520
515 530
540
510
550
505 560
500 570
580
590
495 600
610
C 620
640
490
700
485
480
470
460 400
1
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Warna putih disingkat dengan (W), maka:
W ref = W1 R + W2 R + W3 R ..…………..…………………(1)
Dimana W1,W2 dan W3 adalah jumlah dari masing – masing warna dasar. Bila
W1, W2 dan W3 dibuat =1, kemudian harga (R), (G) dan (B) dianggap harga
satuan dari masing – masing warna dasar, maka satuan warna Khrominan C1
dapat dinyatakan dalam :
C1 = R1 R + G1 G + B1 B…………………………………….(2)
Dimana R1, G1 dan B1 merupakan jumlah dari satuan warna dasar supaya hasil
penjumlahan sama dengan warna C1, R1,G1 dan B1 dinamakan harga
tristimulus dari warna C1. Cahaya putih standard tersebut diatas mempunyai
harga tristimulus = 1.
Untuk warna putih akan diperoleh harga Y = 1 sebab harga – harga tristimulus
warna dasarnya sama dengan 1.
Indonesia menggunakan sistem “Phase Alternating Line” (PAL) yang merupakan
pengembangan dari sistem “NTSC” dalam memperbaiki cacat fase yang terdapat
pada sistem tersebut, tetapi untuk satuan warna dasar tetap memakai sistem
“NTSC”.
2
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
diperkirakan fasenya perlu diperbaiki, semakin banyak tempat perbaikan fase
makin rumit sistem tersebut.
Sistem “PAL” memperbaikinya dengan cara merubah fase dari sub carrier yang
0 0
tegak lurus dari 90 ke 270 secara bergantian menurut garis-garis scaning.
0.299 Ey
Merah
Ey 0.587 Ey
Hijau
0.114 Ey
Biru
3
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dengan demikian dapat dilihat bahwa signal luminan Y merupakan penjumlahan
dari warna dasar dengan perbandingan tertentu, warna serta kepekatan warna
suatu benda tergantung kepada perbandingan warna dasar yang dihasilkan oleh
bernda tersebut.
Setiap warna mempunyai harga luminan atau “Brithness” yang sesuai dengan
jumlah perbandingan dari masing – masing harga warna dasar yang dipunyainya.
Pada tingkat kepekatan warna yang paling tinggi adalah warna merah harga EY =
0,299, warna hijau harga EY = 0,587 dan warna biru harga EY = 0,114.
Terlihat juga bahwa Y yang paling tinggi yaitu 1, diperoleh dari warna putih dan
harga Y untuk warna yang lain akan selalu kurang dari 1.
Untuk mendapatkan kompatibilitas antara TV warna dan TV hitam putih
berdasarkan kepada hubungan antara R,G dan B dari warna benda dengan
harga luminan Y nya, maka untuk TV warna signal yang disalurkan adalah :
4
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
penerima tidak bekerja maka tidak ada latar belakang warna pada layar tabung
gambar. Untuk lebih jelas mengapa signal pembeda warna menjadi 0 untuk
pandangan hitam putih, kita ambil pandangan putih sebagai contoh :
ER = EG – EB = 1,0
EY = 0,299 ER + 0,587 EG + 0,114 EB
= (0,299 X 1,0) + (0,587 X 1,0) + (0,114 X 1,0)= 1,0
Sehingga :
( ER – EY ) = 1,0 – 1,0 = 0
( EG – EY ) = 1,0 – 1,0 = 0
( EB – EY ) = 1,0 – 1,0 = 0
Jelaslah signal pembeda warna sama dengan 0, dan hasil yang sama akan
diperoleh jika pandangan warna abu – abu atau hitam sebagai pengganti
pandangan putih.
Meskipun ketiga signal pembeda warna berasal dari Pusat Kontrol Studio yang
dipancarkan hanya dua diantara tiga signal pembeda warna. Pesawat penerima
akan memproses untuk memunculkan kembali signal pembeda warna yang
ketiga, signal pembeda warna yang dipancarkan adalah ( ER – EY ) dan ( EB –
EY ).
Untuk mendapatkan signal pembeda warna yang ketiga (EG – EY) signal
pembeda warna (ER – EY) dan (EB – EY) di “invert” menjadi – (ER – EY) dan –
(EB – EY).
Signal pembeda warna yang ketiga (EB – EY) diperoleh sebagai berikut
5
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tanda negatip didepan signal pembeda warna biru maksudnya adalah tabung
gambar warna biru tidak bekerja pada saat pandangan berwarna kuning.
Table (1-1) Signal pembeda warna dan Y,R,G dan Signal V & U untuk
amplitudo100% saturasi color bar.
Putih Putih Kuning Cyan Hijau Magenta Merah Biru Hitam
1.0 Kuning
0.89 0.44 0.44
Cyan
Hijau 0.29 0.29
0.7 0.15
o.59 Magenta 0.15
0.41 Merah 0 0
0.3 Biru
0.11 Hitam
0
Y
0.7
0.59 Signal U
0 0.11 0.61
0 0.61
0.52
- 0.11
ER - EY - 0.7 - 0.59
0.09 0.09
0 0
0.41
0.3
0.11
0 0
- 0.11
- 0.3
EG- EY - 0.41 Signal V
0.89
0.63 0.59 0.63
0.59
0.3
0.44 0.44
0 0
- 0.3
- 0.59
0 0
- 0.89
EB - EY
6
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Table (1-2) Signal pembeda warna dan Y,R,G dan Signa V & U untuk amplitude
95% saturasi color bar.
Putih Kuning Cyan Hijau Magenta Merah Biru Hitam Putih Kuning Cyan Hijau Magenta Merah Biru Hitam
Y 0
0 0.08
0.46 0.46
0.39
- 0.08 0
0 0.07 0.07 0
- 0.53 - 0.44
ER - EY
0.31 Signal V
0.23
Signal V
0 0.08 0
- 0.08
0.47 0.47
0.34 0.45
0.34
- 0.23
EG- EY - 0.31
0 0
0.67
0.44
0.23
0 0
7
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dalam proses demodulasi pada pesawat penerima bentuk envelope signal video
color bar 95% saturasi dapat dilihat pada gambar 1.6, pembacaan menggunakan
skala % puncak level warna kuning pada100%, puncak level warna putih pada
80%, level warna hitam pada 25%, hal yang sama akan diperoleh apabila kita
gunakan video color bar 100% modulasi,
0.875 V
100%
0.793 V
Sub carrier chrominance
0.702 V
0.7 V 0.664 V
80
0.470 V
0.405 V
5.12 uS
0.211 V
25 0.3 V 0.173 V
0.082 V
0.3 V 4.7
uS 0.0 V
64 uS
Gambar 1.6. Envelope video carrier untuk 95% saturasi test pattern
color bar
8
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
warna disekitar warna oranye dan “cyan” akan lebih lebar dibandingkan dengan
frekuensi yang dibutuhkan untuk warna hijau dan ungu.
Berdasarkan perbedaan bidang frekuensi yang dibutuhkan oleh kedua daerah
diatas, maka untuk meletakkan frekuensi sub carrier setinggi mungkin dalam
bidang frekuensi video, dipilih warna oranye –“cyan” sebagai signal warna yang
0 0
dimodulasikan ke sub carrier yang fasenya berubah dari 90 ke 270 , signal ini
dinamakan V = 0,877 (ER-EY).
Sedangkan untuk daerah warna hijau – ungu sebagai signal warna yang
0
dimodulasikan ke sub carrier yang berfase 0 signal ini dinamakan signal U =
0,493 (EB-EY).
9
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 1.8. Koreksi Cacat Fase
Dengan memperhatikan gambar 1.8, misalnya warna F1 merupakan signal yang
seharusnya diterima oleh pesawat penerima. Tetapi dengan adanya cacat fase θ
pada garis ke n dari gambar, yang diterima adalah Fa. Pada garis ke n + 1
pesawat penerima akan menerima signal Fb dengan cacat fase yang sama
arahnya dengan dengan cacat yang dialami Fa, yaitu berjarak θ dari tempat Fb
seharusnya (F2). Jadi disini fase bergeser sebesar θ kearah berlawanan dengan
jarum jam.
Bila pada pesawat penerima bisa diatur sehingga signal Fb dengan komponen –
Vb dan Vb dapat diprosentasikan bersama dengan signal Fa, dengan terlebih
dulu Fb dijadikan signal Fc dengan membalik –Vb menjadi Vb, maka jumlah Fad
an Fc akan menghasilkan signal baru yang sefase dengan F1 dan bila
amplitudonya dibagi dua hasilnya yang selalu berlawanan arah pada dua garis
gambar yang berurutan pada prosentasi bersama signal U (=F) dipesawat
penerima disatukan menjadi satu garis, jika ada kesalahan fase maka kesalahan
itu akan saling menghapuskan, disini cacat fase sudah terkoreksi.
Kekurangan sistem “PAL” jelas terlihat, yaitu makin besar cacat fase yang
dialami, makin berkurang amplitude signal hasilkoreksi, akibatnya adalah warna
0
yang dihasilkan kepekatannya akan berkurang. Bila cacat fase sampai 90 maka
signal warna akan hilang dan gambar akan menjadi hitam putih.
Bila frekuensi sub carrier dipilih sedemikian rupa sehingga terletak diantara
spectrum enerji signal luminan, maka masing – masing spectrum enerji akan
terlihat terpisah kondisi diatas akan dicapai bila frekuensi sub carrier merupakan :
Fsc = ( 2n + µ ) F1 + Ff/2……………………………………………(5)
Dimana :
Fsc = Frekuensi sub carrier
n = 284
F1 = Frekuensi garis (15625 Hz)
Ff = Frekuensi bingkai (50 Hz)
Maka untuk frekuensi sub carrier standar sistem “PAL” dengan jumlah garis 625,
diperoleh :
Fsc = (284 + ¼) x 15625 Hz + 25 Hz
= 4,43361875 Mhz ±1Hz
BINGKAI KE EMPAT
308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320
BINGKAI PERTAMA
BINGKAI KEDUA
308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320
BINGKAI KETIGA
Sub carrier
Audio carrier
Luminance
4.43361875
- 1.25 0 5.5 MHz
13
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tabel 2.1 Nilai dari elektrik konstan e dan untuk beberapa tipe permukaan
tanah
Tipe Permukaan Tanah e (mho / m)
Air laut (0°) 80 4 – 5 (s/d 1 GHz)
Air laut (10°) 73 4 – 5 (s/d 1 GHz)
Air (10°) 84 1 – 10 x 10‾³ (s/d 100
MHz)
Air (20°) 80 1 – 10 x 10‾³ (s/d 100
MHz)
Tanah (sangat lembab) 30 5 – 20 x 10‾³ (s/d 100
MHz)
Tanah 15 5 x 10‾⁴
Arctic 15 5 x 10‾⁴ x 10‾⁴
Tanah kering , area industri, 3 5 x 10‾⁵- 1x 10‾⁴
kota
Kutub 3 2,5 x 10‾⁵
Pada tabel 2.1 diperlihatkan nilai dialektrik konstan (ℇ) dan konduktiviti () sesuai
dengan ITU-R Report 229-1, nilai efektip ground konstan ditentukan oleh
beberapa factor antara lain: kelembaban, temperature dan frekuensi.
Gelombang radio pada arah perambatannya akan dipengaruhi oleh lapisan –
lapisan atmosfer dan bentuk permukaan bumi, lapisan atmosfer mempunyai sifat
– sifat khusus dalam hubungannya dengan gelombang radio yaitu :
1).Lapisan C dan D,ketinggian semu 60 km sampai 80 km.
Memantulkan frekuensi rendah dan sangat rendah, untuk sistem
telekomunikasi frekuensi tinggi akan menimbulkan redaman, terutama
pada lapisan D.
2).Lapisan E, ketinggian semu 80 km sampai 110 km. Frekuensi kritis
sekitar 4 Mhz, jangkauan lompatan tunggal maksimum sekitar 3000
km.
3).Lapisan F2, ketinggian semu 180 km sampai 300 km pada siang
hari, 350 km pada malam hari, jangkauan lompatan tunggal sekitar
3840 km pada siang hari, dan sekitar 4130 km pada malam hari.
Dengan adanya sifat – sifat khusus tersebut memungkinkan untuk merencanakan
suatu jaringan telekomunikasi radio jarak jauh, dengan memanfaatkan lapisan
atmosfer, dalam perencanaan jaringan televisi lapisan – lapisan atmosfer sedikit
berpengaruh pada band I (47 Mhz s/d 68 Mhz).
Sedangkan pada Band III (174 Mhz s./d 230 Mhz) dan band IV/V (470 Mhz s/d
860 Mhz) tidak berpengaruh sama sekali.
2.1 PEMANTULAN
Pemantulan gelombang radio disebabkan antara lain oleh : tanah,
gunung, gedung, dsb. Pada frekuensi rendah, menengah dan tinggi gelombang
radio dapat melewati suatu obyek yang besar dan padat yang besarnya lebih
kecil daripada panjang gelombangnya, dalam hal ini factor redaman akan
bertambah dengan bertambahnya frekuensi.
14
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Untuk frekuensi sangat tinggi dan ultra tinggi akan lebih sulit melewati obyek
tersebut, yang pada akhirnya obyek tersebut akan memantulkan kembali
gelombang tersebut, dalam hal ini koefisien pantul bertambah dengan
bertambahnya frekuensi .
Dengan demikian dapat dituliskan bila suatu obyek mempunyai ukuran lebih
besar daripada panjang gelombang akan berfungsi sebagai pemantul, koefisien
pantul akan lebih besar pada obyek terbuat dari logam.
0
Pada titik pantul, sudut fase berubah dari 180 tergantung pada bidang polarisasi
dan sudut datang, disamping itu terjadi penyerapan signal gelombang radio.
Apabila sudut datang sangat kecil, pemantulan dapat dianggap terjadi tanpa
perubahan amplitudo dan pembalikan fase.
2.2 PEMBIASAN
Pembiasan terjadi apabila gelombang radio melewati suatu media ke
media lainnya yang mempunyai factor kecepatan gelombang yang berbeda,
apabila kerapatan media berubah maka kecepatan gelombangnya juga berubah,
perubahan ini terjadi secara bertahap maka gelombang radio dibelokkan kearah
media yang lebih padat yang mempunyai factor kecepatan gelombang yang
rendah.
Diatas permukaan bumi kerapatan atmosfer berubah sangat rendah tetapi linier
terhadap ketinggian, maka pembelokan terjadi kearah bawah yang akan
memperluas radio horizon.
2.3 DISPERSI
Dispersi terjadi apabila gelombang radio menghadapi bagian sisi suatu
obyek yang mempunyai ukuran lebih besar daripada panjang gelombangnya,
dimana arah perambatan ada di belakang obyek tersebut. Ini akan
mengakibatkan penyebaran gelombang elektro magnet yang menyebabkan
gangguan “Fringes” (daerah yang sukar menerima gelombang radio) yang
melemah apabila menjauhi sisi obyek tersebut.
15
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
wilayah jangkauan siaran, dengan cara menggeser frekuensi carrier (“Off set
frequency”), dengan catatan
pemancar harus mempunyai kestabilan frekuensi pembawa ± 500 Hz (non
precision offset) atau ± 1 Hz ( precision offset).
Rekomendasi 418-3 “ITU-R” untuk kanal yang sama (co-channel),
merekomendasikan minimum D/U ratio yang di ijinkan dapat dilihat pada table
2.2.
Tabel 2.2. Rekomendasi 418-3 ITU-R Off set frequency untuk system 625 garis
Protection ratio untuk kanal bersebelahan (adjacent channel), misalnya: kanal
34,35 dan 36 diperlukan :
D/U > 12 dB ( 35 ke 36)
D/U > 6 dB ( 35 ke 34 )
Metode yang lain selain offset frekuensi untuk mendapatkan D/U seperti yang di
rekomendasikan oleh “ITU-R” yaitu :
a).Menggunakan tapis (“BPF”) “RF” (diperoleh 30 dB), dengan
menambahkan rangkaian RF filter pada perangkat penerima
(translator).
b).Antenna “diversity” (diperoleh 15 dB), dengan menyusun 2 atau lebih
antenna penerima (translator) secara vertical.
c.Antenna “directivity” (diperoleh 16 dB), dengan menambah elemen
pengarah pada antenna penerima (translator).
d).“Cross polarization” (diperoleh 10 dB), dengan menggunakan
polarisasi yang berbeda (vertikal atau horizontal) pada sisi pemancar.
16
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Average noise voltage pada input terminal translator adalah:
N(w) = KTBF(watt)
Dimana : N(w) = besarnya noise dalam watt pada input terminal tv
translator
K = konstanta (1.38 x 10²³)
T = 30º C = 303º k = 273º + 30º
B = band width (5 MHz untuk system B&G)
F = noise figure
N(dBw) = 10 log (1.38 x 10²³ x 303 x 5000.000) + F
= -136.8 + F(dBw) ………………..…………………(8)
Hubungan antara tegangan (v) dan daya (w) pada impedance 50 ohm input
terminal adalah:
N(w) = N²(v)/50
N(dBw) = 10 log [N²(v) x (1/50)]
= NdBuv – 137 (dBw) ……..……………...…(9)
Dari persamaan (8) dan (9) tegangan input voltage tv translator adalah :
NdBuv ≈ F(dBuv) ……………………………….…(10)
Dari persamaan (7) dan (10), S/N. diperoleh :
S(p-p) / N(rms) = VdBuv – 7 – F(dB) ………………..….…(11)
Hubungan antara input voltage penerima dengan Field strength
V = ½ E . λ/ π . √G . √(R/73). 1/L (V) ………..…………..…(12)
= 20 log½ E . 20 log (300.10²/F. π) + 10 log G . (R/73) + 20 log (1/L)
= -6 +20 log E + 39.6 – 20 log F + GdB – 1.64 – LdB
≈ 20 log E – 20 log F(MHz) + G dB – LdB + 32
S(p-p)/N(rms)=E(dBuv/m)–20logF(MHz)+G(Db)–L(dB)–F+25 (dBuv)…(14)
17
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
3.3. INTERFERENSI
Interferensi adalah signal yang tidak di inginkan (undesired)
mengganggu signal yang di inginkan (desired), gangguan ini akan mengurangi
kualitas reproduksi signal informasi. Pada dasarnya ada empat macam
interference yaitu:
a).Interference kanal yang sama (co-channel) dan kanal bersebelahan
(adjacent channel), pemakaian kanal yang sama atau bersebelahan
oleh dua buah pemancar dapat menyebabkan gangguan, gangguan ini
akan tampak pada layar tv sebagai bentuk pola yang bergerak
mendatar.
b).Interference “RF”, disebabkan oleh kelipatan frekuensi dari suatu
pemancar yang masuk ke kanal televisi, gangguan ini akan tampak
sebagai pola yang tidak beraturan.
c).“Man the impulsive interference”, disebabkan oleh loncatan listrik,
misalnya pengapian dalam suatu sistem kendaraan bermotor, kontak
listrik, dll. Akan tampak pada layar televisi berupa bintik – bintik putih.
d).“Atmospheric noise interference”, disebabkan oleh NOISE RF yang
ditimbulkan oleh petir, akan tampak pada layar televisi berupa bintik –
bintik putih.
Dalam perencanaan suatu jaringan transmisi apabila terjadi interferensi yang
tidak dapat dihindari harus diusahakan pengaruh yang timbul sekecil mungkin
dengan menterapkan perbandingan proteksi signal yang diinginkan terhadap
signal yang tidak diinginkan lebih, dikenal dengan “desired undesired “ (“D/U
Protection Ratio”).
18
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
c
d
a b
y 2 2 1/2
D = (x + xy + y )
3 = 37
D
60
0 4 x
2 2
a + a.b + b = N (number of channels)
a ; b = Rhombic number
b.p + a.q = k. N
k = bil integer = 2
Dapat dilihat pada gambar 3.1 bahwa titik a,b,c merupakan pusat lingkaran yang
me-representasikan jangkauan siaran, masing-masing lingkaran terbagi dalam 6
segmen yang identik dengan jajaran genjang (rhombic) abcd.
Pada gambar berikutnya merupakan penjelasan untuk menentukan jumlah kanal
yang digunakan dalam sebuah grup jaringan transmisi, sumbu x dan y dengan
perbandingan panjang 4 : 3 membentuk sudut 60º di titik O, panjang diagonal D =
√37 = N (jumlah kanal).
Pada gambar 3.2 adalah contoh perencanaan frekuensi untuk menentukan N
(jumlah nsi/kanal) = 13, kita sebut modulo 13 = (2,4,6,8,10,12,1,3,5,7,9,11,0),
dalam perencanaan/perhitungan tersebut kita merencanakan penggunaan
alokasi kanal yang minimum untuk meradiasi satu wilayah dan se-rendah
mungkin terjadinya interferensi yaitu dengan memperhitungkan co-channel
protection ratio, dengan demikian diawal perencanaan kita harus sudah
menentukan channel spacing = 2 kanal, dan re-used channel, panjang diagonal
D atau jarak OD adalah jarak terjauh untuk menggunakan frekuensi yang sama
(co-channel),dengan memperhitungkan interferensi paling rendah.
Dari persamaan a² + a.b + b² = N (dimana N=13)
a² + a.b + b² = 13
dapat ditulis 3² + 3.1 + 1² = 13 (diperoleh : a = 3, b = 1)
19
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dari persamaan b.p + a.q = k.N (k = bilangan integer =2)
1.p + 3.q = 2.13
1.11 + 3.5 = 26 (diperoleh : p = 11, q = 5)
dimana : p = sumbu x, q = sumbu y.
Nilai p dan q adalah channel spacing pada arah sumbu x dan y, untuk sumbu y
diperoleh ( 0,5,10,2,7,12,4,9,1,6,11,3,8,0,dst), untuk sumbu x diperoleh
(0,11,9,7,5,3,1,12,10,8,6,4,2,dst).
Untuk memudahkan perhitungan mencari nilai a dan b (disebut bilangan rhombic)
dengan menggunakan table 3.1.
Kita tentukan terlebih dahulu jumlah kanal (N) untuk jaringan transmisi yang
direncanakan (N = 21) kemudian di tarik vertical diperoleh (a = 4), horizontal
diperoleh (b = 1), nilai p dan q dapat diperoleh menggunakan persamaan b.p +
a.q = k.N (k = bilangan integer =2), yaitu (p = 2), (q = 10).
Pada gambar 3.3 menunjukan contoh jaringan dengan jumlah kanal 26, untuk
nilai N=26, keadaan seperti ini dimana 26 adalah bukan rhombic number, dapat
dilihat jarak terdekat untuk co-channel adalah sisi sejajar terpendek = 4,358 (nilai
ini mendekati √26 = 5,099), panjang untuk jarak co-channel berikutnya adalah sisi
sejajar terpanjang atau diagonal terpendek adalah 5,291 dan 6,082.
20
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 3.2 – Contoh Regular lattice untuk 13 kanal (Modulo 13)
0
Example of network for 26 channels
6 15
3 12 21 4
0 9 18 1 10 19 2
24 7 16 25 8 17 0
13 22 5 14 23
11 20
0
Example of regular lattice for 31 channels
4 24 13 2 22 11 0
q = 27 8 28 17 6 26 15
12 1 21 10 30 19
p = 20 16 5 25 14 3 23
0 20 9 29 18 7 27
Band I III IV V
dB (uV/m) + 48 + 55 + 65 + 70
Tabel 3.2. Median field strength diukur 10 meter dari permukaan tanah.
Siaran FM stereo
54 dB (uV/m) untuk rural area
66 dB (uV/m) untuk urban area
74 dB (uV/m) untuk kota besar (luas)
22
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Kekurangan pemancar pengulang tanpa sistem frekuensi menengah dalam
meneruskan signal warna akan mengalami cacat “Group delay” akibat
pemotongan band frekuensi pada rangkaian masukan dan output.
Pada gambar 3.4 memperlihatkan pemancar pengulang dengan frekuensi
menengah, cacat “Group delay” dapat diatasi dengan menambahkan rangkaian
kompensasi pada bagian frekuensi menengah yang bekerja pada daerah
frekuensi 33,4 Mhz s/d 38,9 Mhz.
1 n 1
------ = Σ ------- ………………….…..(15)
(S/N)t i=0 (S/N)i
Contoh perhitungan:
Vi = 65 dBuv, Vi = 63 dBuv, Vi = 58 dBuv,
Noise figure (F) = 8 dB, F = 8 dB, F = 8 dB
Kuat medan listrik pada titik pengukuran dalam volt per meter, hubungan antara
kuat medan listrik Eo dengan rapat daya adalah :
2
P = Eo / Z ………………………..……………..…(18 )
24
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dimana Z adalah impedensi karakteristik ruang.
Substitusi kedua nilai diatas kedalam persamaan diperoleh: Z = õ/c = 277 ohm
(120π).
Persamaan diatas menunjukkan kuat medan listrik Eo diruang bebas pada jarak
d dari sumber radiasi isotropis Pt yang memancar kesegala arah, untuk sumber
radiasi yang mempunyai perolehan daya persamaan ( 19 ) menjadi :
Eo = √(30 Pt Gt Gr) / d
Eo = √(30 x 1,64.Pt.Gt) / d
Eo = 7√(Pt.Gt) / d (V/m) ……………….……………….( 21 )
25
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gelombang radio
d1 d2
dt
Gelombang optik
ht hr
R
R R
Pada kondisi atmosfer dibawah normal, indeks bias atmosfer berkurang pada
suatu ketinggian diatas permukaan bumi, yang berakibat pembelokan gelombang
radio kearah permukaan bumi, dengan demikian horizon radio harus dimasukkan
kedalam perhitungan dengan pertimbangan jari – jari bumi yang dimodifikasi
dengan factor K, walaupun demikian lengkungan relatif antara gelombang radio
dan permukaan bumi tetap sama.
Factor K mempunyai nilai rata – rata 1,33 pada temperature normal, dengan
demikian persamaan ( 22 ) dapat dirubah menjadi :
dt = √2R. √ht. √K
dt= 4,12 √ht(m) (km) ……………………….…..…(23)
26
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
adalah garis bujur permukaan bumi, CE bidang tangensial permukaan bumi pada
titik D, dan DF jarak diukur sepanjang permukaan bumi : sudut DOG kecil, DF
dapat dianggap sama dengan DG, GF = h adalah tinggi di titik F diukur sepanjang
jari – jari bumi: Ka adalah jari – jari modifikasi, dimana a adalah jari – jari
sesungguhnya dan K = 4/3.
C D d G E
h
F
A B
ka
ka
O
Maka :
2
H = d /2 ka (mtr) ………………..……….…..(24)
Dimana :
d = jarak antara pemancar dengan penerima diukur tangensial
terhadap permukaan bumi.
a =jari – jari permukaan bumi 6400 km.
k =koefisien, dengan memasukkan factor pembiasan / pembelokan
pada atmosfer.
n = koefisien, pertambahan skala tegak atau perbandingan skala.
1
h = ketinggian relative, tangensial terhadap titik penerima pada jarak d
dari titik pemancar.
27
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Jika skala mendatar sudah ditentukan, misalnya dipilih 1 cm = 1 km, bila n = 10,
jarak 1 cm tegak akan mewakili 1/10 cm atau 100 meter.
1 1 1
Tinggi relatif pada permukaan bumi diwakili oleh jarak parabola (A D B 1 pada
gambar gambar 4.2 b) yang selanjutnya digambarkan sejajar keatas sesuai
dengan skala tegak.
C' D' d G' E'
h'
F'
A' B'
Contoh penggunaan profile diagram dapat dilihat pada Gambar 4.2c, antara Tx
Jakarta dengan Rx Cibuaya (Lokasi Cibuaya adalah salah satu dari 8 test point
untuk wilayah layanan Jabobetabek).
Tx Jakarta menggunakan menara 300 meter, Rx Cibuaya menggunakan antena
standar dipole ´ λ, 10 meter dari permukaan tanah.
Profile permukaan tanah dapat dicari menggunakan peta skala 1:50000, ditarik
garis lurus antara koordinat:
Tx Jakarta (06˚12'43'’S;106˚43'51'’E) dengan
Rx Cibuaya (06˚00'12'’;107˚23'33'’),
tinggi dan rendah permukaan tanah di catat pada setiap perpotongan antara garis
ketinggian kontour peta dengan garis lurus antar koordinat. Pada gambar
Gambar 4.2c dapat dilihat bahwa antara Tx Jakarta dengan Rx Cibuaya relatif
datar tidak terdapat halangan permukaan tanah yang tinggi.
28
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 4.2c. Profile Diagram antara Tx Jakarta dengan Rx Cibuaya
Pada Gambar 4.2d. Dapat dilihat contoh pengukuran field strenght pada jarak
75km dari lokasi pemancar, lengkungan permukaan bumi sudah mulai terlihat,
hal ini tidak berpengaruh kepada line of sight tetapi berpengaruh kepada Fresnel
zone yang akan mengurangi (loss) besarnya field strenght di titik penerima.
r1
ht
r2
d
Gambar 4.3. Gelombang langsung dan gelombang pantul
30
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
4.4. MENENTUKAN TITIK PANTUL
Apabila diagram permukaan seperti gambar 4.4, maka dalam
menentukan titik pantul dapat dilaksanakan sebagai berikut :
1
Garis PT dianggap sebagai tinggi antenna semu yang panjangnya sama dengan
1 1 1
PT, demikian pula QR = QR, kemudian ditarik garis TR dan T R, perpotongan
kedua garis tersebut menghasilkan titik pantul 0.
T
P Q
O
R'
T'
r = r1 = ro + λ /2 ………………………...….(29)
r = r2 = ro+ λ
r = r3 = ro + 3λ /2
r = rn = ro + n / λ
r1 r2 r3
R
O r
ro
P
R1 = ro + λ/2
R2 = r1 + λ/2
| | |
Rn = r(n-1)+λ/2 dimana λ << ro
Maka:
2 2
r = (r (n-1) + λ/2)
2 2
= (r(n-1) ) + λ r(n-1) + λ /4
Diperoleh :
2 2 2
R1 = r1 – r0 = λr0
2 2 2 2 2 2 2
r2 = R2 – r0 = (r2 – r1 ) + (r1 – r0 )
= λ (r0 + r1)
2
( Rn ) = λ (r0 + r1 + ……r(n-1) )
Untuk n yang bernilai kecil r1, r2, ………r(n-1) tidak berpengaruh pada r0 maka
dapat dituliskan sebagai berikut :
2
( Rn ) = n λ r0
Rn = √ (nλ r0) ……….……….…..(30)
32
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dalam menghitung daerah “fresnel” dengan jarak pemancar ke penerima yang
sudah diketahui, dapat dijelaskan dengan gambar 4.7 dibawah ini.
r1
R
S ro P
d1 d2
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa S adalah sumber, P adalah penerima, r0
adalah jarak dari S ke P, r1 adalah daerah permukaan berkas gelombang dan R
adalah jari – jari lingkaran permukaan berkas gelombang. Dengan menterapkan
persamaan (29) dan prinsip dasar segitiga siku-siku dimana d1 = d2, dapat
dihitung besarnya jari – jari R sebagai berikut :
Dari persamaan (29);
r = r1 = r0 + λ /2
r1 – r0 = λ/2
2 2 2 2
Dari prinsip dasar segitiga : r1 = √ ((d1) + R ) +√ ((d2) + R )
Diperoleh :
2 2 2 2
√((d1) + R ) +√ ((d2) + R ) – (d1 + d2) = λ/2
2 2 2 2 2 2
√((d1) (1 + R / d1 )) + √((d2) (1 + R / d2 ))-(d1 + d2) = λ/2
2 2 2 2
d1√((1 + R / d1 )) + d2√((1 + R / d2 ))-(d1 + d2) = λ/2
33
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
V. DECIBEL, PROPAGASI MAKSIMUM & WILAYAH JANGKAUAN SIARAN
Pi = 1w Gain=? Po = 10w
Ditanyakan : Loss
Pi = 10w Loss=? Po = 1w
34
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Diketahui: P1= 1watt, P2=2watt, P3= 4watt, P4=8watt, P4=10watt
Ditanyakan: Gain total
P1 P2 P3 P4 P5
35
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
P=0,02w P2=2w
E1= 1 volt E2 = 10 volt
I1=0,02A I2=0,2A
Z=50 ohm Z=50 ohm
Gain
Maka:
Power gain= 10.log(10) (P2/P1) = 10.log(10) (2w/0,02w) = 20dB atau
Amplitudo (E) gain =20. log(10) (E2/E1) = 20.log(10) (10v/1v) = 20dB atau
Amplitudo (I) gain =20. log(10) (I2/I1) = 20.log(10) (0,2A/0,02A) = 20dB
Dari contoh perhitungan diatas, kita dapat menghitung besaran gain atau loss
dalam satu rangkaian (amplifier, filter), jika diketahui besaran: power (watt),
amplitudo E (volt) atau I (amper).
36
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Rekomendasi “ITU-R” untuk perencanaan jaringan pada “band” I, III,IV
dan V, kuat medan minimum untuk mendapatkan kualitas signal informasi yang
baik dapat dilihat pada table, besarnya kuat medan minimum akan berubah sesuai
dengan pengaruh noise lingkungan; daerah perkotaan dan daerah industri
memerlukan kuat medan listrik yang lebih besar dibandingkan daerah pedesaan.
Dalam keadaan penerimaan pada input antenna penerima tanpa interferensi dari
pemancar televisi yang lain maupun dari noise yang dibuat oleh manusia (man
made noise), besarnya usable field strength sebesar +47 dBuV/m untuk band I, +53
dBuV/m untuk band III , +62 dBuV/m untuk band IV, +67 dBuV/m untuk band V,
akan memberikan kualitas penerimaan informasi yang memuaskan.
Tabel dibawah ini memperlihatkan perhitungan usable field strength minimum
(bebas dari interferensi) yang dibutuhkan pesawat penerima tv untuk mendapatkan
kualitas signal informasi yang baik.
BAND I III IV V
Input resistance (75 Ohm), 1,5 1,5 1,5 1,5
thermal noise dB(uV)
Noise figure (dB) 9,5 8,5 11 12
Radio frequency S/N (dB) 36 36 36 36
Minimum Rx voltage 47 46 48,5 49,5
dB(uV)
Dipole conversion factor 2 13 20,5 25
and mismatch allowance
(dB)
Antenna gain (dB) 3 7,5 10 12
Cable loss (dB) 1 1,5 3 4,5
Minimum usable field 47 53 62 67
strength dB(uV/m)
Tabel 5.2. Minimum Usable Field strength.
Tabel dibawah ini adalah rekomendasi ITU-R (Rec 417-2), untuk perencanaan
pemancar siaran televisi analog pada band I, III, IV & V, ditentukan median field
strength untuk mendapatkan kualitas signal informasi yang baik tidak boleh lebih
rendah dari:
Band I III IV V
Minimum median field +48 +55 +65 +70
strength dB (uV/m)
Tabel 5.3. Rekomendasi ITU-R (Rec 417-2) median field strength diukur 10 meter
dari pemukaan tanah.
Propagasi maksimum & wilayah jangkauan siaran dibatasi oleh garis countur
terluar wilayah jangkauan dari group kanal frekuensi dan diukur 10 meter dari
permukaan tanah tidak boleh lebih besar dari table (4-1), aturan ini dibuat untuk
mencegah interferensi dengan garis countur terluar wilayah jangkauan dari group
kanal frekuensi yang lain, hal ini dapat dilakukan dengan membatasi ERP (daya
37
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
radiasi efektip) yaitu besarnya daya pemancar (dBw) ditambah dengan gain
antenna (dB dan pola radiasi antena yang sesuai dengan wilayah layanan akan
menentukan besarnya kuat medan listrik (dBv/m), membatasi ketinggian antenna
pemancar yang akan menentukan jarak maksimun propagasi.
Dari table diatas dapat dilihat bahwa kuat medan listrik jalur “VHF” lebih besar
daripada jalur “UHF”, ini disebabkan karena adanya perbedaan pada :
Dimisalkan : d = 50 km
f1 = 189,25 Mhz (kanal 6 jalur “vhf”)
f2 = 807,25 Mhz (kanal 70, jalur “uhf”)
Diperoleh :
3
Lo vhf = 21,984 dB + 20 log 50.10 – 20 log 1,58
= 21,984 dB + 93,97 dB – 4 dB
= 111,95 dB
Lo uhf = 21,984 dB + 93,97 dB – 20 log 0,37
= 21,984 dB + 93,97 dB + 8,59 dB
= 124,54 dB
38
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
f1 = 189,25 Mhz, λ = 1,58 meter
f2 = 807,25 Mhz, λ = 0,37 meter
gt = 6,3 kali
L= 2 dB = 1,58 kali
Diperoleh :
Vin vhf = 70dBu + 10 log(1.58/ π ) + 10 log √(50/73) + 10log√(6.3/1.58)
= 70 dBu – 2,98 dB – 0,82 dB + 3 dB
= 69,2 dB
39
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
d) Pada frekuensi dibawah 2 MHz akan dipengaruhi oleh kabel
listrik di bawah tanah.
40
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
“Clearence parameter” U = Hc / Rs …………..……………….....(33 )
Dimana :
Hc= Tinggi daerah “fresnel” yang terhalang (meter)
Rs= Jari – jari daerah “fresnel” pertama
=√((λ.dl.d2)/(d1+d2)) (meter)
Pada gambar (6.1) dapat dilihat apabila ketinggian antenna pemancar (h1) dan
antenna penerima (h2) adalah rendah dibandingkan dengan ketinggian obyek
penghalang, maka besarnya kuat medan E dapat dihitung sebagai berikut :
T H1 H H2
R
h1
h2
R'
d1 d2
T'
d
VII. FADING
Perambatan gelombang radio pada arah perambatannya akan
mengalami redaman yang tidak tetap, sehingga kuat medan listrik pada suatu
tempat akan berubah – ubah, kejadian seperti ini biasa disebut “fading”.
Untuk mengatasi redaman yang diakibatkan “fading” dengan cara :
a)“Antenna diversity”, yaitu dengan menyusun beberapa antenna
penerima berderet kebawah, cara ini sangat efektif untuk fading yang
diakibatkan berubahnya titik pantul akibat pasang surut permukaan laut.
b)“Frequency diversity”, yaitu dengan memancarkan dua frekuensi carrier
yang berdeda dengan informasi yang sama, sedangkan pada sisi
penerima akan memilih secara otomatis signal yang paling baik.
Pada table 7.1 dapat dilihat besarnya redaman yang disebabkan oleh “fading”
pada daerah frekuensi 30 Mhz s/d 3000 Mhz.
41
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Table 7.1. Redaman disebabkan oleh “fading”
Frekuensi (Mhz) Fading (dB.km)
30 – 300 0,1
300 – 3000 0,2
VIII. ANTENNA
Dalam suatu sistem radio, gelombang elektromagnet merambat dari
pemancar ke penerima lewat media ruang, memerlukan antenna di kedua ujung
tersebut untuk keperluan penggandengan pemancar dan penerima ke hubungan
ruang (space), fungsi pemancaran dan penerimaan mempunyai sifat – sifat yang
identik.
Dalam hal ini terdapat beberapa sifat – sifat yang penting dan sering digunakan
untuk kedua fungsi tersebut, antenna dapat dibuat dari kawat atau material yang
menghantarkan arus listrik, dengan ukuran panjang disesuaikan dengan panjang
gelombang yang digunakan. Ada tiga macam antenna yang biasa digunakan
dalam komunikasi radio yaitu :
1. Antena celah (“aperture antenna”). Digunakan pada frekuensi
gelombang mikro, dalam pemakaiannya biasa digandengkan ke
“wave guide”
2. Antenna resonansi. Digunakan pada frekuensi sangat tinggi dan ultra
tinggi, dimana terdapat distribusi arus dengan pola gelombang berdiri.
3. Antenna bukan resonansi. Digunakan pada frekuensi tinggi.
8.1. POLARISASI
Polarisasi gelombang didefinisikan sebagai arah dari vector medan
listrik terhadap arah rambatan, sampai saat ini diketahui ada 3 macam polarisasi
gelombang yaitu :
a) Polarisasi linier, yaitu bila vector listrik tetap berada pada bidang yang
sama, seperti yang diperlihatkan pada gambar 7.1. Suatu gelombang
yang dipolarisasi linier diatas permukaan bumi disebutkan polarisasi
tegak apabila vector medan listrik tegak terhadap permukaan bumi dan
polarisasi mendatar vector medan listrik sejajar dengan permukaan
bumi.
42
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
E E
Arah perambatan
(a) (b)
Gambar 7.1 Polarisasi linier (a) dilihat dari sumbu pancaran, (b) dilihat
dari arah perambatan
b) Polarisasi elip, yaitu bila vector listrik dapat berputar terhadap garis
rambatan, seperti diperlihatkan pada gambar 7.2. Jenis antenna
dengan polarisasi elip digunakan untuk komunikasi satelit, bila
perputaran vector listriks searah jarum jam dilihat dari arah rambatan
dituliskan polarisasi kanan demikian pula sebaliknya dituliskan
polarisasi kiri apabila vector berputar kebalikan arah jarum jam.
X X
ω
ω
Ex
E
E
Ey Y Y
(a) (b)
Z
Gambar 7.2 Polarisasi elip (a) dilihat dari sumbu pancaran, (b) dilihat dari
arah perambatan
43
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
X ω
Ey
E
Y
Ex
Pi = Ps / 4 π (W/Sr) …………………………...(35)
2
Dimana luas permukaan bola dengan jari – jari d adalah 4 π rd , maka kerapatan
daya untuk peradiasi isotropik :
Dimana kerapatan daya dan daya per unit sudut ruang adalah saling
berhubungan.
44
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
X
Bidang meridian Θ P
Y
Bidang ekuator
Φ
Gambar 8.1. Koordinat bola di titik P, dengan radius d dan sudut θ dan Φ.
Terarah
Isotropik
(ήa Ps / 4 π) ………………………….……………..(37)
Dm = gm / ήa …………………………………..…… (39)
Persamaan (40) dapat digunakan untuk menghitung prediksi field strength dalam
merencanakan dan membangun sebuah stasiun transmisi
9.1. ANTENNA
9.1.1 RADIASI ANTENNA ELEMENTER
Umumnya, ketika arus listrik mengalir didalam suatu media akan
menyebabkan medan electromagnit didalam medium tersebut. Besarnya medan
listrik (E) dan medan magnit (H) pada titik jauh (far point) r>>λ, dalam ruang
bebas (free space) dapat dilihat pada gambar 9.1, diperoleh dari persamaan
berikut dimana satuan panjang (m) satuan arus (A).
Besarnya nilai (H) dan (E) berubah sesuai dengan perubahan Ө. Kenyataannya
intensitas medan berubah sesuai dengan arah seperti di definisikan bahwa
system radiasi mempunyai pola arah (directional pattern). Medan elektromagnit
akan terbentuk ketika arus di distribusikan sepanjang saluran atau bidang datar,
yaitu dengan integrasi masing-masing elemen arus.
46
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
X
θ Hǿ
r
O Eθ
Ids Y
ǿ
Z
Gambar 9.1. Radiasi antenna elementer
R = P/I² (Ω)………………………………………………..(42)
Tahanan radiasi untuk dipole pendek (small dipole) dengan panjang L dan arus I
di distribusikan seragam sepanjang saluran adalah :
Dalam hal dipole di umpan dari pusat dipole, impedansi dilihat dari titik umpan
(feeding point) disebut i nput impedance, dan umumnya di ekspresikan dengan
perbandingan tegangan dan arus pada titik umpan (feeding point), jadi ada
perbedaan dengan impedansi radiasi.
Jika antenna dibuat dari penghantar sempurna, dan tidak ada kerugian resistansi
, maka input impedance sama dengan radiation impedance. Radiation impedance
dari dipole setengah lamda adalah (73,13 + j 42,55) Ω.
Karakteristik radiasi dipole setengah lamda yang di umpan dari pusat dipole.
Distribusi arus dalam hal diameternya sangat kecil, adalah bentuk sinusoidal,
dan pola directivity diperoleh dari persamaan :
Radiasi kuat medan dipole setengah lamda dalam ruang bebas, arah tegak lurus
terhadap dipole diperoleh dari persamaan sebagai berikut:
47
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dimana h, adalah panjang efektif dari setengah lamda dipole. Power radiasi (P)
diperoleh dari persamaan:
P = 73,13 I² (W)…………….…………………………..(46)
Atau P = 73,13 π²(I he//λ)² /λ (W)……………….……….…..(47)
Radiasi kuat medan dipole setengah lamda dalam ruang bebas diperoleh dari
subtitusi persamaan (46) dengan persamaan (47), dimana I = √p/√73,13.
Z = R + jx ………………………….….(50)
48
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
9.3. ANTENA MENGGUNAKAN REFLEKTOR
Untuk memperbaiki pola radiasi, biasanya suatu antenna dilengkapi
dengan suatu pemantul bidang datar yang dapat memperkecil atau
menghilangkan pola radiasi disebelah belakang antenna tersebut, dengan
demikian pola radiasi kearah depan lebih tajam dan perolehan daya makin besar.
Jarak antara pemantul dengan antenna sangat menentukan besarnya perolehan
daya dan bentuk pola radiasi, pada gambar 8.1 dapat dilihat hubungan perolehan
daya dengan jarak. Dimana perolehan daya akan minimum bila mendekati jarak
setengah panjang gelombang.
Gain dB
Jarak λ
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
49
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
9.4.1. ANTENNA BEAM TILT.
Antenna pada kenyataannya akan di pasang sejajar dengan menara
atau tegak lurus terhadap permukaan bumi, dalam keadaan demikian berkas
GEM (gelombang elektro magnit) akan merambat sejajar dengan permukaan
bumi, berarti tidak menyentuh bumi, untuk itu perlu dilakukan penurunan sudut
berkas (beam) agar menyentuh permukaan bumi, hal ini dinamakan Beam Tilt.
Ilustrasi perhitungan beam tilt dapat dilihat pada gambar 9.4, antenna terpasang
pada menara dengan tinggi (h) tegak lurus terhadap permukaan bumi, berkas
GEM akan merambat sejajar dengan permukaan bumi.
Diketahui bahwa : jari-jari bumi (a) = 11333,33km, Line of sight = 4,12√(h)m,
difraksi=4/3. Maka dapat dicari besar sudut beam tilt (Ө°).
Beam tilt dapat dilakukan secara mekanik, dengan cara memasang mounting
antenna dengan sudut tertentu terhadap menara, agar diperoleh sudut Ө yang di
inginkan. Hal ini akan sulit dilakukan jika antenna yang terpasang lebih dari satu
panel, maka harus dilakukan elektrikal beam tilt. Seperti dijelaskan pada Gambar
9.4.
Dengan tidak merubah sudut kemiringan susunan antenna terhadap menara,
untuk mendapatkan beam tilt dengan sudut tertentu yaitu dengan menambah
panjang salah satu feeder, perbedaan panjang feeder line akan mengakibatkan
delay (terlambat) pada salah satu feeder (yang lebih panjang), feeder ini akan
berfungsi sebagai delay line.
Delay line akan mengakibatkan perbedaan phase diantara kedua feeder tersebut,
dengan demikian akan terjadi penjumlahan vector pada antenna dengan kondisi
amplitudo yang sama tetapi terdapat perbedaan phase, menghasilkan beam
radiasi dengan sudut tertentu.
Ilustrasi perhitungan beam tilt dapat dilihat pada gambar 9.5, yaitu jika di inginkan
sudut beam tilt (Ө°) sebesar 3°, berapa panjang delay line (∂°), dalam (°) atau
(cm) yang harus ditambahkan pada salah satu feeder line. Hal ini sangat mudah
dilakukan dengan menurunkan persamaan ; (∂°) =(2πNsSinӨ)/λ.
50
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dari contoh perhitungan pada gambar 9.5, untuk sudut beam tilt sebesar 3°,
dibutuhkan panjang delay line 22,1 cm atau beda phase 56,58°, pada frekuensi
ch 40
51
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
antenna). Pada prakteknya pola radiasi sangat dipengaruhi oleh ukuran menara
(spine) dan penempatan di menara. Ukuran spine yang ideal (tidak berpengaruh
kepada pola radiasi) untuk penempatan antenna adalah 60x60 cm untuk band
UHF dan 120x120cm untuk band VHF.
52
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
53
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
54
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
55
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
56
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
57
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
58
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
59
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
PERSAMAAN POLA HORIZONTAL ANTENNA SUPERGAIN
D D
C AoC; C
D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x H=0.3λ
(2) cos(ßD(cosØ-sinØ)) 2D=0.5λ
A1=sin(ßHcosØ)xcos
B
Ij o (π/2sinØ) /cosØ B o A
A
Ij
A2= sin(ßHsinØ)x
cos(π/2cosØ) /sinØ
D
D
ß=2π/λ
CoB; D’(Ø)=sin(ßHcosØ)x
cos(π/2sinØ) /cosØ
DoA; D”Ø)=sin(ßHsinØ)
xcos(π/2cosØ) /sinØ
C AoC; D(Ø)=√(A1²+A2²-
C
(3) 2A1A2 x cos(ßD(cosØ-
sinØ))
CoB dan DoA (sama
I o dengan (2))
B A
Ij
B o A
D
D
C AoC; D(Ø)=√(A1²+A2²- C
2A1A2 x sin(ßD(cosØ-
(4)
sinØ))
Ij+λ/4 CoB dan DoA (sama
o dengan (2))
B A
Ij B o A
D D
60
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
C AoC; C
(5)
D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
cos(ßD(cosØ-sinØ))
CoB; (Ø)=√(A1²+A2²-
Ij o
B A 2A1A2 x cos(ßD(cosØ- B A
Ij o
Ij sinØ))
BoD; D(Ø)=A3 D
D
DoA; D(Ø)=A4
C AoC; C
(6) D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
cos(ßD(cosØ-sinØ))
Ij o CoB;
B A (Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x B o A
Ij Ij os(ßD(cosØ-sinØ))
BoD; D(Ø)=A3 D
D
DoA; D(Ø)=A4
C AoC; D(Ø)=√(A1²+A2²- C
2A1A2 x sin(ßD(cosØ-
(7)
sinØ))
CoB; D(Ø)=√(A1²+A2²-
Ij o
B A 2A1A2 x sin(ßD(cosØ- B A
o
Ij+λ/4 Ij+λ/4 sinØ))
BoD; D(Ø)=A3 D
D DoA; D(Ø)=A4
C AoC; D(Ø)=√(A1²+A2²- C
2A1A2 x sin(ßD(cosØ-
(8)
sinØ))
CoB;
Ij o D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
B A o
sin(ßD(cosØ-sinØ)) B A
Ij+λ/4 Ij+λ/4
BoD; D(Ø)=A3 D
D DoA; D(Ø)=A4
C AoC; C
D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
(9) sin(ßD(cosØ-sinØ))
Ij+λ/4 CoB; D(Ø)=√(A1²+A2²-
B o 2A1A2 x sin(ßD(cosØ- o
A B A
Ij Ij sinØ))
BoD; D(Ø)=A3 D
D DoA; D(Ø)=A4
61
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
C AoC; C
D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
(10)
sin(ßD(cosØ-sinØ))
Ij
CoB; D(Ø)=√(A1²+A2²-
B o 2A1A2 x sin(ßD(cosØ- B o A
A
Ij+λ/4 Ij+λ/4 sinØ))
Ij
BoD;
D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1A2 x
D sin(ßD(cosØ-sinØ)) D
DoA; D(Ø)= √(A1²+A2²-
2A1A2 x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
C AoC;D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1 C
A2xsin(ßD(cosØ-sinØ))
(11)
Ij
CoB;D(Ø)=√(A1²+A2²-
B o A
B o 2A1A2xsin(ßD(cosØ-
A
Ij+λ/4 Ij+λ/4 sinØ))
Ij
BoD;D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1
D D
A2 x sin(ßD(cosØ-sinØ))
DoA;D(Ø)=√(A1²+A2²-
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
C AoC;D(Ø)=√(A1²+A2²- C
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
(12) sinØ))
Ij
B o
A CoB;D(Ø)=√(A1²+A2²- B o A
Ij+λ/4 Ij+λ/4 2A1A2x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
Ij
D BoD;D(Ø)=√(A1²+A2²- D
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
DoA;D(Ø)=√(A1²+A2²-
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
62
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
C AoC;D(Ø)=√(A1²+A2²- C
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
(13)
sinØ))
Ij
o B o A
B A CoB;D(Ø)=√(A1²+A2²+2A1
Ij+λ/4 Ij+λ/4 A2 x sin(ßD(cosØ-sinØ))
Ij
D
BoD;D(Ø)=√(A1²+A2²- D
2A1A2x sin(ßD(cosØ-
sinØ))
63
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
9.5.1. PERSAMAAN UMUM POLA RADIASI
a) Pola radiasi horizontal
Persamaan umum pola radiasi horizontal antenna 1/2λ dipole :
Jika L=λ/2
D(φ)=Cos(π/2.Cos φ ) / Sin φ ≈ Sin φ ………….……….(51)
1
3493533573161 5 9 13 17
345
341 2125
333337 29
329 0.9 33
325 37
321 0.8 41
317 45
313 0.7 49
309 53
305 0.6 57
301 0.5 61
297 65
293 0.4 69
289 0.3 73
285 77
281 0.2 81
277 0.1 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 157153
205
201197 161
193189185 181177173169165
64
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Persamaan umum pola radiasi horizontal antenna 1λ dipole:
Jika L=λ/2
D(φ)=Cos(π.Cos φ )+1 / Sin φ ………………………….(52)
1
357361 5 9 13
341345349353 2 1721
337 2529
333 1.8 33
329 37
325
321 1.6 41
317 45
313 1.4 49
309 53
305 1.2 57
301 1 61
297 65
293 0.8 69
289 0.6 73
285 77
281 0.4 81
277 0.2 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
157
205
201197 161
193189185 181177173169165
65
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Persamaan umum pola radiasi horizontal antenna Yagi 2 elemen :
D(ǿ)=Cos{( π/4 (1 - Cos ǿ)} ……………………….(53)
1
3493533573161 5 9 13 17
345
341 2125
337 29
333 0.9 33
329 37
325
321 0.8 41
317 45
313 0.7 49
309 53
305 0.6 57
301 0.5 61
297 65
293 0.4 69
289 0.3 73
285 77
281 0.2 81
277 0.1 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 157153
205
201197 161
165
193189185 181177173169
66
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Persamaan umum pola radiasi horizontal antenna superturnstyle :
D(ǿ)= √{A1²+A2²+2A1A2 Cos∂0} …………………………(54)
Dimana
A1= {Cos(πL/λ. Sinǿ) – (Cos πL/λ) }/ (Cosǿ)
A2= k i . {Cos(πL/λ.Cosǿ) – (Cos πL/λ) }/( Sinǿ)
Dimana k i = I2/I1, rasio arus untuk 2 batwing antenna.
1
3453493533573161 5 9 13 17
341 2125
337 29
333 33
329 37
325
321 0.8 41
317 45
313 49
309 53
305 0.6 57
301 61
297 65
293 0.4 69
289 73
285 77
281 0.2 81
277 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
157
205201
197193189 165161
185 181177173169
67
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Hor pattern superturnstyle (∂₀=0°)
1
345349353357361 5 9 13 17
341 2125
337 1.2 29
333 33
329 37
325
321 41
317 1 45
313 49
309 0.8 53
305 57
301 61
297 0.6 65
293 69
289 0.4 73
285 77
281 81
0.2
277 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
157
205201
197193189 165161
185 181177173169
68
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Persamaan umum pola radiasi horizontal antenna supergain :
D(ǿ)= √{A1²+A2²+2A1A2 Cos∂0} ………………………….(55)
Dimana
A1= Sin {2πH/λ) SinǾ} x(( Cos {πL/λ CosǾ} - Cos (πL/λ))/ SinǾ)
A2= ki x {Sin(2πH/λ)x CosǾ} x((( Cos {πL/λ SinǾ} - Cos (πL/λ))/
CosǾ)) ki x {Sin(2πH/λ)x CosǾ} x((( Cos {πL/λ SinǾ} - Cos (πL/λ))/
CosǾ))
1
349353357361 5 9 13 17
345 21 25
337341 1.6 29
333 33
329 37
325 1.4
321 41
317 45
313 1.2 49
309 53
305 1 57
301 61
297 0.8 65
293 69
0.6 73
289
285 0.4 77
281 81
277 0.2 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209205 153
161157
201197
193189185 181177173169165
69
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
D(Ǿ)= √{A1²+A2²+2A1A2xCos (2πD/λ x (CosǾ - SinǾ)}……….(56)
Dimana:
A1=Sin {2πH/λxCosǾ} x( Cos {π/2xSinǾ}/ CosǾ)
A2=Sin {2πH/λxSinǾ} x( Cos {π/2xCosǾ}/ SinǾ)
1
361 5 9 13
349353357
345 1.4 17 21
337341 2529
333 33
329 1.2 37
325
321 41
317 45
313 1 49
309 53
305 0.8 57
301 61
297 65
0.6
293 69
289 73
0.4 77
285
281 81
0.2 85
277
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
205201 161157
197193189 165
185 181177173169
70
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
D(Ǿ)=√{A1²+A2²+2A1A2xSin (2πD/λ x (CosǾ - SinǾ)………..…(57)
D(Ǿ)=√{A1²+A2²-2A1A2xSin (2πD/λ x (CosǾ - SinǾ)}
D(Ǿ)=A3
D7(Ǿ)=A4
1
353357361 5 9 13 17
345349 1.2
341 2125
337 29
333 33
329 37
325 1
321 41
317 45
313 49
0.8 53
309
305 57
301 0.6 61
297 65
293 69
289 0.4 73
285 77
281 0.2 81
277 85
273 89
0 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
205201 157
197193189 165161
185 181177173169
71
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
b) POLA RADIASI TEGAK (VERTICAL)
Persamaan umum pola radiasi vertical antenna Yagi 2 elemen adalah:
D(Ө)= {Cos(π/2.Cos Ө) / Sin Ө}x Cos{( π/4 (1 - Sin Ө)} ……..….(58)
1
357361 5 9 13
341345349353 1 1721
337 2529
333 33
329 37
325 0.8
321 41
317 45
313 49
0.6 53
309
305 57
301 0.4 61
297 65
293 69
289 0.2 73
285 77
281 0 81
277 85
273 89
-0.2 93
269
265 97
261 101
257 105
253 109
249 113
245 117
241 121
237 125
233 129
229 133
225 137
221 141
217 145
213 149
209 153
157
205
201197 161
193189185 181177173169165
72
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Pola radiasi tegak antenna super turn style
Kondisi:
D(Ө) =D6 x Fs
1.Horizontal polarization D6=2Cos Өv x (1+ 2Cos(4Өv))
2.Vertikal polarization Өv=(πS/λ)xSinӨ
3.6 bay D(Ө)=2Cos (πS/λ xS inӨ) x {1+ 2Cos (4πS/λ x
SinӨ}
4. ∂o=90° Fs=(0,0941+0,7501xCosӨ3+0,9995CosӨ2+0,7071CosӨ1)/2.5508
5.S1=0,72λ, S2=0,48λ, S3=0,48λ
6. Ө1=(πS1/λ xSinӨ), Ө2=(πS2/λ xSinӨ), Ө3=(πS3/λ xSinӨ
73
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Vertical pattern super turn style 6 bay
20
15
10
0
0 20 40 60 80 100
-5
0
0 20 40 60 80 100
74
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
D(θ) Depression angle, antenna 1 bay
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
E1
θ
φ φ
b E2
c² = a² + b² – 2ab Cos (φ-π)
E2 c² = a² + b² + 2ab Cos (φ+π)
Amplitudo E1=E2 Cos (π- φ)= -Cosφ
E² = E1² (1² + 1² + 2Cosφ)
= E1² ( 2 + 2Cosφ)
E²/ E1² = 2 (1 + Cosφ)
= 2 (2 Cos² φ/2)
E/ E1 = Cos² φ/2
Dimana: φ = (2 π s/λ) Sin θ
E/ E1 = 2 Cos ((2 π s/λ) Sin θ)/2)
E/ E1 = 2 Cos (( π s/λ) Sin θ))
Jika s=λ
Maka : E/ E1 = 2 Cos (π Sin θ)
75
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Null Point 1 bay
2.5
1.5
0.5
0
0 20 40 60 80 100
2.5
1.5
0.5
0
0 20 40 60 80 100
76
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Polarization Arrays Band Frequency Gain
Hor /Vertical Dipole Band II (VHF) 47–88Mhz 7dB/panel
TV
Hor /Vertical Dipole Band II (VHF) 87,5–108Mhz 7,5dB/panel
FM
Circular Dipole Band II (VHF) 87,5–108Mhz -1,8dB/panel
FM
Hor /Vertical Dipole Band III (VHF) 174–230 Mhz 8dB/panel
TV
Hor /Vertical 4Dipole Band IV (UHF) 470–860 Mhz 11dB/panel
TV
Horizontal Slot Band IV (UHF) 470–860 Mhz 9,5dB
TV
1
1,15
2
2
Uper ant
3
4
4
4 Sistem gain antenna, 8 level,1 side (UHF
9,05
band IV/V) :
5
5
=10 log (Jumlah panel) + gain panel
antenna
2 run main feeder
6 =10 log(8) + 11dBd
6
flexwell 1 5/8",
Lower ant
=9 dB +0 dB + 11 dBd = 20 dBd
de 7 7
hy
dra
tor
8
8
DU
MM
Y
LOA
D
77
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
b) Gain sistem antena 8 level, 2 side.
8 levels, 2 sides (16
panels antenna)
2
1,15
2
Uper ant
2
4
2 Sistem gain antenna, 8 level,2 side (UHF
band IV/V) :
4
9,05
=10 log (Jumlah panel) + gain panel
2 antenna
=10 log(16) + 11dBd
2 run main feeder =12dB + 11dBd = 23 dBd
flexwell 1 5/8",
2
Lower ant
Gain antena / side:
=10log(Jumlah panel)+10log(Jumlah panel
de
hy
2 arah/Jumlah panel)+gain panel antena
dra
tor
Arah 45˚=10 log(16) +10log(8/16) + 11dBd
=12dB – 3dB + 11dBd
2 = 20dBd
Rigid line 1 5/8"
Transmitter Arah 315˚=10 log(16) +10log(8/16) + 11dBd
Az = 45º
Az = 315º
Power = 1
=12dB – 3dB + 11dBd
Power = 1
= 20dBd
DU
MM
Y
LOA
D
3
Uper ant
Az = 180º
Power = 1
78
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
d) Gain sistem antena 8 level, 4 side
8 levels, 4 sides (32
panels antenna)
4
1,15
Sistem gain antenna, 8 level,4 side (UHF
band IV/V) :
4
=10 log (Jumlah panel) + gain panel
Uper ant
antenna
4 =10 log(32) + 11dBd
4 =15dB + 11 dBd = 26dBd
9,05
arah/Jumlah panel)+gain panel antena
4
Arah 0˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
2 run main feeder = 15dB – 6dB + 11dBd
flexwell 3 1/8",
4 = 20dBd
Lower ant
Arah 45˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
dehydr = 15dB – 6dB + 11dBd
ator 4 = 20dBd
dehydr Arah 180˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
= 15dB – 6dB + 11dBd
ator
4
Rigid line 3 1/8"
= 20dBd
Arah 270˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
Az = 0º = 15dB – 6dB + 11dBd
Power =1
= 20dBd
0,3
Az = 180º
Power = 1
band IV/V) :
=10 log (Jumlah panel) + gain antenna/
4 panel
4 =10 log(28) + 11dBd
=14,47dB + 11 dBd = 25,47dBd
4
4 Gain antena / side:
9,05
Az = 180º
Power = 1
79
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
X. PEMANCAR TELEVISI DAN FM RADIO
1) Common Amplification.
Carrier video dan audio diperkuat dalam satu rangkaian penguat,
pemancar tipe ini relatip murah karena hanya memerlukan satu
rangkaian penguat dan tidak memerlukan rangkaian combiner di
output rangkaian untuk menggabungkan carrier video dengan
audio, kekurangannya apabila karakteristik penguatan rangkaian
tidak linier akan mengakibatkan distorsi dan menimbulkan product
carrier yang disebabkan oleh inter carrier dan inter mod, product
carrier yang diperbolehkan > -48dB terhadap carrier video.
2) Split Amplification.
Carrier video dan audio diperkuat oleh masing-masing rangkaian
penguat, pemancar tipe ini relatip lebih mahal karena memerlukan
dua rangkaian penguat dan memerlukan rangkaian combiner di
output rangkaian untuk menggabungkan carrier video dengan
audio, kelebihannya apabila karakteristik penguatan rangkaian
tidak linier tidak akan mengakibatkan distorsi dan menimbulkan
product carrier.
Common amplification
video
Power Amplifier
Exciter RF out
Video + audio
audio
Split amplificatiom
Power Amplifier
Video
video
Exciter diplexer RF out
audio
Power Amplifier
Audio
80
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Exciter common amplification
-1,25 V carrier
A carrier
Oscilator Local Osc
38,9MHz V carrier + Combiner
38,9MHz
FM modulator
Audio procesor Mixer UP converter RF amplifier
5,5 MHz
0 5,5 MHz 0 5,5 MHz 0 5,5 MHz 33,4 38,9 MHz -1,25 V carrier 5,5
FM modulator
Audio procesor Mixer UP converter RF amplifier
5,5 MHz
81
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
10.2. PEMANCAR FM RADIO
Dalam pemancar FM radio terdapat tiga bagian penting yaitu encoder,
exciter dan power amplifier, masing berfungsi sebagai berikut :
1. Stereo encoder berfungsi untuk menghasilkan audio composite yaitu
berupa multipleksing beberapa informasi yaitu: mono audio, stereo
audio dan tone 19KHz.
2. FM exciter berfungsi untuk menghasilkan modulasi FM (Frequency
modulasi) power output FM exciter antara 1 watt s/d 30 watt.
3. Power amplifier berfungsi untuk memperkuat power output dari exciter.
0 15 kHz
- 0 15 kHz Balans
modulator
38 kHz
L+R 19 kHz
L-R L-R
R L+R
0 15 kHz
+ 0 15 kHz
Audio composite
Stereo
Left -Right
19KHz
Stereo pilot tone
(10%)
Mono audio Left - Right Left - Right
Left +Right
0 15KHz 19 23 38 53KHz
1,15
=10 log (Jumlah panel) + gain panel antenna
=10 log(32) + 11dBd
4 =15dB +11dBd = 27dBd
Uper ant
Gain antena / side:
=10log(Jumlah panel)+10log(Jumlah panel arah/
4 Jumlah panel)+gain panel antena
4 Arah 0˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
= 15dB – 6dB + 11dBd
4
= 20dBd
4 Arah 45˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
9,05
= 20dBd
Arah 270˚=10 log(32) + 10log(8/32)+11dBd
dehydr
ator 4 = 15dB – 6dB + 11dBd
= 20dBd
dehydr
Tx power=20kw(pp) =11,8kw(av)=10,7dBk(av)
ator
4 Feeder loss=1dB/100m
Rigid line 3 1/8" Distributor loss=1dB
ERP Sistem:
Az = 0º
Power =1 = Tx power(dB)+Gain ant(dB)-Total loss(dB)
=10,7dBk+27dB-2dB=35,7dBk
0,3
TX power
Az = 270º
Power = 1
Az = 45º =3715,35kw
Power = 1
=20kw(pp)=11,8kw(av) ERP/side: masing-masing Az=0˚,45˚,180˚,270˚
=10,7dBk(av) =Tx power/4+Gain ant/side-Total loss
Az = 180º =10log(11,8kw/4)+20dB-3dB
Power = 1 =4,7dBk+20dB-3dB
=21,7dBk
=147,9kw
10. 4. PERHITUNGAN DAYA PEMANCAR
Perhitungan daya pemancar dapat menggunakan Rec ITU-R. P. 1546,
dapat dipilih sesuai kebutuhan seperti frekuensi range (100 MHz, 600 MHz ),
probabilty waktu (1%,10%,50%), propagasi melewati (daratan, lautan).
Sumbu tegak menentukan besarnya field strength dBuV/m, (untuk daya pancar
ERP = 1KW atau 0dBk) , sumbu mendatar menentukan jarak antara pemancar
dan penerima, kurva (sesuai dengan warnanya) menentukan ketinggian antena
pemancar dari permukaan tanah, dalam perhitungan menggunakan Rec ITU-
83
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
R.P.1546 dengan asumsi antena penerima dengan ketinggian 10m dari
permukaan tanah.
h2=10m
30 KM
Besarnya field strength 48,733 dBuV/m adalah nilai yang diperoleh pada jarak 30
km dari lokasi pemancar dengan daya pancar ERP 1kw (0dBk) dan pola radiasi
antena terarah (cardiod).
Sedangkan antena pemancar dengan pola radiasi omni directional (4 arah)
dibutuhkan daya pancar ERP = 0dBk + 10 log 4 atau 6dBk.
Minimum median field strength untuk pemancar radio FM adalah 48 dBuV/m
(ITU-R Rec 412-4), dengan demikian nilai field strength 48,733 dBuV/m sudah
cukup memadai.
Besarnya daya pemancar (watt) dapat dihitung menggunakan persamaan:
Tx power (dBk)=ERP(dBk)-Gain antena(dBd)+Loss cable(dB)
Apabila menggunakan sistem antena circular 2level, 1side (gain = 10 log (2) +
gain/panel = 3 dB + 4,5 dBd = 7,5 dBd) dan loss cable = 1 dB, akan diperoleh
daya pemancar = - 6,5 dBk atau 224 Watt.
84
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
ERP=1kw=0dBk
= - 6,5dBk
= 224watt
h2=10m
Tx power
=224watt
30 KM
Perhitungan daya pemancar dengan pola radiasi antena omni directional 4 arah,
antena dipole 1/2λ (gain =8dBd), dapat menggunakan cara dibawah ini.
Field strength = Field strength =
48,733 dBuV/m 48,733 dBuV/m
h2=10m
h2=10m
G = 8dB G = 8dB
G = 8dB G = 8dB
h1=75m
km
30
30
km
h2=10m
m 30 k
30 k a = 1dB m
85
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Perhitungan daya pemancar,
Diketahui: Tinggi antena = 75m
Radius coverage = 30km
Field strength = 48,733 dBuV/m
Gain antena = 8dB/arah
Pola radiasi = Omni directional (4 arah)
Redaman kabel = 1 dB
Diperoleh: Daya pemancar = 0dBk + 10 log 4 - 8dB + 1 dB = -1dBk atau 794 watt.
h2=10m
30 KM
Besarnya field strength 45,152 dBuV/m adalah nilai yang diperoleh pada jarak 30
km dari lokasi pemancar dengan daya pancar ERP 1kw (0dBk) dan pola radiasi
antena terarah (cardiod).
Sesuai dengan rekomendasi ITU-R (Rec 417-2), minimum median field strength
untuk pemancar televisi band IV adalah 65 dBuV/m, dengan demikian nilai field
strength 45,152 dBuV/m masih belum memadai masih diperlukan penambahan
daya ERP = 65 dBuV/m - 45,152 dBuV/m = 19,848 dB (dibulatkan 20 dB).
Untuk antena pemancar dengan pola radiasi omni directional (4 arah) akan
dibutuhkan daya pancar ERP = 20dBk + 10 log 4 = 26dBk.
86
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Field strength = Field strength =
65 dBuV/m 65 dBuV/m
h2=10m
h2=10m
G = 11dB G = 11dB
G = 11dB G = 11dB
h1=75m
km
30
30
km
h2=10m
m 30 k
30 k a = 1dB m
Tx pwr = 39,8 kW
87
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Figure 2, Rec ITU-R P. 1546
120
110 h1=10m
100
Field Strength (dB uV/m) for 1 kW e.r.p.
90 h1=20m
80
70 h1=37.5
60 m
50
h1=75m
40
30
h1=150m
20
10
0 h1=300m
-10
-20 h1=600m
-30
-40 h1=1
-50 200m
-60
Emax
-70
-80
1 10 100 1000
Distance (km)
88
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Figure 10, Rec ITU-R P. 1546
120
110 h1=10
m
100
Field Strength (dB uV/m) for 1 kW e.r.p.
90 h1=20
80 m
70
h1=37.
60 5m
50
h1=75
40 m
30
20 h1=150
m
10
0 h1=300
m
-10
-20 h1=600
-30 m
-40
h1=1
-50 200m
-60
Emax
-70
-80
1 10 100 1000
Distance (km)
89
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
XI .PEDOMAN PERHITUNGAN DAN UJI PEMERIKSAAN PERALATAN
Pemeriksaan dan perawatan peralatan pemancar secara berkala akan
memperpanjang umur peralatan, untuk keperluan tersebut dari master control
pusat penyiaran secara bersamaan dengan materi program dikirimkan signal
VITS (video insertion test signal) pada line 17, 18, 330 dan 331, signal video
VITS tidak akan tampak di layar karena hanya menggunakan 4 garis scanning
yang disisipkan pada saat vertical blanking, beberapa parameter pemancar dapat
diukur langsung bersamaan dengan berlangsungnya siaran materi program,
pengukuran menggunakan perangkat video wave form monitor yang dapat
menampilkan hasil demodulasi line 17, 18, 330 dan 331.
Kelebihan pengukuran parameter video menggunakan VITS dapat dilaksanakan
dengan cepat karena dilakukan bersamaan dengan program materi siaran,
kekurangannya hasil pengukurannya tidak cukup akurat, akan tetapi cukup
membantu untuk mengetahui kondisi pemancar untuk segera dilakukan
perbaikan.
Perhitungan field strength sangat bermanfaat dalam merencanakan jaringan
transmisi untuk menentukan kebutuhan ERP, daya pemancar, gain antenna,
tinggi menara dll, dengan demikian kemungkinan terjadinya interferensi dapat
dicegah.
Dimana :
90
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dengan 0,4 de > dm > 12 h1 h2 / λ
Dimana de = radio horizon
= 4,12 (√h1 + √h2) km
1) Pada jarak jauh dan dalam “line of sight” bila titik yang dikehendaki
berada dalam daerah (B) (lampiran 2)
Rumus kompensasi :
E = E0 2 sin Ǿ Dh Dv atau
2
E = (88 h1 h2 √PG) / λd x J x Dh x Dv
Maka E = E0 x Lr x sL
Dimana :
91
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
sL = redaman difraksi = (1/ (2 π U)
U = “celearance parameter” Hc/rs
Hc = tinggi halangan
Rs = daerah “fresnel” (√λ d1 d2) / (d1 + d2)
b) Titik pemancar dan halangan tinggi dan saling berdekatan, titik penerima
rendah (gambar 4.1.b). Dalam kasus ini factor pemantulan di daerah pemancar
dapat diabaikan, karena titik pemancar dan halangan tinggi.
Maka E = E0 x Lr x sL.
c) Titik penerima dan halangan tinggi dan saling berdekatan, titik pemancar
rendah (gambar 4.1.c). Dalam kasus ini factor pemantulan di daerah penerima
dapat diabaikan. Maka E = E0 x Lt x sL.
d) dh1, h2 dan H1 tinggi. Dalam hal ini factor pemantulan dapat diabaikan, kita
hanya menghitung redaman difraksi. (gambar 10.1.d). Maka E = E0 x sL.
M M
(a) (b)
Hc Hc
H H
h1 h1
T T
R R
h1 h2 h1 h2
d1 d2 d1 d2
M M
(C) (D)
Hc
Hc R T R
h1
h2 h2
T h1
h1
d1 d2 d1 d2
Gambar 11.1 Perhitungan field strength metode empirik “NHK”
92
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
11.2. PENGUKURAN PARAMETER SIGNAL VIDEO & AUDIO
Dalam pengukuran parameter video, signal masukan dari “Video
Generator” dengan level 1 volt p – p, impedansi 75 ohm, pemancar dibebani
dengan beban semu 50 ohm.
1.14
1.0
0.86
0.72
0.58
0.44
0.3
75%
100%
93
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
11.4. DAYA EFEKTIP (EFFECTIVE POWER)
0
Enerji yang dibutuhkan untuk menaikkan temperature 1 pada 1 cc air
adalah 4,18 watt/detik, apabila diubah menjadi besaran kilo watt sebagai berikut:
-3 -3 ………………………………
(4,18 x 10 ) / 60 = 0,0698.10 (56)
Karena volume air pendingin yang melewati beban adalah dalam litter per
menit,maka :
-3
0,0698.10 = 0,0698
Daya efektif (Kilo Watt) = 0,0698.T.Q ……………….….….(57)
Dimana :
T = Perbedaan temperature air yang masuk dengan air yang keluar
(Derajat Celcius)
Q = Volume air yang melewati beban (liter per menit)
T out (C)
DUMMY
LOAD
RF
T in (C)
AIR PENDINGIN
94
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Perbandingan antara daya puncak dengan daya efektip adalah :
(Daya puncak) / (Daya efektip) = (100 / 59.52) = 1.68
Carrier zero
0
Z
12,5% Level Putih
Quench pulse
Quench pulse
B X
Y A
Level Hitam
75%
100%
- 0
- 2
- 4
- 6
- 8
- 24
- 26
- 28
- 30 dB
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 MHz
96
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
4.43 MH z
Gambar 11.7. Video Stair step dengan Sub Carrier 4,43 MHz
C=½(A + B)
A B
Positive
DG=((A-C)/C) x 100%
A A' B' C Negative
DG=((B-C)/C) x 100%
Catatan; A’ dipakai bila A’<B
Positive
DG=((A-C)/C) x 100%
Negative
A C B DG=((B-C)/C) x 100%
DP
Pemotongan mendatar
(normal)
Pemotongan Diagonal
(distorsi)
98
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
A
B
Pulsa ½ T ; f = 1 / (½ T) = 1 / 50 ns = 20 MHz.
Pulsa T ; f = 1 / ( T) = 1 / 100 ns = 10 MHz.
Pulsa 2 T ; f = 1 / (2 T) = 1 / 200 ns = 5 MHz.
Pulsa 20 T ; f = 1 / (½ T) = 1 / 2000 ns = 500 KHz.
99
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Spesifikasi 50 Hz square wave
B
100 + 2k
100 100
100 - 2k
250 uS 250 uS
5 ms
50
M1 M2
A
0
5 mS
½ Field Periode ½ Field Periode
Gambar 11.12. Graticule untuk square wave 50 Hz
109
107
Standar teknik transient 105 103
response 250 kHz square 100
97
wave 95
90
± 0.2 ±7
± 0.4/1.0 ±5
5
3
3 5
8
13
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 +0.2 +0.4 +0.6 0.8 +1.0
100
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Contoh Pengukuran : Contoh Pengukuran :
Leading Edge Trailing Edge
1V 20%
10
0
TR
40%
Overshoot = (B/A) x 100%
60%
A
0.3 V 75%
80%
-8 -6 -4 -2 -1T 1T 2 4 6 8 10
Ringing = (B/A) x100%
¼.43
Ringing Frek (f) = 1/2t (MHz)
t = uSec 0V 1T 100%
Gambar 11.15. Pembacaan transient response untuk square wave 250 Hz dan
pulsa 2T
101
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
2T,Pulse 2T,Bar
0.7 V
0.3 V
4.7 12.3 15 25 7
64 uSec
SYSTEM B, G HAD F
(uSec) (MHz)
½ T- PULSE 0.05 20.0
T - PULSE 0.1 10.0
2 T - PULSE 0.2 5.0
20 T - PULSE 2.0 500 (Khz)
2T,Pulse 20T,Pulse
4.43 MHz
0.7 V
0.3 V
64 uSec
Gambar 11.16. Signal Video Pulse & Bar.
102
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
DISTORSI PHASE DAN GAIN PULSA 20 T
A = (-) A = (-)
= (+) = (-)
CHROMINANCE LAG CHROMINANCE LEAD
A = (+) A = (-)
100%
A A
100%
103
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
11.12. NOISE BERKALA (PERIODIC NOISE)
Tujuan pengukuran ini adalah untuk melihat noise video pada daerah
frekuensi dibawah 10 Khz, signal masukan adalah signal video komplit 1 volt p-p
dari “Test video generator”. Pemancar dioperasikan dan dibebani dengan beban
50 ohm, signal output berupa signal RF termodulasi dilewatkan pada “Linier
detector” yang akan mendeteksi komponen frekuensi daerah rendah yaitu signal
video komplit, signal output dimasukkan ke osiloskop setelah melewati “Capasitor
Bypass” 0,01 uf untuk membuang frekuensi diatas 10 Khz.
Spesifikasi teknik yang direkomendasikan untuk komponen “hum” dan “sync”
lebih besar dari -50 dB.
LD
1.0 V
Osciloscope
0.3 V
0
0.7 V S (Signal)
75 %
0.3 V
100%
0.7 V S (Signal)
N (Noise)
75 %
0.3 V
100%
104
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Pemancar dioperasikan dan dibebani dengan beban 50 ohm signal output adalah
RF termodulasi dimasukkan ke alat ukur “spectrum analyzer”. Pada layar akan
tampak signal carrier dengan jalur sisi, simpangan frekuensi akan diukur dengan
menaikkan level signal masukan sampai jalur sisi yang pertama hilang, maka
besarnya simpangan modulasi adalah :
fd = fm x Mf
Dimana :
fm = Frekuensi signal masukan (Khz)
Mf = Indeks modulasi
Spesifikasi teknik sebesar +50 Khz untuk 100% modulasi.
Gambar 11.20. Index Modulasi ketika Side band pertama ditekan hingga
menghilang :
CARRIER
SIDE BAND 1 SIDE BAND 1
106
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
1 3.83 3.83 11.49 19.15 28.73
107
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
100
7.5 kHz
5 kHz
50 3 kHz
40
30
20
DEVIASI (kHz)
1 kHz
10
2
38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10
ATTENUATION (dB)
108
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Rangkaian pre emphasis ditempatkan pada pemancar untuk memperbaiki signal
to noise ratio (S/N) pada daerah frekuensi tinggi audio signal, sedangkan
rangkaian de emphasis di tempatkan pada pesawat penerima, Indonesia
mengikuti standar ITU-R; time constant untuk pre emphasis dan de emphasis
adalah 50 u detik.
audio
carrier 1
-13
-20 audio
carrier 2
product
carrier
-48
MHz
-1,25 0 1,07 2 3 4 5 6 6,75
Gambar 11.24. Pengukuran level carrier
θ1
=dθ1/dω1
(ENVELOPE DELAY)
ω
ω1
ENVELOPE DELAY
PHASE DELAY=dθ1/dω1
=dθ/dω
Hubungan antara Phase delay dengan Envelope delay dapat di jelaskan sebagai
berikut, apabila pada daerah frekuensi video (ω) ditempatkan sub carrier
amplitude modulasi akan diperoleh:
ω + Δ ω = ω1
ω - Δ ω = ω2
Ketika signal tersebut diatas melewati rangkaian yang mempunyai phase delay
(θ) akan diperoleh:
A cos ω (t - θ/ω).cos Δ ω (t - dθ/dω),
Dimana:
A = amplitude
θ/ω = phase delay
dθ/dω = envelope delay
Rangkaian Tx-Equalizer terdiri dari 5 rangkaian kompensator yang terhubung
secara cascade untuk memperbaiki cacat envelope delay yang disebabkan oleh
rangkaian filter di perangkat pemancar dan CIN Diplexer.
Rangkaian Rx-Equalizer terdiri dari 5 rangkaian kompensator yang terhubung
secara cascade, ditempatkan pada perangkat pemancar untuk memperbaiki
cacat envelope delay di sisi penerima yang disebabkan oleh rangkaian niquist
slope dan sound nocth, sehingga hasil perpaduan Tx-Equalizer dan Rx-Equalizer
111
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
akan menghasilkan output signal demodular sesuai standar group delay
karakteristik.
A
LPF Phase distortion
Kompensasi/perbaikan
Tx-equalizer
PHASE
F (MHz)
5.5
A Diplexer Phase distortion
Kompensasi/perbaikan
Tx-equalizer
PHASE Diplexer notch
F (MHz)
Fv Fa
A VSBF Phase distortion
Kompensasi/perbaikan
Tx-equalizer
VSBF slope
PHASE
F (MHz)
Fv
A
Band edge Phase distortion
Kompensasi/perbaikan
Tx-equalizer
PHASE
Band edge Band edge
F (MHz)
Fv
Sound notch
PHASE
Fv F (MHz)
5.5
112
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Standar teknik Envelope Delay time (n sec)
ns
+100
+50
-50
-100
0 0.25 1 2 3 4 4.5 5 MHz
+400
+300
+200
+100
-100
-200
0 1 2 3 4 4.43 5 MHz
113
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
11.21.VOLTAGE STANDING WAVE RATIO (VSWR)
Adalah pengukuran perbandingan daya yang salurkan ke antenna
dengan daya yang di kembalikan, besarnya perbandingan tegangan atau daya
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Pengukuran VSWR dinyatakan dengan nilai angka tanpa satuan, lain halnya
dengan pengukuran Return loss (RL) dinyatakan dengan nilai angka dengan
satuan decibel (dB), yaitu dengan cara sebagai berikut:
114
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Transmission line
DC Coupler
Sumber
Beban
Pf Pr
115
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
BAND V 38 607.25 612.75 611.68
39 615.25 620.75 619.68
40 623.25 628.75 627.68
41 631.25 636.75 635.68
42 638.25 644.75 643.68
43 647.25 652.75 651.68
44 655.25 660.75 659.68
45 663.25 668.75 667.68
46 671.25 676.75 675.68
47 679.25 684.75 683.68
48 687.25 692.75 691.68
49 695.25 700.75 699.68
50 703.25 708.75 707.68
51 711.25 716.75 715.68
52 719.25 724.75 723.68
53 727.25 732.75 731.68
54 735.25 740.75 739.68
55 743.25 748.75 747.68
56 751.25 756.75 755.68
57 759.25 764.75 763.68
58 767.25 772.75 771.68
59 775.25 780.75 779.68
60 783.25 788.75 787.68
61 791.25 796.75 795.68
62 799.25 804.75 803.68
116
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
modulation dengan level yang berbeda dan code rate untuk
mengoperasikan bits.
Dua tingkat hierarchical channel coding dan modulation, tetapi
hierarchical source coding tidak digunakan, ini tidak diperlukan
karena kegunaannya tidak menjustifikasi kerumitan di sisi penerima
(receiver).
Sistem modulasi adalah kombinasi OFDM dengan QPSK/QAM.
OFDM menggunakan jumlah carrier yang sangat banyak,
keunggulan OFDM adalah tahan terhadap kerugian akibat multipath.
Sistem DVB-T memberikan kebebasan untuk mengimplementasikan dari banyak
macam pilihan layanan penyiaran; Dengan menggabungkan kombinasi dari
pilihan: sistem modulasi, system kompresi, code rates, FFT modes, guard
interval, model penerimaan, kualitas cakupan, jaringan, dsb, dari gabungan ini
akan diperoleh kualitas cakupan yang sempurna.
12.2. DVB-T2
Seperti standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 menggunakan modulasi
OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex), tambahan untuk standar DVB-
T2 adalah mode 256 QAM yang mampu untuk untuk menambah jumlah bits yang
dibawa dan memperbaiki FEC (Forward Error Correction).
Inner dan outer error-control coding, standar DVB-T berdasar kepada
convolutional dan Reed-Solomon codes. DVB-T2 menggunakan LDPC/BCH
coding, seperti digunakan pada DVB-S2. Coding ini akan memberikan kepastian
proteksi yang baik, memungkinkan lebih banyak data yang dibawa dalam
saluran, juga meningkatkan C/N dalam hubungannya dengan BER yang
mendekati kondisi ideal. (Gambar 12.1).
Gambar 12.1 Perbandingan Error Control Coding DVB-T dan DVB-T2 (DVB Blue
Book Document A133)
117
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Seperti halnya DVB-S2, spesifikasi DVB-T2 menggunakan code LPDC
(Lowdensity Parity Check) di gabungkan dengan BCH (Bose Chaudhuri
Hocquengham) untuk proteksi terhadap noise dan interferensi. Di bandingkan
dengan standar DVB-T yang menggunakan Convolutional Coding dan Reed-
Solomon, standar DVB-T2 menambahkan 2 mode code rates.
Seperti DVB-T, standar DVB-T2 menggunakan Scattered Pilot Patterns untuk
digunakan oleh penerima (receiver) untuk mengkompensasi perubahan channel
(channel variation) sebagai hasil dari waktu (time) dan frekuensi. Spesifikasi
DVB-T2 menambahkan kemudahan untuk memilih 8 (delapan) Scattered Pilot
Patterns yang dapat dipilih berdasarkan kepada mode FFT (fast fourir transform)
dan GI (guard interval) untuk memaksimumkan data payload.
Spesifikasi DVB-T2, memberikan pilihan bermacam tingkat robustness
(ketahanan terhadap noise) dan proteksi untuk masing-masing layanan terpisah
didalam transport stream yang dibawa oleh signal dalam sebuah saluran
(channel). Hal ini memungkinkan masing-masing layanan memiliki mode
modulasi yang berbeda (unique) yang tergantung kepada kebutuhan robustness,
dengan menggunakan Physical Layer Pipe (PLP).
Standar DVB-T2, dengan rotasi konstalasi (rotated constallation) akan
memperbaiki robustness terhadap kehilangan data cell, data yang hilang dalam
satu channel akan diperbaiki oleh komponen channel yang lain.
Gambar 12.2 Blok diagram DVB-T2 (DVB Blue Book Document A133)
118
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Jaringan tiga sub system :
SS1: sub-system Coding dan multiplexing.
Pada SS1 terdapat rangkaian pembangkit MPEG-2 Transport Streams
dan/atau Generic Streams, (contoh. GSE), untuk layanan video, termasuk
video/audio encoding berikut keseluruhan PSI/SI, atau signalling Layer 2.
Tipikal dari video coding (dan juga audio coding) dibentuk dari variabel
bitrate dengan satu control untuk menjaga total bit rate konstan (kecuali
NULL packets), untuk keseluruhan stream diambil bersama-sama.
Sub system coding dan multipleksing berhubungan dengan T2-Gateway
melalui interface A (tipikal satu atau lebih MPEG-2 TS melalui ASI), apabila
DVB-T2 menggunakan PLP, SS1(sub system 1) bertanggung jawab untuk
mengatur keluaran TS yang sesuai dengan kebutuhan. Apabila
konvensional statmux yang membangkitkan TS tunggal (single), dipakai
dalam hubungannya dengan multiple PLP yang akan membawa masing-
masing satu TS. Dalam SS1, termasuk didalamnya beberapa fungsi
remultiplexing seperti PSI/SI handling dan PCR restamping.
Catatan 1: Apabila di butuhkan statistical multiplexing antar PLP dengan
modulation atau coding yang berbeda, mungkin diperlukan mengganti
(merubah) konstan bit rate untuk statistical video (dan juga audio)
multiplexing, dengan data cell rate yang konstan.
SS2: sub-system Basic T2-Gateway.
- Basic T2-, output interface (B) "T2-MI" stream: sekuen (urutan) dari
packet T2-MI, masing-masing berisi apakah itu : Baseband frame, IQ
vector data untuk bermacam auxiliary streams, atau signaling
information (L1 atau SFN).
- Basic T2-Gateway mengirimkan keluarannya T2-MI stream yang berisi
seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan waktu (timing)
pada content (isi) dan emission dari T2-frames, dan single T2-MI
stream yang di masukan ke satu atau banyak modulator dalam jaringan
(network).
- Performa operasional Basic T2-Gateway termasuk seluruh bagian
spesifikasi physical-layer, disini tidak sepenuhnya menjelaskan seperti
scheduling dan allocation. Hal ini harus diselesaikan terpusat pada
SFN (single frequency network), untuk menjamin signal yang sama di
bangkitkan oleh semua/seluruh modulator.
SS3: sub-system DVB-T2 Modulator
DVB-T2 modulators menggunakan perintah Baseband frames dan T2-
frame assembly yang dibawa didalam T2-MI stream untuk membuat
DVB-T2 frames dan menyebarkan pada waktu yang tepat untuk
sinkronisasi SFN yang benar. Hubungan modulator dengan penerima
(receiver) melalui C interface (signal transmisi DVB-T2).
Catatan 2: Jaringan sederhana untuk sub-system coding dan
multiplexing dapat dihubungkan langsung melalui Transport Stream
interface. Dalam hal ini fungsi modulator harus termasuk fungsi seperti
fungsi yang diterangkan dalam spesifikasi DVB-T2 physical layer,
termasuk beberapa bentuk formal operasional Basic T2-gateway,
apabila operasional ini tidak sepenuhnya membantu, pengaturan ini
119
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
tidak dapat dipakai untuk Single Frequency Network (SFN), kecuali
dalam hal yang diterangkan pada catatan 3.
Catatan 3: Untuk pengaturan alternative, Stasiun SFN memerima
signal dari Stasiun Induk dengan frekuensi yang berbeda. Dalam hal ini
modulator Stasiun Induk harus menghimpun signal T2 untuk broadcast,
apakah itu dari T2-MI stream atau TS input.
SS4: sub-system DVB-T2 demodulator
SS4- sub-system menerima signal RF dari satu (SFN) atau beberapa
pemancar dalam jaringan dan (transport stream). SS4 berhubungan
dengan SS5 melalui D interface, membawa satu atau lebih layanan
transport stream yang benar seperti halnya signal bersama yang keluar
dari PLP. Stream yang melewati B interface identik dengan yang
melewati D interface.
SS5: sub-system Stream decoder
SS5: sub-system menerima transport stream dan keluaran decoded
video dan audio. Ketika interface D adalah transport stream yang
benar, maka sub-system ini secara esensial sama seperti standar DVB
yang lain, kecuali untuk elemen signaling L2 sudah ditentukan untuk
DVB-T2.
Catatan 4: Dalam hal generic streams, interface D dapat mengambil
bentuk lain dan signal bersama (common signaling) dapat dibawa
terpisah dari layanan stream.
Gambar 12.3 . Menunjukan secara sederhana protocol. Bagian atas garis merah
horizontal menunjukan satu atau lebih TS (transport stream) yang di bangkitkan
oleh SS1 melewati SS2, SS3 dan SS4 (TS yang sama semuanya memungkinkan
dalam interface A-D). Layer T2-M1 termasuk seluruh layer protocol antara
MPEG-2 TS dan physical layer . Bagian bawah garis hitam horizontal
mengidentifikasi physical layer bagian dari signal on air T2 (interface C) dan
physical layer untuk interface A dan B
Gambar 12.3: Reference protocol untuk DVB-T2 (MPEG-2 TS case) (DVB Blue
Book Document A133)
120
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Perbedaan utama antara sistem DVB-T dan DVB-T2 adalah multiplekser dapat
dihubungkan ke T2 gateway. Gateway menerima satu atau beberapa multiplek
dan membungkus data-data ini kedalam Base Band Frame, kemudian output
dari Gateway dikirimkan ke DVB-T2 modulator melalui protocol T2-MI (T2
Modulator Interface Protocol).
DVB-T2 dapat menggunakan konsep PLP (Physical Layer Pipe) yang awalnya
digunakan untuk spesifikasi sistem DVB-S2. PLP adalah sebuah Logical Channel
yang dapat membawa satu atau beberapa layanan. Masing-masing PLP dapat
memiliki bit rate dan error correction yang berbeda. Menggunakan PLP
memungkinkan memisahkan layanan SD dan HD dalam satu PLP. Demikian pula
standar untuk New Generation Handheld (DVB-NGH) akan berdasar kepada
Multiple PLP agar memungkinkan menyiarkan TV mobile melalui DVB-T2.
Tabel 12.1.Potensi kapasitas bertambah 86% untuk mode SFN penerimaan tetap
DVB-T2
DVB-T DVB-T2
Modulation 64-QAM 256-QAM
FFT Size 8k 32k
Guard Interval ¼ 1/16
Code Rate 2/3 2/3
Carrier Mode Normal Extended
Capacity 19,9 Mbit/s 37,0 Mbit/s
Number of Program 9 SD 20 SD
(MPEG4) 2 HD 4 HD
Emin (500MHz; 10m) 52,5 dBuV/m 51.6 dBuV/m
Tabel 12.2. Potensi kapasitas bertambah 88% untuk mode SFN penerimaan
tetap DVB-T2
DVB-T DVB-T2
Modulation 16-QAM 64-QAM
FFT Size 8k 16k
Guard Interval ¼ 1/8
Code Rate 2/3 2/3
Carrier Mode Normal Extended
Capacity 13,3 Mbit/s 25,0 Mbit/s
Number of Program 6 SD 14 SD
(MPEG4) 1 HD 2 HD
Emin (500MHz; 1,5m) 56,4 dBuV/m 56.8 dBuV/m
121
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dalam kanal 8 MHz (standar kanal yang dipakai di Indonesia), data rate tertinggi
yang dapat dicapai dengan 32 K, GI=1/128, mode extended-carrier dan tidak ada
tempat untuk tone, untuk pilot-pattern, PP7 yang biasa selalu dipakai. Dapat
dilihat pada lolom pertama tabel 2-1, bit rate maksimum yang dapat dicapai untuk
masing-masing kombinasi constellation dan code-rate, bersama-sama dengan
frame length (LF) dan jumlah total FEC blocks per frame. Frame length
memberikan maksimum variasi bit rate dengan constellation menghasilkan
dummy cells. Pada prakteknya direkomendasikan menggunakan sedikit lebih
pendek frame length,akan memberikan bit rate yang rendah, akan tetapi
memberikan waktu yang panjang interleaving, nilai yang di rekomendasikan
dapat dilihat pada kolom kanan table 12.3. dan gambar 12.3.
122
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 12.4: Maksimum konfigurasi rekomendasi bit-rate configurations
untuk 8 MHz, 32 K 1/128, PP7 (DVB Blue Book Document A133)
123
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 12.5. Blok diagram High level T2 (DVB Blue Book Document A133)
124
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
dipakai (8 K, 16 K dan 32 K FFT) spasi carrier akan sama seperti
carrier normal yang dipakai, akan tetapi carrier tambahan di tempatkan
dikedua ujung spektrum.
Interleaving yang diperluas, termasuk bit, cell, time dan frequency
interleavers.
Perluasan range parameter COFDM, memberikan pengurangan overhead
yang sangat signifikan yang dicapai oleh DVB-T2 dibandingkan dengan
DVB-T, berikut perbaikan error-correction coding yang memberikan
penambahan kapasitas s/d 50% yang akan dicapai dalam operasional MFN
dan akan lebih dari 50% untuk operasional SFN.
125
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar12. 6: Power-spectral-density roll-off pada sisi band untuk 2 K and 32 K.
(DVB Blue Book Document A133)
Tabel 12.4. Penambahan kapasitas data untuk mode FFT yang berbeda. (EBU
TECH 3348 Frequency and network planning)
Gambar 12.8. diagram konstalasi 16 QAM. (EBU TECH 3348 Frequency and
network planning)
127
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
12.6.3. DIAGRAM ROTASI KONSTALASI
Didalam Gray mapping (Gambar 12.9) digambarkan komponen
symbol I dan Q yang bebas (independent). Konsekuensinya, seluruh titik
konstalasi membutuhkan kedua komponen I dan Q uuntuk di identifikasi, I tidak
mengandung informasi tentang Q, demikian pula sebaliknya. Salah satu cara
untuk menghindari ketergantungan adalah diagram rotasi konstalasi seperti pada
gambar 12.9. masing-masing m-bit tunggal memiliki individual komponen I dan Q.
Gambar 12.9. diagram rotasi konstalasi 16 QAM. (EBU TECH 3348 Frequency
and network planning)
128
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
menggukanan cell yang sama dengan I, tetapi di geser (didelay) menggunakan
sel (cell) yang berbeda. Frekuensi dan time interleaving akan mengikuti setelah
modulator meyakini bahwa nilai I dan Q di transmisikan dengan benar dengan
cara memisahkan dalam time dan frequency. Seperti ditunjukan pada Gambar
12.10.
Sel adalah hasil dari pemetaan carrier yang terakhir. Dalam DVB-T, pemetaan
tidak dilakukan setelah seluruh proses interleaving tetapi pada saat awal, setelah
error protection dan setelah bit interleaver. Walaupun demikian, hal ini masih di
ikuti dengan cell interleaver, time interleaver dan frequency interleaver.
129
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
12.7. KONSEP SYSTEM T2
Konsep system T2 adalah satu set transmisi dengan sinkronisasi frame
structure, menggunakan physical parameter yang sama (contoh bandwidth, FFT
size), membawa jumlah dan tipe PLP yang sama, memakai physical parameter
untuk masing-masing PLP yang ditransmisikan. Pensignalan L1, oleh karenanya
akan identik dengan seluruh transmisi dalam T2, kecuali untul bentuk Cell akan
berbeda.
Dengan demikian, DVB-T2 memungkinkan untuk insersi muatan local (local
break), jadi system T2 yang sama dapat membawa Transport stream (dan/atau
Generic stream) yang berbeda, dan menggunakan frekuensi transmisi yang
berbeda dalam area geografi yang berbeda.
Transmisi system T2, diawali dari single T2-gateway, membentuk original T2-MI
stream, jadi framing structure and schedulling, ditentukan dalam satu tempat dan
dipakai bersama untuk seluruh transmisi. T2-MI (modulator interface) akan
menyebar melalui jaringan distribusi.
Secara prinsip, seluruh konten (isi/muatan) PLP dapat saja diganti (dirubah)
setiap saat selama waktu transmisi, meskipun pada prakteknya beberapa konten
yang sama untuk seluruh transmisi. (Gambar 12.11, contoh jaringan distribusi).
130
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 12.12. Pemancar induk berfungsi sebagai distributor untun SFN
relay (DVB Blue Book Document A133)
Didalam DVB-T, Sinkronisasi informasi ada didalam Transport Streams sebagai
Megaframe Initialisation Packets (MIPs). Pendekatan ini dipakai dalam T2,
dimana konstruksi PLP dan waktu informasi dibawa dalam paket TS, dengan
sinkronisasi baru Id value, untuk membedakan seperti yang dipakai dalam DVB-
T. T2 MIP berisi seluruh informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing
modulator untuk menjamin bahwa pembentukan broadcast stream dilakukan
dengan cara yang sama, dan keluaran stream pada waktu yang benar.
LOW
1
VERTICAL SPATIAL FREQUENCY
MAX
64
HIGHEST
DIAGONAL
FREQUENCY
Bin no 1 berisi average intensitas blok, yaitu video dc level, turun kebawah di
bagian kiri gambar vertical spatial frequency semakin tinggi tingkat dc level nya
semuanya di simpan dalam memory data, pada bagian mendatar sisi atas
gambar semakin ke kanan horizontal spatial frequency semakin tinggi tingkat dc
levelnya semuanya disimpan dalam memory data. Pada sisi kanan bawah adalah
spatial horizontal dan vertical frequency yang tingkat dc levelnya paling tinggi
semuannya disimpam dalam memory data. Proses scaning menghasilkan
amplitude tinggi pada low spatial frequency dan sebaliknya high spatial frequency
menghasilkan amplitude Fourier component yang rendah. Hal ini wajar, oleh
karena komponen low frequency (dekat bagian kiri atas gambar) mempunyai
level amplitude yang tinggi dan harus mendapat porsi bit rate yang besar,
sementara komponen diagonal high frequency pada bin (kanan bawah gambar)
umumnya levelnya rendah maka mendapat porsi bit rate yang kecil.
Source coding and compression adalah bagian untuk pengurangan bit rate (data
compression) yang disediakan untuk aplikasi video, audio dan digital data stream
meliputi beberapa fungsi dibawah ini:
Control data
Conditional acces (CA) control data
Data layanan program audio dan video
133
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Ancillary data adalah layanan program independen. Tujuan dari Coder ini adalah
meminimalisir jumlah bits yang dibutuhkan untuk mepresentasikan informasi
audio dan video.
Service multiplex and transport adalah membagi digital data stream menjadi
packet information, mengidentifikasi masing-masing paket atau tipe paket.
Metode multipleksing paket video data stream, paket audio data stream, dan
paket ancillary data stream menjadi single data stream. Dalam
pengembangannya mekanisme transport, interoperability antar media digital
seperti terrestrial broadcasting, cable distribution, satellite distribution, recording
media, dan computer interface menjadi perhatian yang utama.
Sistem DTV menggunakan MPEG-2 transport stream syntax untuk paketisasi dan
multipleksing audio, video, dan data signal untuk system digital broadcasting.
MPEG-2 transport stream syntax dikembangkan untuk aplikasi dimana kapasitas
saluran bandwidth atau media recording yang terbatas, dan kebutuhan untuk
efisiensi mekanisme transport yang besar.
MPEG-2 transport stream juga di disain untuk memfasilitasi interoperability (dapat
di operasikan) dengan asynchronous transfer mode (ATM) transport stream.
RF/transmission adalah channel coding dan modulation. Channel coder
mengambil data bit stream dan menambahkan dengan informasi tambahan yang
dapat digunakan oleh receiver (penerima) untuk merekonstruksi data signal yang
diterima, karena kerugian-kerugian akibat transmisi akan memungkinkan tidak
akurat merepresentasikan signal yang ditransmisikan. Modulasi (atau physical
layer) dipakai sebagai informasi digital data stream untuk memodulasi signal
transmisi: 8-VSB, 16-VSB (system Amerika) atau OFDM (system Eropa)
Ancillary data
Control data
33-bit program clock reference base adalah ekivalen dari clock sample 90 kHz
yang dikunci pada clock frekuensi 27 MHz, dan digunakan oleh audio dan video
source encoder ketika meng “encode” presentation time stamp (PTS) dan meng
“decode” time stamp (DTS).
f 27MHz Program
Clock
Reference
33 Program clock reference base
Divider Adaptation
Network Header
Encoder
Audio In Audio
A/D Encoder
135
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
MPEG-TS menggunakan ukuran panjang paket tetap (fixed length packet size)
dan paket identifikasi (packet identifier) untuk mengidentifikasi masing-masing
paket transport didalam transport stream. Paket identifikasi system MPEG
mengidentifikasi packetized elementary streams (PES) dari program channel
(saluran program), program televisi biasanya terdiri dari beberapa saluran PES
(video dan audio).
MPEG-TS membawa beberapa program, untuk mengidentifikasi program
tersebut secara periodik di transmisikan program allocation table dan program
mapping table yang menyediakan daftar program didalam MPEG-TS. program
allocation table menyediakan daftar program dan PID (packet identifier) untuk
program spesifik, yang memungkinkan penerima MPEG (decoder) memilih dan
meng “decode” paket yang benar dari program spesifik.
Ukuran MPEG transport packets adalah tetap 188 bytes, dimulai dengan 4 byte
header. Porsi MPEG-TS adalah 184 bytes (188-4 byte). Transport packet diawali
dengan synchronization byte yang memungkinkan penerima menentukan waktu
awal (start) paket. Kemudian di ikuti oleh bit error indication (EI) yang akan
memberikan indikasi apabila terjadi kesalahan pada proses transmisi. payload
unit start indicator (PUSI), berjaga (flag alert) di penerima (receiver) apabila paket
berisi awal (start) dari PES yang baru. transport priority indicator mengidentifikasi
apabila paket di indikasikan prioritas rendah atau prioritas tinggi. 13 bit packet
identifier (PID) digunakan untuk menentukan PES didalam paket. scrambling
control flag mengidentifikasi apabila data di acak. adaptation field
menentukan/mengontrol apabila adaptation field dipakai didalam payload
transport packet dan menghitung indeks antara urutan paket.
Gambar 13.4 menunjukan diagram struktur MPEG transport stream dan a
transport packet. Ukuran paket MPEG-TS adalah 188 bytes termasuk header 4
byte. Header terdiri dari bermacam field termasuk awal field sinkronisasi, aliran
control bits, packet identifier (PES stream berada didalam payload), dan format
tambahan.
188
bytes
MPEG Transport
Stream
P
U
Transport Packet S TPR EI PID SCR AF CC DATA PAYLOAD
S
I
Ilustrasi pada Gambar 13.5, adalah aplikasi fungsi transport stream (audio atau
video) fungsi encoding, decoding dan transmission subsystem. Encoder transport
subsystem bertanggung jawab untuk memformat coded elementary streams dan
multiplexing layanan program yang berbeda untuk kebutuhan transmisi. Pada sisi
penerima (receiver) bertanggung jawab untuk mendapatkan kembali elementary
streams untuk aplikasi individual decoders dan untuk error signaling. Transport
subsystem bergabung dengan higher-protocol-layer yang berfungsi hubungannya
dengan sinkronisasi di sisi penerima.
Secara keseluruhan system multiplexing dapat dibayangkan sebagai kombinasi
dari dua layer yang berbeda. Didalam layer pertama, sebuah program transport
streams dibentuk oleh multiplexing transport packets dari satu atau beberapa
packetized elementary stream (PES). Didalam layer kedua, lebih dari satu single
program transport bit streams di gabungkan untuk membentuk system programs.
Program-specific information (PSI) streams terdiri dari informasi yang
berhubungan dengan identifikasi program dan komponen masing-masing
program.
Tidak ditunjukan dalam gambar secara eksplisit, tetapi sangat esensi dalam
implementasi standar ini, adalah control system yang mengatur pemindahan
137
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
(transfer) dan pemprosesan elementary streams dari aplikasi encoder. Control
system tidak diatur dalam standar tetapi harus menyatu dalam standar MPEG-2.
Transport
Application
packetization and Modem
Encoder Elementary
multiplexxing
bit streams Transport
bit streams
Transmission format
clock
Receiver
Transport
Presentat Application Elementary depacketization
Modem
ion Decoder bit streams and
Transport
with error demultiplexxing
bit streams
signaling
With error
signaling
clock
Clock
control
Gambar 13.5. Fungsi dan pengorganisasian pemancar dan penerima DTV (DTV
Handbook)
SFN (Single Frequency Network) yang terdiri dari group pemancar yang terletak
di lokasi yang presisi dan seluruh karakteristik teknik belum ditentukan sejak
awal perencanaan dibuat.
Menggunakan SFN sangat memungkinkan untuk melayani wilayah layanan yang
luas atau sedang, sistem ini diproyeksikan untuk menyediakan beberapa program
138
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
acara (televisi atau radio) menggunakan beberapa pemancar yang menggunakan
satu frekuensi yang disinkronkan menggunakan reference clock dari GPS (Global
Position System). 1 pps (pulse per second).
Tabel 14.1. Varian DVB-T2 kompatibel dengan bandwidth 7 MHz . (EBU TECH
3348 Frequency and network planning).
139
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tabel 14.2. Varian DVB-T2 kompatibel dengan bandwidth 8 MHz. . (EBU TECH
3348 Frequency and network planning)
Gambar 14.1 Pengurangan Guard interval overhead dengan FFT size yang besar
EBU Tech 3348 Frequency & Network Planning Aspects of DVB-T2 30)
Untuk layanan high bit rate dengan antenna tetap diatas atap (fixed rooftop
antennas), band VHF atau UHF, penggunaan mode FFT 32k akan lebih sesuai.
Pada situasi seperti ini perubahan waktu saluran(time-varying channels) akan
minimal, dan mode 32k akan memberikan bit rate sangat tinggi yang dicapai
dengan menggunakan DVB-T2.
Untuk FFTsize, constellation dan code rate (yang sudah diketahui). Performa
Doppler proporsional dengan bandwidth RF (pengurangan bandwith akan
mengurangi spasi carrier, hasilnya Performa Doppler akan berkurang setengah)
dan kebalikan proporsional untuk frekuensi RF dan oleh karenanya pada
frekuensi tinggi, waktu (time) dengan cepat akan lebih mudah berubah ( juga
saluran berubah-ubah), menghasilkan Performa Doppler yang sangat jelek.
Dengan demikian, Performa Doppler untuk aplikasi penerimaan bergerak pada
VHF Band III ( 200 MHz) menggunakan mode 32k, seperti halnya jika
140
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
menggunakan mode 8k pada 800 MHz, jadi mode 32k sebagai opsi pada Band
VHF, bandwidth RF 7 MHz. Performa perubahan waktu saluran (time-varying
channels), dapat juga dipengaruhi oleh pemilihan PP (pilot pattern).
Kesimpulan, dengan memperbesar FFT size akan secara proporsional
mengurangi Performa Doppler dalam suatu system.
Tabel 14.3. FFT sizes untuk varian bandwith 8 MHz, menunjukan ketersedian
FFT size untuk varian 8 MHz, parameter bandwidth bergantung kepada fungsi TU
yaitu fungsi dari periode elementer T.
Tabel 14.3. FFT sizes untuk varian bandwith 8 MHz (EBU Tech 3348 Frequency
& Network Planning Aspects of DVB-T2 30)
Tabel 14.4. Perbandingan Scattered Pilot Patterns (EBU Tech 3348 Frequency &
Network Planning Aspects of DVB-T2 30)
Pilot pattern berikut ini dapat digunakan untuk beberapa mode penerimaan:
142
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Penerimaan Mobile: Dimana karakteristik saluran berubah dengan
cepat, lebih banyak pilot akan lebih baik untuk estimasi saluran. Dapat
dipilih PP2, PP4, atau PP6.
SFN area yang luas: Jaringan SFN dengan area yang luas
memerlukan guard interval yang panjang (1/8), atau lebih panjang.
Dalam hal ini hanya PP1, PP2 atau PP3 yang dapat memungkinkan
dapat dipakai. Terlihat adanya timbal balik antara performa Doppler
dan ukuran guard interval. Oleh karenanya PP2 dapat dipakai sebagai
kompromi antara PP1 dengan PP2.
143
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Menaikan system robustness akan memberikan dampak yang besar terhadap
performa SFN ketika diperlukan C/N yang rendah, akan mengurangi kepekaan
terhadap interferensi sendiri (self interference).
Dalam DVB-T2 tersedia beberapa Scattered Pilot Patterns (PP), PP1 s/d PP8
(table 14.5). Pemilihan pilot pattern akan menentukan performa delayed signal
yang datang diluar guard interval seperti yang ditentukan oleh batas Nyquist,
melebihi batas Nyquist berarti equalisasi channel tidak benar, walaupun pecahan
inter-symbol interference (ISI) kecil
Tabel 14.5. Scattered pilot pattern untuk kombinasi FFT size dan guard interval
dalam mode MISO (dari [EN TS 302 755])
144
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
14.5. REFERENCE NETWORK (RN)
Reference network (RN) adalah struktur jaringan teoritis yang di disain
untuk di gunakan sebagai alat untuk mengetahui potensi interferensi pada saat
perencanaan, bentuk RN biasanya adalah struktur geometris yang beraturan
seperti hexagonal atau segi empat. Pemancar-pemancar pembanding di
tempatkan di pusat struktur, pemancar pembanding ini harus mempunyai
besaran parameter khusus untuk digunakan sebagai pembanding seperti erp,
tinggi antena efektif, dsb. Parameter-parameter dipilih agar cakupan dapat
menyebar ke segala arah dalam jaringan dan memenuhi kualitas yang di
inginkan, data rate, probabilitas lokasi, dsb.
RN dibangun dimaksudkan agar diperoleh kompromi keseimbangan jumlah
pemancar yang dibutuhkan untuk meradiasi wilayah layanan yang di inginkan
dan potensi untuk menggunakan frekuensi block yang sama dengan konten
program yang berbeda, dengan kata lain RN harus dapat memberikan sistem
variant dan model penerimaan yang di inginkan.
Apabila struktur RN dan parameter sudah ditentukan perhitungan potensi
interferensi sudah dapat dilakukan, untuk perhitungan tersebut diperlukan
propagasi model.
145
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
dari convolutional code: ½, 2/3, 3/4, 5/6, 7/8,dst, untuk penyiaran dgital terestrial
dipilih: ½,3/5, 2/3, ¾. 4/5, 5/6
146
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tabel 14.7. Panjang guard interval untuk DVB-T2, bandwith channel 8 MHz
Untuk wilayah layanan SFN yang luas membutuhkan guard interval yang luas
(lebar) juga, oleh karena itu dipilih nilai ¼Tµ untuk menangani delay time yang
luas dalam daerah SFN yang luas, untuk wilayah layanan SFN yang sempit
dipilih nilai 1/8Tµ, dalam keadaan khusus dapat dipilih nilai 1/16Tµ. Untuk
perencanaan menggunakan satu buah pemancar (tanpa SFN) dapat dipilih guard
interval 1/16 atau 1/32Tµ.
147
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dari table 14-7. dapat dilihat Tp adalah sama (atau sedikit lebih besar) daripada
panjang guard interval (Tg). Berarti penurunan diluar guard interval akan sangat
perlahan dari ujung guard interval ke ujung interval equalization (EI).
Untuk keperluan perencanaan direkomendasikan untuk mengasumsikan
pemakaian kombinasi waktu dan frekuensi interpolasi sebagai mode predominan
operasi. Apabila pilot pattern sesuai dengan panjang echo seperti yang di
inginkan dalam jaringan, yaitu high density pilot pattern dipakai dalam jaringan
utama didisain sebagai MFN atau hanya area SFN terbatas, hanya dimungkinkan
dengan frekuensi interpolasi, pemakaian interpolasi dimana performa Doppler
menjadi bagian yang kritikal yaitu untuk penerimaan portable dan mobile
(bergerak).
14.11. FFT 2k, FFT 8k, FFT 16k, dan FFT 32k
Pemilihan FFT 2k, 8k, 16k, dan 32k tidak akan mempengaruhi aspek
kompabilti, walaupun demikian FFT 2k tidak dapat menangani SFN dengan time
delay yang lebar, disebabkan panjang guard interval FFT 2k hanya 1/4 dari
panjang guard interval FFT 8k.
Nilai rata-rata (average) di hitung untuk masing-masing group dapat dilihat dalam
tabel pada baris terahir, selanjutnya dapat dilihat bahwa terdapat tiga perbedaan
yang konsisten untuk minimum field strength pada daerah frekuensi 500 s/d 800
MHz untuk seluruh planning configuration. Besarnya perbedaan sekitar 4dB
untuk penerimaan fixed roof level dan 6dB untuk penerimaan portable dan
mobile, hal ini memberikan kemungkinan untuk menyeragamkan band IV dan
band V planning configuration dengan memilih nilai rata-rata.
151
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tabel 15-1. Konfigurasi perencanaan untuk Band III, 200 MHz (bandwidth 8
MHz)
Tabel 15-2. Konfigurasi perencanaan untuk Band IV, 500 MHz (bandwidth 8
MHz)
Tabel 15-3. Konfigurasi perencanaan untuk Band V, 800 MHz (bandwidth 8 MHz)
152
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
XVI. REFERENCE PLANNING CONFIGURATION
Dalam tiga group planning configuration, masing-masing group
terdapat kesamaan nilai rata-rata minimum field strength, maka dapat
dikelompokan tiga group parameter Reference Planning Configuration (RPC)
yang berkaitan dengan model penerimaan tetapi tidak berkaitan dengan sistem
variant.
RPC1: fixed roof-level reception
RPC2: portable outdoor reception, mobile reception,lower coverage quality
portable indoor reception
RPC3: higher coverage quality portable indoor reception.
Emed ref tidak ada hubungannya dengan Emed planning configuration, demikian
juga nilai C/N berbeda untuk masing-masing planning configuration. Dalam tabel
16-2. (C/N untuk tiga referenca planning) EEC report 49, dapat dilihat besarnya
C/N (dB) untuk masing-masing reference planning configuration (RPC1, RPC2,
RPC3).
153
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
menjadi masalah apabila karakteristik tersebut belum diketahui pada saat
perencanaan pemancar sudah ditetapkan. Masalah akan timbul pada saat
penerapan SFN pemancar, dimana wilayah layanan sudah diketahui tetapi belum
ada kepastian jumlah, posisi, daya pemancar. Meskipun kurangnya informasi
tersebut perhitungan kompabiliti harus tetap dilakukan untuk menyelesaikan
perencanaan. Untuk itu akan sangat membantu membuat struktur jaringan umum
(generic network structure) yang akan mewakili jaringan yang sebenarnya yang
kompabiliti analisisnya belum diketahui, Generic network ini dinamakan
Reference Networks (RN).
Dalam penjelasan sebelumnya sudah dipilih tiga reference planning configuration
dua buah pada band III dan satu buah pada IV/V. Untuk masing-masing RN yang
akan di bangun dan kelengkapan teknik dari masing-masing RN akan berbeda
sesuai dengan karakteristik dari kesatuan reference planning configuration.
Aspek berikutnya yang harus dimasukan kedalam perhitungan mendisain
reference network;
Yang pertama adalah tipe dari operasi network harus dimasukan dalam
perhitungan: akankah network MFN atau SFN ?. Dalam MFN pemancar tunggal
akan berfungsi sebagai reference, sedangkan dalam SFN masing-masing
pemancar di kelompokan membentuk reference network.
Yang kedua adalah besaran (luas) wilayah yang akan dilayani harus dimasukan
kedalam perhitungan, untuk dua buah transmitter tunggal yang meradiasi wilayah
yang luas akan di layani oleh pemancar ber-daya yang besar dan wilayah yang
sempit akan dilayani oleh pemancar ber- daya rendah. Begitu pula untuk SFN
yang secara prinsip tidak ada hambatan dengan besaran wilayah dari yang
sempit sampai ke wilayah sangat luas, hal inilah sebenarnya bahwa reference
network pantas diterapkan karena mewakili dari berbagai kasus.
Yang ketiga adalah keadaan lingkungan dari wilayah yang akan dilayani, wilayah
padat penduduk akan membutuhkan pemancar ber-daya lebih besar daripada
wilayah berpenduduk kurang padat walaupun keduanya mempunyai besaran luas
wilayah yang sama. Yang terakhir adalah penentuan lokasi, pola antena radiasi,
tipe jaringan tertutup atau terbuka, hal ini berkaitan dengan mengurangi
interferensi jaringan, reference network adalah ideal network yang mewakili
implementasi network yang sebenarnya.
1. Jumlah pemancar
2. Jarak pemancar
3. Geometri pemancar
4. Daya pemancar
5. Tinggi antena pemancar
6. Pola radiasi antena
7. Wilayah layanan
154
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Dalam mendisain reference network di asumsikan karakteristik pemancar harus
sama untuk seluruh pemancar SFN; seperti: daya, ketinggian dan pola radiasi
antena, tujuan utama refererence network adalah menentukan potensi
interferensi dan interferensi yang dihasilkan oleh penerapan tipe dari DVB-T.
Untuk single reference transmitter, dalam hal ini adalah MFN akan lebih
sederhana daripada reference network. Pada umumnya karakteristik pemancar
tunggal sudah diketahui dan jika tidak diketahui dapat dengan mudah dihitung,
oleh karena itu dalam hal pemancar tunggal tidak perlu adanya reference
transmitter melainkan pemancar yang sebenarnya (real transmitter) digunakan
untuk analisa perbandingan.
Reference SFN;
Untuk SFN di inginkan untuk meradiasi wilayah layanan yang luas, dan umumnya
tidak semua karakteristik pemancar SFN sudah di ketahui dan karakteristik-
karakteristik pemancar tersebut baru akan diketahui pada saat proses penetapan
perencanaan frekuensi. Selanjutnya karakteristik-karakteristik pemancar tersebut
tidak diperlukan untuk perencanaan alokasi frekuensi pada saat proses
penetapan perencanaan frekuensi. Perhitungan kompabiliti dapat diselesaikan
dengan reference network, untuk keperluan ini karakterisitik dan lokasi yang
benar harus sudah diketahui.
Interference Potential;
155
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Sebagai kesimpulan bahwa untuk pemancar tunggal dapat dengan mudah
ditangani menggunakan karakteristik pemancar yang sebenarnya.
Untuk pengaturan power budget jaringan ditambahkan 3dB, dan tinggi efektif
antenna pemancar reference network =150m.
156
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17. 1 : (RN 1 large service area SFN,EEC report 49)
Untuk RN 1 dipilih maksimum nilai panjang guard interval 1/4Tu dan 8k FFT,
jarak antara pemancar dalam SFN tidak boleh melebihi jarak ekivalen panjang
guard interval, dalam hal ini panjang guard interval 224us sama dengan 67km.
Jarak antara pemancar untuk RPC 1 = 70km. Untuk RPC 2 = 50km dan RPC 3 =
40km.
Tabel 17-1 (large service area SFN, EEC report 49) memperlihatkan parameter
dan power budget untuk reference network RN1
158
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17.3. Coverage probability plot RN1, portable indoor (EEC report 49)
159
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17.5. Menunjukan geometri untuk perhitungan potensial interferensi
RN1 (EEC report 49).
160
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17. 6. RN 2 small service area SFN ,EEC report 49.
Untuk RN 2, jarak antara pemancar adalah 25km untuk RPC 2 dan RPC 3, oleh
karena itu memungkinkan menggunakan nilai 1/8 Tu (8k FFT) untuk guard
interval akan menambah data kapasiti di bandingkan dengan RN 1, nilai panjang
guard interval dapat saja dibuat sama (1/4 Tu) hal ini akan menambah jarak
antar pemancar sampai dengan 40km,
kekurangannya untuk penerimaan fixed roof level akan kurang sensitip terhadap
interferensi sendiri yang disebabkan disebabkan oleh ke-terarah-an antena
penerima.
Tabel 17-2 (parameter of RN 2, small service area SFN, EEC report 49)
memperlihatkan parameter dan power budget untuk reference network RN2
Tabel 17-2 (parameter of RN 2, small service area SFN, EEC report 49)
161
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17.7 Geometry for calculation of interference potential, EN3, EEC report
49
Tabel 17-3. Parameter of RN3 (Small service area SFN for urban environment,
EEC report 49)
162
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
17,6. REFERENCE NETWORK 4
(Semi-closed SFN willayah layanan sempit)
Geometri SFN 4 identik dengan RN 2, kecuali untuk pola radiasi antena
pemancar berkurang 6 dB (seluas 240 derajat atau “semi-closed”), wilayah
layanan dapat dilihat pada Gambar 17. 8 (RN 4 semi-closed small service area
SFN, ECC report 49)
Gambar 17. 8 (RN 4 semi-closed small service area SFN, ECC report
49)
Perbedaan antara RN 4 dan RN 2 adalah pada potensi interferensi, RN 4
memiliki potensi interferensi rendah dibandingkan dengan RN lainnya, oleh sebab
itu untuk jarak dengan frekuensi yang sama dapat digunakan ulang (re-used).
Pada tabel 17-4 dapat dilihat parameter dan power budget untuk reference
network RN 4.
Tabel 17-4. Parameter of RN 4 (Semi cloced small service area SFN, EEC report
49)
163
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Gambar 17.9 : Menunjukan geometri untuk perhitungan potensial interferensi RN
4,( EEC report 49)
Pn= F + 10 log10 (k T0 B)
Ps min = C/N + Pn
Aa = G + 10 log10 (1.64λ2/4π)
φmin = Ps min - Aa + Lf for fixed antenna reception
φmin = Ps min - Aa for portable reception
Emin = φmin + 120 + 10 log10 (120π)
= φmin + 145.8
Emed = Emin + Pmmn + Cl for fixed antenna reception
Emed= Emin + Pmmn + Cl + L h for portable outdoor reception
Emed = Emin + Pmmn + Cl + L h + Lb for portable indoor reception
where:
Pn : Receiver noise input power {dBW}
F : Receiver noise figure {dB}
k : Boltzmann's Constant (k= 1.38 10ˉ²³ {Ws/K})
To: Absolute temperature (To = 290 {K})
B : Receiver noise bandwidth (B=7.61 10⁶{Hz})
Ps min : Minimum receiver input power {dBW}
164
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
C/N : RF signal to noise ratio at the receiver input required by the system {dB}
Aa : Effective antenna aperture {dBm²}
G : Antenna gain related to half dipole {dB}
λ : Wavelength of the signal {m}
φmin : Minimum power flux density at receiving place {dBW/m²}
Lf : Feeder loss {dB}
Emin : Equivalent minimum field strength at receiving place {dBμV/m}
Emed : Minimum median equivalent field strength, planning value {dBμV/m}
Pmmn : Allowance for man made noise {dB}
Cl : Location correction factor {dB}
Lh : Height loss (10 m agl to 1.5 m agl) {dB}
Lb : Building penetration loss {dB}
SIGNAL AUDIO
165
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Single freq audio,
Signal audio
1 1 kiloHertz. 1 KHz
untuk testing atau Tone
level 1,5 V rms on 6 dBm
check pra-siaran.
600 Ohm.
Maximum level Signal audio
2 1,5 Volt rms on 6 dBm siaran, ampli tudo Audio
600 Ohm maksimum.
Pita Frekuensi
2.1 Frequency Band ±0,5 dB dalam
30Hz sd 20KHz
2.2 Impedance 600 Ohm
Signal to Noise Signal dibanding
3 52 dB S/N
ratio Derau
2 core in 1 shield Spesifikasi kabel
4 2 in 1 Batang Balance
cable audio
SIGNAL VIDEO
Ukuran Pigura
Frame Picture Gambar, Aspect
1 4:3
Aspect Ratio mendatar Ratio
banding tegak
Populasi garis
Total Horizontal
gam-bar, di
Scanning Lines, 625 Lines
2 paparkan dalam 2 H
in two field picture
bagian gam-bar
interlace scan
yang bersisipan
Frekuensi untuk
Frame Picture
3 25 Hz satu kali populasi F
rate per second.
garis gambar.
Field Picture rate
Frekuensi bagian
per second,
3.1 50 Hz gambar arah V
Vertical lines rate
tegak / Vertikal.
per second.
Colour Bar video Signal video
signal. 100% warna untuk
4 1 Vp-p Colbar
peakwhite with 75 testing dan atau
% colour check pre
166
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
saturation. 100/75 operation.
Colourbar, on 75 Color Bar 100/75.
Ohm termination.
Composite Colour
Video and Sync Signal video
5 Signal (CCVS), 1 Vp-p siaran, ampli tudo CCVS
on 75 Ohm maksimum.
termination.
Amplitudo tetap
Constant Sync
Sync.
Amplitude. 0,3 Vp-p
Lebar pulsa Sync
Sync pulse Width 4,7 µs
5.1 /H. S
every H line.
Vertical Sync 2,5 H
Lebar pulsa Sync
pulse Width.
Vertikal
Maximum Video Amplitudo Video
5.2 0,7 Vp-p
part Amplitude saja maksimum.
Pita Frekuensi 50
5.3 Frequency Band ±0,5 dB
Hz sd 5 MHz
5.4 Impedance 75 Ohm
Signal to Noise Signal dibanding
6 40 dB S/N
ratio. Derau
1 core with
Spesifikasi kabel
7 coaxial shielded 1 in 1 Coaxi Coax
video
cable.
2 PERSYARATAN TEKNIS PERANGKAT POKOK
2.1 JENIS DAN JUMLAH PERANGKAT DALAM SUMBER SINYAL.
2.1.1 Lembaga Penyiaran Radio
NAMA
No JUMLAH KETERANGAN SIMBOL
PERANGKAT MIMINAL
AUDIO
1 Microphone 1 Set Mic
2 Sound 1 Set ARecorder
167
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
recorder/player
3 Sound Mixer 1 Set AMixer
4 Loudspeaker 1 Set AMon
VIDEO
1 TV Camera 1 Set Cam
Studio Lighting,
as the
2 1 Set Lighting
subtituting Day
Light
Video
3 1 Set VPlayer
recorder/Player
4 Video Mixer 1 Set VMixer
TV Monitor
5 1 Set VMon
Display
2.2 PERSYARATAN TEKNIS KAMERA TV.
168
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
600 Ohm Balanced
Input impedance
7 K Ohm Unbalanced
Return Loss ≤ -26 dB
Balance /
Output impedance 600 Ohm
Unbalanced
Output level 6 dBm maximum
Crosstalk ≤ -60 dB
Frequency 50 sd 20 KHz , dalam 3
Respon dB
2.5 PERSYARATAN TEKNIS VIDEO MIXER
NAMA JUMLAH
NO KETERANGAN SIMBOL
PERANGKAT MINIMAL
Precision Audio A
1. 1 Set
Level Meter meter
Audio Master
2. 1 Set A Mon
Monitor
Master audio
3. 1 Set MSW
Switcher
Audio Distribution
4. 1 Unit ADA
Amplifier
2.6.1 Lembaga Penyiaran Televisi
JUMLAH
NO NAMA PERANGKAT KETERANGAN SIMBOL
MINIMAL
TV Sync Pulse
1. 2 Set SPG
Generator
Pulse Distribution
2. 1 Unit PDA
Amplifier
Precision Video
3. 1 Set VWFM
Waveform Meter
169
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Video Master
4. 1 Set VMon
Monitor
Master (video-audio)
5. 1 Set MSW
Switcher
Video Distribution
6. 1 Unit VDA
Amplifier
Audio Distribution
7. 1 Unit ADA
Amplifier.
2.7 JUMLAH DAN JENIS PERANGKAT PEMANCAR
NAMA JUMLAH
NO KETERANGAN SIMBOL
PERANGKAT MINIMAL
RADIO ATAU TELEVISI
1 Transmitter 1 Unit Tx
2 Antenna 1 Set Ant
3. Feeder cable 1 Set
4. Tower 1 Set TWR
5. Program Input 0 Set PIM
Monitor
2.8 PERSYARATAN TEKNIS PERANGKAT PEMANCAR
2.81 SPESIFIKASI TEKNIK
LEMBAGA
PARAMETE
SPESIFIKASI PENYIARA
R
N
Kedalaman
modulasi 10% S/D 12,5%. Televisi
(Mod depth)
Perubahan
daya output
(Regulation 2% Televisi
output
power)
170
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
SPESIFIKASI (SISTEM B&G)
Freq Max Min
(MHz) (dB) (dB)
- 4,43 - 30 ---
- 3,0 - 20 ---
- 1,25 - 20 ---
- 0,75 + 0,5 - 4,0
Tanggapan - 0,5 + 0,5 - 1,5
frekuensi 0 + 0,5 - 0,5 Televisi
(Frequency
+ 1,0 + 0,5 - 0,5
response)
+ 1,5 REF REF
+3 + 0,5 - 1,0
+ 4,0 + 0,5 - 1,0
+ 4,43 + 0,5 - 1,0
+ 5,0 --- - 2,5
+ 5,5 --- ---
Perubahan
penguatan < 5% Televisi
(Diff gain)
Perubahan
0
phase <5 . Televisi
(Diff phase)
Frekuensi
rendah tidak
< 5% Televisi
linier (LF non
linierity)
Distorsi
K-Faktor Rating < 2%. Televisi
bentuk video
Noise
Televisi
berkala
> 50 dB FM Radio
(Periodic
AM Radio
noise)
Noise acak Televisi
(Random > 40 dB FM Radio
noise) AM Radio
Simpangan
Televisi
frekuensi Televisi ±50 Khz Untuk 100%mod
FM Radio
audio (Audio Radio ±75Khz Untuk 100%mod
deviation)
Tanggapan Televisi
frekuensi Flat ± 0,5 dB, reference 500 Hz FM Radio
audio (Audio
171
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
frequency
response)
Cacat
hamonic 30 Hz S/D 100 Hz <1,5%
Televisi
audio (Audio 100 Hz S/D 10 Khz <1,0%
FM Radio
harmonic 10 Khz S/D 15 Khz < 1,5 %
distortion)
Noise
Frekuensi 60 dB Relative Terhadap 100% Televisi
Modulasi. Modulasi Pada 400 Hz FM Radio
(Fm Noise).
Noise
Amplitudo Televisi
> 50 dB Dibawah Level Carrier
Modulasi FM Radio
(AM Noise)
PARAMETE LEMBAGA
SPESIFIKASI
R PENYIARAN
F NLC for L on NLC for R on
(kHz R L
) % dB % dB
-
15 0,05 -66 0,42 67,
5
-
10 0,05 -66 0,048 66,
4
7 0,05 -66 0,044 -67
0,04
5 0,05 -66 -68
%
- Televisi
Crosstalk
2 0,05 -66 0,037 68, FM Radio
(non linier)
6 (stereo)
-
0,04
1 66, 0,035 -69
8
4
- -
0,04
0,8 67, 0,034 69,
2
5 4
- -
0,04
0,2 67, 0,034 69,
2
5 4
-
0,05 0,04 -68 0,034 69,
4
172
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
-
0,03 0,04 -68 0,034 69,
4
F LC for L on
LC for R on L
(kHz R
) % dB % dB
0,70
15 -43 0,199 -54
7
0,22
10 -53 0,63 -44
3
0,22
7 -53 0,562 -45
3
0,22
5 -53 0,501 -46 Televisi
Crosstalk 3
0,17 FM Radio
(linier) 2 -55 0,281 -51
7 (stereo)
0,17
1 -55 0,199 -54
7
0,17
0,8 -55 0,199 -54
7
0,15
0,2 -56 0,158 -56
8
0,19
0,05 -54 0,177 -55
9
0,17
0,03 -55 0,177 -55
7
F (kHz) dB
13 <-6
19 <-20
23 <-12
FM Radio
Intermodulasi 38 <-45 (stereo)
53 <-12
61 <-45
76 <-60
99 <-60
F (kHz) dB
Channel FM Radio
separation 0,003 -10 <-45 (stereo)
10 – 15 <-40
Televisi
Pre-emphasis 50µs
FM Radio
Pilot tone: 19kHz FM Radio
Encoding
Stereo sub carrier: 38kHz (stereo)
Pilot tone
FM Radio
frequency ±1 Hz pada temperatur 0˚ s/d 45˚
(stereo)
stability
173
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
F3E FM
Radio/Televis
Emission
A3E i
AM Radio
>45dB dibawah nominal level
Sub carrier FM Radio
composite output pada 100%
suppression (stereo)
modulasi
Pilot tone
FM Radio
frequency ± 3˚
(stereo)
phase
Audio input Televisi
600 Ohm (balanced)
impedance FM Radio
Video input
75 Ohm (unbalanced) Televisi
impedance
RF output Televisi
50 Ohm
impedance FM Radio
Televisi
Spurious
<-60 dB FM Radio
radiasi
AM Radio
ICPM < 3% Televisi
Return loss Televisi
Input <-20 dB FM Radio
amplifier AM Radio
2.8.2 MODEL / TIPE
Dielektrikum Udara
175
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Foam
Teflon
Heliax
Tipe Rigid
Waveguide
2. 11 PERSYARATAN TEKNIS PERANGKAT PIM
176
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Pal B/G
Televisi
Standar DVB-T
177
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Spurious emissions <-60 dB
Harmonic emissions <-60 dB
180
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Frekuensi 50 Hz ± 10%
Current distortion < 4%
< 2% (ph to ph)
Voltage distortion
< 5% (ph to net)
< 3% (ph to ph)
Voltage fluctuation
< 5% (ph to net)
< 2% (linier load)
Harmonic distortion
< 3% (non linier load)
Battery Sealed lead acid
Inverter bridge IGBT
3.2 PERSYARATAN TEKNIS PERANGKAT GENSET
Voltage 220/380 V
3 phase
Voltage reg ± 1,5%
Generator Insulation class H
Power factor >0,8
Air cooling
XIX. .SINGKATAN:
182
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
SP Scattered Pilot
Statmux Statistical multiplex
SYNCD the distance in bits from the beginning of the DATA FIELD of a
BBFRAME to beginning of the first transmitter User Packet that starts in the
DATA FIELD
T2dsd DVB-T2 delivery system descriptor
T2-MI DVB-T2 Modulator Interface
TDI Time De-Interleaver
TFS Time Frequency Slicing
TI-block Time-Interleaving block
TR Tone Reservation
TS Transport Stream
UHF Ultra High Frequency (band)
VBR Variable Bit Rate
VHF Very High Frequency (band)
183
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant
Tentang penyusun
Nama : Ir.M. Sukarna
Lahir : Bandung, 29 Januari 1952
Alamat e-mail : sukarna.m@gmail.com
Pendidikan :S1Tehnik Elektro, elektronika komunikasi
Institut Sains Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta.
Pendidikan Nonformal
1973 : Diklat Operator pemancar TV, TVRI Training Centre (Jakarta)
1976 :Diklat Pemancar TV, TVRI Training Centre (Jakarta)
1978 : Diklat Pemancar TV & Transposer, Marconi College (England/ Norwegia)
1980 :Management Frekuensi TVRI, AIBD (Malaysia)
1989 : Konsep Dasar Management TVRI (Institut Pendidikan dan Pembinaan Management)
1989 :Lokakarya Teknik Mengajar TVRI (Institut Pendidikan dan Pembinaan Management)
1992 :Penataan frekuensi radio, Kalsruhe University (German).
1995 :Fabrikasi antenna pemacar TV, RFS (Australia).
Kegiatan Seminar .
ABU, general assembly :Kyoto, Jepang
ABU, general assembly :Hongkong
ABU, general assembly :Teheran, Iran
Riwayat Pekerjaan
1973 – 1994 :Pegawai Negeri Sipil TVRI Direktorat Televisi.
1994 – 1998 :LPS TPI (Televisi pendidikan Indonesia)
1998 – 2001 :Radio & Television Engineering Consultant
2001 – 2003 :LPS LATIVI Media Karya
2003 – 2007:LPS Cakrawala Andalas Televisi (ANTV).
2007:Anggota team nasional televisi digital, Kementrian Komunikasi dan Informatika.
2007 – 2009 :LPS TVONE,
2009:Tenaga ahli/konsultan dalam penyusun RDTP (Rencana Dasar Teknik Penyiaran) dan
PTPP (Persyaratan Teknik Perangkat Penyiaran) LPS (lembaga penyiaran swasta), Dit jen
SKDI Kementrian Komunikasi dan Informatika.
184
Teknik dasar penyiaran radio & televisi, ir.m.sukarna, television & radio
engineering consultant