Anda di halaman 1dari 68

INDIKATOR PEMBAHASAN

ESENSIAL
1 Disajikan tentang 1. Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan adalah pihak penyewa. Mereka beralasan karena
hukum Zakat tanah yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil tanahnya bukan tanahnya hal ini diperkuat oleh pendapat Mahmud Syaltut :
yang disewakan,
peserta dapat
menganalisis siapa
yang wajib
mengeluarkan zakat Artinya:“Pendapat yang kami pegang bahwasanya kewajiban zakat ada pada pihak penyewa yang langsung menggarap pertanian. Dan zakat
tanah merupakan hak pertanian sebagai rasa syukur atas ni’mat berhasilnya pertanian. Dengan demikian penyewalah yang dibebani untuk
mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan.”
2. Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah
ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
3. Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar
zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point pertama.
Pendapat pertama adalah ulama yang menetapkan bahwa si penyewa dalam hal ini orang yang menggarap tanah yang wajib mengeluarkan zakat
karena dialah yang secara langsung memperoleh hasil dari tanah tersebut.
Pendapat kedua menetapkan bahwa si pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena si pemilik tanah tersebut mendapatkan uang
sewa. Jika diperbandingkan alasan dari kedua kelompok tersebut, maka pendapat pertama memiliki argumentasi yang lebih kuat karena hal ini
diperkuat oleh firman Allah swt dalam surat al-An’am ayat 141 seperti tersebut di atas yang menyebutkan bahwa hasil tanah yang wajib dikeluarkan
zakatnya bukan tanahnya demikian juga dengan yang dimaksudkan oleh Hadits Rosulullah sebagaimana tersebut di atas.
Pendapat lain yang ditawarkan oleh Abu Zahra. Menurutnya, kedua-duanya baik si pemilik tanah maupun si penyewa sama-sama wajib
mengeluarkan zakat. Hal ini demi memenuhi keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan pihak penyewa mengeluarkan zakat tanaman
setelah dikurangi harga sewa yang ia bayar kepada pemilik tanah. Dan si pemilik tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima
dari si penyewa yang berarti ia mengeluarkan zakat uang, dengan demikian kedua-duanya terkena beban untuk mengeluarkan zakat.

2 Diberikan kasus Ada beberapa perbedaan pendapat para ulama terhadap penetapan nisab zakat profesi :
tentang penghasilan 1. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-kurangnya lima
seseorang, peserta wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg. sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang
dapat menguraikan pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor.
penghitungan 2. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari penghasilan bersih setelah
zakatnya dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan.
Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits.
3. Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada syarat nisab
dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.
3 Diberikan contoh Zakat merupakan ibadah maal (materi) yang memiliki fungsi strategis untuk membangun perekonomian ummat Islam. Kedukukannya
tentang pemberian sebagai salah satu rukun Islam menharuskan ummat Islam untuk mengimani dan melaksanakannya, sesekali orang yang menganggap zakat
zakat kepada bukan rukun Islam, maka ia dapat dianggap kafir dan orang yang tidak berzakat padahal telah diwajibkan maka ia telah melakukan perbuatan
mustahiq, peserta dosa karena telah menolak perintah Allah dan telah mengabaikan hak para mustahiq. Oleh karena itu, penunaian zakat bukan sekedar untuk
dapat menentukan menggugurkan kewajiban tapi berdampak positif kepada kehidupan sosial karena keberadaannya dapat mensejahterkan kehidupan
bentuk dan macam bagi orang yang tidak mampu.
Bentuk dan macam zakat dalam Islam dengan melihat mustahiqnya dapat dibagi menjadi empat.
zakat dalam Islam.
Pertama, Konsumtif tradisional, seperti zakat fitrah.
Kedua, konsumtif kreatif, contohnya bea siswa.
Ketiga, Produktif tradisional, seperti pemberian ternak dan alat pertukangan.
Keempat, produktif kreatif , yaitu zakat untuk modal usaha.
Bentuk mustahiq zakat pada point 2 sampai point empat keberadaan zakat bagi penerimanya berpotensi untuk membangun dan meningkatkan
perekonomian. Keberadaannya dapat mengentaskan kemiskinan dan kemelaratan..
Hikmah yang dapat dipetik dari praktek zakat produktif di antaranya agar terjadi komunikasi yang dapat menghilangkan menara gading
antara si miskin dengan si kaya. Efek yang ditimbulkannya menjadikan si muzakki (pemberi zakat) akan merasa puas dan senang karena
zakatnya bisa berkembang, di sisi lain menjadikan mustahiq tidak menjadi mental pengemis dan tersalurkan kemampuannya.

4 Diberikan konsep 1. Menurut Mahmud Syaltut, istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti
tentang zakat untuk pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya. Memperkuat pendapatnya, Syaltut mengutip pendapat Imam
pembangunan Al-Razi yang mengatakan bahwa kata sabilillah tidak terbatas pada arti tentara. Syaltut juga mengutip pendapat al-Qaffal yang berpendapat
Masjid, peserta bahwa boleh menyalurkan zakat ke semua bentuk kebaikan seperti untuk mengurus mayat, membangun benteng, dan pembangunan mesjid.
dapat menentukan Tetapi Syaltut memberikan catatan bahwa zakat yang diperbolehkan untuk pembangunan mesjid dengan syarat mesjid itu hanya satu-
kategori zakatnya satunya di suatu desa, atau untuk pembangunan mesjid baru karena mesjid yang tersedia tidak cukup lagi untuk menampung jamaah.
Menurut Syaltut, arti sabilillah dapat disimpulkan menyangkut pemeliharaan posisi materi dan spritual suatu bangsa termasuk di dalamnya
mesjid.
2. Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah semua perkara yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat dapat dimasukkan ke dalam
sabilillah, seperti perkara yang menyangkut masalah agama dan pemerintahan, seperti masalah pelayanan haji.
3. M. Rasyid Ridha, istilah sabilillah mencakup semua kepentingan syariah secara umum yang berkenaan dengan masalah agama dan negara
dan yang terpenting, untuk persiapan kepentingan perang dengan membeli persenjataan.
4. Menurut Yusuf Qardhawi, istilah sabilillah memiliki arti yang lentur, yaitu semua sarana yang dapat dipergunakan untuk memperjuangkan
kemajuan ummat Islam dan melawan semua bentuk serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah. Lebih rinci, beliau
menyebutkan usaha pembebasan Islam dari kekuasaan dengan memerangi kaum kafir, sarana pendidikan dan pengajaran serta lembaga
da’wah, surat kabar islami, penerbitan buku-buku islami dan para da’i, semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan ke dalam cakupan
makna sabilillah.
5. Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah sabilillah adalah semua jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu
atau amal.
Pengertian sabilillah secara umum (mazaj) dapat mencakup semua jalan kebaikan yang manfaatnya kembali kepada ummat Islam termasuk di
dalamya adalah masjid, penyebutan sarana ibadah yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut oleh Mahmud Syaltut pada point pertama.
Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat
pendidikan, da’wah, serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian, zakat boleh disalurkan untuk
pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang mengandung manfaat bagi umat Islam, dan harus diutamakan untuk mesjid baru
yang dibangun karena mesjid yang berdekatan sudah tidak mampu lagi untuk menampung jamaah atau untuk agenda perluasan mesjid karena
daya tampungnya tidak lagi mencukupi untuk menampung jamaah.

5 Diberikan konsep Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung di dalamnya nilai-nilai ibadah. Kelayakan manusia untuk menerima syariat
tentang nikah dalam tersebut paling tidak diperkuat oleh tiga argument, yaitu :
Islam, peserta dapat Pertama, manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik. Di
menyimpulkan antara syariat tersebut adalah pernikahan, yang pengertiannya menurut ulama Syafi’iyah, sebagai::
kedudukan nikah ‫عقد یتضمن إباحة الوطء بلفظ اإلنكاح او التزویج‬
dalam Islam (Akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan hubungan kelamin dengan sebab lafaz nikah atau tajwiz)
Kedua, manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-laki dan perempuan sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt:

Dari kehidupan berpasangan, manusia disyariatkan untuk menjalin hubungan yang mulia, mengembangkan keturunan, menegaskan hak dan
kewajiban antara keduanya. Untuk itu Allah menurunkan syariat yang bertujuan menjaga harkat dan martabat serta kehormatan manusia yang
disebut dengan nikah.
Ketiga, pernikahan dalam Islam disebut sebagai prilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Rasulullah saw bersabda “empat fitrah yang dimiliki oleh manusia, yaitu memakai pacar, wangi-wangian, bersiwak (gosok gigi), dan nikah”.

6 Diberikan konsep Sedikitnya terdapat lima point penting menurut pendapat Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunah berkaitan dengan hikmah dari sebuah
tentang tujuan pernikahan, yaitu :
pernikahan dalam 1. Pernikahan merupakan aturan yang paling baik dan jalan keluar yang menyejukkan untuk memuaskan seks manusia. Dengan nikah jasad
Islam, peserta dapat menjadi segar, jiwa menjadi tentram dan penglihatan akan menutupi sesuatu yang diharamkan. Ini semua terkandung dari petunjuk Allah dalam
menyimpulkan firmanNya:
hukum asal
perkawinan dalam
Islam

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Rum: 21)
2. Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih-sayang.
Semua kelebihan itu tidak akan sempurna tanpa adanya tali pernikahan.
4. Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam
memperkuat potensi diri. Maka bangkitlah untuk bekerja dengan segala kewajiban sehingga banyak kesibukan yang dapat menambah harta
dan kesuksesan.
5. Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri. Pembagian kerja yang adil terhadap suami istri
sesuai dengan tugas alamiah mereka masing-masing ini akan diridhai oleh Allah dan pujian manusia serta menghasilkan buah yang diberkahi.

7 Disajikan kasus Menurut Mahmud Syaltut, bahwa pada asalnya Islam memerintahkan laki-laki untuk beristeri satu, boleh beristeri lebih dari satu jika dipandang
poligami, peserta darurat. Menurut Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang dengannya seorang laki-laki dibolehkan berpoligami adalah sebagai berikut:
dapat menelaah 1. Ditemukan seorang suami yang menginginkan keturunan, akan tetapi ternyata isterinya tidak dapat melahirkan anak disebabkan karena
persyaratan mandul atau penyakit.
dibolehkannya 2. Di antara suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi isterinya memiliki kelemahan seks, memiliki penyakit atau masa haidhnya terlalu
berpoligami panjang sedangkan suaminya tidak sabar menghadapi kelemahan isterinya tersebut.
3. Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki, khususnya setelah terjadi peperangan. Di situ terdapat ke mashlahatan yang harus didapat
oleh sebuah masyarakat dan para wanita yang tidak menginginkan hidup tanpa suami dan keinginan hidup tenang, cinta dan terlindungi serta
menikmati sifat keibuan.

8 Diberikan konsep 1. Islam menetapkan pernikahan sebagai ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan
tentang nikah menumbuhkan cinta, kasih sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng. Sedangkan dalam nikah mut’ah (kontrak)
mutah, peserta perkawinan tidak bersifat kekal, tapi dibatasi oleh waktu yang telah disepakati. Dan perceraian kedua pasangan itu secara otomatis dikarenakan
dapat menyimpulkan habisnya masa kontrak. Jelas nikah mut’ah ini bertentangan dengan prinsip dan tujuan nikah dalam Islam.
hukum nikah mut'ah 2. Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah mundur dari sesuatu yang telah ditetapkan secara sempurna oleh Islam. Salah satu sebab
diperbolehkannya nikah pada zaman Nabi karena kondisi “transisi” dari Jahiliyah kepada Islam. Di mana perzinahan pada zaman Jahiliyah
merupakan budaya yang sudah menyebar. Diperboehkannya nikah mut’ah ketika itu sebagai langkah proses menuju pernikahan yang sempurna.
Jadi nikah mut’ah sekarang ini tidak dapat dibenarkan karena sudah disyariatkannya nikah yang sempurna.
3. Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah mut’ah merupakan alasan yang terlalu dibuat-buat. Sebab alasan darurat diperbolehkannya
nikah mut’ah pada zaman Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri mereka tinggal berjauhan, sulit mereka untuk bertemu. Apakah relevan
kalau hanya alasan nafsu seks itu dijadikan dalih untuk membolehkan nikah mut’ah sekarang ini? Tentu tidak relevan karena itu qiyas fariq yang tidak
bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
4. Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah sangat merusak dimensi sosial. Sebab akibat nikah mut’ah akan bermunculan perempuan-
perempuan yang kehilangan suaminya, seakan-akan wanita dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan muncul anak-anak yang tidak
mendapatkan kasih sayang ayahnya. Hal ini akan menggangu pertumbuhan psikologis anak.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa nikah mut’ah yang dibolehkan dalam Islam sudah berakhir, yaitu hanya boleh ketika zaman Nabi dengan alasan
darurat dan ada hikmah tasyri’ di dalamnya. Maka tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kembali mengahalakan nikah mut’ah sekarang ini.
Hukum nikah mut’ah ini telah tegas keharamannya baik dilihat secara akal dan wahyu. “Yang haram telah jelas dan yang halalpun telah jelas”.
9 Disajikan ciri-ciri Yang dimaksud dengan bank non Islam (convensional bank) adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang
Bank Konvensional kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal) dan usaha-usaha yang produktif
dan Bank Islam, dengan sistem bunga. Contohnya BNI , BRI. BCA dan sebagainya.
peserta dapat Sedangan yang dimaksud dengan bank Islam adalah suatau lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau
menyimpulkan lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga. Contohnya Bank Muamalat.
perbedaan keduanya Tujuan didirikannya bank Islam adalah untuk menghindari bunga uang yang diberlakukan oleh bank convensional. Dari definsi di atas maka dapat
dibedakan antara bank convensional dengan bank Islam yaitu bank convensional memakai sistem bunga sedangkan bank Islam tidak..

10 Disajikan kasus 1. Riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah
peminjaman uang, uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu pengembalian uang pinjaman, riba semacam ini disebut
peserta dapat dengan riba nasiah. Riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar
menganalisis jenis oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si
riba peminjam. Riba nasiah ini terjadi dalam hutang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan riba duyun, riba jahiliyah, dan riba jali
atau qath’i,
2. Riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal
diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya. Maka Rasulullah melarang menjual
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, korma dengan korma, kecuali dengan sama banyak dan secara
tunai. Barang siapa yang menambah atau minta tambah, masuklah ia pada riba. Yang mengambil dan yang memberi sama
hukumnya (HR. Bukhari). Dari pengertian tersebut, fuqaha menyimpulkan bahwa riba fadhal ialah kelebihan yang terdapat dalam
tukar menukar antara benda-benda sejenis, seperti emas dengan emas, perak dengan perak dan sebagainya.

11 Disajikan berbagai Terhadap konsep bunga bank, terdapat perbedaan sikap para ulama dalam menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat
pendapat tentang kelompok ulama tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya haram secara mutlak). Kedua
bunga bank, peserta kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga, muhallilun (kelompok yang menghalalkan) dan keempat, kelompok yang
dapat menyimpulkan menganggapnya syubhat. Berikut ini akan diuraikan empat kelompok ulama seperti dimaksud:
hukum bunga bank 1. Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid
Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak
keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan
darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah
darurat dalam keharaman bunga bank, keharamannya bersifat mutlak.
2. Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang
bersifat konsumtif seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang
bersifat produktif tidaklah termasuk haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini membedakan antara
riba dengan rente. Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal usaha yang
menghasilkan keuntungan.
3. Yang termasuk kepada kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di
Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud dalam ayat:

َ ‫اع َف ةً ۖ َو َّات ُق وا اللَّ هَ لَ َع لَّ ُك ْم تُ ْف لِ ُح‬


‫ون‬ َ ‫ض‬َ ‫َأض َع افً ا ُم‬ ِّ ‫آم نُ وا اَل تَ ْأ ُك لُ وا‬
ْ ‫الر بَا‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا َأيُّ َه ا ال ذ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130)
4. Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga
yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya). Karena yang
diharamkan, menurut Muhammadiyah riba yang mengarah kepada pemerasan sejalan dengan QS. 2:279.

َ ‫وس َْأم َو الِ ُك ْم اَل تَ ظْ لِ ُم‬ ‫ِ ِ ِإ‬ ِ َّ ِ ٍ ‫حِب‬ ‫ِإ‬


‫ون‬
َ ‫ون َو اَل تُظْ لَ ُم‬ ُ ُ‫فَ ْن مَلْ َت ْف َع لُ وا فَ ْأ َذ نُوا َ ْر ب م َن الل ه َو َر ُس ول ه ۖ َو ْن ُت ْب تُ ْم َف لَ ُك ْم ُر ء‬
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah:
279)
Muhammadiyah masih ragu apakah ada unsur pemerasan dalam operasional bank. Oleh karena itu Muhammadiyah menganggapnya syubhat
tapi Muhammadiyah membolehkannya jika dalam keadaan terpaksa saja

12 Diberikan konsep Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya
tentang Fee, peserta operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum
dapat menyimpulkan bunga bank. Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama
hukum fee yang mengharamkan bunga bank, maka merekapun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil manfaat dari sebuah
transakasi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasonal. Sedangkan ulama
yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, merekapun mengatakan bahwa fee bukan termasuk
riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama
hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.

13 Diberikan konsep Menurut bahasa kata khilafah berasal dari bahasa Arab yang berarti pemerintahan dan kepemimpinan. Sedangkan secara istilah, khilafah berarti
tentang khilafah, sistem pemerintahan yang diatur sesuai dengan ajaran Islam. Dalam sejarah kata khilafah digunakan untuk sebutan bagi suatu pemerintahan
peserta dapat pada masa tertentu seperti khilafah Abu Bakar, khilafah Umar dan sebagainya.
menganalisis makna Definisi di atas menunjukkan hubungan timbal balik antara agama dan negara yakni keduanya saling memerlukan. Meskipun antara memlihara
yang benar tentang agama dan mengatur negara kelihatannya berbeda namun keduanya tidak bisa dipisahkan. Politik membutuhkan agama begitu sebaliknya agama
khilafah membutuhkan politik, itulah khilafah dalam Islam. Imam al-Ghazaly pernah berkata agama adalah pondasi sedangkan pemerintahan adalah
tiangnya.. Tiang akan runtuh jika tidak ada pondasi.Setiap sistem pemerintahan dapat dipastikan mempunyai tujuan yang akan dicapainya tak
terkecuali pemerintahan dalam bentuk khilafah.

14 Diberikan konsep Sebuah pemerintahan dalam Islam harus dilandasi oleh hukum al-Qur’an dan sunnah. Dalam sejarah,, pemerintahan dalam Islam diselenggarakan
pemerintahan dalam berdasarkan kepada hukum-hukum Allah seperti yang terjadi pada pemerintahan rasulullah dan khulafa alRasyidin Dasar-dasar tersebut meliputi:
Islam, peserta dapat 1. Sifat jujur, ikhlas serta tanggung jawab. Semuanya harus dimiliki oleh khalifah dalam melaksankan tugas kekhalifahan untuk rakyatnya
mengidentifikasi dengan tidak membedakan mereka baik dari keturunan, warna kulit dan sebagainya.
dasar-dasar khilafah 2. Keadilan yang bersifat menyeluruh kepada rakyat
3. Tauhid (mengesakan Allah) yang mengandung arti taat kepada Allah, rasul-Nya dan pemumpin sebagai kewajiban bagi setiap orang beriman.
4. Adanya kedaulatan rakyat. Hal ini dapat difahami dari adanya perintah Allah agar orang yang beriman taat kepada ulil amri (pemimpin).
Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 58 yang artinya “Wahai orangorang yang beriman taatlah kamu kepada Allah,
taatlah kepada rasul dan pemimpin diantara kamu”

15 Disajikan hak dan Dalam sistem khilafah, rakyat sebagai kumpulan manusia yang dipimpin memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara adil. Apa hak
kewajiban rakyat, dan kewajiban rakyat setelah melakukan janji setia (baiat)?. Berikut ini adalah hak-hak rakyat di satu sisi. Tapi disi lain merupakan kewajiban
peserta dapat pemerintah :
membedakan mana 1. Hak keselamatan jiwa dan harta. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk melindungi keamanan hidup rakyatnya dan harta benda yang
hak dan kewajiban mereka miliki sehingga mereka bisa hidup dengan tenang. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt. dalam surat al-Isra ayat 33 yang artinya :
rakyat “Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membununya kecuali denagn alasan yang dibenarkan “ (QS. 17:33)
Ayat yang berkaitan dengan dengan keselamatan hak milik. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 188 yang artinya : “Janganlah kamu
memakan harta orang lain dengan cara yang batil” (QS. 2:188)
2. Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan. Dalam hal ini pemerintah wajib menegakkan keadilan dan pemerataan untuk
rakyatnya. Hal ini ditegaskan oleh al-Qur’an dalam Q.S An Nisa ayat 58 yang artinya: “Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
agar menetapkannya dengan adil” (QS. 4:58)
3. Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi rakyatnya dari prilaku zalim dan
kesewenang-wenangan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam QS. An Nisa ayat 148 yang artinya: “Allah tidak menyukai ucapan buruk yang
diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya” (QS.Al-Nisa/ 4:148)
4. Hak berkumpul dan menyatakan pendapat. Firman Allah swt. Dalam QS. Ali Imran/3:105 yang artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang
mendapat siksa yang berat”, (QS. Ali Imran/3:105)
5. Hak untuk bebas beragama. Pemerintah wajib untuk menjamin kebebasan beragama rakyatnya. Firman Allah swt. Dalam QS. Al Baqarah ayat
256 yang artinya: “Tidak ada paksaan dalam Bergama” (Qs. 2/256)
6. Hak mendapatkan bantuan materi bagi rakyat yang lemah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk mebantu rakyat yang lemah. Hal ini
didasari oleh firman Allah swt. QS. Az Zariyat ayat 19 yang artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Qs. 51:19)

Kewajiban Rakyat kepada Khalifah


Dalam sistem khilafah, rakyat memiliki kewajiban terhadap khalifah yang sekaligus hak khalifah kepada rakyatnya, yaitu:
Kewajiban taat kepada khalifah. Firman Allah dalam Qs. Al-Nisa/4:59 .1
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, rasulNya dan para pemimpin di antara kamu” (Qs. Al-Nisa/4:59)
2. Kewajiban mentaati undang-undang dan tidak berbuat kerusakan. Firman Allah swt. dalam Qs. Al-A’raf/7:85
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan memperbaikinya” (Qs. Al-A’raf/7:85)
3. Membantu khalifah dalam semua usaha kebaikan . Firman Allah swt. yang artinya: ”Dan Tolong-menolonglah kamu semua dalam
kebaikan” (Qs.Al Maidah / 5: 2)
4. Bersedia berkorban jiwa maupun harta dalam mempertahankan dan membelanya. Firman Allah swt. Qs. Al-Taubah/9:41
Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Qs. Al-Taubah/ 9:41)
Menjaga Persatuan dan Kesatuan. Firman Allah .5
Artinya: ”Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah (agama) dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali-Imran/3:103)

16 Diberikan data dan a. Strategi/ Metode Dakwah Abu Bakar


informasi tentang 1) Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
perkembangan
2) Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
dakwah dan
pendidikan masa 3) Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Abu Bakar dan Umar
4) Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
bin Khattab peserta
didik mampu 5) Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
menganalisa data b. Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Abu Bakar
dan informasi yang
diperoleh Pada masa Abu Bakar As-Shidiq, ilmu pengetahuan Islam tidak berkembang maju, karena disibukkan dengan masalah-masalah
seperti menumpas Nabi palsu, gerakan kaum murtad, gerakan kaum munafiq, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun
demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu ; memperbaiki sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
dan memperluas wilayah Islam sampai ke Irak, persia dan Syiria. Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat
kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan
menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat
tinggi. Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menegah gurunya belum mencapai status
Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan
integritas kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.
Materi-Materi Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadist dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun
materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan
menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan
sebagainya.
a. Strategi dakwah Umar bin Khatab
1) Pengembangan Wilayah Islam

Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa
Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam
perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17
H/638 M. Madain tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.Khalifah Umar bin Khatab juga mengembangkan
kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari
bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina,
Khalifah Umar memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran
pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al Arisy, lalu berturut-turut al Farma, Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams,
dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah.
2) Mengeluarkan Undang-Undang

Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khatab selama ia menjabat khalifah adalah menertibkan pemerintahan dengan
mengeluarkan undang-undang. Diadakan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli,
mengatur kebersihan jalan dan lainlain.
3) Membagi Wilayah Pemerintahan

Khalifah Umar bin Khatab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah. Khalifah bertindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur
yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Umar bin Khatab
Pada masa Umar bin Khattab, perkembangan Islam tidak sebatas pada perluasan kekuasaan Islam dan masalah ketatanegaraan
(politik). Pada masa ini juga dicapai kemajuan-kemajuan seperti; pembagian daerah kekuasaan Islam, membentuk Baitul Mal, dan
dewan angkatan perang, menetapkan tahun hijriyah, serta membangun masjid, seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-
Aqsha, dan Masjid Amr Ibnu ‘Ash. Pada masa Umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah dan memiliki
pengaruh besar, dilarang keluar Madinah, kecuali atas izin Khalifah dan hanya dalam waktu yang terbatas. Dengan demikian,
penyebaran ilmu para sahabat besar terpusatkan di Madinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar. Mereka yang baru menganut islam ingin
menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat Nabi, khususnya hadits, sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan
dan hanya ada dalam ingatan para sahahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-Qur’an. Sejak masa ini, telah terjadi
mobilitas penuntut Ilmu dari daerahdaerah jauh menuju Madinah sebagai pusat ilmu agama Islam. Gairah menuntut Ilmu tersebut
kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan, seperti tafsir, Hadits, dan Fiqih.
Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-
wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah
tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang baru ditaklukan harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin
belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab. Pada masa Umar bin
Khattab ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai onta, memanah, dan membaca
dan menghafal syair-syair yang mudah dan pribahasa.

17 Diberikan kisah 1) Dinamika Sosial pada masa Abu Bakar


kondisi sosial umat
Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun.
Islam pada masa
Hatinya cerdas yang berisi keinginan meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan,
kepemimpinan Abu
bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak
Bakar dan Umar bin
hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata.
Khattab, peserta
didik mampu Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat juga dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq dengan mengadakan rapat dengan
membedakan kondisi para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan
tersebut dengan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik
masa Nabi meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian,
sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini
saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ash-Shiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa
kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat
kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”. Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk
memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan
sholat dengan zakat. Zakat adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89). Abu Bakar juga menggunakan
kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
2) Dinamika Sosial pada masa Umar bin Khatab

Keadaan sosial juga mulai berubah. Perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah
taklukan Islam. Mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan
tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa sebelum
datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab, telah
membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu: Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang, dan kelas pemungut pajak: pegawai
pemerintah, tentara dan elit masyarakat. Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi. Meskipun
pajak itu digunakan untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan sarana-sarana sosial, tetap lebih banyak dirasakan oleh elit
masyarakat dan penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada
pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang
mempunyai kekayaan, seperti: Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham, Abdur Rahman bin Auf mewariskan
80.000-100.000 dirham, Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah, dan Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham
dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000. dirham. Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan
membuat iri masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat
mengirimkan gubernur, hakim dan lain-lain ke wilayah taklukan. Daerah-daerah pedesaan berubah menjadi perkotaan yang padat
penduduk dan memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi. Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan
raya, irigasi, bendungan, masjid dan benteng.

18 Diberikan informasi 1) Perluasan wilayah Islam pada masa Abu Bakar


tentang Penaklukan Iraq seperti mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin walid pada tahun 12 H
perkembangan Penaklukan Syam oleh Khalid bin walid pada 13 H
dakwah dan 2) Perluasan wilayah Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, usaha pengembangan Wilayah Islam terus dilanjutkan.
perluasan wilayah Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam
Islam pada masa Abu pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan
Bakar dan Umar bin Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/638 M dengan
Khattab untuk dapat diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khatab.Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan pengembangan
mendeteksi wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah
perkembangan pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti
dakwah dan kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M. Madain tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.
perluasan wilayah
Khalifah Umar bin Khatab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti
tersebut
(Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah
berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju
Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al Arisy, lalu berturut-turut al Farma,
Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah.

19 Diberikan data dan


informasi tentang
perkembangan Materi sama dengan no 16
dakwah dan
pendidikan masa
Abu Bakar dan Umar
bin Khattab sehingga
mampu menguasai
materi dan
menganalisa
20 Diberikan kisah
kondisi sosial umat Materi sama dengan no 17
Islam pada masa
kepemimpina Abu
Bakar dan Umar bin
Khattab, peserta
mampu menganalisa
kisah yg disajikan
21 Diberikan informasi  Perluasan Wilayah. Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah
tentang melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam
perkembangan tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia
dakwah dan Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam
perluasan wilayah di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak yang melakukan maka di
Islam pada masa Abu daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.
Bakar dan Umar bin  Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah,
Khattab peserta didik bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan
mampu bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin
mengidentifikasi
Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang mempelajari ajaran Islam dari sumber
perluasan dakwah
aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk mengarang pokok-
dan wilayah pada
pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari
masa Usman bin
bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam membaca dan
Affan dan Ali bin Abi
memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama.
Thalib

22 Diberikan data dan Pada masa Bani Umayyah banyak daerah yang dikuasai umat Islam. Kebijakan pemerintahan yang sangat berpengaruh terhadap
informasi tentang perkembangan Islam Bani Umayyah adalah pada saat Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah sebagai khalifah pertama. Kebijakan-
perkembangan kebijakan berikut ini menjadi fondasi Bani Umayyah menjadi kuat dan menjadi sumber inspirasi dan motivasi besar bagi kekuasaan
dakwah dan Bani Umayyah di dalam menata kekuasaan selanjutnya.
pendidikan masa
Dinasti Umayyah a. Memperluas wilayah Islam di tiga wilayah yang rata-rata subur: Afrika Utara, India dan Byzantium. Dari ketiga wilayah tersebut,
peserta didik mampu Byzantium lebih dahulu ditaklukan karena selain subur, masyarakatnya menganut Nasrani Ortodoks.
membandingkan b. Membentuk Departemen dan Duta, tugasnya untuk mengirim beberapa duta Islam membawa misi Islam ke beberapa wilayah; Cina,
dengan masa India, Indonesia, Bukara, Tajikistan, Samarkan, Afrika Utara dan Andalusia.
c. (Mengangkat beberapa profesional dalam bidang Administrasi keuangan dari orang-orang Byzantium untuk dipekerjakan dalam
pemerintahan Islam.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di Damaskus meliputi 3 bidang, yaitu bidang diniyah, bidang tarikh dan
bidang filsafat. Pada masa itu kaum muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat, tidak hanya penyebaran agama Islam saja,
tetapi juga penemuan-penemuan ilmu lainnya. Pembesar Bani Umayyah secara khusus menyediakan dana tertentu untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah mengangkat ahli-ahli cerita dan mempekerjakan mereka dalam lembaga-lembaga
ilmu, berupa masjid-masjid dan lembaga lainnya yang disediakan oleh pemerintah. Kebijakan ini mungkin karena didorong oleh
beberapa hal:
(1) Pemerintah Bani Umayyah dibina atas dasar kekerasan karena itu mereka membutuhkan ahli syair, tukang kisah dan ahli pidato
untuk bercerita menghibur para khalifah dan pembesar istana.
(2) Jiwa Bani Umayyah adalah jiwa Arab murni yang belum begitu berkenalan dengan Filsafat dan tidak begitu serasi dengan
pembahasan agama yang mendalam. Mereka merasa senang dan nikmat dengan syair-syair yang indah dan khutbah-khutbah
balighah (berbahasa indah).
Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu pengetahuan dan budaya pada masa Bani Umaiyyah di Damaskus
memfokuskan pada tiga gerakan besar yaitu;
(1) Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh semangat agama yang sangat kuat pada saat itu;
(2) Gerakan Filsafat, karena ahli agama diakhir Daulah Umayyah terpaksa menggunakan filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani
dan Yahudi; dan
(3) Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.
Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di Damaskus tampak pada beberapa bidang. Kegiatan-kegiatan ilmiah
tersebut berpusat di Kuffah dan Basrah, Irak.

23 Diberikan kisah Perluasan wilayah begitu intens dilakukan Bani Umayyah, utamanya pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan (40-60 H), Abdul
kondisi sosial umat Malik Bin Marwan (65–86 H), dan Walid Bin Abdul Malik (86–96H). Perluasan ini dilandasi oleh semangat dan keinginan untuk merajai dan
Islam pada masa berkuasa yang telah berkobar dalam jiwa para khalifah untuk mendatangkan kehebatan bagi negaranya
kepemimpinan Adapun sistem pemerintahan yang diterapkan Bani Umayyah adalah sistem monarkhi (Monarchiheridetis), yang mana suksesi
Dinasti Umayyah, kepemimpinan dilakukan secara turun temurun. Semenjak Muawiyah berkuasa, raja-raja Umayyah yang berkuasa kelak menunjuk
peserta didik mampu penggantinya dan para pemuka agama diwajibkan menyatakan sumpah setia di hadapan raja. Sistem pengangkatan penguasa seperti ini,
menilai kondisi bertentangan dengan prinsip dasar dan ajaran permusyawaratan. Sistem ini merupakan bentuk kedua dari sistem pemerintahan yang
tersebut pernah dipraktekkan umat Islam sebelumnya, yakni musyawarah, dimana sepeninggal Nabi Muhammad saw, khulafur rasyidin dipilih
sebagai pemimpin berdasarkan musyawarah.
Dalam menata administrasi pemerintahan, Bani Umayyah mengembangkan administrasi pemerintahan Khulafaurrasyidin. Pada masa
Umar bin Khatab, telah ada lima bentuk departemen, yaitu Nidhamul Maaly, Nidhamul harbi, Nidhamul Idary, Nidhamul Siashi dan
Nidhamul Qadhi.
Wujud kebudayaan fisik berupa hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat Islam pada masa Bani Umayyah tampak
sekali, seperti: bangunan istana, masjid, dan rumah sakit. Istana-istana yang didirikan sebagai tempat beristirahat di padang pasir pada
masa ini, antara lain Qusayr Amrah dan Al-Mushatta.
Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di Damaskus tampak pada beberapa bidang. Kegiatan-kegiatan ilmiah
tersebut berpusat di Kuffah dan Basrah, Irak.

24 Diberikan informasi Perluasan wilayah begitu intens dilakukan Bani Umayyah, utamanya pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan (40-60 H), Abdul
tentang Malik Bin Marwan (65–86 H), dan Walid Bin Abdul Malik (86–96H). Perluasan ini dilandasi oleh semangat dan keinginan untuk merajai dan
perkembangan berkuasa yang telah berkobar dalam jiwa para khalifah untuk mendatangkan kehebatan bagi negaranya. Penaklukan ini melibatkan
dakwah dan sejumlah penyerangan terhadap wilayah-wilayah terpencil yang dilaksanakan oleh sejumlah kekuatan tambahan non-Arab. Oleh karena
perluasan wilayah itu, perang yang terjadi pada masa ini bukanlah perang ekspansi kesukuan, melainkan perang kerajaan yang berjuang untuk meraih
Islam pada masa dominasi dunia. Hal ini berbeda dengan serangkaian penaklukan pada masa Khulafaur Rasyidin, yang lebih dilatarbelakangi oleh sejumlah
Dinasti Umayyah migrasi kesukuan dan pengerahan kekuatan Arab yang berpusat di beberapa pangkalan militer. Perluasan wilayah Islam di tiga wilayah
peserta didik mampu yang rata-rata subur yakni : Afrika Utara, India dan Byzantium. Dari ketiga wilayah tersebut, Byzantium lebih dahulu ditaklukan karena
merangkaikan selain subur, masyarakatnya menganut Nasrani Ortodoks.
informasi
25 Diberikan data dan Kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama, filsafat dan sains tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kota Baghdad sebagai pusat
informasi tentang pengembangan ilmu pengetahuan. Baghdad adalah sebuah kota yang didirikan atas inisiatif al-Mansur yang terletak di sebelah barat
perkembangan sungai Tigris dikerjakan selama empat tahun oleh 100 ribu karyawan dan arsitektur dengan biaya 4000,833 dirham. Kemajuan Islam
dakwah dan zaman Abasiyyah ini banyak dirintis oleh khalifah Ma’mun (813-833 H) dengan mendirikan pusat kerajaan ilmu pengatahuan dan teknologi
pendidikan masa dengan nama “Darul Hikmah”. Darul Hikmah ini di samping pusat kerajinan juga sebagai pusat perpustakaan dan kantor penterjemahan
Dinasti Abbasiyyah ilmu-ilmu non Arab ke dalam bahasa Arab, seperti filsafat Yunani, ilmu-ilmu Barat. Darul Hikmah membuat sekitar satu juta buku ilmu
peserta didik mampu pengetahuan. Sedangkan dalam penterjemahan dipimpin oleh seorang ilmuwan yang bernama Hunain bin Ishaq (809-973 H). di bawah
membandingkan pimpinan Hunain bin Ishaq inilah banyak dihasilkan buku-buku penting yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang meliputi
dengan masa ilmu Kimia, Matematika, Filsafat Yunani, Astronomi dll.
Dalam upaya memajukan pendidikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan al Makmun menetapkan kebijakan politik pendidikan
sebagaimana digambarkan oleh Philip K. Hitti secara panjang lebar, tetapi secara singkat bisa kita paparkan sebagai berikut.
a. Al-Makmun sangat menghormati para ahli ilmu baik agama maupun umum termasuk para filosuf, sekalipun tidak seperti ayahnya
Harun al Rasyid;
b. Mendirikan Perpustakaan Baitul hikmah yang di dalamnya orang bisa membaca menulis dan berdiskusi;
c. Cabang-cabang ilmu keislaman muncul dan berkembang pada masa ini, seperti: 'ulumul Qur'an, Ilmu Qira'at, ilmu Hadits, Ilmu kalam,
dan lainnya termasuk muncul dan berkembangnya Fiqih dan ushul Fiqih dalam empat madzhab semacam imam Syafi'I (150 H- 204 H);
d. Ilmu pengetahuan umum juga berkembang, seperti: filsafat, matematika, ilmu alam, metafisika, geometri, al Jabar, aritmatika,
astronomi, kedokteran, kimia, dan musik;
e. Penterjemahan buku-buku yang berisi tentang Ilmu pengetahuan dari bahasa Yunani, Persia dan India ke dalam bahasa Arab.

26 Diberikan kisah Proses pengembangan peradaban yang dibangun Bani Abbasiyah begitu cepat membawa perubahan besar bagi perkembangan
kondisi sosial umat peradaban ilmu pengetahuan selanjutnya. Bani Abbasiyah eksis selama 505 tahun dan diperintah oleh 37 khalifah dengan mampu
Islam pada masa menciptakan peradaban yang menjadi kiblat dunia pada saat itu, peradaban yang dikenang sepanjang masa. Pada waktu itu suasana
kepemimpinan belajar kondusif, fasilitas belajar disediakan pemerintah dengan lengkap. Motivasi belajar menjadi pendorong gairahnya masyarakat untuk
Dinasti Abbasiyyah, belajar. Masyarakat mendatangi tempat-tempat belajar seperti kuttab dan madrasah maupun perguruan tinggi seperti universitas.
peserta didik mampu Universitas yang terkenal pada saat itu adalah Nizamiyah yang dibangun oleh perdana menteri Nizamul Muluk dari khalifah Harun al-
menilai kondisi Rasyid. Khalifah Harun al-Rasyid terkenal sebagai khalifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan, baik belajar maupun dalam hal
tersebut membangun fasilitas belajar, seperti: sekolah, perpustakaan, menyediakan guru dan membentuk gerakan terjemahan
Ada beberapa faktor kemajuan peradaban Dinasti Bani Abbasiyah. Faktor politik, antara lain:
(1) Pindahnya ibu kota negara dari al-Hasyimiyah ke Bagdad yang dilakukan oleh Khalifah al-Mansyur.
(2) Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan pegawai istana, dan
(3) Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara pada masa al-Makmun pada tahun 827 M.
Faktor Sosiografi, antara lain:
(1) Meningkatnya kemakmuran umat Islam.
(2) Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Romawi dan Persia yang masuk Islam dan kemudian menjadi Muslim
yang taat.
(3) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan.
(4) Adanya gerakan penerjemahan buku filsafat dan ilmu dari peradaban Yunani dalam Bait al-Hikmah sehingga menjelma sebagai pusat
kegiatan intelektual.
27 Diberikan informasi Bani Umayyah di Andalusia adalah kekhalifahan Islam yang pernah berkuasa di Semenanjung Iberia dalam rentang waktu antara abad ke-
tentang 8 sampai abad ke-12. Ada 2 faktor utama yang diidentifikasi menjadi sebab masuknya Islam di Andalusia.
perkembangan
Pertama, faktor internal, yakni kemauan kuat para penguasa Islam untuk mengembangkan dan membebaskan menjadi wilayah Islam.
dakwah dan
perluasan wilayah
Andalusia atau Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal termasuk selatan Perancis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada
Islam pada masa masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M). Kedua, faktor eksternal, yakni suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol
Dinasti Umayyah sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
peserta didik mampu menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu
merangkaikan penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut
informasi agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama
Kristen, yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan
lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian
maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi,
setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran
tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak
mendapat perawatan.

28 Disajikan informasi Ada beberapa teori yang mencoba mengungkap bagaimana masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara, yaitu: teori Gujarat, teori
sejarah masuknya Mekkah, teori Persia, dan teori China.
Islam di Nusantara,
a. Teori India
mampu
mengidentifikasikan Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan langsung dari Arab melainkan melalui India pada abad ke-13. Dalam teori ini
dengan tepat disebut lima tempat asal Islam di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan Bengal (Hasbullah, 2001: 9). Pijnappel,
seorang Profesor Bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Dia mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Nusantara) bukan
berasal dari Arab, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai barat, yaitu daerah Gujarat dan Malabar. Sebelum Islam samapai ke
Indonesia, banyak orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India. Dari sana, selanjutnya Islam menyebar
ke Indonesia (Nusantara).
Teori tersebut kemudian direvisi oleh Cristian Snouck Hurgronje, menurutnya Islam yang tersebar di Indonesia berasal dari wilayah
Malabar dan Coromandel, dua kota yang berada di India selatan, setelah Islam berpijak kuat di wilayah tersebut.
Hurgronje juga menyebutkan bahwa abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin dari awal penyebaran Islam di Nusantara. Dapat
disimpulkan bahwa Snouck Hurgronye, yang mendukung teori ini juga menyatakan tiga alasan, sebagai berikut:
(1) Kurangnya bukti yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara,
(2) Hubungan dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin, dan
(3) Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan dagang antara Sumatera dan Gujarat.
b. Teori Arab/ Mekkah
Teori arab merupakan salah satu teori yang biasa dijelaskan dalam penulisan sejarah. Teori ini disebut juga dengan teori Timur Tengah
yang dipelopori oleh beberapa sejarawan, di antaranya adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa
sejarawan Indonesia seperti Hasjmi, Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali. Penting diketahui, bahwa
Coromandel dan Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-satunya tempat Islam dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia juga dibawa
oleh para pedagang dari Arabia. Berdasarkan teori Arab dari Buya Hamka yang tertulis dalam historiografi Indonesia, dijelaskan bahwa
Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi yang mendasarkan teori pada berita China dari zaman
T'ang. Dalam catatan Tionghoa dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M tepatnya di wilayah Sumatera dalam
perkembangan perdagangan maritim Kerajaan Sriwijaya dengan dukungan dari mubaligh dan pedagang-pedagang muslim. Hamka
memberikan argumentasi bahwa Gujarat hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Mekkah atau Mesir adalah sebagai tempat
pengambilan ajaran Islam. Adapun masuknya Islam ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu:
• Jalur Utara, dengan rute: Arab (Mekkah dan Medinah)  Damaskus  Bagdad  Gujarat (pantai Barat India)  Srilanka 
Indonesia.
• Jalur Selatan, dengan rute: Arab (Mekkah dan Medinah)  Yaman  Gujarat (pantai barat India)  Srilanka  Indonesia.
Hubungan antara timur tengah dengan nusantara terbagi dalam beberapa fase. Pada fase pertama, sejak akhir abad ke-8 sampai abad
ke-12 hubungan Timur Tengah dengan Nusantara yaitu berkenaan dengan perdagangan. Kemudian fase berikutnya sampai akhir abad
ke-15 hubungan antara keduanya terlihat lebih luas. Barulah sejak abad ke-16 sampai abad ke-17 hubungan Timur Tengah dengan
Nusantara terjalin lebih bersifat politik di samping kegiatan keagamaan. Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara, yaitu:
a. Dengan membentuk kader mubaligh agar mampu mengajarkan dan menyebarkan agama Islam di daerah asalnya; dan
b. Melalui karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat, seperti Hamzah Fanshuri yang telah menulis Asrar al-Arifin fi
Bayan ila al-Suluk wal Tauhid dan Syair Perahu yang merupakan syair Sufi.
Melalui peranan para pedagang dan sufi tersebut, dapat diketahui pola penyebaran Islam di Nusantara, sebagai berikut.
a. Perdagangan, pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin lama makin banyak sehingga membentuk pemukiman yang
disebut Pekojan. Dari Pekojan inilah mereka berinteraksi, dan berasimilasi dengan warga lokal sembari menyebarkan agama Islam.
b. Perkawinan, pedagang muslim yang masuk ke Indonesia banyak yang menikah dengan warga lokal. Sebelum perkawinan
berlangsung, para wanita pribumi yang belum beragama Islam diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam
sebagai agamanya. Melalui proses interaksi ini penduduk pribumi lambat laun mengenal nilai dan ajaran Islam.
c. Pendidikan, yang mana setelah terbentuk masyarakat muslim pribumi, para guru agama, kiai serta ulama memberikan pendidikan
berawal dari rumah, surau, masjid, dan mushalla. Setelah itu, mereka mendirikan madrasah dan pondok pesantren untuk mendidik
generasi muda yang tertarik menjadi santri. Pesantren ini terbuka bagi siapapun dan dari daerah manapun. Semakin terkenal kiai
yang mengajar di sebuah pesantren itu, semakin besar pula pengaruh pesantren tersebut di tengah-tengah masyarakat. Setelah
selesai mengikuti pendidikan, mereka kembali ke kampung halaman masing-masing. Ada pula yang pergi ke tempat-tempat lain; di
sana para santri berdakwah dan mengajarkan Islam. Aktivitas seperti inilah yang turut memperluas pengaruh Islam ke berbagai
penjuru Nusantara.
d. Tasawuf, ajaran tasawuf memudahkan orang yang telah mempunyai dasar ketuhanan lain untuk mengerti dan menerima ajaran
Islam. Ajaran ini banyak dijumpai dalam cerita babad dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang
terkenal adalah Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh Syamsudin, Syaikh Abdul Samad, dan Syaikh Nuruddin ar-Raniri.
e. Kesenian, yang mana penyebaran agama Islam tampak dalam wujud peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik dan seni
sastra. Hasil-hasil seni ini dapat pula dilihat pada bangunan masjid kuno di Aceh, Demak, Cirebon, dan Banten. Kesenian adalah
salah satu unsur kebudayaan, sehingga kesenian mengambil peran penting dalam penyebaran Islam melalui budaya.

Selain karena pola penyebaran Islam yang relevan, terdapat pula faktor-faktor yang menyebabkan Islam mudah diterima dan
berkembang di Nusantara, antara lain:
a. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap masuk Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat
syahadat.
b. Ajaran Islam tidak mengenal kasta, dan menganggap semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah.
Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh status sosial, akan tetapi oleh ketakwaannya kepada Allah.
c. Upacara-upacara keagamaan dalam ajaran Islam sangat sederhana dan tidak harus mengeluarkan banyak biaya.
d. Agama Islam yang menyebar di Indonesia disesuaikan dengan adat dan tradisi Nusantara dan dalam penyebarannya dilakukan
dengan damai tanpa kekerasan.
e. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Di dalam pergaulan
yang erat itu kemudian terjadi saling mempengaruhi dan saling pengertian.
f. Runtuhnya Kerajaan Majapahit turut memperlancar penyebaran agama Islam di Nusantara.
g. Semangat para penganut Islam untuk terus menyebarkan agama yang telah dianutnya, yang mana bagi penganut Islam,
menyebarkan agama adalah sebuah kewajiban.

c. Teori Persia
Selain teori India dan teori Arab, ada lagi teori Persia. Teori Persia ini menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara ini berasal
dari Persia, bukan dari India dan Arab. Teori ini didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada
dalam kebudayaan Islam di Nusantara. Di antara pendukung teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Ini merupakan alasan
pertama dari teori ini. Berdasarkan analisis sosio-kultural, terdapat titik-titik kesamaan antara yang berlaku dan berkembang di
kalangan masyarakat Islam Indonesia dengan di Persia. Misalnya, perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan
berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia. Dia mendasarkan analisisnya
pada pengaruh sufisme Persia terhadap beberapa ajaran mistik Islam (sufisme) Indonesia. Ajaran manunggaling kawula gusti Syeikh
Siti Jenar merupakan pengaruh dari ajaran wahdat al-wujud al-Hallaj dari Persia.
Alasan kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab, terutama untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam
pengajaran Al-Qur’an. Jabar (Arab-fathah) untuk menghasilkan bunyi “a” (Arab; kasrah) untuk menghasilkan bunyi “i” dan “e”; serta pes
(Arab, dhammah) untuk menghasilkan bunyi “u” atau “o”. Dengan demikian, pada awal pelajaran membaca Al-Qur’an, para santri
harus menghafal alifjabar “a”, alifjer “i” dan alif pes “u”/”o”. Cara pengajaran seperti ini, pada masa sekarang masih dipraktekkan di
beberapa pesantren dan lembaga pengajian AlQur’an di pedalaman Banten. Juga, huruf sin tanpa gigi merupakan pengaruh Persia
yang membedakan dengan huruf sin dari Arab yang bergigi.
Ketiga, peringatan Asyura atau 10 Muharram sebagai salah satu hari yang diperingati oleh kaum Syi’ah, yakni hari wafatnya Husain
bin Abi Thalib di Padang Karbala. Di Jawa dan juga di Aceh, peringatan ini ditandai dengan pembuatan bubur Asyura. Di Minangkabau
dan Aceh, bulan Muharram disebut dengan bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah barat, ada upacara Tabut, yaitu
mengarak ‘keranda Husain’ untuk dilemparkan ke dalam sungai atau perairan lainnya. Keranda tersebut disebut dengan Tabut yan
berasal dari bahasa Arab.
Hamka menolak teori ini dengan alasan, bahwa apabila Islam masuk abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah
Umayyah (Arab), sedangkan Persia belum menduduki kepemimpinan dunia Islam. Selain itu, masuknya Islam dalam suatu wilayah,
juga identik dengan langsung berdirinya sebuah kekuasaan politik Islam.

d. Teori Cina
Sebenarnya, peranan orang China terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Banyaknya unsur kebudayaan
China dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia perlu mempertimbangkan peran orang-orang China dalam Islamisasi di
Nusantara, karenanya ”teori China” dalam Islamisasi tidak bisa diabaikan. H.J. de Graaf, misalnya, telah menyunting beberapa
literature Jawa klasik yang memperlihatkan peranan orang-orang China dalam pengembangan Islam di Indonesia. Dalam tulisan-
tulisan tersebut, disebutkan bahwa tokoh-tokoh besar semacam Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo) dan Raja Demak
(Raden Fatah/Jin Bun) merupakan orang-orang keturunan China. Pandangan ini juga didukung oleh salah seorang sejarawan
Indonesia, Slamet Mulyana, dalam bukunya yang kontroversial, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya negaranegara Islam
di Nusantara. Denys Lombard juga telah memperlihatkan besarnya pengaruh China dalam berbagai aspek kehidupan bangsa
Indonesia, seperti makanan, pakaian, bahasa, seni bangunan, dan sebagainya. Lombard mengulas semua ini dalam bukunya Nusa
Jawa: Silang Budaya yang terdiri dari tiga jilid.
Teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan
demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina berbarengan dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke Cina di
Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada
masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/Ta
shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima.
29 Disajikan narasi
sejarah Materi sda
perkembangan Islam
di nusantara, peserta
didik mampu
memberi
argumentasi yang
benar
30 Diberikan informasi Penyebaran Islam terutama di Jawa banyak dilakukan oleh para wali. Wali dalam hal ini Wali Allah atau Waliyullah, adalah orang suci yang
corak strategi mula-mula menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Jadi, wali adalah orang yang mengabdikan diri kepada Allah dengan menyerahkan
dakwah Islam di upaya lahiriah dan rohaniah untuk kepentingan agama Islam dengan disertai kelebihan karomah, dimana orang biasa tidak mungkin
Nusantara, mampu melakukannya. Syech Yusup bin Sulaiman dalam kitab Jami'u Karamati al-Aulia berpendapat bahwa Wali ialah orang yang sangat dekat
memerinci apa saja kepada Allah lantaran penuh ketaatannya dan oleh karena itu Allah memberikan kuasa kepadanya dengan Karomah dan penjagaan. Wali
strategi dakwah adalah orang yang terpelihara dari perbuatan dosa, baik dosa besar atau pun kecil, juga terhidar dari terjerumusnya hawa nafsu meskipun
Islam di Nusantara hanya sekejap dan apabila melakukan dosa maka segera bertaubat kepada Allah SWT. Wali-wali itu dianggap sebagai orang yang
mulamula menyiarkan agama Islam di Jawa dan biasa dinamakan Wali Sembilan atau Wali Songo. Walisongo atau Walisanga dikenal
sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan,
atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab
berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Kedua mengatakan bahwa
Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo
beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan
Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin
(Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam
bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. Pada dasarnya, para walisongo tidak hidup satu waktu secara bersamaan, namun satu sama
lain mempunyai ikatan erat baik karena pernikahan ataupun hubungan guru dengan murid.
Setiap individu Walisongo mempunya peran dan kekhasan tersendiri dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara. Maulana Malik
Ibrahim yang memposisikan dirinya sebagai "tabib" bagi kerajaan Hindu Majapahit, Sunan Giri yang disebut sebagai "Paus dari Timur"
hingga Sunan Kalijaga dengan kekhasannya karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yaitu
nuansa Hindu dan Budha.
Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah
juga dalam hubungan guru-murid. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain
yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang
lain.
Selain istilah wali, di Jawa dikenal juga istilah sunan. Sunan adalah sebutan bagi orang yang diagungkan dan dihormati, biasanya karena
kedudukan dan jasanya di masyarakat. Gelar ini biasa diberikan untuk mubaligh atau penyebar agama Islam, khususnya di tanah Jawa
pada abad ke-15 hingga abad ke-16. Menurut Hamka istilah Sunan berasal dari singkatan kata bahasa Jawa Susuhunan. Artinya adalah
tempat penerima "susunan" jari yang sepuluh, atau dengan kata lain sesembahan. Namun demikian, istilah tersebut bukanlah istilah umum
dalam agama Islam, melainkan hanya sebutan yang sifatnya sosio-kultural, khususnya pada masyarakat Jawa di Indonesia. Selain sunan,
ada pula mubaligh lainnya yang disebut syekh, kyai, ustadz, penghulu, atau tuan guru.
Dari sejumlah sunan, terdapat 9 orang yang paling terkenal diantara mereka yang dikenal dengan sebutan Walisongo, yaitu dari kata wali
(bahasa Arab, yang berarti wakil), dan sanga (bahasa Jawa, yang berarti sembilan). Mereka dianggap sebagai mubaligh agung, baik dari
segi ilmu agama Islam maupun bobot segala jasa dan karomahnya terhadap kehidupan bermasyarakat dan kenegaraannya.

31 Diberikan informasi Sekilas tentang terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo, diantaranya adalah para Walisongo, antara lain:
sejarah dan strategi
a. Maulana Malik Ibrahim
dakwah Walisongo,
peserta didik mampu Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad
menguraikan strategi 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy,
dakwah Walisongo berubah menjadi Asmarakandi. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah
menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri
(Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di
Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Aktifitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan
pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis.
Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri
tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-
kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika
itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran,
tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
b. Sunan Giri

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana
ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik.
Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
c. Sunan Bonang

Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW,
kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ‫ )م ل ا‬yang artinya hanya
Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Beliau ambil dari seni bentuk huruf
Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol
huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak
murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami
isi AlQur'an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat
dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan
diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia
d. Sunan Ampel

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotik, dan tidak berzina."
e. Sunan Drajat

Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di
Dusun Jelog-pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan
mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal.
Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka
ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri
pakaian pada yang telanjang'.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-
anak yatim-piatu dan fakir miskin. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan
sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah
kesukaannya.
f. Sunan Muria
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai
pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah
satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti. Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung
Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu
Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman.
g. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya
sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
h. Sunan Kudus

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti
Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya
setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali -yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang
mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan
memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan
pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Ia juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa
masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi.
Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
i. Sunan Kalijaga
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara
suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
Petruk jadi Raja. Taman pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah
Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede-Yogyakarta). Sunan Kalijaga dimakamkan di
Kadilangu, selatan Demak.
Strategi dakwah yang digunakan Walisongo adalah penerapan strategi yang dikembangkan para sufi Sunni dalam menanamkan
ajaran Islam melalui keteladanan yang baik. Jejak yang ditinggalkan Walisongo itu terlihat dalam kumpulan nasihat agama yang
termuat dalam tulisan-tulisan para murid dan ahli waris Wali Songo. Baik berupa buku sejarah, nasab, silsilah, suluk, babad, manaqib
dan lain-lain yang menggambarkan hakikat aliran tasawuf dan dakwah yang mereka anut dan kembangkan. Strategi Dakwah yang
dilakukan para wali berbeda-beda, sebagai contoh adalah Sunan Kalijaga menggunakan strategi berdakwah dengan mengajak
Pembesar Hindu di Semarang. Mulanya terjadi perdebatan seru, tetapi perdebatan itu kemudian berakhir dengan rasa tunduk Sang
bangsawan itu untuk masuk Islam. Kejadian mengharukan ketika bangsawan itu rela melepaskan jabatan dan rela meninggalkan harta
dan keluarga untuk bergabung dalam dakwah Sunan Kalijaga.
Strategi yang dilakukan Sunan Kudus tampak unik dengan mengumpulkan masyarakat untuk melihat lembu yang dihias sedemikian
rupa sehingga tampil bagai pengantin itu kemudian diikat di halaman masjid, sehingga masyarakat yang ketika itu masih memeluk
agama Hindu datang berduyunduyun menyaksikan lembu yang diperlakukan secara istimewa dan aneh itu. Sesudah mereka datang
dan berkumpul di sekitar masjid, Sunan Kudus lalu menyampaikan dakwahnya. Cara ini praktis dan strategis untuk menarik minat
masyarakat yang masih banyak menganut agama Hindu. Seperti diketahui, lembu merupakan binatang keramat Hindu. Sebagai
contoh yang lain Sunan Kudus dan Sunan Ampel yang berkuasa di daerah-daerah di sekitar kediaman mereka, dengan demikian
kekuatan diplomasi dan kemampuan dalam berhujjah atas kekuatan pemerintahan Majapahit.
Masyarakat Indonesia dahulu memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau
dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan media wayang, bentuk
wayang menyerupai relief atau arca yang ada di Candi Borobudur dan Prambanan. Pementasan wayang merupakan acara yang amat
digemari masyarakat. Masyarakat menonton pementasan wayang berbondong-bondong setiap kali dipentaskan. Sebelum Walisongo
menggunakan wayang sebagai media mereka, sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang
bertentangan dengan aqidah, doktrin keesaan Tuhan dalam Islam. Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih
sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru.
Wajahnya miring, leher dibuat memanjang, lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima
Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang
menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya,
Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran- ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama
manusia.Dalam sejarahnya, para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden
Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi
tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang
Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit
(Wayang Kulit) dan mana yang harus dicari (Wayang Golek)”.
Di samping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali juga melakukan dakwahnya melalui berbagai bentuk
akulturasi budaya lainnya contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan lakon Islami.
Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya. Sunan Kalijaga adalah salah
satu Walisongo yang tekenal dengan minatnya dalam berdakwah melalui budaya dan kesenian lokal. Dalam hal ini menyebar
luaskan Islam melalui bahasa-bahasa simbol, media, dan budaya merupakan salah satu bentuk perjuangan yang cukup efektif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan mengacu pada tiga strategi dakwah, yaitu Al-Hikmah
atau kebijaksanaan, Al-Mauizah Hasanah atau nasihat yang baik, dan Al-Mujadalah atau berdiskusi secara sinergis dengan
menghasilkan satu alternatif pemikiran tanpa menyudutkan salah satu kelompok
32 Diberikan informasi Pada tahun ke-5 dari kenabian, Rasulullah SAW memerintahkan beberapa orang sahabatnya (berjumlah 15 orang: 11 laki-laki dan 4
sejarah masuknya wanita) untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia). Hijrah ini dipimpin oleh Usman bin Maz’un yang bertujuan untuk menghindari
Islam di beberapa penyiksaan-penyiksaan dan menyelamatkan diri dari kaum kafir Quraisy serta mendakwahkan agama Islam. Selain itu, pada sekitar
wilayah di Afrika, tahun ke-6 Hijrah, Nabi SAW mengutus sahabatnya Hatib bin Abi Balta’ah untuk menyampaikan surat dakwah (seruan masuk Islam)
peserta didik mampu kepada Muqauqis (penguasa Mesir, Gubernur Romawi Timur). Islam akhirnya mulai menyebar ke negara-negara Afrika Utara serta
mendeteksi wilayah- terjadi proses Islamisasi. Hal ini terjadi sekitar abad 7 – 8 M.
wilayah tersebut

Adapun di Afrika Timur, faktor Islamisasi tampak jelas dengan kedatangan dan ekspansi Islam ke Afrika Selatan, antara lain dilakukan
oleh para budak Melayu yang dibawa oleh orang-orang Eropa ke wilayah itu. Setelah dibebaskan dari Pulau Robben, tak jauh dari Cape
Town, pada tahun 1793, Imam Abdullah membuat petisi pertamanya untuk pembangunan masjid. Saat itu, petisi tersebut sempat
mendapat penolakan meski akhirnya memperoleh izin dari Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan masjid. Ia pun menulis sebuah
buku tentang yurisprudensi Islam pada 1781 dalam bahasa Melayu dan Arab. Judul buku itu adalah Ma’rifa alIslam wa alIman. Buku ini
memberi pengaruh sosial dan keagamaan yang besar di kalangan komunitas Muslim di Cape Town. Pada 1793, Imam Abdullah
membangun sekolah Muslim pertama. Lokasinya di Dorp Street, Bokaap, yang akhirnya menjadi bagian dari Masjid Auwal, masjid
pertama di Cape Town. Pada 1825, sekolah ini memiliki 491 siswa, sebagian besar dari kalangan budak negro. Di kemudian hari,
sekolah inilah yang melahirkan orangorang Afrika Arab yang memahami bahasa Arab. Setelah Imam Abdullah wafat, kepemimpinan
sekolah ini dilanjutkan oleh Imam Achmat van Bengalen.
Pada masa awal kedatangannya di Cape Town, Islam adalah agama yang diawasi secara ketat oleh penguasa. Pemerintah Hindia
Belanda secara tegas melarang aktivitas Islam di tempat umum, meski ibadah pribadi diperbolehkan. Tak ada komunitas Muslim yang
diizinkan untuk melakukan perkumpulan. Mengingat kondisi itu, ulama seperti Imam Abdullah, Syaikh Yusuf, dan juga lainnya
menggunakan rumah mereka sebagai tempat untuk belajar Islam. Mereka berusaha keras mempertahankan keberadaan Islam di Cape
Town. Beruntung, pembatasan ini kian lama kian surut. Pada 1770, di rumah seorang budak yang dibebaskan bernama Mohammodan,
secara rutin diselenggarakan pertemuan. Dalam pertemuan itu, mereka yang hadir membaca, shalat, dan mempelajari ayat-ayat al-
Quran.
Pada 25 Juli 1804, Islam secara resmi tak lagi menjadi agama yang dilarang. Warga setempat pun bebas memilih agama yang
diyakininya. Sementara, para ulama bisa berdakwah secara leluasa. Penyebaran Islam di Benua Afrika tidak terlepas dari persaingan
antara Islam dan Kristen, serta antara Islam dan westernisasi sekuler. Walaupun begitu, Islam di benua Afrika tetap berkembang ke
arah yang lebih maju, baik kuantitas maupun kualitas. Di Benua Afrika banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam, seperti:
Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, Sahara Barat, Mauritania, Mali, Nigeria, Senegal, Gambia, Guinea, Somalia, dan Sudan.
Sedangkan negara-negara di Benua Afrika yang minoritas Islam adalah: Zambia, Uganda, Mozambique, Kenya, Kongo, dan Afrika
Selatan.

33 Diberikan Narasi Sejarah Islam di Amerika Serikat bermula sejak sekitar abad ke 16, di mana Estevánico dari Azamor adalah Muslim pertama yang
sejarah masuknya tercatat dalam sejarah Amerika Utara. Walau begitu, kebanyakan para peneliti dalam mempelajari kedatangan Muslim di AS lebih
Islam dan strategi memfokuskan pada kedatangan para imigran yang datang dari Timur Tengah pada akhir abad ke 19. Migrasi Muslim ke AS ini
dakwah Islam di berlangsung dalam periode yang berbeda, yang sering disebut “gelombang”, sekalipun para ahli tidak selalu sepakat dengan apa yang
Amerika, peserta menyebabkan gelombang ini.
didik mampu
mendeteksi sejarah Populasi penduduk Muslim di AS telah meningkat dalam seratus tahun terakhir, di mana sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh
masuknya Islam dan adanya imigran. Pada 2005, banyak orang dari negaranegara Islam menjadi penduduk AS hampir 96.000 setiap tahun dibanding dua
strategi dakwah di dekade sebelumnya. Estevánico dari Azamor mungkin telah menjadi Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Amerika Utara.
Amerika Estevanico adalah orang Berber dari Afrika Utara yang menjelajahi Arizona dan New Mexico untuk Kerajaan Spanyol. Estevanico
datang ke Amerika sebagai seorang budak penjelajah Spanyol pada abad ke 16.
Selanjutnya pada abad ke-9 dan ke-10 adalah saat pusat pusat Islam di Spanyol sedang berada di puncak kecemerlangannya. Pusat-
pusat intelektual di Barat hanya berupa benteng-benteng yang dihuni oleh para bangsawan yang dirinya merasa bangga atas
ketidakmampuan membaca mereka (Ubadah: 2008). Sesudah melalui sejarah yang panjang proses transformasi dan penyerapan
Peradaban Islam ke dalam Kebudayaan Barat, para Ilmuwan Barat, di bawah kepemimpinan para Pendeta Kristen, mulai
mengembangkan keilmuan mereka (Zarkasyi: 2013: 186).
Menurut Lembaga Survey Pew pada tahun 2007, dua pertiga Muslim di AS adalah keturunan asing. Di antara mereka telah bermigrasi
ke AS sejak tahun 1990. Sedangkan sepertiga dari Muslim AS adalah penduduk asli yang beralih ke Islam, dan keturunan Afro-Amerika.
Pada tahun 2005, menurut New York Times, lebih banyak lagi orang dari negara-negara Muslim yang menjadi penduduk AS hampir
96.000 - setiap tahun dibanding dua dekade sebelumnya. Sedangkan menurut Council on American-Islamic Relations (CAIR), jemaah
masjid Sunni yang diperuntukkan bagi umum di AS berasal dari latar belakang bangsa yang berbeda: Asia Selatan (33%), Afro Amerika
(30%), Arab (25%), Eropa (2,1%), Amerika kulit putih (1,6%), Asia Tenggara (1,3%), Karibia (1,2%), Turki Amerika (1,1%), Iran Amerika
(0,7%), dan Hispanik/Latin (0,6%).

34 Diberikan informasi Berdasarkan data sejarah, Islam memasuki benua Eropa melalui empat periode, yaitu:
sejarah masuknya
1) Periode kekhalifahan Islam di Spanyol (Andalusia) selama ± 8 abad dan pemerintahan umat Islam di beberapa pulau, di antaranya:
Islam di Eropa
melalui Spanyol,
Perancis Selatan, Sicilia, dan Italia Selatan. Kekhalifahan Islam di Spanyol berakhir pada tahun 1492.
peserta didik mampu 2) Adanya penyebaran tentara Mongol pada abad ke-13. Di antara penguasa Mongol yakni Dinasti Khan yang beragama Islam.
memberikan Kekuasaannya berpusat di Sungai Volga sebelah utara Laut Kaspia dan Laut Tengah. Ia meninggalkan penduduk muslim di sekitar
sungai Volga hingga Kaukasus dan Krimea, yang terdiri dari orang Tartar, kemudian mereka menyebar ke berbagai wilayah
argumentasi yang kekaisaran Rusia. Mereka menjadi penduduk Finlandia, wilayah Polandia, dan Ukraina.
tepat tentang
3) Periode ekspansi kekhalifahan Turki Usmani sekitar abad ke-14 dan ke-15 ke wilayah Balkan dan Eropa Tengah. Bahkan di Albania
sejarah masuknya
umat Islam merupakan penduduk mayoritas.
Islam di Eropa
4) Periode kaum imigran Muslim memasuki benua Eropa setelah perang dunia ke-2, terutama ke negara-negara industri, seperti:
Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.
Sedangkan perkembangan Islam di Eropa antar tiap negara berbeda-beda, baik karena penganut agama setempat yang kuat, kondisi
masyarakat setempat, hingga sifat dan pemikiran masyarakat setempat. Berikut ini akan kita bahas bersama-sama beberapa negara
dengan perkembangan Islamnya, antara lain:

35 Diberikan informasi Islam telah menjadi bagian dari kehidupan warga Australia. Islam juga menjadi bagian sejarah dari negara berpenduduk asli bangsa
sejarah masuknya Aborigin itu. Di Islamic Museum Australia, yang berada di Anderson Road, Thornbury, Victoria, dijelaskan detail tentang sejarah
Islam dan strategi masuknya Islam di Australia. Ternyata, Islam pertama kali dibawa oleh para pelaut dari Makassar ke Australia. "Pelaut-pelaut Makassar
dakwah Islam di adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa asli Australia yaitu Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara
Australia, peserta sekitar tahun 1700an. Kala itu mereka datang dengan sangat sopan dan meminta izin kepada penduduk asli," kata Education Director
didik mampu Islamic Museum Australia, Sherene Hassan saat ditemui detikcom bersama dua media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC
menganalisa sejarah International pada Juni 2016.
masuknya Islam dan
strategi Para pelaut dari Makassar itu datang untuk mencari teripang di pantai utara Australia, salah satunya di daerah Arnhemland. Mereka
datang pada bulan Desember dan menetap beberapa lama di Australia untuk membeli teripang dari penduduk asli. Interaksi antara
pelaut Makassar dan para warga abrigin pun tak bisa dihindarkan. "Sebagian besar pelaut dari Makassar beragama Islam dan karena
mereka berinteraksi dengan suku asli, sehingga secara spiritual suku Aborigin di sebelah utara Australia terpengaruh agama Islam yang
dipeluk para pelaut," jelas Sherene. Setelah itu, pengaruh Islam juga datang ke Australia dengan dibawa oleh para penunggang unta
yang datang dari Pakistan dan Afghanistan sekitar tahun 1870-1920. Para penunggang unta yang berjumlah lebih dari 2.000 orang itu
datang untuk bekerja di proyek pembangunan jalur kereta yang tengah dikerjakan pemerintah Inggris. Kala itu unta dianggap sebagai
hewan yang sangat berguna untuk dijadikan alat angkut material.
Para penunggang onta yang dalam sejarah Australia disebut dengan kata 'Camellers' berada cukup lama di daratan Australia.
Sehingga, sedikit banyak mereka juga membawa pengaruh spiritual. Bahkan, masjid pertama di Australia didirikan pada masa itu.
Setelah itu, masuk ke tahun 1900an, Australia mulai didatangi buruh migran dari berbagai negara di timur tengah dan Afrika. Para
imigran itu kebanyakan berasal dari Turki, Albania, Bosnia, Libanon dan beberapa negara lain di Afrika. Jumlah imigran yang terus
bertambah seiring berjalannya waktu membawa pengaruh Islam di Australia. Hingga, Islam terus berkembang di negeri kanguru
tersebut. Hingga saat ini, Islam merupakan agama yang perkembangannya cukup pesat di Australia. Jumlah pemeluk agama Islam
terus bertambah dan jumlah masjid dan sekolah Islam pun terus meningkat.
36 Disajikan kasus Beberapa definisi akhlak menurut para ahli berikut:
perilaku Akhlak Al- a. Ibnu Maskawaih
Karimah, Peserta “Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan lagi”. Kondisi jiwa seseorang
didik mampu menilai dalam definisi Ibn Miskawaih di atas merupakan kondisi jiwa yang sudah terbiasa melakukan tindakan-tindakan tertentu, sehingga tindakan-
hakikat Akhlak Al- tindakan tersebut seakan sudah mendarah daging, mereka akan melakukannya secara sepontan ketika mendapatkan stimulus tertentu.
Karimah b. Al-Ghazali
“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah daging yang mendorong dilakukannya perbutan-
perbuatan dengan mudah lagi gampang tanpa berfikir panjang”
Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-
tindakan yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang dapat dikategorikan sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan
dengan mempertimbangkan dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku perbuatan tersebut, maka belum dikatakan sebagai akhlak.
c. Prof. Dr. Ahmad Amin
Seorang ahli Ilmu Akhlak modern, yakni Ahmad Amin dalam bukunya Kitab alAkhlaq, menegaskan bahwa pada dasarnya akhlak adalah
kehendak yang dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada kehendaknya. Seperti bernafas, denyut jantung, kedipan mata dan lain-lain.
Akhlak merupakan perbuatan yang mudah dilakukan karena telah didik dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan melalui ikhtiar. Pelakunya mengetahui baik atau buruk dari perbuatan yang
dilakukannya. Karena perbuatan akhlak juga termasuk perbuatan yang kelak akan dipertanggung-jabawkan di hadapan Allah Swt.
37 Diberikan Quwwah al-Ilmi
narasi/ilustrasi Quwwah al-Ilmi adalah kekuatan yang berasal dari akal. Dengan akal inilah manusia dapat dengan mudah membedakan mana yang jujur dan mana
tentang Potensi yang bohong dalam berbicara, mana yang benar dan mana yang salah dalam mengambil keputusan, mana yang baik dan mana yang buruk dalam
Quwwah al-Ilmi, bertindak. Kekuatan inilah yang menjadi pembeda manusia dengan jenis binatang. Dengan akal manusia dapat mencipta dan mengembangakan
Peserta Didik mampu budaya sehingga terus berkembang ke arah yang lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya.
menyimpulkan Buahnya adalah hikmah, yakni pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu sesuai dengan syariat Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya:
kedua potensi jiwa ِ َ‫وا ٱَأۡل ۡل ٰب‬
‫ب‬ ْ ُ‫ير ۗا َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإٓاَّل ُأوْ ل‬ ۡ ‫ي ُۡؤتِي ۡٱل ِح ۡك َمةَ َمن يَ َشٓا ۚ ُء َو َمن ي ُۡؤتَ ۡٱل ِح ۡك َمةَ فَقَ ۡد ُأوتِ َي‬
ٗ ِ‫خَي ٗرا َكث‬
ini untuk pondasi “Dia berikan hikmah kepada yang Dia kehendaki dan Siapa yang diberikan al-hikmah maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan yang sangat
Akhlak Karimah. banyak. Dan hanya orang-orang emiliki akal fikiranlah yang mampu memahaminya”. (QS. Al- Baqarah/2: 269)
Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mempengaruhi jiwa pemiliknya dan
membimbing kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat.
Hikmah sebagai konsep itu mencakup empat turunan, yakni: husnu at-tadbir (baik pemikirannya), judat adz-dzihn (jernih pemikirannya), tsiqabah ar-
ra’yi (tajam pemikirannya) dan shawab azh-zhann (tepat pemikirannya)
Mari kita analisis konsep turunan hikmah tersebut di atas satu persatu.
a. Husnu at-Tadbir
Seseorang yang memiliki hikmah akan menjadi husnu at-tadbir yakni cerdas dan lurus jalan fikirannya dalam mengistimbatkan (mengambil
kesimpulan). Ia akan bisa mengambil yang terbaik, dan paling bermanfaat dalam berbagai urusan, sesulit apapun dan segawat apapun. Ia tidak
sekedar cerdas (kayyis), tetapi mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dengan benar sehingga dapat mengambil keputusan yang menghasilkan
kebaikan-kebaikan yang agung dan akhir yang mulia dalam berbagai urusan kehidupan.
b. Jaudat adz-Dzihn
Seseorang yang memiliki hikmah akan menjadi jaudat adz-dzihn, yakni memiliki kemampuan untuk dapat berfikir memperoleh kebijaksanaan ketika
dihadapkan pada pendapat yang mirip-mirip dan mengandung pertentanaganpertentangan dalam implementasi. Ia akan selalu mendapatkan kosep
yang memberikan manfaat sesamanya dan diterima oleh berbagai pihak.
c. Tsiqabah ar-Ra’yi
Seseorang yang memiliki hikmah akan menjadi tsiqabah ar-ra’yi, yakni mempunyai kecepatan kemampuan dalam menghubungkan data-
Data yang dimilikinya dengan sebab akibat yang mengasilkan kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat.
d. Shawab azh-Zhann
Seseorang yang memiliki hikmah akan menjadi shawab azh-zhann, yakni ia akan mendapatkan taufiq dari Allah Swt. dengan kesesuaian antara
dugaan yang terdapat dalam alam fikirannya dengan kebenaran hakiki tanpa harus lama-lama memikirkannya.
Kebalikan dari Quwwah al-Ilmi adalah lemahnya ilmu atau kebodohan, terbagi dalam dua konsep, yaitu radzilah al-khibb dan radzilah al-
balah. Radzilah al-khabb terdiri dari ad-dahaa (tertipu) dan al-jarbazah (lemah berfikir) yaitu. Logikanya kurang sehat atau kurang lurus sehingga
ketika mengambil kesimpulan sering kali tidak benar, apa yang dikatakannya baik ternyata buruk atau sebaliknya.Sementara radzilah al-balah terdiri
dari tiga hal; pertama kebodohan sebab karena kurang pengalaman belajar, kedua kebodohan sebab dari bawaan seperti idiot dan ketiga
kebodohan sebab hilangnya akal atau gila.
38 Diberikan Quwwah al-Ghadhab
narasi/ilustrasi Quwwah al-Ghadhab merupakan dorongan manusia untuk menolak yang tidak disenangi dan memdapatkan kenikmatan yang bersifat
tentang Potensi abstrak dan batin. Dimana ia bisa menghasilkan sifat utama yang dapat menjadi sumber akhlak yang mulia serta menumbuhkan kebaikan-kebaikan
Quwwah al- yakni sifat syaja’ah (keberanian) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 936). Dengan sifat syaja’ah manusia bisa berani
Ghadhab, Peserta berkorban apa saja untuk meraih kebahagian dan kemuliaan batinnya. Dan bahkan ia akan berani berkorban tidak hanya dengan apa yang
Didik mampu dimilikinya tetapi juga berani maju mengorbankan jiwa raganya demi kemuliaan dan kebahagiaan yang diyakininya benar.
Syaja’ah menurut al-Ghazali dalam kitab Mizan al-Amal meliputi banyak sifat turunannya, diantara lain adalah sebagai berikut:
menyimpulkan
a. Al-Karam (kebaikan budi), yaitu berani mengambil sikap moderat untuk mengambil atau menerima keputusan penting dalam berbagai masalah
kedua potensi jiwa
yang menyangkut kemaslahatan yang besar dan urusan-urusan yang mulia.
ini untuk pondasi
b. An-Najdah (membantu, menolong), yaitu berani dalam membantu atau menolong siapapun, apalagi menolong hal yang benar, baginya
Akhlak Karimah.
merupakan jihad. Bukan penekad juga bukan penakut, apabila sudah menyakini sebuah kebenaran maka harus berani maju, meskipun harus
mempertaruhkan jiwa demi kemuliaan abadi.
c. Kibr an-Nafs (berjiwa besar), bukan sombong juga bukan rendah diri (mider). Ia berani menjadikan dirinya sebagai ahli dalam hal kemuliaan
dengan penuh kerendahan hati dan menghindari perdebatan pada urusan-urusan yang sedikit manfaatnya. Ia sangat menghormati ulama.
d. Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja), berani bertanggung jawab menahan diri dalam menjalankan tugas, meski dirasa sangat berat.
e. Al-Hilm (santun), ia dapat menahan emosi yang biasanya meledak-ledak, tidak terpancing dalam keadaan apapun dan marah. Sikapnya tetap
santun dalam menghadapi semua orang, ia sudah dapat lepas dari sikap yang buruk dalam menghadapi orang lain atas gejolak jiwa suka dan
tidak suka.
g. Al-Wiqar (tenang), menahan diri dari berbicara secara berlebihan, kesia-siaan, banyak menunjuk dan bergerak dalam perkara yang tidak
membutuhkan gerakan. Mengurangi amarah, tidak banyak bertanya, menahan diri dari menjawab yang tidak perlu, menjaga diri dari ketergesaan
dalam beramal, dan bersegera dalam seluruh perkara kebaikan.
Quwwah al-Ghadhab, juga dapat mendorong perbutan yang buruk bagi seseorang, yaitu at-Tahawwur dan alJubn. Dengan adanya dorongan
manusia dari dalam dirinya untuk memdapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin berupa kemuliaan atau kekuasaan manusia bisa
Tahawwur (nekad) yakni berani melakukan tindakan yang bukan pada tempatnya Misalnya berani maju ikut tawuran, padahal belum
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah dan resikonya bisa mati terbunuh.
Juga karena di dalam diri manusia ada dorongan ingin tetap mendapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin berupa kemuliaan atau
kekuasaan, maka ia bisa bersifat Jubn (pengecut), sifat takut yang berlebihan dalam mempertahankan diri dari berbagai masalah kehidupan.
Misalnya takut mengadapi ujian, padahal ujian adalah satu cara yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin meningkatkan dan memperbaiki
nasib dan derajatnya.

39 Diberikan narasi Menurut bahasa “Amal Shaleh”, berarti perbutan yang baik, bermanfaat, selamat, atau cocok. Sedang menurut istilah terdapat beberapa
tentang kisah definisi, antara lain menurut Zamahsyari’ amal shalih diartikan sebagai semua perbuatan yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah
perilaku orang Nabi Saw. Amal shalih juga disefinisikan sebagi perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena Allah Swt. dengan tujuan untuk
shalih, Peserta Didik mendapatkan rahmat dan ridha-Nya, baik menjalankan perintah maupun menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. sesuai
dapat memberikan dengan aturan-aturan ajaran Islam. Dilihat dari hubungan antara manusia sebagai makhluk dan Allah Swt. sebagai Khalik, maka amal shalih
argumentasi makna dapat didefinisikan dengan semua perbuatan yang dilakukan hamba kepada Allah Swt. sebagai bentuk pengabdiannya yang didasari dengan iman.
Didasari dengan iman artinya disyaratkan dengan keyakinan dan pengetahuan yang benar.
penting penguatan
Siapapun yang amalnya ingin menjadi amal shalih, maka ia harus beriman kepada Allah Swt. terlebih dahulu, lalu memiliki ilmu yang cukup
pondasi amal shalih.
sebelum tawakkal. Ini sebagai syarat supaya pelaksanaannya dapat dikerjakan dengan benar. Kemudian ia harus ikhlas hanya karena Allah,
bersabar dan atau bersyukur dalam pelaksaanya. Dan terakhir ridha terhadap semua keputusan Allah Swt. dengan hasil dari ikhtiar dan amal kita.

40 Diberikan narasi Amal Shalih sebagai Akhlak al-Karimah kepada Allah Swt.
tentang kisah Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya beribadah hanya kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah adz-
keimanan orang Dzariyat/ 51: 56 sebagai berikut :
shalih, Peserta Didik َ ‫ت ۡٱل ِج َّن َوٱِإۡل‬
ِ ‫نس ِإاَّل لِيَ ۡعبُ ُد‬
‫ون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ۡق‬
dapat memberikan Artinya :”Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
argumentasi Oleh sebab itu semua amal perbuatan manusia yang beriman harus bernilai ibadah dan menjadi amal shalih. Amal yang hanya dipersembahkan
penguatan pondasi kepada Allah Swt. dan ridah penilaiannya diserahkan sepenuhnya hanya kepada-Nya.
amal shalih. Adapun kisi-kisi penilaian amal shalih sebenarnya sudah dalam ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw., yakni amal yang dibingkai
dengan iman; diawali rencana yang matang dan tawakkal, niat yang ikhlas, dikerjakan dengan sabar dan atau syukur, serta akhirnya dapat menerima
(ridha) hasilnya sebagai bagian dari takdir Allah Swt
41 Diberikan narasi Tawakkal
tentang kisah Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab ‫ك ل‬ َ /tawakkul dari akar kata ‫ َو َك َل‬/wakala) yang berarti lemah. Adapun ‫ك ل‬
ُّ ‫الت ََو‬ َ /tawakkul
ُّ ‫الت ََو‬
ketawakalan orang berarti menyerahkan atau mewakilkan. Seperti seseorang mewakilkan urusan kepada orang lain atau menggantikannya. Artinya, dia menyerahkan
shalih, Peserta Didik suatu perkara atau urusannya dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai urusan tadi.
dapat memberikan Secara istilah tawakkal telah didefinisikan oleh ulama, antara lain Imam alGhazali. Beliau menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada bab at-
argumentasi Tauhid wa at-Tawakkal, bahwa tawakkal itu adalah hakikat tauhid yang merupakan dasar dari keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan
penguatan pondasi terbentuk melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan. Begitupula dengan sikap tawakkal, ia terdiri dari suatu ilmu yang merupakan dasar, dan
amal shalih. perbuatan yang merupakan buah (hasil), serta keadaan yang merupakan maksud dari tawakkal. Tawakkal adalah menyerahkan diri kepada Allah
tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesulitan di luar batas kemampuan manusia.
Berikutnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa Tawakkal merupakan amalan dan penghambaan hati
dengan menyandarkan segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt. semata, percaya terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas
sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikan segala ‘kecukupan’ bagi dirinya, dengan tetap berikhtiar
semaksimal mungkin untuk dapat memperolehnya.
Allah Swt. berfirman:
‫او ۡرهُمۡ فِي ٱَأۡلمۡ ۖ ِر فَِإ َذا َعزَ مۡ تَ فَتَ َو َّك ۡل‬
ِ ‫ٱست َۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش‬
ۡ ‫ف ع َۡنهُمۡ َو‬ ۡ َ‫وا ِم ۡن َح ۡولِ ۖكَ ف‬
ُ ‫ٱع‬ ِ ‫فَبِ َما َر ۡح َم ٖة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡ ۖ َولَ ۡو ُكنتَ فَظًّا َغلِيظَ ۡٱلقَ ۡل‬
ْ ُّ‫ب ٱَلنفَض‬
َ‫َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ۡٱل ُمتَ َو ِّكلِين‬
“Maka sebab rahmat dari Allah, Engkau bersikap lemah lembut kepada mereka. Seandainya Engkau bersikap kasar lagi keras hati, niscaya mereka
akan pergi dari sekelilingmu. Sebab itu maafkan mereka, mintakan ampunan baginya dan ajaklah bermusyawarah mereka dalam urusan itu
(menentukan strategi perang). Lalu apabila Engkau telah memiliki tekad yang bulat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertawakkal” (QS. Ali Imran/3: 159).
Ayat di atas menempatkan tawakkal pada posisi penyusunan rencana tahap rakhir setelah mempunyai keputusan dan tekad yang bulat. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum tawakkal manusia harus terlebih dahulu berikhtiyar secara zhahir, selanjutnya jangan lupa ikhtiar batin, yakni ikhtiyar dan
do’a. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Saw., beliau melakukan rundingan dahulu dengan para sahabat dengan meminta pendapat
atau buah pikiran mereka mengenai urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka dengan sikap lemah lembut, kemudian setelah
keputusan diambil dan telah menetapkan hati, lalu bertawakkal kepada Allah dengan berserah kepada-Nya.
Jadi tawakkal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha, bukan menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib dengan tegak
berpangku tangan duduk memekuk lutut, menanti apa-apa yang akan terjadi. Memohon pertolongan dan Bertawakkal tidaklah berarti meninggalkan
upaya, bertawakkal mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan kehendak
dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut untuk berusaha tetapi di saat yang sama ia dituntut pula
berserah diri kepada Allah Swt, ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketentuan Allah.
Seorang muslim berkewajiban menimbang dan memperhitungkan segala segi sebelum dia melangkahkan kaki dan mengerjakan sesuatu. Tetapi bila
pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan tampil dihadapannya Allah Swt., Tuhan yang kepada-Nya yakni dengan
bertawakkal dan berserah diri.
42 Diinformasikan hadis Menurut bahasa malu berarti merasa sangat tidak enak hati seperti hina atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut,
tentang malu (al- kepada pihak lain. Sedang menurut istilah adalah adalah sifat yang mendorong seseorang merasa tidak enak apabila meninggalkan
haya'), Peserta Didik kewajiban-kewajiabannya sebagai hamba Allah Swt dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
dapat mengaitkan Malu adalah sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan yang rendah atau kurang sopan. Ajaran Islam mengajarkan
perilaku malu pemeluknya memiliki sifat malu karena dapat menyebankan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang tidak memiliki sifat malu, akhlaknya akan
dengan rendah dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu.
Sifat malu merupakan ciri khas akhlak orang beriman. Orang yang memiliki sifat ini apabila melakukan kesalahan atau yang tidak patut bagi dirinya
pembentukan akhlak
akan menunjukkan penyesalan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki malu merasa biasa saja ketika melakukan kesalahan dan dosa meskipun
pribadi.
banyak orang mengetahuinya.
Perasaan malu muncul dari kesadaran akan perasaan bersalah, tetapi sebenarnya perasaan malu tidak sama dengan perasaaan
bersalah. Rasa malu merupakan perasaan tidak nyaman tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain, yakni Allah semata. Sebagaimana konsep
ihsan yang dijelaskan oleh Rasulullah sebagai berikut:
“Kamu mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan) kepada Allah Swt. seakanakan melihat kamu melihatnya, lalu jika kamu tidak bisa melihat-
Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam kitabnya Madarijus Salikin bahwa kuatnya sifat malu itu tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu
disebabkan oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin hidup hati itu maka sifat malupun semakin sempurna. Beliau juga mengatakan, Sifat
malu darinya tergantung kepada pengenalannya terhadap Rabbnya. Atau dengan kata malu adalah sifat yang melekat pada diri seseorang itu sangat
terkait dengan kualitas imannya.
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada seseorang, yaitu:
1) Malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu
ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.
2) Malu kepada manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang
bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan
kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
3) Malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani
melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu mengawasinya.
Sifat malu begitu penting karena sebagai benteng pemelihara akhlak seseorang dan bahkan sumber utama kebaikan. Maka dari itu, sifat ini perlu
dimiliki dan dipelihara dengan baik. Sifat malu dapat meneguhkan iman seseorang.

43 Disajikan cerita Khauf dan Raja’


khaufnya orang yang Secara bahasa, khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa aman, dan khauf adalah rasa takut. Khaufa adalah perasaan takut
bertaubat, Peserta terhadap siksa dan keadaan yang tidak mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah diperbuat.
Didik dapat Sedangkan raja’ adalah perasaan penuh harap akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya, sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan
menyimpulkan Rasul-Nya. Bagi seorang muslim, kedua rasa ini mutlak dihadirkan. Karena akan mengantarkan pada satu keadaan spiritual yang mendukung
manfaatnya khauf. kualitas keberagamaan seorang muslim. Kenapa kita harus mempunyai sifat khauf ?
Pertama, supaya ada proteksi diri. Terutama dari perbuatan kemaksiatan atau dosa. Karena, nafsu selalu menyuruh kita untuk melakukan
perbuatan buruk dan tidak ada kata berhenti dalam menjerumuskan kita. Oleh karena itu, kita harus membuat nafsu menjadi takut. Seorang ahli
hikmah berkata, “Suatu ketika nafsu mengajak berbuat maksiat, lalu ia keluar dan berguling- guling di atas pasir yang panas seraya berkata kepada
nafsunya, “Rasakanlah! Neraka jahanam itu lebih panas dari pada yang anda rasakan ini.”
Kedua, agar tidak ujub atau berbangga diri dan sombong. Sekalipun kita sedang dalam zona taat, kita harus selalu waspada terhadap nafsu.
Perasaan paling suci, paling bersih dan paling taat adalah di antara siasat halus nafsu. Karena itulah nafsu harus tetap dipaksa dan dihinakan
tentang apa yang ada padanya, kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam bahayanya. Allah Swt. berfirman;
‫فَاَل تُزَ ُّك ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡ ۖ هُ َو َأ ۡعلَ ُم بِ َم ِن ٱتَّقَ ٰ ٓى‬
“… Jangan engkau merasa paling suci, karena Aku tahu siapa yang paling bertakwa.” (QS an-Najm, 53: 32).
Berikutnya, kenapa manusia perlu memiliki sifat raja’ ?
Pertama, agar tetap bersemangat dalam ketaatan. Sebab berbuat baik itu berat dan setan senantiasa akan mencegahnya dengan berbagai cara.
Allah Swt. berfirman:
َ‫خَلفِ ِهمۡ َوع َۡن َأ ۡي ٰ َمنِ ِهمۡ َوعَن َش َمٓاِئلِ ِهمۡ ۖ َواَل ت َِج ُد َأ ۡكثَ َرهُمۡ ٰ َش ِك ِرين‬
ۡ ‫ثُ َّم أَل ٓتِيَنَّهُم ِّم ۢن بَ ۡي ِن َأ ۡي ِدي ِهمۡ َو ِم ۡن‬
Kemudian pasti aku akan datangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engka tidak akan mendapatka mereka
banyak bersyukur. (Al-‘Araf/7: 17)
Imam al-Ghazali berkata, “Kesedihan itu dapat mencegah manusia dari makan. Khauf dapat mencegah orang berbuat dosa. Sedang raja’ bisa
menguatkan keinginan untuk melakukan ketaatan. Ingat mati dapat menjadikan orang bersikap zuhud dan tidak mengambil kelebihan harta duniawi
yang tidak perlu.
Kedua, agar tetap tenang dengan berbagai kesulitan hidupnya. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tentu ia sanggup memikul beban
beratnya. Bahkan merasa senang dengan keadaan sulitnya itu. Seperti orang yang mengambil madu di sarang lebah, ia tidak akan pedulikan
sengatan lebah itu, karena ingat akan manisnya madu.
Begitu pula orang-orang yang tekun beribadah, mereka akan berjibaku apabila ia teringat surga yang indah dengan berbagai kenikmatannya;
kecantikan bidadari-bidadarinya, kemegahan istananya, kelezatan makanan dan minumannya, keindahan pakaian dan keelokan perhiasannya dan
semua yang disediakan Allah di dalamnya.
Di waktu yang lain, Imam Al-Ghazali menjelaskan ketika ditanya, Manakah yang lebih utama di antara sikap khauf dan raja`? Sang Hujjatul Islam
menjawab dengan pertanyaan balik. Mana yang lebih enak, roti atau air? Bagi orang yang lapar, roti lebih tepat. Bagi yang kehausan, air lebih pas.
Jika rasa lapar dan haus hadir bersamaan dan kedua rasa ini sama-sama besar porsinya, maka roti dan air perlu diasupkan bersama-sama, tambah
sufi terbesar sepanjang masa ini.
Bagaimana kalau orang yang tidak memiliki rasa takut dan tidak punya harapan? Tentu dia akan sembarangan dalam beramal atau tidak mau
berbuat apaapa. Dan tentunya sulit dijelaskan bagaimana ia bisa menjadi orang yang sukses.

44 Disampaikan cerita Kasih Sayang


tentang akibat balik Kasih sayang merupakan karunia nikmat yang sangat didambakan oleh semua orang. Karena dengan sifat ini, dapat tercipta kepedulian, kedamaian
perilaku kasih dan rasa empati kepada orang lain. Tidak hanya itu, kasih sayang dapat mendorong manusia untuk saling membantu untuk meringankan
sayang, Peserta didik penderitaan yang dialami oleh manusia lainnya. Tanpa adanya rasa kasih sayang, mungkin manusia akan menjadi sangat individualistis,
dapat egois dan tidak memikirkan kepentingan orang lain.
merekomendasikan Islam, sebagai agama yang sempurna, mempunyai konsep kasih sayang, memahami bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, dibekali
dengan akal, ghadhab dan nafsu. Karena manusia dibekali dengan akal dan nafsu, maka mereka tidak seperti malaikat yang selalu taat dengan
sikap kasih sayang.
perintah Allah, manusia terkadang lebih mengutamakan akal atau nafsunya dibandingkan perintah Allah.
Untuk itu, Islam mengatur batas-batas kasih sayang yang diperbolehkan, supaya berakibat baik bagi semua pihak. Konsep ibadah harus
dipahami sebagai prinsip dalam mengimplementasikan sifat kasih sayang diantara kita, yakni dalam menjalankan perintah dan menjauhi
larangan Allah Swt. Dengan memegang prinsip tersebut, kita akan terbiasa untuk meniatkan diri beribadah kepada Allah dalam setiap hal yang kita
lakukan, termasuk dalam hati atau perasaan kita. Tidak ada rasa kasih dan sayang yang kita berikan kepada makhluk lain kecuali untuk
memperoleh ridha Allah Swt.
Kasih sayang memiliki makna yang tidak terbatas. Memiliki rasa kasih sayang kepada makhluk lain merupakan fitrah yang dimiliki
manusia. Maka, tentu kita harus menempatkan rasa kasih sayang ini sesuai dengan batas-batas penciptaan kita sebagai makhluk Allah dan jangan
sampai melewati batas-batas hukum-Nya.
Perlu digaris bawahi bahwa sifat kasih sayang yang tidak didasari dengan prinsip penghambaan diri kepada Allah, adalah tidak benar. Yang
demikian itu justru akan memberikan energi negatif untuk beramal yang salah, tidak diterima oleh Allah, dan akan memberikan dampak buruk
kepada semua orang bahkan makhluk yang lain.

45 Dibuatkan narasi Pemaaf berarti orang yang rela member maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf dapat dimaknai sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa
tentang sikap menyisakan rasa benci dan keinginan untuk membalasnya. Sebenarnya kata pemaaf, adalah serapan dari Bahasa Arab, yakni al-‘afw yang berarti
pemaaf, Peserta maaf, ampun, dan anugerah.
Didik mampu Maaf sejatinya mudah difahami, tapi susah diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Hakiki maaf adalah lupa, benar-benar lupa dari memori otak
menyimpulkan kita tentang kesalahan orang lain yang berhubungan dengan kita. Memaafkan kesalahan si fulan berarti melupakan kesalahan si fulan terkait dengan
dampak baik perilaku kita. Pemaaf berarti orang yang dapat dengan mudah melupakan kejadian-kejadian buruk dan menyakitkan dirinya yang dilakukan oleh orang lain,
karena dorongan dari dalam jiwanya yang taat kepada perintah Allah untuk bisa memaafkan siapapun.
memaafkan orang
Meski sifat pemaaf itu sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, namun masih banyak orang susah untuk memaafkan kesalahan orang lain.
lain
Jika demikian adanya yakni banyak diantara kita yang masih sulit memaafkan, maka jangan diharap dendam dalam masyarakat kita akan bisa hilang.
Dan jangan berharap aka ada ketenangan dan ketentraman dalam masyarakat kita, kalau diantara kita belum ada saling memaafkan.
Sebab itu memaksakan diri untuk belajar dan berlatih untuk memiliki sifat pemaaf itu sangat perlu. Kita perlu belajar dan berlatih untuk bisa berlapang
dada sebagai cerminan sifat pemaaf. Dalam rangka belajar untuk bersifat pemaaf, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah para Rasul dan
sahabatnya. Allah mengajarkan kepada kita agar menjadi pribadi yang pemaaf, melalui kisah cerita, seperti kisah Abu Bakar as-Shidiq yang menjadi
sebab-sebab diturunkannya ayat berikut ini:

ۗ ۡ َ‫وا َو ۡلي‬
ْ ُ‫يل ٱهَّلل ۖ ِ َو ۡليَ ۡعف‬ ْ ُ‫َواَل يَ ۡأت َِل ُأوْ ل‬
ُ ‫صفَح ُٓو ْا َأاَل تُ ِحبُّونَ َأن يَ ۡغفِ َر ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡۚ َوٱهَّلل‬ ِ ِ‫ض ِل ِمن ُكمۡ َوٱل َّس َع ِة َأن ي ُۡؤتُ ٓو ْا ُأوْ لِي ۡٱلقُ ۡربَ ٰى َو ۡٱل َم ٰ َس ِكينَ َو ۡٱل ُم ٰهَ ِج ِرينَ فِي َسب‬
ۡ َ‫وا ۡٱلف‬
‫َّحي ٌم‬
ِ ‫ور ر‬ ٞ ُ‫َغف‬
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan member (bantuan)
kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nur/24: 22)
Selain kisah khalifah Abu Bakar, ada juga kisah dari Rasulullah SAW. Banyak kisah hidup beliau yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup,
termasuk salah satu sifat pemaafnya. Seperti kisah seorang wanita Yahudi yang mencoba meracuni Rasulullah dengan menabur racun dimakanan
beliau, namun Rasulullah terselamatkan. Hingga wanita itu mengakui perbuatannya kepada Rasulullah, dan beliau memaafkan wanita itu tanpa
menghukumnya.
Memberi maaf kepada orang lain yang bersalah merupakan cara bagaimana kita bisa membangun kembali tatanan masyarakat yang rusak.
Terutama dalam proses membangun keluarga diantara kita yang tentunya tidak luput dari kesalahankesalahan baik bapak, ibu maupun anak. Allah
Swt. berfirman:
‫َّحي ٌم‬ ْ ‫ُوا َوت َۡغفِر‬
ٞ ُ‫ُوا فَِإ َّن ٱهَّلل َ َغف‬
ِ ‫ور ر‬ ْ ‫َصفَح‬
ۡ ‫وا َوت‬ ۡ َ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َّن ِم ۡن َأ ۡز ٰ َو ِج ُكمۡ َوَأ ۡو ٰلَ ِد ُكمۡ َع ُد ٗ ّوا لَّ ُكمۡ ف‬
ْ ُ‫ٱح َذرُوهُمۡۚ َوِإن ت َۡعف‬
Artinya:
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara pasangan-pasanganmu dan anak-anakmu itu ada yang menjadi musuhmu. Maka hendaknya
kalian berhatihati dalam menghadapi mereka. Dan jika kalian bisa memaafkan, memperbaiki dan mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. At-Taghabun/64:14)
Ishlah diantara anggota keluarga yang telah disakiti rasanya susah untuk dilaksanakan, kalau masing-masing diantara mereka mengatakan tidak ada
maaf bagimu. Sebagai orang yang lebih mengerti di dalam keluarga, harus selalu waspada dengan anggota keluarga yang lainnya. Sebab diantara
mereka memang kadang ada yang mementingkan nafsunya dan mengikuti jalan setan. Mereka itu semua pada hakekatnya adalah musuh kita orang
yang beriman. Mereka biasnya keras kepala dan susah untuk menerima nasehat, sehingga kita perlu banyak mengalah untuk menang dengan selalu
memaafkan dan menasehati mereka secara ikhlas. Sebagai guru dijaman sekarang ini, dimana adab dan akhlak yang mulia mulai tercerabut dari
sikap dan tingkah laku anak-anak sekolah. Sikap pemaaf sangat diperlukan supaya dapat menebar senyum dihadapan peserta didiknya. Sehingga
menjadi panutan mereka.
46 Diilustrasikan Kata al-Rahmān (‫ )الرخمن‬berasal dari kata Rahīma (‫ )رخیم‬yang artinya menyayangi atau mengasihi yang terdiri dari huruf Rā, Hā, dan Mim, yang
tentang Sifat Al- mengandung makna kelemahlembutan, kasih sayang, dan kehalusan. Di dalam al-Qur’an kata al-Rahmān terulang sebanyak 57 kali, sedangkan
Rahman Allah Swt., al-Rahīm (‫ )الرخیم‬sebanyak 95 kali.. Al-Rahmān salah satunya berasal dari akar kata al-Rahm, saat seorang perempuan hamil, tempat janin bayinya
Peserta Didik mampu disebut dengan rahim. Disebut rahim karena janin tersebut dirawat, dilindungi, disayangi dalam berbagai hal. Kata rahim tersebut melahirkan kata
membuktikan al-Rahmān. Seseorang yang memiliki rahmah, adalah seseorang yang memiliki rasa kasih sayang kepadamu (have compassion towards you),
Kemahapenyayangan seseorang yang lembut dan mempermudah dirimu (want to be soft and easy with you). Ada saat-saat dimana kita akan mempertanyakan kasih
Allah Swt. sayang Allah kepada kita. Saat itu, mungkin adalah hari berat dalam hidup kita, saat itu, mungkin iman kita sedang begitu rendah. Saat itu,
mungkin juga kamu perlu lagi menengok makna al-Rahmān, mencoba berbaik sangka dan memikirkan kasih sayang dalam bentuk apa yang Allah
sedang berikan kepada kita, juga memikirkan betapa banyak hal buruk yang bisa terjadi pada kita, namun Allah menjaga kita dari hal-hal tersebut.
Lafaz al-Rahmān dan al-Rahīm keduanya merupakan isim yang berakar dari bentuk masdar al-Rahmān dengan maksud mubalagah; lafaz al-
Rahmān lebih balig (kuat) daripada lafaz al-Rahīm. Di dalam ungkapan Ibnu Jarir terkandung pengertian yang menunjukkan adanya riwayat yang
menyatakan kesepakatan ulama atas hal ini. Di dalam kitab tafsir sebagian ulama Salaf terdapat keterangan yang menunjukkan kepada pengertian
tersebut, seperti yang telah disebutkan di dalam asar mengenai kisah Nabi Isa a.s. Disebutkan bahwa dia pernah mengatakan, " al-Rahmān artinya
Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, sedangkan alRahīm artinya Yang Maha Penyayang di akhirat." Sebagian di antara mereka (ulama)
ada yang menduga bahwa lafaz ini tidak ber-musytaq; karena seandainya ber-musytaq, niscaya tidak dihubungkan dengan sebutan subyek yang
dibelaskasihani

Al-Qurtubi mengatakan bahwa nas hadis di atas mengandung isytiqaq (pengasalan kata), maka tidak ada maknanya untuk diperselisihkan dan Al-
Qurtubi mengatakan bahwa menurut pendapat lain lafaz al-Rahmān dan al-rahīm mempunyai makna yang sama; perihalnya sama dengan lafaz
nadmana dan nadim, menurut Abu Ubaid. Menurut pendapat yang lainnya lagi, sebuah isim yang ber-wazan fa'lana tidak sama dengan yang ber-
wazan fa'ilun, karena wazan fa'-lana hanya dilakukan untuk tujuan mubalagah fi'il, yang dimaksud misalnya seperti ucapan “rajulun gadbanu”
ditujukan kepada seorang lelaki yang pemarah. Sedangkan wazan fa'ilun adakalanya menunjukkan makna fa'il dan adakalanya menunjukkan
makna maful.
Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa al-Rahmān adalah isim yang mengandung makna umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus
dimiliki oleh Allah Swt., sedangkan alrahīm hanya di-khususkan buat orang-orang mukmin saja
Ibnul Mubarak mengatakan makna ar-rahman ialah "bila diminta memberi", sedangkan makna ar-rahim ialah "bila tidak diminta marah",
sebagaimana pengertian dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah.

Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama
selain-Nya, seperti lafaz Allah, alRahmān, al-Razīq, dan al-Khalīq serta lain-lainnya yang sejenis. Karena itulah dimulai dengan sebutan nama
Allah, kemudian disifati dengan al-Rahmān karena lafaz ini lebih khusus dan lebih makrifat daripada lafaz al-Rahīm. Karena penyebutan nama
pertama harus dilakukan dengan nama paling mulia, maka dalam urutannya diprioritaskan yang lebih khusus. Jika ditanyakan, "Bila lafaz al-
Rahmān lebih kuat mubalagah-nya, mengapa lafaz al-Rahīm juga disebut, padahal sudah cukup dengan menyebut al-Rahmān saja?" Telah
diriwayatkan dari Al-Khurrasani yang maknanya sebagai berikut : Mengingat ada yang menamakan dirinya dengan sebutan al-Rahmān selain Dia,
maka didatangkanlah lafaz al-Rahīm untuk membantah dugaan yang tidak benar itu, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang berhak disifati
dengan julukan al-rahmānirrahīm kecuali hanya Allah semata.
Muhammad Quraish Shihab menyatakan cenderung menguatkan pendapat yang menyatakan baik al-Rahmān maupun al-Rahīm terambil dari akar
kata Rahmat. Dalam salah satu hadist qudsi dinyatakan bahwa Allah berfirman: “Aku adalah al-Rahmān, Aku menciptakan rahīm, kuambilkan
untuknya nama yang berakar dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya (silaturrahim) akan Ku-sambung (rahmat-Ku) untuknya dan siapa yang
memutuskannya Kuputuskan (rahmat-Ku baginya). (HR. Abudaud dan Attirmizi melalui Abdurrahman bin ‘Áuf). Quraish menguatkan pendapatnya
dengan mengetengahkan pendapat menurut pakar bahasa Ibnu Faris (w. 395 H) semua kata yang terdiri dari huruf-huruf Ra’ Ha’ dan Mim,
mengandung makna “kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan”. Hubungan silaturahim adalah hubungan kasih sayang. Rahim adalah
peranakan/kandungan yang melahirkan kasih sayang. Kerabat juga dinamai rahim, karena kasih sayang yang terjalin diantara anggota-
anggotanya. Rahmat lahir dan nampak dipermukaan bila ada sesuatu yang dirahmati dan setiap yang dirahmati pastilah sesuatu yang butuh,
karena itu yang butuh tidak dapat dinamai rahim. Di sisi lain siapa yang bermaksud memenuhi kebutuhan pihak lain tetapi secara faktual dia tidak
melaksanakannya, maka ia juga dapat dinamai Rahim. Bila itu tidak terlaksana karena ketidakmampuannya, maka boleh jadi dia dinamai rahim,
ditinjau dari segi kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan yang menyentuh hatinya. Tetapi yang demikian ini adalah sesuatu yang tidak
sempurna. Rahmat yang menghiasi diri seseorang, tidak luput dari rasa pedih yang dialami oleh jiwa pemiliknya. Rasa itulah yang mendorongnya
untuk mencurahkan rahmat kepada yang dirahmati. Rahmat dalam pengertian demikian adalah rahmat makhluk, Al-Khaliq (Allah) tidak demikian.
Seperti -tulis Al-Ghazali- “Jangan Anda duga bahwa hal ini mengurangi makna rahmat Tuhan, bahkan di sanalah kesempurnaannya. Rahmat yang
tidak dibarengi oleh rasa pedih – sebagaimana rahmat Allah – tidak berkurang karena kesempurnaan rahmat yang ada di dalam, ditentukan oleh
kesempurnaan buah/hasil rahmat itu saat dianugerahkan kepada yang dirahmati dan betapapun Anda memenuhi secara sempurna kebutuhan
yang dirahmati, yang bersangkutan ini tidak merasakan sedikitpun apa yang dialami oleh yang memberinya rahmat. Kepedihan yang dialami oleh
sipemberi merupakan kelemahan makhluk”. Adapun yang menunjukkan kesempurnaan rahmat Ilahi walaupun Yang Maha Pengasih itu tidak
merasakan kepedihan, maka menurut Imam Al-Ghazali adalah karena makhluk yang mencurahkan rahmat saat merasakan kepedihan itu, hampir-
hampir saja dapat dikatakan bahwa saat ia mencurahkannya – ia sedang berupaya untuk menghilangkan rasa pedih itu dari dirinya, dan ini berarti
bahwa pemberiannya tidak luput dari kepentingan dirinya. Hal ini mengurangi kesempurnaan makna rahmat, yang seharusnya tidak disertai
dengan kepentingan diri, tidak pula untuk menghilangkan rasa pedih tetapi semata-mata demi kepentingan yang dirahmati.

Masih menurut Quraish Shihab, menurut Al-Ghazali buah yang dihasilkan oleh alRahmān pada aktivitas seseorang adalah bahwa “ia akan
merasakan rahmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba Allah yang lengah, dan ini mengantar yang bersanguktan untuk mengalihkan mereka
dari jalan kelengahan, menuju Allah. Dengan memberinya nasehat secara lemah lembut – tidak dengan kekerasan, memandang orang-orang
berdosa dengan pandangan kasih sayang- bukan dengan gangguan. Memandang setiap kedurhakaan yang terjadi di alam raya, bagai
kedurhakaan terhadap dirinya, sehingga dia tidak menyisihkan sedikit upaya apapun untuk menghilangkannya sesuai kemampuannya, sebagai
pengejewantahan dari rahmatnya terhadap si durhaka jangan sampai ia mendapatkan murka-Nya dan kejauhan dari sisi-Nya”. Sedang buah al-
Rahīm menurut Al-Ghazali adalah, “Tidak membiarkan seorang yang butuh kecuali berupaya memenuhi kebutuhannya, tidak juga membiarkan
seorang fakir disekililingnya atau di negerinya kecuali dia berusaha untuk membantu dan menampik kefakirannya, dengan harta, kedudukan, atau
berusaha melalui orang ketiga, sehingga terpenuhi kebutuhannya. Kalau semua itu tidak berhasil ia lakukan, maka hendaklah ia membantunya
dengan doa serta menampakkan rasa kesedihan dan kepedihan atas penderitaanaya. Itu semua, sebagai tanda kasih sayang dan dengan
demikian ia bagaikan serupa dengan yang dikasihnya itu dalam kesulitan dan kebutuhan. Demikian Al-Ghazali.

Kita juga dapat berkata bahwa seseorang yang menghayati bahwa Allah adalah alRahmān (Pemberi Rahmat) karena Dia al-Rahīm (melekat pada
dirinya sifat rahmat), akan berusaha memantapkan pada dirinya sifat rahmat dan kasih sayang, sehingga menjadi ciri kepribadiannya. Selanjutnya
ia tak akan ragu atau segan mencurahkan rahmat kasih sayang itu kepada sesama manusia tanpa membedakan suku, ras atau agama maupun
tingkat keimanan serta memberi pula rahmat dan kasih sayang kepada makhluk-makhluk lain baik yang hidup maupun yang mati. Ia akan menjadi
bagai matahari yang tidak kikir atau bosan memancarkan cahaya dan kehangatannya kepada siapapun dan dimanapun. Kalaupun terdapat
perbedaan dalam perolehan cahaya dan kehangatan, maka itu lebih banyak disebabkan oleh posisi penerima bukan posisi pemberi, karena
matahari selalu konsisten dalam perjalannya lagi memiliki aturan atau hukum-hukum yang tidak berubah. Itulah buah yang diharapkan dari bacaan
al-Rahmān dan al-Rahīm.

47 Diilustrasikan Setelah al-Rabb, maka sifat Allah yang menyusul adalah al-Malik (‫)الملك‬, yang secara umum diartikan raja atau penguasa. Penempatan
tentang Sifat Al- susunannya seperti ini sejalan dengan penempatannya dengan sekian banyak ayat al-Qur'an, antara lain pada surah al-Fatihah dan surah al-
Malik Allah Swt., Hasyar. Oleh karena rahmat yang dicurahkan Allah kepada hamba-hambaNya dan yang dilukiskan dengan kata Raḥmān itu disebabkan karena
Peserta Didik mampu Dia juga Raḥīm, memiliki sifat Raḥmān yang melekat pada diriNya. Namun siapa yang memiliki sifat rahmat, belum tentu memiliki sifat kekuasaan
membuktikan dan hanya Allah yang memiliki yakni memiliki kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan. Kata "Malik" mengandung arti penguasaan terhadap
Kepemilikkekuasaan sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. Kata "Malik" yang biasa diterjemahkan raja adalah yang menguasai dan
Tunggal Allah Swt. menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan. Karena itu, biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang
sifatya tidak dapat menerima perintah dan larangan. Salah satu kata "Malik" dalam alQur'an adalah yang terdapat dalam surah al-Nās, yakni "Malik
al-nās" (Raja manusia).
Dalam Al-Qur'an, tanda-tanda kepemilikan kerajaan adalah kehadiran banyak pihak kepadaNya untuk bermohon agar dipenuhi kebutuhannya atau
untuk menyampaikan persoalanpersoalan besar agar dapat tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani
kebutuhan makhlukNya. Sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur'an: "Setiap yang di langit dan di bumi bermohon kepadaNya. Setiap saat dia
dalam kesibukan (memenuhi kebutuhan mereka) (QS. al-Rahmān ayat 29). Kata "Malik" terdiri dari tiga huruf yakni Mim, Lam, dan Ka. Yang
rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata Malik pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata Malik terulang di dalam
al-Qur'an sebanyak 5 (lima) kali, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata "hak" dalam arti yang "pasti dan sempurna," yaitu terdapat dalam
surah Thaha ayat 114 dan surah al-Mukminun ayat 122, “Dan adapun kerajaan Allah mencakup kerajaan lagit dan bumi.” Allah berfirman dalam
surah al-Zukhruf ayat 85: "Maha suci Allah yang milik-Nya kerajaan/kekuasaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Disisi-Nya
pengetahuan tentang kiamat dan hanya kepadaNya kamu di kembalikan". Demikian pula Allah juga pemilik kerajaan akhirat, hal tersebut terdapat
dalam surah al-an'am ayat 73 dan surah al-Hajj ayat 56: "Dan milikNya kerajaan/kekuasaan pada hari ditiup sangkakala " "Kerajaan pada hari itu
(kiamat) adalah milik Allah".
Imam Al-Gazali menjelaskan arti "Malik" yang berarti raja yang merupakan salah satu nama Asmaul Husna dengan menyatakan bahwa "Malik"
adalah yang tidak butuh pada zat dan sifat-Nya segala yang wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepadaNya segala sesuatu yang menyangkut
segala sesuatu, baik pada zatNya, sifatNya, wujudNya dan kesinambungan eksistensinya. Bahkan wujud segala sesuatu, bersumber dari-Nya,
atau dari sesuatu bersumber dari-Nya. maka segala sesuatu selain-Nya menjadi milikNya dalam zat dan sifatnya dan membutuhkanNya.
Demikianlah itu raja yang mutlak". Disini terlihat perbedaan antara "Malik" yang berarti "Raja" dan "Maalik" yang diartikan "pemilik". Seseorang
pemilik belum tentu menjadi raja, sebaliknya pemilikan seorang raja biasanya melebihi pemilikan pemilik yang bukan raja. Oleh karenanya, Allah
adalah raja sekaligus pemilik. Kepemilikan Allah berbeda dengan kepemilikan makhluk/manusia. Allah swt berwewenang penuh untuk melakukan
apa saja terhdap apa yang dimilikiNya.
Al-Mulku berakar pada kata mim, lam, dan kaf yang mengandung makna pokok “keabsahan dan kemampuan”. Dari makna yang pertama
terbentuk kerja malaka – yamliku – mulkan artinya menguasai. Dari sini diperoleh kata malik dan mulk masing-masing artinya raja dan kekuasaan.
Dalam al-Qur’an penggunaannya bisa dilihat pada surat Al-Baqaraah ayat 247. “Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Alloh
telah membangkitkan untuk kamu Thalut sebagai “malik” Mereka menjawab, “Bagaimana ia mempunyai mulku atas kami, padahal kami lah yang
berhak memegang mulki darinya, karena ia tidak memiliki kekayaan”.
Ayat ini menceritakan penolakan Bani Israil atas kepemimpinan Thalut, karena memandang Thalut tidak memiliki apa yang menurut mereka
menjadi syarat kepemimpinan. Menurut ilmu politik dan ilmu Negara sendiri malik, dalam hal ini adalah raja, diartikan sebagai seorang yang
mewarisi kekuasaan dari penguasa sebelumnya, kekuasaannya disebut mulk, kerajaan. Pengertian Malik menurut al-Qur’an adalah lebih luas, ia
bermakna raja, tapi juga pemilik kekuasaan, artinya bukan hanya penguasaan akan tetapi juga kepemilikan. Pengertian tersebut dapat di lihat
dalam QS. 3: 26; “Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Tuhan yang memiliki kekuasaan! Engkaulah yang memberi kekuasaan kepada siapa
yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yangmemuliakan siapa
yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkau sajalah adanya segala
kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. Dalam ayat tersebut digambarkan bahwa Alloh pemilik dari kekuasaan
(malik-ul mulki) dan memberikan dan mencabut kekuasaan tersebut kepada siapa yang dikehendakinya. Sedangkan dalam QS. 59: 23, dikatakan
bahwa Alloh adalah Al-Malik. Dengan melihat ayat tersebut bisa kita simpulkan bahwa suatu kekuasaan hakekatnya adalah milik Alloh SWT dan
manusia hanyalah berkuasa dengan izin dari Alloh SWT. Ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan kata ini secara umum, artinya tidak hanya merujuk
kepada suatu kekuasaan politik saja.

48 Dikisahkan tentang Mukjizat juga mendapatkan perhatian dan kajian mendalam bagi para Saintis dan Filosof, Salah Satunya yaitu St. Thomas Aquinas (1226-1274)
hasil penemuan ilmu yang mengatakan bahwa Mukjizat merupakan suatu kejadian teratur yang bersifat supranatural dan disebabkan oleh faktor-faktor ilahi. Menurut
pengetahuan Aquinas sendiri, di alam semesta ada dua bentuk keteraturan yang berjenjang dan bertingkat.
modern, Peserta Pertama, keteraturan alami yang terdapat pada benda-benda dimana berasal dari kehendak dan keinginan Tuhan dan bukan dari kemestian
Didik dapat esensi dan alami dari benda-benda tersebut. Namun, Tuhan juga meletakkan keteraturan yang bersifat Kausalitas pada semua benda di alam,
menyimpulkan benda-benda tersebut tersebut berjalan di atas keteraturan esensial dan alaminya masing-masing.
keotentikan Kedua, keteraturan mutlak Tuhan, dimana berasal dari ilmu dan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, walaupun realitas mukjizat “bertentangan”
kemukjizatan dengan keteraturan dan tatanan alam tapi tak bertolak belakang dan bahkan sesuai dengan keteraturan mutlak dan kehendak Tuhan.
Alquran. David Hume (1711-1776) mempunyai pendapat lain mengenai Mukjizat. Menurutnya, dalam makalah yang sangat terkenal bertema “Darbore-ye
mukjizat (Tentang Mukjizat)”. Pada bagian pertama dalam makalah tersebut David Hume berusaha menunjukkan bahwa kejadian mukjizat
dikarenakan bertolak belakang dengan hukum alam maka menjadi sangat kecil kemungkinannya dapat ditetapkan dengan bantuan bukti sejarah
yang walaupun bukti itu sangat kuat dan otentik, tapi akan menjadi mungkin bila dijelaskan dengan dalil-dalil rasional tentang keadaan dan proses
yang paling sempurna dari kejadiannya.
Bagian kedua dari makalah tersebut ia berargumentasi bahwa, dengan asumsi mukjizat dapat dibuktikan, walaupun terdapat bukti-bukti sejarah
yang otentik dimana digunakan oleh semua orang beragama untuk menyampaikan kejadian mukjizat, tetapi tak satupun yang dapat dijadikan
sandaran dan karena itulah kita tidak memiliki bukti-bukti sejarah yang otentik dan dalil yang kuat atas kejadian mukjizat. Disini jelas bahwa David
Hume menolak adanya mukjizat, ada beberapa Argumen David Hume dalam menolak adanya kemungkinan pembuktian mukjizat, berpijak pada
dasar-dasar di bawah ini:
1. Eksperimen ilmiah merupakan satu-satunya petunjuk dan tolok ukur kita dalam berargumen tentang masalah-masalah yang terjadi dan
sebagai sumber otentik untuk penyelesaian segala perbedaan.
2. Orang yang berakal niscaya menyesuaikan kepercayaan dan keyakinannya dengan dalil dan argumen, oleh karena itu, semakin jauh subyek
permasalahan (kejadian) dengan realitas keseharian kita, maka untuk sampai pada keyakinan kuat atas sesuatu yang terjadi mesti dibutuhkan
dalil-dalil yang semakin kuat pula. Kebutuhan akan dalil dan bukti yang kuat akan semakin urgen ketika diperhadapkan dengan subyek
masalah yang ajaib, asing, aneh dan bahkan bertentangan dengan hukum-hukum alam, karena dalam hal ini, kita berhadapan dengan dua
realitas yang saling bertolak belakang, maka kita terpaksa membandingkan dua realitas tersebut dan kemudian memilih salah satu realitas
tersebut yang mengandung tingkat persentase pertentangan yang rendah.
3. Keyakinan kita kepada bukti, dalil, laporan dan berita berpijak pada pendekatan empirisitas. Alasan kepercayaan kita kepada setiap pembawa
berita dan para saksi sama sekali tidak berangkat dari hubungan kemestian dan keniscayaan antara bukti-bukti dan realitas peristiwa yang
diketahui saling mendahului satu sama lain.
4. Pertentangan mukjizat dengan kenyataan hakiki alam dan alur panjang pengalaman kehidupan manusia serta dalil-dalil empiris merupakan
alasan yang terkuat atas kerumitan pembuktiannya.
Berdasarkan pokok-pokok tersebut di atas, Hume berkata, “Jika ada bukti dan dalil yang kuat atas kejadian mukjizat, maka kita bisa namakan
dalil tersebut sebagai dalil versus dalil atau bukti lawan bukti, karena dari satu sisi bukti dan dalil tersebut sebegitu kuat dan otentik sehingga
ketika obyek berita dinafikan maka dalil tersebut secara esensial merupakan dalil yang sempurna.
Ahmad ibn Ishaq al-Ruwandi (w. akhir abad III H) seorang Filsuf berkebangsaan Yahudi mengatakan Mukjizat hanya semacam cerita khayal
belaka yang hanya menyesatkan manusia. Siapa yang dapat menerima batu dapat bertasbih dan serigala dapat berbicara. Kalau sekiranya Allah
swt membantu umat Islam dalam perang Badar mengapa dalam Perang Uhud tidak? al-Ruwandi juga mengingkari mukjizat Al-Qur’an karena Al-
Qur’an bukan persoalan yang luar biasa (Khariq al-‘adah). Orang non-Arab jelas heran dengan balaghah AlQur’an, karena mereka tidak kenal dan
mengerti bahasa Arab dan Muhammad adalah orang yang paling fasih di kalangan orang Arab. Sehingga daripada membaca kitab suci lebih
berguna membaca buku Filsafat Epicurus, Plato, Aristoteles, dan buku Astronomi, Logika, serta Obatobatan.
Berdasarkan paparan di atas, makna mukjizat mempunyai perbedaan antara para sainstis, Filosofis, dan tokoh agama. Dengan makna yang
berbeda-beda menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam Al-Qur’an. Makna mukjizat yang berbeda-beda disebabkan oleh sudut pandang yang
berbeda-beda mengenai sesuatu di luar nalar manusia biasa. Para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat mukjizat dalam al-Qur’an mempunyai
perbedan penafsiran. Ada mufassir yang mencoba menafsirkan dengan makna majazi seakan-akan rasional dan masuk akal, mufassir lain
menafsirkan dengan makna hakiki dan memaknai bahwa mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa. Namun, ketika memaknai Al-Qur’an sebagai
mukjizat Rasulallah saw terdapat kerancuan, dikarenakan memaknai mukjizat para Nabi sebelumnya majazi sedangkan Al-Qur’an secara hakiki.
Menerima Al-Qur’an sebagai mukjizat, namun tidak menerima perkara yang luar biasa yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya sebagai
mukjizat.
49 Dikisahkan tentang Salah satu keyakinan tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah yakin atau percaya sepenuhnya akan adanya karomah, yang dimana
perilaku seorang karomah ini datang dari sisi Allah. Karomah pada dasarnya merupakan suatu hal yang dianggap bertentangan dengan adat kebiasaan manusia
wali, Peserta Didik pada umumnya, dan karomah ini hanya diberikan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh. Menurut Syekh Akbar Muhammad Fathurahman,
karomah adalah pemberian dari Allah SWT dalam bentuk pertolongan-Nya yang diberikan kepada seseorang yang membela agama Allah.
dapat mengkritisi
Sifat Karomah adalah kejadian di luar batas kemampuan manusia pada umumnnya atau keluar dari kebiasaan pada umumnnya. Karomah
pandangan tentang
merupakan bagian dari Mawahib (anugerah) Allah yang didapat tanpa melalui proses usaha juga terjadi hanya sesekali saja.
Karomah.
Karamah berasal dari bahasa arab ‫كرم‬berarti kemuliaan, keluhuran, dan anugerah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengistilahkan
karomah dengan keramat diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu diluar kemampuan manusia biasa karena ketaqwaanya kepada Tuhan.
Menurut ulama sufi, karamah berarti keadaan luar biasa yang diberikan Allah SWT kepada para wali-Nya. Wali ialah orang yang beriman,
bertakwa, dan beramal shaleh kepada Allah SWT. Ulama’ sufi meyakini bahwa para wali mempunyai keistimewaan, misalnya kemampuan melihat
hal-hal ghaib yang tidak dimiliki oleh manusia umumnya. Allah SWT dapat memberi karamah kepada orang beriman, takwa, dan beramal shaleh
menurut kehendaknya. Peristiwa yang disaksikan Nabi Zakaria a.s. merupakan karamah yang dianugerahkan Allah SWT kepada maryam binti
Imran. Allah SWT mentakdirkan bahwa pengasuh Maryam adalah pamannya sendiri, yakni Nabi Zakaria a.s. Karomah memang identik dengan
hal-hal yang tidak masuk nalar. Akan tetapi ia adalah nyata dan haqq, seperti halnya mukjizat para nabi. Bedanya, jika mukjizat disertai dengan
pengakuan kenabian (nubuwwah), pada karomah hal itu tidak ada. Karomah ini oleh Allah diberikan kepada para wali yang benar-benar beriman
dan bertakwa hanya kepada Allah.

Pengertian dari karomah itu sendiri menurut Abul Qasim al-Qusyairi yaitu karomah merupakan suatu aktivitas yang dianggap sebagai hal
yang bertentangan dengan adat kebiasaan manusia pada umumnya, yaitu dapat juga dianggap sebagai realitas sifat wali-wali Allah
tentang sebuah makna kebenaran dalam situasi yang dianggap kurang baik. Karomah ini juga dapat dianggap sebagai hal yang sangat luar
biasa yang diberikan oleh Allah kepada kekasihkekasih pilihanNya. Sedangkan menurut Syeck Ibrahim Al Bajuri dalam kitabnya dijelaskan bahwa
karomah adalah sesuatu luar biasa yang tampak dari kekuasaan seorang hamba yang telah jelas kebaikannya yang diteyapkan karena adanya
ketekunan didalam mengikuti syariat nabi.
Selanjutnya Said Hawwa juga menjelaskan bahwa karomah memang benar-benar telah terjadi dan akan tetap terjadi pada wilayah
tasawuf. Karomah juga bisa terjadi pada orang yang belum sempurna istiqamahnya. Tapi bagi orang-orang yang benar-benar lurus,
istiqamah, dan tampak karomahnya, barangkali karomahnya tersebut identik dengan tanda kewalian. Karomah dapat berarti juga
peristiwa yang luar biasa, yang keluar dari hukum alam. Namun karomah tersebut dapat pula berarti merupakan akibat dari suatu sebab
tapi masih dalam lingkup manifestasi taufik Allah.
Adapun dalam kitab Jauharut Tauhid karya Syaik Ibrahim al-Laqqani ini sendiri tertulis atau tergambar berbagai macam tokoh atas bermacam-
macam karomah, yaitu dimana salah satunya ialah kisah dari pada Ashabul Kahfi yakni ketujuh orang pemuda keturunan bangsawan dari Rum
yang sangat mengkhawatirkan keimanan mereka. Peristiwa ini terjadi sesudah zaman Nabi Isa A.S. Raja mereka tidak sepaham bahkan sangat
benci sekali dengan apa yang mereka yakini. Mereka pun keluar menjauhi kerajaan dan masuk kedalam gua lalu tertidur didalamnya selama 309
tahun. Dan itulah salah satu dari pada bentuk karomah yang ada dalam islam versi kitab Jauharut Tauhid karangan Syaikh Ibrahim Al-Laqqani.
Adapun jika kita mengambil contoh lain ialah kejadian yang dialami oleh Maryam Binti Imran R.A. yang selalu mendapatkan makanan di Mihrab,
sedangkan Maryam sendiri tidak pernah keluar dari Mihrab. Hal ini diabadikan dalam Q.S. Al-Imran ayat 37. Selain itu, kejadian pada Amir Bin
Fuhairah ketika wafat, jasadnya diangkat oleh para malaikat dan disaksikan oleh para sahabatnya Amir bin Thufail.

Kemudian pada buku Meluruskan Pemahaman Tentang Wali karya Abu Fajar Alqalami, dijelaskan bahwa karomah atau kekeramatan disebut
juga khariqul ’adah, yaitu suatu kejadian yang dianggap luar biasa. Karomah ini diberikan oleh Allah kepada kekasih-kekasih pilihanNya yang
bertakwa, shalih sebagai hujjah agamaNya dan untuk menolong mereka dari usuh-musuh Allah, sebagaimana mukjizat para nabi sebagai hujjah
orang-orang yang ingkar kepada Allah. Lebih lanjut lagi, dijelaskan bahwa menurut arti asalnya karomah ialah kemuliaan atau kemurahan hati.
Sedangkan menurut istilah perwalian, karomah mempunyai makna kejadian luar biasa (khairqul’adah) yang terjadi pada wali (kekasih-kekasih
Allah).

Karomah pemberian Allah itu pada dasarnya adalah sebagian dari mukjizat-mikjizat para nabiNya. Sebagian mukjizat Nabi Muhammad SAW
diantaranya yaitu Nabi Muhammad SAW dapat membelah bulan dengan ijin Allah (HR. Bukhari dan Muslim), dan batu-batu kerikil tibatiba
mengucapkan tasbih ketika dipegang dan diletakkan ditelapak tangan Nabi SAW (HR. Bazzar dari Abu Dzar). Di samping itu, ada juga sahabat-
sahabat Nabi yang termasuk dalam kategori wali Allah dan mempunyai karomah dalam dirinya. Wali Allah sama sekali tidak pernah dengan
sengaja menampakkan kekeramatannya di depan orang banyak sekedar agar mendapat pujian. Namun kekeramatannya itu muncul karena hujjah
atau dalam keadaan terpaksa.Adapun bilamana ada seorang wali Allah yang dimana dirinya hanya mengharapkan untuk mendapatkan karomah,
maka wali tersebut tidak termasuk dalam golongan wali yang tinggi derajatnya. Ibnu Athaillah pernah mengatakan bahwa: “Kemahuan yang tinggi
tidak sampai menembusi tembok-tembok takdir.” Maksud dari perkataan Ibnu Athaillah ini adalah karomah tidak akan bertentangan dengan takdir
yang telah ditetapkan, karena semua yang terjadi di alam raya ini baik hal biasa maupun hal yang luar biasa sumber utamanya adalah takdir yang
telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena hal tersebut, maka pada umumnya apaapa kemauan dari wali tidaklah pernah bertentangan dengan takdir
yang telah ditetapkan tersebut.
Selanjutnya, sebagian ciri-ciri seorang hamba yang memiliki karomah diantaranya yaitu:
(1) tidak memiliki doa-doa khusus sebagai suatu bacaan;
(2) karomah hanya terjadi pada seorang yang sholeh;
(3) seseorang yang memiliki karomah tidak pernah secara sengaja mengaku-ngaku bahwa dirinya memiliki karomah.
Maksud atau tujuan dari pemberian karomah tersebut kepada para wali ialah:
(1) dapat lebih meningkatkan keimanan kepada Allah;
(2) masyarakat menjadi lebih percaya kepada seorang wali Allah, yang senantiasa meneruskan perjuangan nabi Muhammad SAW; dan
(3) karomah merupakan bukti nyata meninggikan derajat seorang wali agar dirinya selalu tetap istiqomah di jalan Allah.
cara mandiri dan diumumkan.

Macam-Macam Karomah
Dalam Iqādhul Himami sarah dari al-Hikam disebutkan karomah itu ada dua macam, karomah hissyah seperti terbang di udara, berjalan di atas air,
dan karomah ma’nawiyah seperti terbukanya hijab kelalaian, sucinya hati/kasyaf, nyatanya ‘irfan dan naik pada maqam ihsan.
Seseorang mendapatkan karomah hissiyah karena dirinya telah keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh manusia, banyak makan,
minum, tidur, berpakain indah, campur dengan manusia, banyak bicara, permusuhan dan tengelam dalam ibadah dhahir dan ilmu-ilmu dhahir.
Sedangkan karomah ma’nawiyah diperoleh karena dia telah meninggalkan kebiasaan ma’nawiyah seperti cinta pada kedudukan dan kemulyaan,
mencari keistimewaan, cinta dunia dan pujian, dengki, ujub, sombong, riya’, tama’ takut miskin dan lain-laim. Jadi barang siapa yang meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan hissiyah (jasad) dengan riadhah maka dirinya akan mendapatkan karomah hissiyah seperti terbang di udara, berjalan di atas
air dan lain sebagainya. Dan barang siapa yang meninggalkan kebiasaan-kebiasaan ma’nawi maka akan mendapat karomah ma’nawiyah, seperti
kasyaf. Imam Tajus Subhi menyebutkan dalam Tabaqaatul Qubra Karomah itu bermacam-macam.
Adapun Alam ruhani thīn (tanah) yaitu setiap hamba yang memiliki sifat-sifat malaikat yang selalu menghadap Allah dalam kesungguhan
perjuangan dan memiliki sifat-sifat yang sempurna seperti Nabi Khidhir, dan hamba sepertinya. Tidakkah kamu melihat Ibrahim AlKhawas ketika
berkumpul dengan Nabi Khidhir, bagaimana berkumpulnya Ibrahim dengannya dijadikan karomah. Maka Ibrahim berkata kepada Nabi Khidhir
“Dengan apa aku dapat melihatmu?” Nabi Khidhir menjawab “Dengan kebaikanmu terhadap ibumu”. Maka berkumpul dengan para sayyid
menjadikan wali berbahagia, dan nyatalah bahwa Allah SWT menemani para wali, yaitu Allah mengumpulkan para wali dengan hamba yang ta’at
Para ulama sepakat bahwa karamah terjadi pada diri para wali. Menurut al-Hujwiri (w. 465 H/ 1072 M) seorang penulis tasawuf, karamah bisa
diberikan kepada seorang wali selama ia tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama. Sebab karamah itu merupakan tanda kelurusan seorang
wali. Allah tidak akan pernah memberikan karamah kepada orang yang tidak berpegang teguh kepada syari‟at, meskipun ia mengaku dirinya wali.
Pengakuan orang menjadi wali dan mendapatkan karamah, padahal ia tidak berpegang teguh kepada syari‟at menunjukan bahwa pengakuannya
sebagai wali itu palsu. Sejalan dengan pendapat al-Hujwiri, Syaikh Yusuf Taj al-Khalwat (1699 M) menyatakan, “Kaum arīfun bi Allah (para sufi
yang telah ma‟rifat kepada Allah) bersepakat bahwa berpegang kepada syari‟at merupakan syarat memperoleh ke alian. Tanpa berpegang dan
mengamalkan syari‟at, seseorang selamanya tidak akan pernah menjadi wali meskipun dapat menunjukan sesuatu yang bertentangan dengan
hukum alam. Sebab, sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam bisa terjadi pada seseorang yang bukan wali yang dinamakan istidraj.
Karamah muncul dari seorang yang shaleh yang berpegang kepada syariat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah,
yaitu: “Wali Allah adalah orang-orang mukmin yang bertaqwa kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada ketakutan pada diri
mereka dan mereka tidak merasa hawatir. Mereka beriman dan bertaqwa kepada Allah, bertaqwa dalam pengertian mentaati firman-firman-Nya,
penciptaanNya, izin-Nya, dan kehendak-Nya yang termasuk dalam ruang lingkungan agama. Semua itu kadang-kadang menghasilkan berbagai
karamah pada diri mereka sebagai hujjah dalam agama dan bagi kaum muslimin, tetapi karamah tersebut tidak akan pernah ada kecuali dengan
menjalankan syari’at yang dibawa Rasulullah saw.
Al-Husayni, penulis kitab Jamharat al-Awliya wa A’lam Ahl al-Tasawwuf, membagi Karamah kedalam dua jenis. Pertama, Karamah al-Hisiyyah atau
karamah yang bersifat fisikindrawi. Kedua, Karamah al-Ma’nawiyyah atau karamah yang bersifat maknawi. Karamah yang pertama merupakan
sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan atau hukum alam secara fisik-indrawi seperti kemampuan seseorang berjalan diatas air atau
berjalan di udara. Karamah yang kedua merupakan sikap istiqamah seorang hamba di dalam menjalin hubungan dengan Allah secara lahiriah
maupun secara batiniah yang menyebabkan hijab (tabir) tersingkap dari kalbunya hingga ia mengenal kekasihnya dan merasa ketentraman
dengan Allah.

Di antara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul Qornain yaitu seorang raja yang shalih yang
Allah nyatakan: “Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan untuk
mencapai segala sesuatu”. (Al Kahfi :84) Dan juga dialah yang telah membuat pembatas yang membatasi antara manusia dengan Ya’juj dan Ma’juj
hingga hari akhir, kisah ini terdapat dalam surat Al Kahfi:83-98.
Di antara Karomah para wali juga apa yang terjadi pada kedua orang tua seorang anak yang dibunuh oleh nabi Khidhir yang ketika itu nabi Musa
mengatakan: “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih padahal dia tidak membunuh orang lain,” yang kemudian Khidhir menjawabnya: “Dan
adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang yang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan menariknya kepada kesesatan dan
kekafiran.” (Al Kahfi:74)
Apa yang disebutkan di dalam kisah tiga orang yang berlindung kedalam gua namun tiba-tiba jatuhlah batu besar sehingga menutupi pintu gua dan
akhirnya mereka tekurung di dalamnya, kemudian mereka bertawassul dengan amalan-amalan shalih masing-masing. Salah seorang diantara
mereka ada yang bertawassul dengan amalan shalihnya yaitu berbakti kepada kedua orang tuanya, yang kemudian ia berdoa: “Ya Allah jika
perbuatan ini semata-mata karena mengharap ridho-Mu maka geserlah batu ini.” Kemudian batu itu bergeser sedikit.

Orang kedua pun bertawassul dengan amalan shalihnya yaitu dengan dia bisa menjaga dirinya dari terjatuh ke dalam perbuatan zina dengan
saudara sepupunya, padahal ia mampu untuk melakukan perbuatan itu. Kemudian batu itu bergeser sedikit namun mereka belum bisa keluar.
Kemudian orang yang ketiga bertawassul dengan amalan kebaikannya, yang ketika dulu ia pernah berbuat baik kepada karyawannya yang pergi
meninggalkannya tanpa mengambil gajinya terlebih dahulu, kemudian gajinya itu dia kembangkan dengan penuh amanah sampai harta tersebut
menjadi banyak, selang beberapa tahun karyawan itu datang kembali untuk mengambil gajinya yang dulu belum ia ambil, kemudian orang itu
memberikan semua gajinya yang telah berkembang menjadi harta yang banyak, maka batu pun bergeser sehingga mereka dapat keluar dari gua
tersebut, Allah selamatkan mereka dengan sebab tawassul mereka itu.Kisah tersebut terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim dari sahabat Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma. Para ulama menyebutkan bahwa kisah di atas termasuk Karomah para wali.

Apa yang terjadi pada Ummul mukminin Khodijah bahwasanya Jibril datang pada Rasulullah dengan menyampaikan salam Allah untuk Khodijah
serta menyampaikan berita gembira baginya bahwa ia akan mendapatkan rumah yang terbuat dari permata berlian yang indah di jannah. (HR.
Bukhori dari sahabat ‘Aisyah). Dan ini merupakan dalil bahwa Karomah pun terjadi pada seorang perempuan. Apa yang telah mutawatir tentang
berita salafus shalih akan perkara Karomah yang terjadi pada diri mereka, dan generasi setelah mereka.

Mu’jizat terjadinya dengan unsur kesengajaan dan ada kaitannya dengan kenabian, adapun Karomah terjadinya tidak demikian. Karomah
terjadinya pada seseorang baik laki-laki maupun perempuan merdeka maupun budak, selama ia seorang yang shalih. Sedang mu’jizat tidaklah
terjadi kecuali pada seorang Nabi atau Rasul yang tentunya seorang Nabi atau Rasul adalah seorang laki-laki dan bukan seorang budak. Ada
sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga bukan Karomah, dia adalah “al-Ahwal al-Syaithoniyyah” (perbuatan syaithon). Inilah yang banyak menipu kaum
muslimin, dengan anggapan bahwa ia Karomah, padahal justru tidak ada kaitannya dengan Karomah, karena karomah datangnya dari Allah
sedangkan ia jelas datangnya dari syaithon. Sebagaimana yang terjadi pada Musailamah al-Kadzdzab dan alAswad al-Ansyi (dua orang pendusta
di zaman Rasulullah yang mengaku menjadi nabi) dan menyampaikan perkara-perkara yang ghoib, ini jelas merupakan perbuatan syaithon.
Demikian pula Karomah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah.

Ada beberapa kelompok yang mengingkari adanya Karomah, yaitu: Jahmiyah, Mu’tazilah’ dan Wahabiyah. Mereka berdalil dengan syubhat-
syubhat yang dilandasi dengan akal mereka yang rendah. Mereka mengatakan: “Bahwa terjadinya Karomah itu hanya merupakan perkara yang
akan menjadikan kesamaran antara nabi dengan para wali dan antara wali dengan Dajjal.” Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah: Pertama:
kita yakin dengan keyakinan yang penuh bahwa Karomah itu benar-benar ada berdasarkan dalil baik dari alQur’an maupun Sunnah Nabi dan
kenyataan yang ada. Kedua: ucapan mereka bahwa Karomah dapat menjadikan kesamaran antara wali dengan seorang Nabi, justru tidaklah
demikian karena wali sama sekali tidak berkaitan dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari Karomah itu dikarenakan kuatnya keimanan dan
ketakwaan dia kepada Allah dan disebabkan waro’nya.

Sedangkan kesamaan antara wali dengan Dajjal, maka sungguh dapat dilihat dari kehidupan seseorang yang terjadi padanya keluarbiasaan itu.
Kemudian dilihat dari keadaan orang ini apakah dia seorang yang shalih atau seorang yang fasiq. Demikianlah timbangan yang benar di dalam
menghukumi seseorang yang terjadi padanya perkara-perkara yang diluar kebiasaan manusia.

Karomah sebagaimana mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang dianugrahkan kepada para kekasih Allah, namun tidak disertai dnegan
pengakuan kenabian dari mereka. Lain halnya dengan mukjizat, ketampakannya itu disertai dnegan pengakuan kenabian dari seorang nabi yang
membawa risalah kenabiannya. Seorang wali itu ia orang yang mengerti dan paham tentang ketuhanan melalui sifat-sifat kesempurnaan-Nya, ia
juga orang yang taat menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menghindari hal-hal yang menghantarkannya pada
kenikmatan duniawi dan sahwat. Tampaknya suatu karomah atau kekeramatan dari seorang wali adalah sebagai penghormatan baginya dari
Tuhannya dan isyarat atas diterimanya segala perbuatan yang telah dilakukannya sebagai persembahan dan ibadah kepada Tuhannya (Allah
Swt). Satu hal lagi, bahwa seorang wali itu adalah umat dari seorang nabi, maka seseorang itu tidak akan menjadi wali tanpa mengakui risalah
kenabian dari nabinya tersebut. Dan mengikutinya dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan segala ajaran yang dibawa oleh Nabinya. Maka
apabila ada seseorang yang dengan sendirinya tanpa mengikuti risalah kenabian dari nabinya, maka dapat dipastikan ia tidak akan dianugrahi
karomah, dan tidak akan menjadi seorang wali (kekasih) bagi Tuhan yang Maha Pengasih. Melainkan ia menjadi kekasih dan pemuja para
syaithan, sebagaimana telah diisyaratkan oleh Allah Swt dengan melalui wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad Saw, untuk sampaikan kepada
orang-orang yang menyangka dirinya menyintai Allah Swt.

50 Dikisahkan tentang Imam Adz Dzahabi rahimahullah berdalil dengan ayat di atas untuk menegaskan bahwa orang yang mempraktekkan ilmu sihir, maka dia telah
peristiwa Sihir, kafir. Karena tidaklah para syaitan mengajarkan sihir kepada manusia melainkan dengan tujuan agar manusia menyekutukan Allah ta’ala. Syaikh
Peserta Didik dapat al-Sa’diy rahimahullah menjelaskan bahwa ilmu sihir dapat dikategorikan sebagai kesyirikan dari dua sisi.
menyimpulkan
1. Orang yang mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang meminta bantuan kepada para syaitan dari kalangan jin untuk melancarkan aksinya,
bahaya Sihir. dan betapa banyak orang yang terikat kontrak perjanjian dengan para syaitan tersebut akhirnya menyandarkan hati kepada mereka, mencintai
mereka, ber-taqarrub kepada mereka, atau bahkan sampai rela memenuhi keinginan-keinginan mereka.
2. Orang yang mempelajari dan mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang mengakungaku mengetahui perkara ghaib. Dia telah berbuat
kesyirikan kepada Allah dalam pengakuannya tersebut (syirik dalam rububiyah Allah), karena tidak ada yang mengetahui perkara ghaib
melainkan hanya Allah ta’ala semata.
Syaikh Ibnu ’Utsaimin rahimahullah merinci bahwa orang yang mempraktekkan sihir, bisa jadi orang tersebut kafir, keluar dari Islam, dan bisa jadi
orang tersebut tidak kafir meskipun dengan perbuatannya tersebut dia telah melakukan dosa besar. Pertama, Tukang sihir yang mempraktekkan
sihir dengan memperkerjakan tentara-tentara syaitan, yang pada akhirnya orang tersebut bergantung kepada syaitan, ber-taqarrub kepada mereka
atau bahkan sampai menyembah mereka. Maka yang demikian tidak diragukan tentang kafirnya perbuatan semacam ini. Kedua, Adapun orang
yang mempraktekkan sihir tanpa bantuan syaitan, melainkan dengan obat-obatan berupa tanaman ataupun zat kimia, maka sihir yang semacam ini
tidak dikategorikan sebagai kekafiran.

51 Diilustrasikan Para ulama mengklasifikasikan kiamat kepada dua macam: kiamat kecil (qiyamah alshugra) dan kiamat besar (qiyamah al-kubra). Kiamat kecil
tentang terjadinya ialah kematian. Bagi siapa yang sudah menemui ajal, sejatinya dia sudah mengalami kiamat kecil. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan
kiamat sughra, ‘Aisyah yang berkata: “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW sembari bertanya perihal kiamat (al-sa’ah). Seketika itu juga, Rasul
Peserta didik dapat melihat kepada anak kecil yang berada di antara mereka dan berkata, ‘Anak ini akan meninggal sebelum masa tuanya, hingga kalian akan
membuktikan akan menemui ajal masing-masing (‘alaikum sa’atukum)”, (HR: al-Bukhari dan Muslim). Mayoritas ulama memahami kata al’sa’ah dalam hadis ini
dengan kiamat kecil, yang berati kematian.
datangnya Hari Akhir Ibnu Katsir berpendapat bahwa kiamat kecil ialah berakhirnya kehidupan manusia di bumi, dan masuk kepada hari akhirat. Setiap orang yang
meninggal, sebenarnya mereka sudah memasuki pintu akhirat. Dalam hal ini, Ibnu Katsir mengkritik pendapat orang ateis yang mengatakan
kematian adalah kiamat yang tidak ada lagi kehidupan (kiamat) setelahnya. Berdasarkan keyakinan umat Islam, suatu saat umat manusia akan
dibangkitkan dari kuburnya dan dikumpulkan pada satu tempat, peristiwa ini disebutkan dengan kiamat besar (qiyamah alkubra).

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyamakan kiamat kecil dengan alam barzah (al-barzakh) atau tahap awal tempat kembali manusia (ma’ad al-
awwal). Allah SWT menyediakan dua fase (tahapan) setelah manusia meninggal dunia, pada dua fase ini Allah SWT akan membalas setiap
amalan baik dan buruk yang dikerjakan manusia semasa hidupnya. Fase pertama ialah perpisahan antara ruh dan badan, sebagai salah satu cara
untuk masuk kepada fase pertama, Ibnu Qayyim mengistilahkannya dengan al-jaza` al-awwal (hari pembalasan tahap awal).

Sedangkan kiamat besar adalah pemusnahan seluruh kehidupan di muka bumi ini, berdasarkan firman Allah: “Semua yang ada di bumi itu akan
binasa. Dan tetap kekel Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulian “(QS: al-Rahman, 21-22). Dalam ayat lain Allah
berfirman: “………Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, Kecuali Allah” (QS: al-Qashash,
88). Setelah manusia dihancurkan, maka Allah SWT akan membangkitkan manusia dari kuburnya, mereka akan mempertanggungjawabkan
semua perbuatan yang telah mereka lakukakan. Pada hari itu tidak ada yang dapat membantu manusia kecuali iman dan amalan saleh. Allah SWT
akan meyediakan surga bagi hambanya yang ta’at, dan memasukkan hambanya yang ingkar ke dalam api neraka.
52 Diilustrasikan Tanda-Tanda Kecil Kiamat
tentang tanda-tanda
1. Diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
akan terjadinya
2. Wafatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Kiamat Kubra,
3. Penaklukan Baitul Maqdis
Peserta didik dapat
4. Wabah Tha’un ‘Amwas
membuktikan
5. Berlimpahan Harta dan Tidak Memungut Sedekah
kepastian datangnya
6. Munculnya Beragam Fitnah
Hari Akhir
7. Fenomena Mengaku “Nabi”
8. Tersebarnya Stabilitas Keamanan
9. Fenomena api Hijaz
10. Hilangnya Amanat
11. Diangkatnya ilmu dan fenomena Kebodohan
12. Banyaknya Pasukan dan Pendukung Kezhaliman
13. Merebaknya Perzinaan
14. Riba Merajalela
15. Fenomena al-Ma’aazif (alat-alat musik) dan Menganggapnya Halal
16. Maraknya Minuman Keras (Khamer) dan Menganggapnya Halal
17. (Berlomba-lomba) Menghiasi Masjid dan Berbangga-bangga dengannya
Tanda tanda hari kiamat kecil lainnya adalah munculnya para dai yang menyesatkan, para pemimpin yang menyimpang, amanat disia-siakan dengan
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya. Minimnya kebaikan, jarang hujan, sering terjadi gempa, banjir, harga-harga barang sangat tinggi, para
perempuan keluar dengan tidak berpakaian, berpakaian namun telanjang. Di samping itu, tanda tanda hari kiamat kecil lainnya adalah waktu berjalan
terasa cepat, sehingga setahun seakan-akan hanya sebulan, sebulan seakan-akan hanya satu jam, dan satu jam bagaikan bara api yang membakar.
Al-Qur’an pun menjadi lenyap, yang tersisa hanyalah tulisannya, mushaf-mushaf dihias dengan emas, kaum perempuan jadi pembicara, dan masjid-
masjid juga dihias.

Tanda-tanda Kiamat Besar, yaitu:


1. Terbitnya Matahari dari Arah Barat. Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak akan datang, sebelum matahari terbit dari arah Barat. Apabila
orang-orang melihat hal ini, maka semua orang yang ada di atasnya beriman. Hal ini pada saat tidak berguna lagi iman seseorang yang
memang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu”.
2. Kabut. Kabut tebal memenuhi antara langit dan bumi yang muncul sebelum kiamat datang, dimana akan mengambil nafas orang-orang kafir,
sehingga mereka hampir tercekik sedangkan bagi orang-orang mukmin seperti mengalami pilek. Kabut ini berlangsung di bumi selama 40 hari.
3. Munculnya Binatang yang Dapat Berbicara dengan Manusia. Keluarnya binatang dari dalam bumi yang dapat berbicara dengan manusia
dengan bahasa yang fasih, yang dimana bahasa itu dapat dipahami oleh semua yang mendengarnya. Binatang atau Dabbah ini muncul di
akhir zaman saat manusia telah mengalami kebobrokan. Di mana para manusia meninggalkan perintah-perintah Allah SWT, dan mengganti
agama yang benar. Dabbah keluar dengan membawa tongkat Nabi Musa ‘alaihissalam dan cincin Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Dan wajah
orang mukmin menjadi terang berkat tongkat tersebut, sehingga dapat dikenali antara orang mukmin dan orang kafir.
4. Munculnya al-Masih Dajjal. Dinamai al-A’war ad-Dajjal karena dia buta sebelah matanya yang kanan. Fitnahnya merupakan fitnah terbesar
yang menimpa orang-orang di akhir zaman. Al-A’war ad-Dajjal tidak hanya mengaku-aku sebagai nabi, bahkan dia juga mengaku-aku sebagai
Tuhan. Muncul beberapa hal-hal yang luar biasa melalui kedua tangannya sebagai bentuk istidraj dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya
dan sebagai ujian bagi para manusia. Dia mengelilingi seluruh permukaan bumi. Semua daerah yang dia masuki pasti dia berbuat kerusakan
di dalamnya, kecuali Mekah dan Madinah.
5. Keluarnya Yajuj Ma’juj. Ya’juj Ma’juj merupakan kabilah dari keturunan Yafits bin Nuh. Mereka keluar di akhir zaman setelah dinding
penghalang yang dibuat oleh Dzulqarnain jebol. Lantas mereka membuat kerusakan di muka bumi dengan berbagai macam tindakan keji dan
kerusakan. Saking banyaknya, mereka memakan makanan dan tanaman apa saja yang dijumpainya dan meminum danau Thabariyah sampai
seakan-akan tidak pernah ada airnya.
6. Keluarnya Api yang Menggiring Manusia ke Padang Mahsyar. Api ini keluar dari tanah ‘Adn, merupakan api besar yang menakutkan. Tidak
ada sesuatu pun yang dapat memadamkannya. Api ini menggiring manusia ke padang Mahsyar.
53 Diilustrasikan Kiamat merupakan peristiwa yang bila ditinjau dari sisi sains, maka potensi alam semesta ini berakhir akan sangat mungkin terjadi. Salah satu
tentang tanda-tanda peristiwa alam yang menandai awal kiamat ialah guncangan dahsyat. Dalam buku Tafsir Ilmi “Kiamat dalam perspektif AlQuran dan Sains” yang
akan datangnya Hari
disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Akhir, Peserta didik
dapat membuktikan (LIPI) mengungkap mengenai keadaan Bumi pada hari Kiamat. Ada tanda-tanda yang bisa diamati oleh mata manusia sebelum terjadinya kiamat.
kepastian adanya Ilmuwan bahkan telah mengemukakan skema-skema yang terjadi seperti Bumi bertabrakan dengan planet lain atau hantaman asteroid dan
kehidupan setelah sebagainya.
Hari Akhir
Apapun skema atau teori yang diungkap ilmuwan, terdapat kekacauan besar yang akan dialami oleh Bumi. Salah satunya ialah guncangan yang
dahsyat yang terjadi di Bumi. Ayat Al-Quran telah mengungkap mengenai peristiwa kiamat tersebut. “Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)-nya.” (QS. Az-Zalzalah:1-2). Kata az-
Zalzalah (guncangan yang dahsyat) adalah ism masdar (bentuk kata benda) dari zalzala – yuzalzilu – zalzalatan, yang mengguncangkan. Dengan
demikian, az-zalzalah berarti guncangan. Karena penyebutannya dalam Surah azZalzalah diikuti oleh maf’ul mutlaq, maka kata ini dimaknai
sebagai guncangan hebat yang terjadi di seluruh penjuru Bumi. Dalam Al-Quran, kata ini dengan semua bentuk jadiannya disebut sebanyak 6 kali,
dua kali di antaranya disebut dalam Surah az-Zalzalah ayat 1. Ayat ini menerangkan bahwa peristiwa kiamat diawali dengan guncangan yang
dahsyat yang meliputi seluruh Bumi. Fenomena gempa ini berbeda dengan yang selama ini terjadi, hanya bersifat lokal dan tidak menyeluruh ke
seantero Bumi. Peristiwa ini menjadi penanda yang mengingatkan manusia bahwa akhir kehidupan dunia telah datang, yang diikuti kemudian oleh
kehidupan akhirat.

54 Disajikan narasi Qadlā Mubram, ialah ketentuan Allah yang pasti terjadi dan tidak dapat berubah. Ketentuan ini hanya ada pada Ilmu Allah, tidak ada siapapun
tentang qadha dan yang mengetahuinya selain Allah sendiri, seperti ketentuan mati dalam keadaan kufur (asy-Syaqāwah), dan mati dalam keadaan beriman
qadar, Peserta Didik (asSa’ādah), ketentuan dalam dua hal ini tidak berubah. Seorang yang telah ditentukan oleh Allah baginya mati dalam keadaan beriman maka
mampu itulah yang akan terjadi baginya, tidak akan pernah berubah. Sebaliknya, seorang yang telah ditentukan oleh Allah baginya mati dalam keadaan
mempertahankan kufur maka pasti itulah pula yang akan terjadi pada dirinya, tidak ada siapapun, dan tidak ada perbuatan apapun yang dapat merubahnya. Allah
doktrin takdir َ ‫یضُِّ ّل ْ َمنْ َی َشا ُ ُء َو َی ْھ ْ ِديْ ْ َمنْ َی‬
berfirman: ‫شاء‬
mubram. “Allah menyesatkan terhadap orang yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”. (QS. an-Nahl: 93).

55 Disajikan narasi Qadlā Mu’allaq, yaitu ketentuan Allah yang berada pada lambaran-lembaran para Malaikat, yang telah mereka kutip dari al-Lauh al-Mahfuzh,
tentang qadha dan seperti si fulan apabila ia berdoa maka ia akan berumur seratus tahun, atau akan mendapat rizki yang luas, atau akan mendapatkan kesehatan,
qadar , Peserta Didik
dan seterusnya. Namun, misalkan si fulan ini tidak mau berdoa, atau tidak mau bersillaturrahim, maka umurnya hanya enam puluh tahun, ia tidak
mampu
mempertahankan akan mendapatkan rizki yang luas, dan tidak akan mendapatkan kesehatan. Inilah yang dimaksud dengan Qadlâ Mu’allaq atau Qadar Mu’allaq,
doktrin takdir yaitu ketentuan-ketentuan Allah yang berada pada lebaran-lembaran para Malaikat. Dari uraian ini dapat dipahami bahwa doa tidak dapat merubah
muallaq. ketentuan (Taqdīr) Allah yang Azali yang merupakan sifat-Nya, karena mustahil sifat Allah bergantung kepada perbuatan-perbuatan atau doa-doa
hamba-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu, tidak ada suatu apapun yang tersembunyi dari-Nya, dan Allah maha
mengetahui perbuatan manakah yang akan dipilih oleh si fulan dan apa yang akan terjadi padanya sesuai yang telah tertulis di al-Lauh al-Mahfuzh.
Namun demikian doa adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah atas para hamba-Nya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
ْ ُ‫ُوا لِي َو ۡلي ُۡؤ ِمن‬
َ‫وا بِي لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡر ُش ُدون‬ ْ ‫اع ِإ َذا َدعَا ۖ ِن فَ ۡليَ ۡستَ ِجيب‬ ‫ۖ ُأ‬ َ َ‫َوِإ َذا َسَأل‬
ِ ‫ك ِعبَا ِدي َعنِّي فَِإنِّي قَ ِريبٌ ِجيبُ د َۡع َوةَ ٱل َّد‬
“Dan jika hamba-hamba-ku bertanya kepadamu (Wahai Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat (bukan dalam pengertian
jarak), Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memohon terkabulkan doa kepada-Ku
dan beriman kepada-Ku, semoga mereka mendapatkan petunjuk” (QS. al-Baqarah: 186).
Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang yang berdoa tidak akan sia-sia belaka. Ia pasti akan mendapatkan salah satu dari tiga kebaikan; dosa-
dosanya yang diampuni, permintaannya yang dikabulkan, atau mendapatkan kebaikan yang disimpan baginya untuk di kemudian hari kelak.
Semua dari tiga kebaikan ini adalah merupakan kebaikan yang sangat berharga baginya. Dengan demikian maka tidak mutlak bahwa setiap doa
yang dipintakan oleh para hamba pasti dikabulkan oleh Allah. Akan tetapi ada yang dikabulkan dan ada pula yang tidak dikabulkan. Yang pasti,
bahwa setiap doa yang dipintakan oleh seorang hamba kepada Allah adalah sebagai kebaikan bagi dirinya sendiri, artinya bukan sebuah kesia-
siaan belaka. Dalam keadaan apapun, seorang yang berdoa paling tidak akan mendapatkan salah satu dari kebaikan yang telah kita sebutkan di
atas.

Pada nisfyu Sya’ban, dari dulu tradisi Islam Nusantara juga mengajukan tiga permintaan kepada Allah SWT. Bagaimana memahami semua
pengertian itu di tengah tuntutan keimanan pada takdir? Dari semua itu kemudian tradisi Islam Nusantara beranggapan bahwa doa bermanfaat
bagi putusan atau takdir Allah yang masih menggantung di Lauh Mahfuzh. Terkait ini, selanjutnya dikenal dengan istilah takdir mubram dan takdir
muallaq di kalangan tradisi Islam Nusantara. Doa atau permintaan masyarakat dalam nisfu Syaban atau melalui bentuk sedekah dipercaya oleh
tradisi Islam Nusantara dapat “mengubah” bala yang ditakdirkan Allah SWT akan menimpa mereka, terutama takdir muallaq yang realisasinya
sangat berkaitan erat dengan doa.

‫ أما الثانى فال استحالة‬.‫والدعاء ینفع في القضاء المبرم والقضاء المعلق‬. ‫والدعاء ینفع مما نزل ومما لم ینزل وإن البالء لینزل ویتلقاه الدعاء فیتعالجان إلى یوم القیامة‬
‫في رفع ما علق رفعھ منھ على الدعاء وال في نزول ما علق نزولھ منھ على الدعاء‬

“Doa bermanfaat terhadap apa yang datang dan apa yang belum datang (dari langit). Bala pun akan datang dan bertemu dengan doa. Keduanya
(bala dan doa) senantiasa ‘berperang’ hingga hari qiamat. Doa bermanfaat pada qadha mubram dan qadha muallaq. Perihal yang kedua (qadha
muallaq), maka tidak mustahil menghilangkan apa (putusan) yang penghilangannya digantungkan pada doa dan tidak mustahil mendatangkan
apa (putusan) yang penghadirannya digantungkan pada doa.”

Situasi takdir muallaq berlainan dengan takdir mubram. Doa tidak dapat mengubah kenyataan yang digariskan dalam takdir mubram. Meskipun
demikian, doa dipercaya dapat meminimalisir dampak bala yang timbul karena takdir mubram.

56 Disajikan narasi Hampir setiap orang menginginkan kemauannya terwujud baik itu kemauan baik maupun kemauan buruk. Hanya saja ada kemauan tertentu yang
tentang qadha dan dapat terwujud dengan syaratsyarat tertentu. Di sini hukum kausalitas berlaku. Tetapi ada juga kemauan orang-orang tertentu yang terwujud tanpa
qadar, Peserta Didik bergantung pada syarat apapun. Meski demikian, kemauan yang terwujud itu tak mungkin bersalahan dengan takdir Allah SWT.
mampu Menurut Syekh Zarruq kemauan manusia terdiri atas tiga macam.
mempertahankan Pertama, ada kemauan yang tinggal kemauan tanpa upaya dan tanpa hasil. Kemauan seperti ini kerap kali kita dapati melekat pada banyak orang
doktrin kebebasan di sekitar kita terutama pada kebaikan sehingga kita sering mendengar orang mengatakan, ‘Saya sebenarnya ingin sekali menghadiri majelis
manusia. taklim, menuntut ilmu,’ tanpa ada upaya riil.
Kedua, kemauan kuat yang diiringi usaha nyata dengan atau tanpa hasil. Ini kita temukan pada pegawai kantoran, petani, nelayan, pemulung,
pengusaha, dan seterusnya.
Ketiga, kemauan kuat tanpa upaya, tetapi membawa hasil. Kemauan seperti ini jarang kita temukan karena kemauan seperti ini hanya dimiliki oleh
para rasul, wali Allah, dan para wali setan seperti penyihir dan lain sebagainya.
Kemauan keras atau kemauan pada kategori ketiga dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, kemauan untuk tujuan baik (kemauan mulia)
seperti mencari ridha Allah, kemakrifatan, dan seterusnya. Kedua, kemauan untuk tujuan buruk (kemauan tercela) seperti kesenangan duniawi dan
seterusnya. Tetapi sekuat apapun kemauan keras itu, putusan dan takdir Allah tetap mengatasinya sehingga para rasul, para wali Allah, dan hali
makrifat lainnya– ketika kemauan kerasnya tak terwujud–tetap menjaga adab waktu.

Syekh Said Ramadhan Al-Buthi menempatkan takdir dengan menyarankan untuk memperhatikan hukum kausalitas dan hukum alam. Meskipun
sakit dan sehat adalah kehendak Allah, kita sebagai manusia–menurutnya–harus tetap berupaya untuk menjaga kesehatan dan berupaya hidup
sehat. Di tangan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi, takdir mengajarkan kita menjadi manusia secara wajar dan fithri. Jangan sekali-kali tidak tertib
lalu lintas. Jangan berdiam diri tanpa mencari obat ketika sakit meski kesembuhan ada di tangan Allah. Jangan coba-coba berdiam diri tidak
belajar, tidak sekolah, tidak ngaji, tidak mondok.

Aqidah Ahlussunnah menetapkan bahwa Allah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Namun demikian ada beberapa faham yang berusaha
mengaburkan kebenaran ini dengan mengutip beberapa ayat yang sering disalahpahami oleh mereka, di antaranya, mereka mengutip firman Allah:

“Dengan kekuasaan-Mu segala kebaikan”. (QS. Ali ‘Imran: 26).

Dalam ayat di atas, terkesan Allah hanya menyebutkan kata “al-Khayr” (kebaikan) saja, tidak menyebutkan al-Syarr (keburukan). Dengan demikian maka
Allah hanya menciptakan kebaikan saja, adapun keburukan bukan ciptaan-Nya. Kata al-Syarr (keburukan) tidak disandingkan dengan kata al-
Khayr (kabaikan) dalam ayat di atas bukan berarti bahwa Allah bukan pencipta keburukan. Ungkapan semacam ini dalam istilah Ilmu Bayan (salah
satu cabang Ilmu Balaghah) dinamakan dengan al-Iktifâ’; yaitu meninggalkan penyebutan suatu kata karena telah diketahui padanan katanya.
Contoh semacam ini di dalam al-Qur’an firman Allah:

َ‫يل تَقِي ُكم بَ ۡأ َس ُكمۡۚ َك ٰ َذلِكَ يُتِ ُّم نِ ۡع َمتَهۥُ َعلَ ۡي ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡسلِ ُمون‬
َ ِ‫ق ِظ ٰلَاٗل َو َج َع َل لَ ُكم ِّمنَ ۡٱل ِجبَا ِل َأ ۡك ٰنَ ٗنا َو َج َع َل لَ ُكمۡ َس ٰ َربِي َل تَقِي ُك ُم ۡٱل َح َّر َو َس ٰ َرب‬
َ َ‫َوٱهَّلل ُ َج َع َل لَ ُكم ِّم َّما َخل‬

“Dia (Allah) menjadikan bagi kalian pakaian-pakaian yang memelihara kalian dari dari panas”. (QS. an-Nahl: 81).

Yang dimaksud ayat ini adalah pakaian yang memelihara kalian dari panas, dan juga dari dingin. Artinya, tidak khusus memelihara dari panas saja.
Demikian pula dengan pemahaman firman Allah: “Bi-Yadika al-Khayr” (QS. Ali ‘Imran: 26) di atas bukan berarti

Allah khusus menciptakan kebaikan saja, tapi yang yang dimaksud adalah menciptakan segala kebaikan dan juga segala keburukan. Kemudian
dari pada itu, dalam ayat lain dalam al-Qur’an Allah berfirman:
‫َو َخلَ َق ُّك ّل َ َشىء‬

“Dan Dia Allah yang telah menciptakan segala sesuatu”. (QS. al-Furqan: 2).
Kata “Syai’”, yang secara hafiyah bermakna “sesuatu” dalam ayat ini mencakup segala suatu apapun selain Allah. Mencakup segala benda dan
semua sifat benda, termasuk segala perbuatan manusia, juga termasuk segala kebaikan dan segala keburukan. Artinya, segala apapun selain
Allah adalah ciptaan Allah. Dalam ayat lain firman Allah:
َ َّ‫ك ۡٱلخ َۡي ۖ ُر ِإن‬
ٞ ‫ك َعلَ ٰى ُكلِّ َش ۡي ٖء قَ ِد‬
‫ير‬ َ ‫ع ۡٱل ُم ۡلكَ ِم َّمن تَ َشٓا ُء َوتُ ِع ُّز َمن تَ َشٓا ُء َوتُ ِذلُّ َمن تَ َشٓا ۖ ُء بِيَ ِد‬ َ ‫ك تُ ۡؤتِي ۡٱل ُم ۡل‬
ِ ‫ك َمن تَ َشٓا ُء َوت‬
ُ ‫َنز‬ ِ ‫قُ ِل ٱللَّهُ َّم ٰ َملِكَ ۡٱل ُم ۡل‬
“Katakanlah (Wahai Muhammad), Ya Allah yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki”. (QS. Ali ‘Imran: 26).

Dari makna firman Allah di atas: “Engkau (Ya Allah) berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki”, kita dapat pahami bahwa Allah
adalah Pencipta kebaikan dan keburukan. Allah yang memberikan kerajaan kepada raja-raja kafir seperti Fir’aun, dan Allah pula yang memberikan
kerajaan kepada raja-raja mukmin seperti Dzul Qarnain. Adapun firman Allah:

َ ‫ك ِمْنْ َسیَِّّئ ٍ ٍَة َِفمِن نفَّ َِْس‬


‫ك‬ َ ‫صا َب‬
َ ‫ﷲ َو َمآأ‬ َ ‫آأصا َب‬
ِ ‫ك ِمْنْ َح َسنٍَ ٍة ف ََِم َن ﷲ‬ َ ‫َّم‬
Ayat ini bukan berarti bahwa kebaikan ciptaan Allah, sementara keburukan sebagai ciptaan manusia. Pemaknaan seperti ini adalah pemaknaan
yang rusak dan merupakan kekufuran. Makna yang benar ialah, sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama, bahwa kata “Hasanah” dalam ayat
di atas artinya nikmat, sedangkan kata “Sayyi-ah” artinya musibah atau bala (bencana). Dengan demikian makna ayat di atas ialah: “Segala
apapun dari nikmat yang kamu peroleh adalah berasal dari Allah, dan segala apapun dari musibah dan bencana yang menimpamu adalah balasan
dari kesalahanmu”. Artinya, amalan buruk yang dilakukan oleh seorang manusia akan dibalas oleh Allah dengan musibah dan bala.

Dalam hukum kausalitas, ada sesuatu yang dinamakan “sebab” dan ada yang dinamakan “akibat”. Misalnya, obat sebagai sebab bagi akibat
sembuh, api sebagai sebab bagi akibat kebakaran, makan sebagai sebab bagi akibat kenyang, dan lain-lain. Aqidah Ahlussunnah menetapkan
bahwa sebab-sebab dan akibat-akibat tersebut tidak berlaku dengan sendirinya. Artinya, setiap sebab sama sekali tidak menciptakan akibatnya
masing-masing. Tapi keduanya, baik sebab maupun akibat, adalah ciptaan Allah dan dengan ketentuan Allah. Dengan demikian, obat dapat
menyembuhkan sakit karena kehendak Allah, api dapat membakar karena kehendak Allah, dan demikian seterusnya. Segala akibat jika tidak
dikehendaki oleh Allah akan kejadiannya maka itu semua tidak akan pernah terjadi. Dalam sebuah hadits Shahih, Rasulullah bersabda:

)‫ﷲ (رواه ابن حبان‬ َ ‫ﷲ َخلَ َق الدوَّ اَ َء َو َخلَ َق الداَّ َء فَإ َذاَ أصِ َْی‬
ِ ‫ب َد ََواء ال ّداّء َ ِب ِرأ بإذِْ ِن ﷲ‬ َ ‫ّإنّ ﷲ‬
“Sesungguhnya Allah yang menciptakan segala obat dan yang menciptakan segala penyakit. Apa bila obat mengenai penyakit maka sembuhlah ia
dengan izin Allah”. (HR. Ibn Hibban).

Sabda Rasulullah dalam hadits di atas, “… maka sembuhlah ia dengan izin Allah” adalah bukti bahwa obat tidak dapat memberikan kesembuhan
dengan sendirinya. Fenomena ini nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita melihat banyak orang dengan berbagai macam penyakit,
ketika berobat mereka mempergunakan obat yang sama, padahal jelas penyakit mereka bermacam-macam, dan ternyata sebagian orang tersebut
ada yang sembuh, namun sebagian lainnya tidak sembuh. Tentunya apa bila obat bisa memberikan kesembuhan dengan sendirinya maka pastilah
setiap orang yang mempergunakan obat tersebut akan sembuh, namun kenyataan tidak demikian. Inilah yang dimaksud sabda Rasulullah: “…
maka akan sembuh dengan izin Allah”. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa adanya obat adalah dengan kehendak Allah, demikian pula
adanya kesembuhan sebagai akibat dari obat tersebut juga dengan kehendak dan ketentuan Allah, obat tidak dengan sendirinya menciptakan
kesembuhan. Demikian pula dengan sebab-sebab lainnya, semua itu tidak menciptakan akibatnya masing-masing. Kesimpulannya, kita wajib
berkeyakinan bahwa sebab tidak menciptakan akibat, akan tetapi Allah yang menciptakan segala sebab dan segala akibat. Salah satu tanda orang
mukmin sejati adalah memiliki sikap tawakal kepada Allah subhānahu wa ta‘ālā. Tawakal merupakan bagian dari buah tauhid. Allamah Sayyid
Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risālatul Mu‘āwanah wal Mudhāharah wal
Muwāzarah menjelaskan tentang tiga tanda orang yang benar-benar bertawakal sebagai berikut:

‫ وعالمة ذالكأن ال یدع القول بالحق عند من ُیرُجى و ُی ُخشى عادة من المخلوقین كاألمراء والسالطین‬،‫ األولى أن ال یرجوغیرﷲ وال یخاف إال ﷲ‬:‫“وللمتوكل الصادق ثالث عالمات‬Ada tiga
tanda bagi orang yang bertawakal dengan sebenarnya, yakni :

Pertama, tidak berharap kecuali kepada Allah sekaligus tidak takut kecuali kepada-Nya. Hal itu ditandai dengan keberaniannya mengatakan
sesuatu yang benar di hadapan seseorang yang umumnya orang memiliki harapan sekaligus merasa takut kepadanya seperti para amir dan raja.”

Tanda pertama ini berkiatan erat dengan apa yang diucapkan seorang Muslim dalam setiap menunaikan shalatnya, yakni pada saat membaca
surah Al-Fatihah, ayat 5:

ُ‫ك ن َۡستَ ِعين‬


َ ‫ك ن َۡعبُ ُد َوِإيَّا‬
َ ‫ِإيَّا‬
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”
Wujud menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah tentu saja tidak hanya berupa shalat, tetapi juga dalam bertawakal kepada-Nya
dalam seluruh urusan hidup dan mati. Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak merasa takut untuk berkata benar di depan
para penguasa maupun orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa saja. Demikian pula mereka tidak takut berkata “tidak” ketika suatu
persoalan bertentangan dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah meskipun mendapat ancaman atau hukuman dari para penguasa maupun
dari orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa saja. Jadi orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya akan
menyerahkan seluruh urusannya kepada Yang Maha Satu semata sehingga tidak ada yang mereka takuti kecuali Allah.

‫والثانیة أن ال یدخل قلبھ ھ ُّم الرزق ثقة بضمان ﷲ بحیث یكون سكون قلبھ عند فقد ما یحتاج‬
‫الیھ كسكونھ في حال وجوده وأشد‬
“Kedua, tidak pernah merisaukan masalah rezeki disebabkan merasa yakin akan adanya jaminan Allah sehingga hatinya tetap tenang dan tentram
di kala suatu keuntungan luput darinya, sama seperti di kala ia memperolehnya.” Tanda kedua ini berkaitan erat dengan jaminan Allah tentang
rezeki sebagaimana termaktub dalam surah Al-An’am, ayat 151:
ۖۡ‫نَّ ۡحنُ ن َۡر ُزقُ ُكمۡ َوِإيَّاهُم‬
“Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka.”
Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak menujukkan
kekhawatiran dan ketakutannya berkaitan dengan rezeki bagi dirinya maupun bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya. Hal ini disebabkan
mereka meyakini kebenaran surah AlAn’am, ayat 151 di atas. Allahlah yang memberi rezeki kepada setiap makhluk yang diciptakannya. Oleh
karena itu, orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tetap merasa tenang ketika kesulitan ekonomi sedang melanda baik dalam
sekala terbatas mapun luas sebagaimana ketika ekonomi sedang dalam puncak kesuksesan. Seorang karyawan perusahaan yang terkena PHK
karena sesuatu hal sedangkan ia benar-benar bertawakal kepada Allah tentu bersikap tenang karena meyakini “Bos Besar” tidak pernah mem-PHK
siapapun. Dialah – dan bukan bos kecil - yang memberinya rezeki lewat pintu mana saja yang Dia kehendaki.

Ketiga, tidak pernah hatinya terguncang pada saat diperkirakan akan datangnya suatu bahaya disebabkan ia yakin sepenuhnya bahwa tak satu
pun ditetapkan ia terhindari darinya, akan tetap menimpanya; dan tak satu pun ditetapkan akan menimpanya, akan terhindar dari dirinya.”

Tanda ketiga ini berkaitan dengan keyakinan akan ketetapan Allah. Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tentu bersikap tenang
menghadapi segala keadaan yang mungkin terjadi disebabkan keridhaannya atas apa yang telah ditetapkan-Nya. Ancaman bahaya sebesar
apapun tidak akan mengguncangkan jiwa mereka. Mereka meyakini apa yang akan terjadi kepada mereka hanyalah apa yang telah ditetapkan-
Nya. Singkatnya, orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah akan terlihat tanda-tandanya dari tiga hal. Pertama, mereka mandiri dan
berani dalam mengatakan kebenaran tanpa rasa takut akan hukuman dari orang-orang berkuasa dan berpengaruh. Kedua, mereka tidak
merisaukan soal rejeki karena meyakini Allah telah menjamin rezeki bagi semua yang diciptakan-Nya. Ketiga, mereka bersikap tenang terhadap
musibah yang akan menimpa atau tidak akan menimpa mereka karena mengimani takdir dan iradat Allah.

57 Ditampilkan 5 Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassirutafsiir yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga
definisi tafsir dalam
bermakna al-idhah (menjelaskan), -bayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan). Sedangkan secara terminologi terdapat
bahasa Arab, peserta
membandingkan dan beberapa pendapat, antara lain sebagai berikut :
memilih yang tepat. 1. Menurut Dr. Shubhis Shaleh mendifinisikan tafsir sebagai “Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yang
diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya serta menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya”
2. Menurut Ali al-Shabuniy bahwa tafsir adalah “ ilmu yang membahas tentang al-Qur’an dari segi pengertiannya terhadap maksud
Allah sesuai dengan kemampuan manusia”
3. Pendapat lain senada disampaikan oleh Al-Kilabi bahwa tafsir adalah “menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya”
4. Demikian juga menurut Syekh Al-Jazairi tafsir pada hakikatnya adalah “menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar
dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah
lafadz tersebut”

58 Disebutkan 5 macam Ta’wil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwilutakwiil yang memiliki makna al-ruju’ atau al’aud yang berarti
definisi, peserta
kembali. Berkaitan dengan kata ini al Qur’an beberapa kali menggunakan kata takwil dalam menjelaskan maksud dari sebuah pristiwa
menentukan satu
yang tepat untuk atau kisah, misalnya pada kisah Nabi Yusuf as (QS:12;100) dalam menjelaskan peristiwa tunduknya keluarga dan saudara-saudaranya
definisi takwil. kepadanya dinyatakan dengan kalimat haadzaa takwiilu rukyaaya min qobl qod ja’ala robbii haqqo…( ini adalah takwil mimpiku
sebelumnya, sungguh Tuhan telah menjadikan mimpiku menjadi kenyataan). Demikian juga pada surat al Kahfi (78) tentang kisah
seorang hamba Allah yang diberi ilmu dari sisi-Nya mengatakan kepada Nabi Musa as dengan kalimat sa unabbi uka bitakwiili maalam
tastathi’ alaihi sobro (aku akan menjelaskan takwil sesuatu yang engkau tidak dapat bersikap sabar terhadapnya).
Memperhatikan penggunaan kata takwil di dalam al Qur’an, maka secara terminologi al Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya
memberikan definisi takwil sebagai berikut:
“Memalingkan lafadz dari maknanya yang lahir kepada makna yang dikandung oleh lafadz tersebut selama makna yang dimaksud
tersebut dipandang sesuai dengan al qur’an dan al sunnah”.
Misalnya dalam memahami kalimat ‫یخرج الحي من المیت‬
(mengeluarkan kehidupan dari yang mati) misalnya, bisa dipahami dalam pengertian ―mengeluarkan seekor ayam yang menetas dari
telur. Makna tersebut adalah tafsir. Tetapi, ia bisa juga dipahami dengan jalan takwil, yakni ―mengeluarkan seorang Mukmin dari
kekafiran atau mengeluarkan yang pandai dari kebodohan.
Melihat penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pada hakekatnya takwil dilakukan dalam rangka memahami ayat yang
berarti juga disebut tafsir. Makna takwil dalam teks Alquran dan hadis sejak lama telah diperdebatkan di kalangan para ulama. Dalam
tradisi tafsir memahami Alquran bisa dilakukan dengan menggunakan tafsir dan juga dengan takwil yang benar.

59 Ditampilkan 5 ayat, Kata Muhkam dari segi etimologi berasal dari akar kata hakama-yahkamu-hukman berarti menetapkan, memutuskan,
peserta memilih satu
memisahkan. Kemudian dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimu-ihkaam yang berarti mencegah. Al-Hukmu artinya
di antaranya yang
termasuk muhkamat memisahkan antara dua hal. Jika seseorang dikatakan hakim maka karena ia mencegah kezaliman dan memisahkan antara dua orang
disertai alasannya. yang berselisih, membedakan antara yang hak dan yang batil,antara benar dan salah. Sedangakan kata mutasyabih berasal dari
kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua
hal.
Menurut Manna’ Al-Qaththan secara terminologi muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, mengandung satu
makna, dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedang mutashâbih adalah ayat yang pada hakekatnya
hanya diketahui maksudnya oleh Allah sendiri, mengandung banyak makna, dan membutuhkan penjelasan dengan merujuk pada ayat-
ayat lain.
Ayat al-Qur’an yang seringkali digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan muhkamat dan mutasyabihat tercantum pada
surat ali Imran (QS 3:7) :
ُ‫غ فَيَتَّبِعُونَ َما تَ ٰ َشبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء تَ ۡأ ِويلِ ِۖۦه َو َم ا يَ ۡعلَ ُم تَ ۡأ ِويلَ ٓۥه‬ٞ ‫ ۖت فََأ َّما ٱلَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِهمۡ ز َۡي‬ٞ َ‫ب َوُأ َخ ُر ُمتَ ٰ َشبِ ٰه‬ ِ َ‫ت ه َُّن ُأ ُّم ۡٱل ِك ٰت‬ َ َ‫ك ۡٱل ِك ٰت‬
ٌ ‫ت ُّم ۡح َك ٰ َم‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا ٰي‬ َ ‫ي َأن َز َل َعلَ ۡي‬
ٓ ‫هُ َو ٱلَّ ِذ‬
ْ ُ‫ ّل ِّم ۡن ِعن ِد َربِّن َۗا َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإٓاَّل ُأوْ ل‬ٞ ‫ِإاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُك‬
ِ َ‫وا ٱَأۡل ۡل ٰب‬
‫ب‬
Artinya:
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok
isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orangorang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya,
padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal.
Ayat Alquran tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman tentang boleh tidaknya takwil atas ayat-ayat mutasyabihaat itu.
Sebagian pendapat menyatakan bahwa semua ayat mutasyabihaat bisa ditakwil seluruhnya, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa
sebagian saja yang boleh ditakwil itu pun bila memenuhi persyaratan takwil termasuk siapa saja yang berhak melakukannya. Karena
takwil itu sesuatu yang sulit, maka diperlukan syarat keahlian tertentu, antara lain pengetahuan mendalam tentang ilmu-ilmu keislaman
termasuk kaidah bahasa Arab.
Takwil dapat dilakukan dengan syarat tetap memperhatikan kaidah kebahasaan dan tidak hanya mengandalkan akal (ra’yu)
saja. Karena dengan takwil akan memudahkan dalam mencerna dan mengamalkan ajaran Alquran sesuai dengan perkembangan
zaman sekarang dan akan datang. Menurut Al-Raghib al-Isfahani dalam kitab Mufrad fii alfaadzi al Qur’an mengemukakan bahwa tafsir
lebih umum dari pada takwil. Tafsir lebih banyak digunakan dalam kata dan kosa katanya. Sedang takwil banyak digunakan dalam
makna dan susunan kalimatnya. Takwil lebih banyak digunakan dalam Alquran, sedang tafsir tidak saja digunakan dalam Alquran
tetapi juga dalam kitab-kitab lainnya. Penggunaan takwil bukan berarti tanpa kaidah dan dasar-dasar keilmuan dan juga hanya
diterapkan teks-teks ayat yang pernah ditakwilkan oleh ahli tafsir terdahulu. Takwil bisa diterima selama kandungan yang ditentukan
untuk memaknai susunan kata dalam suatu ayat telah dikenal secara luas dalam masyarakat pengguna bahasa Arab pada masa
turunnya Alquran. Walaupun pada periode berikutnya, maksud kata ―dikenal secara luas bisa dimaknai lain, yakni selama pesan yang
digunakan untuk ayat yang ditakwil itu dipahami dari akar kata redaksi bahasa ayat itu.
Muhammad ‘Abduh dalam tafsir Juz Amma-nya memahami kata Thayran (‫ )طیرا‬pada surat al-Fiil (QS 105:3) yang berarti burung
yang terambil dari kata thaara – yathiiru berarti terbang kemudian beliau memahami kata tersebut dengan sejenis virus atau bakteri
yang beterbangan.
Pada ayat yang berbicara tentang dzat Allah yang tercantum pada surat al Nuur ‫ واالرض‬¥‫ نورالسماوات‬¥‫(ﷲ‬Allah adalah cahaya langit
dan bumi) dengan tujuan agar dzat Allah itu bisa diketahui. Pemahaman seperti ini merupakan takwil yang terlarang, karena tidak sesuai
dengan ayat: ‫لیس كمثلھ شیئ‬... (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya) (QS. Asy-Syura [42]: 11.
Pada penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat lainnya yang dilakukan Prof. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi
pada Q.S. AlBaqarah/2: 225. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan bumi sebagaimana Al-Thabathaba’i dalam Tafsir Al -
Mizan menakwilkannya sebagai kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna
ketakterhinggaan kekuasaan-Nya. Karena itu makna kursi pada ayat tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit
dan bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu terkontrol dengan baik.Demikian juga makna keluasan yang
dimaksud bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.

60 Ditampilkan 5 ayat,
peserta memilih satu Materi sda
di antaranya yang
termasuk
mutasyabihat
disertai alasannya.
61 Ditampilkan satu Tafsir bi al-Ma’tsur
ayat, kemudian
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah menafsirkan al-Qur’an didasarkan penjelasan-penjelasan al Qur’an yang diperoleh melalui
peserta mampu
menunjuk contoh riwayat-riwayat pada sunnah, hadist maupun atsar, bahkan sebuah ayat al Qur’an dapat dijelaskan dengan ayat-ayat al
penafsirannya secara Qur’an yang lain. Karena itu Tafsir bi al-Matsur disebut juga tafsir bi al-Riwayah, karena didasarkan juga pada periwayatan-
bi al-Ma'tsur
periwayatan. Selain hadist Nabi Saw, atsar sahabat dianggap mampu menjelaskan ayat al Qur’an karena sahabat Nabi Saw
dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an dan bergaul bersama Nabi Saw, demikian juga para ulama’ di masa
tabi’in yang dianggap juga sebagai orang yang bertemu langsung dan berguru kepada para sahabat. Karena itu sumber penafsiran
bi-al-Riwayah ini dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an, karena dianggap lebih terjaga dari kekeliruan dan
penyimpangan dalam menafsirkan al Qur’an. Pada pendekatan tafsir bi al-ma’sur terdapat beberapa cara untuk menafsirkan ayat
al-Qur’an, yaitu;
a) Penafsiran ayat dengan ayat al-Quran yang lain
Suatu ayat dapat ditafsirkan dengan ayat yang lain, baik ayat itu kelanjutan dari ayat yang ditafsirkan ataupun ayat yang
menafsirkan berada di surat yang lain. Misalnya pada surat al ikhlas ayat pertama yang menjelaskan tentang ketauhidan Allah
Swt, ditafsirkan oleh ayat berikutnya, yaitu ayat kedua, ketiga dan keempat. Namun ayat pertama surat al Ikhlas tentang
ketauhidan ini dapat ditafsirkan (dijelaskan) lagi oleh ayat yang lain yang berada di surat yang lain. Misalnya surat al Hasyr
( QS 59;22-24) yang menjelaskan sifat-sifat Allah Swt :
‫ٱلس ٰلَ ُم ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُ ۡٱل ُمهَ ۡي ِمنُ ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َجبَّا ُر ۡٱل ُمتَ َكبِّ ۚ ُر‬
َّ ُ‫ك ۡٱلقُ ُّدوس‬ ُ ِ‫ب َوٱل َّش ٰهَ َد ۖ ِة هُ َو ٱلر َّۡح ٰ َمنُ ٱل َّر ِحي ُم هُ َو ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذي ٓاَل ِإ ٰلَ هَ ِإاَّل هُ َو ۡٱل َمل‬
ِ ‫هُ َو ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذي ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۖ َو ٰ َعلِ ُم ۡٱلغ َۡي‬
‫ض َوهُ َو ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َح ِكي ُم‬
ِ ۖ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ِ ‫ص ِّو ۖ ُر لَهُ ٱَأۡل ۡس َمٓا ُء ۡٱلح ُۡسن َٰۚى يُ َسبِّ ُح لَ ۥهُ َما فِي ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
َ ‫ارُئ ۡٱل ُم‬ِ َ‫ق ٱلب‬
ۡ ُ ِ‫س ُۡب ٰ َحنَ ٱهَّلل ِ َع َّما ي ُۡشر ُكونَ هُ َو ٱهَّلل ُ ۡٱل ٰ َخل‬
ِ
Artinya :
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang (22) Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang
Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala
Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (23) Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan,
Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (24).
b) Penafsirat ayat al Qur’an dengan hadits Nabi Saw
Ayat-ayat al Qur’an lebih banyak bersifat mujmal(global) dan untuk dipahami tidak bisa berdiri sendiri, karena itu di sinilah
fungsi hadits Nabi Saw sebagai tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya ayat tentang perintah sholat yang mujmal tidak
menjelaskan tatacara sholat (QS. al Baqarah : 43)
َ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِعين‬
ْ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َو ۡٱر َكع‬
ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ْ ‫َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
Artinya :
Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku’
Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh hadits Nabi Saw :

Artinya:
Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat, maka apabila telah tiba waktu sholat hendaklah salah seorang di antara
kalian mengumandangkan adzan dan orang yang lebih tua di antara kalian menjadi imam. (HR Bukhori)
c) Penafsirat ayat al Qur’an dengan keterangan sahabat-sahabat Nabi saw.
Untuk mendapatkan informasi lebih luas perihal maksud-maksud al Qur’an, setelah memahami sunnah Nabi Saw maka
penjelasan para sahabat juga diperlukan, dikarenakan mereka adalah orang-orang yang dekat bersama Nabi Saw dan sangat
memahami situasi dan kondisi bagaimana al Qur’an itu diturunkan. Contoh tafsir terhadap Surat al Baqarah (QS 2: 3):
ِ ‫ٱلَّ ِذينَ ي ُۡؤ ِمنُونَ بِ ۡٱلغ َۡي‬
‫ب‬
Artinya
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…
Menurut ibnu abbas sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah bahwa tafsir dari kata yukminuuna adalah
yushoddiquuna (membenarkan). Dan menurut Makmar yang diriwayatkan dari az Zuhri yang dimaksud yukminuuna adalah
iman yang disertai mengamalkan. Sedangkan menurut Abu Jakfar ar Razi dari Rabi’ bin Anas yang dimaksud dengan
yukminuuna adalah yakhsyauna yang berarti takut.
ContohTafsir bi al ma’tsur adalah kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-
Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir.
lll
62 Ditampilkan satu Tafsir bi al-Ra’yi atau tafsir bi al-Dirayah
ayat, kemudian
Al-Ra’yu berarti pikiran atau nalar, karena itu Tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran seorang mufassir yang diperoleh melalui
peserta mampu
menunjuk contoh hasil penalarannya atau ijtihadnya, di mana penalaran di sini sebagai sumber utamanya . Seorang mufassir di sini tentu saja
penafsirannya secara adalah orang yang secara kompetensi keilmuannya telah dianggap telah memenuhi persyaratan, sebagaimana disebutkan pada
bi al-Ra'yi
syarat-syarat mufassir.
Istilah Tafsir bi al-Ra’y pada dasarnya untuk membedakannya dengan Tafsir bi al-Ma’tsur, dalam konteks, bahwa bukan berarti
ketika sahabat melakukan penafsiran Quran tidak menggunakan nalar. Para sahabat sebenarnya juga menggunakan nalar dalam
memberikan penafsiran, tetapi dalam istilah disiplin ulum Quran, para sahabat tetap saja tidak dinamai dalam kategori Tafsir bi
alRa’yi, sebab, para sahabat memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh generasi sesudah mereka. Sebagaimana pendekatan
tafsir yang lain, pendekatan Tafsir bi al-Ra’y juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Di antara kelebihan pendekatan Tafsir bi al-
Ra’y ini adalah mempunyai ruang lingkup yang luas, dapat mengapresiasi berbagai ide dan melihat dan memahami Quran secara
mendalam dengan melihat dari berbagai aspek. Kendatipun demikian, bukan berarti pendekatan ini tidak mempunyai kelemahan.
Kelemahaman pendekatan Tafsir bi al-Ra’y bisa saja terjadi ketika ketika menjadikan petunjuk ayat yang bersifat parsial, sehingga
memberikan kesan Quran tidak utuh dan tidak konsisten. Di samping itu, penafsiran dengan pendekatan Tafsir bi al-Ra’y tidak
tertutup kemungkinan menimbulkan kesan subyektif yang dapat memberikan pembenaran terhadap mazhab atau pemikiran
tertentu, serta dengan pendekatan Tafsir bi alRa’y tidak tertutup kemungkinan masuknya cerita-cerita isra’iliyat karena kelemahan
dalam membatasi pemikiran yang berkembang.
Salah seorang mufassir yang tergolong bi al ro’yi adalah Abdul Qosim Mahmud al Zamakhsari dalam melakukan
penafsirannya beliau mengemukakan pemikirannya akan tetapi didukung dengan dalil-dalil dari riwayat (hadis) atau ayat al-Qur’an,
baik yang berhubungan dengan sabab al-nuzul suatu ayat atau dalam hal penafsiran ayat. Meskipun demikian, ia tidak terikat oleh
riwayat dalam penafsirannya. Dengan kata lain, kalau ada riwayat yang mendukung penafsirannya ia akan mengambilnya dan
kalau tidak ada riwayat, ia akan tetap melakukan penafsirannya.
Contoh lain adalah tafsir bi al Ro’yi adalah penafsiran Sayyid Qutub dalam kitab tafsir Fi Dzilalil Qur’an pada saat
menjelaskan Surat al Fatihah (SQ 1: 4) sebagai berikut :
ِ ِ‫ٰ َمل‬
‫ك يَ ۡو ِم ٱلدِّي ِن‬
Artinya :
“Tuhan yang menguasai hari pembalasan”.
Ini merupakan 'aqidah pokok yang amat besar dan mempunyai kesan yang amat mendalam dalam seluruh hidup manusia, yaitu
'aqidah pokok mempercayai hari Akhirat. Kata-kata "yang menguasai atau penguasa" membayangkan darjah kuasa yang paling
tinggi. "Hari Pembalasan" ialah hari penentuan balasan di Akhirat. Ramai orang yang percaya kepada Uluhiyah Allah dan percaya
bahawa Allah-lah yang menciptakan 'alam buana ini bagi pertama kali, namun demikian mereka tidak percaya kepada Hari
Balasan. Keperihalan setengah-setengah mereka telah diceritakan oleh al- Qur'an. Seperti pada surat Az-Zumar (SQ 29;28) :
ُ ۚ ‫ض لَيَقُولُ َّن ٱهَّلل‬
َ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ َ َ‫َولَِئن َسَأ ۡلتَهُم َّم ۡن خَ ل‬
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab:
"Allah”.
Kemudian dalam surah Qoof (QS . 50:3) menceritakan hal mereka:
ٌ‫ال ۡٱل ٰ َكفِرُونَ ٰهَ َذا َش ۡي ٌء َع ِجيب‬
َ َ‫ر ِّم ۡنهُمۡ فَق‬ٞ ‫بَ ۡل ع َِجب ُٓو ْا َأن َجٓا َءهُم ُّمن ِذ‬
"Bahkan mereka heran kerana mereka telah didatangi seorang Rasul yang memberi peringatan dari kalangan mereka sendiri, lalu
berkatalah orang-orang kafir: "Ini adalah suatu perkara yang amat aneh."
Kepercayaan terhadap hari pembalasan merupakan satu lagi 'aqidah pokok di dalam Islam. Nilai kepercayaan ini ialah ia
meletakkan pandangan dan hati manusia pada sebuah 'alam yang lain setelah tamatnya 'alam bumi supaya mereka tidak begitu
terkongkong kepada keperluan-keperluan bumi saja dan ketika itu mereka tidak lagi terpengaruh kepada keperluan keperluan
bumi, juga supaya mereka tidak begitu gelisah untuk mendapatkan balasan dan ganjaran dari hasil usaha mereka dalam usia
mereka yang pendek dan di 'alam bumi yang terbatas ini dan ketika itu barulah mereka dapat berbuat amalan-amalan semata-
mata kerana Allah dan sanggup menunggu ganjarannya mengikut bagaimana yang ditentukan Allah sama ada di 'alam bumi ini
atau 'alam Akhirat.
Dari contoh penafsiran dengan pendekatan bi al ra’yi di atas menjadi jelas bahwa mereka tidak meninggalkan riwayat dan bukan
semata-mata menafsirkan al Qur’an dengan pendapatnya sendiri. Kitab tafsir yang lain misalnya Tafsir bi al-ra’yi adalah kitab
Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi dan Tafsir Anwar atTanzil wa Asrar at-Ta’wil karya al-Baidhawi.

63 Dijelaskan point- Metode Tahlili (Analisis)


point perbedaan
Metode Tahlili adalah suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi
antara Tafsir tahlili
dan tafsir maudhu'I, surat, sesuai tata urutan dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing mufassir
peserta mampu terhadap aspek-aspek yang ingin disampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek qira’at, asbabu al-nuzul, munasabah,
memilih yang tepat
balaghah, hukum dan lain sebagainya, contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam
al-Qur’an karya al-Qurtubi, kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-
Adzim karya Ibnu Katsir dan kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode Maudhu’i adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil suatu tema tertentu. Metode ini
kelebihannya mampu menjawab kebutuhan zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, praktis dan sistematis
serta dapat menghemat waktu, dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat pemahaman menjadi utuh. Namun
kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang memilki permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika melakukan proses penafsiran metode maudhu’i adalah :
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas.
Permasalahn yang dibahas diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang
mufassir harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang masyarakat.
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang
mendukungnya.
d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing (terkait erat dengan ilmu munasabat).
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).
f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayatayatnya yang mempunyai pengertian yang
sama atau mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang
apada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan pemaksaan.
Perbedaan metode maudhu’i (tematik) dengan metode tahlili

Metode Tahlili Metode Maudhu’i (Tematik)
 Mufassir terikat dengan susunan ayat sebagaimana  Mufassir tidak terikat dengan susunan ayat dalam mushaf, tetapi lebih
tercantum dalam mushaf. terikat dengan urutan masa turunya ayat, atau kronologi kejadian.
 Mufassir berusaha berbicara menyangkut beberapa  Mufassir tidak berbicara tema lain  selain tema ysng sedang dikaji.
tema yang ditemukan dalam satu ayat. Oleh  karena itu, ia dapat mengangkat tema-tema Al-qur’an yang
masing-masing berdiri sendiri dan tidak bercampur aduk dengan
tema-tema lain.
 Mufassir berusaha menjelaskan segala sesuatu yang  Mufassir tidak membahas segala permasalahan yang dikandung oleh
ditemukan dalam satu ayat. satu ayat. Tetapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan.
 Sulit ditemukan tema-tema tertentu yang utuh  Mudah untuk menyusun tema-tema al-qur’an yang berdiri sendiri.
 Sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan  Walaupun benihnya ditemukan sejak dahulu, sebagai sebuah metode
dalam kitab-kitab tafsir yang ada. penafsiran yang jelas dan utuh baru dikenal belakangan saja.
64 Disebutkan Contoh kitab tafsir Maudhui adalah :
bermacam-macam 1. al-Tafsir al-Wadhīh, karya Muhammad Mahmud Hijazi
kitab tafsir, peserta 2. Nahwa Tafsir Maudhu’i li Suwar alQur’an al-Karīm karya Muhammad al-Ghazali,
mampu 3. Sirāh al-Waqi’ah wa Manhājuha fi al-‘Aqa’id karya Muhammad Gharib
mengidentifikasi 3
kitab tafsir maudhui
disertai alasannya.
65 Diuraikan kedudukan Ikhlas dapat diartikan sebagai hati yang bersih atau hati yang tulus. Ikhlas merupakan sebuah pangkal dan puncak dari segala tujuan.
ikhlas, peserta
Dalam kata ikhlas terdapat sebuah kondisi di mana seseorang dapat mengosongkan diri dari berbagai kehendak dan keinginan yang
mampu menjelaskan
hubungan antara dimiliki serta mengabaikan segala amal yang telah dilakukan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa ikhlas menurut bahasa ialah bersih dari
niat dengan amal. kotoran. Sehingga seorang yang memiliki keikhlasan ialah orang yang benar-benar menyembah hanya kepada Allah semata dengan tanpa
menyekutukan-Nya. Dalam hal ini ia tidak menjadikan agama dan amalannya sebagai bagian dari riya’ maupun sum’ah. Sedangkan
menurut istilah, ikhlas dapat diartikan sebagai kondisi di mana seorang hamba hanya mengharap ridha Allah semata dalam menjalankan
ibadah ataupun dalam beramal danmemurnikan niatnya dari hal-hal yang dapat mer usak niat itu sendiri.
Ikhlas dapat dirasakan pada hati nurani manusia, yang dalam hati nurani itu pulalah tempat niat berada. Adanya niat ialah sebagai sebuah
pengikat amal yang di sana amal seseorang dipertaruhkan. Bagi mereka yang mengabaikan kemurnian niatnya, maka ia harus bersiap
untuk mendapatkan kesia-siaan dari amalnya. Karena ikhlas ialah melakukan amalan dengan niat yang murni hanya untuk meraih Ridla
Allah semata, sehingga ia tidak lagi mengharap balasan kecuali ridla Allah SWT. Pada kondisi ini, seseorang tidak lagi memiliki rasa ingin
dihargai, ingin diterima, ingin memperoleh pujian, merasa istimewa, merasa lebih dan lain sebagainya.
66 Dideskripsikan Toleransi secara bahasa berasal dari Bahasa Inggris “Tolerance” yang berarti membiarkan. Dalam Bahasa Indonesia diartikan
contoh-contoh
sebagai sifat atau sikap toleran, mendiamkan membiarkan. Dalam bahasa Arab kata toleransi (mengutip kamus Al-Munawir
interaksi Muslim
dengan Non Muslim. disebut dengan istilah tasamuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang dada). Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi) adalah
Peserta mampu pendirian atau sikap yang termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan pendirian yang beraneka ragam
menilai perbuatan
meskipun tidak sependapat.
yang tidak tepat
dikatagorikan Toleransi menurut istilah berarti menghargai, membolehkan membiarkan pendirian, pendapat, kepercayaan, kebiasaan,
toleransi kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Misalnya agama, ideologi dan ras.
Firman-Nya, َ‫و م ِۡن ۡ ُھمۡ َّ َّم ۡۡن ُّیُّ ۡؤ ُِمنُ ِبھ‬Di
َ antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur’an, dan seterusnya. Maksudnya, di
antara mereka yang kamu diutus kepada mereka, hai Muhammad, ada yang beriman dengan AlQur’an ini, dia mengikutimu dan
mengambil manfaat dengan apa yang kamu diutus dengannnya. ‫“وم ِۡن ۡ ُھمۡ َّ َّم ۡۡن َّ َّل ا یُۡؤ ُِمنُ ٖ ِب ٖھ‬Dan
َ di antaranya ada (pula) orangorang yang tidak
beriman kepadannya.” Bahkan dia mati dalam keadaan seperti itu dan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu pula.
ِ ‫ك َ ا َعلَُ ُم ِبالم‬
‫ ِد َی َن‬¥¥‫ُفس‬ ُّ َ ُّ‫“ َو َرب‬Dan Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusaka.” Maksudnya, Allah lebih
mengetahui siapa yang berhak mendapat petunjuk, maka Allah memberinya petunjuk. Dan siapa yang berhak mendapatkan kesesatan,
maka Allah menyesatkannya. Allahlah yang Maha Adil yang tidak berbuat zalim, akan tetapi Allah Memberi masingmasing sesuai haknya,
Maha Suci Allah Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha
Bersih, tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia.
Allah berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: “Jika orang-orang musyrik mendustakanmu, maka berlepas dirilah dari mereka
dan amal mereka. ‫“ َف ُق ْ ُْل لِّّى َع َِملِى َولَـ ُ ُكم َع َم ُل ُ ُُكم‬Maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu.“ sebagaimana firman-Nya:
َ‫قُ ۡل ٰيََٓأيُّهَا ۡٱل ٰ َكفِرُونَ ٓاَل َأ ۡعبُ ُد َما ت َۡعبُ ُدون‬
“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan beribadah kepada apa yang kamu ibadahi,” (hingga akhir). (QS. Al-Kafiruun: 1-2).
Lebih lanjut Allah mengajarkan manusia tentang pentingnya toleransi melalui firman-Nya dalam surat Al Kafirun ayat 6 yang berbunyi :

ِ ‫لَ ُكمۡ ِدينُ ُكمۡ َولِ َي ِد‬


‫ين‬
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan sebagai berikut :
“(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum
Nabi saw. diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya’ Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik
dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.”
Adapun menurut Quraish Shihab dalam Tafsirnya, ia menjelaskan makna dari ayat tersebut ialah ” Bagi kalian agama kalian yang kalian
yakini, dan bagiku agamaku yang Allah perkenankan untukku.”
Adapun asbabun nuzul surat Al kafirun ialah adanya kaum kafir Quraisy berusaha keras membujuk dan mempengaruhi Rasulullah saw.
untuk mengikuti ajaran mereka. Kaum kafir Quraish menawarkan harta yang melimpah sehingga Rasulullah dapat menjadi orang terkaya
di Makkah. Selain itu, Rasulullah juga dijanjikan hendak dikawinkan dengan wanita paling cantik, baik yang gadis maupun yang sudah
janda, sesuai kehendak beliau. Dalam upaya ini, kaum kafir Quraish mengatakan, “Inilah wahai Muhammad yang kami sediakan
untukmu, agar kamu tidak memaki dan menghina tuhan kami dalam satu tahun!” Rasulullahpun menjawab, “Saat ini, aku belum bisa
menjawab. Aku akan menunggu wahyu dari Allah Tuhanku lebih dahulu.” . karena terjadinya peristiwa ini, maka Allah Subhanahu wata’ala
menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW berupa surah Al-Kafirun. Melalui wahyu ini, Allah menunjukkan Rasulullah untuk menolak
tawaran mereka. (HR. Thabrani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang-orang kafir Quraisy mengajukan tawaran kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad,
sekiranya kamu tidak keberatan mengikuti agama kami selama satu tahun, maka kami akan berbalik mengikuti agamamu selama
satu tahun pula.” Beradasarkan peristiwa inipun kemudian Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk menurunkan wahyu
kepada Rasulullah SAW, yaitu surah Al-Kafirun sebagai petunjuk jawaban yang harus diberikan Rasulullah. Selanjutnya Rasulullah
Saw menyampaikan jawaban berdasarkan wahyu Allah tersebut secara terangterangan dengan kalimat: “selamanya tidak akan
bertemu dalam satu titik agama kufur dengan agama Islam yang hak”. (HR. Abdurrazak dari Wahbin. dan Ibnu Mundzir
meriwayatkan bersumber dari Juraij)

67 Disebutkan 5 syarat Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata al-saqîm = orang yang sakit, seolah-olah dimaksudkan Hadits shahih adalah Hadits
Hadis Sahih, peserta yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Adapun menurut istilah Hadits shahih adalah :
mampu menjelaskan
makna kata "tsiqah"
Hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhâbith (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari
kejanggalan (syadz), dan cacat (`illat).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan, Hadits shahih mempunyai 5 kriteria, yaitu :
a. Persambungan sanad (bertemu langsung antar perawi sampai kepada Rasul)
b. Para periwayat bersifat adil (konsisten dalam beragama). Pengertian adil adalah orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik
akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat muruah.
c. Para periwayat bersifat dhâbith (memiliki daya ingat hapalan yang sempurna)
d. Tidak ada kejanggalan (syâdz). Maksud Syâdz di sini adalah periwayatan orang tsiqah (terpercaya yakni adil dan dhâbith) bertentangan
dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah.
e. Tidak terjadi `illat (cacat tersembunyi). Arti `illah di sini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu Hadis padahal
lahirnya selamat dari cacat tersebut.

68 Disebutkan berbagai Apabila sebuah hadis tidak memenuhi salah satu saja dari lima persyaratan hadis shahih tersebut maka hadis tersebut dinilai dlaif (lemah). Hadis yang
faktor yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dinilai sebagai Hadis Dlaif karena salah satu persyaratan saja, yaitu bahwa Hafash bin Sulaiman sebagai salah satu perawi
menyebabkan yang ada pada rangkaian sanad dinilai tidak tsiqah (tidak terpercaya, mungkin karena hafalannya yang lemah atau karena akhlaknya yang kurang baik
dan dinilai pula matruk (ditinggalkan).
sebuah hadis
Akan tetapi secara logika, boleh jadi seorang perawi hadis dinilai kurang kuat hafalannya, tetapi tentu tidak bisa disimpulkan semua ucapannya salah.
dikatagorikan dhaif
Terbukti bahwa hadis tersebut diriwayatkan pula melalui beberapa jalur sanad yang shahih yang tidak ada nama Hafash bin Sulaiman di dalamnya.
(lemah), peserta Meskipun hadis di atas dla’if dari sisi perawi, akan tetapi kandungan matn-nya sejalan dengan ajaran al-Qur’an yang memerintahkan kaum Muslimin
mampu menjelaskan menggali pengetahuan, antara lain surat al-Taubah ayat 122, dan surat al-‘Alaq ayat 1-5. Artinya, hadis ini mengandung ajaran untuk mengamalkan
faktor kelemahan perbuatan-perbuatan yang baik yang disebut fadla’ilul a’mal. Hadis yang mengandung ajaran fadla’ilul a’mal ini, meskipun kualitasnya dla’if,
hadis dari segi menurut para ulama hadis boleh dijadikan dasar perbuatan. Pendapat serupa ini antara lain dikemukakan oleh Ahmad bin Hanbal.
matan.
69 Dijelaskan alasan
kedhaifan hadis
riwayat Ibnu Majah,
peserta mampu
menjelaskan kenapa
hadis tersebut tetap
Artinya:
dijadikan dasar.
“Hisyam bin Ammar bercerita kepada kami, Hafash bin Sulaiman bercerita kepada kami, Katsir bin Syindzir bercerita kepada kami, dari Muhammad bin
Sirin, dari Anas bin Malik berkata: “Rasulullah saw bersabda: ‘mencari ilmu itu wajib atas setiap orang Muslim” (diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Hadis yang diriwayatkan pertama kali oleh Anas bin Malik salah seorang sahabat terdekat Rasulullah ini dapat dijumpai di banyak kitab Hadis, antara
lain di Sunan Ibn Majah salah satu diantara enam kitab Hadis (al-Kutub al-Sittah) yang paling mu’tabar (paling diakui dan dijadikan referensi). Selain
Anas bin Malik, sahabat Rasulullah yang juga meriwayatkan hadis ini adalah Abu Said al-Khudri sebagaimana disebutkan dalam kitab Musnad al-
Syihab karya Muhammad bin Salamah bin Ja’far. Karena banyaknya kitab yang mencantumkan hadis ini, maka hadis inipun sangat sering dikutip
dalam karya-karya ilmiah, buku-buku maupun tulisan popular serta seminar dan ceramahceramah.
Namun demikian Ibn Majah sendiri menganggap hadis ini termasuk hadis dla’if (lemah, tidak sahih). Kelemahan hadis ini terletak pada seorang rawinya
yang ada pada rangkaian sanad yaitu Hafash bin Sulaiman yang dinilai tidak tsiqah oleh Yahya bin Ma’in dan dikatakan matruk oleh Ahmad bin Hanbal
dan Bukhary. Jadi penilaian bahwa hadis ini lemah adalah didasarkan pada kelemahan diri seorang perawinya.
70 Disebutkan hadis
riwayat Abu Dawud
tentang ilmu,
peserta mampu
menganalisa 5
keutamaan ulama
dan pencari ilmu.

Artinya:
“Dari Abu Darda ra, dia berkata: “sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu,
maka Allah menyertainya berjalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat merendahkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap pencari ilmu.
Dan sesungguhnya orang yang berilmu dimohonkan ampunan oleh makhlukmakhluk penghuni langit dan bumi bahkan oleh ikan di dalam air. Sungguh
keutamaan seorang alim ahli ilmu) dibanding dengan seorang abid (ahli ibadah) adalah seperti cahaya bulan purnama disbanding cahaya bintang-
bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham akan tetapi
mereka mewariskan ilmu, siapa mendapatkannya akan memperoleh keberuntungan yang besar”. (diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Setidaknya ada lima keistimewaan orang berilmu yaitu :


1. Diiringi perjalannya oleh Allah menuju surga
Surga adalah kehidupan yang diidentikkan dengan keindahan, kesenangan, kenikmatan, kedamaian, kesejahteraan, kenyamanan dan sebagainya.
Orang yang sedang berusaha dengan sungguh-sungguh mencari ilmu dan bersabar serta tabah menghadapi segala kesulitan yang ada, akan
dibantu oleh Allah sehingga dia berhasil menikmati buah ilmu itu di dunia maupun akhirat. Bangsa-bangsa yang makmur dan sejahtera adalah
bangsa-bangsa yang hidup dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan.
2. Diridhoi oleh para malaikat
Malaikat selalu memberikan ilham, inspirasi dan bimbingan ke arah yang positif kepada manusia, sebaliknya syaitan selalu membisikan hal-hal
jahat dan negative. Dengan ridho dari malaikat, pencari ilmu yang sungguhsungguh akan cenderung kepada hal-hal yang positif.
3. Didoakan oleh makhluk-makhluk yang ada di udara maupun di darat serta yang ada di dalam air.
Sering muncul berita di media massa bahwa sekelompok ilmuwan mengemukakan ide untuk melindungi jenis-jenis binatang dan berbagai macam
tanaman dari kepunahan. Maka lahirlah undang-undang dan peraturan-peraturan untuk konservasi alam. Ilmuwan pula yang terus mengingatkan
bahaya pencemaran udara terhadap lapisan ozon yang pada jangka panjang akan berakibat buruk pada kehidupan bumi. Begitu juga para ilmuwan
yang menyelamatkan ikan-ikan besar yang tersesat sehingga terdampar dan sekarat di pantai, lalu para ilmuwan itulah yang berinisiatif membawa
mereka kembali ke tengah lautan. Pemikiran untuk menyelamatkan binatang tumbuhan, atau air dan udara tidak lahir dari pengusaha, pedagang
atau pemburu yang hanya memikirkan bagaimana mengambil keuntungan dan kesenangan dari semua itu.
4. Dinilai lebih utama dibanding ahli ibadah
Argument yang paling rasional untuk pernyataan ini adalah bahwa manfaat dari ilmu yang dimiliki seorang alim dirasakan bukan hanya oleh dirinya
sendiri, tetapi juga oleh orang banyak. Sedangkan manfaat ibadah seseorang lebih dirasakan oleh dirinya sendiri, meskipun dapat pula member
inspirasi pada orang lain.
5. Dinyatakan sebagai pewaris para nabi
Keberlangsungan ajaran para nabi dijaga oleh para ulama yang secara turun temurun dari generasi ke generasi mengajarkan konsep-konsep
akidah, tata cara beribadah, prinsip-prinsip akhlak, dan aturan-aturan bermuamalah yang telah disampaikan para nabi. Karena itulah mereka
disebut pewaris nabi. Dan hal itu merupakan kehormatan yang besar.

71 Disebutkan hadis Alquran dan juga hadist Nabi banyak isyarat yang harus dilakukan oleh kaum muslimin terhadap anak-anak yatim. Karena itulah bagi mereka yang
tentang menanggung memelihara anak-anak yatim haruslah mengikuti pedoman yang sudah digariskan oleh Al-Quran dan keteladanan yang sudah diperlihatkan oleh
hidup anak yatim, Rasulullah. "Jika memang tidak mampu menghadapi godaan yang ditimbulkan oleh ulah anak-anak yatim yang dipelihara di rumah masing-masing
peserta mampu boleh saja mereka menyantuni anak-anak yatim yang dipelihara di panti asuhan," Konsep panti asuhan sendiri, ujarnya tidak bertentangan dengan
prinsip Islam dalam memelihara anak-anak yatim. Hanya saja persyaratannya pun sangat berat. Jangan sekali-sekali memanfaatkan anak-anak yatim
menjelaskan kenapa
itu untuk kepentingan diri sendiri.
Rasulullah sangat
Sangat disayangkan apabila ada orang yang menjadi pengurus panti asuhan, tapi memanfaatkan anak-anak yatim piatu. Begitu juga ketika
menganjurkannya.
mengadakan acara yang diperuntukkan membahagiakan anak-anak yatim, jangan sekali-sekali dikurangi jatah yang seharusnya dinikmati oleh anak-
anak yatim. Artinya, kalau ada yang menyumbang untuk yatim, maka semuanya harus untuk anak yatim. Kalaupun mau untuk konsumsi, harus
dicarikan jalan lain, selain dari sumbangan untuk yatim tersebut. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa memakan harta anak yatim termasuk dosa
besar. Rasulullah saw bersabda:

Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan”. Para sahabat bertanya “Apa dosa-dosa itu”?
Rasulullah menjawab: “Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak
yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina terhadap orang-orang perempuan yang menjaga kehormatannya”.

Hadis di atas mensejajarkan dosa memakan harta anak yatim dengan dosa-dosa besar lainnya yang merusak keagamaan pelakunya. Hal itu dapat
dimengerti bahwa perbuatan yang demikian jelas merupakan tindakan dzalim, sebab anak yatim yang seharusnya dibantu, tetapi malah sebaliknya
harta benda miliknya malah dimakan orang lain. Meskipun demikian, ibarat amil (panitia) yang melaksanakan pengumpulan dan pembagian zakat yang
dibolehkan mengambil jatah dari zakat yang dikumpulkan, orang-orang yang mengurus pemeliharaan anak-anak yatim diperbolehkan memperoleh
harta yang diperuntukan bagi anak yatim, dalam jumlah yang sepatutnya, atau dalam istilah al-Qur’an bi al-ma’ruf atau billati hiya ahsan. Sebagaimana
dapat kita baca pada surat An Nisa ayat 6 dan al-An’am ayat 152 berikut ini :
ۚ
ِ ۚ ‫يرا فَ ۡليَ ۡأ ُك ۡل بِ ۡٱل َم ۡعر‬
.... ‫ُوف‬ ۖۡ ِ‫ُوا َومن َكانَ َغنِ ٗيّا فَ ۡليَ ۡست َۡعف‬
ٗ ِ‫ف َو َمن َكانَ فَق‬ ۡ
َ ْ ‫ َواَل تَأ ُكلُوهَٓا ِإ ۡس َر ٗافا َوبِدَارًا َأن يَ ۡكبَر‬....
Artinya:
“…dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka
dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) kaya, maka hendaklah ia menahan diri (tidak memakan harta anak yatim) dan barangsiapa
(di antara pemelihara anak yatim itu) miskin, maka bolehlah memakan harta itu menurut yang patut (bi al-ma’ruf) …” (Al-Nisa:6)
...... ُ‫ُوا َما َل ۡٱليَتِ ِيم ِإاَّل بِٱلَّتِي ِه َي َأ ۡح َس ُن َحتَّ ٰى يَ ۡبلُ َغ َأ ُش َّد ۥۚه‬
ْ ‫َواَل ت َۡق َرب‬
Artinya:
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat), hingga sampai ia dewasa…(al-An’am: 152)

72 Disebutkan istilah- Secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayân) Hadis terhadap al-Qur’an, dikelompokkan sebagai berikut:
istilah fungsi hadis 1. Bayân Taqrîr
terhadap al-Qur'an, Posisi Hadis sebagai penguat (taqrîr/ta’kid) keterangan al-Qur’an. Artinya Hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-Qur’an, sepert Hadis
peserta mampu tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Begitu juga hadis-hadis tentang kepedulian terhadap anak yatim yang sudah diuraikan di atas menjadi
menjelaskan makna penguat terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang membahas hal yang sama.
Ta'kid al-Kitab 2. Bayân Tafsîr
Hadis sebagai penjelas (tafsîr) terhadap al-Qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu
sebagai berikut :
a. Tafsîl al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an yang masih global (tafsîl al-mujmal= memperinci yang gelobal), baik
menyangkut masalah ibadah maupun hukum, sebagian ulama menyebutnya bayân tafshîl atau bayân tafsîr. Misalnya perintah shalat pada
beberapa ayat dalam al-Qur’an hanya diterangkan secara global “dirikanlah shalat” tanpa disertai petunjuk bagaimana pelaksanaannya berapa
kali sehari semalam, berapa raka`at, kapan waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya. Perincian itu adanya dalam Hadis Nabi, misalnya
sabda Nabi saw :
“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat “. (HR. al-Bukhari)
Dalam masalah haji al-Qur’an hanya menjelaskan secara global, rinciannya dijelaskan Hadis, Nabi bersabda : "‫“ " لِتَأ ْ ُخ ُذ ُْْوا َم َناسِ َك ُْك ْم‬Ambilah (dari
padaku) ibadah hajjimu “. (HR. Muslim)
b. Takhshîsh al-`Amm
Hadis mengkhususkan (mengecualikan) ayat-ayat al-Qur’an yang umum, sebagian ulama menyebut bayân takhshîsh. Misalnya ayat-ayat
tentang waris dalam QS. An Nisa’/4: 10
“ Allah mensyari`atkan bagi mu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang perempuan…”
Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli waris, baik anak-lelaki, anak perempuan, satu, dan atau banyak,
orang tua (bapak dan ibu) jika ada anak atau tidak ada anak, jika ada saudara atau tidak ada dan seterusnya. Ayat harta warisan ini bersifat
umum, kemudian dikhususkan (takhsîsh) dengan Hadis Nabi yang melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama, dan
pembunuh.
c. Taqyîd al-Muthlaq
Hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Artinya al-Qur’an keterangannya secara mutlak, kemudian ditakhshish dengan Hadis yang
khusus. Sebagian ulama menyebut bayân taqyîd. Misalnya firman Allah dalam QS. Al-Mâidah : 38
... ‫َّارقَةُ فَ ۡٱقطَع ُٓو ْا َأ ۡي ِديَهُ َما‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوٱلس‬ ِ ‫َوٱلس‬
”…Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan tangan mereka “
Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak nama tangan tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari
pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Kata tangan mutlak meliputi hasta dari bahu pundak, lengan, dan sampai telapak tangan. Kemudian
pembatasan itu baharu dijelaskan dengan Hadis ketika ada seorang pencuri tertangkap dan didatangkan ke hadapan Nabi dan diputuskan
hukuman dengan pemotongan tangan, maka Nabi memerintahkan agar percuri tersebut dipotong pada pergelangan tangan.
3. Bayân Tasyrî`î
Hadis menciptakan hukum syari`at (tasyri`) yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunah sebagai dalil
pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Sunah berdiri sendiri sebagai dalil hukum dan yang
lain berpendapat bahwa Sunah menetapkan dalil yang terkandung atau tersirat secara implisit dalam teks al-Qur’an. Misalnya keharaman makan
daging keledai ternak, keharaman setiap binatang yang bertelalai, dan keharaman menikahi seorang wanita bersama bibik dan paman wanitanya.
Hadis tasyri` diterima oleh para ulama karena kapasitas Hadis juga sebagai wahyu dari Allah swt yang menyatu dengan al-Qur’an, hakekatnya ia
juga merupakan penjelasan secara implisit dalam al-Qur’an.
Jelasnya, hubungan antara Hadis dan al-Qur’an sangat integral keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena keduanya
berdasrkan wahyu yang datang dari Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umatnya, hanya proses penyampaiannya
dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai peran yang utama yakni menjelaskan al-Qur’an baik secara eksplisit atau implisit, sehingga
tidak ada istilah kontra antara satu dengan lain.

Anda mungkin juga menyukai