Anda di halaman 1dari 13

Pandemi covid belum berakhir

stay safe....tetap patuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan dari covid 19 dengan 5M

1. memakai masker

2. mencuci tangan

3. menjaga jarak

4.menjauhi kerumunan

5.membatasi mobilitas

Salah Satu cara untuk mencegah covid 19 adalah dengan mendapatkan vaksin covid 19, ayoo jangan
ragu untuk di vaksin.

Lindungi diri, Lindungi negeri dengan vaksinasi covid 19

Jangan Abaikan bila ada gejala gejala berikut ini

Sakit kepala berulang

kadang merasa sesak

batuk tak kunjung sembuh

flu yang parah

muntah dan diare

kelelahan

sakit tenggorokan

hilang indera penciuman

kerontokan rambut yang tak bisa dijelaskan

Segera berobat, karena gejala tersebut ada gejala yang sering diabaikan dari penderita covid 19
Informasi palsu atau hoax bukan merupakan barang baru di era teknologi. Kominfo
menyebut hoax berfungsi sebagai alat propaganda bagi para pelakunya.

Di masa pandemi, persebaran hoax menyerang seolah tanpa ampun. Hoax tersebut
seringnya berupa pertanyaan tentang asal-usul COVID-19, dampak dan risiko COVID-
19, makanan atau obat mujarab sebagai pereda COVID-19, hingga efek vaksinasi
COVID-19.

Baru-baru ini, seorang virolog yang juga peraih nobel yakni Luc Montagnier
menyebutkan bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kematian dalam kurun waktu dua
tahun. Pernyataan tersebut tentu tak berdasar dan tak dapat dibuktikan keabsahannya.

"Kita tidak saja berjuang melawan pandemi COVID-19, tetapi juga berjuang melawan infodemi
alias beragam hoax tentang COVID-19 yang menyebar luas," tulis laman covid19.go.id

Dikutip laman covid19.go.id, ada beberapa langkah untuk mengantisipasi hoax ketika menerima
informasi baru. Langkah yang perlu dilakukan masyarakat, antara lain memastikan pembuat
informasi tersebut, memastikan sumber resmi, dan dari mana informasi didapat. Selain itu,
masyarakat juga perlu memastikan alasan informasi tersebut disebarkan dan waktu informasi
dipublikasikan

Tidak hanya virus, hoax ini juga dapat membunuh! Jangan tinggal diam, ayo, jadi Pasukan Anti-
Hoaks!" tulis laman tersebut.

Banyak Hoax soal Corona, Ini Langkah


Antisipatif yang Bisa Dilakukan

Setiap tenaga kesehatan (nakes) harus benar-benar paham cara atau urutan penggunaan alat
pelindung diri (APD) hingga melepaskannya. Pasalnya, tak sedikit nakes tertular virus Covid-19
dari pasiennya, karena kekeliruan dalam melepaskan APD.
“Banyak dokter dan perawat tertular Covid karena bisa memakai APD-nya, tapi salah dalam
pelepasannya,” ungkap dokter anestesi RSUD Merah Putih, Tatang Kurniawan saat konferensi
pers penanganan pandemi Covid-19, di Kabupaten Magelang, di Ruang Command Center,
Setda Kabupaten Magelang, Jumat (9/10/2020).
Menurutnya, saat melepaskan APD ada urut-urutan yang harus dilakukan para nakes dengan
benar. Tidak semata-mata setelah menggunakan APD lalu melepaskannya begitu saja lantas
membuang atau memusnahkannya. Apabila hal tersebut sampai terjadi, bisa saja APD tersebut
malah menjadi salah satu sumber penularan Covid-19.
“Misalnya, setelah melepaskan sarung tangan, nakes harus segera mencuci tangan. Nah,
untungnya para nakes di RSUD Merah Putih ini sudah dibekali dengan pengetahuan tersebut
sebelum (RS itu) ditunjuk menjadi RSUD rujukan Covid-19 di Magelang. Mereka sudah diajari
menggunakan APD, melepaskannya, serta membuang limbah kesehatan (bahan berbahaya
dan beracun/B3) dengan sangat baik,” jelasnya.
Ditambahkan, urut-urutan cara melepaskan APD dengan benar dimulai dari mengganti sarung
tangan, melepas pakaian pelindung, kemudian melepas kacamata pelindung, melepas masker,
melepas topi, dan terakhir melepas sarung tangan, dengan catatan setiap usai melepas satu
perlengkapan harus mencuci tangan dengan sabun.
“Dari pengalaman saya inilah maka saya juga menghimbau kepada para nakes sebagai garda
terdepan yang sangat rentan akan penularan Covid-19, untuk selalu mengedepankan protokol
Covid-19. Jangan menganggap remeh, selalu gunakan APD saat merawat pasien, dan harus
tahu cara melepaskan APD dengan benar dan membuang limbahnya,” pungkas Tatang.
Artikel ini telah tayang di Jatengprov.go.id dengan judul “Keliru Lepas APD, Kesehatan Nakes
Jadi Taruhan”.
Sumber : https://jatengprov.go.id/beritadaerah/keliru-lepas-apd-kesehatan-nakes-jadi-taruhan/

Di tengah pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang enggan ke rumah sakit. Alhasil, banyak
pasien yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat sehingga kondisinya semakin
memburuk.

Padahal, masyarakat tidak perlu takut ke rumah sakit saat emergensi. Pasalnya, saat ini rumah
sakit telah menerapkan prosedur tetap (protap) penanganan Covid-19 sesuai dengan ketetapan
pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 1591/2020.

Ketua Umum Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas), Rita Nurini mengatakan,
salah satu aturan yang ditetapkan dalam pemberlakuan protap pelayanan di rumah sakit di
masa pandemi Covid-19 adalah pelaksanaan swab test untuk semua pasien di unit gawat
darurat (UGD).

"Hal ini juga menjadi bentuk perlindungan terhadap tenaga kesehatan," kata Rita di sela
webinar Prosedur Tetap Penanganan Pasien UGD di Masa Pandemi Covid-19, Senin
(30/11/2020).

Sayangnya, kata Rita, dalam implementasinya, masih ada celah bagi oknum memanfaatkan
kebijakan tersebut untuk mengabaikan kewajibannya. Dampaknya, citra buruk rumah sakit,
tenaga kesehatan hingga keengganan masyarakat datang ke rumah sakit.

"Mulai dari rasa kekhawatiran tertular hingga dikhawatirkan dinyatakan Covid-19 saat berada di
RS, terutama saat mendapatkan perawatan di UGD," tandasnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Daeng Muhammad Faqih
menjelaskan, masyarakat tidak perlu khawatir ataupun takut untuk datang ke rumah sakit
selama pandemi ini, terutama di saat mengalami kondisi emergensi.

"Setiap rumah sakit telah menerapkan protap tidak hanya untuk melindungi tenaga medis, tapi
juga masyarakat yang tengah berobat. Terutama, adanya potensi penularan dari penderita
Covid-19 yang orang tanpa gejala (OTG)," jelas Daeng Faqih.

Sedangkan bagi masyarakat yang khawatir dinyatakan positif Covid-19 oleh Rumah Sakit,
Daeng Faqih menilai, hal itu tidak mungkin dilakukan. "Sebab, untuk menyatakan positif
diperlukan beberapa pemeriksaan, baik berdasarkan pemeriksaan secara diagnosa klinis
maupun diagnosa laboratorium, termasuk PCR swab, dan penunjang lainnya seperti rontgen,"
paparnya.

Belum lagi, kata Daeng Faqih, hal ini pun akan di cek ulang atau verifikasi dengan diteliti,
sangat ketat dan seksama oleh pihak BPJS. Apabila tidak sesuai dana perawatan pasien
Covid-19, tidak akan dibayarkan sepeserpun. Pihak BPJS akan melihat mulai dari gejala, hasil
laboratorium, pemeriksaan penunjang lanya, obat-obatan, hingga tindakan lainnya dalam
menangani pasien tersebut.

Sementara itu, Bidang Advokasi Kopmas, Yuli Supriati memberikan beberapa tips agar tidak
takut ke UGD di saat emergensi. Pertama, gunakan kendaraan pribadi atau ambulan membawa
pasien bila berada di zona merah. Untuk pasien di zona hijau dan kuning pastikan mengetahui
kebutuhan di rumah sakit, seperti lihat rekam medisnya apakah ada atau sudah menjalani
pengobatan sebelumnya di rumah sakit.

"Kedua, datang ke UGD sebaiknya dengan keluarga terdekat atau yang mengetahui kondisi
pasien dan bawa rekam medis pasien. Terakhir, selalu terapkan protokol kesehatan 3M, yaitu
mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak,” tutupnya.

Artikel ini telah tayang di Berisatu.com dengan judul “Masyarakat Tidak Perlu Takut ke Rumah
Sakit di Masa Pandemi”.
Sumber : https://www.beritasatu.com/kesehatan/704491/masyarakat-tidak-perlu-takut-ke-
rumah-sakit-di-masa-pandemi

DI TENGAH wabah pandemi COVID-19 gelombang dua, RSUD dr. Iskak meningkatkan
pelayanan untuk pasien yang terinfeksi virus Korona. Yakni menambah tempat tidur di IGD
(Instalasi Gawat Darurat) yang semula 18 tempat tidur menjadi 45 tempat tidur.

Wakil Direktur Pelayanan RSUD dr. Iskak, dr. Zuhrotul Aini, Sp.A. mengatakan beberapa
minggu yang lalu terjadi penambahan pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19. Hal ini
membikin tempat tidur di IGD yang semula 18 unit kurang mencukupi.

Pada bulan Juli ini, load antrean pasien COVID-19 meningkat daripada bulan-bulan


sebelumnya. Untuk merespon trend ini yang hampir terjadi di setiap daerah di Indonesia,
manajemen RSUD dr. Iskak yang juga menjadi rumah sakit rujukan layanan pasien COVID-19,
memutuskan untuk menambah tempat tidur khusus pasien Korona.
Dengan penambahan tempat tidur tersebut, maka semua ruang IGD dialih fungsikan untuk
pasien COVID-19 saja, serta untuk pasien yang kritis atau red zone. Sedangkan pasien non-
COVID-19 dilayani di Ruang Virtual dengan kapasitas 20 tempat tidur.
”Pasien yang masuk drop zone, langsung dicek, apakah ada tanda-tanda COVID-19 atau tidak,
jika tidak dilayani di IGD non-COVID-19, ruang virtual sebelah timur rumah sakit,” papar dr. Aini.
Pemisahan pasien COVID-19 dan non-COVID-19 bertujuan untuk melindungi pasien dan nakes
(tenaga kesehatan) sendiri. Sehingga penanganan medis bisa lebih optimal dan efisien.

Untuk ruang tunggu IGD, dokter Aini menjelaskan bahwa terjadi pemindahan lokasi bagi
keluarga pasien yang menunggu. Strategi ini tentunya untuk melindungi keluarga pasien dari
terpapar COVID-19.

”Ruang tunggu IGD juga berubah, yang semula di teras IGD, kami pindahkan di seberang IGD
atau tempat parkir mobil ambulan,” kata dokter spesialis anak ini.

Artikel ini telah tayang di rsud.tulungagung.go.id dengan judul “RSUD dr.Iskak Tingkatkan
Pelayanan untuk Pasien Covid 19”.
Sumber : https://rsud.tulungagung.go.id/rsud-dr-iskak-tingkatkan-pelayanan-untuk-pasien-covid-
19/

Sebanyak 42 tenaga kesehatan (nakes) di Cilacap, Jawa Tengah, positif COVID-19. Mereka
terkonfirmasi terkena penyakit tersebut setelah melakukan kontak erat dengan 13 anak buah
kapal (ABK) warga negara Filipina yang positif Corona B1617.2 saat datang ke Cilacap, dari
India.

Banyaknya jumlah nakes yang tertular COVID-19 ini pun menjadi perhatian publik. Pasalnya,
banyak masyarakat yang bertanya-tanya mengapa nakes yang sudah menggunakan alat
pelindung diri lengkap (APD) dan sudah divaksinasi, namun tetap bisa terinfeksi.

Oleh karenanya, detikcom merangkum sejumlah fakta-faktanya sebagai berikut.

1. Ada 179 nakes yang melakukan kontak erat

Yulianto menjelaskan total ada 179 nakes yang melakukan kontak erat dengan para ABK
tersebut. Kemudian 42 di antaranya positif Corona.

"Setelah itu kita melakukan tracing terhadap nakes-nakes yang kontak dengan ABK tersebut,
kita tengarai ada 179 nakes yang kontak dengan ABK dan ada 42 yang konfirmasi positif
Corona," jelasnya.
2. Sebanyak 12 nakes dilakukan genome sequencing

Yulianto juga mengatakan dari 42 nakes yang positif COVID-19, 12 di antaranya memenuhi
syarat untuk dilakukan pemeriksaan genome sequencing. Ini dilakukan untuk mengetahui
apakah mereka tertular varian Corona B1617.2 atau tidak.

"Lalu dari 42 itu kita ambil 12 yang memenuhi syarat untuk di-genome sequencing, tes di lab
UGM, dan kami sedang menunggu hasilnya," ucapnya.

3. Tetap tertular meski menggunakan APD

Menurut ahli penyakit paru-paru sekaligus guru besar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Profesor Tjandra Yoga Aditama, ada beberapa faktor kemungkinan yang
menyebabkan 42 nakes tersebut bisa tertular COVID-19 meski sudah menggunakan APD dan
divaksinasi.

"Ini varian baru B1617.2 yang merupakan VoC (variant of concern) WHO dan salah satu
karakteristiknya memang mudah menular. Akan baik kalau nakes yang positif dan juga
keluarganya dicek juga apakah memang mereka tertular varian B1617.2, kalau iya maka makin
memperkuat," ungkap Prof Tjandra pada detikcom, Senin (24/5/2021).

Kemudian, kata Prof Tjandra, tak ada jaminan bahwa vaksin dan APD bisa 100 persen
mencegah infeksi. Perlu diketahui bahwa penggunaan APD dan divaksinasi adalah untuk
meminimalisir terjadinya penularan penyakit.

"Tentang vaksin kan memang kita ketahui bahwa masih mungkin tertular tetapi tidak berat.
Apalagi ini varian baru yang muncul sesudah vaksin diproduksi, jadi masih kita tunggu data
efikasi terakhirnya," pungkasnya.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit yang memberi
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera, yang membutuhkan perawatan
gawat darurat (Queensland Health ED, 2012). Sedangkan menurut Permenkes RI No. 47 tahun
2018, IGD merupakan salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang menyediakan
penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke rumah sakit)/lanjutan (bagi pasien
rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan lain), menderita sakit ataupun cedera yang dapat
mengancam kelangsungan hidupnya. IGD memiliki tujuan utama untuk menerima, melakukan
triage, menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien, termasuk
pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan tingkat kegawatan tertentu
(Australasian College for Emergency Medicine, 2014).
Secara garis besar kegiatan di IGD rumah sakit secara umum terdiri dari : 1)
Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan menangani kondisi akut atau
menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan pasien. 2) Menerima pasien rujukan yang
memerlukan penanganan lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 3)
Merujuk kasus-kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut tidak mampu melakukan
layanan lanjutan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti
Puskesmas, Klinik, maupun RS di era pandemi COVID-19 akan sangat berbeda dengan
sebelum adanya COVID-19. Rumah Sakit perlu menerapkan prosedur screening lebih ketat
dalam hal penerimaan pasien, pembatasan pengunjung/pendamping pasien, kewaspadaan
standar protokol PPI juga harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur, dan bahkan
memisahkan pelayanan untuk pasien COVID-19 dan non COVID-19 agar memberi rasa aman
dan nyaman kepada pasien, penunggu/pengunjung, maupun petugas kesehatan yang sedang
bekerja serta mengurangi terjadinya resiko infeksi nosokomial di Rumah Sakit.
Di Indonesia kasus COVID-19 pertama kali diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 sebanyak 2
kasus dan sampai saat ini kasus COVID-19 semakin hari semakin bertambah. Pada tanggal 20
Februari 2021 jumlah orang yang diperiksa sebesar 6.871.210 jiwa dengan kasus terkonfirmasi
1.271.353 jiwa, kasus sembuh 1.078.840 jiwa, dan kasus meninggal 34.316 (CFR 2,7 %).
Provinsi dengan kasus terkonfirmasi terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa
Tengah (http://infeksiemerging.kemkes.go.id). Meningkatnya jumlah kasus harian di Indonesia
menyebabkan fasilitas kesehatan terutama RS rujukan COVID-19 menjadi “kewalahan” dengan
banyaknya temuan kasus COVID-19 yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), sementara
kapasitas ruang isolasi di IGD terbatas.
Kebijakan Rumah Sakit saat pandemi COVID-19 ini pada umumnya mewajibkan dilakukan
screening pada pasien yang akan berobat baik melalui Poliklinik maupun IGD. Salah satu
contoh di RSUP Dr. Kariadi Semarang baik pasien dan penunggu yang datang ke Poliklinik
maupun IGD wajib mengisi screening COVID-19 baik secara online maupun mengisi secara
langsung lembar screening COVID-19 yang tersedia di ruang screening maupun triage,
Bahkan, petugas kesehatan pun juga tiap minggunya diwajibkan mengisi screening melalui
aplikasi online. Waktu menunggu hasil screening COVID-19 yang tidak bisa cepat akan
menyebabkan penumpukan pasien di triage IGD sehingga akan berakibat fatal jika ada salah
satu pasien diantaranya positif COVID-19, kondisi inilah yang menyebabkan adanya rasa
cemas dan takut bagi tenaga kesehatan yang bertugas walaupun sudah menggunakan APD
minimal level 2.
Untuk itulah diperlukan modifikasi pelayanan IGD di era pandemi COVID-19 ini supaya
menjamin rasa aman, nyaman, dan juga mengurangi resiko terjadinya infeksi silang baik
pasien, penunggu, maupun tenaga kesehatan yang bertugas. Dikutip dari International
Federation Emergency Medicine (2020) dan Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, 2020)
maka RSUP Dr. Kariadi Semarang merekomendasikan pelayanan IGD di era pandemi COVID-
19 adalah sebagai berikut :

1. Memodifikasi Triage IGD di Era pandemi COVID-19 tanpa menghilangkan fungsi


sebelumnya

Triage berasal dari kata “Trier” (Perancis) yang artinya “Screening” di medan perang, pertama
kali selama perang Napoleon di abad ke-18 (Ganley L., 2011). Triage merupakan proses
khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
penanganan/intervensi kegawatdaruratan. 2) Triage tidak disertai tindakan/intervensi medis. 3)
Prinsip triage diberlakukan sistem prioritas yaitu penentuan/penyeleksian mana yang harus di
dahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa (Permenkes RI
No. 47 tahun 2018). Pada prinsipnya proses triage adalah mengidentifikasi pasien yang
memerlukan pertolongan medis segera, pasien yang dapat ditunda pertolongannya, atau pasien
yang mungkin membutuhkan rujuk ke fasilitas kesehatan lain akibat kondisi tertentu. Sebelum
pandemi di RSUP Dr. Kariadi mempunyai penilaian triage yang digunakan setiap harinya di
IGD, akan tetapi dengan adanya pandemi COVID-19 ini mengharuskan Rumah Sakit
memodifikasi triage dengan menambahkan lembar screening COVID-19 yang bertujuan untuk
memisahkan pelayanan yang akan diberikan, mana pasien yang akan masuk ke IGD Covid dan
mana yang ke IGD non Covid sehingga tidak bercampur jadi satu antara pasien Covid dan non
Covid.
 

2. Pemisahan Area dan Petugas Perawatan COVID-19 di IGD

Pemisahan area ini meliputi area resiko tinggi dan resiko rendah atau area IGD Covid dan non
Covid. Area IGD Covid letaknya terpisah dengan IGD non Covid baik itu secara permanen atau
sementara yang ditandai dengan penanda khusus yang jelas. Bagi Rumah Sakit yang
mempunyai SDM yang banyak dan memadai maka dapat dibagi menjadi petugas IGD Covid
dan non Covid akan tetapi bagi Rumah Sakit yang SDM nya sedikit maka dapat di atur jadwal
jaganya atau pembagian jam shift pelayanan antara pelayanan biasa (non Covid) dan
pelayanan Covid. Bila ruangan IGD di Rumah Sakit tidak bisa dipisah antara pelayanan Covid
dan non Covid oleh karena keterbatasan sarana dan prasarana maka bisa dengan mengatur
jadwal pelayanan, pembagian shift kerja, ataupun hari pelayanan yang diikuti dengan tindakan
dekontaminasi setelah untuk perawatan pasien Covid baik dari segi alat maupun ruangan
sesuai aturan yang berlaku di fasilitas kesehatan tersebut. Diharapkan dengan adanya
pemisahan area dan petugas perawatan baik Covid dan Non Covid akan memberikan rasa
aman, nyaman terhadap pasien maupun petugas kesehatan yang sedang bekerja dan
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit.
 

3. Adanya Sumber Daya Pre Hospital Care (PHC) seperti Tim COVID-19 Mobile dan
Ambulan Khusus Perawatan COVID-19

Pre Hospital Care adalah pemberian pelayanan dimana pertama kali korban ditemukan, selama
proses transportasi hingga pasien tiba di Rumah sakit (Margaretha, 2012). Jika pertama kali
korban tidak diberi pertolongan yang optimal maka akan timbul masalah baik kecacatan bahkan
sampai kematian. Hal ini juga berlaku pada pasien COVID-19 yang terkonfirmasi yang sedang
isolasi mandiri di rumah, apalagi pasien ada gejala sedang sampai berat maka adanya Tim
COVID-19 Mobile beserta ambulan khusus COVID-19 akan sangat membantu sekali dalam
memberikan pertolongan pertama sebelum sampai ke Rumah Sakit untuk perawatan yang lebih
lanjut. Untuk itu, maka fasilitas kesehatan baik Rumah sakit atau Puskesmas perlu memikirkan
pentingnya Pre Hospital Care terutama adanya Tim COVID-19 Mobile beserta ambulan khusus
Covid-19 yang bisa segera memberikan pertolongan pada pasien yang sedang isolasi mandiri
yang mengalami keluhan terutama dengan gejala sedang dan berat sebelum dirujuk ke IGD
Rumah sakit.
 
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi Digital Seperti Sistem Rujukan Terintegrasi
(SISRUTE), Rekam Medis Elektronik (RME), Maupun Resep Elektronik (e-Resep)

Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) merupakan teknologi informasi berbasis internet yang
dapat menghubungkan data pasien secara timbal balik, dari tingkat layanan lebih rendah ke
tingkat layanan lebih tinggi atau sederajat, vertikal maupun horizontal dengan tujuan untuk
mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien. (Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan Kemenkes RI, 2019). Kebijakan permohonan penggunaan aplikasi sisrute ke Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota ini tertuang dalam surat edaran Direktur Jenderal
Pelayanan Kesehatan No. YR.04.02/III/6014/2018, salah satu aplikasi terintegrasi yang ada di
dalam sisrute adalah Telemedicine.
Telemedicine adalah suatu pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh professional
kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi meliputi pertukaran
informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi,
dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan
kesehatan individu dan masyarakat, Sedangkan pelayanan telemedicine yaitu telemedicine
yang dilaksanakan antara fasilitas kesehatan satu dengan fasilitas kesehatan yang lain berupa
konsultasi untuk penegakan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit (Permenkes No.
20 Tahun 2019). Metode telemedicine ini bisa berupa tulisan, suara, dan/atau video secara
langsung untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan aplikasi telemedicine dengan
tujuan mengurangi pertemuan secara langsung dan membatasi jarak antar individu. Catatan
rekam medis maupun resep obat yang berupa kertas menjadi salah satu perantara penyebaran
COVID-19 di Rumah Sakit, sehingga penggunaan teknologi Rekam Medis Elektronik (RME)
dan Resep Elektronik (e-Resep) ini sangat bermanfaat untuk mengurangi adanya sentuhan
antar petugas kesehatan yang bekerja.

5. Batasi Pengunjung/Penunggu di IGD

Adanya pembatasan pengunjung/penunggu pasien di Rumah Sakit khususnya di IGD


dimaksudkan untuk mengurangi mobilisasi/kerumunan dan keramaian serta mencegah
penyebaran COVID-19 di lingkungan Rumah Sakit sehingga keamanan dan keselamatan
pasien serta tenaga kesehatan tetap terjaga.
Artikel ini telah tayang di rskariadi.co.id dengan judul “IGD Modern Di Era Covid 19”.
Sumber : https://rskariadi.co.id/news/397/IGD-MODERN-DI-ERA-PANDEMI-COVID19/Artikel

Kriteria (skor)
No Isu Jumlah Peringkat
A P K L
1. Pemakaian dan Pelepasan Alat
Pelindung Diri di Instalasi Gawat Darurat
5 4 4 4 17 II
RSUD Cilacap.

2. Alur pelayanan di Instalasi Gawat 4 4 3 4 15 IV


Darurat pada era pandemic.
Kriteria (skor)
No Isu Jumlah Peringkat
A P K L

3. Pemisahan ruang tunggu keluarga


pasien di Instalasi Gawat Darurat
4 3 3 3 13 V

4. Penanganan kegawatdaruratan medis di


ruang rawat isolasi Covid RSUD Cilacap
5 4 4 3 16 III
pada era pandemi

5. Alur Pemeriksaan screening dan triage


pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD
5 4 5 5 19 I
Cilacap.

N ISU Kriteria (Skor) JUMLAH PERINGKAT


O A P K L
1. Pemakaian dan 5 4 4 4 17 II
Pelepasan Alat
Pelindung Diri di Instalasi
Gawat Darurat RSUD
Cilacap.
2 Alur pelayanan di 4 4 3 4 15 IV
Instalasi Gawat Darurat
pada era pandemic.
3 Pemisahan ruang tunggu 4 3 3 3 13 V
keluarga pasien di
Instalasi Gawat Darurat
4 Penanganan 5 4 4 3 16 III
kegawatdaruratan medis
di ruang rawat isolasi
Covid RSUD Cilacap
pada era pandemi
5 Alur Pemeriksaan 5 4 5 5 19 I
screening dan triage
pasien di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Cilacap.

No. Isu Urgency Seriousness Growt Jumlah Rangking


h

1. Penanganan kegawat daruratan


medis di ruang rawat isolasi
5 4 4 13 III
Covid RSUD Cilacap pada era
pandemi
2. Alur Pemeriksaan screening dan
triage pasien di Instalasi Gawat 5 5 5 15 I
Darurat RSUD Cilacap
3. Pemakaian dan Pelepasan Alat
Pelindung Diri di Instalasi Gawat 5 5 4 14 II
Darurat RSUD Cilacap

NO ISU URGENCY SERIOUSNESS GROWTH JUMLAH RANGKING


1 Penanganan 5 4 4 13 III
kegawat
daruratan medis
di ruang rawat
isolasi Covid
RSUD Cilacap
pada era
pandemi
2 Alur
Pemeriksaan
screening dan
triage pasien di 5 5 5 15 I
Instalasi Gawat
Darurat RSUD
Cilacap
3 Pemakaian dan
Pelepasan Alat
Pelindung Diri
5 5 4 14 II
di Instalasi
Gawat Darurat
RSUD Cilacap

DAMPAK KEKERASAN ANAK DI MEDSOS AKIBAT CYBER BULLYING


Terakhir ini kasus-kasus bullying di media sosial atau medsos menggemparkan dunia
tidak hanya terjadi pada dunia nyata saja tapi terjadi di dunia maya.

Masa peralihan ini yang disebut juga masa transisi dari anak-anak menuju usia dewasa
tidak mudah dilalui bagi sebagian orang, pencarian jati diri inilah kemauan untuk
berekspresi di media sosial kerap membuat jadi korban bullying di medsos (media sosial).
Bullying di medsos oleh teman rumah, teman sekolah pun bisa membuat remaja menjadi
depresi berat yang berujung pada psikologis yang hancur.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PP & PA)


menunjukkan data yang dihimpun enam persen atau sekitar 5,2 juta anak dari seluruh
jumlah anak di Indonesia yang mencapai 87 juta menjadi korban kekerasan dalam
berbagai aspek.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan,


anak pelaku cyber bullying sebenarnya juga korban, bisa karena ketidakmampuan
orangtua dalam mengasuhnya atau kemiskinan. “Anak walaupun pelaku cyber bullying
sebenarnya adalah korban. Paling tidak masalah pengasuhan dari orang tua yang tidak
mampu menangani anak itu, ujar Sekretaris Kementerian PPPA (Pemberdayaan  
Perempuan dan Perlindungan Anak).

Siapa pun bisa jadi korban cyber bullying, jika bukan kita, anak kita, saudara, teman,
murid dan bahkan pasangan kita sendiri. Menahan diri untuk mem-bully akan
menyehatkan  psikologis, mental dan diri kita sendiri agar dapat membantu orang sekitar
kita yang menjadi korban cyber bullying. Yuk, jadi orang bijak yang benar-benar jadi bijak.
(*)

Terjadi peningkatan jumlah kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di masa pandemi
Covid-19.
Yusri mencatat sepanjang Maret 2020 hingga April 2020 menerima setidaknya 443 laporan
berkenaan dengan ujaran kebencian dan berita bohong.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menyebut ada 14 bekas perkara
dengan 10 orang tersangka yang sedang diusut Polda Metro Jaya bersama Polres jajaran.
"Mulai dari menghina Presiden Republik Indonesia, Menteri Kesehatan, hingga menyebarkan
berita bohong terkait sebaran Covid-19," 

peningkatan jumlah kasus yang signifikan terjadi setelah pembukaan sekolah. Hal itu, kata dia, telah
dilaporkan di banyak negara, termasuk negara maju, misalnya Korea Selatan, Prancis dan Amerika
Serikat. Oleh karena itu, IDAI menilai pembukaan sekolah dengan kegiatan pembelajaran tatap
muka memiliki cukup besar potensi meningkatkan penyebaran infeksi Covid-19 di lingkungan
pendidikan. Sebab, seluruh warga sekolah termasuk guru dan staf memiliki risiko yang sama untuk
tertular dan menularkan virus Covid-19.

iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Tak hanya virus, praktik korupsi nyatanya juga tidak terkendali di tengah pandemi Covid-19 yang
melanda Tanah Air. Sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) saat pandemi, termasuk dua menteri di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sejak awal pandemi melanda di bulan Maret 2020, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan pihaknya
tetap bekerja untuk mengendus dan menemukan tindak pidana korupsi. Penanganan pandemi
Covid-19 juga pun tak luput dari pengawasan KPK.

Anda mungkin juga menyukai