandangan aliran struturalisme dan
konstruktivisme. 14
Pada tahun 1969 Jean Piaget menerima hadiah sebagai tanda
terima kasih atas sumbangannya yang monumental dan unik dalam
literatur psikologi. Selanjutnya Piaget memperoleh hadiah di kota
amsterdam yakni hadiah erasmus dari tangan pangeran bernhard.
Piaget menerima kurang lebih 12 tanda penghargaan. Sampai saat
meninggal piager bekerja terus mencari fakta-fakta dan berdasarkan
fakta-fakta itu ia secara terus menerus memperdalam pemahamannya.
Sebagai seorang ilmuan Piaget menulis kira-kira 5 halaman karya
ilmiah dan orang mengatakan bahwa Piaget menulis lebih cepat dari
pada orang awam yang membaca jarya raksasanya. Pada tanggal 16
september 1980 Jean Piaget meninggal, pada umur 84 tahun dikota
janewa yang tidak jauh dari Neuchatel tempat kelahirannya. Tokoh
yang masih tetap produktif sampai akhir hayatnya ini adalah seorang
tokoh yang sangat penting dalam psikologi perkembangan.15
B. Perkembangan Kognitif
Istilahkognitifberasaldari katacognitionatauknowingyangartinya
konsep luas dan inklusi yang mengacu pada kegiatan mental
yangtampak dalam pemerolehan, organisasi atau penataan, dan
pengunaan.Sedangkan dalam arti luas, kognitif merupakan ranah
kejiawaan yangberpusat di otak dan berhubungan dengan konasi
14
Leny Marinda, ‘Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan
Problematikanya Pada Anak Usia Sekolah Dasar’, An-Nisa’: Jurnal Kajian
Perempuan dan Keislaman, 13.1 (2020), 116-152.
15
Ibid.
(kehendak) dan afeksi(perasaan).16
Kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan
individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan
suatu kejadianatau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan
tingkat kecerdasan(intelegensi) yang menandai seseorang dengan
berbagai minat terutamasekaliditunjukankepadaide-idedanbelajar. 17
Perkembangan kognitif pada anak-anak dijelaskan dengan
berbagaiteoridenganberbagaiperistilahan.Pandanganalirantingahlaku(
Behaviorisme)berpendapatbahwapertumbuhankecerdasanmelaluiterhi
mpunnyainformasiyangmakinbertambah.Sedangkanaliraninteractionis
tataudevelopmentalis,berpendapatbahwapengetahuanberasaldariintera
ksianakdenganlingkungananak.Selanjutnyadikemukakan bahwa
perkembangan kecerdasan dipengaruhi oleh faktorkematangan dan
pengalaman. Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan
kemampuan merancang,mengingat
danmencaripenyelesaianmasalahyangdihadapi. 18

Adabeberapakosensusumummengenaiperkembanganaspekintele
ktual(kognitif).Perkembangankognitifmencakupperluasancakrawala
dari rangsangan yang dekat dan seketika menuju waktu ruangyang
lebih jauh. Perkembangan kognitif mencakup beberapa
peningkatankemampuan,diantaranya,memahamisimbolabstrakdidalam
memanipulasi lingkungan, peningkatan kemampuan memahami
memori,danpeningkatankemampuandalammembuatargumentasi. 19
C. Teori-Teori Perkembangan Kognitif
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif sangat kental dengan dengan
tokoh Jean Piaget. Dalam teori kognitif yang dikemukakan oleh
Piaget menjelaskan tentang kisah terpadu yang menjelaskan
bagaimana faktor biologis dan pengalaman membentuk
perkembangan kognitif. Piaget berpikir sebagaimana tubuh fisik
kita memiliki struktur yang memampukan kita beradaptasi dengan

16
Novi Mulyani, Op.Cit., h. 44
17
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini Dalam Berbagai
Aspeknya, (Jakarta:Kencana, 2012), h.47
18
Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah,
(Jakarta:PTRinekaCipta,2003)h. 27
19
NoviMulyani,Op.Cit., h. 44
dunia, struktur-struktur mental kita juga membantu kita beradaptasi
dengan dunia. Adaptasi meliputi penyesuaian terhadap tuntutan-
tuntutan baru dari lingkungan. Piaget menekankan bahwa anak-
anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka sendiri.
Informasi dari lingkungan tidak begitu saja dituangkan ke dalam
pikiran-pikiran mereka. Ia menemukan bagaimana anak-anak, pada
tahapan-tahapan yang berbeda dalam perkembangan mereka,
memandang dunia ini dan bagaimana perubahan yang sistematis itu
terjadi dalam pikiran mereka.
Terkait dengan bagaimana anak mengkonstruk atau
membangun pengetahuannya, Piaget memiliki keyakinan bahwa
anak untuk membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Anak bukanlah objek pasif dalam menerima
pengetahuan, anak sangat aktif dalam membangun
pengetahuannya. Melalui interaksi anak dengan lingkungannya
mereka terus memperbaiki struktur mental yang dimilikinya
sehingga tercipta struktur mental yang kompleks.
Ada tiga konsep yang digunakan oleh Piaget dalam
mendeskripsikan proses kognitif anak yaitu asimilasi, akomodasi
daan ekuilibrium. Aspek-aspek tersebut terlibat dalam proses
terbentuknya kogntiif pada anak yaitu skema, asimiliasi,
akomodasi, organisasi dan ekuilibrium.
a) Skema atau schemes merupakan tindakan atau representasi
mental yang mengatur pengetahuan. Skema-skema
berkembang di dalam tak anak didasarkan pada
pengalaman yang diperoleh anak. Skema yang berkembang
pada anak meliputi skema yang berkaitan dengan aktivitas
fisik atau skema perilaku dan skema yang berkaitan dengan
aktivitas kognitif atau skema mental
b) Asimilasi yaitu menempatkan informasi kedalam skema
atau kategori yang sudah ada. Konsep asimilasi ini
memberikan penjelaskan yang mudah dipahami untuk
mendeskripsikan bagaimana anak mengkonstruk
pengetahuannya. Melalui asimilasi ini skema anak yang
memiliki kategori yang sama akan terus berkembang ke
arah yang lebih kompleks. Misalnya jika soerang anak
telah memiliki skema untuk anjing, kemudian dia melihat
ada jenis anjng yang berbeda maka bisa ia masukan
informasi tersebut pada skema untuk anjing. Skema-skema
ini akan terus berkembang dan semakin kompleks apabila
anak terus secara aktif menekplorasi lingkunngannya.
Informasi yang diperoleh anak dari hasil eksplorasi akan
memperkaya struktur kognitif pada skema anak.
c) Apabila dalam proses asimilasi tidak ditemukan skema
yang cocok untuk menempatkan informasi baru yang
diperoleh anak, maka akan muncul skema baru dalam otak
anak untuk mengakomodasi informasi tersebut. Peristiwa
seperti ini dalam teori Piaget disebut dengan akomodasi.
Misalnya ada waktu anak berintraksi dengan lingkungan
ada satu objek yang dilihatnya dan objek tersebut belum
diketahui sebelumnya atau hal baru, maka dia akan
membentuk skema baru dalam otaknya untuk
mengakomodasi informasi baru tersebut.
d) Ekuilibrium merupakan mekanisme yang diusulkan Piaget
untuk menjelaskan bagaimana anak-anak bergeser dari satu
tahap berpikir ketahap berpikir berikutnya. Pergeseran ini
terjadi saat anak-anak mengalmi konflik kogitif, atau
disekuilibrium dalam mencoba memahami lingkungannya.
Ekulibirum juha diartikan sebagai keseimbangan yang
dicapai setiap kali informasi atau pengalaman ditempatkan
kedalam skema yang sudah ada atau skema baru dibuat
untuknya. Proses berpindahnya atau bergeraknya dari
disekuilibrium ke ekuilibrium disebut dengan ekuilibrasi.
Ekuilirbium terjadi aabila ada suatu informasi baru yang
diperoleh anak namun informasi tersebut menimbulkan
kebingungan pada anak atau memicu munculnya konflik
kognitif, hal ini disebabkan karena informasi tersebut
menrupakan objek yang dikenalnya namun karateristik
objek tersebut tidak sesuai dengan informasi yang ada di
dalam skemanya.
2. Teori Jerome Bruner
Bruner dalam bukunya Toward Theory of Instruction
mengungkapkan bahwa anak-anak belajar dari konkret ke abstrak
melalui tiga tahap yaitu: enactive, iconic dan symbolic.
Pada tahap enactive anak berinteraktsi dengan objek berupa
benda-benda, orang dan kejadian. Dari interaksi tersebut anak
belajar nama dan merekam ciri benda dan kejadian. Itulah
sebabnya anak usia 2-3 tahun akan banyak bertanya “Apa itu?”.
Ketika mengajak anak bepergian, sepanjang jalan mungkin ia akan
benyak bertanya “Apa itu”. Pertanyaan “Apa itu?” sangat penting
untuk mengenal nama benda-benda sehingga anak mulai
menghubungkan antara benda dan simbol yaitu nama bendanya.
Misalnya, pada saat kecil anak berinteraksi dengan ayahnya.
Ibunya selalu bilang “Papa” saat menunjuk ayahnya. Anak mulai
menyadari adanya hubungan antara kata”Papa”dengan benda yang
dimaksud, yaitu ayahnya.20
Pada proses isonic anak mulai belajar mengembangkan simbol
dengan benda. Jika anak diberi kartu domino ia tahu bahwa artinya
dua. Proses symbolic terjadi saat anak mengembangkan konsep
dalam hal ini “Papa”. “Papa”adalah konsep yang artinya ayahnya.
Dengan proses yang sama anak belajar tentang berbagai benda
seperti gelas, minum dan air. Kelak, semangkin dewasa ia akan
mampu menghubungkan konsep tersebut menjadi lebih kompleks,
seperti “Minum air dengan gelas”. Pada tahap symbolic anak mulai
belajar berfikir abstrak. Ketika anak berusaha 4-5 tahun pertanyaan
“Apa itu?” akan berubah menjadi “Kenapa?” atau “Mengapa?”.
Pada tahap ini anak mulai mampu menguhubungkan keterkaitan
antara berbagai benda, orang atau objek dalam suatu urutan
kejadian. Ia mulai mengembangkan arti atau makna dari suatu
kejadian. Ketika kita menonton televisi dengan anak seusia itu,
mungkin banyak waktu kita yang tersita untuk menjawab
pertanyaan anak “Kenapa” dan “Mengapa?”.
Oleh karena itu, alangkah baiknya jika sedang menonton
televisi anak usia tersebut didampingi oleh orang tuanya atau orang
yang mampu menjelaskan arti dari suatu urutan kejadian agar anak
mampu memahami artinya. Angka adalah symbol suatu bilangan.
Menurut teori Bruner belajar bilangan dari objek nyata perlu
dibrikan sebeelum anak belajar angka. Oleh karena itu pada saat
kegiatan menghitung, sebaiknya anak dilatih menghitung benda-
20
Khadijah, Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini, (Medan: Perdana
Publising, 2016), 81
benda nyata. Setelah itu baru anak dilatih menghubungkan antara
jumlah benda dengan symbol bilangan. Sering kali guru tidak sabar
dan ingin agar anak segera dapat mengenal bilangan dan
menggunakan operasi bilangan. Hal itu bisa berakibat fatal, anak
menjadi susah memahami bilangan. Misalnya guru menjelaskan
satu telur diitambah satu telur sama dengan dua telur. Lalu guru
menggunakan bahasa symbol, satu ditambah satu sama dengan
dua. Akan tetapi karenna anak belum mengenal bahasa symbol
yaitu bilangan, maka satu ditambah satu sama dengan sebelas.
3. Teori David Ausubel
Teori belajar David Ausubel dikenal dengan teori belajar
bermakna (meaningfull learning). Inti dari belajar bermakna ialah
bahwa apa yang dipelajai anak memiliki fungsi bagi kehidupannya.
Menurut Ausubel seseorang belajar dengan mensosiasikan
fenomena baru dalam skema yang telah dimiliki. Dalam proses itu
seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau
mengubahnya. Saat proses belajar siswa menysusun sendiri apa
yang ia pelajari. Teori belajar bermakna Ausubel ini sangat dekkat
dengan inti pokok konstruktivisme. Selain itu, keduanya
menekankan pentingnya belajar mengasosiasikan pengalaman,
fenomena, dan faktafakta baru ke dalam sistem pengerian yang
telah dimiliki. Selain itu keduanya menekankan pentingnya
similasi pengalaman baru ke dalam struktur pengetahuan atau
pengertian yang sudah dimiliki siswa. Keduanya menyatakan
bahwa dalam proses belajar siswa itu aktif.
Teori belajar bermakna mempunyai beberapa ciri. Pertama,
ada keterkaitan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa
dengan pengetahuan baru yang dipelajari. Struktur pengetahuan
ide, gagasan yang telah dimiliki siswa merupakan modal belajar.
Oleh karena itu, guru harus mampu menghubungkan apa yang
dipelajari siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Kedua, siswa memiliki kebebsan memilih apa yang dipelajari.
Setiap siswa memiliki bakat, minat dan cita-cita berbeda-beda.
Konsekuensinya cara belajarnya juga berbeda-beda. Guru
berfungsi membantu setiap siswa mengembangkan potensinya. Hal
itu memamng akan sangat menyulitkan guru saat pelaksanaan
pembelajaran. Untuk memudahkan organisasi belajar, guru dapat
menggunakan tematik unit. Anak dapat memilih objek atau sub
tema dalam lingkup tema dasar yang sama. Ketiga, kegiatan
pembelajaran memnugkinkan siswa menyusun pemahaman sendiri.
Otak anak bukan seperti wadah yang kosong tempat guru dapat
menuangkan apa saja ke dalamnya. Otak anak ibarat lilin yang
harus dinyalan agar mampu menerangi dirinya.21
4. TeoriVygotsky
Sudut pandang Vygotsky terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak diwarnai oleh lingkungan sosial atau budaya,
maka pendekatan kontruktivisnya disebut dengan konstruktivis
sosial. Vygotsky beranggapan bahwa anak mengkonstruk
engetahuannya dalam sebuah kontek sosial. Anak mengkonstruk
secara aktif pengetahuannya secara mandiri dalam konteks
interaksi dengan pengasuh, keluarga atau komunitas dan
masyarakat.
Vygotsky percaya bahwa Bahasa memiliki peran penting
dalam perkembangan kognitif anak. Bahasa sebagai alat
komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang
yang ada dilingkungan sosialnya. Bahasa akan banyak membantu
anak menyelesaikan persoalan-persoalannya yang tidak dapat ia
selesaikan dengan sendiri. Dengan Bahasa, anak akan
mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang ia hadapi
kepada orang lain yang dia anggap memiliki kemampuan untuk
membantunya menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Salah satu element dari teori Vygotsky yaitu Zone of proximal
development (ZPD). ZPD adalah celah antara apa yang anak dapat
kerjakan secara mandiri dan apa yang dia tidak dapat kerjakan
bahkan dengan bantuan seseorang yang lebih terampik dari dia.
ZPD merupakan istilah yang digunakan oleh Vygotsky untuk
berbagi tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai oleh anak sendiri
tetapi dapat dipelajari dengan bimbingan daan bantuan orang
dewasa atau anak-anak yang lebih terampil.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa ada
zona dimana anak bisa belajar secara mandiri tanpa bantuan orang
lain tapi disisi lain apabila anak tidak mampu belajar secara

21
Ibid, 82-83.
mandiri diperlukan bantuan orang lain. Untuk meningkatkan
keterampilan atau kemampuan anak kearah yang lebih tinggi
diperlukan bantun orang lain yang memliki kemampuan lebih
tinggi darinya. Dalam konteks belajar materi yang akan ajarkan
harus sesuai dengan tingkat kemampuan yang anak miliki.
Element kedua yang dikemukakakn dalam teori Vygotsky
yaitu Scaffolding. Scaffolding berarti merubah tingkat dukungan.
Pada saat anak belajar seorang guru, orang tua agar menyesuaikan
materi tersebut dengan kinerja anak saat ini. Saat anak belajar
konse baru, orang dewasa dapat terlibat langsung untuk membantu
anak belajar menguasai konsep baru tersebut.
D. Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Piaget
1. Tahap SensoriMotorik(0 –2Tahun)
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu
bayi lahir sampai sekitar beurmur 2 tahun. Tahap ini disebut tahap
sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap ini,intelegensi anak
lebihdidasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap
lingkungannya,seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar,
membau, dan lain-lain.
Padatahapini,anakbelumdapatberbicaradenganbahasa. Anak belum
mempunyai
bahasasimboluntukmengungkapkanadanyasuatubendayangtidakbera
da didekatnya.22
Hal ini terutamasekali tampakjelas dalam periode
ketika“bahasa” masih absen. Kami menyebutnya periode “sensori-
motor”karena bayi belum memiliki fungsi simbolik, dengan kata
lain,
iatidakmemilikirepresentasiyangdapatiagunakanuntukmemunculkan
orangatauobjekdalamketidakhadiranmereka.Selainketiadaanatasfung
sisimbolik({bahasa})ini,perkembanganmentalsepanjangdelapanbelas
bulanpertamasangat pentingkarena selama masa ini anak membentuk
seluruhsub-
strukturkognitifyangakanbertugassebagaititiktolakperkembangan
22
Paul Suparno. Teori Perkembangan Kognitif Piaget, (Yogyakarta: Kanius,
2001), h.26
perseptifdan intelektualnya kelak, maupun reaksi-reaksi afektif
elementer tertentu yang sebagian akan menentukanafektivitas
(emosional)selanjutnya.23
Padatahapsensorimotor,gagasananakmengenaisuatubendaberke
mbangdariperiode“belummempunyaigagasan”menjadi “sudah
mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai
bendasangatberkaitandengankonsepanaktentangruangdanwaktuyangj
ugabelumterkoordinasidenganbaik.Strukturruangdan
waktubelumjelasdanmasihterpotong-
potong,belumdapatdisistemalisirdandiurutkandenganlogis. 24
Dalam tahapan ini, perubahan yang dialami oleh bayi terlihat
dari bulan ke bulan secara spesifik. Hal tersebut seperti yang
dituliskan Santrock dalam bukunya bahwa Piaget membagi tahap
sensorimotor ke dalam enam subtahap sebagai berikut:
a. Refleks Sederhana
Berhubungan dengan satu bulan pertama sejak kelahiran.
Dalam subtahap ini, koordinasi sensasi dan tindakan terutama
berupa refleks, seperti mencari dan mengisap. Bayi tidak lama
kemudian menampilkan perilaku yang menyerupai refleks
tersebut tanpa adanya stimulus yang memicu refleks itu.
Sebagai contoh, seorang bayi yang baru lahir akan mengisap
puting atau botol susu yang diletakkan dimulutnya atau
disentuhkan ke bibirnya. Namun, tidak lama kemudian bayi akan
mengisap-isap meskipun botol susu dan puting ibu tidak berada
didekatnya. Bahkan pada bulan pertama kehidupannya, bayi akan
memulai tindakan mandiri dengan aktif menstrukturisasi
pengalaman-pengalamannya.
b. Kebiasaan awal dan reaksi sirkuler primer
Tahapan ini berkembang diantara usia 1 higga 4 bulan.
Dalam sub tahap ini bayi mencoba mengkoordinasikan sensasi
dan dua tipe skema yaitu kebiasaan dan reaksi sirkuler primer.
Adapun tentang kebiasaan dan reaksi sirkuler primer akan
dijelaskan di bawah ini:

23
Jean Piaget dan Barebel Inhelder, Psikologi Anak, Terj Miftahul Jannah
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.5-6
24
PaulSuparno.Op.Cit., h.30
1) Kebiasaan
Kebiasaan adalah skema yang didasarkan pada refleks
dan pada akhirnya akan menjadi reaksi yang sepenuhnya
terpisah dari rangsangan asli yang membangkitkan refleks itu.
Sebagai contoh bayi dalam subtahap 1 akan mengisap hanya
apabila terdapat botol susu yang diletakkan ke bibirnya atau
ketika bayi itu melihat botol susu itu. Bayi pada sub tahap
kedua mungkin akan mengisap-isap meskipun tidak ada botol di
dekatnya.
2) Reaksi Sirkuler Primer
Reaksi sirkuler adalah tindakan yang diulang-ulang
(repetitif). Reaksi sirkuler primer merupakan skema yang
didasarkan pada upaya untuk mereproduksi suatu peristiwa
yang mulanya terjadi secara kebetulan. Sebagai contoh, seorang
bayi secara kebetulan akan mengisap jari-jarinya apabila
sengaja diletakkan di dekat mulutnya. Selanjutnya, ia mencari
jari-jarinya untuk diisap lagi, namun jari-jarinya belum dapat
dikoordinasikan sesuai keinginan karena ia belum dapat
mengkoordinasikan aksi visual dan manual. Kebiasaan dan
reaksi-reaksi sirkuler bersifat stereotip artinya bayi akan
mengulang-ulang dengan cara yang sama setiap kalinya. Selama
sub tahap ini, tubuh bayi akan terus menjadi pusat perhatian
bayi. Tidak ada peristiwa lingkungan yang menarik
perhatiannya.
c. Reaksi sirkuler sekunder
Reaksi sirkuler sekunder erkembang antara usia 4 sampai 8
bulan. Pada sub tahap ini bayi lebih berorientasi pada objek,
melampaui preokupasi diri. Skema bayi belum bersifat sengaja
atau terarah pada saran, namun diulang-ulang karena perasaan
takjub.
Contohnya secara kebetulan, seorang bayi mungkin
mengguncang-guncang mainan yang bergemerincing. Bayi
mengulang-ulang tindakan ini karena perasaan takjub. Ini adalah
suatu reaksi sirkuler sekunder yaitu tindakan yang diulang-ulang
karena konsekuensi dari tindakan tersebut. Bayi juga melakukan
peniruan terhadap sejumlah tindakan sederhana, seperti
berceloteh dan sejumlah bahasa tubuh sederhana. Meskipun
demikian, bayi hanya melakukan peniruan terhadap tindakan-
tindakan yang memang telah mampu dihasilkannya sendiri.
d. Koordinasi terhadap reaksi sirkuler sekunder
Tahap ini berkembang diantara usia 8 hingga 12 bulan.
Ketika memasuki sub tahap ini, bayi mampu mengkoordinasikan
penglihatan dan sentuhan , yaitu tangan dan mata. Tindakan-
tindakan menjadi lebih diarahkan keluar. Dalam sub tahap ini
terjadi perubahan besar yang melibatkan koordinasi skema-skema
dan kesengajaan. Bayi siap mengombinasikan dan mengombinasi
ulang secara koordinasi skema-skema yang sebelumnya pernah
dipelajari. Mereka dapat mengamati sebuah objek dan langsung
menggenggamnya, atau mereka juga dapat menyelidiki sebuah
mainan yang bergemerincing dengan segera menyentuhnya dan
mengeksplorasinya dengan menggunakan jari-jarinya. Tindakan-
tindakan bayi bahkan lebih terarah keluar dibandingkan
sebelumnya. Kemampuan koordinasi ini merupakan prestasi
kedua munculnya kesengajaan.
Sebagai contoh, bayi dapat menggunakan sebuah tongkat
untuk mengambil mainan yang diinginkan atau mereka juga
dapat menabrakkan sebuah balok agar dapat meraih dan bermain
dengan balok lain.
e. Reaksi sirkuler tersier, kesenangan terhadap hal baru, dan
keingintahuan
Berkembang diantara usia 12 hingga 18 bulan. Dalam sub
tahap ini, minat bayi semakin tergugah terhadap berbagai
karakteristik objek ataupun segala tindakan yang dapat mereka
lakukan terhadap objek itu. Sebuah kotak dapat dijatuhkan,
diputarkan, ditabrakkan ke objek lain, dan digelindingkan. Reaksi
sirkuler tersier adalah skema dari eksplorasi kesengajaan oleh
bayi terhadap kemungkinan-kemungkinan baru yang dapat
dilakukan pada objek tertentu dan mengamati hasilnya. Menurut
Piaget, tahap ini menandai titik awal perkembangan
keingintahuan dan minat terhadap hal baru.
f. Internalisasi skema
Tahapan ini merupakan subtahap sensorimotor yang terakhir
dan berlangsung di antara usia 18 hingga 24 bulan. Dalam sub
tahap ini, bayi mengembangkan kemampuan untuk menggunakan
simbol-simbol primitif.
Menurut Piaget simbol adalah gambaran sensoris atau kata
yang diinternalisasi memoresentasikan sebuah peristiwa. Simbol-
simbol primitive memungkinkan bayi untuk memikirkan
peristiwa-peristiwa konkret tanpa harus secara langsung
melakukan atau melihantnya. Selain itu, simbol-simbol juga
memungkinkan bayi untuk memanipulasi dan mentransformasi
peristiwa-peristiwa dengan cara sederhana.
Dalam masing-masing subtahap pada tahapan sensorimotor
terdapat kekhususan yang harus diperhatikan agar orang tua mampu
memberikan stimulasi lingkungan yang tepat pada anak. Hal itu
dilakukan agar anak benar-benar dapat melalui masing-masing sub
tahapan dengan baik.
Adapun secara lebih ringkas, sub tahap dalam tahan
sensorimotor dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Subtahap Dalam Tahapan Sensorimotor
Sub Tahap Usia Deskripsi Contoh
Refleks Lahir Koordinasi sensasi Refleks mencari,
Sederhana hingga dan tindakan melalui mengisap, dan
1 bulan perilaku refleks. menggenggam
secara refleksif, bayi
yang baru lahir akan
mengisap ketika
bibirnya disentuh.
Kebiasaan 1 Koordinasi sensasi Mengulang sensasi
awal dan hingga dan dua jenis skema: tubuh yang awalnya
reaksi sirkuler 4 bulan kebiasaan (refleks) dialami secara
dan reaksi sirkuler kebetulan
primer (usaha (contohnya
memproduksi suatu mengisap jempol),
peristiwa yang kemudian bayi
mulanya terjadi mungkin melakukan
secara kebetulan). akomodasi
Fokus utamanya tindakannya dengan
masih di sekitar mengisap jempol
tubuh bayi. mereka dengan cara
yang berbeda dari
mengisap putting.
Reaksi sirkuler 4 Bayi lebih Bayi mendekut agar
sekunder hingga berorientasi pada orang tetap berada di
8 bulan objek, melampaui dekatnya; ketika
Sub Tahap Usia Deskripsi Contoh
preokupasi terhadap orang itu menjauh;
diri sendiri; tindakan bayi mendekut lagi.
diulang-ulang karena
takjub atau
menyenangkan.
Koordinasi 8 Koordinasikan Bayi memanipulasi
reaksi sirkuler hingga penglihatan dan sebuah tongkat untuk
sekunder 12 sentuhan tangan dan mengambil mainan
bulan mata; koordinasi yang menarik.
skema dan
kesengajaan.
Reaksi sirkuler 12 Minat bayi semakin Sebuah kotak
tersier, hingga tergugah terhadap mungkin dijatuhkan,
kesenangan 18 berbagai karakteristik diputar, ditabrakkan
terhadap hal bulan objek ataupun segala ke benda lain, dan
baru, dan yang dapat mereka digelindingkan.
keingintahuan lakukan terhadap
objek itu; mereka
bereksperimen
dengan perilaku baru.
Internalisasi 18 Bayi Bayi yang belum
skema hingga mengembangkan pernah menunjukkan
24 kemampuan tempertantrum
bulan menggunakan sebelum melihat
simbol-simbol kawannya
primitif dan menunjukkan
membentuk perilaku ini; bayi
representasi mental menyimpan memori
yang menetap. mengenai suatu
peristiwa, kemudian
menampilkan
perilaku itu di hari
berikutnya.
2. Tahap Praoperasional ( 2–7Tahun)
Tahappemikiranpraoperasidicirikandenganadanyafungsi
semiotik,yaitupenggunaansimbolatautandauntukmenyatakan
ataumenjelaskansuatu objekyangsaatinitidakberadabersama subjek.
Rentang usia pada tahapinisekitar 2-7tahun. Tahapini
adalahjembatanantaratahapsensorimotordengantahapoperasi konkret.
Perkembangankognitiftahappraoperasidibagimenjadiduabagian:
Dalam tahap ini anak-anak mulai mempresentasikan dunia
dengan kata-kata, bayangan, dan gambar-gambar. Pemikiran-
pemikiran simbolik berjalan melampaui koneksi-koneksi sederhana
dari informasi sensorik dan tindakan fisik. Konsep stabil mulai
terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme
tumbuh, dan keyakinan-keyakinan magis mulai terkonstruksi. 25
Karena oleh Piaget tahap ini disebut “praoperasional”, maka
seolah-olah periode ini merupakan periode menunggu yang tidak
penting. Hal ini tidak benar. Meskipun demikian, label
praoperasional memberi penekanan bahwa anak belum melakukan
operasi, yaitu aktivitas mental yang dibalik yang memungkinkan
anak-anak untuk membayangkan hal-hal yang dulunya hanya dapat
dilakukan secara fisik. Membayangkan operasi penambahan dan
pengurangan merupakan contoh-contoh operasi. Pemikiran
praoperasional adalah awal dari kemampuan melakukan rekonstruksi
dalam pikiran terhadap hal-hal yang telah dicapai dalam bentuk
perilaku.26
Tahap ini dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan yaitu sutahap
fungsi simbolik dan subtahap pemikiran intuitif. Adapun sub tahapan
akan dijelaskan di bawah ini:27
1. Subtahap fungsi simbolik
Tahapan ini terjadi antara usia 2 hingga 4 tahun. Anak kecil
memperoleh kemampuan untuk membayangkan penampilan
objek yang tidak hadir secara fisik. Kemampuan ini secara cepat
dapat memperluas dunia mental anak. Anak-anak kecil
menggunakan coretan-coretan untuk mempresentasikan manusia,
rumah, mobil, awan, dan sebagainya. Mereka mulai
menggunakan bahasa dan terlibat dalam permainan pura-pura.
Meskipun di dalam sub tahap ini anak-anak kecil sudah membuat
kemajuan yang berarti, pemikiran mereka masih terbatas; dua
bentuk keterbatasan ini adalah egosentrisme dan animisme.
a) Egosentrisme
Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan
antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain. Piaget
dan Barbel Inhelder awalnya mempelajari egosentrisme anak-
anak kecil dengan membagi tugas mengenai tiga gunung.
25
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h. 251-252
26
John W. Santrock, Life Span Development, op. cit., h. 248
27
John W Santrock, Life Span Development, op. cit., h. 248
Sang anak berjalan di sekitar model gunung dan menjadi
terbiasa dengan penampang gunung itu dari berbagai
perspektif yang berbeda, dan ia dapat melihat ada objek-objek
yang berbeda di pegunungan itu. Kemudian anak didudukkan
di salah satu sisi meja yang di atasnya diletakkan pegunungan
itu.
Peneliti menempatkan sebuah boneka ke lokasi-lokasi
yang berbeda di sekeliling meja di setiap lokasi, sang anak
diminta untuk memilih salah satu dari serangkaian foto yang
paling tepat mencerminkan pemandangan yang dapat dilihat
oleh boneka tersebut. Anak-anak yang berada pada tahapan
pra operasional seringkali menunjuk foto menurut yang
dilihatnya sendiri dibandingkan yang dilihat oleh boneka.
Anak-anak prasekolah seringkali memperlihatkan kemampuan
untuk menggunakan perspektif orang lain pada sejumlah
tugas, namun tidak pada tugas-tugas lainnya.28 Gambar
tersebut tampak seperti di bawah ini

Gambar 2.1. Piaget’s Three-Mountain Task


Secara lebih jelas, egosentrisme pandangan anak akan
gunung tersebut tampak seperti gambar di bawah ini.

28
John W. Santrock, Life Span Development, op. cit., h. 248
Gambar 2.2 The Three Mountains Task
Contoh lain yang terlihat egosentris terlihat pada
percakapan telepon antara seorang ayah dengan anaknya,
Mary (yang berusia 4 tahun) menunjukkan pemikiran Mary
yang egosentris. Mary berada di rumah dan ayahnya berada di
kantor.
Ayah: Mary, apa ibu ada di rumah?
Mary: (Mengangguk)
Ayah: Mary, halo. Ibu ada? Ayah boleh berbicara dengan
ibu?
Mary: (Kembali menganggukkan kepalanya)
Respon Mary bersifat egosentris, artinya ia gagal
mempertimbangkan perspektif ayahnya sebelum menjawab.
Seorang yang tidak berpikir egosentris akan merespons secara
verbal. 29
b) Animisme
Animisme merupakan keterbatasan lain dari pemikiran
praoperasional. Animisme adalah keyakinan bahwa benda-
benda mati memiliki kualitas yang seolah-seolah hidup dan
mampu beraksi. Seorang anak kecil mungkin memperlihatkan
animisme ketika mengatakan “pohon itu mendorong dau,
sehingga daunnya jatuh, “ atau “ trotoar itu mmebuat saya
marah; trotoar itu menyebabkan saya terjatuh.”
Seorang anak kecil yang menggunakan animisme sulit
membedakan antara peristiwa-peristiwa yang tepat bagi
penggunaan perspektif manusia dan bukan manusia. Hal itu
disebabkan anak-anak kecil tidak terlalu menaruh perhatian
pada realitas; hasil gambar mereka bersifat khayalan dan
berdaya cipta. Matahari yang berwarna biru, langit yang
berwarna kuning, dan mobil yang melayang di awan
semuanya adalah dunia simbolis dan imajinatifnya. 30
Selain itu, seorang anak berusia 3,5 tahun memperhatikan
gambar acak-acakan yang ia buat dan mendeskripsikannya
29
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h. 252
30
John W. Santrock, Life Span Development, op. cit., h. 249
sebagai “burung pelikan sedang mencium anjing laut”.
Simbolismenya sederhana tapi kuat, seperti gambar abstrak
yang ditemukan dalam beberapa seni lukis modern berikut
ini.31

Gambar 2.3 A 3½ Year Old’s Symbolic Drawing. Halfway Nto This


Drawing, The 3½ Year Old Said It Was “A Pelican Kissing A Seal”

Pelukis abad ke 20, Pablo Picasso pernah berkomentar


“saya bisa melukis sebagus Raphael, tapi seumur hidup untuk
mampu menggambar seperti seorang anak.” 32
Dalam tahun-tahun di sekolah dasar, gambar-gambar
seorang anak menjadi lebih realistis, rapi dan tepat. Matahari
berwarna kuning, langit berwarna biru, daun berwarna hijau
dan mobil berjalan di jalan raya. 33 Seperti gambar pohon yang
tampak di bawah ini.

31
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h. 253
32
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h. 253
33
Ibid.,
Gambar 2.4 This 11 Years Old’s Drawing Is Neater And More
Realistic But Also Less Inventive
2. Subtahap berpikir intuitif
Tahap ini terjadi di usia 4 hingga 7 tahun. Pada subtahap ini,
anak-anak mulai menggunakan penalaran primitive dan ingin
mengetahui jawaban terhadap segala jenis pertanyaan. Anak-anak
pada tahapan ini mulai mengembangkan idenya sendiri mengenai
dimana ia tinggal, idenya masih sederhana, dan ia belum terlalu
baik dalam menyelesaikan masalah. Ia memiliki kesulitan dalam
memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi namun tidak dapat
dilihatnya. Fantasinya kurang memiliki kaitan dengan realitas. Ia
belum mampu menjawab pertanyaan “ Bagaimana seandainya?”
sebagai contoh, ia hanya memiliki gagasan yang samar mengenai
apa yang akan terjadi seandainya sebuah mobil menabraknya.
Pada usia 5 tahun, anak-anak akan mebuat orang dewasa
kelelahan karena banyak mengajukan pertanyaan “ mengapa”.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mengindikasikan munculnya
minat terhadap penalaran dan berusaha memahami mengapa
berbagai hal berlangsung seperti adanya. Beberapa contoh
pertanyan yang diajukan anak-anak ketika berusia 4 hingga 6
tahun antara lain:
“ apa yang membuat kamu bertumbuh besar?”
“ siapa yang menjadi ibu jika semua orang adalah bayi?”
“ mengapa daun jatuh?”
“mengapa matahari bersinar?”
Tahapan ini disebut tahapan intuitif karena anak-anak kecil
tampaknya demikian yakin terhadap pengetahuannya dan
pemahamannya meskipun mereka belum menyadari bagaimana
mereka mengetahui ha-hal yang mereka ketahui itu.
Kesimpulannya, anak-anak mengetahui sesuatu namun
mengetahuinya tanpa pemikiran rasional.34
Salah satu keterbatasan pemikiran praoperasioanl adalah
pemusatan, yakni memusatkan atensi pada sebuah karakteristik
sehingga mengesampingkan karakteristik lainnya. Pemusatan
adalah gejala yang paling jelas muncul pada anak-anak kecil yang
34
John W. Santrock, Life Span Develpoment, op. cit., hh. 249-250
belum memiliki konservasi, yakni kesadaran bahwa mengubah
suatu objek atau suatu substansi tidak mengubah properti
dasarnya. Sebagai contoh, orang dewasa pasti memahami betul
bahwa jumlah cairan akan tetap sama meskipun bentuk wadahnya
berbeda. Hal ini tidak jelas bagi anak–anak kecil. Mereka justru
terpaku pada ketinggian cairan yang berada di dalam wadah;
mereka memfokuskan karakteristik wadah sehingga
mengesampingkan karakteristik lainnya. Hal tersebut tampak
35

seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.5 Piaget’s Conservation Task


3. Tahap Operasi Konkret ( 7– 11Tahun)
Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya
perubahan positif ciri-ciri negative tahap pra oprasional, seperti
dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit
menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya
anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara
serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu
sama lain.
Tahapoperasikonkretdicirikandenganperkembangansistempemi
kiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis.Anak
sudah memperkembangkan operasi-operasi logis. Operasi
itubersifatreversibel,artinyadapatdimegertidalamduaarah,yaitusuatup
emikirandapatdikembalikankepadaawalnyalagi. Anakpadatahap
inimasihmempunyaikesulitanuntukmemecahkanpersoalan
yangmempunyaisegidanvariabelterlalubanyak.Iajuga masih belum

35
John W. Santrock, Life Span Development, ibid., hh. 250-251
dapat memecahkan persoalan yangterlalubanyak
walaupunsudahmemahamikonsepkausalitasatauhubungansebabakiba
t.
Perlu diingat bahwa operasi adalah kegiatan mental dua arah
dan operasi-operasi konkret adalah operasi yang diaplikasikan pada
objek-objek yang riil dan konkret. Operasi-operasi konkret
memungkinkan anak memikirkan beberapa karakteristik dan bukan
berfokus pada suatu property tunggal suatu obyek. Salah satu
karakteristik lain dari anak yang telah mencapai tahap ini adalah
kemampuan mengklasifikasikan atau membagi benda-benda ke
dalam perangkat-perangkata atau subperangkat yang berbeda dan
memperhitungkan keterkaitannya. 36 Beberapa hal penting dalam
tahapan ini adalah konservasi, klasifikasi, seriatiom, Transitivity: 37
a. Konservasi
Tugas konservasi mendemosntrasikan kemampuan anak
dalam melakukan operasi-operasi konkret. Dalam tes kemampuan
pembalikan berpikir yang melibatkan konservasi materi (bahan).
Seorang anak dihadapkan pada dua buah gumpalan tanah liat.
Pembuat eksperimen mengubah bentuk gumpalan tanah liat yang
satu menjadi bentuk yang panjang dan ramping, sementara yang
lain tetap seperti bentuk semula.

Gambar 2.6 Beberapa Dimensi Dari Konservasi : Jumlah, Bahan Dan


Panjang
36
John W, Santrock, Life Span Development, op. cit., h. 329
37
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h 256-257.
b. Klasifikasi
Banyak operasi-operasi konkret yang diidentifikasikan
Piaget melibatkan cara anak berpikir tentang karakteristik objek.
Satu keahlian khusus yang mencirikan operasional konkret anak
adalah kemampuan untuk mengklasifikasikan benda dan
memahami relasi antar benda tersebut. Kemampuan operasional
konkret anak untuk membagi benda menjadi kumpulan dan sub
kumpulan dan memahami relasinya diilustrasikan oleh pohon
keluarga empat generasi.

Gambar 2.7 Classification


Pohon keluarga di atas menggambarkan kakek (A) memiliki
tiga orang anak (B, C, D), tiap orang anak memiliki dua orang
anak (E sampai J), dan salah satu dari anak-anak tersebut (J)
punya tiga orang anak (K, L, dan M). Seorang anak dengan
operasional konkret dapat memahami bahwa J, pada saat
bersamaan dapat menjadi ayah, saudara, dan cucu. Seorang anak
yang memahami system klasifikasi ini dapat bergerak dalam
system tersebut secara vertical, horizontal, atau diagonal. 38
c. Seriation
Seriation adalah tindakan mengurutkan stimuli diantara
dimensi kuantitatif (seperti panjang). Untuk melihat apakah anak
mampu melakukan seriation, seorang guru dapat meletakkan
delapan tongkat dengan panjang yang berbeda, secara acak di
atas meja. Kemudian guru meminta anak mengurutkan tongkat
tersebut berdasarkan panjangnya. Pemikir operasional konkret
secara serempak memahami bahwa tiap tongkat harus lebih
panjang dari yang lain dan meletakkan tongkat yang lebih
panjang di awal diikuti yang lebih pendek, dan seterusnya.
d. Transivity

38
John W. Santrock, Perkembangan Anak Jilid 1, op. cit., h 256-257.
Transivity ialah kemampuan memikirkan relasi gabungan
secara logis. Jika ada relasi antara objek pertama dan kedua, dan
ada relasi antara objek kedua dan ketiga, maka ada relasi antara
objek pertama dan ketiga. Contohnya ada tiga buah tongkat (A,
B, dan C) dengan panjang berbeda. A adalah tongkat terpanjang,
B lebih pendek dari A namun lebih panjang dari C. Apakah A
lebih panjang dari C? Dalam teori Piaget, pemikir operasional
konkret akan menjawab ya; sedangkan pemikir praoperasional
akan menjawab tidak.
4. Tahap Operasi Formal (11Tahun ke Atas)
Tahap operasional formal merupakan tahap terakhir
dalamperkembangan kognitifmenurutPiaget. Ini terjadipada
umursekitar 11 atau 12 tahun ke atas. Pada tahap ini pemikiran
operasiformalini,berkembanglahreasoningdanlogikaremajadalamme
mecahkanpersoalanyangdihadapi.Padatahapiniseorangremaja sudah
dapat berpikir
logis,berpikirdenganpemikiranteoretisformalberdasarkan proposisi-
proposisidan hipotesis,dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari
apa yang dapat
diamatisaatitu.Sifatpokokpadatahapoperasiformaladalahpemikirande
duktifhipotesis,induktifsaintifik,danabstraktifreflektif.Perkembangan
pemikiranpadatahapinisudahsamadenganpemikiranorangdewasaseca
rakualitatif.Perbedaandenganpemikiranorangdewasahanyaterletakpa
dakuantitas,yaitubanyaknyaskemapadaorangdewasa.
E. Faktor Perkembangan Kognitif
Banyakfaktoryangdapatmemengaruhiperkembangan
kognitifnamunsedikitnyafaktoryangmemengaruhiperkembangankognit
ifdapatdijelaskansebagaiberikut:
1) FaktorHerditas/Keturunan
Teorihereditasataunavitismeyangdipeloporiolehseorangahlifilsafa
tSchopenhauer,berpendapatbahwamanusialahirsudahmembawa
potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi
olehlingkungan. Dikatakan pula bahwa, taraf intelegensi sudah
ditentukansejakanakdilahirkan.
2) FaktorLingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke.
Lockeberpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan
suci sepertikertas putih yangmasih bersih belum ada tulisan atau
noda sedikitpun. Teori ini dikenal dengan sebutan Tabula Rasa.
Menurut
JohnLocke,perkembanganmanusiasangatlahditentukanolehlingku
ngannya.BerdasarkanpendapatLocke,tarafintelegensisangatlahdit
entukanolehpengalamandanpengetahuanyangdiperolehnya
darilingkunganhidupnya.
3) FaktorKematangan
Tiaporgan (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika
telahmencapaikesanggupanmenjalankanfungsinyamasing-
masing.Kematanganberhubunganeratdenganusiakronologis(usiak
alender)
4) FakorPembentukan
Pembentukanialahsegalakeadaandiluardiriseseorangyangmemeng
aruhiperkembanganintelegensi.Pembentukandapatdibedakanmenj
adipembentukansengaja(sekolahformal)danpembentukantidaksen
gaja(pengaruhalamsekitar).Sehinggamanusiaberbuatinteligenkare
nauntukmempertahankanhidupataupundalambentukpenyesuaiand
iri.
5) FaktorMinatdanBakat
Minatmengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakandoronganuntukberbuatlebihgiatdanlebihbaiklagi.Adap
unbakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yangmasihperlu dikembangkandan dilatih agar dapat terwujud.
Bakat seseorangakan memengaruhi tingkat kecerdasannya.
Artinya sesesorang
yangmemilikibakattertentu,makaakansemakinmudahdancepatme
mpelajarinya.
6) FaktorKebebasan
Kebebasanyaitukeleluasaanmanusiauntukberpikirdivergen(menye
bar)yangberartibahwamanusiadapatmemilihmetode-
metodetertentudalammemacahkanmasalah-
masalah,jugabebasdalammemilihmasalahsesuaikebutuhannya. 39

39
Ahmad Susanto, Op.Cit., h.59-60
G. Pentingnya Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Dini
Semua kecerdasan yang lebih tinggi, termasuk intuisi ada
dalamotak sejak lahir. Dan selama lebih dari tujuh tahun pertama
kehidupan,kecerdasaninidapatdisingkapkanjikadirawatdenganbaik.Hal
dibahwainiadalahbeberapapersyaratanyangharusdipenuhiagarkecerdas
andapatterawatdenganbaik,yaitu:
a) Sturktursarafbagianbawahharuscukupberkembangagarenergid
apatmengalirke tingkatyanglebihtinggi.
b) Anak harusmerasaamansecara fisikdanemosional.
c) Harusmerasamodeluntukmemberikanrangsanganyangwajar.
Padaanakdapatdiberikankesempatanuntukmengembangkanday
a cipta secara bebas, baik melalui coretan yang mereka buat,
ceritayang mereka ungkapkan, serta hasil karya lainnya.
Seyogianya
dalamusahameningkatkankualitasperkembangankognitif,diusahak
anpendidikan dan latihan yang lebih ditunjukan pada latihan
meneliti danmenemukan,yangmemerlukanberfungsinya
keduabelahanotak. 23

RANGKUMAN

1. Kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan


individu untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadianatau peristiwa. Proses
kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan(intelegensi)
yang menandai seseorang dengan berbagai minat
terutamasekaliditunjukankepadaide-idedanbelajar
2. Menurut Piaget, teori perkembangan kognitif mengemukakan
asumsi tentang perkembangan cara berpikir individu dan
kompleksitas perubahannya melalui perubahannya melalui
perkembangan lingkungan. Dalam teori Piaget ini,
perkembangan kognitif dibangun berdasarkan pandangan aliran
struturalisme dan konstruktivisme
3. Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap
sensorimotorik, tahap pra operasional, tahap operasi konkret
dan tahap operasi formal
4. Sudut pandang Vygotsky terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak diwarnai oleh lingkungan sosial atau
budaya, maka pendekatan kontruktivisnya disebut dengan
konstruktivis sosial. Vygotsky beranggapan bahwa anak
mengkonstruk engetahuannya dalam sebuah kontek sosial.
Anak mengkonstruk secara aktif pengetahuannya secara
mandiri dalam konteks interaksi dengan pengasuh, keluarga
atau komunitas dan masyarakat.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
diantaranya faktor keturunan, lingkungan, kematangan,
pembentukan, minat dan bakat dan kebebasan

LATIHAN SOAL
KEGIATAN PEMBELAJARAN I

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat!


1. Jelaskan perbedaan antara pandangan teori perkembangan
kognitif Vygotsky dan Piaget!
2. Mengapa faktor lingkungan dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif anak?
3. Bagaimana bentuk implikasi dari teori Piaget dalam
pembelajaran?
4. Bagaimana contoh penerapan teori kognitif dalam
pembelajaran?

BAB III
KEGIATAN PEMBELAJARAN II

A. Etika Lingkungan
1. Pengertian Etika Lingkungan
Etika bersumber dari istilah Yunani yakni “ethos”, bermakna
karakter, susila dan adat. Etika terkait sistem kehidupan, indikator
benar salah, sehingga dapat menilai perbuatan sehari-hari. Etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara
tepat dalam menjalani hidup. Etika lingkungan merupakan nilai-nilai
keseimbangan dalam kehidupan manusia dengan interaksi dan
interdependesi terhadap lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek
abiotik, biotik dan kultur. Etika lingkungan adalah penuntutn tingkah
laku yang mengandung nilai-nilai positif dalam rangka
mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan.
Etika lingkungan mempersoalkan bagaimana sebaiknya
perbuatan seseorang terhadap lingkungan hidupnya. Etika
lingkungan adalah prinsip moral lingkungan yang merupakan
petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan
terwujudnya moral lingkungan. Dengan adanya etika lingkungan,
manusia tidak hanya mengimbangi hak dan kewajibannya terhadap
lingkungan, tetapi juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk
mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas
kelentingan lingkungan. Kelentingan lingkungan adalah kemampuan
lingkungan untuk berusaha pulih karena gangguan, asalkan
gangguan ini masih dapat diterima, jika gangguan melebihi batas,
maka lingkungan akan kehilangan kelentingannya.
Etika moral merupakan disiplin filsafat yang berbicara
mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau
alam semesta dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya
terhadap lingkungan. Jadi, fokus perhatian etika lingkungan menurut
pandangan ini adalah cara manusia betindak atau cara mansuia harus
betingkah laku terhadap alam dan nilai-moral apa yang melandasi
tingkah laku itu. 40
2. Tiga Kelompok dalam Etika Lingkungan Berdasarkan
Pendekatannya
Etika lingkungan mempersoalkan perilaku manusia terhadap
alam dan juga mengenai hubungan manusia dengan seluruh
kehidupan alam semesta, yaitu hubungan sesama manusia yang
berdampak terhadap alam serta hubungan mansuai dan kehidupan
lain ataupun dengan keseluruhan komponen alam. Hasil dari
interaksi antar mansuia dengan alam menghasilkan suatu
kebudayaan dan pengalaman sendiri. Oleh karena itu, dalam
menerapkan etika lingkungan harus memperhatikan empat hal, yaitu:
a) Manusia sebagai bagian dari lingkungan merupakan pelaku
utama dalam pengelolaan lingkungan, sehingga perlu
40
Atok Miftachul Hudha, Husanah, Abdulkadir Rahrdjanto, Op.Cit., 94-96.
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya
sendiri.
b) Manusia sebagai bagian dari lingkungran merupakan elaku
utama dalam pengelolaan lingkungan, sehingga harus berupaya
untuk menjaga kelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c) Kebijakan penggunaan sumber daya alam terbatas, misalny
energi.
d) Lingkungan disediakan untuk semua mahluk hidup, bukan
untuk manusia saja.
Etika lingkungan yang merupakan kajian baru dalam ilmu
linkungan mengalami perkembangan yang semakin merambah pada
tataran filosofis yang terbagi menjadi 3 kelompok di bawah ini. 41
a. The Instrumental Approach
Pendekatan antroposentris yang memandang bahwa alam
sebagai sense yang hanya memiliki nilai instrumental bagi umat
manusia. Hal ini berakibat, bahwa apabila manusia tidak
mengunakan nilai-nlai instrumental terhadap alam maka alam
tidak mendapatkan perlingungan mendasar. Oleh sebabitu,
pendekatan instrumental terhadap perlindungan alam sangat
bergantung kepada kontinuitasnya terhadap umat manusia.
Istilah lainnya adalah bahwa segala seruatu yang diupayakan
oleh manusia untuk melakukan pengelolaan dan proteksi
terhdap alam dilakukan semata-mata dengan semangat guna
keperluan dan pemenuhan kebuthan kemanusiaan, terlebih
hanya untuk pemenuhan material kehidupan.
Dalam konteks ini, secara lebih ekstrim dinyatakan bahwa
apabila keberadaan alam dan segala SDA yang ada di dalamnya
ternyata tidak memberikan kemanfaatan dan efek positif bagi
manusia dan kehidupannya , maka tidak dilakukan pengelolaan
dan proteksi terhadap sumber daya alam tersebut. Oleh karena
itu, nilai-nilai mendasar dan instrinsik yang ada dalam
komponen alam tidak menjadi bagian yang penting dan
dipertimbangkan.
b. The Axiological Approach
Pandangan ini merupakan kebalikan dari the instrumental
approach, dalam pandangan ini memandang bahwa alam
41
Ibid, h. 99
mempunyai nilainya sendiri dan manusia harus menyelamatkan
serta melindungi nilai yang ada dalam setiap komponen alam
tersebut. Oleh karena itu, pendekatan aksologis harus
memastikan nilai instrinsik dalam melindungi alam dan juga
harus menjelaskan bagaimana nilai tersebut menjadi
pertimbangan moral atau kewajiban moral untuk melindungai
alam.
c. The Anthropological Approach
Pendekatan yang utamanya berkaitan dengan identifikasi
tentang keberadaan manusia atau cara seharusnya anusia
bersikap atau berperilaku terhadap alam. Hal ini didasari bahwa
manusia merupakan makhluk relasional, sehingga hubungan
atau relasi dirinya dengan alam adalah bentuk pemahaman
dirinya dalam menghormati keberadaan alam.
3. Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika lingkungan disebut juga tika ekologi. Etika ekologi
selanjutnya dibedakan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan
tika ekologi dangkal. 42
a. Etika ekologi dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana
untuk kehidupan manusia yang bersifat antroposentris. Etika
ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat
rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan
mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli
lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki
pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia.
Teori antroposentris memandang bahwa manusia memiliki
kedudukan tertinggi dibandingkan dengan mahluk yang lain.
Manusia mempunyai martabat tertinggi di antara sesama
ciptaan Tuhan. Antroposentrisme adalah etika yang berpusat
pada manusia, dan memandang bahwa hanya manusia yang
memiliki nilai, ini berarti bahwa manusia tidak peduli langsung
pada non-manusia, meskipun mereka mungkin peduli jika lebih
lanjut kepentingan mereka sendiri.
42
Ibid, h. 101-103.
Etika lingkungan dangkal menitikberatkan pada:
1) Manusia tidak memiliki kaitan dengan alam
2) Hak asasi manusia adalah hal yang utama terhadap
alam tetapi manusia tidak perlu bertanggung jawab atas
hal tersebut
3) Perasaan manusia adalah titik prihatin bukan alam
4) Kepentingan manusia adalah rujukan dalam
pengambilan kebijakan dan pengelolaan semua
sumberdaya alam
5) Norma yang harus menjadi pertimbangan utama adalah
“untung rugi”
6) Rencana untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek
lebih utama
7) Untuk mengatasi krisis lingkungan, maka solusinya
adalah pembatasan populasi manusia terutama di negara
tertinggal atau negara berkembang
8) Pertumbuhan ekonomi harus diterima dan merupakan
hal positif
b. Etika ekologi dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang melihatnya pentingnya memahami lingkkungan sebagai
keselurhuhan kehidupan yang saling menopang, sehingga
semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika
ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk
kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak
untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk
hidup, dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah
lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan
memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih
luas di sini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan
binatang, tumbuhan, serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hak-hal
berikut:
a) Manusia adalah bagian dari alam
b) Menekankan hak hidup mahkluk lain, walapun dapat
dimanfaatkan oleh manusia tidak boleh diperlakukan
seweang-wenang
c) Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam
diperlakukan sewenang-wenang
d) Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
e) Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
f) Pentingnya melindungi keankearagaman hayati
g) Menghargai dan memilihara tata alam
h) Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
i) Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan
sistem alternatid yaitu sistem mengambil sambil
memelihara
4. Teori Etika Lingkungan
a. Antroprosentris
Teori ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam
semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling
menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Nilai tertinggi dalah manusia dan
kepentingannya, yaitu nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi
manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia. Pola hubungan
manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini
sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam dan
komponenya dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan
diabaikan. Teori ini dianggap dangkal atau sempit dan dianggap
sebagai salah satu penyebab dari krisis lingkungan yang terjadi.
b. Biosentrisme
Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan
mahluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri.
Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga
mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan
manusia. Biosentrisme menolak argumen antroposentrisme.
c. Ekosentrisme
Teori ini secara ekologis memandang biotik dan abiotik
lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk
mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup
maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya
dibatasi pada mahluk hidup. Deep ecology menuntut suatu etika
baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada
mahluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya
mengatasi persoalan lingkungan hidup.
d. Hak asasi alam
Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi,
namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk
hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti binatang dan
tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat
bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta
untuk kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak
untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai
intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota
komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan
secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek
eksperimen tidak dapat dibenarkan.43
5. Prinsip Etika Lingkungan
a. Sikap hormat terhadap alam
Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia mempunyai
kewajiban moral untuk mengormati kehidupan, baik pada
manusia maupun mahluk lain dalam komunitas ekologis
seluruhnya. Hormat terhadap alam erupakan prinsip dasar bagi
manusia sebagai bagian dari alam semesta seleuruhnya
b. Prinsip tanggung jawab
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah
tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena
itu, manusia sebagaai bagian dari alam semesta bertanggung
jawab pula untuk menjaganya. Tanggung jawab ini bersifat
individual dan kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam
merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
c. Solidaritas kosmis
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib
sepenanggungan dengan alam dan sesama makhluk hidup lain.
Prinsip ini bisa mendorong manusia untuk menylematkan
lingkungan dan semua khidupan di alam ini. Prinsi ini
berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmoniskan
43
Ulfi Faizah, ‘Etika Lingkungan dan Aplikasinya dalam Pendidikan Menurut
Perspektif Aksiologi’, Jurnal Filsafat Indonesia, 3.1 (2020), 14-23
manusia dengan ekosistemnya dan untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis. Solidaritas
ini juga mendorong manusia untuk menentang setiap tindakan
yang merusak keseimbangan alam.
d. Prinsip kasih sayang dan kepedulian
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan
pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam. Dengan
semakin peduli terhadap alam, makamanusia menjadi semakin
matang dengan identitas yang kuat.
e. Prinsip no harm
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak
melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam
eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini (no harm).
Jadi kewajiban dan tanggung jawab moral dapat dinyatakan
dengan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan alam
dan tidak melakukan tindakan seperti membakar hutan dan
membuang limbah sembarangan.
f. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang
baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada
batas untuk hidup secara layak sebagai manusia yang selaras
dengan alam.
g. Prinsip keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi
semua kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam
menentukan kebijakan pengelolaan dan pelestarian serta
pemanfaatan sumber daya alam. Dalam prinsip ini kita perlu
memperhatikan kepentingan masyarakat adat lebih khusus,
karena dalam segi pemanfaatan sumber daya alam
dibandingkan dengan masyarakat modern akan kalah dari segi
permodalan, teknologi, informasi daan sebagainya, sehingga
kepentingan masyarakat sangat rentan dan terancam.
h. Prinsip demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu
keanekaragaman dan pluralitas. Demokrasi memberi temat
seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragamman dan
pluralitas. Prinsip ini sangat relevan dengan pengambilan
kebijakan di bidang lingkungan dan memberikan garansi bagi
kebijakan yang pro lingkungaan hidup.
i. Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutuama untuk pejabat publik, agar mempunyai
sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang
teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan
publik, untuk menjamin kepentingan di bidang lingkungan.
B. Etika Lingkungan Dalam Pandangan Agama Islam (Islamic
Deep Ecology)
1. Islamic Deep Ecology
Deep ecology atau ekologi dalam adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai
keseluruhan kehidupan yang saling menopang sehingga semua unsur
mempunyai arti dan makna sama. Ekologi ini memiliki prinsip
bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan. Oleh
kareannya memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga
diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Menurut
pandangan ini alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan,
untuk itu lingkungan patut dihargai dan perlakukan dengan cara
baik. Pandangan ini menekankan pemilharaan alam bukan hanya
demi manusia, tetapi juga demi alam itu sendiri.
Deep Ecology tidak memisahkan manusia atau apapun dari
lingkungan alamiahnya. Deep Ecology melihat dunia bukan sebagai
kumpulan obyek-obyek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan
fenomena yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama
lain secara fundamental. Perspektif ini mengakui semua nilai
intrinsik semua makhluk dan manusia hanya satu makhluk dalam
satuan jaringan kehidupan. Menurt Naess, kesadaran ekologis harus
dibangun karena kesadaran ini bersifat spiritual/religius, karena jiwa
manusia dimengerti sebagai pola kesadaran yang mempunyai rasa
memiliki atas sesuatu, saling ketergantungan kepada kosmos dan
penciptanya. Ekologi mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam
tentang pondasi-pondasi utama pandangan dunia dan cara hidup kita
yang bersifat modern, ilmiah, industrial, berorientasi pertumbuhan
dan materialistik. Dikaitkan dengan persoalan krisis lingkungan
hidup yang saat ini kita jumpai, maka pandangan Deep Ecology ini
menjadi sangat menarik dan harus digunakan untuk semua orang
membuka mata lebar-lebar dan harus bagi semua pihak, siapapun itu.
Kesadaran ini tidak hanya di tingkat kebijakan, tetapi terpenting
dilaksanakan pada tingkat ekonomi politik dan praktik lapangan. 44
Deep ecology sesuai dengan nilai-nilai agama islam. Sebagai
agama agama rahmatan lil alamin dan agama yang sungguh sangat
sempurna. Berdasarkan pandangan inilah maka keberadaan nilai-
nilai Islam untuk menjawab tantangan atau menjadi simpul kekuatan
menjadi sangat penting. Islam adalah petunjuk jalan hidup yang
lengkap (complete Islam, as a complete way of life), merupakan
prinsip etika yang efisien, holistik, dan solusi komprehensif untuk
memitigasi krisis lingkungan saat ini.
Islam memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan
dari keimanan seseorang Muslim (manusia) terhadap Allah SWT.
Perilaku tersebut merupakan cerminan akhlak dan keimanan,
sehingga memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara
dengan kewajiban ibadah sosial yang lainnya. Kita semua tentu
meyakini kebenaran cara pandang Islam yang tidak
mempertentangkan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu tidak bersifat sekuler, bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai
ilmu dan teknologi. Menurut pandangan Islam, hidup manusia
tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan integral. Manusia
adalah pengemban amanat Allah SWT untuk menjaga dan
memelihara alam demi kepentingan kemanusiaan.
Pandangan seperti ini sesuai dengan apa yang ditekankan oleh
“penganut” Deep Ecology, yang berpandangan bahwa ada kesatuan
asasi antara “yang satu” dan alam semesta. Oleh karena itu, selaku
kehidupan manusia harus diselaraskan secara harmonis dengan alam
dan Sang Pencipta, dalam sebuah pola relasi dan laku kehidupan
yang saling merawat, saling memelihara, saling menghargai, dan
saling peduli. Memelihara dan melindungi alam dihayati juga
sebagai memelihara dan melindungi diri sendiri, yakni kehidupan
manusia.45
2. Asas-asas Islamic Deep Ecology
a. Asas Integrasi

44
Ibid, 82-83.
45
Ibid, h. 84.
Karakteristik pertama Ekologi Islam adalah menawarkan
dan mengakomodasi dimensi-dimensi lingkungan secara
terpadu tanpa harus saling meniadakan seperti yang terjadi
pada madzhab-madzhab ekologi lainnya. Karakter ini
muncul karena Ekologi Islam mengacu pada proposisi
realisme, yaitu “mengafirmasi segala yang nyata”,
mengapresiasi semua hal yang memiliki dampak dan
pengaruh terhadap peristiwa alam dan sosial, baik secara
kultural maupun struktural, langsung maupun tidak
langsung, individual atau sosial, profan (bersifat duniawi)
atau sakral, teknikal maupun spiritual. Inilah yang dimaksud
asas pertama dalam Ekologi Islam yang disebut dengan asas
integrasi
b. Asas Proporsionalitas
Asas proporsionalitas berarti “segala sesuatu diletakkan
pada tempat yang sesuai dengan tingkat eksistensinya”. Hal
ini berarti Ekologi Islam menerima dan mengakui
keberadaan suatu prinsip yang penting selama tidak
meniadakan prinsip yang lain yang juga penting. Keadaan
ini berarti memberi jalan tengah antara kaum konservatif
pendukung pelestarian lingkungan alamiah dengan kaum
pembela kemajuan peradaban manusia yang menuntut
kesejahteraan. Dalam kasus ini berarti, di satu sisi Ekologi
Islam mendukung program pelestarian biodiversitas, tetapi
di sisi lain Ekologi Islam juga memiliki sistem moral yang
mencegah eksploitasi dan perusakan alam atas nama
kemajuan peradaban manusia
c. Asas Realisme
Asas relisme Islam inilah yang mampu membangun
masyarakat Islam pada abad pertengahan menjadi abad
keemasan Islam. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ditemukan masyarakat Islam berkembang sangat pesat tetapi
dilandasi oleh visi dan pemikiran spiritual yang sangat
tinggi. Realisme Islam, sebagaimana yang terbukti dalam
sejarah emasnya bisa melahirkan ilmuwan dan praktisi
teknologi yang hebat dan sangat peka spiritualitas, misalnya
Dr. Ibn Sina seorang saintis bidang kedokteran sekaligus
filsuf-sufistik, Abbas bin Firnas dari Andalusia seorang Ahli
Al-Qur’an namun menjadi sosok pencinta ilmu serta menjadi
teknokrat ulung penemu prinsip-prinsip kerja pesawat
terbang, penemu kaca dan pulpen tinta, serta ahli astronomi
yang handal. Realisme Islam juga mencetak sufi yang cinta
riset keilmuan semisal Jabir Ibn Hayyan yang membuat
laboratorium kimia pertama dalam sejarah peradaban
manusia.
d. Asas Kosmologis
Aset kosmologis adalah pandangan dari dimensi spiritual
atau kearifan terhadap alam raya (kosmos). Ditinjau dari
aspek kosmologi, Ekologi Dalam dan Ekologi Islam
memiliki potensi yang tinggi, sedangkan Ekologi Dangkal
dan Ekologi Sosial hampir tidak berpotensi. Ekologi Dalam
dikatakan sangat kuat dengan aset ini karena cara
pandangnya yang dekat dengan tradisi pemikiran timur
(Taoisme, Budhisme, Hinduisme) dan tasawuf. Sebagaimana
Ekologi Dangkal, Ekologi Islam sangat kaya dengan muatan
spiritual karena memandang alam merupakan manifestasi
aktivitas Tuhan. Aspek otoritas moral mempertimbangkan
nilai-nilai moral yang berhubungan dengan pemeliharaan
lingkungan. 46
C. Pengajaran Etika Lingkungan Untuk Anak Usia Dini
berdasarkan Perkembangan Kognitif Piaget
Anak usia dini mempunyai rentang umur 0-8 th. Sehingga
dalam perkembangan kognitif menurut Jean Piaget, proses tahapan
perkembangan kognitifnya berada pada tahap sensori motorik, tahap
praoperasional dan tahap operasi konkrit.
Tahap sensori motorik (0-2 tahun) mempunyai karateristik yaitu
segala tindakannya masih bersifat naluriah, aktifitas pengalaman
didasarkan terutama pada pengalaman, individu baru mampu melihat
dan meresap pengalaman tetai belum untuk mengkategorikan
pengalaman itu, individu mulai belajar menangani obyek-obyek
konkrit melalui skema-skema sensori motorisnya.
Karateristik anak pada tahap pra operasional (2 – 7 tahun)
diantaranya yaitu individu telah mengkombinasikan dan
46
Ibid, h. 84-86.
mentransformasikan berbagai informasi, individu telah mampu
mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide, individu
telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa
konkrit, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat dan
individu sudah memiliki cara berpikir yang bersifat egosentris
(berpikir imajinatif, berbahasa egosentris, memiliki aku yang tinggi,
menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi dan perkembangan
bahasa).
Sedangkan tahap operasional konkrit ditandai dengan
karakteristik menonjol bahwa segala sesuatu dipahami sebagaimana
yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan yang mereka alami.
Jadi, cara berfikir individu belum menangkap yang abstrak meskipun
cara berfikirnya sudah nampak sistematis dan logis. Dalam memahami
konsep, individu sangat terikat kepada proses mengalami sendiri.
Artinya mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat
diamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep
tersebut.
Menurut Piaget setidaknya ada empat kemampuan dasar yang
perlu dirangsang pada anak pra sekolah, ialah: 1) kemampuan
transformasi: yaitu perubahan bentuk dapat dikenalkan pada anak pra
sekolah lewat eksperimen sederhana, misalnya meniupkan balon,
menuangkan air kedalam gelas yang berbeda, merubah benda lunak
menjadi berbagai bentuk, dan lain-lain. 2) kemampuan reversibility;
yaitu cara berfikir alternatif atau bolak balik, misalnya dengan sebuah
gambar anak diajak untuk mencari jalan keluar dari sebuah jalan yang
banyak liku-likunya, atau anak diminta mengurutkan angka dari kecil
ke yang lebih besar dan kemudian kembali dari angka yang besar ke
yang lebih kecil, 3) kemampuan klasifikasi; yaitu anak diajak untuk
melakukan klasifikasi berdasarkan jenis, bentuk, warna, ukuran dan
lain-lain, kemampuan klasifikasi ini ada tiga ialah klasifikasi tunggal,
ganda dan jamak. Tunggal misalnya hanya berdasarkan satu aspek
misalnya warna saja. Ganda sudah dua aspek, misalnya warna dan
bentuk, sedangkan jamak sudah dengan banyak aspek, misalnya
warna, bentuk dan bahan dasarnya. Hal penting dari latihan ini adalah
pada kemampuan berfikir logis. 4) kemampuan hubungan asimetris:
yaitu tidak semua klasifikasi didasarkan atas kesamaan, tetapi juga
bisa atas dasar perbedaan. Misalnya besar, kecil, panjang, pendek,
tinggi dan rendah, anak dapat dilatih menyususn balok secara urut dari
yang besar sampai yang kecil atau dari yang panjang sampai kepada
yang pendek.47
Berdasarkan perkembangan kognitif Piaget pada anak usia dini,
membelajarkan dan menanamkan etika lingkungan sangatlah penting.
Adapun etika lingkungan yang dapat ditanamkan untuk anak usia dini
berdasarkan perkembangan kognitifnya adalah etika lingkungan
dangkal dan dalam.
Pada anak usia dini yang masih pada rentang usia 0-6 tahun
etika lingkungan dangkal dirasa tepat diajarkan oleh orang tua ataupun
pendidik. Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk
kehidupan manusia yang bersifat antroposentris. Antroposentris
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia
dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan
alam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini
dikarenaka pada perkembangan kognitif anak usia dini usia 0-6 tahun,
individu mampu mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu
peristiwa konkrit, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat
dan memiliki pola pikir egosentris (berpikir imajinatif, berbahasa
egosentris, memiliki aku yang tinggi, menampakkan dorongan ingin
tahu yang tinggi dan perkembangan bahasa) mampu mengklasifikasi
benda-benda ataupun kejadian-kejadian.
Sedangkan pada anak usia dini rentang usia 7-8 tahun dapat
dibelajarkan etika lingkungan dalam. Karena pada rentang usia ini
individu anak usia dini pada usia 7-8 tahun juga sudah mampu
memahami kejadian-kejadian berdasarkan pengalaman yang mereka
alami. Dengan membelajarkan etika ekologi dalam yang mempunyai
prinsip bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan
karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga
diri, hak untuk hidup, dan hak untuk berkembang kepada anak usia
dini berdasarkan perkembangan kognitifnya dirasa tepat. Sedangkan
prinsip etika lingkungan yang dapat ditanamkan pada anak usia dini
adalah sebagai berikut.
1) Sikap hormat terhadap alam
47
Khadijah, Op.Cit., 36-40
2) Prinsip tanggung jawab
3) Prinsip kasih sayang dan kepedulian
4) Prinsip no harm
5) Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
6) Prinsip keadilan
D. Pentingnya Pengajaran Etika Lingkungan Pada Anak Usia
Dini
Usia dini merupakan masa peka bagi anak, pada
masainianakmulaisensitifmenerimaberbagaiupayaperkembanganseluru
h potensi mereka, maka dari itulah
padausiademikianmerupakanmasayangtepatmemberidanmeransangke
pekaanmerekadenganstimulusdankondisiyangsesuaidengan
kebutuhannya agar perkembangan anaktercapai secara optimal,
terutama dalam tahappembentukanperilaku.48
Secaraterincidapatdijelaskanbahwapenanaman dan
pengembangan etika dapat jugaberfungsi untuk;
1) Mengenalkan peraturan danmenanamkandisiplinanak;
2) Mengenalkananakdenganduniasekitarnya;
3) Menumbuhkansikapdanperilakuyangbaik;
4) Mengembangkankemampuanberkomunikasidan
Bersosialisasi;
5) Mengembangkan keterampilan, kreativitas, dankemampuan
ang dimiliki anak;
6) menyiapkananakuntukmemasukipendidikan dasar.

48
Vera sardila, “Implementasi pengembangan nilai-nilai etika dan estetika
dalam pembentukan pola prilaku anak usia dini”, Jurnal RISALAH, 26.2 (2015), h.87
RANGKUMAN

1. Etika lingkungan merupakan nilai-nilai keseimbangan dalam


kehidupan manusia dengan interaksi dan interdependesi terhadap
lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek abiotik, biotik dan
kultur. Dengan adanya etika lingkungan, manusia tidak hanya
mengimbangi hak dan kewajibannya terhadap lingkungan, tetapi
juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan
berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan
lingkungan.
2. Etika lingkungan dibagi menjadi etika ekologi dangkal dan etika
ekologi dalam. Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana
untuk kehidupan manusia yang bersifat antroposentris. Etika
ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
melihatnya pentingnya memahami lingkkungan sebagai
keselurhuhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua
unsur mempunyai arti dan makna yang sama.
3. Teori yang berkembang dalam etika lingkungan yaitu teori
antroprosentris, biosentrisme, ekosentrisme dan hak asasi alam
4. Prinsip etika lingkungan terdiri dari sikap hormat terhadap alam,
tanggung jawab, solidaritas kosmis, kasih sayang dan kepedulian,
prinsip No Harm, hidup sederhana dan selaras dengan alam,
keadilan, demokrasi integritas moral
5. Etika lingkungan dalam pandangan islam sebagai istilah islamic
deep ecology. Islam adalah petunjuk jalan hidup yang lengkap
(complete Islam, as a complete way of life), merupakan prinsip
etika yang efisien, holistik, dan solusi komprehensif untuk
memitigasi krisis lingkungan saat ini. Islam memandang
lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan
seseorang Muslim (manusia) terhadap Allah SWT. Perilaku
tersebut merupakan cerminan akhlak dan keimanan, sehingga
memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara
dengan kewajiban ibadah sosial yang lainnya.
6. Tahap perkembangan kognitif anak usia dini berdasarkan teori
Piaget adalah tahap sensorimotoris, tahap pra-operasional dan
tahap operasi konkret.
7. Etika lingkungan yang dapat diajarkan pada anak usia dini
berdasarkan karateristik perkembangan kognitif Piaget dari tahap
sensori motoris, pra operasional dan operasi konkrit adalah
ekologi dangkal dan ekologi dalam.
LATIHAN SOAL
KEGIATAN PEMBELAJARAN II

Jawablah berikut ini dengan tepat!


1. Jelaskan yang dimaksud dengan etika lingkungan!
2. Dalam menyikapi pendekatan terhadap lingkungan, uraikan
pendapatmu manakah yang lebih menguntungkan lingkungan,
ekologi lingkungan dangkal atau ekologi lingkungan dalam?
BAB IV
KEGIATAN PEMBELAJARAN III

A. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini


Perkembangan kognitif Anak Usia Dini (AUD) diarahkan pada
pengembangan auditory, visual, taktil, kinestik, aritmatika, geometri,
dan sains permulaan. Berikut ini adalah penjelasan bidang-bidang
perkembangan kognitif AUD.
1. Pengembangan Auditory Anak Usia Dini
Pengembangan auditory anak usia dini merupakan
pengembangan kemampuan anak usia dini dalam mendengar yang
melalui proses menerima kumpulan bunyi benda, kosa kata atau
kalimat yang memiliki makna dalam topik tertentu. Kemampuan
mendengar anak usia dini memiliki beberapa tingkatan, di antaranya
sebagai berikut:
a. Mendengar bunyi-bunyi kata tanpa membekas dalam pikiran
b. Mendengar setengah-setengah
c. Mendengar dengan mulai merangkai idea atau pengetahuan.
Kemampuan mendengar anak usia dini merupakan kemahiran
pokok dalam proses mempelajari suatu pengetahuan. Anak yang
mempunyai kemampuan mendengar dengan baik, maka anak akan
memahami maksud dan membuat penafsiran tentang sesuatu hal.
Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau indera pendengaran
anak. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mendengarkan
atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan
nyanyian atau syair dengan baik, mengikuti perintah lisan sederhana,
mendengarkan cerita dengan baik, mengungkapkan kembali cerita
sederhana, menebak lagu atau apresiasi musik, mengikuti ritmik
dengan bertepuk, mengetahui asal suara dan mengetahui nama benda
yang dibunyikan. Tujuan pengembangan auditory anak usia dini
adalah memperoleh informasi dan dapat berinteraksi dengan
lingkungan. 49
2. Pengembangan Visual Anak Usia Dini
Pengembangan visual anak usia dini adalah kemampuan yang
berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan
dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitarnya. Kemampuan
yang dikembangkan, antara lain, mengenali benda-benda sehari-hari,
membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang
lebih kompleks, mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau dari
warnanya, mengetahui adanya benda yang hilang apabila
ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal,
menjawab pertanyaan tentang sebuah gambar seri dan atau lainnya,
menyusun potongan teka-teki mulai dari yang sederhana sampai ke
yang lebih rumit, mengenali namanya sendiri bila tertulis dan
mengenali huruf dan angka.
3. Pengembangan Taktil Anak Usia Dini
Pengembangan taktil anak usia dini adalah kemampuan yang
berhubungan dengan indera peraba (Tekstur) anak usia dini.
Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: mengembangkan
kesadaran akan indera sentuhan, mengembangkan kesadaran akan
berbagai tekstur, mengembangkan kosa kata untuk menggambarkan
berbagai tekstur seperti tebal-tipis, halus-kasar, panas-dingin, dan
tekstur kontras lainnya, bermain di bak pasir, bermain air, bermain
dengan plastisin, menebak dengan meraba tubuh teman, meraba
dengan kertas amplas, meremas kertas koran dan meraup biji-bijian.
50

4. Pengembangan Kinestetik Anak Usia Dini


Pengembangan kinestetik anak usia dini adalah kemampuan
yang berhubungan dengan kelancaran gerak tangan atau
keterampilan atau motorik halus anak usia dini yang mempengaruhi
perkembangan kognitif. Tujuan dari pengembangan ini adalah
49
Khadijah, Op.Cit, 50
50
Ibid, 51-52.
mengkoordinasikan keseimbangan, kekuatan dan kelenturan otot-
otot tubuh. Cara lain yang dikembangkan untuk anak usia dini
adalah menjiplak huruf-huruf geometri, melukis dengan cat air,
menjahit dengan sederhana, merobek kertas koran, menciptakan
bentuk-bentuk dengan balok, membuat gambar sendiri dengan
berbagai media, menjiplak bentuk lingkaran, bujur sangkar, segitiga
atau empat persegi panjang, memegang dan menguasai sebatang
pensil, menyusun atau menggabungkan potongan gambar atau
tekateki dalam bentuk sederhana, mampu menggunakan gunting
dengan baik, dan mampu menulis, melukis dengan jari (Finger
Painting), melukis dengan cat air, mewarnai dengan sederhana,
menggunting, menjiplak, berlari, melompat dan lain-lain. 51
5. Pengembangan Aritmatika Anak Usia Dini
Pengembangan aritmatika anak usia dini ini diarahkan untuk
kemampuan matematika. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
orang tua sebelum mengajarkan matematika pada anak-anak,
terutama pada anak usia dini adalah:
a. Matematika itu bukanlah hanya sekedar berhitung angka-
angka
b. Matematika adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan
bukanlah sesuatu yang abstrak
c. Untuk membuat anak usia dini cinta matematika, orangtua
tidak boleh takut pada matematika
d. Belajar tidak harus dipisahkan dari bermain.
Kemampuan aritmatika berhubungan dengan kemampuan yang
diarahkan untuk kemampuan berhitung atau konsep berhitung
permulaan. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mengenali
atau membilang angka, menyebut urutan bilangan, menghitung
benda, mengenali himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi
nilai bilangan pada suatu himpunan benda, mengerjakan atau
menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan, dengan
menggunakan konsep dari kongkrit keabstrak, menghubungkan
konsep bilangan dengan lambing bilangan, dan menciptakan bentuk
benda sesuai dengan konsep bilangan. Dalam prakteknya, dapat
diterapkan dengan:
a. Menggunakan konsep waktu misalnya hari ini
51
Ibid, 52
b. Menyatakan waktu dengan jam
c. Mengurutkan lima sampai dengan sepuluh benda
berdasarkan urutan tinggi besar, dan
d. Mengenal penambahan dan pengurangan
6. Pengembangan Geometri Anak Usia Dini
Geometri berasal dari bahasa yunani yaitu “ge” yang berati
bumi dan “metrein” yang berarti mengukur. Pengembangan
geometri anak usia dini adalah kemampuan yang berhubungan
dengan konsep bentuk dan ukuran. Adapun kegiatan yang dilakukan
antara lain: 52
a. Mengukur benda dengan sederhana
b. Menggunakan bahasa ukuran seperti besar, kecil, panjang
pendek, tinggi, rendah
c. Mencipta bentuk geometri dan lain-lain
d. Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukurannya
e. Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukurannya
f. Membandingkan benda menurut ukurannya besar-kecil,
panjang-lebar, tinggi-rendah
g. Mengukur benda secara sederhana
h. Mengerti dan menggunakan bahasa ukuran, seperti besar-
kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan sebagainya
i. Menyebut benda-benda yang ada di kelas sesuai dengan
bentuk geometri
j. Mencontoh bentuk-bentuk geometri
k. Menyebut, menunjukkan, dan mengelompokkan lingkaran,
segitiga, dan segiempat
l. Menyusun menara dari delapan kubus
m. Mengenal ukuran panjang, berat, dan isi
n. Meniru pola dengan empat kubus.
7. Pengembangan Sains Permulaan Anak Usia Dini
Pengembangan sains permulaan anak usia dini adalah
kemampuan yang berhubungan dengan berbagai percobaan atau
demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara scientific atau Logis.
Hakikat pengembangan sains di TK adalah kegiatan belajar sambil
bermain yang menyenangkan dan menarik melalui pengamatan,
penyelidikan dan percobaan untuk mencari tahu atau menemukan
52
Ibid, 53.
jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia sekitar.
Pengembangan sains di TK secara umum bertujuan agar anak
mampu secara aktif mencari informasi mengenai apa yang ada di
sekelilingnya; Sedangkan secara khusus permainan sains di TK
bertujuan agar anak memiliki kemampuan mengamati berbagai
perubahan yang terjadi, melakukan percobaan sederhana, melakukan
kegiatan mengklasifikasi, membandingkan, memperkirakan dan
mengkomunikasikannya serta membangun kreatifitas dan inovasi
pada diri anak. Proses penemuan ilmiah dapat terjadi dimana saja
dan kapan saja. Kegiatan sains dapat dilakukan oleh anak dan guru
di Laboratorium atau Pusat Sains, tetapi juga dapat dilakukan di luar
kelas dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Cara mengajarkan
sains pemulaan dengan mengajak anak ke kebun atau ke taman.
Banyak hal yang dapat diamati anak di alam sekitarnya. Adapun
kemampuan yang akan dikembangkan, antara lain:
1) Mengeksplorasi berbagai benda yang ada di sekitar
2) Mengadakan berbagai percobaan sederhana
3) Mengkomunikasikan apa yang telah diamati dan diteliti. 53
B. Problematika Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Urgensi pendidikan dimulai dari usia dini, pendidikan anak usia
dini memiliki peran yang sangat menentukan. Namun, sayangnya,
tingkat kecerdasan masyarakat terhadap layanan pendidikan bagi anak
usia dini masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan antara lain
kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya
pendidikan anak usia dini. Sehingga banyak orang tua yang kurang
peduli terhadap perkembangan anak, ini menyebabkan terjadinya
problematika perkembangan anak seperti perkembangan kecerdasan
emosi anak.54
Salah satu problematika yang terjadi dalam perkembangan anak
usia dini adalah kemampuan berpikir simbolik anak usia dini yang
rendah. Kemampuan berpikir simbolik merupakan bagian dari
perkembangan kognitif. Fungsi simbolik adalah tahap pertama
pemikiran pra-operasional pada anak usia dini. Pada tahap ini, anak-

53
Ibid, h. 54.
54
Nur Khodijah Nasution, ‘Problematika dan Solusi Dalam Perkembangan
Anak Usia Dini (AUD) Di TK Aisyiyah Busatanul Athfal Sapen Yogyakarta’, Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1.1 (2020), 7-34
anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara
mental untuk objek yang tidak ada. Tahap simbolik termasuk ke
dalam tahap belajar mengenal konsep. Konsep dipelajari agar anak
mengenal suatu objek namun tidak bergantung pada objek nyata. 55
Pada kemampuan berpikir simbolik anak dikenalkan mengenai
angka-angka, huruf maupun gambar. Tanda-tanda anak yang
mempunyai kesiapan dalam berpikir simbolik yaitu anak mampu
mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental
untuk objek yang tidak ada. Tahap simbolik termasuk kedalam tahap
belajar mengenal konsep. Pada tahap simbolik, anak memanipulasi
simbol atau lambang objek-objek tertentu dan anak mampu
menggunakan notasi tanpa tergantung pada objek nyata. 56
Namun pada kenyataannya, kemampuan berpikir simbolik anak
usia dini masih belum tercapai secara optimal. Hal ini dapat terlihat
dari mayoritas anak-anak yang belum mampu menyebutkan lambang
bilangan dari 1- 10 secara berurutan, serta anak-anak pun masih belum
mampu menggunakan lambang bilangan dalam kegiatan berhitung.
Hasil penelitian oleh Hindun tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan kemampuan simbolik anak usia
dini rendah yaitu guru yang kurang memahami kondisi anak. Guru
menuntut anak untuk selalu dapat melakukan apa yang diperintahkan
namun ketika penjelasan materi ataupun contoh guru masih kurang
menguasai dalam kegiatan pembelajaran. Faktor lain yaitu kurangnya
media yang mendukung khususnya aspek perkembangan kognitif pada
lingkup perkembangan berpikir simbolik. Fasilitas yang kurang
mendukung tersebut memberikan dampak negatif pada mayoritas anak
sehingga anak masih bingung dan belum paham sama sekali terkait
dengan angka- angka, huruf dan terdapat beberapa anak yang
kesulitan dalam menulis namanya sendiri.57
Berikutnya yaitu faktor orang tua. Kurangnya kerjasama antara
orangtua dan pihak sekolah yang diakibatkan karena orangtua kurang
55
Hasni Nursyamsiah, et.al, ‘Kemampuan Berpikir Simbolik Anak Usia Dini
Pada Usia 5-6 tahun’, Jurnal Ceria, 2.6 (2019), 286-295
56
Rista Dwi Permata dan Risma Nugrahani, ‘Implementasi Kemampuan
Berpikir Simbolik Melalui Media Flannel Board Pada Anak Usia 5-6 tahun’, in
Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi Terapan 2020, 2020, 2-6.
57
Hindun Nur Aisyah, ‘Identifikasi Kemampuan Berpikir Simbolik Anak
Usia 5-6 tahun’, Jurnal Pendidikan Anak, 10.1 (2021), 42-49.
perhatian kepada anak untuk menanyakan perkembangan anaknya di
sekolahan serta kurang menstimulasi ketika anak sudah berada di
rumah. Selain itu kurangnya kreativitas guru-guru untuk menarik
perhatian anak agar mudah memahami mengenal lambang bilangan
dan lambang huruf.
Kemampuan simbolik yang rendah menyebabkan anak menjadi
kurang mengenal dan memahami simbol angka dan huruf. Selain itu
anak jadi kesulitan untuk menyebutkan dan menuliskan angka 1
seperti benda apa angka dua bentuknya seperti apa dan lain
sebagainya.58 Padahal menurut Menurut Papalia, Feldman, dan
Martorell mengungkapkan bahwa simbol dapat membantu anak untuk
mengingat dan berpikir tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik.
Kemampuan simbolis dengan menggunakan simbol-simbol (kata-
kata, angka, maupun gambar) adalah bentuk komunikasi manusia
yang dilakukan secara verbal. Pemahaman anak terhadap angkat
terlihat pada saat anak berusia 5 tahun, dimana kebanyakan anak
sudah dapat berhitung dari angka 1- 20 atau relative angka 1-10. 59
Kemampuan berpikir simbolik anak perlu distimulasi dengan
permainan dan media yang efektif dan menyenangkan. Memanfaatkan
media bahan alam selama pembelajaran daring mampu meningkatkan
kemampuan berpikir simbolik anak usia 5-6 tahun. Indikator yang
berkembang adalah anak mampu berhitung, mencocokan bilangan
dengan lambang bilangan, dan anak mengenal berbagai huruf vokal
dan konsonan.60 Kemampuan berfikir simbolik akan berkembang
dengan optimal dengan bantuan stimulasi yang dilakukan oleh
pendidik di ruang-ruang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Stimulasi perlu dilakukan dengan melihat anak sebagai makhluk yang
unik dengan potensi yang sudah dibawa sejah lahir. Kegiatan stimulasi

58
Eka Kusuma Wardani dan Dadan Suryana, ‘Permainan Edukatif Setatak
Angka dalam Menstimulasi Kemampuan Berikir Simbolik Anak Usia Dini’, Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6.3 (2022), 1790-1798.
59
Ani Bodedarsyah dan Rita Yulianti, ‘Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Simbolik Pada Anak Usia Dini Kelompok A (Usia 4-5 Tahun) Dengan Media
Pembelajaran Lesung Angka’, Jurnal Ceria 2.6 (2019), 354-359.
60
Idoh Kurniawati dan Ifat Fatimah Zahro, ‘Mengembangkan Kemampuan
Berpikir Simbolik Anak Melalui Media Bahan Alam dalam Pembelajaran Daring’,
Jurnal Ceria 6.1 (2022), 40-50.
yang tepat adalah melalui bermain dengan memanfaatkan beragam
metode, strategi dan media nyata yang menarik perhatian anak. 61

RANGKUMAN

1. Perkembangan kognitif Anak Usia Dini (AUD) diarahkan


pada pengembangan auditory, visual, taktil, kinestik,
aritmatika, geometri, dan sains permulaan
2. Pengembangan auditory anak usia dini merupakan
pengembangan kemampuan anak usia dini dalam mendengar
yang melalui proses menerima kumpulan bunyi benda, kosa
kata atau kalimat yang memiliki makna dalam topik tertentu.
3. Pengembangan visual anak usia dini adalah kemampuan yang
berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian,
tanggapan dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitarnya.
4. Pengembangan taktil anak usia dini adalah kemampuan yang
berhubungan dengan indera peraba (Tekstur) anak usia dini.
5. Pengembangan kinestetik anak usia dini adalah kemampuan
yang berhubungan dengan kelancaran gerak tangan atau
keterampilan atau motorik halus anak usia dini yang
mempengaruhi perkembangan kognitif.
6. Pengembangan aritmatika anak usia dini ini diarahkan untuk
kemampuan matematika.
7. Pengembangan geometri anak usia dini adalah kemampuan
yang berhubungan dengan konsep bentuk dan ukuran.
8. Pengembangan sains permulaan anak usia dini adalah
kemampuan yang berhubungan dengan berbagai percobaan
atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara scientific
atau Logis.

61
Budi Iskandar dan Vita Siti Zuleha, ‘Praktik Bermain Dalam Menstimulasi
Kemampuan Berpikir Simbolik Anak Usia Dini’, VOX EDUKASI: Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan, 13.1 (2022), 30-36.
LATIHAN SOAL
KEGIATAN PEMBELAJARAN III

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat!


Penyakit mental hectic diartikan sebagai kondisi seseorang, baik
anak atau pun orang dewasa, yang mengalami kekacauan mental.
Namun, Anda tidak akan menemukan definisi pasti dari penyakit
mental hectic karena istilah ini merupakan istilah buatan dalam
psikologi. penyakit mental hectic diartikan sebagai
kondisi kejiwaan yang tidak tenang, bingung, sibuk karena merasa
dikejar-kejar tugas. Kondisi ini layaknya ketidakseimbangan
seseorang dalam merasa (feel), melihat (perceive), mendengar (hear),
berpikir (think), dan bertindak (act), sehingga mengakibatkan orang
tersebut mengalami “kebingungan”, dan pada akhirnya dapat
mengarahkan dirinya pada stres, depresi, merasa terintimidasi, atau
pun merasa terancam. Munculnya penyakit mental hectic disebabkan
oleh faktor seperti calistung.
Uraikan pendapatmu tentang bagaimana hubungan mental hectic
dengan calistung pada anak usia dini?
BAB V
KEGIATAN PEMBELAJARAN IV

A. Pembelajaran Etika Lingkungan Kepada Anak Usia Dini


Berdasarkan Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Menyikapi paradigma abad 21 yang sangat kompleks dalam
ranah pendidikan dan aspek sumberdaya manusianya, maka
diperlukan pembelajaran etika. Pembelajaran etika tidak hanya
pembelajaran materi moral dan etika, namun tentang bagaimana
pembelajaran materi apapun yang diberikan kepada peserta didik
termuati aspek etika yang mampu membentuk sikap yang didasari
oleh moral, etika, dan akhlak yang baik. Singkatnya, setiap guru
mengajar materi yang disajikan harus bermuatan etika, sehingga
materi yang terserap peserta didik tidak hanya dalam konsep keilmuan
tetapi menuntut perlunya keterlibatan etika dalam
mengimplementasikan konsep-konsep dalam materi yang
dipelajarinya. 62

Persoalan lingkungan yang begitu kompleks perlu adanya


muatan etika dalam pembelajarannya. Problematika pencemaran
lingkungan, kerusakan keanekaragaman hayati, dan lainnya
merupakan contoh materi lingkungan yang sangat tepat dijadikan
pembelajaran etika lingkungan yang dikenal dengan bioetika
lingkungan (Environmental Bioethics). Pembelajaran etika yang
diintegrasikan dalam materi pembelajaran berdampak pada perilaku
peserta didik baik berupa pengetahuan yang lebih baik tentang ilmu
lingkungan maupun tindakan yang lebih berpihak pada lingkungan.
Pentingnya pembelajaran etika diberikan akan membentuk
kompetensi peserta didik mampu mengambil keputusan etis, sebab
keputusan etis merupakan keputusan yang dihasilkan dari pemikiran
62
Atok Miftachul Hudha, Husanah, Abdulkadir Rahrdjanto, Op.Cit., 121.
terhadap problematika yang berkaitan dengan etika kehidupan baik
yang diperoleh melalui pembelajaran maupun di luar pembelajaran
yang didasarkan pada nilai-nilai. 63
Pembelajaran etika lingkungan perlu dilakukan pada anak usia
dini (AUD). Pembelajarannya juga harus disesuaikan dengan
perkembangan kognitifnya. Pembelajaran etika lingkungan dapat
diterapkan dengan memanfaatkan metode pembelajaran. Metode
pembelajaran untuk AUD adalah metode pembelajaran yang
menyenangkan, belajar sambil bermain. Bermain pada anak
merupakan salah satu sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain
yang menyenangkan anak berusaha untuk menyelidiki dan
mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya
sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya. 64
Berikut ini adalah contoh metode pembelajaran yang dapat
digunakan dalam membelajarkan etika lingkungan kepada AUD.
1. Pembelajaran Etika Lingkungan Melalui Metode
pembelajaran Role Playing
Metode pembelajaran role playing diartikan sebagai cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan yang dimiliki oleh setiap anak. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan anak dengan memerankan
sebuah tokoh hidup atau benda mati. Role playing juga disebut
bermain peran. Bermain peran adalah salah satu bentuk
pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan
peran-peran tertentu. 65
a. Tujuan Penggunaan Metode Pembelajaran Role Playing
Metode bermain peran mempunyai tujuan yang hendak
dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Bermain peran
mempunyai tujuan untuk membantu siswamenemukan makna
diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan

63
Ibid, 122.
64
Ariesma Setyarum, et.al, ‘Pelatihan Metode Role Playing dalam
Pengembangan Karakter Sopan Santun pada Anak Usia Dini bagi Guru PAUD Pos
Melati Kuripan Lor’ Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia (JAMSI), 2.3 (2022), 863-
870.
65
Paulus Taek, et.al, ‘Pengembangan Model Pendidikan Karakter Peduli
Sosial Melalui Metode Bermain Peran di TK Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung’, Jurnal Caksana-Pendidikan Anak Usia Dini, 1.2 (2018), 139-159.
bantuan kelompok. Hal ini mempunyai arti bahwa melalui
kegiatan bermain peran siswa dapat belajar menggunakan
konsep peran, menyadari perannya, serta melatih perilaku sesuai
peranan individu yang berbeda-beda. Proses bermain peran
dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang
berguna bagi siswa untuk:
(1) Menggali perasaannya
(2) Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang
berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya
(3) Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam
memecahkan masalah
(4) Mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara.
Metode bermain peran memiliki tujuan agar siswa
memiliki kemampuan atau keterampilan tertentu.
(5) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai
perasaan orang lain
(6) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab
(7) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam
situasi kelompok spontan
(8) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan
masalah. 66
b. Langkah Metode pembelajaran Role Playing
Metode pembelajaran role playing dalam membelajarkan etika
lingkungan dapat dilakukan dengan cara mensimulasikan dilema
etis, dengan beberapa anak bertindak sebagai aktivis lingkungan,
sementara yang lain berperan sebagai perusak lingkungan atau
“orang yang rakus terhadap sumber daya alam”. 67 Melalui
bermain anak dapat berpura-pura menjadi seperti yang
diinginkan atau dicita-citakan, melalui bermain pengenalan
dan menanaman kepribadian yang menjadi bibit awal
pembentukan karakter dapat dilakukan. Saat bermain anak
tidak akan merasakan paksaan dalam menentukan suatu sikap

66
Paulus Taek, et.al, ‘Pengembangan Karakter Siswa Melalui Metode
Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)’, Gatranusantara, 19.2 (2021), 286-296.
67
Atok Miftachul Hudha, Husanah, Abdulkadir Rahrdjanto, Op.Cit., 117.
yang mungkin akan menjadi watak dari kepribadaiannya
dimasa depan. 68
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan metode
pembelajaran role playing dalam membelajarkan etika
lingkungan.
(1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik.
Guru memberikan memberikan rangsangan kepada
peserta didik terkait persoalan lingkungan, seperti
kerusakan hutan dan atau pencemaran lingkungan sekitar.
(2) Memilih peran
Guru membuat peran-peran yang sesuai dengan tema
yang dibahas. Kemudian memasukkannya ke dalam
kotak. Selanjutnya peserta didik memilih peran secara
acak agar tidak menimbulkan kecemburuan pada peserta
didik.
(3) Menyusun tahap-tahap peran
Setelah masing-masing peserta didik mendapatkan
perannya. Guru menjelaskan dan mengarahkan peserta
didik terkait tugas yang harus dilakukan dari peran yang
didapat.
(4) Menyiapkan pengamat
Tugas pengamat ini adalah mengamati jalannya proses
pemeranan tokoh masing-masing peserta didik. Pengamat
boleh dari guru atau peserta didik dengan bantuan guru.
(5) Pemeranan
Setelah peserta didik memahami perannya masing-
masing, guru kemudian mengatur peserta didik
memainkan perannya.
(6) Diskusi dan evaluasi
Pada tahap ini guru, pengamat dan peserta didik
berdiskusi mengenai pemeranan tahap 1 yang dilakukan.
Diskusi mengenai kendala dan permasalahan dari peran
peserta didik. Kemudian mencari solusi agar peran
peserta didik tetap dapat berjalan dengan baik.
(7) Pemeranan ulang

68
Paulus Taek, et.al, Op.Cit’, Gatranusantara, 19.2 (2021), 286-296.
Peserta didik memerankan kembali perannya sesuai hasil
diskusi dengan guru pembimbing dan pengamat.
(8) Diskusi dan evaluasi tahap 2
(9) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Pada tahap ini guru membimbing peserta didik untuk
membagikan pengalamannya setelah memainkan peran
dan Menceritakan sebab dan akibat dari perannya.
Kemudian dengan bantuan guru, peserta didik
memberikan kesimpulan dari hasil bermain peran pada
tema yang dibahas
(10) Refleksi69
Pada tahap ini guru mengulas kembali tentang tema
kerusakan hutan dan atau pencemaran lingkungan dengan
memperhatikan hasil dari bermain peran. Guru
menambahkan pentingnya menjaga dan merawat
lingkungan agar dapat terjadi keseimbangan lingkungan.
2. Metode Pembelajaran Field Trip/Karyawisata
a. Pengertian
Field trip atau juga dikenal dengan karyawisata adalah
salah satu dari metode pembelajaran yang pelaksanaannya
dengan cara menelaah dunia sesuai dengan realita secara
langsung. Pengamatan itu didapati melalui kelima panca
indera, yaitu penglihatan, pengecapan, pendengaran, perabaan
dan pembauan. Selain itu, karyawisata atau yang dikenal
dengan studi wisata adalah sebuah metode pembelajaran
dimana siswa yang berada dalam bimbingan gurunya
mendatangi tempat tertentu dengan tujuan untuk mempelajari
objek tertentu yang dijadikan sumber belajar pada tempat
tersebut.70
Metode field trip merupakan kegiatan belajar yang
bermakna, sangat menarik dan disukai oleh anak-anak. Winarno
mengatakan bahwa metode karyawisata atau field trip adalah
metode belajar dan mengajar di mana siswa dengan bimbingan

69
Ibid, h. 286-296.
70
Primanita Sholihal Rosmana, Sofyan Iskandar, Mila Oksanti, ‘Efektivitas
Penggunaan Metode Karyawisata Dalam Proses Pembelajaran Kurikulum 2013’, As-
Sabiqun: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini ,4.1 (2022), 199-212.
guru diajak untuk mengunjungi tempat tertentu dengan maksud
untuk belajar. Berbeda halnya dengan tamasya di mana seseorang
pergi untuk mencari hiburan semata, field trip sebagai metode
belajar mengajar lebih terikat oleh tujuan dan tugas belajar.
Sedangkan menurut Syaiful Sagala metode field trip ialah pesiar
(ekskursi) yang dilakukan oleh para peserta didikuntuk
melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan
bagianintegral dari kurikulum sekolah.71 Kegiatan field trip
membantu pendidik dalam proses penyampaian materi ke anak-
anak, dapat menambah pengetahuan dalam kegiatan mengamati,
mencari, dan menemukan ilmu dan pembelajaran baru bagi anak-
anak. Hal ini sangat penting untuk anak usia dini, karena disitulah
mereka dapat belajar hal baru yang banyak didapatkan dari field
trip itu sendiri.72
b. Tujuan dan Manfaat
Pembelajaran dengan metode field trip ini bertujuan:
1) Dengan melaksanakan field trip diharapkan anak
dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek
yang dilihatnya
2) Dapat memuaskan rasa ingin tahu anak dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk bertanya
langsung pada seseorang yang ditemuinya saat field
trip
3) Juga meraka bisa melihat, mendengar, meneliti dan
mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya dapat
mengambil keputusan, dan sekaligus dalam waktu
yang sama ia dapat mempelajari banyak hal
4) Mengasah kepekaan rasa dan jiwa sosial pada diri
anak atas berbagai hal yang ditemui saat field trip
Pembelajaran dengan metode field trip mempunyai
manfaat untuk anak usia dini antara lain:

71
Patmi Yati, ‘Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode
Pembelajaran Field Trip’, Lentera, XVIII.1 (2016), 123-139.
72
Ditha Prasanti, Kismiyati El Karimah, ‘Proses Komunikasi dalam Field Trip
Sebagai Metode Pembelajaran bagi Anak PAUD di Bandung’, Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 6.1 (2022), 328-340
1) Dapat membantu anak mengembangkan berbagai
potensi perkembangan yang dipergunakan untuk
beradaptasi secara kraetif dengan lingkungannya
2) Membantu menumbuhkan autoactivity (aktivitas yang
tumbuh dalam diri) anak, sehingga dimungkinkan
terjadinya proses active learning (belajar secara aktif).
Anak akan terlibat secara aktif dalam belajar melalui
proses mengamati, mencari, menemukan, dan
mengkomunikasikannya.
3) Memberi pengalaman belajar secara langsung atau
pembelajaran secara nyata.
4) Memberikan suasana atau kesempatan pada anak
untuk mengembangkan kepekaan, kepedulian atau
sensivitas terhadap berbagai kondisi lingkungan alam.
5) Membantu anak memperoleh proses dan hasil belajar
yang bermakna serta pembelajaran yang fungsional
praktis
c. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Field Trip
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam
menerapkan metode field trip pada pembelajaran adalah
sebagai berikut.
1) Kegiatan persiapan: Dalam kegiatan persiapan halhal
yang perlu diperhatikan adalah menyiapkan
merumuskan tujuan pembelajaran, menyiapkan materi
pelajaran yang sesuai kurikulum, melakukan studi
awal ke lokasi sasaran, dan menyiapkan skenario
pelaksanaan field trip
2) Kegiatan pelaksanaan: meliputi kegiatan pembukaan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
(a) Pembukaan: dilakukan di sekolah sebelum
berangkat ke lokasi atau dapat dilakukan di
lokasi sebelum memulai kegiatan. Kegiatan
pembukaan ini meliputi mengingatkan
kembali pelajaran yang pernah diberikan
melalui pertayaan-pertayaan, memotivasi
anak dengan membuat kaitan materi pelajaran
yang akan dipelajari dengan peristiwa-
peristiwa yang terjadi di masyarakat
mengemukakan tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari dan kegiatankegiatan yang
harus dilakukan untuk mencapai pelajaran
tersebut selama karya wisata dan
mengemukakan tata tertib selama kegiatan
berlangsung
(b) Inti: kegiatan yang dilakukan oleh anak saat
berada di tempat yang dikunjungi. Kegiatan
ini meliputi; melakukan observasi terhadap
objek sasaran belajar, mewawancarai nara
sumber, dan mencatat informasi yang
disampaikan secara lisan oleh nara sumber,
mengumpulkan benda atau objek yang
menjadi bahan pengamatan
(c) Penutup: kegiatan ini mengakhiri field trip
yang bisa dilakukan ketika masih berada di
lokasi atau setelah kembali ke sekolah.
Kegiatan ini meliputi; anak disuruh untuk
merangkum kegiatan tadi, menanyakan hasil
kegiatan tadi, dan mengumpulkan hasil
pekerjaan anak selama kegiatan.
d. Kelebihan Metode Pembelajaran Field Trip
Metode field trip mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
1) Anak didik dapat mengamati kanyataan-kenyataan
yang beraneka ragamdari dekat.
2) Anak didik dapat menghayati pengalaman-
pengalaman baru denganmencoba turut serta di dalam
suatu kegiatan.
3) Anak didik dapat menjawab masalah-masalah atau
pernyataan-pernyataandengan melihat, mendengar,
mencoba, dan membuktikansecara langsung.
4) Anak didik dapat memperoleh informasi dengan jalan
mengadakanwawancara atau mendengar ceramah
yang diberikan selama kegiatanpembelajaran
berlangsung.
5) Anak didik dapat mempelajari sesuatu secara intensif
dan komprehensif.
6) Siswa memperoleh pengalaman belajar yang tidak
didapatkan disekolah, sehingga kesempatan tersebut
dapat mengembangkan bakatkhusus atau
keterampilan siswa.
7) Siswa dapat melihat berbagai kegiatan di lingkungan
luar sehingga dapat memperdalam dan memperluas
pengalaman siswa.
8) Dengan obyek yang ditinjau langsung, siswa dapat
memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan
pengalaman yang terintegrasi dan tidak terpisah-pisah
dan terpadu.73
3. Kegiatan Berkebun
a. Pengertian
Kegiatan berkebun merupakan kegiatan yang
menyenangkan, dengan berkebun secara tidak langsung
diajarkan mengenai ilmu tentang siklus hidup tanaman serta
mendapat pengalaman tentang keajaiban hidup benih.
Kegiatan berkebun adalah kegiatan menanam tumbuhan yang
sekaligus dapat secara langsung memperoleh pengetahuan
tentang kehidupan tumbuhan dan keterampilan psikomotorik
dalam menanam tumbuhan. Tanggung jawab dalam merawat
tumbuhan, menyiram setiap hari serta mengamati
perkembangan tanaman juga merupakan kegiatan berkebun
b. Manfaat Kegiatan Berkebun
Kegiatan berkebun memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengeksplorasi dan mengamati ligkungan sekitar serta
diberi kebebasan untuk mengembangkan imajinasi dan
dijadikan sarana untuk belajar sambil bermain. Adapun
manfaat berkebun antara lain yaitu:
1) Berkebun memiliki manfaat yang sangat nyata
bagi perkembangan fisik, yang pada gilirannya
akan mempengaruhi perkembangan kreatif anak

73
Patmi Yati, , Lentera, XVIII.1 (2016), 123-139
2) Saat berkebun anak-anak akan memiliki banyak
ruang untuk bergerak dan melatih tubuh mereka
dengan gerakan-gerakan skala besar
3) Menumbuhkan kecintaan anak terhadap alam
dengan mengenal tanaman dan hewan di sekitar
rumah
4) Dapat meningkatkan kecerdasan naturalistik anak
5) Melatih kesabaran
6) Memupuk tanggung jawab
7) Membangun emosi dan empati
8) Memberikan kesempatan kepada anak untuk
bereksplorasi dan mengamati lingkungan
sekitar.74
c. Langkah-Langkah Kegiatan Berkebun
Sebelum melakukan kegiatan berkebun guru
mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk
kegiatan menanam, dan pelaksanaan bercocok tanam di
bombing oleh guru. Untuk mulai melaksanakan kegiatan guru
mempersiapkan pot berdiameter 15 cm, pastikan bawah pot
memiliki lubang peresapan, guru membagikan pot tersebut
kepada setiap anak, lalu anak memasukkan tanah gembur
sebagai media tanam ke dalam pot yang sudah diberikan oleh
guru, lalu anak diberikan satu biji untuk ditanam, setelah
selesai ajak anak untuk menyiram tanaman biji-biji tersebut
untuk merawatnya.
4. Metode CCBA
a. Pengertian
Metode CCBA merupakan metode cerita, metode
keteladanan/contoh, metode pembiasaan dan apresiasi atau
penghargaan. Berikut definisi empat metode pembelajaran
tersebut.
1) Metode cerita adalah metode berkomunikasi universal
yang sangat mempengaruhi jiwa manusia, suatu

74
Dyah Ayu Savitri, Rufiani Nadzirah, Noer Novijanto, ‘Pengenalan
Bertanam Lidah Buaya Untuk Anak-Anak Di Jember’, SELAPARANG: Jurnal
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 6.1 (2022), 219-223
proses kreatif bagi guru untuk menyampaikan pesan
moral yang dapat ditiru dan ditinggalkan
2) Metode contoh adalah merupakan alat pendidikan
yang efektif, merupakan integral dari seorang guru
yang pada umumnya guru menjadi model kebaikan
dan perilaku lainnya yang akan diikuti oleh anak-
anak. Contoh/teladaan sesungguhnya memiliki makna
sebagai sesuatu dari proses mengajar, hubungan dan
interaksi selama proses pendidikan pada hari ini atau
masa depan anak didik menjadi contoh yang selalu
digugu dan ditiru.
3) Metode pembiasaan/biasakan adalah proses
pembelajaran yang berulang-ulang yang dilakukan
secara berkesinambungan sehingga sikap atau
perilaku dapat melekat dan menetap secara otomatis
tanpa disuruh dan ditekan.
4) Metode apresiasi adalah penilaian baik dalam bentuk
penghargaan sebagai tanda guru menghargai setiap
aktiivtas positif anak, membuat anak mengetahui
bahwa perbuatannya membuat orang lain senang.
b. Prinsip dasar metode CCBA
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan metode CCBA adalah sebagai berikut.
1) Pendidik mampu membuat perencanaan yang
berorientasi pada kebutuhan anak. Dengan demikian
setiap proses dalam membangun nilai-nilai karakter
anak harus selalu mengacu pada tujuan pemenuhan
kebutuhan anak secara individu
2) Pendidik mampu membuat dan menyampaikan cerita
untuk membangun nilai-nilai karakter yang
menyenangkan
3) Proses membangun nilai-nilai karakter dirancang
secara cermat dan fokus pada nilai apa yang ingin
dibangun dengan tuntas dan berkelanjutan
4) Pendidik/guru mampu menjadi contoh yang baik
secara konsisten
5) Pendiidk mampu membangun nilai-nilai karakter
secara bertahap dan berulang-ulang
c. Langkah-Langkah Metode CCBA
Adapun langkah-langkah metode CCBA adalah sebagai
berikut.
1) Guru dan semua anak duduk melingkar
2) Guru dan semua anak membuat aturan yang dibuat
dan disepakati bersama
3) Guru bercerita tentang cerita yang mengandung pesan
moral
4) Guru memberi contoh nyata duduk yang tertib,
bercerita dan berbicara yang santun dan menggunakan
suara secukupnya
5) Guru merespon dengan baik terhadap anak yang
terlibat aktif dalam bercerita dan juga terhadap anak
yang belum tertarik dengan cerita
6) Guru menghentikan cerita apabila ada anak yang
belum merespon dan cenderung mengganggu
7) Guru melanjutkan bercerita kembali apabila semua
anak sudah siap kembali mendengarkan cerita
8) Guru memberikan contoh nyata dengan sikap dan
perilaku yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang
ingin dibangun
9) Guru memberi kesempatan kepada setiap anak untuk
menanggapi dan memberi komentar terhadap isi cerita
10)Menyimpulkan bersama isi cerita, mana yang baik
dan buruk mana yang boleh ditiru dan tidak
11)Guru memberikan penghargaan dalam bentuk verbal
dan non verbal kepada setiap anak yang sudah terlibat
aktif dalam kegiatan bercerita dan menunjukkan sikap
positif75
5. Metode Bernyanyi
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bernyanyi
adalah mengeluarkan suara bernada atau berlagu. Adapun
75
Eneng Garnika, Membangun Karakter Anak Usia Dini (Menggunakan
metode CCBA), (Tasikmalaya:Edu Publisher, 2020), h.10-20
berlagu yang diistilahkan juga dengan lagu adalah komponen
musik pendek yang terdiri atas perpaduan lirik dan nada.
Dalam lirik terdapat susunan kata-kata yang mengandung arti
atau makna tertentu. Makna yang terdapat dalam sebuah lagu
berbeda-beda sesuai tujuan dibuatnya lagu tersebut.
Selanjutnya makna yang ada dapat digunakan untuk
melakukan sugesti, persuasi dan memberikan nasehat.
Kemampuan mempengaruhi sebuah lirik lagu terjadi karena
pengarang lagu menyampaikan ide dan gagasan melalui kata
ataupun kalimat yang menimbulkan sikap dan perasaan
tertentu.
Lagu merupakan salah satu media yang menyenangkan
bagi anak-anak untuk mengenal lingkungan sekitarnya.
Melalui lagu, anak-anak dapat mengenal sesuatu atau
mempelajari banyak hal. Lagu anak identik dikenalkan pada
saat anak usia dini, baik melalui pendidikan formal maupun
non formal. Lagu anak tidak hanya dikenalkan sebagai
hiburan, akan tetapi juga memanfaatkannya untuk mengambil
pesan dan makna positif tentang kehidupan khususnya tentang
nilai karakter.
b. Manfaat Metode Bernyanyi
Adapun manfaat dari metode bernyanyi adalah sebagai
berikut.
1) Melatih kepekaan rasa dan emosi
2) Meningkatkan kepekaan terhadap isi dan pesan
dalam lagu
3) Melatih mental untuk mencintai keselarasan,
keharmonisan, keindahan, dan kebiasaan
4) Meningkatkan kemampuan mendengar pesan dan
menyelaraskan gerak dengan lagu yang didengar
menggunakan mendengar dengan mengamati
sifat dan waktu lagu
5) Melatih motorik kasar
6) Membentuk rasa percaya diri anak
7) Menemukan bakat anak
8) Melatih kognitif dan perkembangan bahasa anak
c. Langkah Pembelajaran Metode Bernyanyi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam langkah-
langkah melakukan metode bernyanyi adalah sebagai berikut.
1) Guru mengetahui dengan jelas isi pokok materi
yang akan diajarkan
2) Merumuskan dengan benar informasi materi baru
apa saja yang harus dikuasai peserta didik
3) Memilih nada lagu yang familiar dikalangan
peserta didik
4) Menyusun informasi yang kita inginkan untuk
dikuasai oleh peserta didik dalam bentuk lirik
lagu yang disesuaikan dengan nada lagu yang
dipilih
5) Guru harus mempraktikkan terlebih dahulu
menyanyikannya
6) Mendemonstrasikan bersama-sama secara
berulang-ulang
7) Usahakan diiringi dengan gerak tubuh yang
sesuai
8) Mengajukan pertanyaan seputar materi tersebut 76
B. Upaya Penanaman Etika Lingkungan Menurut Pandangan
Agama Islam
Islam memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan
dari keimanan seseorang Muslim (manusia) terhadap Allah SWT.
Perilaku tersebut merupakan cerminan akhlak dan keimanan, sehingga
memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara dengan
kewajiban ibadah sosial yang lainnya. Kita semua tentu meyakini
kebenaran cara pandang Islam yang tidak mempertentangkan agama
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu tidak bersifat sekuler,
bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Menurut
pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya,
melainkan integral. Manusia adalah pengemban amanat Allah SWT
untuk menjaga dan memelihara alam demi kepentingan
kemanusiaan.77

76
Muhammad Fadillah, Desain Pembelajaran PAUD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012)
77
Atok Miftahul Huda, Op.Cit., h. 87
Upaya-upaya penyelematan lingkungan tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk menjaga keselarasan dan keserasian lingkungan
sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah: 164
       
        
          
       
       
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Al-Baqarah: 164)
Ayat di atas menggambarkan bahwa keserasian lingkungan
sebagai wujud dari keesaan dan kebesaran Allah SWT dengan
menggantikan siang dengan malam menurunkan hujan untuk
mengidupkan bumi namun mengisinya dengan berbagai mahluk yang
diperuntukkan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itulah
pelestarian lingkungan harus terus dilakukan agar keseimbangan alam
tetap terjaga.
Tentang tugas melestarikan lingkungan hidup yang merupakan
manifestasi dari iman seorang muslim terdapat pada Q.S Al-A’raf: 85.
         
          
      
          
  
Artinya: “dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara
mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-
kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-
orang yang beriman". (Q.S. Al-A’raf: 85)
Selain itu juga terdapat pada Q.S Al-An’am: 16578.
        
         
   
Artinya: “dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S.
Al-An’am: 165)

Kedua ayat Al-Quran tersebut menjelaskan bahwa manusia


diciptakan Allah SWT sebagai khalifah dan penguasa di bumi yang
mempunyai tugas untuk menjaga lingkungan dan tidak membuat
kerusakan di muka bumi. Mengacu pad ayat Al-Quran tersebut sudah
menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim menjaga dan
melestarikan lingkungan serta mengajarkan kepada anak-anak kita
untuk ikut menjaga lingkungan agar generasi masa depan tetap dapat
menikmati lingkungan yang sehat, nyaman dan asri.

RANGKUMAN
78
Ara Hidayat, ‘Pendidikan Islam dan Lingkungan Hidup’, Jurnal Pendidikan
Islam, IV.2 (2015), 373-350.
1. Metode pembelajaran role-playing atau bermain peran adalah
cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan yang dimiliki oleh setiap anak.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan anak
dengan memerankan sebuah tokoh hidup atau benda mati.
2. Field trip adalah metode belajar dan mengajar di mana siswa
dengan bimbingan guru diajak untuk mengunjungi tempat
tertentu dengan maksud untuk belajar
3. Kegiatan berkebun adalah kegiatan menanam tumbuhan yang
sekaligus dapat secara langsung memperoleh pengetahuan
tentang kehidupan tumbuhan dan keterampilan psikomotorik
dalam menanam tumbuhan
4. Metode CCBA merupakan metode cerita, metode
keteladanan/contoh, metode pembiasaan dan apresiasi atau
penghargaan
5. Metode bernyanyi adalah metode mengeluarkan suara bernada
atau berlagu.
6. Upaya-upaya penyelamatan lingkungan dilakukan dengan
tujuan untuk menjaga keselarasan dan keserasian lingkungan
sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Quran Q.S Al-Baqarah:
164, Q.S Al-A’raf: 85, Q.S Al-An’am: 165.

LATIHAN SOAL
KEGIATAN PEMBELAJARAN IV

Bacalah wacana di bawah ini!

BANJIR bandang kembali menghantam Desa Batanguru, Kecamatan


Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis
(8/11/12). Sampai Jumat (9/11/12), 10 orang tewas, tujuh hilang dan
belasan luka-luka. Banjir diawali hujan deras dan salah satu sungai
meluap yang langsung menyapu rumah-rumah di Desa Batanguru.
Desa ini relatif sulit dijangkau karena ada di pegunungan Mamasa.
Jika hujan, akses ke sana makin sulit karena jalan rusak. Walhi Sulbar
menyakini, banjir bandang karena penebangan pohon di hulu hutan
wilayah itu. Direktur Eksekutif Walhi Sulbar, Ikhsan Welly,
kepada Mongabay.co.id, Jumat (9/11/12, selain penebangan
pepohonan ada beberapa hal penyebab banjir bandang ini, antara lain,
perencanaan pembangunan dengan konstruksi betonisasi tidak ramah
lingkungan. Walhi meminta pemerintah daerah meninjau semua
kebijakan yang tidak berbasis lingkungan maupun program
konservasi. “Kami juga mendesak agar dokumen kajian lingkungan
hidup strategis dan RTRW dikonsultasikan ke publik atau secara
transparan,” katanya. Sekretaris Kabupaten Mamasa, Benhard
Buntutio, mengatakan, personil sudah turun untuk memberikan
pertolongan kepada warga yang menjadi korban.
Sumber: https://www.mongabay.co.id/2012/11/09/penggundulan-
hutan-picu-banjir-bandang-di-mamasa/

Berdasarkan wacana di atas, etika lingkungan apa yang dapat kita


ajarkan kepada anak usia dini dan bagaimana langkah-langkah yang
tepat untuk mewujudkan etika lingkungan tersebut?

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai perkembangan kognitif anak
usia dini (AUD) serta pengajaran etika lingkungan AUD dapat
disimpulkan bahwa:
1. Perkembangan kognitif AUD berdasarkan teori Jean Piaget
adalah dalam tahapan sensori motoris, tahap pra operasional
dan tahap operasi konkrit
2. Etika lingkungan yang dapat diajarkan kepada AUD
berdasarkan perkembangan kognitifnya adalah Sikap hormat
terhadap alam, Prinsip tanggung jawab, Prinsip kasih sayang
dan kepedulian, Prinsip no harm, Prinsip hidup sederhana dan
selaras dengan alamdan Prinsip keadilan
3. Cara mengajarkan etika lingkungan kepada AUD berdasarkan
perkembangan kognitif Jean Piaget adalah dengan
menggunakan metode pembelajaran role playing atau bermain
peran, field trip, kegiatan berkebun, metode CCBA dan
metode bernyanyi.
B. Saran
Berdasarkan isi dan penjelasan terkait telaah perkembangan
kognitif Jean Piaget pada AUD dalam pengajaran etika lingkungan
dalam modul ini, penulis memberikan saran kepada praktisi
pendidikan untuk selalu memperhatikan tingkat perkembangan
kognitif AUD hal ini karenaa perkembangan kognitif AUD terkadang
mengalami problematika. Apabila itu terjadi, guru harus melakukan
suatu cara untuk mengembalikan da menyesuaikan perkembangan
kognitif AUD yang semestinya. Selain itu guru juga perlu
mengajarkan AUD mengenai etika lingkungan yang baik di sekolah.
Hal ini dikarenakan keberlangsungan hidup AUD tergantung pada
bagaimana mereka bertingkah laku pada lingkungannya.
KUNCI JAWABAN

Kegiatan Pembelajaran I

1. Piaget yang beranggapan bahwa anak secara individual aktif


mengkonsturk pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Piaget lebih menekannya interaksi anak
dengan lingkungan fisik. Sedangkan, Vygotsky beranggapan
bahwa anak mengkonstruk pengetahuannya dalam sebuah
kontek social. Anak mengkonstruk secara aktif pengetahuanya
secara mandiri dalam konteks interaksi dengan pengasuh,
keluarga atau komunitas dan masyarakat
2. Lingkungan adalah salah satu faktor yang paling besar
pengaruhnya bagi pendidikan. Lingkungan 
mempengaruhi perkembangan karakter anak. Bila 
anak tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik,
santun, dan taat beragama maka anak pun akan tercetak
menjadi pribadi yang baik dan begitupun sebaliknya.
3. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran antara lain; tekanan pada keaktifan peserta
didik, melibatkan partisipasi peserta didik, belajar aktif, dan
guru berperan sebagai fasilitator pengetahuan, mampu
memberikan semangat belajar, membina dan mengarahkan
peserta didik
4. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, contoh penerapan
teori kognitif adalah guru menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh peserta didik serta memberi ruang bagi mereka
untuk saling bicara serta diskusi dengan teman-temannya

Kegiatan Pembelajaran II

1. Etika lingkungan merupakan nilai-nilai keseimbangan dalam


kehidupan manusia dengan interaksi dan interdependesi terhadap
lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek abiotik, biotik dan
kultur. Dengan adanya etika lingkungan, manusia tidak hanya
mengimbangi hak dan kewajibannya terhadap lingkungan, tetapi
juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan
berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan
lingkungan
2. Ekologi dalam. Hal ini dikarenakan Etika ekologi dalam adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihatnya pentingnya
memahami lingkkungan sebagai keselurhuhan kehidupan yang
saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan
makna yang sama. Dalam hal ini manusia dan alam mempunyai
hubungan yang seimbang. Manusia diajarkan untuk mencintai,
melestarikan dan bertanggung jawab atas alam. Alam telah
menopang kehidupan manusia sehingga manusia harus menjaga
alam dengan baik. Hubungan ini bersifat timbal balik. Sehingga
apabila manusia tidak menjaga alam, maka alam akan rusak dan
kerusakan alam akan merugikan manusia.

Kegiatan Pembelajaran III

Calistung dapat menyebabkan penyakit mental hectic jika kegiatan di


dalamnya tidak bisa mengakomodir “cara belajar” anak. Proses belajar
yang kaku dan sistematis hanya akan membuat anak-anak mengalami
“kejenuhan” dalam belajar. Proses yang terus menerus berulang ini
pada akhirnya membentuk struktur kognitif mereka “kacau balau”.
Hal ini membuat perkembangan yang seharusnya baik, justru seperti
dihalang-halangi. Karena yang sebenarnya bukan potensinya, malah
dipaksakan untuk berkembang. Di sisi lain, calistung dinilai juga
dapat menjadi "obat" untuk penyakit mental hectic. Ini terjadi jika
dalam prosesnya menggunakan metode yang sesuai dengan
perkembangan jiwa peserta didik. Pembelajaran calistung memang
seharusnya tidak menjadi konsumsi utama anak-anak. Namun, ajaran
ini bisa mengembangkan kemampuan berpikir mereka, ketika mereka
diberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam belajar melalui gaya
mereka masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Hindun Nur. Identifikasi Kemampuan Berpikir Simbolik


Anak Usia 5-6 tahun. Jurnal Pendidikan Anak. 10.1 (2021). 42-
49.
Bahri, Husnul. Pendidikan Islam Anak Usia Dini. (Bengkulu: CV
Zigie Utama. 2019).
Bodedarsyah, Ani dan Rita Yulianti. Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Simbolik Pada Anak Usia Dini Kelompok A (Usia 4-5
Tahun) Dengan Media Pembelajaran Lesung Angka. Jurnal
Ceria 2.6 (2019). 354-359.
Fadillah, Muhammad. Desain Pembelajaran PAUD. (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012)
Faizah, Ulfi. Etika Lingkungan dan Aplikasinya dalam Pendidikan
Menurut Perspektif Aksiologi. Jurnal Filsafat Indonesia. 3.1
(2020). 14-23
Garnika, Eneng. Membangun Karakter Anak Usia Dini
(Menggunakan metode CCBA). (Tasikmalaya:Edu Publisher,
2020).
Hasnida. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. (Jakarta:Luxima.2014)
Hidayat, Ara. Pendidikan Islam dan Lingkungan Hidup. Jurnal
Pendidikan Islam. IV.2 (2015). 373-350.
Hudha, Atok Miftachul. Husanah. Abdulkadir Rahrdjanto. Etika
Lingkungan (Teori dan Praktik Pembelajarannya) (Malang:
UM Malang. 2019).
Husain al-Thabthabaiy, Muh. Al-Mizan fi. Tafsir al-Quran. Juz XVI
(Beirut: Muassasat AlAlamiy li al-Mathbuat. 1991). h. 201.
Bandingkan dengan al-Raziy. Tafsir al-Fahr al-Raziy. Juz XXV
(Beirut: Dar al-Fikr. 1993). h. 128; dan Wahbah al-Zuhailiy. al-
Tafsir al-Munir. Juz XXI (Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir.
1991).
Iskandar, Budi dan Vita Siti Zuleha. Praktik Bermain Dalam
Menstimulasi Kemampuan Berpikir Simbolik Anak Usia Dini.
VOX EDUKASI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. 13.1 (2022).
30-36
Khadijah. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. (Medan: Perdana
Publising. 2016)
Khadijah dan Nurul Amelia. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini:
Teori dan Praktik. (Jakarta: Kencana. 2020).
Kurniawati.,Idoh dan Ifat Fatimah Zahro. Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Simbolik Anak Melalui Media Bahan
Alam dalam Pembelajaran Daring. Jurnal Ceria 6.1 (2022).
40-50
Marinda, Leny. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan
Problematikanya Pada Anak Usia Sekolah Dasar. An-Nisa:
Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman. 13.1 (2020). 116-152
Masnipal, Menjadi Guru PAUD. (Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
2018)
Mulyani, Novi. Perkembangan Dasar Anak Usia Dini. (Yogyakarta:
Gava Media. 2018).
Nasution, Nur Khodijah. Problematika dan Solusi Dalam
Perkembangan Anak Usia Dini (AUD) Di TK Aisyiyah
Busatanul Athfal Sapen Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini. 1.1 (2020). 7-34
Nursyamsiah, Hasni, et.al. Kemampuan Berpikir Simbolik Anak Usia
Dini Pada Usia 5-6 tahun. Jurnal Ceria. 2.6 (2019). 286-295
Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Prasekolah.
(Jakarta:PTRinekaCipta.2003)
Permata, Rista Dwi dan Risma Nugrahani. Implementasi Kemampuan
Berpikir Simbolik Melalui Media Flannel Board Pada Anak
Usia 5-6 tahun. in Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi
Terapan 2020. 2020. 2-6.
Piaget. Jean dan Barebel Inhelder. Psikologi Anak. Terj Miftahul
Jannah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010)
Prasanti, Ditha, Kismiyati El Karimah. Proses Komunikasi dalam
Field Trip Sebagai Metode Pembelajaran bagi Anak PAUD di
Bandung. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
6.1 (2022). 328-340
Rosmana, Primanita Sholihal, Sofyan Iskandar, Mila Oksanti.
Efektivitas Penggunaan Metode Karyawisata Dalam Proses
Pembelajaran Kurikulum 2013. As-Sabiqun: Jurnal Pendidikan
Islam Anak Usia Dini. 4.1 (2022). 199-212
Sardila, Vera. Implementasi pengembangan nilai-nilai etika dan
estetika dalam pembentukan pola prilaku anak usia dini. Jurnal
RISALAH. 26.2 (2015). h.87
Savitri, Dyah Ayu, Rufiani Nadzirah, Noer Novijanto. Pengenalan
Bertanam Lidah Buaya Untuk Anak-Anak Di Jember.
SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan.
6.1 (2022). 219-223
Setyarum, Ariesma, et.al. Pelatihan Metode Role Playing dalam
Pengembangan Karakter Sopan Santun pada Anak Usia Dini
bagi Guru PAUD Pos Melati Kuripan Lor. Jurnal Abdi
Masyarakat Indonesia (JAMSI), 2.3 (2022), 863-870
Siregar, Masyunita. Meilanie. Sri Martini dan Purwanto. Pengenalan
Ecoliteracy pada Anak Usia Dini melalui Metode Bercerita.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 5.1 (2020).
719-728
Susanto, Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini Dalam Berbagai
Aspeknya. (Jakarta:Kencana. 2012
Suparno, Paul. Teori Perkembangan Kognitif Piaget. (Yogyakarta:
Kanius. 2001)
Taek, Paulus, et.al. Pengembangan Karakter Siswa Melalui Metode
Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing). Gatranusantara,
19.2 (2021), 286-296.
Wardani. Eka Kusuma dan Dadan Suryana. Permainan Edukatif
Setatak Angka dalam Menstimulasi Kemampuan Berikir
Simbolik Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini. 6.3 (2022). 1790-1798
Windayani, Ni Luh Ika. et.al. Pengantar Teori Perkembangan Peserta
Didik. (Yayasan Kita Menulis. 2021)
Yati, Patmi. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode
Pembelajaran Field Trip. Lentera. XVIII.1 (2016), 123-139
Yusuf, Ismail. Lingkungan Hidup Menurut Al-Quran (Telaah
Konsepsional Hubungan Manusia dengan Lingkungan). Jurnal
al-Asna IV.1 (2020)
Yusuf, Syamsu dan Nani M Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik.
(Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2014)

Anda mungkin juga menyukai