A. Kedudukan Public Relations
Organisasi merupakan sebuah kesatuan yang utuh dan kompleks. Didalamnya terdapat
berbagai elemen yang saling berkaitan. Antara elemen memerlukan interaksi agar organisasi
sebagai sistem dapat mencapai tujuannya. Public Relations adalah salah satu aspek dari
elemen organisasi untuk ikut serta membantu mengelola interaksi organisasi dengan
komponen-komponennya.
Mengingat jenis dan karakter organisasi itu bermacam-macam, maka tentu saja tujuan bidang
humas mereka berbeda-beda/ bervarisi dan tidak terdaftar hanya pada diatas saja. Satu hal
yang harus disadari, setiap tujuan dari berbagai organisasi, baik itu komersial maupun non-
komersial, sama-sama memerlukan suatu program tindakan yang terencana. Setiap tujuan
organisasi dalam pengertian luas akan jauh lebih mudah dijangkau apabila usaha
pencapaiannya juga disertai dengan kegiatan-kegiatan PR, baik itu yang dilakukan oleh unit
departemen PR internal maupun oleh lembaga konsultasi humas eksternal.
Sebagai suatu pendukung manajemen, peran PR sangat penting dan strategis bagi setiap
organisasi. Tidak ada yang meragukan peran itu. Namun, kerap menjadi pertanyaan
kemudian, apa dan bagaimanakah letak atau kedudukan PR dalam struktur organisasi
perusahaan, sehingga pada akhirnya peran yang diharapkan akan dilakukan PR itu bisa
terwujud. Dalam praktek, status dan besarnya perusahaan tidak otomatis diikuti oleh
kesadaran untuk menyelenggarakan fungsi PR pula. Perusahaan besar tidak selalu berarti
memiliki departemen PR yang besar pula. Banyak perusahaan besar yang ternyata memiliki
departemen PR yang kecil. Sebaliknya, perusahaan yang relatif kecil ternyata mempekerjakan
banyak staf PR, dan bahkan bagian PR itu masih pula dibantu oleh konsultan PR dari luar
organisasi.
Morisan, seorang pakar PR, dengan sangat tepat menguraikan kedudukan PR dalam konteks
perusahaan. Menurutnya, ada tiga hal yang turut menentukan, eksistensi departemen Humas
pada setiap perusahaan yaitu:
Pertama, ukuran organisasi atau perusahaan itu sendiri. Suatu perusahaan kecil mungkin tidak
terlalu membutuhkan unit humas tersendiri karena fungsi itu mungkin bisa dirangkap bagian
lain. Pada beberapa organisasi tertentu fungsi PR langsung dirangkap oleh salah seorang
Direkturnya. Namun suatu perusahaan besar yang memiliki hubungan dengan khalayak luas
sudah cukup membutuhkan suatu departemen Humas tersendiri dengan staf lengkap.
Kedua, nilai atau arti penting fungsi PR bagi manajemen. Besar kecilnya departemen PR
terkadang dipengaruhi oleh pengetahuan atau kebutuhan pimpinan perusahaan terhadap peran
Humas bagi kepentingan organisasi atau perusahaan. Suatu perusahaan keluarga atau
perusahaan milik pribadi yang cenderung tertutup, biasanya tidak merasa terlalu
membutuhkan fungsi PR, kalaupun ada, hanya kecil saja. Kondisi ini berbeda dengan
perusahaan terbuka yang sudah go public, yang harus lebih transparan, sehingga
membutuhkan fungsi PR yang lebih aktif. Disini, pemahaman dan penghayatan pucuk
pimpinan terhadap keberadaan PR sebagai pendukung lini strategis organisasi tentu menjadi
sangat menentukan.
Bahwa kedudukan PR adalah menilai sikap masyarkat agar tercipta keserasian antara
masyarkat dan kebijaksanaan organisasi. Karena mulai dari aktivitas, program PR, tujuan
(goal) dan hingga sasaran (target) yang hendak dicapai oleh organisasi tersebut tidak terlepas
dari dukungan, serta kepercayaan citra positif dari pihak publiknya. Dalam menjalankan
fungsinya seorang PR, sebagai pejabat PR dituntut untuk memiliki empat kemampuan, yaitu:
2. Kemampuan untuk menarik perhatian, melalui berbagai kegiatan publikasi yang kreatif,
inovatif, dinamis dan menarik bagi publiknya sebagai target sasarannya.
Peran ideal yang harus dimiliki oleh praktisi Humas (public relations practitioner) dalam
suatu organisasi/instansi, antara lain:
Morisan, seorang pakar PR, dengan sangat tepat menguraikan kedudukan PR dalam konteks
perusahaan. Menurutnya, ada tiga hal yang turut menentukan, eksistensi departemen PR pada
setiap perusahaan yaitu:
Pertama, ukuran perusahaan itu sendiri. Suatu perusahaan kecil mungkin tidak terlalu
membutuhkan unit PR tersendiri karena fungsi itu mungkin bisa dirangkap bagian lain. Pada
beberapa organisasi tertentu fungsi PR langsung dirangkap oleh salah seorang Direkturnya.
Namun suatu perusahaan besar yang memiliki hubungan dengan khalayak luas sudah cukup
membutuhkan suatu departemen PR tersendiri dengan staf lengkap.
Kedua, nilai atau arti penting fungsi PR bagi manajemen. Besar kecilnya departemen PR
terkadang dipengaruhi oleh pengetahuan atau kebutuhan pimpinan perusahaan terhadap peran
PR bagi kepentingan organisasi atau perusahaan. Suatu perusahaan keluarga atau perusahaan
milik pribadi yang cenderung tertutup, biasanya tidak merasa terlalu membutuhkan fungsi
PR, kalaupun ada, hanya kecil saja. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan terbuka yang
sudah go public, yang harus lebih transparan, sehingga membutuhkan fungsi PR yang lebih
aktif. Disini, pemahaman dan penghayatan pucuk pimpinan terhadap keberadaan PR sebagai
pendukung lini strategis organisasi tentu menjadi sangat menentukan.
Ketiga hal ini, bisa menjelaskan mengapa pada suatu organisasi/perusahaan tidak ditemukan
departemen PR, sementara pada organisasi lainnya, PR menjadi suatu departemen yang
sangat berpengaruh dan penting (Gani, 2014). Adanya aktivitas yang memiliki ciri-ciri atau
karateristik PR yang dilakukan pada sebuah lembaga atau organisasi (PR sebagai Technique
of Communications). PR sebagai bagian / divisi dari tim pengelola perusahaan yang jelas
pengorganisasiannya (PR sebagai State of Being).
b. Manager, yaitu mereka yang memimpin langsung kerja ke arah tercapainya cita-cita
perusahaan secara kongkrit.
c. Tenaga Staf, yaitu orang-orang yang membantu, baik administrator maupun manager.
Pada umumnya mereka terdiri dari para ahli dalam segala bidang yang terkait dengan usaha
perusahaan yang bersangkutan.