Anda di halaman 1dari 9

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : FIKIH


B. Kegiatan Belajar : Hukum Zakat (KB 1)
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

A. Definisi Zakat
Makna zakat secara bahasa ini mencerminkan sifat zakat yang
dapat mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat
dikembangkan berupa kebaikan bagi si muzakki dan kemaslahatan ekonomi
bagi para mustahiq.
Menurut syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta
tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.”
Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan, “Zakat adalah suatu nama hak Allah
yang harus dikeluarkan oleh manusia kepada fuqara.” Selanjutnya Sabiq
menambahkan, “Dinamakan zakat karena mengharap berkah, pensucian diri,
dan bertambahnya kebaikan.”
Menurut syara’, para ulama mendefinisikan zakat dengan “Harta
tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.”
Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan, “Zakat adalah suatu nama hak Allah
yang harus dikeluarkan oleh manusia kepada fuqara.” Selanjutnya Sabiq
Konsep (Beberapa menambahkan, “Dinamakan zakat karena mengharap berkah, pensucian diri,
1 istilah dan dan bertambahnya kebaikan.”
definisi) di KB Dari beberapa pengertian zakat seperti diungkapkan di atas dapat
disimpulkan bahwa zakat adalah kewajiban seseorang untuk mengeluarkan
sebagian harta miliknya yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada
orang yang berhak menerimanya (mustahiq).
Zakat sering juga disebut shadaqah ( ‫ )صدقة‬karena tindakan
itu adalah tindakan yang benar (shidq). Istilah zakat dalam al-Qur'an sering
sekali penyebutannya digandengkan dengan kata sholat, ditemukan
sebanyak 82 ayat. Penyelarasan ini menunjukkan bahwa zakat merupakan
rukun Islam yang sangat penting setelah perkara sholat.

B. Zakat Hasil Tanah yang disewakan


Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan
harta kekayaan dari golongan kaya kepada golongan miskin (mustahik).
Transfer kekayaan berarti juga transfer sumber-sumber ekonomi. Rahardjo
(1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat
bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep
tentang bagaimana cara manusia melakukan kehidupan bermasyarakat
termasuk di dalamnya bentuk ekonomi. Oleh karena itu ada dua konsep yang
selalu dikemukakan dalam pembahasan mengenai sosial ekonomi Islam
yang saling berkaitan yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat
(Q.S al-Baqarah [2]: 276).
1. Pengetian Dan Dasar Hukum Zakat Tanah Yang Disewakan
Sewa-menyewa adalah memanfaatkan suatu barang baik barang milik
sendiri atau barang orang lain. Istilah ini dikenal dalam Bahasa Arab
disebut dengan istilah ijarah yang berasal dari kata al-ajru yang
mengandung arti upah atau menjual manfaat. Zuhaily yang dikutip
oleh Ismail Nawawi dalam bukunya yang berjudul Fiqh Muamalah
Klasik dan Kontemporer mengatakan bahwa “Transaksi sewa
(ijarah) identik dengan jual beli, tetapi dalam sewa pemilikan
dibatasi dengan waktu tertentu.
Akad ijarah dianggap sah jika memenuhi rukun-rukunya yang
meliputi pertama, Mujir dan musta’jir, yaitu pihak-pihak yang
melakukan akad sewa. Mujir yakni orang yang menyewa, mustajir
yakni orang yang memberi sewa. Kedua, Sighat, ijab qabul antara
mujir dan mustajir. Ketiga, Ajr atau upah yang dibayarkan dan
keempat, Barang yang disewakan. Dengan demikian, pengertian
zakat tanah yang disewakan adalah zakat yang dikeluarkan dari tanah
yang disewakan. Zakat tanah yang disewakan harus memenuhi
beberapa komponen dalam transaksi zakat hasil tanah yang
disewakan, sebagai berikut:
 Sebidang tanah yang disewakan
 Pamilik
 Penyewa tanah
 Ajru ( upah ) yang dibayarkan oleh penyewa kepada pemilik
tanah.
hasil tanah yang diairi oleh alat lebih kecil dari pada yang
diairi oleh air hujan? Hal ini karena yang memakai alat itu
membutuhkan biaya, sedangkan yang memakai air hujan tidak
membutuhkan biaya. Dengan demikian, terdapat keadilan di
dalamnya.
Zakat hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen,
tidak berlaku untuknya haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika
satu tahun itu dua kali panen, maka zakatnya pun dua kali.
Sedangkan ketentuan nisabnya menurut M. Syaltut, baiksedikit atau
banyak hasil panennya tetap dizakatkan karena menurutnya agar
tumbuh selalu sikap solidaritas sosial sebagai hikmah
diwajibkannya zakat.
Menurut Majma’ al-Faqih al-Islam yang dikutip oleh Wahbah
Zuhaili tentang zakat harta yang tidak bergerak dan tanah yang
disewakan terutama tanah yang disewakan bukan untuk pertanian
maka tidak ada kewajiban zakat pada aset harta tidak bergerak dan
tanah yang disewakan karena yang wajib dizakati adalah hasil
pemasukan dari harta yang tidak bergerak dan tanah yang disewakan
itu. Jika tanah yang disewakan itu menghasilkan seperti pertanian atau
apapun yang dikelolanya maka wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5
% setelah berlalunya waktu satu tahun (haul) dari waktu al-qabdhu
(penyerahterimaan) dengan tetap memperhatikan
terpenuhinya syarat-syarat zakat dan tidak ada hal-hal yang
menghalanginya.
2. Siapa Yang Wajib Mengeluarkan Zakat
Ketentuan bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib
dikeluarkan zakatnya tidak memunculkan masalah jika tanah itu
ditanami oleh pemiliknya langsung. Persoalannya jika tanah itu
disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan memunculkan
masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang
disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang
bercocok tanam). Untuk menjawab kasus hukum ini tidak terdapat
kata sepakat di kalangan para ulama mereka berselisih dalam
menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.
Pertama, menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib
mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan adalah pihak
penyewa. Mereka beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya
adalah hasil tanahnya bukan tanahnya.
Kedua, menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya
bahwa pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena
dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak
akan dapat dihasilkan apa-apa.
Ketiga, Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu
Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa
tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan
pendapat poin pertama.
Mencermati perselisihan pendapat tentang zakat hasil tanah
yang disewakan sebagaimana tersebut di atas dapat dikelompokkan
perbedaannya menjadi dua kelompok dengan alasannya masing-
masing.
Pendapat pertama adalah ulama yang menetapkan bahwa si
penyewa dalam hal ini orang yang menggarap tanah yang wajib
mengeluarkan zakat karena dialah yang secara langsung
memperoleh hasil dari tanah tersebut. Sedangkan pendapat kedua
menetapkan bahwa si pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan
zakatnya karena si pemilik tanah tersebut mendapatkan uang sewa.
Jika diperbandingkan alasan dari kedua kelompok tersebut, maka
pendapat pertama memiliki argumentasi yang lebih kuat karena hal
ini diperkuat oleh firman Allah swt dalam surat al-An’am ayat 141
seperti tersebut di atas yang menyebutkan bahwa hasil tanah yang
wajib dikeluarkan zakatnya bukan tanahnya. Berdasarkan kepada
dalil-dali tersebut, fuqaha telah sepakat bahwa yang dizakatkan
adalah hasil tanah bukan tanahnya; maka sebidang tanah yang tidak
ditanami tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian, tanah
yang disewakan jika dilihat dari hasilnya itu adalah milik sempurna
pihak si penyewa. Maka tidaklah tepat alasan yang diajukan oleh
kelompok kedua yang berpendapat bahwa pemilik tanahlah yang
wajib mengeluarkan zakatnya. Terkait dengan status tanah yang
disewakan itu tetap milik orang yang menyewakan dan di sisi lain
terdapat kewajiban untuk mengeluarkan kewajiban pajak. Jika
berpegang kepada pendapat pertama seperti dijelaskan di atas maka
sebenarnya dengan status tersebut terjadi pembagian kewajiban
yang cukup merata karena kedua belah pihak memiliki andil, yakni
si penyewa wajib membayar zakat dan di sisi lain si pemilik tanah
membayar pajak tanah, maka pendapat pertama ini dipandang lebih
adil dan tidak memberatkan kedua-belah pihak.
Pengeluaran zakat yang ditawarkan oleh Abu Zahra
Menurutnya, kedua-duanya baik si pemilik tanah maupun si
penyewa sama-sama wajib mengeluarkan zakat. Hal ini demi
memenuhi keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan
pihak penyewa mengeluarkan zakat tanaman setelah dikurangi
harga sewa yang ia bayar kepada pemilik tanah; sedangkan pemilik
tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima dari
si penyewa; yang berarti ia mengeluarkan zakat uang. Dengan
demikian keduanya terkena beban untuk mengeluarkan zakat.
Solusi lain yang dapat dipertimbangkan juga adalah jika
kedua belah pihak sebelum transaksi telah bersepakat untuk
mengeluarkan zakatnya patungan dengan tujuan agar keduanya
tidak terlalu terbebani, maka zakat itu dapat dilakukan secara
patungan antara kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan itu.
Adapun ketentuan zakat tanah yang disewakan untuk
kegiatan usaha tersebut diqiyaskan pada zakat perdagangan. Besaran
nishabnya setara nishab emas dan perak senilai 85 gram emas murni,
zakatnya sebesar 2,5 %. Cara menghitung zakat perdagangan
yakni jumlah total harta dikurangi total biaya yang telah
dikeluarkan, kemudian dikalikan dengan 2,5 %.

C, Zakat Hasil Jasa ( Profesi )


1. Pengertian Dan Hukumnya
Dalam terminologi Arab, zakat penghasilan dan profesi lebih populer
disebut dengan istilah zakatu kasb al-amal wa al-mihan al- hurrah ( ‫الحرة‬
‫)زكاة كسب العمل والمهن‬, atau zakat atas penghasilan kerja dan profesi
bebas.
Kata profesi menurut kamus besar Bahasa Indonesia
mengandung arti sebidang pekerjaan yang dilandasi oleh
pendidikan keahlian berupa keterampilan dan kejuruan tertentu.
Profesi secara istilah berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan, keahlian, dan kepintaran. Yusuf al-Qardhawi lebih
jelas mengemukakan bahwa profesi adalah pekerjaan atau usaha
yang menghasilkan uang atau kekayaan baik pekerjaan atau usaha
itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, maupun
dengan bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah,
perusahaan swasta, maupun dengan perorangan dengan
memperoleh upah, gaji, atau honorarium.
Berdasar pengertian profesi di atas, maka zakat profesi dapat
dimaknai sebagai zakat pekerjaan yang sudah menjadi keahlian
seseorang yang diperoleh melalui proses pendidikan seperti dokter,
dosen, pengacara, pilot, dan guru, semua contoh pekerjaan ini
dapat dikatakan profesi karena keahliannya diperoleh melalui
proses pendidikan yang cukup lama.
Dilihat dari ketergantungannya, profesi bisa
dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, pekerja ahli yang
berdiri sendiri, tidak terikat oleh pemerintah, seperti dokter swasta,
insinyur, pengacara, penjahit, tukang batu, guru, dosen, wartawan
dan konsultan. Kedua, profesi yang terkait dengan pemerintah atau
yayasan atau badan usaha yang menerima gaji setiap bulan. Menurut
sebagian ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Muawiyah,
kedua kelompok profesi di atas, baik yang wiraswasta atau pegawai
yang terikat oleh suatu instansi, mereka dapat terkena kewajiban
mengeluarkan zakat profesinya ketika menerima upah/gaji sebesar
seperempat puluhnya. Jika rutinitas itu dilakukan maka tidak ada
lagi baginya kewajiban untuk mengeluarkan zakat pada akhir
tahun.
Dilihat dari aspek penerimaannya, macam-macam profesi
seperti tersebut di atas dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama,
hasil usaha yang teratur dan pasti setiap bulannya, yang termasuk
ke dalam kelompok pertama ini seperti upah pekerja dan gaji
pegawai. Kedua, hasil yang tidak tetap dan tidak dapat dipastikan
seperti kontraktor, pengacara, royalti pengarang, konsultan, dan
artis.
Dengan demikian, zakat profesi meliputi semua pekerjaan
yang halal dan baik. Zakat dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu
perolehannya setelah diambil terlebihdahulu untuk kewajiban biaya
terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan
profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya bukanlah termasuk profesi yang
wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan mereka tergolong orang yang
berhak menerima zakat (mustahiq); seperti tukang becak.
Dengan demikian, zakat profesi merupakan zakat wajib
yang harus dikeluarkan umat islam, apabila sudah memenuhi syarat
untuk menjadi muzakki. Indikator pengeluaran zakat profesi
merupakan penghasilan yang diperoleh. Semakin besar
penghasilan, maka semakin besar juga zakat yang harus
dikeluarkan. Karena itu, ulama menetapkan nishab zakat prof
disetarakan dengan zakat emas, yakni minimal memiliki harta
yang setara dengan harga 85% gram emas. Adapun syarat-syarat
lain yang harus dipenuhi adalah 1) harta kepemilikan penuh, yakni
harta profesi benar-benar milik sendiri; 2) penghasilan sudah
memenuhi kebutuhan pokok; dan 3)telah mencapai nishab;
berdasarkan fatwa MUI minimal setara dengan 85 gram emas;
sedangkan pendapat Abu Zahra, minimal setara dengan 930 liter atau
653 kg hasil panen. Sedangkan jumhur ulama yang dikutip oleh
Sulaiman Rasyid menetapkan nishabnya adalah setara dengan 93, 6
gram Emas. Sedang syarat 4) , bebas dari hutang; yakni muzakki
benar-benar bebas dari hutang.
2. Cara Mengeluarkan Dan Nishabnya
cara mengeluarkan zakat profesi seperti dokter, pengacara,
pilot, dosen, artis dan sebagainya. Semua pekerja ini dapat
mengeluarkan zakat profesinya dengan cara ta’jil, yaitu
mempercepat ketika mereka
menerima honor atau gaji. Berapa nisab (batas minimal) dan
prosentase yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan pendapat
para ulama terhadap penetapan nisabnya:
a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab
Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi
sekurang-kurangnya setara dengan lima wasaq atau 300 sha
sekitar 930 liter atau 653 Kg hasil panen. Persentase zakat
disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang
pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 %
setiap mendapatkan gaji atau honor.
b. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah harta
setara dengan seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil
dari penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup.
Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu
dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan.
c. Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi
disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada
syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat
menerimanya.
d. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa MUI No 3
tanggal 7 Juni tahun 2003 menyebutkan bahwa semua bentuk
penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85
gram dalam setahun. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada
saat menerima jika sudah cukup nishab. Jika tidak mencapai
nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya
sudah cukup nishab.

D. Contoh Kasus
Andi adalah seorang eksekutif muda di sebuah perusahaan IT.
Penghasilannya tiap bulan pada tahun 2021 sebagai berikut,
a. Gaji Pokok Rp. 15.000.000

b. Bonus dan Insentif Rp. 12.500.000


c. Honor dari yang lain Rp. 7.500.000

Pengeluaran setiap bulan:


a. Keperluan keluarga Rp. 5.000.000

b. Dan lain-lain Rp. 10.000.000

Kalkulasi
Penerimaan Rp. 25.000.000
Pengeluaran Rp. 15.000.000
Sisa Rp. 10.000.000
Jika sisa di atas dikalikan setahun, maka berjumlah Rp.
120.000.000. Jumlah tersebut telah memenuhi nisab emas, yakni 85
gram emas yang pada tahun 2021 seharga Rp 79.738.415,-. Dengan
demikian, maka Pak Andi diwajibkan mengeluarkan zakat dengan
perhitungan 2,5 % x Rp. 120.000.000 = Rp. 3.000. 000. Bila Pak Andi
mengeluarkannya secara ta’jil atau didahulukan, maka Pak Andi
dapat mengeluarkannya secara bulanan, hingga beliau hanya
membayar Rp. 250.000 setiap bulannya.

E. Zakat Produktif
Kemunculan istilah di atas dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk
“kritik” terhadap penyaluran zakat kepada mustahiq yang pada umumnya
bersifat konsumtif. Zakat yang diterima oleh mustahiq biasanya bersifat
konvensional yaitu sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
yang sifatnya “menghabiskan”. Namun di sisi lain terdapat mustahiq yang
keberadaannya masih produktif baik dari tenaga, ilmu dan keterampilan.
Mustahiq yang masih mampu produktif tersebut dapat diberikan zakat berupa
modal usaha untuk pengembangan kemampuan yang dimilikinya.
1. Gagasan Zakat Produktif
Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika
fokus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan
masakin tidak semuanya orang-orang yang memiliki keterbatasan
kekuatan fisik. Di antara mereka terdapat banyak yang memiliki
kesehatan fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka
tidak memiliki modal. Sehingga keluar ide untuk memberikan zakat
kepada mereka untuk bisa dijadikan sebagai modal usaha yang dapat
meningkatkan status ekonominya dan sekaligus mengembangkan
keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam
zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan
zakat sebagai modal yang terus dikembangkan.
2. Prospek zakat Produktif
Bagi mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq
aktif, mereka masih berumur produktif dan memiliki badan yang
sehat, maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara
produktif yaitu dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha. Oleh
karena itu diperlukan sikap proaktif dari mustahiq untuk mencurahkan
kemampuannya dalam pengembangan modal dari zakat itu.
Menurut hemat penulis, usaha pengembangan zakat menjadi
modal usaha memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cukup
handal. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan SDM
(sumber daya manusia) mustahiq dengan mengadakan pelatihan atau
training yang dapat dilakukan oleh badan, seperti bazis atau
pemerintah, sehingga mereka benar-benar memiliki keahlian yang
mapan untuk dapat mengembangkan modal usaha yang didapat dari
zakat tersebut. Selain itu di masyarakat terdapat banyak keahlian yang
dimiliki oleh mereka yang tergolong mustahiq yang tampaknya
diperoleh tanpa melalui latihan khusus seperti pedagang kaki lima,
sopir, pengrajin tangan, tukang kuli batu, dan lain sebagainya. Jika
penyaluran zakat dilakukan dengan baik serta penggunaannya terbilang
optimal, maka hal ini akan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka
yang tergolong lemah untuk selanjutnya diharapkan kehidupan
mereka tidak bergantung kepada zakat.
F. Penyaluran Zakat Untuk Pembangunan Masjid
1. Kelompok Mustahiq Zakat
Jumhur ulama sepakat bahwa kelompok mustahiq zakat itu
terdiri delapan asnaf atau bagian. Antara lain Fuqara, yaitu Orang
yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Orang yang termasuk
kelompok ini tidak memiliki suami (isteri), ayah, ibu, dan anak
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Masakin, yaitu Orang
yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja memungut
zakat (panitia zakat). Muallaf, pengertiannya dapat berarti orang yang
baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk
menguatkannya
perlu diyakinkan dengan zakat. Atau orang kafir yang berniat
untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi
zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat. Budak, yaitu orang
yang hidupnya tidak merdeka, dikuasai oleh
tuannya dan berniat untuk membebaskan dirinya Orang yang
terlilit hutang, yaitu
orang yang memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik
hutang tersebut untuk kepentingan pribadinya atau hutang karena
untuk biaya kebajikan. Orang yang berjuang di jalan Allah, yaitu para
tentara yang berperang melawan serangan orang kafir. Orang yang
sedang dalam perjalanan. Yaitu orang yang sedang melakukan
sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan,
seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
2. Hukum Zakat Untuk Pembangunan Masjid
M. Rasyid Ridha berpendapat bahwa, istilah sabilillah mencakup
semua kepentingan syariah secara umum yang berkenaan dengan
masalah agama dan negara dan yang terpenting, untuk persiapan
kepentingan perang dengan membeli persenjataan.
Menurut Yusuf Qardhawi, istilah sabilillah memiliki arti yang
lentur, yaitu semua sarana yang dapat dipergunakan untuk
memperjuangkan kemajuan ummat Islam dan melawan semua bentuk
serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah. Lebih
rinci, beliau menyebutkan usaha pembebasan Islam dari kekuasaan
dengan memerangi kaum kafir, sarana pendidikan dan pengajaran
serta lembaga dakwah, surat kabar islami, penerbitan buku-buku
islami dan para da’i, semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan
ke dalam cakupan makna sabilillah.
Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah sabilillah adalah
semua jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik
berupa ilmu atau amal.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, maka dapatlah
disimpulkan bahwa pengertian sabilillah secara umum dapat
mencakup semua jalan kebaikan yang manfaatnya kembali kepada
umat Islam termasuk di dalamya adalah masjid, penyebutan sarana
ibadah yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut oleh Mahmud
Syaltut pada point pertama. Pengertian mazaj semacam ini dalam
hukum
Islam dapat ditolerir selama tidak bertentangan dengan kaidah
agama. Keberadaan masjid dalam masyarakat memiliki peranan
strategis, fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat
dijadikan pusat pendidikan, dakwah, serta sosial kemasyarakatan
dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian, zakat
boleh disalurkan untuk pembangunan masjid karena mesjid termasuk
sabilillahyang mengandung manfaat bagi umat Islam.

1. Dari pemaparan tentang hukumzakat ini materi yang sulit kami pahami
tentang pendapat Majma’ al-Faqih al-Islam yang dikutip oleh Wahbah
Zuhaili tentang zakat harta yang tidak bergerak dan tanah yang
Daftar materi
disewakan terutama tanah yang disewakan bukan untuk
2 pada KB sulit
yang dipahami
pertanian maka tidak ada kewajiban zakat pada aset harta tidak
bergerak dan tanah yang disewakan karena yang wajib dizakati
adalah hasil pemasukan dari harta yang tidak bergerak dan tanah
yang disewakan itu.

Daftar materi
yang sering
1. Menurut saya materi yang sering mengalami miskonsepsi disini yaitu dalam
hal sewa tanah disini ada beberapa pendapat tentang siapa yang wajib
mengalami
3 memberikan zakat, ada yang berpendapat si penyewa, ada yang berpendapat
miskonsepsi
si pemilik tanah dan ada pula yang berpendapat persetujuan atau harus
dalam
adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai