Anda di halaman 1dari 57

Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Surah

Al-Hujurrat Ayat 10-13


(Study atas pemikiran Quraish Shihab)

Oleh :

Jerry Setiawan
Nim 180101127

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

MATARAM

2022
Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Surah
Al-Hujurrat Ayat 10-13
(Study atas pemikiran Quraish Shihab)

Oleh :

Jerry Setiawan
Nim 180101127

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

MATARAM

2022

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ...................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan ...................................................................................................1

A. Judul .............................................................................................................1
B. Latar Belakang Masalah ...............................................................................8
C. Rumusan Masalah ........................................................................................9
D. Tujuan Dan Manfaat ....................................................................................9
E. Telaah Pustaka .............................................................................................9
F. Kerangka Teori...........................................................................................21
1. Pendidikan Multikultural .....................................................................21
a. Pengertian Pendidikan Multikultural .............................................21
b. Gagasan Pendidikan Multikultural.................................................26
c. Penerapan Pendidikan Multlikultural.............................................29
d. Pendekatan Pendidikan Multikultural ............................................30
e. Karakteristik Multikultural.............................................................34
f. Tujuan Pendidikan Multikultural ...................................................36
2. Al-Qur’an Surah Al-Hujurrat ...............................................................39
a. Surah Al-Hujurrat...........................................................................41
b. Surah Al-Hujurrat Sebagai Kerangka Dasar Pendidikan
Multikultural ..................................................................................43
G. Metode Penelitian.......................................................................................43
1. Pendekatan Pendidikan Multikultural ..................................................44
2. Sumber Data .........................................................................................46
3. Prosedur Penelitian...............................................................................46
4. Teknkis Analisis Data ..........................................................................47
H. Sistematika Pembahasan ............................................................................50
I. Rencana Jadwal Penelitian .........................................................................50
Daftar Pustaka ............................................................................................51

ii
A. Judul

Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurrat

Ayat 10-13 (Study atas pemikiran Quraish Shihab)

B. Latar belakang masalah

Pembelajaran multikultural merupakan wacana yang dikaji dalam

ranah pendidikan, mengingat adanya keanehan-keanehan pelik yang

terjadi di antara wilayah setempat, misanya perbedaan identitas,

kebangsaan, ras, agama, sosial dan budaya menjadi bantalah

pembelajaran tujuan menjadi kacau mulai sekarang. Sebuah daya

pluralistic seringkali sulit untuk mengakui keragaman saat ini.

Pembicaraan multikultural memandang energy sebagai diciptakan

kembali ketika kekhasan gesekan dan yang mengejutkan, antara

pertentangan yang ketat dan antara yang normal meluap di Indonesia.

Pendidikan adalah upaya menumbuhkan dan mengembangkan

potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai-nilai

yang berkembang dalam masyarakat.1 Multikulturalisme mengandung

dua makna yang sangat kompleks, yaitu multi artinya plural, culturalism

artinya budaya. Berangkat dari kedua pengertian tersebut,

multikulturalisme mengandung pengakuan terhadap realitas keragaman

budaya, baik itu termasuk keragaman tradisional, seperti: keragaman

etnis, ras, keyakinan agama, adat istiadat, dan keragaman bentuk sosial

1
Choirul Mahfud, “Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar, Hal 32

1
lainnya. Sedangkan pada hakekatnya mengandung makna pengakuan

terhadap harkat dan martabat manusia yang hidup dalam komunisme

dengan budaya masing-masing yang tentunya sangat beragam.2

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di planet

ini, sejauh keadaan sosialsosial dan geologis. Saat ini jumlah pulau di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekitar 17.000 pulau besar

dan kecil. Penduduknya lebih dari 250 juta orang, terdiri dari 300 klan,

berkomunikasi dalam hampir 200 dialek yang unik, dan berpegang teguh

pada agama dan keyakinan yang berbeda seperti Islam, Katolik, Kristen

Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu dan kepercayaan yang berbeda.3

Pelatihan multikulturalisme adalah sesuatu yang harus dipelajari,

dipahami, dan dijalankan di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah

salah satu negara multikultural terbesar di dunia4 Kenyataan ini harus

dilihat dari keadaan sosial-sosial dan geologis yang begitu berbeda dan

luas, misalnya jumlah marga, masyarakat, dan agama. Dari keragaman

ini, dari satu sudut pandang menjadi sumber daya suatu negara dan

sekali lagi dapat menjadi bahaya bagi perpecahan publik jika tidak

diawasi secara tepat dan akurat. Akhir-akhir ini, baik di media elektronik

(televisi, hiburan virtual, dan media cetak) sangat diharapkan mendengar

perkembangan sosial yang berbeda yang sering menyebabkan agresi

2
Khairiah, “Multikulturalisme Dalam Pendidikan Islam”, Bengkulu, Hal 1.
3
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk
Demokrasi Dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), Hal. 4
4
Nurul Hidayati, “Konsep Pendidikan Islam Berwawasan Multikulturalisme Perspektif
Har.Tilaar”, Jurnal Pendidikan Islam, 4,1 (2016), Hal, 43.

2
antar warga. Misalnya, tawuran antar siswa SMP/SMA, tawuran antar

warga yang disebabkan oleh perang psikologis (ras, suku, ras, agama,

budaya, dan adat istiadat), serta perbedaan keputusan politik. Sebagian

dari pergulatan tersebut terjadi karena ketiadaan pemahaman terhadap

gagasan multikulturalisme.5

Din Syamsudin berpendapat bahwa ada enam nilai strategis

(berdasar agama) yang harus dikembangkan dalam pembangunan

kebudayaan nasional Indonesia yaitu; nilai agama, nilai ekonomi, nilai

ilmu, nilai keindahan, nilai solidaritas, dan nilai kuasa atau politik.6 Dari

beberapa nilai tersebut ada nilai solidaritas yang berfungsi untuk

menyatukan masyarakat dengan konsep manusia, berkepentingan untuk

bersama dan bekerjasama dalam kehidupan.

Bangsa Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, tidak

hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, bahasa dan ras, tetapi juga

termasuk masalah agama. Walaupun mayoritas penduduk Indonesia

memeluk agama Islam, ada beberapa agama dan keyakinan lain yang

juga dianut penduduk ini. Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan

Khonghucu adalah contoh agama yang juga tidak sedikit dipeluk oleh

warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam

beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah.

Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, setiap warga Indonesia

5
Suluri, “Pendidikan Multiculturalisme Dalam Islam”, Religi, Vol Xv, No, 1, Jan-Jun 2019,
Hal. 76-86
6
Syamsudin Din, “Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani” (Ciputat: Pt.
Logos Wacana Ilmu, 2002), Hal 172.

3
berkewajiaban menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar

negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh dan mencapau

tujuannya sebagai negara yang makmur dan berkeadilan sosial.

Islam dalam melihat keberagaman merupakan sesuatu yang

niscaya dan menjadi realita kehidupan manusia. Banyak ayat Al-Quran

yang menerangkan realitas sunnatullah tersebut. Diantara ayat Al-Quran

dalam hal ini adalah : (QS. AsySyura/26: 8), (QS. AnNahl/16: 93), (QS.

Hud/ 11:118-119). (QS. Yunus/10:99), (QS. al Hujurat/49: 13).7

Sehubungan dengan permasalahan diatas maka dalam

islammemberikan solusi tentang pendidikan multikultural dalam Al-

Qur’an surah al-Hujurrat ayat 10-13. Doktrin Islam sebenarnya tidak

membeda- bedakan etnik, ras, dan lain sebagainya dalam pendidikan.

Manusia semuanya adalah sama, yang membedakannya adalah

ketakwaan mereka kepada Allah swt. Dalam Islam pendidikan

multikultural barangkali telah dan itu dapat dilihat bagaimana tingginya

penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Tidak ada perbedaan

diantara manusia dalam bidang ilmu8

Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam QSal-Hujurat/49:13.

Melihat landasan di atas, para pencipta berusaha untuk memimpin

penelitian tentang gagasan pendidikan multikultural sesuai dengan Al-

Qur'an surah al-Hujurat ayat 10-13, kelebihan dari instruksi

7
Moh Abdul Kholiq Hasan, Merajut Kerukunan Dalam Keragaman Agama Di Indonesia
(Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran), Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1, Juni 2013, Hal. 68
8
Said Agil Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam
(Jakarta: Ciputat Press, November 2003), H. 211.

4
multikultural yang terkandung dalam Al-Qur'an surah al-Hujurat reff 10-

13, dan selanjutnya pelaksanaan pelatihan multikultural. seperti yang

ditunjukkan oleh Al-Qur'an surah al-Hujurat bagian 10-13. Melihat hal

tersebut, pencipta mengangkat judul “Pendidikan Multikultural yang

ditunjukkan oleh AlQur’an Surah al-Hujurat Ayat 10-13 (Talaah Tafsir

al-Mishbah)”

Hal ini sesuai dengan firman Allah swtdalam QS al-Hujurat/49:13.

“hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan

kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya kamu

saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di

antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di

antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi

maha mengenal.”9

Dilihat dari bagian ini, cenderung dianggap bahwa semua orang

memiliki tingkat kemanusiaan yang sama dalam melihat Allah, tidak ada

perbedaan antara satu klan dengan yang lain. Juga tidak ada perbedaan

dalam kualitas manusia di antara orang-orang karena semua terbuat dari

9
Kementrian Agama Ri,Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: Syamil Qur’an, 2012),
H.517.

5
seorang pria dan seorang wanita. Dengan demikian, yang membedakan

seseorang adalah pengabdiannya kepada Allah swt.

M. Quraish Shihab dalam pemahaman tafsir al Mishbah terhadap

al-Qur'an surah al Hujurat ayat 10-13 mengungkapkan bahwa nilai

pengajaran multikultural yang terkandung dalam bagian tersebut adalah

nilai kerukunan antar keluarga beriman, nilai kesetaraan, persaudaraan

antar sesama. penyembah (nilai-nilai kemanusiaan), kesepakatan, dan

keadilan, artinya semua individu memiliki derajat kemanusiaan yang

sama dalam memandang Allah, tidak ada pembedaan antara satu kaum

dengan kaum lainnya. Juga tidak ada perbedaan dalam kualitas manusia

di antara orang-orang karena semua terbuat dari seorang pria dan

seorang wanita. Oleh karena itu, yang membedakan seseorang adalah

pengabdiannya kepada Allah swt. Pengulangan ini juga masuk akal

bahwa tidak normal bagi seseorang untuk merasa senang dan merasa

dirinya lebih baik daripada orang lain, tidak hanya antara satu negara,

identitas, atau warna kulit. Sedangkan prinsip pedoman yang diciptakan

dalam multikulturalisme sebagaimana ditunjukkan oleh Azyumardi Azra

adalah keakraban dengan keragaman (mayoritas), korespondensi

(keadilan), kemanusiaan (humankind, equity), dan nilai-nilai berbasis

popularitas (popularity based values)10

Secara hakiki, masyarakat Indonesia memiliki kemampuan

fonetik, sosial, sosial, keragaman yang ketat, hasrat politik, dan

10
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati-Ciputat, Hal.615-620.

6
kemampuan moneter. Varietas ini sangat membantu munculnya

pergulatan di berbagai komponen kehidupan, baik pertentangan vertikal

maupun datar. Dalam arah ke atas, bentrokan muncul dalam pertemuan

lokal yang berbeda. Ia cenderung dipisahkan berdasarkan metode

penciptaan yang mendorong kontras dalam fleksibilitas. Sejalan dengan

itu, bentrokan dapat muncul ketika tidak adanya pemahaman dan

ketahanan bersama antara kelas yang memiliki peluang berharga untuk

menyelesaikan otoritas dan pertemuan yang berpotensi menjadi objek

otoritas.11

Sementara itu, pertikaian tingkat cenderung terjadi ketika

hubungan sosial antara berbagai perkumpulan direbut oleh jiwa

kelaziman. Secara khusus, jiwa yang menilai bahwa perkumpulan

mereka (orang dalam) adalah yang paling benar, paling hebat, paling

dominan, dan paling baik mutlak (immaculateness), sedangkan

perkumpulan lainnya (tak tersentuh) hanya sebagai pelengkap (sesuai)

dalam unsur kehidupan ini. Akhirnya, ada mentalitas yang tak tersentuh

(di luar perkumpulan mereka) harus tersinggung, kesal dan dianggap

kurang penting. Puncak dari jiwa egosentrisme, etnosentrisme, dan

angkuh adalah munculnya klaim kebenaran. Jaminan realitas ini, pada

kenyataannya, merupakan masalah psikologis yang disebut pemusatan

diri (a demeanor of pride or predominance). Artinya, seseorang atau

kelompok melihat diri mereka sebagai yang terbaik dari yang lain.

11
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Dalam Abad 21
(Yogyakarta: Safiria Insania Press Dan Msi Uii, 2003), Hal. 129

7
Dalam hubungan persahabatan, kisi-kisi kebenaran ini menegaskan

kemudian melahirkan norma ganda, dan kemudian muncul bentrokan.12

Anda bisa membayangkan bagaimana perkumpulanperkumpulan yang

disiksa dengan egoisme kemudian, kemudian, bergabung dalam ruang

sosial. Jelas yang muncul adalah bentrokan dengan kehalusan SARA

(suku, keras, dan ras). Latar belakang sejarah negara telah menunjukkan

hal itu. Dari pertengahan 90-an hingga pertengahan 2000-an, kami

diberkati untuk menerima kemalangan manusia yang berbeda dengan

kehalusan SARA. Kemalangan umat manusia dan antarumat beragama

di Poso, Sambas, Banyuwangi, Situbondo, Madura, Papua, Sampit dan

Aceh, yang semuanya merupakan kenyataan tertentu bahwa dalam

kelompok pertemanan Indonesia jiwa egosentris yang terlibat masih

belum kokoh. Fakta terbaru terkait masalah ini adalah terulangnya

bentrokan sengit di Ambon. Ini adalah bukti betapa rapuhnya

pembangunan publik berbasis multikulturalisme di negara kita.13

Berdasar latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang. Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Surah Al-

Hujurrat Ayat 10-13 (Study atas pemikiran Quraish Shihab)

C. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

12
Ibid, Hal. 129.
13
Ibid, Hal. 129.

8
1. Bagaimana konsep pendidikan multikultural menurut Quraish

Shihab dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10-13?

2. Bagaimanakah implementasi multikultural yang terkandung dalam

Al- Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10-13?

D. Tujuan dan manfaat

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui konsep pendidikan multikultural menurut

Quraish Shihab dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat

10-13.

b. Untuk mengetahui pengimplementasian multikultural

yang terkadung di dalam surah Al-Qur’an Al-Hujurrat

ayat 13.

2. Manfaat penelitian

Peneliti berharap bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi

siapapun yang membacanya. Sehingga bias menjadi penyelamat

kelak di hari akhir.

E. Telaah pustaka

Dalam pembahasan ini, setidaknya ada literature yang membahas

tentang hal tersebut. Untuk lebih jelasnya, beberapa literature yang

memiliki relevansi dengan permasalahan yang dikaji dan sebagai pijakan

juga arahan dari kajian ini, yaitu:

9
1. Hasil Penelitian SitiAisyah “Pendidikan Multikultural

Dalam Q.S Al- Hujurat Ayat 9-10”.14

Pada penelitian ini, Siti Aisyah memfokuskan dalam skripsi ini

peniliti mencoba mencari nilai-nilai pendidikan multikultural yang

terdapat dalam skripsi Pendidikan Multikultural Dalam Al-Qur’an Surah

Al-Hujurat Ayat 9-10 dengan menggunakan metode penelitian library

research (telaah pustaka).

Hasil penelitian skripsi ini, Siti Aisyah memaparkan hasil

penelitian yang ia dapatkan adalah bahwasanya pendidikan multikultural

yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 9-10 adalah

nilai perdamaian, keadilan, rasa tanggungjawab, tolong- menolong,

demokratis, dan rasa persaudaraan antar sesama manusia.

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan peneliti diatas

dengan peneliti adalah terletak pada objek penelitian yaitu pendidikan

multikultural yang terkandung dalam Al-Qur’an sruat Al-Hujurat, serta

metode penelitian yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan

metode library research atau studi pustaka. Sedangkan perbedaan

penelitian diatas adalah terdapat pada tema penelitian, peneliti diatas

melakukan penelitian dari ayat 9-10 sedangkan peneliti meneliti

mengenai nilai-nilai Pendidikan multikultural yang terkandung dalam

Q.S al-Hujurrat ayat 13.

2. Karya dari Nurul Islamiyah dengan judul “Implementasi

14
Siti Aisyah, “Pendidikan Multikultural Q.S Al-Hujurat Ayat 9-10”, (Skripsi, Ftk Uin
Sumatera, 2018).

10
Pendidikan Multikultural di SMA Selamat Pagi Indonesia

Pagi Batu”.15

Pada penelitianini, Nurul Islamiyah memfokuskan kajian tentang

pengimpelemntasian pendidikan multikultural. Hasil penelitian skripsi

Nurul Islamiyah menunjukkan bahwa dalam pengimplementasian

pendidikan multikultural dipendidikan tersebut. Peneliti menemukan

beberapa bentuk nilai-nilai pendidikan multikultural dalam

pengimplementasian pendidikan multikultural, anatara lain; pertama,

sangat menjunjung tinggi adat (ketimuran). Hal ini tampak dari siswa

yang berasal dari daerah yang berbeda-beda, serta memiliki agama yang

berbeda-beda pula. Kedua, penanaman nilai-nilai pendidikan

multikultural ditanamkan dalam pendidikan formal maupun non- formal.

Diantaranya ialah: 1. Selalu terlibat dalam kegiatan berbagai keagamaan

dan berpartisipasi sebagai panitia. 2. Selalu melakukan komunikasi dan

berbaur dengan teman yang berbeda agama tanpa membedakan satu

sama lain.

Persamaan penelitian pada judul penelitian diatas adalah bahwa

peniliti diatas sama-sama meneliti tentang pendidikan multikultural,

dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hanya saja penelitian

diatas terjun langsung kependidikan untuk melakukan penelitian.

Perbedaan penelitian diatas dengan peneliti adalah terdapat pada metode

penelitian, peneliti diatas menggunakan metode kualitatif sedangkan


15
Nurul Ismayati, “Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Pengimplementasian
Pendidikan Multikultural (Studi Tentang Sikap Demokrasi Dan Toleransi”. (Skripsi, Ftk Uin
Maulana Malik Ibrahim, 2015).

11
peneliti menggunakan library reseach. Peneliti diatas terjun langsung

kependidikan sedangkan peneliti tidakt erjun kependidikan, melainkan

menggunakan literatur seperti buku-buku, jurnal ilmiah, dan juga kitab-

kitab tafsir.

3. Karya dari Suluri dengan judul “Pendidikan

Multikulturalisme Dalam Islam”.16

Pada penelitian ini Suluri memfokus kan penelitian tentang

persepsi pendidikan multikultural dalam islam, ia mencoba menjelaskan

bahwa multilkultural merupakan suatu konsep pemahamanakan

penerimaan adanya kemajemukan dalam masyarakat sehingga

masyarakat terhindar dari berbagai konflik yang bias membuat

masyarakat terpecah belah. Peneliti juga memaparkan bahwa dalam

islam sudah terdapat sebuah konsep pendidikan multikultural yakni

islam yang rahmatanlil’alamin. Selain itu, peneliti juga memaparkan

bahwa dalam tujuan pendidikan nasional maupun pendidikan islam

sudah tertera konsep pendidikan multikultural.

Persamaan penelitian ini dengan peneliti ini adalah sama-sama

meneliti tentang pendidikan multikultural, tetapi peneliti fokus dalam

perspektif agama islam. Perbedaan antara peneliti diatas dengan peneliti

adalah terdapat pada fokus penelitian dimana peneliti memfokuskan

kepada pendidikan multikultural dalam perspektif islam, sedangkan

peneliti mencoba mencari menurut perspektif al-qur’an. Akan tetapi

16
Suburi, “Pendidikan Multikultural Dalam Islam”, Religi, Vol Xv, No 1, Jan-Jun 2019. Hal
76-86.

12
mempunyai kesamaan dalam metode penelitian, yaitu sama-sama

menggunakan metode penelitian kualitatif.

4. Karya, dari Ibrahim Rustam dengan judul “Pendidikan

Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya

dengan Tujuan Pendidikan Islam”17

Ibrahim Rustam pada fokus penelitiannya meneliti tentang

pengertian, hingga tujuan yang terkandung dalam pendidikan

multikultural, ia mencoba menjelaskan mulai dari awal hingga tujuan

yang terkandung dalam pendidikan multikultural. Ibrahim Rustam

sangat teliti dalam penelitiannya menurut pandangan peneliti, ia

menggunakan banyak sekali pendapat para ahli dalam menentukan

pandangannya. Penelitian ini diharapkan oleh peneliti bias memberikan

manfaat agar bias diimplementasikan oleh manusia dalam kehidupan

nyata.

Persamaan penelitian diatas yang diteliti oleh Ibrahim Rustam

dengan judul peneliti adalah masih sama yaitu memfokuskan kepada

pendidikan multikultural. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam sub- sub

tema dan isi dari penelitian tersebut. Dalam proses metode penelitiannya

Ibrahim Rustam menggunakan penelitian kualitatifdengan menggunakan

pendekatan library research. Hal ini sama dengan peneliti yang hendak

melakukan hal yang serupa dengan Ibrahim Rustam.

17
Ibrahim Rustam, “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, Dan Relevansinya
Denga Tujuan Pendidikan Islam”, Addin, Vol. 7, No 1, Februari 2013.

13
5. Karya, oleh Kuswaya Wihardit “Pendidikan Multikultural:

Suatu Konsep, Pendekatan Dan Solusi”18

Jurnal ini mengkaji tentang pendidikan multikultural: suatu

konsep, pendekatan dan solus. Dalam penelitian ini mengkaji tentang

konsep yang terkandung dalam pendidikan multikultural, pendekatan

hingga solusi yang diberikan oleh pendidikan multikultural dalam

memecahkan suatu masalah. Pendekatan yang dilakukan baik secarap

sikologi sehingga secara religious dituangkan agar bias membuka

wawasan, serta memberikan solusi dalam memecahkan masalah.

Sehingga hal tersebut membawa dampak positif dalam kehidupan

bermasyarakat agar masyarakat lebih memahami hakekat dari

multikulturalisme.

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian library research. Adapun persamaan penelitian ini dengan

penelitian diatas adalah sama-sama memfokuskan kajian tentang

pendidikan multikultural, dan sama-sama menggunakan jenis

penelitian kualitatif library research. Sementara itu, perbedaannya

adalah penelitian diatas pendidikan multikultural: suatu konsep,

pendekatan dan solusi, sedangkan penelitian ini memfokuskan kajian

terhadap Pendidikan Multikultural dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurrat

Ayat 10-13 (Study atas pemikiran Quraish Shihab) :

18
Kuswaya Wihardit, “Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep, Pendekatan Dan Solusi”,
Jurnal Pendidikan, Volume 11, Nomor 2, September 2010, 96-105

14
Berikut adalah table ringkasan mengenai telaah pustaka

No Penulisdan Ringkasan Penelitian Persamaan Perbedaan

Judul

1 Siti Aisyah Penelitian yang dibuat oleh Siti Persamaan penelitian Perbedaan yang

“Pendidikan Aisyah memfokuskan dalam dengan judul terdapat dalam

Multikultura penelitiannya tentang penelitian yang penelitian yang

lDalam Q.S pendidikan multikultural yang diangkat oleh Siti diteliti oleh Siti

Al- terkandung dalam Q.S Al- Aisyah yaitu, sama Aisyah dengan

HujuratAyat Hujurat ayat 9-10 dengan mengangkat judul peneliti adalah

9-10”. menggunakan metodepenelitian penelitian tentang dalam fokus

library research. pendidikan penelitian. Siti

multikultural dengan Aisyah meneliti

memfokuskan pada mulai dari ayat 9-10,

surat al-hujurat. sedangkan peneliti

Dengan sendiri meneliti

yangtelah dicantumkan diatas:

15
menggunakan library tentang nilai-nilai

research sebagai Pendidikan

jenis penelitiannya. multikultural pada

Q.S. al-Hujurrat ay

9-13.

16
2 Nurul Penelitian yang dilakukan Judul yang diangkat Perbedaan anta

Islamiyah oleh peneliti pada kali ini ialah, oleh Nurul Islamiyah penelitian ya

“Implementa fokus pada kajian tentang memiliki persamaan dilakukan oleh Nu

si pengimplementasian hanya saja dia Islamiyah deng

Pendidikan pendidikan multikultural. Dari memfokuskan penliti adal

Multikultura hasil penelitian setidaknya kepada terdapat pada subj

l Di SMA peneliti menemukan dua bentuk pengimplementasian penelitian. Nu

SelamatPagi pengimplementasian yaitu : 1. di SMA SelamatPagi Islamiyah

Indonesia Selalu terlibat dalam berbagai Indonesia Pagi Batu. mengangkat jud

Pagi Batu” kegiatan keagamaan dan ikut Penelitiannya pun yang berfokus pa

menjadi panitia dalam kegiatan menggunakan pengimplementasia

tersebut.2. Selalu melakukan penelitian kualitatif, di pendidik

komunikasi dan berbaur dengan serta fokus tentang sedangkan pene

teman yang berbeda agama pendidikan tentang nilai-ni

tanpa membedakan antara satu multikultural. Pendidikan

sama lain. multikultural pada

Q.S. al-Hujurrat ay

9-13.

17
Nurul Islamiy

dalam melakuk

penelitian langsu

terjun kelapang

observasi, sedangk

peneliti

menggunakan libra

research.

18
3 Suburi Suburi memfokuskan Pada judul Sedangkan

“Pendidikan penelitian tentang bagaimana penelitian ini dengan penelitian in

Multikultura pendidikan multikulturalisme judul penelitian memfokuskan pad

lisme Dalam dalam pandangan islam. peneliti yaitu perspektif islam

Islam”. Peneliti menjelaskan bahwa tentang pendidikan mengenai

dalam islam sudah terdapat multikultural serta pendidikan

suatu konsep pendidikan menggunakan multikultural,

multikultural yakni islam penelitian kualitatif, sedangkan peneli

rahmatan lilaalaamiin. dan menggunakan memfokuskan pad

metode library perspektif al-qur’a

research. mengenai

pendidikan

multikultural.

4 Ibrahim Ibrahim Rustam Penelitian yang Perbedaan yang

Rustam memfokuskan penelitian dilakukan oleh mendasari adalah

19
“Pendidikan terhadap pengertian, prinsip, Ibrahim Rustam pada fokusnya ia

Multikultura dan juga relevasinya dalam denganjudul yang lebih focus pada

l: pendidikan islam. Ia mencoba peneliti ingin prinsip dan juga

Pengertian, menjelaskan tujuan yang lakukan masih sama relevansinya

Prinsip, Dan terkandung dalam pendidikan yaitu focus pada terhadap pendidikan

Relevasinya multikultural, dengan mengutip pendidikan islam, sedangkan

Dengan banyak sekali pendapat dari multikultural. peneliti

Tujuan para ahli. Dengan memfokuskan pada

Pendidikan menggunakan al-qur’an tentang

Islam”. penelitian kualitatif perspektifnya.

dan library research.

5 Kuswaya Peneliti mengkaji tentang Persamaan penelitian Perbedaan yaitu

Wihardit bagaimana konsep yang Kuswaya Wihardit Kuswaya Wihardit

“Pendidikan tekandung pada pendidikan dengan peneliti ialah memfokuskan pada

Multikultura multikultural dalam tentang pendidikan konsep pendakatan

l: Suatu memecahkan suatu masalah. multikultural dan hingga solusi

Konsep, Pendekatan yang dilakukan juga pada penelitian sedangkan peneliti

Pendekatan sehingga dapat membuka yang dilakukan yaitu memfokuskan pada

Dan Solusi”. wawasan, serta wawasan penelitian kualitatif perspektif al-qur’an

pemahaman yang diharapkan dengan metode mengenai

dapat memberikan solusi dalam library research. pendidikan

memecahkan suatu masalah. multikultural.

20
21
F. Kerangka teori

1. Pendidikan multikultural

a. Pengertian pendidikan multikultural

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) instruksi

berasal dari kata “didik”, yang artinya mengikuti dan memberi

persiapan.19 Dari perspektif yang luas, itu adalah proses

mengubah mentalitas dan perilaku individu dalam atau kelompok

dengan tujuan akhir untuk mengembangkan orang melalui

pendidikan atau persiapan. Multikultural yang berasal dari dua

kata, khususnya multi berarti banyak dan budaya berarti

kebudayaan atau kemajuan.

Menurut Andersen dan Cusher bahwa pendidikan

multikultural dapat diartikan sebagai pelatihan tentang

keragaman sosial. Kemudian, James Banks mencirikan

pendidikan multikultural sebagai pelatihan untuk minoritas.20 Ini

menyiratkan bahwa pengajaran multikultural perlu menyelidiki

kontras sebagai kebutuhan (karunia Tuhan/Sunnatullah). Lalu

bagaimana kita bisa menjawab perbedaan ini dengan lembut.

Terlepas dari pertimbangan di atas, Muhaemin El Ma'hady

berpendapat, bahwa pada dasarnya pendidikan multikultural

dapat dicirikan sebagai pelatihan tentang keragaman sosial dalam

19
Departemen Pendidikan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1993) Hal. 49
20
M. Sukarjo, Landasan Pendidikan Konsep Dan Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali Pers,2013)
Hal. 71

22
menjawab segmen dan perubahan sosial dalam kondisi wilayah

tertentu atau bahkan dunia pada umumnya (mendunia).21

Dalam bukunya Multicultural Education: A Teacher Guide

to Linking Context, Processes and Content, Hilda Hernandez

mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang

mengakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh

setiap individu dalam perjumpaan manusia yang kompleks dan

beragam secara budaya dan mencerminkan pentingnya budaya,

ras, seksualitas dan gender, suku, agama, status sosial, ekonomi,

dan eksklusi dalam proses pendidikan.22 Pemikiran ini sejalan

dengan pendapat Paulo Freire (seorang pakar pendidikan

pembebasan), bahwa pendidikan adalah “gading makna” yang

berupaya menjauhi realitas sosial dan ekonomi. budaya.

Menurutnya, pendidikan harus mampu menciptakan masyarakat

yang terdidik dan terdidik, bukan masyarakat yang hanya

mengagungkan kehidupan sosial sebagai hasil dari kekayaan dan

kemakmuran yang dialaminya.23

Pelatihan multikultural (multicultural instruction) adalah

reaksi terhadap kemajuan keragaman di pendidikan, serta

permintaan kebebasan yang setara untuk setiap pertemuan.

Dalam aspek lain, pengajaran multikultural adalah

21
Ibid, Hal. 72
22
Ibid, Hal. 75
23
Ngainun Naim & Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep Dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) Hal. 15

23
pengembangan rencana pendidikan dan latihan instruktif untuk

memasuki perspektif yang berbeda, sejarah, prestasi dan

kekhawatiran untuk non-Eropa. Padahal secara komprehensif,

pengajaran multikultural mencakup semua siswa tanpa

memisahkan golongan mereka seperti orientasi, kebangsaan, ras,

budaya, tulisan sosial dan agama.24

James Bank memahami bahwa pendidikan

multikultural memiliki beberapa aspek yang saling

terkait, khususnya: Pertama, Integrasi Konten, yang

menggabungkan masyarakat dan pertemuan yang

berbeda untuk menunjukkan ide-ide penting, spekulasi

dan hipotesis dalam mata pelajaran/disiplin. Kedua,

Proses Konstruksi Pengetahuan, yang membawa

siswa untuk menggambarkan ide-ide penting,

generasi dan hipotesis dalam mata pelajaran

(disiplin). Ketiga, metode pengajaran nilai, khususnya

menyesuaikan teknik pembelajaran dengan cara siswa

belajar bekerja dengan prestasi ilmiah siswa yang

berbeda ras, budaya, atau sosial. Keempat, Prejudice

Reduction, yaitu mengenali atribut rasial siswa dan

menentukan teknik mendidik mereka. Kemudian, latih

perkumpulan untuk ikut serta dalam latihan olahraga,

24
Meliani Budianta, Multikulturalisme Dan Pendidikan Multikultural Sebuah Gambaran
Umum, (Jakarta: Staqafah Press, 2003) Hal. 10

24
terhubung dengan semua staf dan siswa dari berbagai

identitas dan ras dengan tujuan akhir untuk membuat

budaya ilmiah yang lunak dan komprehensif25

Sesuai dengan Choirul Mahfud dalam bukunya

“Pendidikan Multikultural” bahwa pengajaran multikultural

secara umum memiliki Atribut:

a. Tujuannya adalah untuk membingkai "budaya manusia"

dan "untuk membuat masyarakat yang halus (peradaban)"

sebuah. Materi menunjukkan sisi-sisi terhormat umat

manusia, sisi-sisi publik yang tak henti-hentinya dari

pertemuan etnis (budaya).

b. Teknik ini didasarkan pada popularitas, yang

memperhatikan bagian-bagian kontras yang berbeda. Ada

langkah-langkah dalam memberi ruang untuk kesempatan

artikulasi, menjadi pertukaran khusus, menyumbangkan

pemikiran yang akan meningkatkan cara hidup atau

kemajuan manusia yang dimaksud dan menemukan

beberapa minat bersama sambil meraih tempat-tempat

kontras.

c. Yang tidak sepenuhnya menetap menjadi penilaian cara

berperilaku individu yang menggabungkan wawasan,

apresiasi, dan masyarakat yang berbeda.26

25
Sulalah, Pendidikan Multikultural, (Malang: Maliki Press,2011), Hal. 8-9

25
Pendidikan multikultural memiliki otentisitas dari tiga landasan

yang merupakan segitiga kemampuan untuk melegitimasi

pembicaraan multikulturalisme dalam ranah pendidikan

(Indonesia), tiga pendirian yang dimaksud adalah:

a. Sebuah. Landasan filosofis

b. Landasan yuridis

c. Ide al-qur'an tentang manusia, identitas, dan keragaman.27

b. Gagasan pendidikan multikultural

Sistem pendidikan multikultural telah lama berkembang di

Eropa, Amerika dan negara-negara ciptaan lainnya. Prosedur ini

merupakan kemajuan dari studi antar budaya dan

multikulturalisme, dan dalam perkembangannya berubah

menjadi penyelidikan unik pelatihan multikultural yang pada

awalnya berharap untuk membuat sebagian besar masyarakat

siap untuk bersikap lunak terhadap pendatang baru, serta tujuan

politik untuk tujuan tersebut. kontrol sosial para pemimpin atas

warganya, dengan tujuan agar keadaan bangsa tidak ada masalah

sama sekali stabil.28

Sejarah panjang yang membosankan di negara-negara

Amerika dan Eropa seperti Kolonialisme, konflik nasional

Amerika dan Perang Dunia I dan II. Sepanjang keberadaan

26
Choirul Mahfud, (2010), Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar, Hal. 33
27
Maslikah (2007), Quo Vadis: Pendidikan Multikultur: Rekontruksi Sistem Pendidikan
Berbasis Kebangsaan, Salatiga: Stain Salatiga Press, Hal. 49
28
H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam
Tranformasi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2004) Hal. 122-162

26
mengapa pendidikan multikultural diterapkan di dua daratan

pada 1415 hingga pertengahan 1900-an negara-negara

fundamental di Eropa, seperti Spanyol, Portugal, Inggris,

Prancis, Belanda, telah memperluas dan menjajah negara-negara

Afrika, Asia, dan Asia. Amerika. Imperialisme ini menyebabkan

banyak kemalangan yang luar biasa baik secara nyata maupun

etis.29

Kemudian, Perang Dunia I yang dimulai pada tahun 1914

dan dilanjutkan dengan Perang Dunia II yang dimulai pada tahun

1939 dan berakhir pada tahun 1900-an membuat negara-negara

Eropa menjadi bubar dan saling mengancam.30 Sementara itu,

Indonesia juga memiliki pertemuan yang tak kalah menyedihkan.

Kekejaman, pembangkangan, bumi hangus, dan pembunuhan,

berabad-abad, terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya,

Majapahit, Goa, Mataram hingga masa ini. Melihat kenyataan

ini, kehadiran pengajaran multikultural sangat penting.31

Oleh karena itu, harus ada kesadaran bahwa

multikulturalisme adalah khusus dan kebutuhan negara, karena

ketika ide multikultural berubah menjadi pemahaman yang khas,

strategi dan perilaku penghibur dalam lingkungan sosial tertentu

tidak akan melekat pada masyarakat tertentu. Secara

29
Ibid, Hal. 163
30
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk
Demokrasi Dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007) Hal. 24
31
Ibid, Hal. 25

27
keseluruhan, cenderung diakui bahwa ketika penegasan dan

pengesahan diri atau kepribadian kumpul, khususnya karakter

kumpul-kumpul yang ketat, landasan yang kuat dan kokoh akan

dibangun. Jika vital menggunakan segala cara. Terlepas dari

apakah vital dalam semua cara yang masuk akal dan mampu

secara sosial.32

Realitas sosial dalam perbaikan sosial, politik dan sosial

negara Indonesia dalam pusaran waktu terus menggeliat.

Terutama di masa perubahan dengan gangguan sosial-politik di

berbagai tingkat masyarakat, menempatkan sekolah multikultural

dalam posisi yang tidak dapat disangkal, signifikan, bahkan

sangat dibutuhkan. Demikian pula dirasakan bahwa setiap orang

memiliki pemahaman sosialnya sendiri-sendiri. Ini disebut di

planet ini sebagai gaya hidup atau sistem kepercayaan.33

Klarifikasi ini memaknai bahwa sekolah multikultural

adalah sesuatu yang vital dan mengerikan untuk dilaksanakan

dalam praktik instruktif. Sejak pelatihan multikultural dapat

bertindak sebagai metode elektif untuk kompromi. Melalui

pembelajaran berbasis multikultural, siswa seharusnya tidak

dievakuasi dari akar sosialnya, dan jelas dirasakan atau tidak

32
H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam
Tranformasi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2004) Hal. 165.
33
Sulalah, Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai-Nilai Universalitas Kebangsaan,
(Malang: Uin-Maliki Press, 2011) Hal. 7-8

28
bahwa pembelajaran multikultural sangat relevan untuk

dilatihkan dalam pemerintahan mayoritas seperti sekarang ini.

c. Penerapan pendidikan multikultural

Dalam Membuat siklus belajar untuk hidup masing-masing

secara harmonis dan selaras, hal ini sesuai dengan salah satu poin

pendukung pembelajaran yang disampaikan oleh UNESCO,

khususnya mencari cara untuk hidup masing-masing. Dengan

cara demikian, pengajaran multikultural harus memiliki pilihan

untuk mempersiapkan orang untuk memperoleh informasi dan

memiliki kesadaran bahwa naluri manusia bermacam-macam

tetapi keragaman itu kontras untuk membuat hubungan yang

menyenangkan34

Membuat siklus belajar untuk hidup masing-masing secara

harmonis dan selaras, hal ini sesuai dengan salah satu poin

pendukung pembelajaran yang disampaikan oleh UNESCO,

khususnya mencari cara untuk hidup masing-masing. Dengan

cara demikian, pengajaran multikultural harus memiliki pilihan

untuk mempersiapkan orang untuk memperoleh informasi dan

memiliki kesadaran bahwa naluri manusia bermacam-macam

tetapi keragaman itu kontras untuk membuat hubungan yang

menyenangkan35

34
Musaheri, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Ircisod, 2007) Hal. 195
35
Ibid, Hal. 196

29
Dalam memahami keutamaan hidup, tentunya

persekolahan multikultural sebagai model pemahaman

kemapanan sosial di mata masyarakat yang dapat memahami

sifat-sifat sosial melalui individu-individu harus merangkum

kebajikan baik dalam pedoman maupun dalam iklim, tidak

berlebihan.36 Pelaksanaan kebajikan di semua bagian kegiatan

publik, jelas, memahami kebajikan di dalamnya, seluruh program

pendidikan tidak menutup pintu masuk bagi pengajaran orang

sosial dalam upaya bersama dengan penekanan pada penciptaan

kapasitas pikiran dan penciptaan kebajikan dalam

pelaksanaannya, menggerakkan hati untuk mencapai sesuatu

yang besar. hebat, dan itu adalah kapasitas untuk memahami

orang-orang pada tingkat yang mendalam, kapasitas yang

dibutuhkan dalam hidup berdampingan.37

Budaya adalah bidang kolaborasi antara orang-orang yang

bekerja tanpa bidang pembelajaran sosial. Demikian Tugas guru

dalam rencana sosial sekolah adalah untuk mengembangkan

kelebihan kelimpahan dalam siswa, menjadi pekerjaan sulit yang

spesifik, cinta akan kualitas, disiplin informasi, inovasi kerja dan

lebih jauh lagi termasuk disiplin perhatian kerja, yang

mengharapkan kita untuk melihat nilai pentingnya kemampuan

36
Dody S Taruna, Antropologi Sosial Budaya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hal. 82
37
Ibid, Hal. 67

30
dalam cara hidup kualitas sosial. lain, misalnya, karya rekayasa

dan sebagainya.38

d. Pendekatan pendidikan multikultural

Menunjukkan kompromi dalam pelaksanaan aktivitas

moral umumnya tidak akan berjalan seperti yang diharapkan,

masyarakat terus berkreasi. Keadaan kehidupan dan

perkembangan hubungan manusia berkembang dan semakin

rumit, akibatnya kebajikan dan tidak terpikirkan akan ada

bentrokan di mata publik dalam menempatkan kebajikan yang

menetap, kualitaskualitas ini akan menghadapi perjuangan dan

sudah pasti demikian. menunjukkan perpecahan. Cara hidup

perjuangan ini harus diselesaikan dan rencana keluar melalui

percakapan atau pertukaran tentang hal itu. Bisa terjadi

mengalami hal yang sama dan membutuhkan pemikiran aktivitas

publik, dengan cara ini budaya yang menutup Din dan kompromi

akan jatuh ke dalam risiko penindasan adat yang berarti

mengaburkan perbaikan.

Ada beberapa metodologi dalam proses sekolah

multikultural sebagai berikut: Pertama, jangan pernah lagi

menyamakan perspektif pengajaran (pelatihan) dengan

bimbingan belajar (tutoring), atau pengajaran multikultural

dengan program sekolah formal.

38
Abdurrahman Fathoni, Wacana Multikulturalisme, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hal. 64

31
Pertama, Perspektif yang lebih luas tentang pelatihan

sebagai transmisi sosial membebaskan instruktur dari anggapan

yang membingungkan bahwa kewajiban penting dengan

menciptakan keterampilan sosial di antara siswa hanya ada di

tangan mereka, tetapi sejujurnya ada hal lain dan lebih banyak

kelompok yang sadar akan hal itu. fakta bahwa proyek sekolah

harus dihubungkan dengan pembelajaran biasa di sekolah. di luar

sekolah.

Kedua, Menjauhi pandangan yang membandingkan budaya

dengan pertemuan etnis. Ini benar-benar bermaksud bahwa ada

alasan kuat untuk menghubungkan budaya secara eksklusif

dengan pertemuan etnis seperti yang terjadi hingga saat ini.

Umumnya, instruktur memiliki budaya yang terkait dengan

pertemuan yang cukup independen, bukan dengan jumlah

individu secara konsisten dan berulang-ulang menggambar satu

sama lain dalam setidaknya satu latihan. Berkenaan dengan

pelatihan multikultural, diyakini bahwa pendekatan ini dapat

menggerakkan penyusun proyek pengajaran multikultural untuk

membuang kecenderungan melihat siswa dalam tipe klise sesuai

kepribadian etnis mereka, bertentangan dengan norma mereka

akan membangun penyelidikan yang lebih menonjol.

pemahaman persamaan dan kontras antara siswa dari kelompok

etnis yang berbeda.

32
Ketiga, karena kemajuan keterampilan dalam "budaya lain"

biasanya memerlukan dorongan asosiasi dengan individu, sangat

jelas terlihat bahwa upaya untuk membantu sekolah yang

terisolasi secara etnis adalah kebalikan mutlak dari tujuan

pelatihan multikultural. Mengikuti dan memperluas kekuatan

kelompok akan merusak sosialisasi ke budaya lain. Sekolah

untuk pluralisme sosial dan pelatihan multikultural tidak dapat

disamakan secara sah.

Keempat, sekolah multikultural meningkatkan

keterampilan di beberapa masyarakat. Budaya mana yang akan

diambil, masih di atas angin dengan segala sesuatu yang terjadi

dan kondisi yang relatif. Kelima, dapat dibayangkan bahwa

pelatihan (baik formal maupun non-formal) memperluas

kesadaran akan kemampuan dalam masyarakat tertentu.

Perhatian seperti itu kemudian akan, pada saat itu, menjauhkan

kita dari gagasan bikulturalisme atau pemisahan antara individu

lokal dan non-pribumi.39

Seperti yang ditunjukkan oleh Hermandez, ada sekitar 4

(empat) langkah yang dapat ditempuh untuk melaksanakan

pelatihan multikultural, khususnya: Pendekatan komitmen,

metodologi pertama dan kedua secara keseluruhan konstruksi

fundamental dan target tetap tidak berubah. Desainnya setara

39
Musaheri, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Ircisod, 2007) Hal. 198.

33
dengan program pendidikan publik dan konten mikrokultur yang

diberikan terbatas pada peristiwa, pengakuan, dan legenda.

1. Metodologi tambahan, pendekatan ini hanya merupakan

perluasan yang ditujukan untuk semua pelajar atau

mahasiswa, namun mereka tidak mendapatkan gambaran

umum tentang pekerjaan dan sistem penalaran pertemuan

etnis dan budaya mikro. Sebagian besar hanya

menampilkan gambar etnik, (misalnya, pakaian, senjata,

bentuk rumah, dan sebagainya). Substansi ditambahkan

ke subjek utama tanpa mengubah kecurigaan dan

konstruksi esensialnya.

2. Ubah pendekatan, ubah anggapan dasar dan izinkan siswa

atau siswa untuk melihat ide, isu, topik, dan isu menurut

sudut pandang mikrokultural.

3. Pendekatan aktivitas sosial, sedangkan metodologi

keempat adalah pendekatan perubahan dengan

menambahkan bagian-bagian yang membutuhkan siswa

atau siswa untuk mengambil kesimpulan tentang

masalah-masalah sosial tersebut, dan bergerak dalam

kehidupan sehari-hari.40

40
Yayah Khisbiyah, Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme Dalam Masa Depan
Anak-Anak Kita, (Yogyakarta: Kanisius, 2000) Hal. 04

34
e. Karakteristik pendidikan multikultural

Budaya atau culture berasal dari bahasa Sansekerta

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (otak

atau akal) yang dicirikan sebagai masalah yang berhubungan

dengan jiwa dan penjelasan manusia. Dalam bahasa Inggris,

culture disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yang

berarti mengembangkan atau bekerja. Hal ini juga dapat

diartikan sebagai daerah berkembang atau budidaya. Kata

budaya juga kadang-kadang diartikan sebagai "budaya" dalam

bahasa Indonesia. Budaya adalah gaya hidup yang menciptakan,

dibagikan melalui pertemuan, dan diturunkan dari generasi ke

generasi. Budaya terdiri dari banyak komponen yang

membingungkan, termasuk kerangka kerja yang ketat dan politis,

adat istiadat, dialek, instrumen, pakaian, struktur, dan keahlian.41

Bahasa, mirip dengan budaya, adalah bagian individu yang

tak terpisahkan, individu yang tak terhitung jumlahnya seperti itu

umumnya akan menganggapnya diperoleh secara turun temurun.

Ketika seseorang mencoba untuk berbicara dengan orang-orang

dari berbagai masyarakat, dan menyesuaikan diri dengan

perbedaan mereka, itu menunjukkan bahwa budaya dipelajari.

Budaya adalah gaya hidup yang menyeluruh. Budaya itu rumit,

konseptual, dan luas. Banyak bagian dari budaya juga

41
Hermandez, Multicultural Education. A Teacher‟S Guide To Linking Context, Process,
And Content (2nd Ed), New York, Culombia, Ohio, (Usa: Merril Prentice Hall,2001) Hal. 10

35
menentukan cara berperilaku yang informatif. Komponen sosial-

sosial ini dihamburkan, dan menggabungkan berbagai latihan

sosial manusia.42

f. Tujuan pendidikan multikultural

Tujuan pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan

awal dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara

karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan

akhirnya tercapai dengan baik. Pada dasarnya tujuan awal

pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan,

pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa

jurusan ilmu pendidikan ataupun mahasiswa umum. Harapannya

adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan

multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu

untuk menjadi transormator pendidikan multikultural yang

mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan

demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta

didiknya.43

Sedangkan tujuan definitif pembelajaran multikultural

adalah agar siswa tidak hanya siap untuk memahami dan

menguasai topik yang mereka pelajari, namun juga diyakini

bahwa siswa akan memiliki pribadi yang kokoh untuk umumnya

42
Reese W.L, Dictionary Of Philosophy And Religion: Eastern And Western Thought,1980
Hal. 488.
43
Zakiyuddin, Baidhawy, Pendidikan Agama: Membangun Multikulturalisme Indonesia,
Dalampe

36
menjadi penguasa mayoritas, pluralis dan humanis. Karena

ketiga hal tersebut merupakan jiwa dari sekolah multikultural.44

Seperti yang ditunjukkan oleh Choirul Mahfud dalam bukunya,

multicultural schooling, tujuan dari pelatihan multikultural

adalah sebagai berikut:

a. Untuk kemajuan pendidikan etnis dan sosial,

lebih tepatnya berkonsentrasi pada dasar sejarah,

bahasa, atribut sosial, komitmen, kesempatan

dasar, orang-orang yang menarik, dan keadaan

sosial, politik, dan keuangan dari sebagian besar

etnis dan minoritas yang berbeda.

b. Untuk penjelasan nilai dan mentalitas,

merupakan tahap kunci selama waktu yang

dihabiskan untuk melepaskan kemampuan

imajinatif orang untuk mengisi ulang diri dan

perbaikan masyarakat lebih lanjut.

c. Untuk kesadaran diri, yang menggarisbawahi

peningkatan pemahaman diri yang lebih penting,

gagasan diri yang positif, dan kebanggaan pada

karakter sendiri yang menambah diri sendiri.

d. Memiliki pengetahuan ke dalam kehidupan yang

beragam dan lintas masyarakat sebagai penduduk

44
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multural Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi
Dan Keadilan. (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), Hal. 4

37
dunia.

e. Untuk memiliki sudut pandang publik/negara

yang solid

f. Untuk memperkuat individu untuk perubahan

sosial, secara spesifik motivasi di balik sekolah

multikultural adalah untuk memulai kemajuan di

arena publik.

g. Untuk adanya keserasian dan keagungan dalam

pengajaran, secara khusus tujuan keadilan

multikultural erat kaitannya dengan tujuan

mendominasi kemampuan fundamental,

ekspansif dan lebih filosofis.

h. Untuk membuat keterampilan multikultural,

menjadi spesifik dengan korespondensi yang

beragam secara budaya, hubungan relasional,

pengambilan sudut pandang, pemeriksaan yang

relevan, mencari perspektif, dan sebagainya.

i. Untuk membuat kapasitas kemampuan esensial

j. Bertepatan dengan tenang, khususnya dengan

menganggap kontras sebagai kebutuhan, dengan

menjaga kualitas manusia, dengan

memperhatikan keadilan, akan menumbuhkan

disposisi berpikiran terbuka terhadap pertemuan

38
yang berbeda dan dengan demikian dapat hidup

bersama dengan tenang.45

2. Al-qur’an surah al-hujurrat

a. Surah al-hujurrat

Surat al-Hujurat adalah salah satu surat madaniyyah yang

diturunkan setelah Nabi SAW. beremigrasi. Ini adalah

kesepakatan para peneliti. Bahkan, kali ini salah satu reff yang

dimulai dengan Ya Ayyuha an-Nas, khususnya pada pasal 13,

yang umumnya digunakan sebagai salah satu unsur bait yang

terbongkar sebelum hijrah, juga disepakati bahwa turun pada

masa Madinah, khususnya setelah pergerakan Nabi, meskipun

fakta bahwa ada serangkaian pengalaman yang dipertanyakan.

Hakikat ayat yang dipertanyakan adalah bahwa bagian itu

ditemukan di Mekah pada saat Nabi Muhammad naik haji Wada'

(Perpisahan haji). Meski demikian, terlepas dari valid tidaknya

penggambaran tersebut, hal ini tidak menjadikan Makkiyah

menahan diri, selain dari orang-orang yang memahami istilah

Makkiyah sebagai bagian yang terungkap di Mekah.

Sebagian besar ulama menyebut bagian-bagian yang

terbongkar sebelum hijrah itu Makkiyah - meskipun tidak

terungkap di Mekah - dan menyebutnya Madaniyyah meskipun

faktanya terungkap di Mekah pada saat terungkap setelah Nabi

45
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), Hal. 9

39
hijrah ke Madinah . Namanya al-Hujurat diambil dari kata yang

dirujuk dalam salah satu bait (bagian 4). Kata tersebut

merupakan kata utama dalam Al-Qur'an karena nama surah ini

"al-Hjurrat" adalah satu-satunya baginya.46

Islam sebagai agama yang tersebar luas, menunjukkan

umat manusia bagian-bagian kehidupan yang berbeda, baik

umum maupun selanjutnya. Ajaran menurut perspektif Islam

penting untuk kewajiban khilafah sebagai pribadi yang harus

dilakukan dengan penuh kesadaran. Dengan sekolah mengenali

orang dan hewan yang berbeda.47 Ada beberapa kualitas tujuan

pelatihan Islam menurut perspektif multikultural. Untuk

memulainya, pelatihan Islam cocok untuk merangkul dan

menghargai semua keragaman. Kedua, untuk merakit mencari

tahu, memahami, dan keakraban individu dengan realitas

multikultural. Ketiga, tidak berkuasa dan menolak orang karena

masalah identitas, agama, ras, atau berbagai golongan. Keempat,

memberi kesempatan untuk mengembangkan dan menumbuhkan

penghargaan diri yang sehat bagi setiap orang.48

46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera Hati, Cet Iv), Hal. 567.
47
Mashadi Imron, (2009), Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme,
Jakarta: Balai Litbang Agama, Hal. 49
48
Sulalah, (2012), Pendidikan Multikultural Didaktita Nilai-Nilai Universalitas Kebangsaan,
Malang: Uin-Maliki Press, Hal. 78

40
b. Surah al-hujurrat sebagai kerangka dasar pendidikan

multikultural

Surah Al-Hujurat secara ekstensif meneliti subjek yang

disatukan, khususnya dasar sosial budaya Islam, seperti yang

ditunjukkan oleh Nasjir Sulaiman al-Umar49, penerjemah yang

berbeda memesan surat ini sebagai alasan untuk membangun

masyarakat umum karena berbicara tentang bagian-bagian yang

berbeda dari yang mendalam. kualitas. Bisa dikatakan bahwa Al-

Qur'an tidak hanya berbicara tentang hubungan antara manusia

dan Tuhan, tetapi hubungan antara manusia dan individu juga

merupakan kebutuhan mutlak.

Substansi Surah Al-Hujurat menekankan pentingnya

menjalin hubungan dengan orang-orang secara individu dan

berbagi perhatian terhadap orang-orang individu dan kesamaan

meskipun fakta bahwa mereka tidak memiliki identitas, bangsa,

darah atau agama yang sama, karena orang-orang berasal dari

satu kerabat. dari Adam dan Hawa. Jika umat manusia dapat

memahami perbedaan dan menghargai satu sama lain, itu akan

membentuk hubungan amal yang mendasar50

Selain itu, pandangan dunia yang harus dibangun adalah

bahwa meskipun semua orang diciptakan dari awal yang sama,

tetapi pada saat itu Tuhan menciptakan negara, klan dengan nada
49
Nasjir Sulaiman Al-Umar, Tafsir Surah Al-Hujurat (Manhaj Pembentukan Masyarakat
Berakhlak Islam) Terjemahan. Agus Taufik, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2015) Hal. 61
50
Ibid, Hal. 65

41
dan warna yang berbeda.kulit dan bahasa. Orang-orang dibuat

dengan kontras antara satu sama lain, bukan motivasi untuk

menimbulkan perjuangan sehingga orang-orang saling mengenal.

Penggambaran tersebut sesuai dengan tujuan umum tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional “Pendidikan dipimpin

berdasarkan popularitas dan adil serta tidak adil dengan

mempertahankan kebebasan bersama, kualitas ketat, kualitas

sosial, dan pluralisme publik.51

Dengan keragaman atau mayoritas ini, pelatihan

multikultural yang terkandung dalam Al-Qur'an Surah Al-

Hujurat dapat menjadi pembentuk dalam hubungan multikultural

wilayah lokal sebagai karya untuk menentukan bentrokan dan

menghadirkan kelebihan sekolah multikultural, kontras yang

dipersepsikan oleh Al-Qur'an. tidak saling bergembira karena

budaya yang satu dengan yang lain, atau saling meninggikan

derajat sehingga muncul bentrokan. Namun, kecemerlangan yang

mengakui semua derajat adalah pengabdian kepada Allah SWT,

orang tidak memiliki hak istimewa untuk memberikan penilaian

yang adil dan persegi keagungan manusia. Semua masyarakat

memiliki hak istimewa untuk mengerahkan upaya terkonsentrasi

untuk hidup berdampingan dalam hubungan yang tenang. Hal ini

51
Uu Sistem Pendidikan Nasional (Cet, Ke-4), (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2011) Hal. 8-9

42
sesuai dengan salah satu andalan instruktif Belajar hidup masing-

masing atau mencari tahu bagaimana hidup dengan orang lain.52

G. Metode penelitian

1. Pendekatan penelitian

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir

Maudhu’i, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan

menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai pembahasan

topik yang sama dan menyusunnya secara kronologi dan sebab

turunnya ayat tersebut, memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan

penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungannya dengan

ayat-ayat lain. Kemudian peneliti membahas dan menganalisis

kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan topik

yang ditetapkan tersebut sehingga menjadi suatu kesatuan yang

utuh.

Penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode

Library Research atau yang sering di sebut dengan metode

kepustakaan. Metode kepustakaan merupakan suatu metode

dalam pengumpulan data dengan menelaah buku, literatur,

catatan serta berbagai laporan yang tentunya berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti pernyataan ini dikemukakan

52
Mashadi Imron, (2009), Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme,
Jakarta: Balai Litbang Agama, Hal. 60

43
oleh Nazir.53 Zed berpendapat bahwa metode kepustakaan bukan

sekedar ruang lingkup urusan membaca dan mencatat literatur

atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahami oleh

banyak orang.Lebih luas mengenai metode kepustakaan adalah

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode

pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian.54

Dapat disimpulkan metode kepustakaan merupakan metode

yang dilakukan dalam proses pengumpulan data dengan cara

menelaah, menganalisis dan mengolah bahan penelitian dari

buku, artikel jurnal dan sumber bacaan lainnya. Sehingga

pendekatan yang dipilih dalam penelitian adalah library research

atau kepustakaan agar dapat memperoleh keterangan yang lebih

mendalam mengenai hal-hal yang menjadi pembahasan tentang

“Pendidikan Multikultural Dalam Al- Qur’an Surah Al-Hujurrat

Ayat 10-13 (study atas pemikiran qurasih shihab)”

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif

noninteraktif, jenis ini merupakan pengkajian yang dilakukan

berdasarkan analisis dokumen dengan menggunakan teknik

pengumpulan data dokumentasi dari perpustakaan yang relevan

dengan fokus penelitian atau pembahasan yang akan di

53
Milya Sari, Asmendri, Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian
Pendidikan Ipa, Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang Ipa Dan Pendidikan Ipa, Vol. 6,
Nomor.1, 2020, Hal. 43.
54
Milla Tunna Inah Dan Budi Purwoko, Kepustakaan Penerapan Konseling Neurolinguistic
Programming (Nlp) Dalam Lingkup Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, Hal. 12

44
telitiberbentuk konsep maupun teori yang terdapat dalam buku,

kitab tafsir maupun jurnal. Jenis penelitian yang digunakan

adalah kualitatif noninteraktif, jenis ini merupakan pengkajian

yang dilakukan berdasarkan analisis dokumen dengan

menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi dari

perpustakaan yang relevan dengan fokus penelitian atau

pembahasan yang akan di telitiberbentuk konsep maupun teori

yang terdapat dalam buku, kitab tafsir maupun jurnal.55

2. Sumber data

Sumber data ialah asal data dan informasi itu diperoleh.

Menurut Arikunto, sumber data dalam penelitian adalah subjek

darimana data- data dapat diperoleh. Apabila penelitian

menggunakan teknik observasi, maka data dapat berupa benda

bergerak. Apabila menggunakan teknik wawancara, maka

sumber data disebut responden. Dan apabila penelitian

menggunakan teknik dokumentasi, maka dokumen dan

catatanlah yang menjadi sumber data.56Adapun sumber data

dalam penelitian ini adalah tafsir-tafsir yang relevan, buku-buku,

dan juga jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan judul

penelitian peneliti sumber data dalam penelitian ini adalah tafsir-

55
Muhammad Amin, Konsep Fitrah Manusia Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tarbawi),
(Skripsi, FTK UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2017), Hal. 10
56
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), Hal. 129.

45
tafsir yang relevan, buku-buku, dan juga jurnal-jurnal ilmiah

yang relevan dengan judul penelitian peneliti.

3. Prosedur penelitian

Untuk memperkuat hasil dari penelitian diperlukan tekhnik

pengumpulan data. Dalam penelitian ini menggunakan tekhnik

dokumentasi.Tekhnik dokumentasi ini mencari data mengenai

variabel yang berupa catatan, buku, makalah, skripsi, jurnal,

artikel dan sebagainya ini menurut Arikunto.57

Instrumen dalam pengumpulan data menggunakan Human

Instrument (peneliti sendiri). Kedudukan instrumen ini sebagai

perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, dan akhirnya

sebagaipelapor hasil penelitian.

4. Teknis analisis data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk

berkerja dengan data yakni memilih, mengorganisasikan,

mensintetiskannya mencari serta menemukan pola yang ada dan

menemukan yang penting dan memutuskan yang akan

digunakan.58 Dalam penelitian kepustakaan menggunkan

metode analisis isi atau Content Analysis. Soejono memaparkan

Content Analysis adalah usaha yang dilakukan untuk

mengungkapkan sebuah isi buku yang menggambarkan peneliti

57
Milla Tunna Inah Dan Budi Purwoko, Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori Dan
Praktik Konseling Expresive Writing, (Universitas Negeri Surabaya), Hal. 4.
58
J Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2015), Hal. 248

46
dan situasi masyarakat tersebut.59 Menurut Fraenkel & Wallen

menyatakan analisi isi adalah sebuah alat penelitian yang

difokuskan pada konten aktual dan fitur internal media.60

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan inferensi yang lebih

valid dan dapat diteliti kembali berdasarkan konteksnya. Untuk

menjaga kekelan proses pengkajian dan mencegah mis-informasi

maka dilakukan pengecekan antar pustaka dengan membaca

ulang pustaka serta memperhatikan komentar pembimbing.61

H. Sistematika pembahasan

Untuk mempermudah dalam pemahaman mengenai

pembahasan yang diteliti, diperlukannya suatu gambaran singkat

mengenai isi dari penelitian ini, penelitian yang akan

dilaksanakan bersifat ilmiah yang dilakukan secara sistematis.

Gambaran singkat mengenai isi dari penelitian dirumuskan dalam

sistematika pembahasan, yang di maksud dengan sistematika

pembahasan ini yaitu rangkaian pembahasan proposal ini dengan

pola sebagai berikut:

Sistematika pembahasan merupakan penyusunan secara

garis besar tugas proposal skripsi. Adapun gambaran mengenai

59
Muhlisin, “Konsep Fitrah Manusia Menurut Prof. Dr. Achmadi Dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Akhlak Anak (Analisis Filosofis), (Skripsi, Fakultas Tarbiyah, Iain Walisongo,
Semarang, 2008), Hal. 16.
60
Milya Sari, Asmenidri, Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian
Pendidikan Ipa, Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang Ipa Dan Pendidikan Ipa, Vol. 6,
Nomor.1, 2020, Hal. 47.
61
Mirzaqon Abdi, Purwoqo Budi. Studi Kepustakaan., Hal. 13-14.

47
sistematika pembahasan peneliti membagi menjadi beberapa

bagian, yaitu sebagaiberikut:

1. Pada bagian awal terdapat penjelasan mengenai judul yang

diangkat menjadi judul penelitian proposal/skripsi.

2. Bagian kedua ada latar belakang masalah yang isinya tentang

gambaran permasalahan yang peneliti temukan dan alasan peneliti

mengambil judul tersebut.

3. Bagian ketiga ada rumusan masalah yang berisi beberapa

pertanyaan yang akan ditemukan jawabannya terkait dengan judul

penelitian.

4. Bagian keempat ada tujuan dan manfaat penelitian yang selaras

dengan rumusan masalah dan berisi tentang apa saja tujuan serta

manfaat dari penelitian bagi pihak-pihak yang terlibat.

5. Bagian kelima ada telaah pustaka yang berisi tentang penelitian-

peneltian terdahulu yang sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan.

6. Bagian keenam ada kerangka teori yang berisi tentang teori-teori

pengantar dalam melakukan penelitian.

7. Bagian ketujuh ada metode penelitian yang berisi tentang cara-

cara yang digunakan ketika penelitian dilaksanakan antara lain

yaitu metode penelitian, sumber data, tekhnik serta instrumen

penelitian, analisis data

48
8. Bagian kedelapan ada sistematika pembahasan yang berisi tentang

gambaran ringkas isi sistematika proposal penelitian secara

umum.

9. Bagian sembilan ada jadwal kegiatan penelitian yang memuat

rencana waktu pelaksanaan penelitian.

10. Bagian terakhir ada daftar pustaka yang berisi tentang refrensi

yang digunakan untuk menyususn skripsi yang terdiri dari buku,

jurnal dan lain sebagainya.

49
I. Renecana Jadwal Penelitan

Bulan

1 2 3 4 5
No. Kegiatan

1 Konsultasi Judul

Penyusunan proposal

2 dan konsultasi proposal

3 Ujian proposal

4 Kegiatan penelitian

5 Penyusunan skripsi

Catatan: Rencana Jadwal Kegiatan ini bias saja berubah

sewaktu-waktu sesuaidengan situasi dan kondisi.

50
Daftar Pustaka

Religion Abdurrahman Fathoni, Wacana Multikulturalisme, Jakarta: Rineka


Cipta, 2010
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2010
Departemen Agama Ri, Al-Qur’an Dan Terjemahan Syamil Al-Qur’an
Dan
Departemen Pendidikan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1993
Dody S Taruna, Antropologi Sosial Budaya, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa
Depan Dalam Tranformasi Pendidikan, Jakarta: Grasindo,
2004
Hermandez, Multicultural Education. A Teacher‟S Guide Too Linking
Context, Process, And Content (2nd Ed), New York,
Culombia, Ohio, Usa: Merril Prentice Hall,2001

Ibrahim Rustam, “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, Dan


Relevansinya Denga Tujuan Pendidikan Islam”, Addin, Vol.
7, No 1,Februari 2013.
J Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2015
Khairiah, “Multikulturalisme Dalam Pendidikan Islam”, Bengkulu

Kuswaya Wihardit, “Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep,


51
Pendekatan Dan Solusi”, Jurnal Pendidikan, Volume 11,
Nomor 2, September 2010
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding
Untuk Demokrasi Dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media,
2007

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera Hati,2011)

Maslikah, Quo Vadis: Pendidikan Multikultur: Rekontruksi Sistem


Pendidikan Berbasis Kebangsaan, Salatiga: Stain Salatiga
Press, 2007
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Dalam
Abad 21 (Yogyakarta: Safiria Insania Press Dan Msi Uii,
2003)
Meliani Budianta, Multikulturalisme Dan Pendidikan Multikultural Sebuah
Gambaran Umum, Jakarta: Staqafah Press, 2003

Milla Tunna Inah Dan Budi Purwoko, Kepustakaan Penerapan Konseling


Neurolinguistic Programming (Nlp) Dalam Lingkup
Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Milla Tunna Inah Dan Budi Purwoko, Studi Kepustakaan Mengenai
Landasan Teori Dan Praktik Konseling Expresive Writing,
Universitas Negeri Surabaya
Milya Sari, Asmendri, Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam
Penelitian Pendidikan Ipa, Natural Science: Jurnal Penelitian
Bidang IpaDan Pendidikan Ipa, Vol. 6, Nomor.1, 2020

Moh Abdul Kholiq Hasan, Merajut Kerukunan Dalam Keragaman Agama

52
Di Indonesia (Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran), Profetika,
Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1, Juni 2013.
Muhammad Amin, Konsep Fitrah Manusia Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir
Tarbawi), Skripsi, Ftk Uin Ar-Raniry, Banda Aceh, 2017
Muhlisin, “Konsep Fitrah Manusia Menurut Prof. Dr. Achmadi Dan
Implementasinya Dalam Pendidikan Akhlak Anak (Analisis
Filosofis), Skripsi, Fakultas Tarbiyah, Iain Walisongo,
Semarang, 2008
Musaheri, Pengantar Pendidikan, Yogyakarta: Ircisod, 2007
Nasjir Sulaiman Al-Umar, Tafsir Surah Al-Hujurat (Manhaj Pembentukan
Masyarakat Berakhlak Islam) Terjemahan. Agus Taufik,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2015
Ngainun Naim & Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep Dan
Aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010
Nurul Hidayati, “Konsep Pendidikan Islam Berwawasan Multikulturalisme
Perspektif Har. Tilaar”, Jurnal Pendidikan Islam, 4,1 2016

Nurul Ismayati, “Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam


Pengimplementasian Pendidikan Multikultural (Studi Tentang
Sikap Demokrasi Dan Toleransi”. (Skripsi, Ftk Uin Maulana
Malik Ibrahim, 2015).

Reese W.L, Dictionary Of Philosophy And: Eastern And Western


Thought,1980
Said Agil Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem
Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, November 2003)

53
Siti Aisyah, “Pendidikan Multikultural Q.S Al-Hujurat Ayat 9-10”, Skripsi,
FtkUin Sumatera, 2018
Suburi, “Pendidikan Multikultural Dalam Islam”, Religi, Vol Xv, No 1,
Jan-Jun2019
Sulalah, Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai-
Nilaiuniversalitas Kebangsaan, Malang: Uin-Maliki Press,
2011
Suluri, “Pendidikan Multiculturalisme Dalam Islam”, Religi, Vol Xv, No, 1,
Jan-Jun 2019
Syamsudin Din, “Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat
Madani”Ciputat: Pt. Logos Wacana Ilmu, 2002
Terjemahannya Special Foor Woman
Uu Sistem Pendidikan Nasional (Cet, Ke-4), (Yogyakarta: Pustaka
Belajar,2011
Yayah Khisbiyah, Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme
Dalammasa Depan Anak-Anak Kita, Yogyakarta: Kanisius,
2000

54

Anda mungkin juga menyukai