C. ZAKAT PRODUKTIF
1. Gagasan Zakat Produktif
Ide untuk mengembangkan zakat sebagai
modal usaha muncul ketika fokus perhatian
dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan
masakin tidak semuanyaorang-orang yang memiliki
keterbatasan kekuatan fisik. Di antara mereka
terdapat banyak yang memiliki kesehatan fisik dan
keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka
tidak memiliki modal. Sehingga keluar ide untuk
memberikan zakat kepada mereka untuk bisa
dijadikan sebagai modal usaha yang dapat
meningkatkan status ekonominya dan sekaligus
mengembangkan keahlian yang mereka miliki.
Maka pihak yang paling berperan dalam zakat
produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk
menjadikan zakat sebagai modal yang terus
dikembangkan.
1. Prospek Zakat Produktif
Bentuk inovasi pendistribusian zakat yang
dikategorikan dalam empat bentuk:
Pertama, distribusi bersifat “konsumtif
tradisional,” yaitu zakat dibagikan kepada mustahik
untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat
fitrah, atau zakat mal yang dibagikan kepada para
korban bencana alam.
Kedua, distribusi bersifat “konsumtif kreatif.”
yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari
barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk
alat-alat sekolah atau beasiswa.
Ketiga, distribusi bersifat “produktif
tradisional,” yaitu zakat diberikan dalam bentuk
barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi,
dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini
dapat menciptakan usaha yang membuka lapangan
kerja bagi fakirmiskin.
Keempat, distribusi dalam bentuk “produktif
kreatif,” yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk
permodalan baik untuk menambah modal pedagang
pengusaha kecil ataupun membangun proyek sosial
dan proyek ekonomis.
Dengan demikian, zakat produktif ini
memiliki hikmah syar’i yang serupa dengan hikmah
zakat yaitu mensejahterakan kehidupan mustahik.
Dengan zakat produktif, status mustahik mampu
berubah menjadi muzakki dengan potensi yang
dimilikinya; mustahik akan mampu memberdayakan
dana zakat yang diterimanya sebagai modal usaha
yang pada akhirnya, ia pun akan menjadi pengusaha
yang sukses
D. PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN
MASJID
1. Kelompok Mustahiq Zakat
Delapan kelompok (mustahiq) zakat
sebagaimana tercantum dalam ayat di atas,
penjelasannya sebagai berikut. Fuqara, yaitu Orang
yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Orang yang
termasuk kelompok ini tidak memiliki suami (isteri),
ayah, ibu, dan anak yang dapat memenuhikebutuhan
hidupnya. Masakin, yaitu Orang yang memiliki
pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, Amilin yaitu Yaitu orang yang
bekerja memungut zakat (panitia zakat). Muallaf,
pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk
Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk
menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat.
Atau orang kafir yang berniat untuk masuk Islam,
tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi
zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.
Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak
merdeka, dikuasai oleh tuannya dan berniat untuk
membebaskan dirinya Orang yang terlilit hutang,
yaitu orang yang memiliki tunggakan hutang kepada
orang lain baik hutang tersebut untuk kepentingan
pribadinya atau hutang karena untuk biaya
kebajikan. Orang yang berjuang di jalan Allah,
yaitu para tentara yang berperang melawan serangan
orang kafir. Orang yang sedang dalam
perjalanan. Yaitu orang yang sedang melakukan
sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan
untuk kemaksiatan, seperti pelajar atau mahasiswa
yang belajar di luar negeri.
2. Hukum Zakat untuk Pembangunan Masjid
Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah semua
perkara yang berhubungan dengan kemaslahatan
ummat dapat dimasukkan ke dalam sabilillah,
seperti perkara yang menyangkut masalah agama
dan pemerintahan seperti masalah pelayanan haji.
Terdapat fatwa MUI Nomor 001 Tahun 2015
tentang pendayagunaan dana zakat, infaq, shadaqah dan
wakaf untuk pengadaan sarana yang bermanfaat dan
mendesak untuk kemaslahatan masyarakat seperti sarana
air bersih dan sanitasi. Fatwa tersebut merupakan produk
hukum baru terkait pendistribusian dana zakat. Hal ini
berlandaskan pengambilan maslahah demi kepentingan
umat dan menghindari kemudharatan yang telah terjadi di
berbagai daerah. Tujuan utama kehadiran hukum syari’ agar
dijadikan pedoman utama dalam kehidupannya tidak lain
agar manusia meraih kebaikan (maslahah), atau dengan
kata lain untuk mewujudkan kemaslahatan
umat.