Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Komunikasi Lintas Budaya
Dosen Pengampu : Akhmad Basuni, S.Ag, M.Si,

DISUSUN OLEH :

HAFID NURROHMAN ANTAFANI (NPM : E1A.19.0048)

KELAS REGULER A
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SUBANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya

dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Komunikasi Lintas Budaya” ini tepat pada

waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pada Mata

Kuliah Komunikasi Lintas Budaya. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah

wawasan tentang Berkomunikasi antarbudaya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Akhmad Basuni, S.Ag, M.Si, selaku Dosen Mata

Kuliah Komunikasi Lintas Budaya yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah

pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Subang, 3 Maret 2021.

Hafid Nurrohman Antafani

I
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................I
Daftar Isi......................................................................................................................................................II
Bab I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
A. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Lintas Budaya?...........................................................1
B. Bagaimana Memahami Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya?.........................................1
C. Bagaimana Memahami Dimensi Komunikasi Lintas Budaya?....................................................1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................................................1
A. Memahami Pengertian Komunikasi Lintas Budaya.....................................................................1
B. Memahami Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya.............................................................1
C. Memahami Dimensi Komunikasi Lintas Budaya.........................................................................1
Bab II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
A. Pengaertian Komunikasi Lintas Budaya.............................................................................................2
B. Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya...........................................................................................3
C. Dimensi Dan Unsur Budaya....................................................................................................................3
Bab III........................................................................................................................................................8
PENUTUP..................................................................................................................................................8
A. Kesimpulan.........................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

II
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi secara singkat dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari suatu
pihak ke pihak lainnya. Proses pertukaran pesan tersebut bisa dikatakan adalah salah satu faktor
penting dalam kehidupan manusia. Mungkin dulu, manusia hanya berkomunikasi dengan
sekitarnya dan secara geografis berjarak dekat. Namun, seiring kemajuan jaman, berbagai
macam teknologi bermunculan. Hal tersebut mengakibatkan manusia tidak lagi hanya
berkomunikasi dengan ‘tetangga-tetangganya’, namun juga dapat berkomunikasi dengan
manusia dari masyarakat lain di belahan dunia lain pula. Proses ini yang disebut komunikasi
lintas budaya. Definisi komunikasi lintas budaya adalah suatu proses peralihan ide dari dua
kebudayaan atau lebih, yang mengakibatkan berkembangnya suatu kebudayaan, hancurnya suatu
kebudayaan atau pelahiran budaya baru (akulturasi).

Tentunya, perbedaan masyarakat berarti perbedaan kebudayaan, yang bila ditelaah lebih
dalam berarti perbedaan cara bertingkah laku, perbedaan pandangan, perbedaan sistem
kepercayaan, dan sebagainya. Hal inilah yang jadi inti kajian ilmu komunikasi lintas budaya.
Singkatnya, alasan mengapa kita harus mempelajari ilmu komunikasi lintas budaya, agar tidak
terjadi kesalahpahaman di suatu pihak yang akhirnya bisa mengakibatkan konflik.

Pada jaman sekarangi, kita sering menemui situasi dimana kita harus berhadapan dengan suatu
pihak yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kita. Begitu juga dengan orang lain yang
bertemu orang lain lagi dengan kebudayaan yang tentunya berbeda pula. Menanggapi
pernyataan-pernyataan di atas, bukan berarti kita harus memandang keragaman kebudayaan yang
dimiliki manusia itu bersifat buruk atau negatif, sehingga kita harus meleburkan berbagai
kebudayaan yang masingmasing memiliki kekayaannya tersendiri menjadi satu kebudayaan yang
utama dan supreme. Kebudayaan sangatlah penting bagi masyarakatnya, sebagai ‘pembatas’
dalam kehidupan mereka serta sebagai harta warisan bagi keturunan-keturunan mereka.

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Lintas Budaya?
B. Bagaimana Memahami Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya?
C. Bagaimana Memahami Dimensi Komunikasi Lintas Budaya?

C. Tujuan Pembahasan
A. Memahami Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
B. Memahami Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya
C. Memahami Dimensi Komunikasi Lintas Budaya

1
Bab II
PEMBAHASAN

A. Pengaertian Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi lintas budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-
orang yang berbeda budaya. Ketika komunikasi tersebut terjadi antara orang-orang berbeda
bangsa(international), antaretnik(interethnical), kelompok ras(interracial), atau komunikasi
bahasa(intercommunal), disebut komunikasi lintas budaya.

Menurut Liliweri (2003:9), dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya,


memberikan definisi komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya sebagai pernyataan
diri antarpribadi yang paling efektif antar dua orang yang saling berbeda latar belakang
budayanya.

Komunikasi Lintas Budaya dalam pengertian yang lebih luas lagi, merupakan pertukaran
pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang
berbeda latar belakang budaya.

 Pentingnya Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi lintas budaya sangat penting, terutama untuk mencapai hubungan kerja
sama yang saling menguntungkan. Pentingnya komunikasi lintas budaya untuk membangun
hubungan internasional yang serasi dapat ditemukan contohnya dari hubungan Amerika
Serikat dan Korea Selatan. Hubungan kedua negara tersebut  berjalin harmonis sejak 1884,
ketika pemerintah Amerika Serikat mengirim warganya yang menjadi konsumen pertama
produk property buatan korea selatan. Dari fenomena hubungan ekonomi Amerika Serikat-
Korea Selatan, diketahui bahwa produktivitas dan profitabilitas meningkat ketika organisasi
mampu menyerap budaya dan mengomunikasikan harapan secara jelas.

Bagi banyak Negara, proses komunikasi yang ditunjukkan kedua Negara tersebut
dijadikan sebagai replikasi untuk mencapai kemajuan dalam menjalin hubungan
internasional. Replikasi tersebut tidak terbatas hanya dalam hubungan perdagangan saja,
melainkan juga hubungan pertukaran pelajar, kegiatan riset dan kebudayaan, hingga masalah
pertahanan keamanan. Kunci keberhasilan ini terletak pada aspek koorientasi yang
diperlihatkan kedua belah pihak.

 Definisi Budaya

Secara etimologj, budaya berasal dari bahasa sanskerta. Buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Selanjutnya, budaya diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Berbudaya berarti mempunyai budaya,
mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai
segala sesuatu yang dilakukan manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budi.

Budaya dalam  bahasa Inggris disebut culture, yang berasal dari kata latin, colere,
yang berarti mengolah atau mengerjakan, dan bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga merupakan kata lain dari occult yang berarti benak dan
pikiran. The American Herritage Dictionary mengartikan culture sebagai suatu keseluruhan
dari pola perilaku yang ditransmisikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, dan
kelembagaan.

2
Budaya dari bahasa latin, yakni dari akar kata cultura. Dalam bahas Perancis, la
Culture berarti esemble des aspects intellectuals d’une civilization (serangkaian bidang
intelektual dalam sebuah peradaban). Budaya adalah suatu konsep yang mencakup berbagai
kompenen yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya
sehari-hari (Purwasito, 2003:95).

Edward B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem yang kompleks,


yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang diperoleh dan dipelihara manusia sebagai
anggota masyarakat.

Williams mendefinisikan bahwa budaya mencakup organisasi produksi, struktur


lembaga, yang mengekspresikan atau mengatur hubungan sosial, dan bentuk-bentuk
komunikasi khas antaranggota masyarat. 

Trenholm dan Jensen (1992:238) mendefinisikan budaya sebagai seperangkat nilai,


kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan, dan kode yang secara sosial mendefinisikan
kelompok orang yang memilikinya, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka
kesadaran bersama.

B. Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya


Ada beberapa ruang lingkup Komunikasi Lintas Budaya yang dapat kita ketahui yaitu:

 Mengkaji Fenomena Komunikasi dalam Budaya-Budaya Berbeda


 Menekankan Perbandingan Budaya Berbeda (Antar Bangsa, Etnis, Suku)
 Proses Komunikasi Simbolik, Transaksional, Kontekstual dengan latar budaya yang
berbeda (Lustig&Koester)
 Efek Budaya terhadap Komunikasi

C. Dimensi Dan Unsur Budaya


Budaya memiliki dimensi yang sangat luas, bahkan dapat dikatakan seluas dan serumit
kehidupan manusia itu sendiri. Tetapi, untuk kepentingan ilmiah, kebudayaan dikelompokkan ke
dalam beberapa unsur penting, yaitu:

 Sistem religi (agama) dan upacara keagamaan

Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat
adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau
supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan
berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan
supranatural tersebut. Dalam memahami unsur religi sebagai kebudayaan manusia tidak dapat
dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan
yang ada di dalam diri manusia yang mendorongnya melakukan tindakan-tindakan yang bersifat
religius. Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan,
yakni sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan umat yang menganut religi itu.

Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di luar diri manusia, berupa
gunung, angin, hutan, dan laut. Kepercayaan tersebut berkembang pada tingkatan yang lebih

3
tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama
wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen. Sistem religi juga mencakup mengenai
dongeng-dongeng atau cerita yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi).
Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan
suci. Salah satu unsur religi adalah aktivitas keagamaan di mana terdapat beberapa aspek seperti
benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu patung-patung, alat
bunyi-bunyian, maupun sesaji untuk dilakukan dalam aktivitas tersebut.

 Sistem pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan
harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan
yang bersifat empiris.

 Bahasa

Bahasa terdiri dari susunan kata-kata. Kata-kata disusun oleh simbol sehingga bahasa
merupakan susunan berlapis-lapis dari simbol yang ditata menurut ilmu bahasa. Karena simbol-
simbol itu berasal dari bunyi, ucapan yang dibentuk oleh sebuah kebudayaan maka kata-kata
maupun bahasa dibentuk pula oleh sebuah kebudayaan. Jadi, bahasa merupakan komponen
budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan dan perilaku manusia, perasaan dan
kecenderungan manusia untuk bertindak mengatasi dunia sekeliling. Dengan kata lain, bahasa
mempengaruhi kesadaran, aktivitas dan gagasan manusia, menentukan benar atau salah, moral
atau tidak bermoral, dan baik atau buruk.

Contoh studi kasus: Ketika Riski lulus sekolah menengah atas (SMA), Riski memutuskan
untuk melanjutkan studi ke Jawa Timur, tujuan Riski datang ke daerah Pasuruan. Awalnya ketika
Riski datang di Pasuruan, Riski merasa asing, terutama dalam pengucapan bahasa yang mereka
pakai sehari-hari. Dari budaya yang Riski anut, Riski memiliki latar belakang budaya orang Jawa
Tengah. Walaupun Riski memiliki latar belakang budaya Jawa Tengah, namun Riski telah lama
dan menetap di Sumatera Selatan, sehingga adat kebudayaan Riski telah banyak mengikuti
orang-orang asli Palembang. Riski mampu berdialog dengan bahasa Jawa, namun bahasa yang
dipakai Riski khas Jawa Tengah. Ketika sampai di daerah Pasuaruan ia merasa tidak nyaman,
karena ia merasa bahwa ia mmerasa dikucilkan oleh rekan satu Kos-nya. sesuatu ketika ada
rekan satu kos Riski yang sakit, dengan dialog khas Jawa Tengah Riski bilang “nak enek konco
seng sakit yo di tilik’i. (kalau ada teman yang sakit ya di jenguk)”. berhubung yang diajak
berdialog orang Jawa Timur mereka semua bingung. Yang mereka ketahui bahasa
“menilik’i”(Jawa Tengah: menjenguk/melihat. Jawa Timur: mencicipi/mencoba rasa sesuatu).

Dari contoh kasus diatas jelas bahwa dalam sebuah komunikasi antar budaya terjadi sebuah
gangguan (noice), sebenarnya apa yang hendak disampaikan benar namun pada akhirnya bahasa
yang diucapkan memiliki arti yang berbeda dari makna yang diharapkan. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi dengan adanya perbedaan antara kultur budaya pada suatu daerah tertentu. Bila kita
kurang mengenal adat dan kebiasaan masyarakat sekitar, maka kita tidak dapat berkomunikasi
secara efektif. Bahasa menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi. Bahasa memiliki sifat
unik dan kompleks yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi, keunikan
dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan
efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.[12]

4
 Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
terhadap keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang
mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang
sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

 Sistem mata pencarian

Perhatian para antropolog masa awal pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah
mata pencaharian tradisional, diantaranya, berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di
ladang, dan menangkap ikan.

 Sistem teknologi dan peralatan

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara


atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan.
Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat dan
mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat
kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat perdesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit
mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik), yaitu senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan, pakaian, tempat
berlindung dan perumahan, alat-alat transportasi.

Pengaruh beberapa unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada
aspek individual dan subjektifnya. Dalam pandangan budaya, suatu objek atau peristiwa sosial
yang sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya mungkin
akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita
berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang
bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan
antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan
wanita sebagai ibu rumah tangga.

Contoh Studi Kasus:  Pada suatu ketika di jalan raya, terjadi perselisihan antara seseorang
yang suku jawa dengan seorang sopir angkot yang berasal dari daerah tapanuli (batak).
Permasalahan yang terjadi antara keduanya yakni senggol-menyenggol kendaraan di tengah
kemacetan. Karena tidak ada polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka
sepakat menuju kantor polisi terdekat. Ketika si sopir yang bersuku batak berbicara meledak-
ledak, sang sopir di tegur oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.

Dengan sekonyong-konyong ia berbicara: “Saya orang Batak, saya tidak bisa berbicara halus
seperti dia (sambil menunjuk ke arah orang yang bersuku jawa). Kami orang batak kalau bicara
lantang dan terus terang tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa yang bicara tidak jujur, berputar-
putar dan berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah berbicara langsung, terbuka dan
terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung. Namun bagi orang jawa, hal
itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.

Nilai Kebaikan untukseseorang yang bersuku jawa adalah sopan santun, bicara halus dengan
tutur kata yang baik dianggap keburukan bagi si sopir batak karena dianggap berputar-putar,
berbelit-belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang bersuku jawa, sopir

5
bersuku batak tersebut dianggap tidak sopan karena telah berbicara dengan keras dan dianggap
tidak santun. Ini adalah penggambaran yang sangat jelas bagaimana budaya jawa dan budaya
batak berpengaruh pada proses komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang berbeda disertai juga
dengan karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada cara mereka
berkomunikasi.

Budaya tidak berhenti pada satu titik, tetapi berproses sepanjang waktu, sebagaimana
progresivitas akal budi (intelektual) manusia. Kajian komunikasi lintas budaya tak dapat
dilepaskan dari kebudayaan sebab dalam komunikasi lintas budaya para peserta komunikasi
dihadapkan dengan masalah perbedaan budaya. Pada umumnya, perbedaan budaya yang paling
menonjol meliputi perbedaan ras, nilai dan norma, sistem religi, serta tradisi. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1.  Ras

Membicarakan masalah ras adalah membicarakan perbedaan warna kulit, bentuk


muka, dan tubuh. Pengetahuan tentang hal ini akan memengaruhi seseorang dalam tindak
komunikasi. Perbedaan rasial merupakan perbedaan keturunan atau ras yang secara fisik
membedakan antara orang yang satu dan orang lain. Dan setiap ras memiliki budayanya
sendiri yang berbeda satu sama lain.

Kita juga mengenal budaya dan ras, bahwa ras-ras tertentu mempunyai sifat yang
sama. Orang hitam umumnya suku bangsa yang selalu riang gembira suka bernyanyi dan
terkadang dikatakan jorok dan kotor. Orang kulit kuning keturunan cina dan jepang
dikatakan manusia pekerja keras terkadang pelit. Perilaku itu dinamakan perilaku ras,
meskipun itu hanya merupakan perilaku rata-rata.

2. Nilai dan Norma

Menurut Peoples dan Biley, nilai merupakan “kritik atas pemeliharaan budaya secara
keseluruhan karena hal ini mewakili kualitas yang dipercayai orang yang penting untuk
kelanjutan hidup meraka.” Hubungan antara nilai dan budaya begitu kuat, sehingga sulit
untuk membahas yang satu tanpa menyinggung yang lain. Seperti yang ditulis oleh Macionis,
nilai adalah “standar keinginan, kebaikan, dan keindahan yang diartikan dari budaya yang
berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan sosial.” Nilai-nilai berguna untuk menentukan
bagaimana seseorang bertingkah laku. Untuk sejumlah nilai budaya yang berbeda, seseorang
dapat mengharapkan peserta dalam komunikasi antarbudaya ini akan cenderung untuk
memperlihatkan dan mengantisipasi tingkah laku yang berbeda dalam kesempatan yang
sama. Misalnya, semua budaya memberikan penghormatan terhadap yang lebih tua, kekuatan
nilai ini terkadang sangat berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain.

Budaya setiap bangsa mempunyai ciri khas tertentu, unik dan lokal. Setiap budaya
mempunyai cara dan kebiasaan, kepercayaan dan keyakinan yang diambil dari norma, serta
nilai yang berkembang di tengah masyarakatnya.

Sesuatu percakapan dapat dianggap kasar, misalkan dengan memanggil seseorang


dalam sebuah nama “si boncel” yang berarti sebuah sarkastik (ejekan). Boleh saja hal itu
bermaksud untuk membangun suasana yang akrab/humoris, tetapi bagi sebagian orang hal itu
terlihat seperti “biadab” atau tidak memiliki tata krama. Bahkan penyebutan “si” pada

6
panggilan “si Andi” bagi orang Sunda dianggap sebagai panggilan yang kasar atau tidak
terhormat. Sesuatu yang memunculkan sebuah pelanggaran dari kebiasaan yang baik disebut
“tabu” dan setiap budaya memiliki adab-adab yang dilarang untuk diucapkan yang mungkin
pada budaya anda hal itu biasa saja. Orang Batak versus Orang Jawa atau Sunda, nada suara
yang tinggi dapat dianggap sebagai orang yang berbicara kasar dan tidak menghormati.

3. Sistem Religi

Setiap masyarakat mempunyai sistem religi, yakni adanya kepercayaan manusia


terhadap keberadaban kekuatan yang lebih tinggi, mahakuasa, dan gaib
kedudukannya.Praktik dalam ritual keagamaan diwujudkan dalam bentuk yang khas, seperti
berdoa, sembahyang, bersemedi, berpuasa, berzikir dan lain sebagainya.

Sebagai akar kata dari religion, unsur religi merupakan salah satu unsur universal dari
kebudayaan. Karakteristik utama religi adalah kepercayaan pada makhluk dan kekuatan
supranatural. Masyarakat di dunia memiliki beragam konsepsi tentang makhluk supranatural,
tetapi dapat diklasifikasikan atas tiga kategori, yaitu dewa-dewi, arwah leluhur, dan makhluk
supranatural lain/bukan manusia. Makhluk-makhluk supranatural itu dianggap menguasai
dunia atau bagian tertentu dari dunia.

Sebagian kepercayaan tergolong agama samawi. Tiga agama besar, Yahudi, Kristen,
dan Islam, dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama
tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama, sekaligus perbedaan mendasar dalam inti
ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di
berbagai belahan dunia.

4. Tradisi

Tradisi merupakan adat kebiasaan yang diproduksi oleh suatu masyarakat berupa
aturan atau kaidah sosial yang biasanya tidak tertulis, tetapi dipatuhi, berupa petunjuk
perilaku yang dipertahankan secara turun temurun.

Tradisi budaya suku tertentu biasa dikenal juga dengan kepercayaan seperti
penyembahan terhadap barang, pohon, batu, dan sebagainya. Kepercayaan terhadap hal
tersebut atau sesuatu khususnya tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan
tertentu biasa disebut mitos. Misalkan, ibu hamil tidak boleh makan nenas, pisang atau buah-
buahan lainnya karena akan berbahaya bagi si bayi. Terkadang mitos-mitos atau pantangan
seperti itu bila di tempat lain hal itu malah dianjurkan atau berdasarkan studi kesehatan justru
ibu hamil membutuhkan banyak vitamin dan gizi yang didapat dari makanan-makanan
tersebut. Namun, mitos atau pantangan tersebut sangat dipatuhi oleh masyarakat pada suku
atau sub suku tertentu.

7
Bab III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dunia yang luas terdiri dari berbagai negara tentu saja memiliki beraneka ragam corak
budaya. Indonesia termasuk di dalamnya yang memberikan corak budya tersendiri. Faktor
geografis merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia memiliki beranekaragam budaya.
Luas Indonesia yang sebagian besar adalah luas lautan menjadikan wilayah Indonesia secara
topografi terpisah menjadikan ciri khas atau perbedaan budaya dari masing- masing daerah.
Budaya antar wilayah Indonesia berbeda melainkan tetap dalam satuan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi, seperti yang dinyatakan Hall, “Budaya
adalah komunikasi,dan komunikasi adalah budaya”. Dengan kata lain ketika membahas budaya
dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang menjadi
gemanya. Alasannya adalah karena anda “mempelajari” budaya anda melalui komunikasi dan
pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya anda. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang  berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan  bahwa budaya itu dipelajari.

8
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media,
2015),  hlm.2.

Larry A. Samovar, Richard E. Porter. dan Edwin R. McDaniel, Communication Between


Cultures, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2010), hlm. 27.

Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media,


2015),  hlm.37.

Alo liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,


2007), hlm. 57-58.

 Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media,


2015),  hlm.38.

Alo liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,


2007), hlm. 57.

Larry A. Samovar, Richard E. Porter. dan Edwin R. McDaniel, Communication Between


Cultures, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2010), hlm. 30.

Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media,


2015),  hlm.39.

Richard West, Lynn H.Turner,Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba


Humanika, 2013), hlm.121-122.

Rusmin Tumanggor, Kholis Ridho,  dan Nurochim, Ilmu sosial dan Budaya dasar,(Jakarta;


Kencana, 2010),  hlm.47-48.

Ahmad Albastin, Ruang lingkup komunikasi lintas budaya, pada tanggal 08 Juli 2017

Sutama Arybowo, Kajian Budaya Dalam Perspektif Filosofi, Hlm.212-213

 Erik Pandapotan Simalungun, Kajian Budaya dan Interaksi Simbolik,27 November 2015

Anda mungkin juga menyukai