Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) DI RUANG CAMELIA


RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:

1. Tifanny Gita Sesaria, S.Kep 131613143055


2. Ria Fitriani, S.Kep 131613143058
3. Wimar Anugrah, S.Kep 131613143060
4. Devin Jessica Sari, S.Kep 13161314xxxx
5. Cahya Mustika N., S.Kep 131613143107
6. Corry Kristanti, S.Kep 131613143109

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasan : Penyakit jantung bawaan
Sasaran : Keluarga pasien ruang Camelia
Tempat : Ruang Camelia RSUD Dr. Soetomo
Hari/tanggal : Rabu, 19 Januari 2017
Alokasi waktu : 45 menit
Metode : Ceramah, tanya jawab, dan diskusi
1. Tujuan lnstruksional
1.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan keluarga pasien di ruang Camelia
memiliki pengetahuan tentang Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
1.2 Tujuan Khusus
1. Keluarga klien memahami pengertian PJB
2. Keluarga klien memahami klasifikasi PJB
3. Keluarga klien memahami penyebab PJB
4. Keluarga klien memahami tanda dan gejala PJB
5. Keluarga klien memahami penatalaksanaan PJB
6. Keluarga klien komplikasi PJB
7. Keluarga klien memahami pencegahan PJB

2. Materi
1. Pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
2. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
3. Penyebab Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
4. Tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
5. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
6. Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
7. Pencegahan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

3. Metode
1. Ceramah
2. tanya jawab
4. Media
1. Flipchart
2. Leaflet
5. Settiing
5.1 Setting waktu
Tahap Waktu Kegiatan mahasiswa Kegiatan perserta Metode Media
kegiatan & alat

Pembukaan (10 1. Salam pembukaan 1. Menjawab Ceramah Flip


menit) 2. Memperkenalkan diri salam Tanya chart
3. Menjelaskan maksud dan 2. Mendengarkan jawab
tujuan keterangan
4. Kontrak waktu penyaji

Penyajian ( 30 1. Menjelaskan pengertian PJB 1. Memperhatikan Ceramah Flip


menit) 2. Menjelaskan klasifikasi PJB dan Tanya chart
3. Menjelaskan penyebab PJB mendengarkan jawab
4. Menjelaskan tanda dan gejala keterangan
PJB penyaji
5. Menjelaskan penatalaksanaan 2. Mengajukan
PJB pertanyaan bila
6. Menjelaskan komplikasi PJB ada materi yang
7. Menjelaskan pencegahan PJB kurang
dimengerti
Penutup (5 1. Melakukan evaluasi terhadap Mendengarkan Tanya Leaflet
menit) materi yang telah diberikan dan menjawab jawab
dengan tanya jawab pertanyaan Ceramah
2. Menerangkan kembali hal-
hal yang kurang dimengerti
dan menyampaikan
kesimpulan
3. Mengucapkan terima kasih
dan menutup penyuluhan
4. Membagikan leaflet

5.2 Setting Tempat


: Flipchart

2 1 : Penyaji
1

2 : Moderator

5 5
3 : Observer

3 4
4 : Notulen

5 : Fasilitator

: Peserta

6. Organisasi Kegiatan
1) Pembimbing akademik : Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep
2) Pembimbing klinik : Binafsih, S.ST
3) Penyaji : Wimar Anugrah R., S.kep
4) Moderator : Ria Fitriani, S.Kep
5) Observer : Cahya Mustika N., S.Kep
6) Fasilitator : Corry Kristanti, S.Kep
Devin Jessica S., S.Kep
7) Notulen : Tifanny Gita Sesaria, S.Kep

7. Job Deskripsi
1) Moderator
Uraian Tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada peserta
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan
c. Memotivasi peserta agar bertanya
d. Memimpin jalannya diskusi dan evaluasi
e. Menutup acara penyuluhan
2) Penyuluh
Uraian Tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah dipahami
oleh pasien
b. Menjawab pertanyaan peserta
3) Fasilitator
Uraian Tugas :
a. Membagikan kuesioner pretest dan posttest pada peserta
b. Ikut bergabung dan duduk diantara peserta
c. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
d. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan penyuluhan
e. Membagikan leaflet kepada peserta
4) Observer
Uraian Tugas :
a. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
b. Mengamati jalannya penyuluhan dari awal hingga akhir penyuluhan.
c. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan

5) Notulen
Uraian Tugas
a. Menulis pertanyaan yang diajukan oleh peserta
b. Membagikan daftar hadir kepada peserta

8. Evaluasi
a. Evaluasi Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik dan antusias
2) Peserta terlibat aktif dalam penyuluhan
3) Peserta aktif bertanya
b. Evaluasi hasil
Peserta mampu menjelaskan kembali pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan
gejala, penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan PJB

A. Materi (terlampir)
DAFTAR HADIR PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA
UNIVERSITAS AIRLANGGA ANGKATAN 2012
DI RUANG CAMELIA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
TANGGAL 18 JANUARI 2017

NO NAMA ALAMAT TTD

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA


UNIVERSITAS AIRLANGGA ANGKATAN 2012
DI RUANG CAMELIA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
TANGGAL 18 JANUARI 2017

Evaluasi Struktur
Kriteria Dilakukan Tidak
dilakuka
n
Kontrak waktu dantempat diberikan 2 hari sebelum
acara dilakukan
Pembuatan SAP, leaflet, dan flipchart dilakukan 2 hari
sebelumnya
Peserta di tempat yang telah ditentukan
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan
dilakukan sebelum dan saat penyuluhan dilaksanakan

Evaluasi Proses
Kriteria Dilakuka Tidak
n dilakukan
Penyuluh menyiapkan daftar hadir untuk peserta
penyuluhan
Moderator mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
Moderator menjelaskan kontrak waktu dan mekanisme
kegiatan
Moderator menyampaikan tujuan dan maksud dari
penyuluhan
Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan
diberikan
Penyaji menggali pengetahuan dan pemahaman
sasaran penyuluhan mengenai PJB
Penyaji menjelaskan materi:
1. Menjelaskan pengertian PJB
2. Menjelaskan klasifikasi PJB
3. Menjelaskan penyebab PJB
4. Menjelaskan tanda dan gejala PJB
5. Menjelaskan penatalaksanaan PJB
6. Menjelaskan komplikasi PJB
7. Menjelaskan pencegahan PJB
Memberikan kesempatan untuk peserta mengajukan
pertanyaan untuk materi yang belum dipahami
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
Menanyakan kembali materi yang telah disampaikan
Penyuluh menyimpulkan materi yang sudah
disampaikan
Penyuluh membagikan leaflet kepada peserta
penyuluhan

Evaluasi Hasil
Kriteria Dilakuka Tidak
n dilakukan
Peserta yang datangsejumlah 10 orang atau lebih
Acara dimulai tepat waktu
Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang
telah dijelaskan
Peserta mampu menjawab dengan benar 75% dari
pertanyaan penyuluh
DAFTAR PERTANYAAN PENYULUHAN MAHASISWA

UNIVERSITAS AIRLANGGA ANGKATAN 2012


DI RUANG CAMELIA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
TANGGAL 18 JANUARI 2017

No Nama Pertanyaan Jawaban


. Penanya
MATERI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

I. Definsi
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia
dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses
pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung
mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami
gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan
pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat
bulan (Dhania, 2009).
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan
abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran.12
Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin ( Kasron 2012).

II. Etiologi
Etiologi & Faktor Risiko Penyebab PJB belum diketahui dengan pasti. Sebagian
besar kasus dipengaruhi banyak faktor, terutama kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Beberapa kasus PJB terkait dengan abnormalitas kromosom, terutama
trisomi 21, 13, dan 18 serta sindrom Turner (Bernstein, 2007). Faktor resiko PJB dapat
berupa ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal
mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor
risiko bagi PJB 37,5 kali. Adapun faktor risiko lainmenurut Harimurti (1996):
a. Penyebab kelainan jantung bawaan sebagian besar
(90%) tidak diketahui. Faktor lingkungan seperti: ibu
merokok, minum obat di luar resep dokter, infeksi
waktu hamil dikatakan memegang peranan 3%.
Sisanya 7% karena turunan. Karena penyebabnya
sebagian besar belum diketahui dan faktor turunan
hanya 7%, kemungkinan untuk melahirkan anak
dengan kelainan jantung bawaan relatif kecil.
b. Kebanyakan ahli menduga timbulnya PJB pada bayi-
bayi baru lahir disebabkan oleh gabungan beberapa
faktor, diantaranya adalah infeksi virus TORCH pada
saat kehamilan, penyakit gula pada saat kehamilan,
kebiasaan merokok, konsumsi obat tertentu seperti
asam retinoat untuk pengobatan jerawat, alkohol, dan
faktor genetik atau keturunan.
c. Infeksi TORCH (toksoplasma, rubela,
cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex) adalah
sekelompok infeksi yang dapat ditularkan dari wanita
hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang terinfeksi
TORCH berisiko tinggi menularkan kepada janinnya
yang bisa menyebabkan cacat bawaan atau PJB.
Dugaan terhadap infeksi TORCH baru bisa dibuktikan
dengan melakukan pemeriksaan darah atau skrining.
Jika hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif,
selanjutjnya disarankan pemeriksaan diagnostik
berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk
diperiksa di laboratorium
d. Faktor keturunan dapat dilihat apabila saudara
kandung atau orang tua dari bayi yang menderita PJB
juga memiliki kelainan yang sama. Riset menunjukkan
bahwa orang tua yang memiliki kelainan jantung lebih
berisiko memiliki anak yang berkelainan jantung pula.
Kelainan juga dapat disebabkan gangguan
perkembangan jantung pada janin karena infeksi
seperti rubella dan toksoplasma, obat-obatan, alkohol
dan zat-zat beracun yang dikonsumsi ibunya.
Kelainan gen seperti sindrom Down dan Turner juga
berkorelasi dengan kelainan jantung bawaan.
III. Klasifikasi
Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi 2 tipe:
a. PJB tipe nonsianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang
di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu
katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar
tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).
PJB non sianotik terdiri dari 2 kelompok:
1. Terjadi aliran darah dari kiri kekanan pada:
a) Paten duktus arteriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan
rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin
(machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga
2–3 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya
aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat
saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan
cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik
yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke
arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul
hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan
mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik
dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri
pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolic tidak ada pirau
dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah
lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos
duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif
vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih
tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum
terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan
vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan
akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus
(Roebiono, 2003).
b) Ventrikel septal defek (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada
besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan
vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar
aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana
maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya
masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan
terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia
2–3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi
penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau
dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume
langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal
jantung (Roebiono, 2003).
c) Atrial septal defek (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada
di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain
menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan
beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak
memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan
keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi
atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang
berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup
khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak
mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di
area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar
bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras
melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya
baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini
mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru
(Roebiono, 2003).
2. Terjadi obstruksi jantung kanan pada:
Stenosis katup pulmonal
3. Terjadi obstruksi jantung kiri pada:
a) Stenosis katup aorta
Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang dapat
terjadi pada tingkat subvalvular, valvular, atau supravalvular.
Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena
katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik
yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa
sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut
merupakan penyakit jantung bawaan atau didapat (Soeroso and
Sastrosoebroto, 1994).
b) Koartasio aorta
Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta
desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus
arteriosus (Fyler, 1996).
c) Stenosis katup mitral
b. PJB tipe sianotik
Pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan
pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi
dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar
hemoglobin (Prasodo, 1994).
PJB sianotik terjadi aliran darah dari kanan ke kiri:
1) Tetralogi fallot (TF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer
adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini
adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner),
defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan.
Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan
menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh
pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi
dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan
pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama
kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut,
di ujungujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis
langsung ditemukan (Bernstein, 2007).
2) Transposisi arteri besar
Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara
morfologi muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari
ventrikel kiri. Pada 60% pasien, aorta berada di bagian anterior kanan dari
arteri pulmonalis walaupun di beberapa kasus aorta dapat berada di bagian
anterior kiri dari arteri pulmonalis.
3) Atresia pulmoner dengan septum ventrikel utuh
Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak
dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami
sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian
pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis
berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan
tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur
sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah
duktus. (Bernstein, 2007)
4) Ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda
Ventrikel Kanan dengan Jalan Keluar Ganda (VKAJKG), yang dalam
kepustakaan barat disebut Double Outlet Right Ventricle (DORV), adalah
kelainan jantung yang ditandai dengan malposisi arteri-arteri besar,
septum outlet, atau keduanya, yang menyebabkan kedua arteri besar
muncul dari ventrikel kanan (Hoffman, 2009).
5) Atresia tricuspid
Istilah Atresia Trikuspid (AT) menggambarkan agenesis katup trikuspid
kongenital dan merupakan jenis PJB sianotik terbanyak setelah TF dan
TAB (Rao, 2009). Pada defek ini, tidak terdapat aliran dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan sehingga seluruh aliran balik vena sistemik masuk
ke bagian kiri jantung melalui foramen ovale atau jika terdapat defek pada
septum atrium (Bernstein, 2007).

IV. Manifestasi klinis penyakit jantung bawaan (PJB)

Gejala-gejala yang dapat dijumpai pada penderita PJB adalah sebagai berikut:

1. Pada saat bayi:


a. Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan dapat
berakibat kematian. Pada PJB biru, anak tampak biru meskipun tidak sesak
napas dan aktif. Namun demikian, pada yang kompleks gejala sesak napas dan
biru dapat nampak bersamaan.
b. Pada beberapa kasus yang berat dan kompleks, bayi baru lahir segera memburuk
dan meninggal dalam waktu dua hari bersamaan dengan menutupnya pembuluh
arteriosus Botalli. PJB yang terakhir ini disebut sebagai PJB yang bergantung
pada duktus (duct dependent lesion)Anak menetek tidak kuat, sering melepaskan
puting ibu istirahat sebentar kemudian melanjutkan minum lagi.
c. Saat menetek/minum, bayi nampak berkeringat banyak di dahi, napas terengah-
engah. Minum tidak bisa banyak dan tidak lama.
d. Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita pertumbuhan yang
sesuai pada KMS.
e. Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai pneumonia
atau bronkopneumonia.
f. Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi sering sakit-
sakitan.
g. Anak yang menderita PJB biru, saat lahir nampak kebiru-biruan di mulut dan
lidah serta ujung-ujung jari, meskipun anak tampak aktif ceria dan menangis
kuat. Pada beberapa anak, warna kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-ujung jari
tersebut baru nampak setelah berusia beberapa bulan.
h. Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan PJB biru yang ditandai dengan
bayi menangis terus menerus tidak berhenti-berhenti. Anak tampak semakin
biru, napas tersengal-sengal. Bila berat, dapat mengakibatkan kejang bahkan
kematian.
j. Kelainan jantung sering juga ditemukan secara tidak sengaja oleh dokter pada
saat i. bayi berobat utk penyakit lainnya atau saat datang untuk imunisasi. Dokter
mendengar adanya bising jantung saat memeriksa jantung bayi dengan
menggunakan stetoskop.
2. Gejala pada anak
a. Berat badan anak naik tidak memuaskan dengan kata lain pertumbuhannya
terhambat
b. Perkembangan terlambat
c. Cepat lelah saat bermain, napas terengah-engah, berkeringat banyak lebih dari
anak yang lain.
d. Anak yang menderita PJB biru: tampak kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-
ujung jari, sering jongkok saat bermain, ujung jari membulat sehingga jari2
tampak seperti pemukul genderang.
e. Serangan biru ditandai dengan napas terengah-engah, anak tampak lebih biru
daripada biasanya, bila berat mengakibatkan anak pingsan bahkan
kematian.Pertumbuhan dan perkembangannyapun terlambat
3. Pada remaja
a. Tanda-tanda masa remajanya terlambat, misalnya pada anak perempuan
terlambat haid, payudara masih rata.
b. Pada anak laki-laki pertumbuhan cepatnya tertunda.
c. Anak tampak kurus
d. Aktivitas tidak mampu berlari jauh atau bermain lama seperti anak lainnya
e. Sering batuk-batuk dan napas terengah-engah
f. Berkeringat banyak pada wajah saat beraktivitas
g. Pada yang sudah diketahui menderita kebocoran jantung, bila sampai remaja
tidak ada tindakan koreksi, dapat mengakibatkan sindroma Eisenmenger, yaitu
anak yang semula tidak sianosis (biru), mulai nampak kebiruan seperti penderita
PJB sianotik. Kondisi ini sangat berbahaya.

Adapun gejala-gejala umum yang timbul pada pasien PJB:

a. Kebiruan pada kuku


b. Sesak nafas
c. Bernafas yang cepat
d. Menaikkan berat badan yang susah
e. Nafsu makan berkurang
f. Membiru di area bibir dan kulit
V. Penatalaksanaan
Pada pasien PJB, dapat terjadi berbagai kelainan, baik pada otot jantung, paru, atau
keduanya, yang apabila tidak dikoreksi kelainan yang terjadi dapat bersifat ireversibel.
Karena itu, sebaiknya pasien PJB diperiksa secara menyeluruh dan dilakukan
penatalaksanaan.
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata
laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan
kardiologi intervensi.
1. Tata laksana medikamentosa
Dalam hal ini tujuan terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di
samping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung
pada jenis penyakit yang dihadapi. Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung
merupakan tiga penyulit yang sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan
jantung bawaan. Perburukan keadaan umum pada dua penyulit pertama ada hubungannya
dengan progresivitas penutupan duktus arterious, dalam hal ini terdapat ketergantungan
pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk ke dalam golongan penyakit jantung
bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk:
1) percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi
arteri besar dengan septum ventrikel utuh,
2) penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi Fallot berat,
stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid,
3) penyediaan darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta
berat, koarktasio aorta berat, interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia
jantung kiri. Perlu diketahui bahwa penanganan terhadap penyulit ini hanya
bersifat sementara dan merupakan upaya untuk‘menstabilkan keadaan pasien,
menunggu tindakan operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total
terhadap kelainan struktural jantung yang mendasarinya.
Jika menghadapi neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus
dilakukan adalah:
a.mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan dalam
inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen,
b. kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus
dipertahankan di atas 15 g/dl,
c.memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa,
d. memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah aliran
darah ke paru,
e.pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis
permulaan 0,1 µg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat
diturunkan menjadi 0,05. µg/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10- 30
menit sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20
mmHg dan perbaikan pH.
Obat-obatan lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan
dengan dosis dan cara yang sama dengan tata laksana gagal jantung Pada pasien
PJB dengan gagal jantung , tata laksana yang ideal adalah memperbaiki kelainan
struktural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk
memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi
sementara sebelum tindakan definitif dilaksanakan.
Pengobatan gagal jantung meliputi:
1) penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi setengah
duduk, pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta
koreksi terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit
yang ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan
ventilasi mekanis
2) pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-
obatan. Obatobat yang digunakan pada gagal jantung antara lain
a. obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti
dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya,
dipakai dosis 30 µg/kg. Dosis pertama diberikan setengah
dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian
sebesar seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8
jam berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumat
diberikan setelah 8-12 jam pemberian dosis terakhir dengan
dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obat inotropik
isoproterenol dengan dosis 0,05-1 µg/kg/ menit diberikan bila
terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia
diberikan dobutamin 5-10 µg/ kg/menit atau dopamin bila
laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5 µg/kg/menit.
Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi
sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal,
karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis.
b. vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis
0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.
c. diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan
dosis 1-2 mg/kg/ hari per oral atau intravena.
2. Bedah Jantung
Kemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan bayi dengan keadaan umum yang
buruk dapat bertahan hidup. Sementara itu perkembangan teknologi diagnostik telah
mampu mendeteksi kelainan jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak dalam
kandungan dengan ekokardiografi janin. Di dalam bidang bedah jantung, kemampuan
untuk melakukan operasi ditunjang oleh
a)teknologi pintas jantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayi dengan berat
badan yang rendah,
b)tersedianya instrumen yang diperlukan,
c)perbaikan kemampuan unit perawatan intensif pasca bedah, dan
d)pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yang rumit.6,11,12 Pada prinsipnya
penanganan penyakit jantung bawaan harus dilakukan sedini mungkin. Koreksi
definitif yang dilakukan pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi
pertumbuhan jantung, juga mencegah terjadinya hipertensi pulmonal.

3. Kardiologi Intervensi
Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang kardiologi anak
adalah kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakit jantung
bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga
diharapkan biayanya lebih murah.
Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:
1) Balloon atrial septostomy (BAS) adalah prosedur rutin yang dilakukan
pada pasien yang memerlukan percampuran darah lebih baik, misalnya TAB
(transposisi arteri besar) dengan septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini
dilakukan dengan membuat lubang di septum interatrium, dan biasanya
dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan ekokardiografi.
2) Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) kini merupakan prosedur standar
untuk melebarkan katup pulmonal yang menyempit, dan ternyata hasilnya
cukup baik, dan biayanya juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan
operasi. Umumnya pasca BVP kondisi fisik pasien bertambah baik. Penyulit
terjadi pada 1 kasus karena muskulus papilaris katup trikuspid putus saat
tindakan dikerjakan sehingga memerlukan pembedahan emergensi.
a. Balloon mitral valvotomy (BMV) umumnya dikerjakan pada kasus
stenosis katup mitral akibat demam reumatik.
b. Balloon aortic valvuloplasty (BAV) belum dilakukan rutin dan kasusnya
juga jarang dijumpai. Prosedur ini baru dikerjakan pada 2 kasus.
c. Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil Gianturco juga
dikerjakan pada beberapa kasus, namun belum dianggap rutin karena
harga coil dan peralatan untuk memasukkan coil tersebut cukup mahal.
Tindakan ini telah dilakukan pada 12 kasus dengan duktus arteriosus
persisten, kesemuanya memakai coil Gianturco. Penyulit hemolisis terjadi
pada 3 kasus.
d. Di Subbagian Kardiologi FKUI/RSCM tindakan intervensi kardiologi
yang pernah dilakukan adalah dilatasi balon dan pemasangan stent pada
arteri renalis pada pasien arteritis Takayasu. Pasca tindakan kondisi pasien
baik dan tekanan darah turun. Tindakan lainnya seperti penutupan DSA
(defek septum atrium), DSV (defek septum ventrikel), fistula koroner,
MAPCA (major aortico -pulmonary collateral arteries) belum pernah
dilakukan.
e. Di Institut Jantung Negara Kuala Lumpur Malaysia, penutupan duktus
arteriosus persisten dilakukan dengan menggunakan umbrella, coil dan
ADO (amplatzer ductal occluder); sedangkan untuk defek septum atrium
ditutup dengan menggunakan ASO (amplatzer septal occluder).14 Di
Royal Children,s Hospital Melbourne, Australia telah dilakukan penutupan
defek septum ventrikel tipe muskular yang sulit dioperasi dengan
amplatzer device

VI. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain:
a. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang
menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan
pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga
tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di
ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari
kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan
sebelum timbul komplikasi ini.
b. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak
menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul
kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
c. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak
terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya
hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang
dan terdapat defisit neurologis

VII. Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan
yang rutin sangat diperlukan. Dengan kontrol kehamilan
yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara
dini.
b. Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka
kadar gula darah harus dikontrol dalam batas normal
selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada
riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan
genetik down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga.
Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun
kecil kemungkinannya.
c. Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB
pada janin dengan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini
sangat tergantung dengan saat dilakukannya USG, beratnya
kelainan jantung dan juga kemampuan dokter yang
melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi
pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau
pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat
kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka
penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal
ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung
dapat dilihat dengan lebih teliti.
d. Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan
ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma,
Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum
merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal
dengan skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan
pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia
skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan
finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit
morbili (campak) dan rubella selama hamil.
e. Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus
dihindari karena beberapa obat diketahui dapat
membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan obat
dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang
potensial bagi ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan
antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat
indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil
dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan
apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam
keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan,
dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah
mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya
f. Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen
berulang pada masa kehamilan
g. Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari
suami atau anggota keluarga di sekitarnya.
h. Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan
masker pelindung agar tidak terhisap zat – zat racun dari
karbon dioksida.

Daftar Pustaka
Dhania. 2009. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Jantung : Pengertian,
Penanganan ,dan Pengobatan. Yogyakarta : Penerbit Kata Hati
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung, Yogyakarta: Nuha Medika
Lawrennce M. Tierney. 2002 et al Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit
Dalam. Lovastatin, kohlmeir. 2006. Penyakit Jantung dan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta:
Pretasi Pustaka.
Maulana, M. 2008. Penyakit jantung. Jogjakarta: Katahati
Nazrul Efendy et, al 2008. Perbedaan Faktor RisikoPrimer Pada Penderita Penyakit
Jantung Koroner dan Kontrol di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:SNATI

Anda mungkin juga menyukai