Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Kafein terhadap Fetus Mencit

4.1.1 Mencit Kontrol

Gambar 1 fetus mencit kontrol (Dokumentasi Pribadi, 2022).

Mencit kontrol merupakan mecit yang tidak diberikan perlakuan sama sekali dengan
tujuan sebagai pembanding mencit yang diberikan perlakuan. Mencit kontrol diambil diambil
dari mencit kelompok 12. Mencit kontrol memiliki 8 anakan yang semuanya hidup. Pada anakan
mencit kontrol diketahui kedelapan anakan mencit memiliki berat yang rata (tidak terdapat
perbedaan berat badan yang signifikan). berat badan mencit pertama adalah 1,29 gr, mencit
kedua memiliki berat 1,16 gr, mencit ketiga memiliki berat badan 1,15 gr, mencit keempat
memiliki berat 1,08 gr, mencit kelima memiliki berat 1,20 gr, mencit keenam memiliki berat
badan 1,06 gr, mencit ketujuh 1,11 gr, dan mencit kedelapan memiliki berat badan 0,85 gr.
kedelapan anakan mencit kontrol memiliki sistem rangka yang cukup lengkap dimana pada
memiliki 13 pasang tulang costae dengan 6 tulang yang melayang. pada tulang veterbae nya
terdapat 28 tulang dengan pembagian 7 tulang cervical, 12 tulang thoraic, 5 tulang lumbar, dan 4
tulang sacral. Pada kedelapan anakan mencit kontrol, pada tulang sternumnya terdapat 1
manubrium, 5 tulang steernebrae, dan 1 tulang xiphoid.

4.1.2 Mencit Dengan Dosis Kafein 1%

Dari hasil pemberian dosis sebanyak 1 % yang dilakukan pada hari ke 6-12 kehamilan
didapatkan hasil :

Gambar 2 Fetus mencit dosis kafein 1% (Dokumentasi Pribadi, 2022).

31
32

Dapat terlihat bahwa pada mencit dengan perlakuan kehamilan pemberian kafein 1%
terlihat bahwa pada tulang costae anakan mencit yang merupakan tulang iga yang berfungsi
membentuk rongga dada untuk memberikan perlindungan terhadap organ dibawahnya tumbuh
memendek dan tumbuh kea rah bawah (ditunjukan dengan panah putih). Malformasi lainya
terdapat pada tulang veterbaenya yang merupakan rangkaian tulang belakang yang memiliki
sejumlah tulang dan ruas tulang belakang (Evelyn, 2006). Tulang veterbae pada anakan mencit
dengan perlakuan ini tidak lengkap (ditunjukan dengan panah berwarna biru), dan juga terlihat
adanya pemendekan tulang belakang. Terlihat pula pada anakan mencit memiliki tulang sternum
yang merupakan tulang pada dada yang berbentuk pipih panjang dengan bentuk seperti dasi pada
bagian tengahnya (Drake et al., 2018). Tulang sternum pada mencit perlakuan ini tidak
terbentuk dengan sempurna / tidak termineralisasi (ditunjukan dengan panah berwana merah).
Malformasi lain terlihat pada jari fetus tidak yang mengalami osifikasi dan terjadi syndactil
(lingkaran merah) osifikasi adalah tahapan dimana sel mesenkim dan kartilago akan berproses
menjadi tulang pada saat organogenesis, pada fase ini biasanya tulang jari terbentuk namun
akibat pemberian dosis kafein 1% menyebabkan fetus mengalami malformasi syndactil yang
dimana jari-jari menyatu karena tidak terjadi pemisahan di bagian distal sendi
metacarpophalangeal (Nabila et al., 2017).
Malformasi pada mencit dengan perlakuan kafein 1 % sesuai dengan literature yang
menyebutkan bahwa adanya kelainan pada tungkai dan jari, ektrdaktili atau kelainan pada jari,
malformasi kraniofasial, dan adanya keterlambatan osifikasi tungkai, rahang, dan tulang dada
atau sternum. Dimana hal tersebut hampir semua ditemukan pada hasil pengamatan terjadi
karena pemberian kafein dengan konsentrasi 1% atau lebih dari itu akan menyebabkan beberapa
gangguan malformasi pada sistem tulang atau skeleton. Efek teratogenik dari kafein dengan
dosis yang tinggi memberikan dampak terhadap proses mineralisasi tulang sehingga
menyebabkan adanya deformitas tulang. Pemberian kafein selama masa kehamilan juga
menyebabkan berat badan pada fetus menurun dan adanya malformasi prenatal (Lashein et al..
2016).
4.1.3 Mencit dengan dosis kopi 200 mg

Dari hasil pemberian dosis kopi sebanyak 200 mg yang dilakukan pada hari ke 6-12
kehamilan didapatkan hasil :

Gambar 3 Fetus 1 mencit dosis kopi 200mg/Kg. Panah hijau: costae patah, Panah kuning: costae
menyatu (Dokumentasi Pribadi, 2022).

Terlihat terdapat malformasi yang terjadi pada fetus 1 mencit yang menggunakan dosis
kafein 200mg yaitu mengalami adanya penyatuan pada costae dan kelainan costae berupa costae
33

yang patah. Fetus 1 memiliki sistem rangka 11 dan 11 costae, 21 tulang vertebrae, dan 6 tulang
sternum.

Gambar 4 Fetus 2 mencit dosis kopi 200mg/Kg. Panah putih: costae tidak terbentuk/osifikasi
(Dokumentasi Pribadi, 2022).

Pada Fetus 2 terlihat adanya malformasi berupa costae yang terosifikasi pada fetus 2
dengan dosis kafein yang serupa. Costae tidak tumbuh secara sempurna. Sistem rangka fetus 2
yakni 9 dan 10 tulang costae, 23 tulang vertebrae, dan 2 tulang sternum.

Gambar 5 Fetus 3 mencit dosis kopi 200mg/Kg. Panah merah: vertebrae patah, Panahhijau:
costae patah (Dokumentasi Pribadi, 2022).

Pada fetus 3, malformasi yang dialami yaitu costae yang patah dan vertebrae yang
bengkok. Sistem rangka yang dimiliki yakni 11 dan 8 tulang costae, 21 tulang vertebrae, dan 6
tulang sternum.

Gambar 6 Fetus 4 mencit dosis kopi 200mg/Kg. Panah jingga: sternum bengkok (Dokumentasi
Pribadi, 2022).
34

pada fetus 4 sendiri terdapat malformasi berupa tidak terbentuknya costae secara
sempurna yakni costae yang bengkok, putus, dan bahkan hilang. Fetus 4 memiliki sistem rangka
dengan jumlah 9 dan 11 tulang costae, 24 tulang vertebrae, dan 7 tulang sternum.
Berat masing-masing fetus 1, 2, 3, 4 secara berurutan yaitu 1,11 gram, 1,48 gram, 1,11
gram, dan 0,99 gram. malformasi costae yang dialami para fetus mencit kemungkinan berawal
dari masa awal pembentukan blastema vertebrae. Fusi costae bisa saja terjadi karena adanya arah
pertumbuhan tonjolan bakal costae dari vertebrate yang tidak sempurna dan tidak beraturan pada
beberapa titik jarak antara tulang rusuk yang berurutan sangat dekat Saat proses osifikasi, costae-
costae yang bersinggungan diosifikasi bersaa sehingga terjadinya fusi. Malformasi pertulangan
yang terjadi pada fetus yang diberikan dosis kafein sebanyak 200 mg disebabkan karena
gangguan pada somit, chorda dorsalis, dan diferensiasi skeleroton. malformasi vertabrae yang
utama diduga terletak pada gangguan proses segmentasi. Terjadi penggabungan dan kelainan
pembentukan vertebrae yang muncul akibat gangguan somit pada awal perkembangan
(Setyawati dan Yulihastuti, 2011).

4.1.4 Mencit dengan dosis kopi 250 mg

Dari hasil pemberian dosis kopi sebanyak 250 mg yang dilakukan pada hari ke 6-12
kehamilan didapatkan hasil :

Gambar 7 Fetus 3 mencit dosis kopi 250mg. Panah hijau: costae patah (Dokumentasi pribadi,
2022).

Pada fetus mencit ke 3 pada variable percobaan 250 mg kpi diketahui Malformasi yang terjadi dari hasil
uji menggunakan kafein 250mg adalah costae yang patah dan memendek (panah hijau). Costae atau
tulang iga adalah tulang pembentuk rongga dada dan memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan
terhadap organ didalamnya. Apabila costae mengalami malformasi dapat mengakibatkan fungsi dari
costae (untuk melindungi organ) tidak dapat berjalan dengan baik (Dwiyanto, 2016).

Gambar fetus mencit ke-8 dosis 250mg (Dokumentasi pribadi, 2022).


35

Pada fetus mencit ke 3 pada variable percobaan 250 mg kpi diketahui Malformasi yang terjadi
adalah vertebrae yang mengalami pembengkokan yang ditunjuk dengan panah warna merah. Vertebrae
sendiri adalah rangkaian tulang belakang yang memiliki sejumlah tulang dan ruas tulang belakang, tulang
belakang sendiri berfungsi sebagai penobang tubuh, apabila mengalami malformasi pada bagian vertebrae
maka tubuh mencit mengalami kecacatan dan akan terlihat pada luar tubuhnya jika terjadi pembengkokan
(Evelyn, 2006).

Gambar fetus mencit ke-9 dosis 250mg (Dokumentasi pribadi, 2022).

Malformasi yang terjadi dari hasil uji menggunakan kafein 250mg adalah vertebrae yang
mengalami pembengkokan yang ditunjuk dengan panah warna merah. Vertebrae sendiri adalah
rangkaian tulang belakang yang memiliki sejumlah tulang dan ruas tulang belakang, tulang
belakang sendiri berfungsi sebagai penobang tubuh, apabila mengalami malformasi pada bagian
vertebrae maka tubuh mencit mengalami kecacatan dan akan terlihat pada luar tubuhnya jika
terjadi pembengkokan (Evelyn, 2006 )

Malformasi yang terjadi dari hasil uji menggunakan kafein 250mg adalah costa yang mengalami
pembengkokan (biru) dan costae yang patah (hijau) yang ditunjukkan pada gambar ke- . Costae
atau tulang iga adalah tulang pembentuk rongga dada dan memiliki fungsi untuk memberikan
perlindungan terhadap organ didalamnya. Apabila costae mengalami malformasi dapat
mengakibatkan fungsi dari costae (untuk melindungi organ) tidak dapat berjalan dengan baik
(Dwiyanto, 2016). Selain itu juga terdapat malformasi pada vertebrae yang ditunjukkan pada
gambar ke- Vertebrae sendiri adalah rangkaian tulang belakang yang memiliki sejumlah tulang
dan ruas tulang belakang, tulang belakang sendiri berfungsi sebagai penobang tubuh, apabila
mengalami malformasi pada bagian vertebrae maka tubuh mencit mengalami kecacatan dan akan
terlihat pada luar tubuhnya jika terjadi pembengkokan (Evelyn, 2006).

4.2 Mekanisme Kafein sebagi Teratogenik


36

Teratogen merupakan zat yang dapat menyebabkan bayi terlahir cacat karena terjadi
kelainan perkembangan janin dalam kandungan. Teratogen dapat berupa zat kimia, infeksi, obat-
obatan tertentu, serta polutan seperti timbal akibat proses pembakaran bahan bakar kendaraan
dan industri. Salah satu jenis zat teratogen yang berpengaruh kepada fetus pada saat kehamilan
berupa kopi yang mengandung kafein. Menurut literatur, kafein merupakan zat teratogenik yang
telah dinyatakan berkaitan dengan down-regulation dari reseptor adenosin, induksi pelepasan
katekolamin, penghambatan fosfodiesterase, dan peran mutagenik karena kemiripannya dengan
komponen basa purin dimana dapat menyebabkan penurunan berat badan saat melahirkan,
malformasi fetus, dan keguguran pada fetus(de Souza dkk., 2016).

Potensi mutagenik kafein juga dapat dikaitkan dengan kesamaan kimianya dengan
komponen basa purin. Kafein menurunkan aktivitas polimerase DNA dan replikasi DNA. Hal ini
juga meningkatkan siklik adenosin monofosfat, dan siklik guanosin monofosfat. Dengan
demikian, penambahan kafein ke dalam materi genetik mengubah instruksi replikasi seluler,
menurunkan fase mitosis G2, dan akibatnya waktu untuk memperbaiki kerusakan kromosom,
yang pada akhirnya meningkatkan persentase sel-sel mati. Metabolisme kafein utama terjadi
melalui sitokrom P450, gen enzim 1A2 (CYP1A2), yang tidak ada dalam plasenta manusia dan
janin. Oleh karena itu, waktu paruh kafein pada manusia meningkat pada janin dan neonatus,
yang tidak dapat memetabolismenya sampai kira kira usia 3 bulan. Selama trimester pertama,
waktu paruh sangat meningkat 5-6 jam, sedangkan meningkat hingga 8-9 jam antara 12 dan 20
minggu kehamilan. Mengenai teratogenisitas pada manusia, periode organogenesis diakui
sebagai yang paling penting, yang membatasi ekstrapolasi dari temuan pada mencit karena pada
spesies ini periode pasca organogenesis terjadi pada kuartal ketiga setelah kelahiran. Selanjutnya,
pertumbuhan sarafmencit terjadi pada pasca kelahiran, karena 7-10 hari pertama pascakelahiran
mencit mewakili trimester ketiga kehamilan manusia. Studi epidemologi menunjukkan bahwa
malformasi pada manusia berhubungan positif dengan konsumsi kafein yang tinggi (600 mg)
setiap hari, hal ini berbeda dengan dosis pada tikus karena perbedaan metabolismenya (Lashein
dkk., 2016).

adenosin berperan dalam kunci dalam melindungi embrio dari kadar stres intrauterin
seperti hipoksia, khususnya melalui reseptor A1 yang diekspresikan dari dalam jantung, dan
memiliki efek poten yang kuat (secara in vitro dan in vivo) pada sistem kardiovaskuler berbagai
spesies. Selama proses embriogenesis, reseptor adenosin A1 secara dominan mengatur denyut
jantung dari embrio. Ketika zat yang mengandung kafein diberikan secara berlebihan kepada
mencit yang hamil, regulasi reseptor adenosine A1 akan menurun dimana hal ini menyebabkan
perubahan pembenntukan kardiovaskular pada janin. Kafein disini dapat menyebabkan
perubahan fungsi jantung pada embrio, dan mengganggu respon jantung terhadap hipoksia.

kafein menyebabkan perubahan keseimbangan cairan yang dapat menyebabkan


malformasi makroskopik yaitu hidrops fetalis, memar, perechiae atau hematoma.hal ini dapat
terjadi karena kafein dapat menginduksi metabolit diskriminatif yang relavan dan pemograman
metabolik keterbelakangan pertumbuhan intrauterin dimana menyebabkan peningkatan
glukokortikoid ibu, dan perubahan metabonomik yang diinduksi oleh paparan prenatal terhadap
kafein (Howards dkk., 2017). Kafein dengan dosis tinggi juga menyebabkan malformasi yang
37

signifikan pada tungkai dan kepala. Literatur lain juga mengatakan adanya malformasi yang
diinduksi kafein pada tungkai dan jari (termasuk ektrodaktili), malformasi kraniofasial (sumbing
labial dan palatan), dan keterlambatan osifikasi tungkai, rahang, dan tulang dada. Secara
keseluruhan malformasi kraniofasial dan ekstrimitas. Secara keseluruhan, malformasi
kraniofasial dan ekstremitas yang disebabkan oleh kafein telah dikaitkan dengan pengurangan
jumlah branchial bars dan somit branchial, serta penurunan dalam pembentukan tungkai depan,
yang terjadi pada morfogenesis. Kafein dengan dosis sedang mampu menghambat enzim
fosfodiesterase yang berfungsi untuk mendegradasi cyclic adenosine monophosphate (cAMP),
meningkatkan kadar cAMP yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan sel janin
(Serapiao-Moraes dkk., 2018).

Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa kafein dapat menyebabkan pelepasan


katekolamin dari kelenjar adrenal ibu atau dari jaringan embrionik yang dapat berhubungan
dengan keguguran, usia janin yang singkat, dan perubahan perilaku motorik dari ibu dan janin.
Literature lain juga menjelaska bahwa kafein dapat meningkatkan pelepasan renis secara
simpatis yang memediasi peningkatan tonus simpatis. Meningkatnya sekresi renin pada kondisi
basal dapat menjadi respon terhadap berbagai rangsangan dengan memblokir reseptor adenosine
internal. Meningkatnya pelepasan renin pada ibu hamil menyebabkan aktivasi sistem
reninangiostensis local yang persisten di ginjal dan jantung. Pada tingkat konsentrasi yang tinggi,
kafein juga mungkin juga memiliki efek langsung pada asam-aminobutirat tipe A (GABAA)
yang dapat mempengaruhi perilaku mencit. Perubahan saraf dan perilaku dapat menjelaskan
perilaku kanibalistik. Perilaku kanibalisme terjadi pada malam hari, sesuai dengan kebiasaan
nokturnal spesies. Ketika induk sedang mengalami stres, induk akan menunjukakan perilaku
kanibalisme. (Serapiao-Moraes dkk., 2018).

4.3 Faktor yang Memengaruhi MalFormasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau


ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Beberapa contoh malformasi
misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural,
stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung. Malformasi dapat digolongkan menjadi
malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak
dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan
mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal,
ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan
pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah
contoh dari malformasi minor.
Malformasi biasanya disebabkan karena masuknya zat teratogenik atau adanya
kecelakaan secara mekanik terhadap ibu yang berpengaruh kepada janin. Contoh zat teratogenik
yang pertama adalah dimana tanin mampu berikatan dengan protein dan menyebabkan
kurangnya protein yang diserap tubuh induk sehingga mengganggu proliferasi sel osteoblas pada
proses pembentukan tulang. tanin sendiri merupakan senyawa yang dapat menghambat
penyerapan nutrisi di dalam usus dan meningkatkan ekskresi protein dan asam amino.
38

Terhambatnya penyerapan nutrisi tersebut menyebabkan kurangnya ketersediaan nutrisi yang


dibutuhkan oleh embrio yang sedang berkembang (malnutrisi). Malnutrisi terutama kalsium yang
dibutuhkan oleh embrio selama pembentukan tulang dapat menyebabkan keterlambatan osifikasi
(Fauzi et al, 2011).
Zat teratogenik yang kedua adalah alkaloid mampu mengganggu pembelahan sel
sehingga tetap pada fase metafase dengan menghambat fungsi spindel mitosis sehingga akan
menyebabkan kromosom pecah, menyebar, atau mengelompok dan mengakibatkan sel mati.
Spindel mitosis berfungsi sebagai penarik kromosom yang berada pada bidang ekuator pada
tahap metafase. Alkaloid mampu menghambat polimerisasi mikrotubul sehingga tidak dapat
mencapai kinetokor sehingga tahap metafase tidak terjadi dan mitosis sel tidak dilakukan,
sedangkan saponin mampu menghambat siklus sel osteoblas tetap pada fase G1. Terhambatnya
siklus sel tetap pada fase G1 oleh saponin menyebabkan sel tidak dapat melanjutkan ke fase S,
G2, dan M. Hal ini menyebabkan sel gagal melakukan mitosis. Kegagalan mitosis sel osteoblas
yang disebabkan oleh alkaloid dan saponin menyebabkan kurangnya jumlah osteoblas yang akan
membentuk tulang (Fauzi et al, 2011).

Zat teratogenik yang ketiga adalah kafein menyebabkan proliferasi sel osteoblas yang
terhambat oleh sehingga menyebabkan sintesis matriks ektraseluler oleh sel osteoblas menjadi
terhambat. Penimbunan matriks ekstraseluler yang terhambat menyebabkan keterlambatan
pengikatan kalsium oleh matriks ekstraseluler pada proses osifikasi tulang sehingga fungsi
fisiologis tulang terganggu (Widyastuti et al, 2016)

Selanjutnya ada zat teratogenik terdapat pada asam laktat pada yogurt. sam Laktat pada
yoghurt yang berlebihan dapat memberikan efek teratogen pada mencit sebagai hewan uji.
Penumpukan asam laktat menyebabkan pembuluh darah pecah sehingga terjadi keguguran. Pada
induk mencit menyebabkan malformasi haemoragi pada bagian perut. Haemoragi spontan dapat
disebabkan akibat disfungsi trombosit. Hal ini disebabkan adanya gangguan sirkulasi darah,
dimana onsumsi yoghurt yang berlebihan dapat meningkatkan keasaman darah (menurunkan pH
darah). Penumpukan asam laktat dapat menganggu integritas seluler dan dapat menghancurkan
jaringan janin (Dillasamola, 2016)

Anda mungkin juga menyukai