Anda di halaman 1dari 93

KATA PENGANTAR

Sengketa atau Konflik selalu ada dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari
kehidupan keluarga, bertetangga, dalam lingkungan kerja, dan lingkungan
sosial lebih luas seperti konflik karena perbedaan identitas suku, agama,
ideologi dan keyakinan. Konflik juga banyak terjadi dalam bidang-bidang
pembangunan secara spesifik seperti Sumber Daya Alam atau agraria dan
Lingkungan Hidup, Tata Batas, Perumusan perencanaan dan perundang-
undangan.

Dalam mengembangkan mekanisme penyelesaian konflik yang cepat, murah


dan sederhana, maka model-model mekanisme penyelesaian konflik telah
berkembang pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Di
Indonesia , mekanisme penyelesaian konflik selain banyak mengadopsi model
penyelesaian hukum di Pengadilan yang banyak di pengaruhi oleh model
peradilan Eropa, juga berkembang model musyawarah mufakat yang berakar
dari Agama, hukum adat dan kearifan tradisional berbagai suku bangsa di
Indonesia. Musyawarah mufakat bahkan telah menjadi ideologi dan dasar
negara Indonesia yang tercantum dalam sila ke 4 Pancasila.

Ilmu pengetahuan modern mengklasifikasikan model penyelesaian konflik atau


sengketa menjadi mekanisme Litigasi (pengadilan) dan non Litigasi (di luar
pengadilan atau Alternative Dispute Resolution - ADR), atau sering juga dikenal
dengan mekanisme Ajudifikasi dan Non Ajudifikasi. Mekanisme Alternative
Dispute Resolustion atau Alternatif Penyelesaian Sengketa yang paling umum
dan berkembang pesat di Indonesia saat ini yaitu Mediasi, selain Negosiasi,
Konsiliasi dan Arbitrase, karena sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan
penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana dan murah.

IMN - Impartial Mediator Network atau Jaringan Mediator Indonesia merupakan


Lembaga Mediator yang mendedikasikan pengembangan mekanisme Mediasi
melalui kegiatan memajukan profesi Mediator. Untuk mewujudkan hal tersebut,
IMN telah mendapat akreditasi dari Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat
Keputusan Ketua MA RI No. 14/KMA/SK/I/2019 tengtang penyelenggraan
Pelatihan Sertifikasi Mediator, menyelenggarakan ujian tertulis, ujian praktik (role
play), dan mengeluarkan sertifikat profesi Mediator kepada peserta pelatihan
yang dinyatakan lulus Ujian tertulis dan Praktik. Standar kurikulum dan silabus
yang digunakan mengacu pada ketentuan tata kelola Mediasi Mahkmah
Agung RI yaitu minimal 40 Jam ditambah ujian tertulis dan praktik.

Modul Sertifikasi Mediator|i


Dalam Pelatihan Sertifikasi Mediator, IMN telah menyiapkan modul berisi 12
topik bahan ajar yang memadukan pendekatan teori (40 %) dan Praktik (60%)
serta pengalaman lapangan pengajar-pengajar IMN memberikan layanan
mediasi secara langsung. Akhir kata, kami menyampaikan selamat mengikuti
Pelatihan Sertifikasi Mediator, semoga Modul ini dapat menjadi panduan bagi
para peserta dalam mengikuti pelatihan ini.

Salam Damai dan Harmoni,

Ahmad Zazali, S.H.


Direktur Eksekutif IMN

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

MODUL I KEBIJAKAN DAN KEUTAMAAN MEDIASI DALAM SISTEM HUKUM


1
INDONESIA

MODUL II ANALISIS KONFLIK 14

MODUL III PEMAHAMAN ISU, MASALAH, POSISI DAN KEPENTINGAN 30

MODUL IV BENTUK – BENTUK PENYELESAIAN KONFLIK 32

MODUL V PENGANTAR DAN TAHAPAN NEGOSIASI 37

MODUL VI STRATEGI DAN KETERAMPILAN NEGOSIASI 41

MODUL VII PENGANTAR MEDIASI 46

MODUL VIII TAHAPAN MEDIASI 50

MODUL IX KETERAMPILAN MEDIATOR 55

MODUL X PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016


64
TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

MODUL XI KODE ETIK MEDIATOR 69

MODUL XII MERANCANG DOKUMEN KESEPAKATAN 71

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | iii
MODUL I
KEBIJAKAN DAN KEUTAMAAN MEDIASI DALAM SISTEM HUKUM
INDONESIA

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta diharapkan dapat memahami sejarah keutamaan Mediasi se-
bagai bagian dari tradisi adat musyawarah mufakat dan kodifikasi hukum
positif di Indonesia.
B. Peserta diharapkan dapat memiliki pemahaman tentang berbagai ke-
bijakan sektoral yang mewajibkan Mediasi dalam penanganan sengketa
atau konflik di Indonesia.

2. LANDASAN FILOSOFIS MEDIASI


A. Pancasila sebagai landasan idiil dan the way of life/ pandangan hidup mengan-
dung nilai-nilai lestari dan universal yang harus diutamakan/ didahulukan dalam
mencegah, menyelesaikan dan mengakhiri permasalahan/ perselisihan/
sengketa/ konflik. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam Sila Keempat Pancasila
yang mengedepankan Keutamaan Musyawarah Untuk Mufakat Berdasarkan
Asas Kekeluargaan.
Nilai universal dalam sila ke empat pancasila :
• Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat;
• Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
• Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama;
• Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;
• Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah;
• Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang luhur;
• Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

B. Rasionalitas mediasi saat ini demi membuka “Akses Terhadap Keadilan” bagi pa-
ra yang berkonflik untuk merasakan “Keadilan yang Lebih Mendekati Adil”:
• Mengajarkan masyarakat berkonflik dengan cara yang benar dan me-
nyelesaikan konflik sejak dini;
• Meningkatkan keterlibatan masyarakat membangun kondisi damai;
• Para pihak tidak ada yang dikalahkan maupun dimenangkan;
• Besar peluang penyelesaian sengketa untuk menghasilkan solusi yang adil dan
diterima oleh para pihak;

Modul Sertifikasi Mediator|1


• Hubungan para pihak akan lebih baik berkat hasil kesepakatan bersama para
pihak ke depannya (Transformasi Konflik);
• Mengurangi tumpukan kasus perdata yang masuk ke pengadilan serta mengu-
rangi interfensi kotor;
• Proses bersifat rahasia dan tertutup, relatif cepat dan biaya murah dibanding
proses persidangan.

3. KEUTAMAAN MEDIASI DI PENGADILAN


Hukum acara pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama mewajibkan
menempuh mediasi terlebih dahulu sebelum pemeriksaan pokok perkara
perdata. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan telah memberi penjelasan secara jelas dan terang
bahwa proses mediasi wajib ditempuh selama 30 hari sebelum pemeriksaan
pokok perkara, dan tetap dimungkinan dalam tahap pemeriksaan pokok
perkara maupun pada tahap upaya hukum banding, kasasi hingga Penin-
jauan Kembali.
Namun demikian, ada beberapa sengketa yang dikecualikan dari kewajiban
mediasi di pengadilan, yaitu: (1) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Niaga, (2) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadi-
lan Hubungan Industrial, (3) Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Per-
saingan Usaha, (4) Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, (5) Permohonan pembatalan putusan arbitrase, Keberatan atas
putusan Komisi Informasi, (6) Penyelesaian perselisihan partai politik, (7)
Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana, dan (8)
Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang
waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sengketa di Pengadilan Agama juga wajib dilakukan, seperti sengketa ru-
mah tangga (gugatan perceraian, hak asuh anak dan harta bersama atau
gono gini) dan sengketa ekonomi syariah.

4. KEUTAMAAN MEDIASI DALAM SISTEM HUKUM ADAT, ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Mediasi dalam Sistem Hukum Adat
Konsep mediasi dalam sistem hukum adat dikenal melalui musyawarah
mufakat antara para pihak yang berkepentingan dalam rangka memba-
has suatu permasalahan atau suatu rencana sehingga dihasilkan suatu
kesepakatan atau konsesus, jauh sebelum sistem litigasi diperkenalkan ole
pemerintah kolonial Belanda. Penyelesaian sengketa menurut hukum adat
biasanya selalu diarahkan kepada pemulihan dan keseimbangan tatanan

Modul Sertifikasi Mediator|2


yang terganggu karena adanya sengketa tersebut, dan tidak bersifat
menghukum.
Setelah pemerintahan Kolonial Belanda masuk ke Indonesia, penyelesaian
sengketa dikenal dengan sebutan Hakim Perdamaian Desa. Beberapa
aspek positif dari perdamaian desa, yaitu :
• Hakim perdamaian desa bertindak aktif mencari fakta;
• Hakim meminta nasihat kepada tetua-tetua adat dalam masyarakat;
• Putusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat;
• Putusan dapat diterima oleh para pihak dan juga memuaskan masyara-
kat secara keseluruhan;
• Pelaksanaan sanksi melibatkan para pihak, hal mana menunjukkan
adanya tenggang rasa (toleransi) yang tinggi di antara para pihak;
• Mengembalikan suasana rukun dan damai antara para pihak
• Integrasi masyarakat dapat dipertahankan
Pola-pola penyelesaian sengketa secara musyawarah dan damai di be-
berapa masyarakat hukum adat tetap bertahan, seperti pada masyarakat
Batak dikenal dengan forum runggun adat, masyarakat Minangkabau
dikenal dengan Lembaga Hakim Perdamaian Minangkabau, yang secara
umum merupakan penyelesaian melalui musyawarah dan kekeluargaan
yang memiliki banyak kesamaan dengan cara Mediasi dan Konsiliasi.

B. Mediasi dalam Sistem Hukum Islam


Dalam sistem hukum islam penyelesaian dengan mediasi menyerupai
dengan istilah Islah dan Hakam :
• Islah adalah ajaran islam yang bermakna lebih menonjolkan metode
penyelesaian perselisihan atau konflik secara damai dengan
mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang menjadi akar perse-
lisihan. Intinya bahwa para pihak yang berselisih diperintahkan untuk
mengikhlaskan “kesalahan” masing-masing dan diamalkan untuk saling
memaafkan. Pengertian islah telah berkembang luas penggunaannya
untuk menyelesaikan kasus-kasus perselisihan ekonomi bisnis maupun
non ekonomi bisnis
• Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1980 jo. Undang-Undang No.
3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama, Hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak
keluarga suami atau pihak keluarga istri atau pihak lain untuk mencari
upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqaq.
Hakam memiliki pengertian yang sama dengan mediasi, yaitu pihak ke-
tiga yang mengikatkan diri kedalam konflik yang terjadi diantara suami-
istri sebagai pihak yang akan menengahi atau menyelesaikan sengketa
di antara mereka. Hakam berusaha sekuat tenaga untuk mencari
Modul Sertifikasi Mediator|3
upaya perdamaian diantara suami-istri, maka kewajiban hakam be-
rakhir. Setelah itu hakam melaporkan kepada hakim yang selanjutnya
menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan.

C. Mediasi dalam Sistem Hukum Positif


Setidaknya ada dua peraturan perundang-undangan yang dapat dijadi-
kan dasar untuk menerapkan mediasi yaitu, pertama, HIR (Herziene Indo-
nesische Reglement) untuk wilayah Jawa dan Madura dan RBg (Rechtsre
voor de Buitengewesten) untuk wilayah luar Jawa dan Madura sebagai
hukum formil, dan kedua, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) atau BW (Burgerlijk Wetboek) sebagai hukum materiil. Kedua per-
aturan perundang-undangan tersebut masih berlaku di Indonesia hingga
saat ini. Penerapan mediasi dalam kedua peraturan tersebut diatur dalam
pasal 130 HIR dan 154 Rbg.

5. KEUTAMAAN MEDIASI DALAM KEBIJAKAN SEKTORAL


A. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup telah diatur dalam :
1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengel-
olaan Lingkungan Hidup :
− Pasal 84-86 mengenai Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di
luar pengadilan;
− Pasal 87-93 mengenai penyelesaian sengketa lingkungan hidup
melalui pengadilan :
a) Hak gugat pemerintah-pemerintah daerah Pasal 90;
b) Hak gugat masyarakat Pasal 91;
c) Hak gugat organisasi Lingkungan Hidup Pasal 92;
d) Gugatan administrasi Pasal 93.
2) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia
Jasa (LPJ) Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar pengadilan.
3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 22 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan
Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

B. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Kehutanan


Penyelesaian Sengketa Kehutanan telah diatur dalam :
1) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 74-76
mengenai Penyelesaian Sengketa Kehutanan di pengadilan dilakukan
jika penyelesaian di luar pengadilan gagal atau suatu tindak pidana
kehutanan :

Modul Sertifikasi Mediator|4


− Penyelesaian di luar pengadilan dapat menggunakan jasa pihak ke-3
(Mediator/Fasilitator) atau pendampingan oleh Organisasi Non
Pemerintah;
− Penyelesaian diluar pengadilan dalam bentuk pengembalian Hak,
Ganti Rugi dan Pemulihan Fungsi Hutan.
2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 84 Tahun 2015
tentang Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan
3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 83 Tahun 2016
tentang Perhutanan Sosial, sebagai skema penyelesaian konflik tenurial
dalam kawasan hutan, yaitu : Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan De-
sa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan
Kehutanan.

C. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perkebunan


Penyelesaian Sengketa Perkebunan berada di Kementarian Pertanian,
khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan dengan istilah Gangguan
Usaha Perkebunan (GUP). Selain itu Gubernur dan Bupati/ Walikota mem-
iliki kewenganan sesuai mandat untuk menangani penyelesaian sengketa
perkebunan.
Hingga saat ini masih proses menyusun Peraturan Menteri yang akan
mengatur bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa perkebunan.
Dan selama ini aturan hukum terkait upaya penyelesaian sengketa perke-
bunan adalah :
• Undang-undang perkebunan Republik Indonesia No. 39 Tahun 2014.
• Peraturan Menteri Pertanian No.98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizi-
nan Usaha Perkebunan.
• Peraturan Menteri Pertanian No. 7 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penilaian Usaha Perkebunan.
• Peraturan Menteri Pertanian No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).
• Peraturan Menteri Pertanian No. 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perizi-
nan Berusaha Sektor Pertanian.

D. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan


Penyelesaian Sengketa Pertanahan telah diatur dalam :
• Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Badan Per-
tanahan Nasional No. 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Per-
tanahan. Terdapat 11 sengketa yang menjadi kewenangan Kementeri-
an atau diputus langsung, dan selain 11 sengketa tersebut dapat dil-
akukan mediasi. 11 Kewenangan langsung tersebut, yaitu :

Modul Sertifikasi Mediator|5


− Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau
perhitungan luas;
− Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau
pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
− Kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendafata-
ran hak tanah;
− Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
− Tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas
haknya jelas terdapat kesalahan;
− Kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran
tanah;
− Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti;
− Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
− Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
− Penyalahgunaan pemanfaatan ruang;
− Kesalahan lain dalam penetapan peraturan perundang-undangan
(Pasal 11 Ayat (3)).

E. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Tata Batas


Penyelesaian Sengketa Tata Batas diatur dalam :
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Dalam peraturan ini
penyelesaian batas daerah diatur dalam Bab V. Penyelesaian perse-
lisihan tata batas daerah antar kabupaten/kota dalam satu provinsi dil-
akukan oleh gubernur dan penyelesaian perselisihan batas daerah an-
tar provinsi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan hasilnya di-
tuangkan dalam Surat Keputusan Gubernur atau Menteri.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Dalam
peraturan ini penyelesaian perselisihan batas desa diatur dalam Bab VI.
Penyelesaian perselisihan tata batas desa dilakukan secara musya-
warah/ mufakat. Perselisihan batas antar desa dalam satu kecamatan
difasilitasi oleh Camat dan untuk batas antar desa berbeda kecamatan
difasilitasi oleh Bupati/ Walikota.

F. Mediasi dalam Penyelesaiain Sengketa Energi dan Sumber Daya Mineral


(ESDM)
Penyelesaian Sengketa Energi dan Sumber Daya Mineral kewenangannya
berada di Kementerian ESDM, tetapi belum ada direktorat khusus yang
menangani. Selama ini penanganan sengketa ESDM menjadi bagian dari

Modul Sertifikasi Mediator|6


tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Selain itu juga
selama ini aturan hukum yang digunakan adalah :
• Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara
• Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

G. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Transmigrasi


Penyelesaian Sengketa Transmigrasi telah diatur dalam :
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian Se-
bagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997
tentang Ketransmigrasian.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketrans-
migrasian Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Ta-
hun 1997 tentang Ketransmigrasian. Dalam PP tersebut Pemerintah
memiliki fungsi utama yaitu perumusan kebijakan, pengaturan, pem-
binaan, koordinasi, motivasi, advokasi, mediasi, dan pengendalian ber-
dasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik (Good
Governance).
Terdapat turunan dari PP ini, yaitu Peraturan Menteri Desa, Pem-
bangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia No-
mor 12 Tahun 2017 tentang Kerja Sama Pelaksanaan Transmigrasi Antar
Pemerintah Daerah.

H. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perburuhan

Penyelesaian Sengketa Perburuhan telah diatur dalam :


• Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
• Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Pasal 5 mengenai penyelesaian sengketa per-
buruhan melalui proses mediasi hanya bisa dilakukan sebelum sengketa
diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

I. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis

Penyelesaian Sengketa Bisnis telah diatur dalam :


• Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Dalam UU tersebut selain mengatur
penggunaan arbitrase secara rinci, juga memungkinkan pelaku bisnis

Modul Sertifikasi Mediator|7


untuk menempuh jalur alternatif penyelesaian sengketa, yang salah
satunya adalah mediasi selain itu ada negosiasi, konsiliasi, konsultasi dan
penilaian ahli. Lama mediasi yang diatur dalam ketentuan ini paling la-
ma 14 (empat belas) hari.

J. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Produsen dan Konsumen


Penyelesaian Sengketa Konsumen dilaksanakan oleh Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK). Dan telah diatur dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 45 disebutkan ji-
ka penggunaan mediasi untuk penyelesaian sengketa konsumen bersifat
sukarela atau pilihan para pihak.

K. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Atau Jasa Keuangan

Penyelesaian Sengketa Perbankan atau Jasa Keuangan telah diatur da-


lam :
• Peraturan Bank Indonesia Nomor : 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah
• Peraturan Bank Indonesia Nomor : 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Per-
bankan. Dalam peraturan ini mediasi perbankan dapat dilaksanakan
untuk setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling ban-
yak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
• Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008 peri-
hal Perubahan atas Surat Edaran bank Indonesia No. 7/24/DPNP tanggal
18 Juli 2005 perihal Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
• Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Per-
lindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
• Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2014 tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
• Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 2/SEOJK.07/2014 tentang
Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha
Jasa Keuangan.

L. Mediasi dalam Penyelesaian Ekonomi Islam (Syariah)


Penyelesaian Sengketa Ekonomi Islam (Syariah) :
• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama se-
bagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan sebelumnya

Modul Sertifikasi Mediator|8


yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam
UU pasal 49 menyebutkan “Pengadilan agama bertugas dan ber-
wenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan
ekonomi syariah.
• Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Da-
lam pasal 55 menyebutkan penyelesaian sengketa perbankan syariah
dilakukan di pengadilan agama. Dan dalam penjelasannya UU ini me-
nyebutkan jika penyelesaian sengketa terbuka peluang melalui musya-
warah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan
sesuai dengan kesepakatan dalam akad para pihak.
Khusus penyelesaian perkara ekonomi syariah terdapat peraturan yang
mengaturnya yaitu Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi
Syariah. Dalam pasal 10 disebutkan Hakim wajib mengupayakan
perdamaian dalam penyelesaian sengketa sebagaimana mengacu
pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Pengaturan Mediasi di Pengadilan.
• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam pasal 62
menyebutkan penyelesaian sengketa perwakafan pertama kali melalui
musyawarah, jika tidak mencapai mufakat maka dapat diselesaikan
melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

M. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Hak Asasi Manusia


Pelanggaran Hak Asasi Manusia selain berada dalam wilayah hukum pi-
dana, juga mengandung aspek keperdataan sehingga Undang-Undang
yang berlaku memungkinkan para pihak, yaitu pelaku dan korban, untuk
menempuh perdamaian. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia tidak menyebutkan yang mewajibkan para
pihak untuk mediasi. Tetapi dalam Pasal 76 dan Pasal 89, pendekatan
mufakat dan mediasi khususnya sebagai cara penyelesaian sengketa
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Sehingga penggunaan mediasi untuk
sengketa Hak Asasi Manusia bersifat sukarela atau pilihan para pihak.

Modul Sertifikasi Mediator|9


N. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perlindungan Anak
Penyelesaian Sengketa Perlindungan anak menjadi Tugas dan Fungsi Ke-
menterian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA),
yang salah satunya menyebutkan menyelenggarakan fungsi mediasi.
Penyelesaian sengketa ini telah diatur dalam :
• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tamba-
han Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Un-
dang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Un-
dang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak men-
jadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5946). Dalam Pasal 76 poin e yang menyatakan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia bertugas yang salah satunya melakukan mediasi atas
sengketa pelanggaran Hak Anak.
• Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlin-
dungan Anak Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pe-
doman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.
Dalam Lampiran Permen tersebut menyebutkan penyelesaian tindak pi-
dana anak dapat menggunakan pendekatan keadilan restoratif yang
salah satunya adalah mediasi.
• Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlin-
dungan Anak Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pe-
doman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Per-
empuan dan Anak. Permen tersebut menyebutkan UPTD PPA yang
dibentuk di tingkat daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota meru-
pakan perpanjangan dari Kemen PPPA yang memiliki tugas dan fungsi
yang sama. Sehingga fungsi mediasi di daerah dilakukan oleh UPTD PPA.

O. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Pers


Penyelesaian Sengketa Pers telah diatur dalam :
• Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU tersebut tid-
ak disebut secara eksplisit pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian
sengketa akibat pemberitaan pers, namun praktiknya Dewan Pers yang
diatur dalam Pasal 15, menjalankan fungsi mediasi untuk sengketa-
sengketa antara pers dan pihak yang merasa dirugikan oleh pember-
itaan pers.
M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 10
• Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/I/2008 tentang Prosedur Pen-
gaduan ke Dewan Pers, yang berkaitan dengan fungsi mediasi diatur
dalam Pasal 7.

P. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Informasi Publik


Penyelesaian Sengketa Informasi Publik telah diatur dalam :
• Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Pub-
lik. Penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa informasi publik
diatur dalam undang-undang tersebut. Proses mediasi berlangsung pal-
ing lambat dalam waktu 100 (seratus) hari kerja, jika dalam jangka wak-
tu itu, para pihak belum juga mencapai kesepakatan, maka mediasi
dikatakan mengalami kegagalan atau deadlock.

Q. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)


Penyelesaian sengketa HAKI dapat diselesaikan melalui arbitrase atau al-
ternatif penyelesaian sengketa yang terdiri dari atas Mediasi, Konsiliasi dan
Negosiasi. Ketentuan tersebut telah diatur dalam :
• Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
• Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
• Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
• Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
• Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu

R. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi


Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi telah diatur dalam :
• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Jasa
Kontruksi dalam Pasal 31 dan Pasal 33.
• Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelengaraan Jasa
Kontruksi dalam Pasal 49 – 54.

S. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Administrasi Publik


Penyelesaian Sengketa Administrasi Publik telah diatur dalam :
• Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik In-
donesia
• Peraturan Ombudsman Republik Indonesia No. 26 Tahun 2017 tentang
Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan. Pera-
turan ini menyebutkan secara khusus di Bab IV, Bagian Kedua yaitu Me-
diasi dan Konsiliasi. Untuk pedoman pelaksanaan mediasi akan diatur
lebih lanjut diperaturan lainnya.
M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 11
• Peraturan Ombudsman Republik Indonesia No. 31 Tahun 2018 tentang
Mekanisme dan Tata Cara Ajudikasi Khusus. Di peraturan ini Ajudikator
diwajibkan menawarkan kepada para pihak untuk dapat melanjutkan
persidangan atau menyepakati mediasi, jika para pihak menyepakati
untuk mediasi maka ajudikator akan memberi kesempatan para pihak
bermediasi.

T. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Kebijakan


Penyelesaian Sengketa Kebijakan dapat dilakukan oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah diatur dalam :
• Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2019
tentang Penyelesaian Disharmoni Peraturan Perundang-Undangan Me-
lalui Mediasi. Dalam Permenkumham tersebut jenis perturan perundang-
undangan yang dapat di mediasi adalah Peraturan Menteri, Peraturan
Lembaga Pemerintahan Nonkementerian, Perturan dari Lembaga Non-
struktural dan Peraturan perundang-undangan di daerah.

U. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah
Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah diatur
dalam :
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah
• Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2018 tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Dalam peraturan ini menyebut-
kan penyelesaian sengketa kontrak pengadaan melalui Mediasi, Konsili-
asi, dan Arbitrase. Dan ada tahapan dalam penyelesaian sengketa kon-
trak pengadaan tersebut.

V. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medik


Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Mediasi dalam
penyelesaian sengketa medik bersifat wajib. Di atur dalam Pasal 29 yang
menyatakan bahwa jika terjadi sengketa karena kesalahan atau kelalaian
tenaga kesehatan maka wajib dilakukan mediasi terlebih dahulu sebelum
menempuh jalur hukum lainnya.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 12
6. MODEL PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 13
MODUL II
ANALISIS KONFLIK

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Dalam sesi ini peserta diharapkan dapat mengetahui definisi konflik,
bentuk-bentuk /sumber penyebab konflik, wujud dan eskalasi konflik.
B. Memperkenalkan kepada peserta metode analisis konflik yang dapat
membantu dalam proses mediasi.

2. DEFINISI KONFLIK
A. Hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang
memiliki, atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher
et al. 2001)
B. Persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of
interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang
berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan (Pruitt dan Rubin 1986)
C. Benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, yang disebabkan
adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumberdaya
(Suporaharjo 2000).
D. Suatu persepsi/ anggapan adanya perbedaan kepentingan atau
keyakinan bahwa aspirasi para pihak tidak dapat tercapai secara
simultan (Rubin, Pruitt & Kim, Social Conflic, 1994)

 PERLUNYA MENGANALISIS KONFLIK


Agar proses negosiasi maupun mediasi dapat berjalan efektif diperlukan
suatu kemampuan untuk dapat “memetakan” serta menganalisa berbagai
sisi dari konflik yang sedang dihadapi dan mencoba untuk merancang
pendekatan terefektif untuk penyelesaiannya. Dengan tujuannya adalah :
A. Mengidentifikasi Semua Kelompok yang Terlibat, tidak hanya kelompok
yang menonjol saja;
B. Memahami Pandangan dan kepentingan Semua Kelompok dan
Bagaimana Hubungannya satu sama lain;
C. Mengidentifikasi Faktor-faktor dan isu-isu yang Mendasari Konflik;
D. Merancang Pendekatan Terefektif untuk Penanganan/Penyelesaian
Konflik;
E. Memahami Latar Belakang, Sejarah, Situasi dan kejadian-kejadian saat ini.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 14
 SUMBER KONFLIK

Gambar: Sumber Konflik (Pizza Moore)

5. PANDANGAN TERHADAP KONFLIK


A. Cara pandang terhadap konflik yang dahulu
• Buruk
• Biang masalah (trouble maker)
• Harus dihindari dan ditekan

B. Cara pandang terhadap konflik yang kontemporer


• Tidak selalu buruk
• Tidak terelakkan
• Dapat dikelola

C. Cara pandang terhadap konflik yang progresif


• Bermanfaat jika ditangani dengan benar
• Menstimulasi kreatifitas

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 15
D. Perbedaan Konflik dan sengketa
• Konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan (KBBI). Konflik
ditandai dengan keadaan dimana pihak yang merasa haknya
dilanggar memilih jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada
pihak pelanggar haknya atau memberitahukan kepada pihak
lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini para pihak sadar
mengenai adanya perselisihan pandangan antar pihak.
• Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat;
perselisihan (KBBI). Sengketa terjadi karena konflik mengalalmi eskalai
berhubung karena adanya konflik itu terkemuka secara umum. Suatu
sengketa hanya terjadi bila pihak yang mempunyai keluhan telah
meningkatkan perselisihan pendapat dari pendekatan menjadi hal
yang memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan
aktif dengan maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan
yang diinginkan.

6. JENIS KONFLIK
A. Konflik sebagai persepsi
Konflik diyakini dan dipahami ada karena disebabkan kebutuhan,
kepentingan, keinginan atau nilai-nilai dari seseorang berbeda/ tidak
sama dengan orang lain.

B. Konflik sebagai perasaan


Konflik sebagai reaksi emosional terhadap situasi atau interaksi yang
memperlihatkan adanya ketidaksesuaian/ketidak cocokan. Reaksi
emosional ini diwujudkan dengan rasa takut, sedih, pahit, marah dan
keputus asaan atau campuran perasaan-perasaan diatas.

C. Konflik sebagai tindakan


Konflik sebagai tindakan merupakan reaksi perasaan dan pengartikulasian
dari persepsi ke dalam suatu tindakan, untuk mendapatkan suatu
kebutuhan (kebutuhan dasar, kepentingan dan kebutuhan akan identitas)
yang memasuki wilayah kebutuhan orang lain.

7. ESKALASI KONFLIK
Kondisi yang mendorong eskalasi konflik sehingga mempersulit dalam
pencapaian “solusi”, adalah :
A. Adanya kejadian atau suatu tindakan yang meningkatkan ketegangan
antar pihak yang berkonflik;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 16
B. Kegagalan komunikasi; Komunikasi antara para pihak yang berkonflik
gagal atau menemui jalan buntu;
C. Penyelesaian konflik yang berjalan lambat/tidak mengalami kemajuan;
D. Tidak tercapainya kesepakatan terkait mekanisme resolusi konflik yang
akan digunakan;
E. Adanya kepentingan pihak-pihak yang ingin mempertahankan situasi
konflik yang terjadi.

Tahapan konflik

8. ALAT BANTU ANALISIS KONFLIK


A. Pemetaan Aktor Konflik
Sebuah teknik visual yang digunakan untuk menggambarkan konflik
secara grafis, menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan
pihak lainnya. Ketika para pihak memiliki berbagai sudut pandang
berbeda memetakan situasi mereka secara bersama, mereka saling
mempelajari pengalaman dan pandangan masing-masing. Tujuan
pemetaan aktor konflik, adalah :
• Memahami situasi dengan baik;
• Melihat hubungan diantara berbagai pihak secara lebih jelas;
• Menjelaskan di mana letak kekuasaan;
• Memeriksa keseimbangan masing-masing kegiatan atau reaksi;
• Melihat posisi para sekutu atau sekutu yang potensial;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 17
• Mengidentifikasi mulainya intervensi atau tindakan;
• Mengevaluasi apa yang telah dilakukan

B. Analogi Bawang Bombay


Suatu cara untuk menganalisis perbedaan tentang konflik dari para pihak
yang berkonflik. Analogi ini memiliki beberapa lapisan yang terdiri dari :
• Lapisan terluar merupakan posisi, yang biasanya dilontarkan oleh para
pihak pertama kali oleh saat bertemu atau saling berhadapan;
• Lapisan kedua merupakan kepentingan, yaitu suatu keinginan para
pihak yang ingin di capai dalam situasi tertentu;
• Lapisan terakhir atau lapisan terdalam merupakan kebutuhan,yaitu
suatu hal yang wajib terpenuhi oleh para pihak.
Tujuan analogi bawang bombay, adalah :
• Untuk bergerak berdasarkan posisi para pihak dan memahami berbagai
kepentingan serta kebutuhan para pihak;
• Mencari titik kesamaan di antara para pihak, sehingga dapat menjadi
dasar dalam pembahasan selanjutnya.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 18
C. Urutan Kejadian
Urutan kejadian merupakan alat bantu analisis konflik berupa grafik yang
menunjukkan kejadian-kejadian yang telah ditempatkan menurut waktu.
Urutan kejadian merupakan daftar daftar waktu (tahun, bulan atau hari,
sesuai skalanya) dan menggambarkan kejadian-kejadian secara
kronologis. Tujuan urutan kejadian, adalah :
• Menunjukkan pandangan-pandangan yang berbeda tentang sejarah
dalam satu konflik;
• Menjelaskan dan memahami pandangan masing-masing pihak tentang
kejadian-kejadian;
• Mengidentifikasi kejadian-kejadian mana yang paling penting bagi
masing-masing pihak.

D. Pohon Masalah
Pohon masalah merupakan suatu alat bantu menggunakan gambar
sebuah pohon untuk mengurutkan isu dan masalah pokok konflik. Tujuan
pohon masalah, adalah :
• Merangsang diskusi tentang berbagai sebab dan efek dalam suatu
konflik;
• Membantu para pihak menyepakati masalah inti;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 19
• Membantu para pihak dalam mengambil keputusan tentang prioritas
untuk mengatasi berbagai isu konflik;
• Menghubungkan berbagai sebab dan efek satu sama lain, dan untuk
memfokuskan dalam masalah inti.

9. ANALISIS GAYA SENGKETA (AGATA)


A. Pengantar
• Hal terpenting dalam penyelesaian konflik adalah, apakah informasi
penting yang dibutuhkan untuk memulai suatu proses penyelesaian
konflik sudah tersedia?
• Apakah pihak yang bersengketa siap untuk dipertemukan dalam
sebuah perundingan?
• Salah satu aspek yang menentukan apakah para pihak yang
bersengketa siap untuk berunding adalah Gaya Bersengketa.
• Pengenalan gaya bersengketa para pihak juga penting bagi pihak-
pihak lain yang akan mendukung proses penyelesaian sengketa dalam
menentukan bentuk dukungan apa yang perlu diberikan

B. Pertanyaan Kunci yang ingin dijawab AGATA


• Bagaimana gaya pihak dalam bersengketa?
• Apakah gaya yang dimanifestasikan para pihak tersebut sudah cukup
untuk memenuhi pra kondisi minimal untuk memulai suatu proses
mediasi, negosiasi atau pendekatan non litigasi lainnya?
M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 20
• Jika belum cukup memenuhi, apa yang perlu dilakukan agar proses
penyelesaian sengketa bisa dimulai?
• Jika prasayarat-prasyarat yang ada sudah mencukupi, cara
penyelesaian apakah yang menjadi pilihan terbaik bagi para
pesengketa?

C. Tujuan AGATA
• Memberikan pemahaman kepada mediator dan pihak lain yang
mendukung penyelesaian sengketa tentang gaya para pihak yang
bersengketa;
• Menemukenali pilihan-pilihan cara penyelesaian sengketa atau bentuk
intervensi strategis yang dapat dilakukan oleh mediator atau pihak lain
untuk merespon gaya para pihak dalam menghadapi sengketa;
• Untuk mengetahui apakah momentum saat ini adalah tepat untuk
memulai perundingan.

D. Kombinasi Asertif-Disertatif (Kooperatif) dan Gaya Bersengketa


• Asertif rendah, disatertif rendah: Menghindar;
• Asertif tinggi, disasertfi rendah: Kompetisi/ Agitatif;
• Asertif sedang, disasertif sedang: Komprom;
• Asertif rendah, disasertif tinggi: Akomodatif;
• Asertif tinggi, diasasertif tinggi: Kolaborasi.

GAYA SENGKETA PARA PIHAK

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 21
1) Gaya Menghindar (Avoiding)
Gaya saling menghindar terjadi ketika
salah satu pihak menolak adanya
sengketa, mengubah topik penyebab
sengketa ke topik lainnya yang bukan
penyebab sengketa, menghindari
sengketa, berprilaku tidak jelas (non-
committal) atau tak membangun
komitmen. Gaya seperti ini amat
efektif pada situasi dimana terdapat
Sumber Gambar : bahaya kekerasan fisik, tidak ada
http://www.neilrosenthal.com/avoiding-conflict/
kesemp
kesempatan untuk mencapai tujuan, atau situasi yang amat rumit yang
tidak mungkin upaya penyelesaian dilakukan. Ciri – cirinya :
• Menolak adanya sengketa;
• Mengubah topik penyebab ke topik lainnya yang bukan penyebab
sengketa
• Menghindari diskusi tentang sengketa
• Berperilaku tidak jelas (non-comittal) atau tidak ingin membangun
komitmen.

2) Gaya Akomodatif (Accomodatting)

Gaya akomodatif terjadi ketika


salah satu pihak mengorbankan
kepentingan diri/kelompoknya
dan mendahulukan
kepentingan pihak lain. Gaya ini
efektif pada situasi ketika suatu
pihak menyadari tidak memiliki
banyak peluang untuk
mencapai kepentingannya,
Sumber Gambar : atau situasi yang amat rumit
http://www.wiss.com/blog/accommodating-the-
millennial-mindset-and-bridging-the-gap yang tidak mungkin upaya
penyelesaian dilakukan. Ciri-cirinya : penye
• Salah satu pihak mengorbankan kepentingan diri/ kelompoknya dan
mendahulukan kepentingan pihak lain.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 22
3) Gaya Kompromi (Compromissing)
Gaya ini efektif pada situasi ketika
para pihak menolak untuk bekerja
sama sementara pada saat yang
bersamaan diperlukan jalan keluar,
dan ketika tujuan akhir bukan
merupakan bagian yang penting.
Dalam gaya ini lazimnya tidak
dicapai kepuasan sejati. Ciri-cirinya:
• Masing-masing pihak bertindak
bersama-sama mengambil jalan
tengah, misalnya dengan saling
memberi, dan dalam tindakan
Sumber Gambar :
https://ko.depositphotos.com/39070899/stock-
tersebut tidak jelas siapa yang
photo-compromise-venn-diagram-negotiate- menang dan siapa yang kalah.
settlement.html

4) Gaya Kompetitif (Agitatif)


Gaya berkompetisi yaitu suatu gaya
sengketa yang dicirikan oleh tindakan-
tindakan agresif, mementingkan pihak
sendiri, menekan pihak lain, dan
berperilaku tidak kooperatif. Gaya ini
efektif ketika keputusan harus dibuat
secepatnya, jumlah pilihan keputusan
amat terbatas atau bahkan hanya
Sumber Gambar : http://www.hrmagazine.co. satu, suatu pihak tidak merasa rugi
uk/article-details/competitive-hr-practices-good
-incentive-or-a-poisoned-chalice
walau dengan menekan pihak lain,
dan yang terpenting tidak adanya dan kepedulian tentang potensi
kerusakan hubungan dan tatanan sosial.

5) Gaya Kolaborasi (Collaborating)

Gaya kolaborasi yaitu suatu gaya yang


dicirikan oleh saling menyimak seara
aktif kepentingan antar pihak dan
kepedulian yang terfokus dan
berupaya untuk saling memuaskan
para pihak yang bersengketa. Gaya ini
efektif pada situasi terdapat
keseimbangan kekuatan(power
balance) dan tersedianya waktu dan
energi yang cukup untuk menciptakan
penanganan sengketa secara
terpadu.
Sumber Gambar : https://ko.depositphotos.com/39070899/stock-photo-compromise-venn-diagram-negotiate-
settlement.html

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 23
E. Cara Memetakan Gaya Sengketa
• Kualitatif (Kunci AGATA)
• Kuantitatif (Thomas Kilmann Instrument) + Pasya (Excel)

Analisis Gaya Pihak Berkonflik (The Thomas Kilmann Instrument)


(Formulasi excel: Gamal Pasya)

Instrumen Thomas Kilman (Rahim dan Mager, 1995), adalah alat sederhana
untuk menganalisis gaya mengelola konflik dari seseorang/pihak tertentu. Alat
ini dipergunakan ketika ada dua pihak yang berbeda sikapnya terhadap satu
atau beberapa isu konflik, ketidaksepahaman, perdebatan, atau kekecewaan
terhadap pihak lain. Lalu, berdasarkan sekala berikut, frekuensi sikap/gaya
masing-masing disekor, yaitu:
Skor: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Kadang-kadang, 4 = Sering, dan 5 = Selalu

Nama

No. Skor Pertanyaan


Saya menghindari berada ditengah konflik; saya menyimpan konflik ke
1 dalam diri saya saja.

2 Saya menggunakan pengaruh saya agar kepentingan saya dapat diterima

3 Saya mencoba memecahkan perbedaan untuk menyelesaikan konflik

4 Saya mencoba memuaskan kebutuhan pihak lain.

Saya mencoba menginvestigasi akar konflik untuk menemukan solusi yang


5 dapat diterima oleh semua pihak.

6 Saya menghindari diskusi terbuka tentang perbedaan dengan pihak lain.

Saya menggunakan kekuasaan saya untuk membuat keputusan sesuai


7 keinginan saya.

8 Saya mencoba menemukan jalan tengah untuk memecahkan jalan buntu.

9 Saya akomodatif/”mengalah” terhadap harapan pihak lain.

Saya mencoba memadukan ide saya dengan ide pihak lain untuk
10 mencapai tujuan bersama.

11 Saya mencoba menjauhi ketidaksepakatan dengan pihak lain.

Saya menggunakan keahlian saya untuk membuat keputusan yang


12 menyenangkan saya.

13 Saya mengusulkan jalan tengah untuk memecahkan kebuntuan.

14 Saya memberikan sesuatu untuk memenuhi harapan pihak lain.

15 Saya mencoba bekerja dengan pihak lain untuk menemukan solusi yang

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 24
memuaskan keinginan kedua pihak.

Saya mencoba menyimpan ketidak-sepakatan saya untuk menghindari


16 perasaan sakit/bersalah.

17 Saya mengejar keinginan saya agar terpenuhi dalam konflik yang ada.

18 Saya berunding dengan pihak lain untuk mencapai kompromi.

19 Saya mau bertindak atas saran pihak lain.

Saya bertukar informasi akurat dengan pihak lain sehingga para pihak
20 dapat memecahkan masalah bersama.

Saya mencoba menghindari saling merasa tidak nyaman dengan pihak


21 lain.

Saya menggunakan kekuatan saya untuk memenangkan


22 alasan/argumentasinya.

Saya menggunakan “memberi dan menerima” sehingga kompromi dapat


23 dicapai.

24 Saya mecoba memuaskan kehendak pihak lain

Saya mencoba membawa kekhawatiran semua pihak secara terbuka


25 sehingga semua isu dapat ditanggulangi.

SKOR GAYA SENGKETA


Menghindar : 1 + 6 + 11 + 16 + 21 = + + + + =
Agitasi : 2 + 7 + 12 + 17 + 22 = + + + + =
Kompromi : 3 + 8 + 13 + 18 + 23 = + + + + =
Akomodasi : 4 + 9 + 14 + 19 + 24 = + + + + =
Kolaborasi : 5 + 10 + 15 + 20 + 25 = + + + + =

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 25
Lampiran 1. Kuisioner/check List Identifikasi Sengketa
Indikator Psikologis dan Sosial adanya Sengketa
No Pertanyaan Panduan Indikator Ya Tidak Keterangan
Apakah para pihak berkeinginan mendiskusikan
1
fakta?
2 Apakah sikap optimis ditemui?
3 Adakah semangat untuk kerjasama?
Apakah perilaku untuk saling memberi kehidupan
4
satu sama lain terdapat dalam satu kegiatan?
Dapatkah para pihak mendiskusikan isu tanpa
5
melibatkan kepentingan pribadi?
Apakah para pihak dapat survive dalam situasi
6
yang ada?
7 Apakah bahasa yang dipergunakan terlalu rumit?
Apakah pemecahan masalah mendominasi
8
dalam upaya-upaya penyelesaian?
9 Apakah sikap saling bersaing didapati?
Apakah persaingan ditekankan pada menang
10
dan kalah?
Apakah sulit mendiskusikan perselisihan tanpa
11
melibatkan pihak ketiga?
Apa kata kunci yang paling sering muncul dalam
12
perselisihan ini?
Apakah pertanyaan berikut sering muncul?
• “..Mereka..”;”..Semua Orang..”;”..saya..”
13 • “..Anda selalu..”;”..Mereka tidak pernah..”
• “..Pokoknya..”;”..Posisi kami..”
• “..Kita..”
Apakah sikap amat berhati-hati didapati selama
14
mendiskusikan masalah?
Apakah erdapat petunjuk adanya agenda
15
tersimpan?
16 Apaka nampaknya para pihak bersikap bijak?
17 Apakah ada upaya menyisihkan pihak lain?
18 Apakah ada petunjuk melukai pihak lain?

Apakah ada wakil bermandat dan /atau juru


19
bicara?
Apakah hanya ada satu pilihan penyelesaian
20
disini?
Apakah ada misi suci atau ideologi yang
21
diemban oleh salah satu pihak?
Apakah ada perasaan bahwa ini adalah
22
situasi yang tak kunjung selesai?
Apakah ada pihak merasa hanya memiliki
23 satu peluang dan hanya mungkin memilih
hitam atau putih saja?

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 26
Lampiran 2. Kuisioner Analisis Akar Sengketa dan Pihak yang bersengketa
Pernyataan awal tentang konflik apa yang terjad/ Kronologis singkat:

Q1. Bagaimana Situasinya ?

Q2. Siapa saja yang terlibat? (misal : 3 pihak)


Pihak Pertama Pihak Kedua Pihak Ketiga

Q3. Bagaimana menurut Persepsi mereka?


Pihak Pertama Pihak Kedua Pihak Ketiga

Q4. Mengapa hal tersebut mengkhawatirkan mereka? (lalu apa?)


Kekhawatiran Pihak Pertama Kekhawatiran Pihak Kedua Kekhawatiran Pihak Ketiga

Lalu apa? Lalu apa? Lalu apa?

Q5. Apa usulan penyelesaian mereka? (adakah kemungkinan gagal?)


Usulan Pihak Pertama Usulan Pihak Kedua Usulan Pihak Ketiga

Q6. Dapat dan akankah sesuatu dilakukan?


Periksa aktor/pemegang kekuasaan
Pihak 1 :
Pihak 2 :
Pihak 3 :
Q7. Siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan dari perubahan tersebut?
Indikasi manfaat
(benefits)/
Usulan Ke 1 Usulan Ke 2 Usulan Ke 3
Mudarat
(kerugian-Cost)
Pihak Ke 1
Pihak Ke 2
Pihak Ke 3

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 27
Lampiran 3. Kuisioner Memilih Penyelesaian Sengketa Melalui berbagai
Pilihan ADR (Alternatif Dispute Resolution)

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 28
M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 29
MODUL III
PEMAHAMAN TENTANG ISU, MASALAH, POSISI DAN KEPENTINGAN

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta dapat memahami perbedaan Isu, Masalah, Posisi dan
Kepentingan.
B. Peserta dapat menganalisa kemampuan para pihak dan dapat
menyeimbangkannya.

2. ISU
Topik dari suatu kepentingan atau masalah yang harus diselesaikan.
Contoh: Musim kemarau, sumber air banyak yang kering.

3. MASALAH
A. Sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan).
B. Masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi).
Contoh: Saat musim kemarau seperti ini masalahnya adalah bagaimana
memperoleh air untuk kebutuhan sehari-hari.
C. Alat bantu untuk mengidentifikasi masalah, yaitu :
• Analisis Bawang Bombay

4. POSISI
A. Posisi ini bukan jabatan atau kedudukan dalam suatu instansi atau
kelompok.
B. Tuntutan yang disampaikan oleh pihak / para pihak.
C. Sesuatu yang “diperjuangkan / ditolak mati-matian”.
D. Kadang tidak masuk akal/ irasional.

5. KEPENTINGAN
A. Sesuatu yang ingin dicapai/diinginkan.
B. Kadang disampaikan dengan jelas.
C. Kadang tidak disampaikan dengan jelas.

6. KEBUTUHAN
A. Sesuatu yang harus ada/dimiliki.
B. Kebutuhan yang paling mendasar.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 30
7. KESEIMBANGAN KEKUATAN
Dalam bernegosiasi negosiator harus memiliki kekuatan yang seimbang,
karena salah satu syarat negosiasi efektif dan mediasi yaitu keseimbangan
kekuatan para pihak. Jika para pihak tidak memiliki keseimbangan kekuatan
maka negosiasi tidak bisa berjalan dengan lancar bahkan bisa tidak terjadi
negosiasi atau mediasi.
Dalam bernegosiasi negosiator wajib memiliki keahlian membangun
kekuatan yang seimbang dengan pihak lainnya, sedangkan mediator dalam
bermediasi diwajibkan mampu menyeimbangkan kekuatan para pihak untuk
memperlancar proses mediasi.
Kekuatan para pihak bersumber dari :
• Kedudukan: kendali legal/jabatan, kekayaan, kendali hukum,
informasi/data dan lingkungan/situasi.
• Kepribadian: keahlian, kharisma, ketokohan, jaringan/relasi.
• Politik: kendali keputusan, koalisi, kendali atas partisipasi, institusionalisasi.

8. TUJUAN PENGIDENTIFIKASIAN
A. Persiapan untuk melancarkan dialog di antara kelompok – kelompok
(aktor) dalam suatu konflik.
B. Bagian suatu analisis konflik untuk memahami berbagai dinamika situasi
konflik.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 31
MODUL IV
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN KONFLIK

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta memahami bentuk-bentuk penyelesaian sengketa.
B. Peserta dapat membedakan kelebihan dan kekurangan masing-masing
bentuk penyelesaian sengketa.

2. BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA


A. Proses peradilan (ajudikasi) bersifat adversial.
• Litigasi;
• Arbitrase.
B. Proses konsesual (non-ajudikasi) bersifat non-adversial Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS).

3. PROSES PERADILAN (AJUDIKASI)


A. Litigasi
Karakteristik Litigasi :
• Prosesnya sangat formal (terikat pada hukum acara);
• Para pihak berhadap-hadapan untuk saling melawan, adu
argumentasi, mengajukan alat bukti;
• Pihak ketiga (hakim) tidak ditentukan oleh para pihak;
• Prosesnya bersifat terbuka;
• Hasil akhir berupa putusan yang didukung pertimbangan/ pandangan
hakim.

Kelebihan Litigasi
• Proses beracara jelas dan pasti;
• Putusan menentukan siapa yang benar atau salah menurut hukum;
• Putusan dapat dieksekusi atau dijalankan secara paksa

Kelemahan Litigasi
• Proses yang relatif lebih lama daripada proses mediasi;
• Berbicara hukum saja;
• Tidak dapat dirahasiakan;
• Dominasi kuasa hukum;
• Menimbulkan atau rasa permusuhan diantara para pihak;
• Putusan hakim mungkin tidak dapat diterima oleh salah satu pihak.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 32
B. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
• Disebut juga “Pengadilan Swasta” proses peradilan secara swasta/privat
atau ditentukan sendiri oleh para pihak;
• Sengketa akan diputus oleh arbiter (hakim swasta);
• Keberadaan arbitrase dan ruang lingkup sengketa yang dapat
diArbitrasekan didasarkan atas perjanjian Arbitrase;
• Kewenangan pengadilan untuk mengadili dikesampingkan dengan
perjanjian Arbitrase;
• Putusan Arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

C. Persamaan Litigasi dan Arbitrase


• Para pihak berada pada posisi yang saling “menyerang”.
• Putusan akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah
menurut hukum.
• Putusan akan menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
• Tidak berwenang memutuskan hal-hal di luar yang disengketakan oleh
para pihak.
• Para pihak tidak dapat leluasa atau secara bebas mendiskusikan segala
permasalahan (concerns) dan harapan-harapan mereka, khususnya
yang bersifat non-hukum.

4. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (APS)


Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelaskan bahwa
alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.

A. Karakteristik APS
• Sukarela dan konsensual (didasarkan atas kesepakatan para pihak);
• Kooperatif;
• Tidak agresif/tidak bermusuhan dan tegang;
• Fleksibel dan tidak formal/tidak kaku;
• Kreatif;
• Melibatkan partipasi aktif para pihak dan sumber daya yang mereka
miliki;
• Bertujuan untuk mempertahankan hubungan baik.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 33
Keuntungan APS Tantangan APS
• Cepat dan murah • Keterbatasan dukungan yuridis
• Kontrol para pihak terhadap proses terhadap proses dan hasilnya,
dan hasil termasuk terhadap eksekusi
• Dapat menyelesaikan sengketa perjanjian penyelesaian sengketa
secara tuntas/ holistik (perdamaian) yang dihasilkan
• Meningkatkan kualitas keputusan • Proses dan keputusan yang
yang dihasilkan dan kemauan dihasilkan tidak dapat begitu saja
para pihak untuk menerimanya dipaksakan

B. Bentuk-Bentuk APS

1) Negosiasi
Menurut Roger Fisher & WilliamUry, negosiasi adalah : “komunikasi dua
arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun
berbeda“[GettingTo Yes : Negotiating an Agreement Without Giving In,
London Bussiness Book, 1991, P.XIII].

2) Mediasi
Penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan
dibantu oleh Pihak ketiga /mediator (Perma No. 1 tahun 2016), untuk
mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi
yang dilakukan oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak
berpihak/netral, yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan dalam membantu para pihak berselisih, dalam upaya
mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (ChristopherMoore : 1996).
Ciri dan karekteristik mediasi
• Mediasi merupakan inisiatif para pihak atau diwajibkan (Mediasi di
pengadilan);
• Penyelesaian konflik/sengketa melalui perundingan;
• Terdapat pihak ketiga (mediator) netral;
• Mediator tidak mempunyai wewenang memutus;
• Mediator membantu para pihak memperbaiki komunikasi dan
mendorong tercapainya kesepakatan.

3) Konsiliasi
Suatu metode penyelesaian sengketa dengan mempertemukan para
pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan/persetujuan
bersama dengan dibantu oleh Konsiliator. Dalam menyelesaikan
perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk
menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada
yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat
keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga
keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 34
oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk
kesepakatan di antara mereka.
• Bila perlu dibedakan, konsiliator memiliki peran intervensi yang lebih
besar daripada mediator; dalam konsiliasi pihak ketiga (konsiliator)
secara aktif memberikan nasihat atau pendapatnya untuk
membantu para pihak menyelesaikan sengketa.
• Mediator hanya mempunyai kewenangan untuk mendengarkan,
membujuk dan memberikan inspirasi bagi para pihak. Mediator tidak
boleh memberikan opini atau nasihat atas suatu fakta atau masalah
(kecuali diminta oleh para pihak.

4) Penilaian Ahli/ Pendapat Ahli


Penilaian Ahli adalah suatu upaya mempertemukan pihak yang
berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang dilakukan oleh
seorang atau beberapa orang ahli di bidang terkait dengan pokok
sengketa untuk mencapai persetujuan. Penilaian ahli berupa
keterangan tertulis yang merupakan hasil telaahan ilmiah berdasarkan
keahlian yang dimiliki untuk membuat terang pokok sengketa yang
sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh dari seseorang
atau Tim ahli yang dipilih secara ad hock Pendapat ahli cocok
digunakan bila sengketa tidak mengenai tanggung-jawab hukum, akan
tetapi masalah penilaian fakta atau peristiwa, masalah teknis atau
ilmiah.

5) Evaluasi Dini (Early Neutral Evaluation)


Proses di mana pihak ketiga yang netral (evaluator) menawarkan
pendapat yang objektif dan tidak mengikat, lisan ataupun tertulis,
tentang posisi kasus masing-masing pihak berdasarkan bukti-bukti dan
fakta yang tersedia, serta penyampaian analisis perkiraan tentang
kemungkinan hasil apabila diselesaikan melalui proses ajudikasi.

6) Pencarian Fakta
• Sifat proses yang dijalankan adalah investigasi/ penyelidikan yang
bersifat tertutup;
• Pihak netral memiliki keahlian di bidang yang disengketakan
• Hasil akhir adalah rekomendasi/ laporan.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 35
Evaluasi Pencari
Ciri-Ciri Negosiasi Mediasi Litigasi Arbitrase
Netral Dini Fakta
Sangat Formal,
Tingkat
Tidak Formal Tidak Formal Tidak Formal Tidak Formal terikat pada Agak Formal
Formalitas
hukum Acara

Penyajian alat Pertikaian Pertikaian


Mufakat Para Mufakat Para bukti tapi Investigasi penyajian alat penyajian alat
Sifat Proses
Pihak Pihak bersifat Penyelidikan bukti dan bukti dan
penilaian argumen argumen

Mediator, yang Hakim yang


Pencari fakta Arbiter yang
dipilih para Evaluator yang tidak dipilih
yang dipilih oleh dipilih oleh
pihak; dengan/ dipilih oleh oleh para
Pihak Ketiga para pihak; para pihak;
Tidak Ada tanpa keahlian para pihak; pihak; tanpa
Netral biasanya biasanya
dalam bidang biasa memiliki keahlian
memiliki memiliki
yang keahlian dibidang
keahlian keahlian
disengketakan sengketa ybs

Publikasi Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Terbuka Tertutup

Analisis/ Rekomendasi/
Hasil Akhir Kesepakatan Kesepakatan Putusan Putusan
Evaluasi Laporan

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 36
MODUL V
PENGANTAR DAN TAHAPAN NEGOSIASI

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Dalam sesi ini peserta diharapkan dapat mengetahui pengertian dan
tujuan negosiasi.
B. Peserta diharapkan dapat mengetahui tahapan dan prasyarat negosiasi
yang efektif.
C. Peserta diharapkan dapat mengetahui sistem perwakilan (representasi)
untuk bernegosiasi.

2. PENGERTIAN NEGOSIASI
A. Suatu proses untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain
(Goodpaster, 1993).
B. Komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada
saat kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang sama maupun
berbeda, tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah (Fisher dan Ury, 1991).

3. TUJUAN NEGOSIASI
A. Mempengaruhi pihak lawan untuk memberikan/melakukan sesuatu.
B. Mencapai kesepakatan dalam rangka menyelesaikan sengketa.
C. Membuat kesepakatan yang baik, bijaksana, dan memperbaiki
hubungan antara para pihak.

4. KEUNTUNGAN NEGOSIASI
A. Menciptakan pengertian yang lebih baik mengenai pandangan pihak
lawan.
B. Mempunyai kesempatan untuk mengutarakan pikiran atau isu hati dan
didengarkan oleh pihak lawan.
C. Memungkinkan penyelesaian masalah secara bersama-sama.
D. Mengupayakan solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

5. TANTANGAN NEGOSIASI
A. Tidak akan berjalan tanpa kemauan dan itikad baik para pihak.
B. Tidak efektif jika tdk dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan dlm
pengambilan keputusan.
C. Tidak berjalan dengan baik jika keaadaan tidak seimbang/berat sebelah.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 37
6. PRA SYARAT NEGOSIASI EFEKTIF
A Kemauan (Willengness): Mau menyelesaikan masalah dan bernegosiasi
secara sukarela
B Kesiapan (Preparedness): Siap melakukan negosiasi
C Kewenangan (Authoritative): Mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan
D Keseimbangan Kekuatan (Balancing Power) Kekuatan yang relatif
seimbang sehingga dapat tercipta saling ketergantungan
E Keterlibatan seluruh pihak terkait (Stakeholdership): Dukungan seluruh pihak
terkait dalam negosiasi
F Hollistik: Pembahasan secara menyeluruh (Comprehensive).

7. TAHAPAN NEGOSIASI
A. Tahap Pra Negosiasi / Persiapan
• Kenali lawanmu;
• Siapkan tim negosiator dan pembagian peran;
• Pahami isu dan masalah;
• Pahami kepentingan dan kebutuhan;
• Siapkan agenda yang akan di negosiasikan;
• Tentukan opsi-opsi tawaran penyelesaian masalah berupa nilai/ harga
terendah, tertinggi dan target;
• Opsi memperbesar kue;
• Buat dalam bentuk proposal negosiasi.

B. Tahap Negosiasi
1) Orientasi dan Mengatur Posisi
• Perkenalan;
• Ramah tamah;
• Bertukar informasi;
• Menciptakan kesan awal yang baik;
• Membangun kepercayaan;
• Saling menjelaskan permasalahan dan kepentingan/ kebutuhan;
• Mengajukan tawaran awal (Aspiration Price).
2) Tawar-Menawar
• Tahap ini strategi dan taktik negosiasi akan banyak digunakan;
• Para pihak saling menanggapi tawarannya, menjelaskan alasannya,
dan membujuk pihak lain untuk menerima;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 38
• Memberikan konsesi, tetapi pastikan kita mendapatkan sesuatu
sebagai imbalannya;
• Mencoba memahami pikiran pihak lain (meminjam topi lawan);
• Mengidentifikasi kepentingan dan kebutuhan bersama;
• Mengembangkan dan mendiskusikan opsi-opsi penyelesaian;
• Gunakan ukuran kriteria untuk dijadikan rujukan bersama ;
• Ciptakan Komitmen untuk meningkatkan kepercayaan;
• Komunikasi yang inklusif untuk mencegah kebuntuan atau
kesalahpahaman;
• Selalu ingat dengan BATNA.

C. Tahap Kesepakatan
• Merumuskan Kesepakatan dengan prinsip 5W 1H (What, Where, When,
Who, Why, and How) atau ADIK SIMBA (Apa, Dimana, Kapan, Siapa,
Mengapa, dan Bagaimana);
• Membuat berita acara dan/atau kesepakatan formal;
• Bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan
komitmen/menyatakan tidak ada komitmen.
D. Tahap Pasca Negosiasi
• Komitmen bersama mengakhiri sengketa/konflik dan mencegah konflik
baru;
• Hubungan baru yang lebih baik (damai dan harmoni).

8. SISTEM PERWAKILAN
A. Terdapat 4 prinsip perwakilan dalam bernegosiasi, yaitu :
1) Korban;
2) Mendapat Kuasa;
3) Pemangku Hak (Pemilik, Pengguna, Penyewa);
4) Pemegang Otoritas, misal:
• Pemberi Izin/ Pengesah;
• Pemimpin Pemerintahan/ Perusahaan;
• Badan Perwakilan Desa/ Kampung;
• Tokoh Masyarakat.

B. Perwakilan dalam bernegosiasi memiliki :


1) Mandat
• Keputusan musyawarah desa/ kampung/ adat;
• SK Kepala Desa/ Kampung;
• Dipercaya karena jabatannya;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 39
• Kuasa Direksi;
• Dibuat tertulis dan ditanda tangani.
2) Kewenangan
• Batas kewenangan (seperti menghadiri, memutuskan,
menandatangani, perpanjangan waktu, dll);
• Kapan harus konsultasi;
• Titik tawaran terendah-target-tertinggi;
• Lanjut negosiasi - mediasi atau berakhir;
• Konsekuensi biaya atau anggaran.
3) Pertanggungjawaban
• Menyampaikan perkembangan;
• Mengkonsultasikan opsi – opsi;
• Memepertanggungjawabkan kesepakatan yang sudah dihasilkan
dengan cara pertemuan khusus, distribusi bahan tertulis,
pengumuman lisan, dll.
4) Pembagian peran
• Juru bicara utama dan cadangan;
• Penyiap dokumen/ rujukan;
• Pencatat/ pendokumentasi;
• Pengevaluasi/ penganalisa;
• Pengingat;
• Pelobby;
• Penghubung ke dalam/ keluar;
• Peran baik (Good Guy) – peran nakal (Bad Guy);
• Pengatur strategi – taktik;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 40
MODUL VI
STRATEGI DAN KETERAMPILAN NEGOSIASI

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Sesi ini merupakan bagian lanjutan dari materi Pengertian dan Tahapan
Negosiasi.
B. Peserta diharapkan dapat mengetahui strategi negosiasi berbasis posisi
dan berbasis kepentingan.
C. Peserta diharapkan dapat memiliki keterampilan negosiasi dalam proses
mediasi.

2. MACAM STRATEGI NEGOSIASI


Secara umum, ada 2 strategi negosiasi, yaitu:
A. Negosiasi dengan posisi bertahan (Positional Based Negotiation) atau
Negosiasi Distributif.
B. Negosiasi mengedepankan persamaan (Interest/Cooperative Based
Negotiation) atau Negosiasi Integratif.

Negosiasi Distributif vs Negosiasi Integratif

3. STRATEGI NEGOSIASI DISTRIBUTIF


A. Karakteristik Strategi Negosiasi Berbasis Distributif
• Nilai awal selalu bukan nilai yang sebenarnya;
• Informasi pihak lawan tidak seluruhnya benar;
• Kalau saya mengalah maka pihak lawan juga harus mengalah;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 41
• Adanya perasaan menang dan kalah;
• Posisi bertahan atau turun sedikit-sedikit;
• Referensi lain sebagai perbandingan.

B. Taktik yang Sering Digunakan oleh Negosiator dalam Negosiasi Distributif


• Tuntutan awal yang tinggi;
• Permainan emosi (argument dan ancaman);
• Menciptakan pra syarat;
• Mencari kelemahan;
• Bluffing/mengelabui atau mengecoh;
• Menggunakan kewenangan yang lebih tinggi (otoritas)/Harus
berkonsultasi dengan pihak ketiga (atasan/pemberi kewenangan) untuk
mengambil keputusan;
• Memainkan waktu (harus segera atau memperlambat);
• Pembatasan informasi dan fakta;
• Mengubah tawaran ketika kesepakatan hampir tercapai;
• Ambil atau tinggalkan tawaran lawan (Take it or Leave it);
• Peran baik (Good Guy) – peran nakal (Bad Guy).

4. STRATEGI NEGOSIASI INTEGRATIF


A. Karakteristik Strategi Negosiasi Berbasis Integratif
• Mengidentifikasi permasalahan dan keinginan;
• Saling berbagi informasi tentang keinginan, kekawatiran dan posisi
masing-masing;
• Bersama-sama memecahkan permasalahan untuk mencapai tujuan
dan keinginan bersama;
• Fokus pada kepentingan bukan posisi;
• Cari alternatif yang dapat menguntungan kedua belah pihak;
• Memahami kekuatan-peluang dan kelemahan-ancaman atau BATNA
(Best Alternative to Negotiation Agreement).

B. Taktik yang Sering Digunakan oleh Negosiator dalam Negosiasi Integratif


• Kolaboratif;
• Menghormati dan menerima pandangan, kepentingan dan keinginan
pihak lain;
• Mencari alternatif saling menguntungkan;
• Berkomitmen untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan;
• Ramah;
• Solusi sama-sama menang (Win-win solution);

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 42
• Akurat dalam berkomunikasi.

5. EMPAT KONSEP PENTING BAGI SEORANG NEGOSIATOR


A. Aspiration Price (AP)
Aspiration Price/ AP (nilai/tawaran awal) yang disampaikan negosiator
dalam bernegosiasi. Tawaran awal ini biasanya berupa nilai tertinggi dan
bukan merupakan target sebenarnya yang ingin dicapai.

B. Reservation Price (RP)


Reservation Price/ RP (nilai/tawaran terendah) yang dapat diterima
sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi dan biasanya bersifat
rahasia.

C. BATNA (Best Alternative To a Negotiated Agreement)


Alasan para pihak melakukan negosiasi adalah untuk menghasilkan
kesepakatan yang lebih baik daripada hasil yang didapat tanpa
negosiasi.
Dalam melakukan negosiasi diperlukan suatu standar yang menetapkan
kesepakatan apa yang perlu dilakukan. Standar yang dapat melindungi
para pihak dari menerima kondisi yang sangat tidak “Favourable” dan
dalam menolak kondisi yang tidak sesuai dengankepentingan (interest).
Standar itu dinamakan dengan BATNA atau Alternatif Terbaik Bagi
Kesepakatan.
Bagaimana menentukan BATNA?
• Buatlah daftar konsensus akan kita ambil jika tidak ada kesepakatan
yang tercapai.
• Cobalah mengembangkan pilihan-pilihan dan mencoba menjadikan
pilihan tersebut menjadi alternatif praktis.
• Memilih yang terbaik diantara alternatif-alternatif yang ada.
• Jika anda tidak dapat mencapai kesepakatan dalam negosiasi, mana
dari alternatif anda yang paling realistis yang dapat ditawarkan?

D. ZOPA (Zone of Possible Agreement)


Zone of Possible Agreement/ ZOPA adalah Suatu zona (ruangan atau
threshold) yang memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses
negosiasi.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 43
Proses Negosiasi
(BATNA, RP, AP, ZOPA)

Rp 13.000/kg Rp 25.000/kg
RP AP

PENJUAL

ZOPA

PEMBELI

Rp 8.000/kg Rp 20.000/kg
AP RP

6. CIRI-CIRI NEGOSIASI EFEKTIF


A. Ciri-ciri negosiasi efektif :
• Kita mendapatkan sesuatu sesuai atau melebihi harapan tetapi mereka
(lawan) tidak merasa kehilangan, atau
• Kita merasa menang tetapi mereka (lawan) tidak merasa kalah.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 44
B. Kemungkinan akhir (hasil dalam negosiasi) :
• Menang – Menang (Negosiasi Terintegrasi)
• Menang – Kalah (Pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil
maksimal)
• Kalah – Menang (Mengalah untuk mengambil manfaat)
• Kalah – Kalah (Sama-sama tidak mendapatkan hasil)
• Jalan Buntu.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 45
MODUL VII
PENGANTAR MEDIASI

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta diharapkan dapat memahami pengertian dan prinsip mediasi.
B. Peserta diharapkan dapat peran dan tipe mediator.

2. MEDIASI
A. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan proses sistematis dalam bernegosiasi
(bermusyawarah), dengan dibantu oleh Mediator yang independen, tidak
memihak, tidak berkewenangan untuk membuat keputusan, namun
mendorong dan memfasilitasi para pihak untuk menemukan peluang-
peluang kesepakatan (mufakat) sukarela yang dapat dirasakan adil oleh
para pihak.

B. Ciri-Ciri Mediasi
• Mediasi merupakan inisiatif para pihak atau diwajibkan (mediasi di
pengadilan);
• Penyelesaian sengketa melalui perundingan;
• Pihak ketiga (mediator) bersifat netral;
• Mediator tidak mempunyai wewenang memutus;
• Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk
mencari penyelesaian;
• Kesepakatan terbaik berasal dari para pihak;
• Para pihak tidak ada yang dirugikan (win-win solution);
• Dilakukan secara sukarela.

C. Kelebihan Mediasi;
• Cepat, efisien, kerahasiaan terjaga;
• Menjaga/ memelihara/ memulihkan hubungan;
• Murah dari pada proses pengadilan;

3. PRINSIP-PRINSIP UTAMA MEDIASI


A. Imparsial
Mediator wajib bersifat imparsial dalam mediasi, yaitu memperlakukan
para pihak dengan sama, adil dan tidak berprasangka buruk terhadap
para pihak.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 46
B. Netral
Mediator wajib bersifat netral dalam mediasi, yaitu tidak berpihak kepada
salah satu para pihak.

C. Independen
Mediator wajib bersifat independen dalam mediasi, yaitu bebas dan
tunduk pada kebenaran hukum serta mengikuti aturan yang berlaku, tidak
bertindak seenaknya sendiri.

D. Aturan Main (Tata Tertib)


Dalam mediasi, mediator dengan para pihak wajib membuat dan
menyepakati aturan main mediasi serta harus dipatuhi bersama.

E. Kerahasian
Kerahasian proses mediasi wajib di jaga oleh mediator dan para pihak
demi berlangsungnya proses mediasi.

F. Bebas Konflik/ Kepentingan


Mediator wajib bebas konflik atau tidak memiliki kepentingan dengan
salah satu pihak.

G. Posisi Sejajar
Mediator dengan para pihak memiliki posisi yang sejajar dalam proses
mediasi. Pada hakikatnya mediator bukan pengambil keputusan.

4. PERAN MEDIATOR
Dua peran mediator dalam mediasi, yaitu :
A. Peran sebelum perundingan mediasi
• Mengumpulkan informasi;
• Mediator sebelum melakukan mediasi dapat mengumpulkan informasi
awal perihal tentang sengketa para pihak;
• Mengundang para pihak;
• Mediator wajib mengundang para pihak dan pihak yang representatif
untuk dihadirkan dalam mediasi dengan kesepakatan para pihak yang
sudah disepakati bersama;
• Menyiapkan tempat perundingan;
• Mediator menyediakan tempat mediasi, dan diusahakan tempat
mediasi diposisi netral dan nyaman untuk mediasi;
• Menyiapkan peralatan dan logistik;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 47
• Sebelum dimulainy proses mediasi mediator harus menyiapkan
peralatan dan logistik yang diperlukan untuk proses mediasi seperti alat
tulis, recorder.

B. Peran saat perundingan mediasi


• Memimpin diskusi;
• Proses mediasi sepenuhnya dipimpin oleh mediator yang telah
disepakati;
• Memelihara atau menjaga aturan-aturan perundingan;
• Mediator wajib mengingatkan para untuk mematuhi aturan main
mediasi demi keberhasilan mediasi;
• Mendorong para pihak untuk menyampaikan masalah dan
kepentingannya secara terbuka;
• Mediator wajib memfasilitasi para pihak untuk dapat menyampaikan
masalahnya masing-masing dalam proses;
• Mendorong para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan
pertarungan yang harus dimenangkan tetapi diselesaikan dan
membantu para pihak mencapai titik temu;
• Mediator harus menekankan kepada para pihak bahwa mediasi ini
bukan pertarungan untuk menentukan pemenang karena mediasi
merupakan proses mencari pemecahan sengketa secara bersama;
• Mendengar, mencatat, dan mengajukan pertanyaan;
• Mediator wajib mendengar dan mencatat semua proses mediasi serta
mengajukan pertanyaan kepada para pihak.

5. TIPE MEDIATOR
Ada 3 tipe mediator di kehidupan kita sehari-hari yaitu :
A. Mediator Sosial/Komunitas (Social/Community Mediator)
• Memiliki kepedulian terhadap pesoalan sosial;
• Aktif dalam menawarkan penyelesaian sengketa/konflik;
• Dipilih karena dikenal oleh para pihak;
• Berasal dari lingkungan para pihak;
• Biasanya berasal dari Organisasi Kemasyarakatan/Masyarakat Sipil,
Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat yang dipercaya dapat
membantu menyelesaikan sengketa/konflik.

B. Mediator Otoritatif (Authoritative Mediator)


• Berasal dari kalangan yang berpengaruh, atau mempunyai kedudukan
yang kuat;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 48
• Memiliki kapasitas untuk mengarahkan hasil perundingan;
• Biasanya berasal dari lembaga pemerintah atau lembaga negara yang
memiliki wewenang bertindak sebagai Mediator menurut peraturan
perundang-undangan.

C. Mediator Profesional (Professional Mediator)


• Berprofesi sebagai mediator;
• Tidak mempunyai hubungan dengan para pihak;
• Tidak mempunyai wewenang untuk memutus;
• Memiliki kapasitas dan pengalaman dibidang-bidang khusus
(spesialisasi);
• Memiliki sertifikat profesi Mediator dari lembaga yang terakreditasi;
• Terikat pada kode etik dari lembaga Mediator tertentu.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 49
MODUL VIII
TAHAPAN MEDIASI

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta diharapkan dapat memahami ciri, karakteristik mediasi;
B. Peserta diharapkan dapat memiliki keterampilan tahapan mediasi.

2. CIRI DAN KARAKTERISTIK MEDIASI


A. Inisiatif para pihak atau diwajibkan (mediasi di pengadilan).
B. Penyelesaian konflik/sengketa melalui perundingan.
C. Pihak ketiga (Mediator) yang bersifat netral.
D. Mediator tidak mempunyai wewenang memutus.
E. Membantu para pihak memperbaiki komunikasi dan mendorong
tercapainya kesepakatan.

3. TAHAPAN MEDIASI
A. Pra Mediasi
1) Pra Mediasi di luar Pengadilan
a. Menerima permohonan dari salah satu pihak ata para pihak;
b. Mengumpulkan dan menelaah informasi dan data;
c. Memilih dan menyepakati tim Mediator;
d. Mendapatkan mandat dari para pihak;
e. Membangun kesepahaman awal
i.Kesepahaman awal diperlukan karena :
• Konflik di manifestasikan oleh para pihak dalam bentuk yang saling
membatasi akses dan bahkan meniadakan kepentingan satu samalain
atas objek konflik
• Konflik membuat ketidakpercayaan satu samalain
• Perbedaan rujukan yang akan digunakan dalam proses mediasi
ii.Tujuan kesepahaman awal untuk menjamin keadilan dan kesetaraan
bagi para pihak dan penegasan komitmen para pihak untuk mengikuti
dan mematuhi keseluruhan proses mediasi. Prasyarat dan komitmen
yang telah ditetapkan dan disepakati oleh para pihak sebelum
melaksanakan proses mediasi.
iii.Isi dalam kesepaaman awal :
• Syarat yang diajukan oleh para pihak sebelum proses mediasi
dilaksanakan.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 50
• Memasikan representasi (tim perunding) dan konsistensinya dalam
proses mediasi.
• Penegasan komitmen para pihak.
• Menyepakati dokumen yang menjadi rujukan (proses yang pernah
dilakukan, hasil asesmen, kebijakan terkait, proposal usulan
penyelesaian).
• Menyepakati pihak – pihak yang dilibatkan dalam mediasi.
• Menyepakati waktu proses mediasi.
• Prinsip kerahasiaan.
f. Menyepakati aturan main mediasi dengan para pihak.
i.Pentingnya menyusun dan menyepakati aturan main dalam mediasi :
• Penyelesaian konflik biasanya tidak selesai dalam sekali pertemuan
mediasi
• Mencegah penggunaan cara-cara yang tidak etis, isu SARA maupun
kekerasan
• Mengatasi dinamika selama proses mediasi dengan berpegang aturan
main
• Menjamin keadilan bagi para pihak dalam proses mediasi
• Membatasi inervensi pihak lain
• Memberi wewenang kepada mediator untuk mengatasi keadaan
tertentu
• Mengatasi kendala pembiayaan secara transparan
ii.Isi aturan main mediasi :
• Sederhana tapi mendasar untuk menunjang kelancaran (konusifitas)
pertemuan mediasi
• Nama pihak-pihak yang akan terlibat dalam pertemuan mediasi
• Peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat
• Kerangka/ isi kesepakatan
• Engatur lalu lintas komunikasi dalam proses mediasi
• Mengatasi kebuntuan
• Poko-pokok agenda pertemuan secara umum
• Kerahasiaan
• Waktu mediasi yang dibutuhkan
• Pembagian beban anggara/ biaya kepada para pihak
• Dan lainnya (sesuai kebutuhan)

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 51
2) Pra Mediasi dalam Pengadilan

Mediator :
Majelis :
• Tentukan tanggal
• Menjelaskan dan hari mediasi
Penggugat Mediasi • Pemanggilan para
pihak melalui
• Para pihak
panitera dengan
ttd form bantuan JSP
Para Pihak
penjelasan • Para pihak
Sidang Memberitahu menyerahkan
mediasi MEDIASI
Mediator resume perkara
• Menentukan maksimal 5 hari
mediator dari penetapan
Tergugat mediasi
• Menetapkan
• Mediator
perintah mempelajari
mediasi resume perkara
• Mediasi maksimal
• Sidang
30 hari dan dapat
ditunda diperpanjang

B. Mediasi
1) Pendahuluan/ pengantar dan sambutan dari Mediator:
• Mediator memperkenalkan diri dan para pihak;
• Menekankan adanya kemauan para pihak untuk menyelesaikan
masalah melalui mediasi;
• Menjelaskan pengertian mediasi dan peran mediator;
• Menjelaskan prosedur mediasi;
• Menjelaskan prosedur mediasi;
• Menjelaskan pengertian kaukus;
• Menjelaskan parameter kerahasiaan;
• Menguraikan jadwal dan lama proses mediasi;
• Menjelaskan kembali aturan main dalam proses perundingan;
• Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk bertanya dan
menjawabnya.

2) Para pihak mempresentasikan masalah, tuntutan/ kepentingan:


• Para pihak diberi waktu secara bergantian menyampaikan latar
belakang, masalah, dan tawaran penyelesaian;
• Mediator mendengarkan dan mencatat;
• Mediator bisa minta penjelasan atau klarifikasi jika ada hal yang kurang
dipahami.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 52
3) Mengidentifikasi masalah dan menyusun agenda
• Mediator mengidentifikasi topik-topik umum permasalahan;
• Menyepakati permasalahan dan menentukan urutan sub topik yang
akan dibahas dalam proses perundingan;
• Menyusun agenda perundingan.

4) Proses negosiasi awal


• Mediator memandu para pihak membahas urutan agenda
pembahasan yang disepakati;
• Mediator berperan menjaga urutan pembahasan, reframe dan
meringkas, mencatat dan membantu proses komunikasi;
• Mediator membimbing pembicaraan dan mengajukan pertanyaan
kepada para pihak.

5) Mengembangkan opsi-opsi penyelesaian sengketa


• Mediator mendorong para pihak untuk fokus pada kepentingan dan
bukan pada posisi;
• Mediator mendorong para pihak berpikir dan bersikap yang rasional
dan terbuka;
• Mediator mendorong para pihak untuk mencari alternatif pemecahan
masalah secara bersama.

6) Menganalisis opsi-opsi penyelesaian sengketa


• Mediator membantu para pihak menentukan untung dan ruginya jika
menerima atau menolak suatu pemecahan masalah;
• Mediator mengingatkan para pihak agar bersikap realistis dan tidak
mengajukan tuntutan atau tawaran yang tidak masuk akal.

7) Proses tawar menawar akhir


• Para pihak telah melihat titik temu kepentingan mereka dan bersedia
memberi konsesi satu sama lainnya;
• Mediator membantu para pihak agar mengembangkan tawaran yang
dapat dipergunakan untuk menguji dapat atau tidak tercapainya
penyelesaian masalah.

8) Kesepakatan
Para pihak dibantu mediator menyusun kesepakatn dan prosedur atau
rencana pelaksanaan kesepakatan mengacu pada langkah-langkah
yang akan ditempuh para pihak untuk melaksanakan bunyi kesepakatan
dan mengakhiri sengketa.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 53
C. Pasca Mediasi
1) Legalisasi Kesepakatan
Setelah para pihak menyutujui dan menandatangani kesepakatan
bersama untuk mengakhiri sengketa, mediator dapat menawarkan
kepada para pihak untuk melegalkan hasil kesepakatan tersebut ke
notaris maupun ke pengadilan untuk menghindari para pihak ada yang
tidak melaksanakan isi kesepakatan bersama.

2) Monitoring pelaksanaan Kesepakatan


Mediator dapat melakukan monitoring hasil kesepakatan bersama untuk
menghindari terjadinya konflik baru di para pihak.

3) Rencana kerjasama berkelanjutan (jangka panjang)


Mediator dapat membantu para pihak untuk menyusun rencana
kerjasama yang berkelanjutan sebagai pencegahan timbulnya konflik
baru.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 54
MODUL IX
KETERAMPILAN MEDIATOR

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta diharapkan dapat memahami komunikasi yang baik dalam
menghadapi para pihak yang mempunyai latar belakang berbeda.
B. Peserta diharapkan dapat memiliki keterampilan dasar sebagai mediator.

2. KETERAMPILAN MEDIATOR
Mediator dalam melakukan mediasi harus memiliki beberapa keterampilan,
yaitu:
A. Keterampilan Pengorganisasian
1) Mediator merencanakan dan menjadwalkan pertemuan;

2) Mediator harus tiba tepat waktu;

3) Mediator mengatur ruangan pertemuan;

4) Mediator menyambut kedatangan para pihak dalam ruangan


perundingan;

5) Mediator menghindari berbincang-bincang dengan salah satu pihak


sebelum atau pada saat kedatangan pihak lawannya;

6) Mediator mengawasi para pihak ketika meninggalkan ruang perundingan,


terutama jika suasana masih emosional;

7) Mediator duduk dengan jarak yang sama antar para pihak, kalu bisa
ditengah untuk menjaga netralitas;

8) Mempersilahkan para pihak untuk memilih tempat duduk atas


pertimbangan sendiri yang telah disiapkan oleh mediator. Mediator
menata meja perundingan, lebih baiknya para pihak tempat dudukny di
pisah. Bentuk penataan meja perundingan : oval, persegi empat atau
persegi enam/ pentagon (multi parties)

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 55
Mediator
(Bersertifikat/Tidak)

Negosiator B
Negosiator A

Pengamat/Tenaga Ahli
B. Keterampilan Perundingan.
1) Memimpin perundingan
Mediator harus bisa memimpin perundingan atau proses mediasi antar para
pihak yang sedang bersengketa. Karena dalam mediasi, para pihak cenderung
mengedepankan kepentingannya masing-masing untuk dipenuhi. Sehingga
Mediator membutuhkan keterampilan khusus dalam memimpin proses mediasi.

2) Mampu mendefinisikan isu dan menyusun agenda berdasarkan kesepakatan


bersama.
Banyak mediator kesulitan mendefinisikan isu. Mediator membutuhkan
keterampilan khusus karena definisi isu merupakan pondasi dasar proses mediasi,
jika mediator gagal dalam memformulasikan isu berakibat buntunya proses
mediasi. Definisi isu akan memudahkan para pihak mendiskusikan isu dan
kepentingan yang bersifat subtantif, prosedural dan psikologis. Selain itu, dapat
membangun proses diskusi yang efektif bagi para pihak dan mempermudah
mediator dalam memimpin perundingan. Dalam mendefinisikan isu harus
dipisahkan antara isu, posisi dan kepentingan para pihak. Sehingga mediator
harus membantu para pihak untuk merumuskan masalah bersama. Cara untuk
mendefinisikan isu mulai dari membingkai ulang (Reframing), penggolongan dan
definisi isu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi cepat atau tidaknya penyelesaian
masalah :
• Jumlah dan kompleksitas isu
• Pemahaman para pihak atas hal-hal yang bersifat substantif;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 56
• Kejelasan penyampaian isu dan topik oleh para pihak;
• Kapasitas para pihak untuk mengenal topik atau isu yang dipresentasikan
secara jelas;
• Kekuatan para pihak untuk mendorong pihak lain menerima topik atau isu
untuk dimasukkan dalam agenda;
• Tingkat penolakan secara psikologis atas kolaborasi yang ditunjukkan oleh satu
atau beberapa pihak.
Setelah mediator dapat mendefinisikan isu dari para pihak, selanjutnya mediator
menyusun agenda sesuai prioritas yang di sepakati bersama para pihak.

3) Memimpin dan mengarahkan perundingan sesuai agenda


Manfaat penyusunan agenda adalah memberikan kejelasan dan menyusun
masalah yang pada awalnya dikemukakan secara acak oleh para pihak, para
pihak dapat melihat apakah masalah yang dihadapi telah terakomodasi semua
dalam rencana perundingan yang akan dilaksanakan dan memberikan arah
dan langkah yang efektif dalam pembicaraan yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan masalah yang timbul. Selain itu ada beberapa hal yang perlu
diingat yaitu mediator bertindak sebagai fasilitator yang memberikan usulan
berdasarkan identifikasi isu yang sudah dilakukan, mediator tidak dapat
memaksakan suatu cara penyusunan agenda tertentu namun dapat
mengajukan usulan untuk penyusunan agenda tersebut, dan latar belakang
kultural para pihak yang bersengketa harus dipahami.
Beberapa cara penyusunan agenda :
a) Ad Hoc
Salah satu pihak yang mengusulkan untuk membahas sebuah isu dan pihak
lainnya menyetujui.
b) Agenda Sederhana
Isu dibicarakan satu persatu berdasarkan urutan yang diusulkan para pihak.
Pola ini dipergunakan untuk kasus yang sederhana dan isunya tidak saling
terkait.
c) Menentukan Isu Secara Berselang-Seling
Para pihak memilih topik secara bersalang seling. Cara ini jarang dipergunakan
karena para pihak kadang-kadang tidak mengikuti prosedur sehingga
menimbulkan Dead Lock.
d) Urutan Berdasarkan Isu Yang Paling Penting
Pada dasarnya beranggapan jika isu paling penting dapat diselesaikan maka
yang lain akan mudah diselesaikan. Para pihak harus sepakat dalam
menentukan isu yang paling penting.
e) Urutan Berdasarkan Prinsip
Para pihak terlebih dahulu menentukan prinsip-prinsip umum yang menjadi
kerangka dasar penyelesaian sengketa. Cara ini dapat berhasil dengan baik
jika para pihak mempunyai keinginan untuk berunding secara Fair.
f) Mendahulukan Isu Yang Mudah

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 57
Para pihak memilih isu yang relatif mudah dan penyelesaiannya tidak
memakan waktu lama.
g) Membangun Pondasi
Para pihak mengidentifikasi isu yang akan menjadi landasan dari keputusan-
keputusan yang akan di ambil selanjutnya.
h) Paket
Para pihak kadang merasa enggan untuk menyelesaikan masalah secara satu
persatu. Oleh karena itu, mereka merundingkan beberapa isu secara simultan
dalam satu paket.

4) Menentukan siapa berbicara lebih dulu dan siapa selanjutnya


Mediator menawarkan kepada para pihak untuk siapa yang diberi kesempatan
berbicara terlebih dahulu dan disepakati bersama. Karena jika Mediator langsung
memutuskan salah satu pihak berbicara terlebih dahulu tanpa menawarkan
kepada para pihak akan menimbulkan kecurigaan imparsialitas dan
independensi Mediator dalam mediasi.

5) Menetapkan aturan perundingan


Mediator seharusnya sudah memiliki draft aturan perundingan mediasi sebelum
ditawarkan kepada para pihak untuk disepakati bersama dan dijalankan di
proses mediasi. Para pihak diperbolehkan untuk menambah atau mengurangi
aturan main yang telah disiapkan dan disepakati bersama.

6) Mengelola Dinamika dalam proses perundingan


a) Mediator/ fasilitator perlu mengelola :
• Wawasan dan pengalaman.
• Keuletan dan kesabaran.
• Kepastian dukungan logistik.
• Kemampuan membangun trust dan menjaganya.
• Menjaga tetap imparsial/ netral/ independen/ tidak ada konflik kepentingan.
b) Yang perlu dikelola di internal pihak berkonflik :
• Perbedaan atau perpecahan internal.
• Pembagian peran yang tidak jelas di internal tim.
• Perbedaan pendapat tentang opsi yang akan ditawarkan maupun
keputusan yang akan diambil.
• Pergantian managemen di perusahaan.
• Perbedaan penterjemahan/ penafsiran hasil negosiasi-mediasi.
• WanPrestasi atau tidak melaksanakan isi kesepakatan.
c) Yang perlu dikelola di eksternal pihak berkonflik :
• Intervensi/ pengaruh pihak luar kepada para pihak/ salah satu pihak.
• Hambatan dukungan birokrat di daerah/ pusat.
• Perbedaan tafsir terhadap kebijakan yang dijadikan rujukan penyelesaian.
• Publikasi media yang mempengaruhi kondusifitas proses dan lapangan.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 58
d) Yang perlu dikelola di antar pihak :
• Ketersinggungan atas ucapan lawan negosiasi.
• Sikap mempertahankan posisi awal negosiasi dan menolak untuk bergerak.
• Fokus kepada orang dan posisi daripada masalah.
• Kurang jelasnya peran atau tingkat otoritas
• Sikap menarik diri dari diskusi
• Kurangnya kesediaan untuk mendengarkan
• Pemaksaan ide dan tidak komitmen.

7) Mengadakan Kaukus;
Kaukus/Caucus (Separate Meeting) merupakan pertemuan terpisah yang
dilakukan oleh mediator dengan salah satu pihak daam sebuah proses mediasi
tanpa mengikutsertakan pihak lainnya. Kaukus ini salah satu bagian penting
dalam proses mediasi sehingga membutuhkan keterampilan mediator terutama
untuk menggali/ mengungkapkan “kepentingan tersembunyi”.
a) Fungsi Kaukus
• Membantu mediator dalam memahami motivasi dan prioritas para pihak dan
prioritas para pihak dan membangun empati serta kepercayaan secara
individual
• Memungkinkan mediator untuk mencari informasi tambahan
• Memungkinkan mediator untuk menggali/ mengungkapkan kepentingan
tersembunyi;
• Para pihak memilih topik secara bersalang seling. Cara ini jarang
dipergunakan karena para pihak kadang-kadang tidak mengikuti prosedur
sehingga menimbulkan Dead Lock;
• Memungkinkan salah satu pihak untuk mengungkapkan kepentingan yang
tidak ingin diungkapkan dihadapan mitra rundingnya;
• Memungkinkan mediator dan para pihak untuk mengembangkan dan
mempertimbangkan alternatif-alternatif baru;
• Memungkinkan mediator untuk mendorong dan memotivasi para pihak untuk
melaksanakan perundingan yang konstruktif;
• Memungkinkan mediator untuk menguji seberapa realistis opsi-opsi yang
diusulkan;
• Memberikan waktu dan kesempatan kepada pihak untuk menyalurkan emosi
kepada mediator tanpa membahayakan kemajuan mediasi;
• Mengingatkan hal yang telah dicapai dalam proses mediasi dan
mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan.
b) Hal yang perlu diperhatikan saat kaukus
• Waktu kaukus harus diberikan secara berimbang;
• Waktu kaukus sebaiknya tidak terlalu lama;
• Setelah kaukus pada salah satu pihak, maka mediator bertemu dengan pihak
lainnya;
• Mempersiapkan para pihak untuk memulai kembali sesi perundingan (joint
meeting).

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 59
c) Waktu yang cocok untuk dilaksanakan kaukus
• Pada awal proses mediasi, setelah presentasi para pihak unutk mengetahui
apakah masih ada hal-hal yang disembunyikan dan mungkin penting untuk
penyelesaian masalah;
• Jika diminta oleh salah satu pihak atau kuasa hukumnya;
• Jika terjadi kebuntuan, untuk menganalisa sebab-sebab kebuntuan dan
mencari kemungkinan terobosan-terobosan baru;
• Jika salah satu pihak merasa mengalami tekanan sehingga memberikan
kesempatan padanya untuk memulihkan emosi;
• Mengalihkan perundingan kearah perundingan yang bertumpu pada
kepentingan.

C. Keterampilan Fasilitasi.
1) Mampu menghadapi emosi para pihak.
Beberapa cara untuk mengatasi emosi, adalah :
a) Mengatasi emosi yang moderat
• Didengarkan saja
• Secara perlahan dialihkan;
• Ingatkan pihak yang emosi pada permasalahan perlu diatasi;
• Ingatkan pada peraturan perundingan;
• Ingatkan pihak yang emosi dengan komitmen pada prose penyelesaian.
b) Mengatasi emosi yang otoritatif
• Identifikasi pengungkapan emosi yang tidak wajar;
• Ingatkan pada peraturan perundingan;
• Ingatkan pihak yang emosi dengan komitmen pada prose penyelesaian.
c) Mengatasi emosi yang tinggi/ kuat;
• Skorsing pertemuan untuk istirahat sejenak;
• Kaukus (pertemuan terpisah);
• Meninjau proses mediasi;
• Mampu menahan emosi sendiri;
• Berusaha mencegah jalan buntu.
• Dorong para pihak untuk mengungkapkan permintaan;
• Usul agar para pihak mendapat nasehat profesional (ahli);
• Meminta informasi tambahan pada para pihak;
• Usul penyerahan masalah kepada para ahli mengikat atau tak mengikat.

2) Mengatasi emosi sendiri


• Menawarkan waktu istirahat kepada para pihak;
• Berganti posisi dengan co-Mediator.

3) Berusaha mencegah jalan buntu


• Dorong para pihak untuk mengungkapkan permintaan.
• Usul agar para pihak mendapat nasehat profesional (ahli).

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 60
• Meminta informasi tambahana pada para pihak.
• Usul penyerahan masalah kepada para ahli mengikat atau tak mengikat.
• Lakukan kaukus.

D. Keterampilan Komunikasi.
1) Komunikasi verbal
• Berbicara dengan tenang, meyakinkan;
• Hindari penggunaan istilah dan ungkapan teknis;
• Jika para pihak menggunakan kata-kata keras, mediator dapat mengganti
dengan kata-kata yang lebih netral.

2) Membingkai ulang (Reframing)


Membingkai ulang/ Reframing merupakan penggunaan kata-kata lain,
ungkapan dan tekanan untuk merefleksikan apa yang disampaikan oleh salah
satu atau para pihak.
Reframing tidak hanya sekedar mengubah kata yang diucapkan, tetapi juga
mengubah keseluruhan proses mediasi ke arah yang konstruktif. Selain itu sebagai
bentuk intervensi mediator tidak bisa berbentuk tunggal dan konstan untuk
memenuhi semua tujuan.
Tujuan reframing adalah :
• Mengubah persepsi para pihak terhadap pokok persoalan;
• Meniadakan ungkapan atau kata-kata bermusuhan;
• Mereorientasi pandangan negatif ke arah positif;
• Mengalihkan fokus dari posisi ke kepentingan yang menjadi latar belakang;
• Mengalihkan fokus dari orang ke pokok masalah;
• Mengalihkan fokus dari masa lalu pada masa sekarang dan masa akan
datang;
• Jadikan pokok masalah sebagai masalah bersama para pihak.
Reframing merupakan seni yang sulit dan bisa dianggap sebagai pengulangan
kata yang tidak perlu (paroting). Sehingga bisa dianggap manipulatif oleh para
pihak dan mediator dianggap memihak salah satu pihak. Oelh karena itu
mediator harus berhati-hati dalam reframing karena bisa membahayakan proses
mediasi.
Contoh Reframing :

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 61
3) Kemampuan atau seni bertanya
• Pertanyaan yang tepat disaat yang tepat merupakan salah satu teknik dalam
bermediasi;
• Pertanyaan terbuka mendorong para pihak mengungkapkan gagasan,
pendapat, reaksi atau informasi;
• Gunakan untuk mendorong para pihak berfikir dan berefleksi;
• Mendorong para pihak saling berbicara;
• Sangat baik mendorong keterbukaan antar para pihak;
• Mendapatkan perhatian;
• Pertanyaan tertutup dapat dijawab dengan YA atau TIDAK atau satu dua kata
saja
• Bermanfaat dalam mencari fakta, memandu para pihak mengerucutkan
gagasan, mengkonfirmasi;
• Biasanya dimulai dengan kata Siapa, Kapan, Dimana;
• Terlalu banyak pertanyaan tertutup bisa membuat pihak frustasi, defensif, dan
menciptakan suasana negatif;
• Dalam bertanya harus dijaga agar para pihak tidak merasa diintrogasi, pihak
lain tidak merasa diabaikan dan dialog tetap jelas, fokus.

4) Reiterasi (mengulang pernyataan)


Reiterasi di lakukan jika ada hal penting yang dikemukakan oleh salah satu pihak,
tetapi pihak lain tidak memberikan perhatian dan salah satu pihak berbicara
terlalu cepat

5) Parafrase
Parafrase merupakan pengutipan pernyataan salah satu pihak yang dianggap
penting atau tentang ungkapan perasaan sah satu pihak agar dialog tetap
terjadi.
Beberapa hal yang harus diingat dalam parafrase
• Tidak melakukan parafrase untuk koreksi;
• Tidak mengubah makna dari yang dikatakan;
• Bantulah para pihak menata apa yang akan dituturkan.

6) Menyimpulkan
Menyimpulkan dilakukan untuk merumuskan hal-hal penting setelah berlangsung
pembicaraan antara para pihak. Waktu yang cocok untuk menyimpulkan
adalah:
• Setelah para pihak menyampaikan pernyataan
• Pada waktu memulai sesi perundingan
• Setelah selesai setiap sesi
• Setelah istirahat
• Ketika para pihak mencapai kebuntuan
• Ketika kesepakatan akan difinalkan

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 62
7) Komunikasi non verbal
Komunikasi tanpa menggunakan kata-kata lisan maupun tulisan, sehingga
komunikasi ini dapat mengandung berbagai pesan. Yang termasuk dalam
komunikasi non verbal adalah :
a) Menyimak
b) Kontak mata dan perhatian
Mempertahankan kontak mata tidak sama dengan memperhatikan terus
menerus, tetapi tetap mencatat ide dan poin penting serta menyimak secara
aktif.
c) Bahasa tubuh
Mediator harus menghindari kebiasaan bahasa tubuh menggaruk-garuk
kepala, mencoret-coret kertas dan bermain pulpen.
d) Ekspresi wajah
Mediator perlu menampilkan ekspresi wajah tersenyum dan penuh perhatian
untuk menciptakan relaksasi dan menenangkan para pihak. Jangan
menampakkan ekspresi wajah yang memihak
• Diam.
• Antusias.
• Busana.

10) Mendengarkan secara efektif


• Memahami pesan yang disampaikan
• Menangkap fakta yang dikemukakan dan juga perasaan/emosi pembicara;
• Pusatkan perhatian pada pembicara dengan memadang pada si
pembicara (kontak mata);
• Mengikuti pembicaraa, tidak memutus/ menyela pembicaraan/ interupsi
bertanya;
• Menunjukkan pemahaman dengan mengidektifikasi isi dan perasaan yang
disampaikan oleh pembicara.

11) Membuat catatan


Dalam mediasi jarang menggunakan alat perekam untuk menjaga sifat
kerahasiaan. Mediator diperbolehkan merekam tetapi setelah selesai mediasi
harus dihapus.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 63
MODUL X
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta diharapkan dapat memahami PerMA No. 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
B. Peserta diharapkan dapat memiliki keterampilan pemahaman prosedur
mediasi di dalam dan luar pengadilan.

2. MENGAPA MEDIASI?
A. Memberikan akses yang lebih baik terhadap keadilan bagi pencari
keadilan.
B. Pelaksanaan asas peradilan yang cepat sederhana dan berbiaya ringan.
C. Memperkuat peran pengadilan sebagai lembaga penyelesaian sengketa.

3. ARAH PENGATURAN
A. Sema No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan Lembaga Perdamaian
dalam Pasal 130 HIR dan 154 R.Bg.
B. Perma No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Peradilan Mediasi di Pengadilan.
C. Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
D. Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

4. LINGKUP PENGATURAN
A. Mediator.
B. Iktikad Baik dalam mediasi.
C. Jenis-Jenis Mediasi.
D. Output (Keluaran) Mediasi.
E. Prinsip-Prinsip Umum Mediasi di Pengadilan.

5. PRINSIP UMUM MEDIASI


A. Berlaku untuk perkara di lingkungan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama.
B. Asas praduga mediasi: mediasi wajib dilasanakan, kecuali pada perkara-
perkara, sebagai berikut :
1) Perkara yang waktu pemeriksaannya ditentukan waktu
penyelesaiannya;
2) Perkara yang Tergugatnya tidak hadir di persidangan (verstek);
3) Gugatan rekonvensi dan intervensi;

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 64
4) Sengketa pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan;
5) Sengketa yang sebelumnya diajukan ke pengadilan telah dimediasi
oleh mediator bersertifikat.
C. Mediasi bersifat tertutup, kecuali para pihak menghendaki lain.
D. Dapat digunakan dengan menggunakan sarana audio visual.
E. Para pihak wajib hadir dengan atau tidak didampingi oleh kuasa hukum.
F. Dilaksanakan dengan iktikad baik.
G. Tidak ada biaya jasa mediator hakim atau pengawai pengadilan, kecuali
mediator non hakim atau non pegawai pengadilan.
H. Dilaksanakan di ruang sidang pengadilan, kecuali mediator non hakim
boleh melaksanakan mediasi di luar pengadilan.

6. MEDIATOR
A. Mediator wajib memiliki sertifikat mediator dari Mahkamah Agung atau
lembaga yang terakreditasi.
B. Mediator melaksanakan tugas secara sistematis dan terstruktur.
C. Mediator wajib melaksanakn tugas-tugas administratif.
D. Mediator wajib mentaati Pedoman Perilaku Mediator.

7. LINGKUP PENGATURAN ITIKAD BAIK


A. Kriteria tidak beritikad baik.
B. Bentuk sanksi jika Penggugat tidak beritikad baik.
C. Bentuk sanksi jika Tergugat tidak beritikad baik.
D. Bentuk sanksi jikaPenggugat dan Tergugat tidak beritikad baik.
E. Mekanisme penetapan Pihakatau Para Pihak tidak beritikad baik.
F. Mekanisme pelaksanaan sanksi.

8. KRITERIA TIDAK BERITIKAD BAIK


A. Tidak hadir dalam proses mediasi meskipun sudah dipanggil dua kali
berturut-turut.
B. Hadir dalam pertemuan mediasi pertama, tetapi selanjutnya tidak hadir
meskipun sudah dipanggil dua kali berturut-turut.
C. Tidak hadir berulang-ulang sehingga mengganggu jadwal mediasi.
D. Tidak mengajukan atau tidak menanggapi resume perkara.
E. Tidak menandatangani kesepakatan perdamaian.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 65
9. KONSEKUENSI TIDAK BERITIKAD BAIK
A. Penggugat
Gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankellijke Verklaard) dan
Penggugat dikenakan sanksi membayar biaya mediasi.

B. Tergugat
Tergugat dikenakan membayar biaya mediasi.

C. Penggugat dan Tegugat


Gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankellijke Verklaard).

10. MEKANISME PENETAPAN DAN PELAKSANAAN


A. Mediator menyampaikan laporan pihak tidak beritikad baik kepada Hakim
pemeriksa perkara disertai rekomendasi pengenaan biaya mediasi dan
perhitungan besarannya.

B. Jika penggugat tidak beritikad baik, Hakim pemerikasa perkara


mengeluarkan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat
diterima disertai penghukuman biaya mediasi dan biaya perkara.

C. Jika Tergugat tidak beritikad baik, Hakim pemeriksa perkara sebelum


melanjutkan pemerikasaan mengeluarkan penetapan yang menyatakan
Tergugat tidak beritikad baik dan menghukum Tergugat untuk membayar
biaya mediasi.

D. Biaya mediasi sebagai sanksi tidak beritikad baik diserahkan kepada pihak
yang beritikad baik melalui kepaniteraan.

E. Penyerahan kepada kepaniteraan mengikuti pelaksanaan putusan yang


telah berkekuatan hukum tetap.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 66
11. JENIS MEDIASI YANG DIATUR
A. Mediasi Wajib.
Alur Mediasi Wajib adalah :
1) Pihak penggugat mendaftarkan gugatan ke meja informasi di
pengadilan;
2) Petugas meja 1 menerima gugatan;
3) Penggugat membayar biaya perkara;
4) Gugatan dilanjutkan ke petugas meja 2;
5) Gugatan diterima panitera untuk diteruskan kepada KPN/ KPA;
6) Setelah dipelajari KPN/ KPA dikembalikan kembali ke panitera untuk
dilanjutkan ke Ketua Majelis dan Panitera Muda Perdata/ Gugatan;
7) Ketua Majelis melakukan sidang pertama untuk mewajibkan para pihak
melakukan mediasi terlebih dahulu, dan para pihak dipersilahkan
memilih mediator yang berada di pengadilan atau hakim yang
menentukan;
8) Setelah disepakati mediatornya maka petugas mediasi menyiapkan
untuk persiapan mediasi;
9) Para pihak dan para pihak melakukan proses mediasi dengan jangka
waktu yang telah ditentukan.

B. Mediasi Sukarela Pada Tahap Pemeriksaan Perkara.


Alur Mediasi Sukarela pada tahap Pemeriksaan Perkara :
1) Pada proses mediasi awal para pihak tidak mendapatkan kesepakatan
maka ketua majelis akan melanjutkan persidangan;
2) Namun ditengah persidangan para berdamai maka para pihak
mengajukan permohonan perdamaian;
3) Setelah Ketua Majelis menerima permohonan perdamaian maka akan
menunjuk salah seorang hakim pemeriksa perkara menjadi mediator;
4) Persiapan mediasi disiapkan oleh petugas mediasi;
5) Mediator melakukan proses mediasi selama 14 hari kerja untuk
mendapatkan kesepakatan bersama.

C. Mediasi Sukarela Pada Tahap Upaya Hukum.


Alur Mediasi Sukarela pada tahap Upaya Hukum :
1) Jika perkara telah diputus di Tingkat Pertama/ Banding/ Kasasi dan salah
satu pihak mengajukan banding/ kasasi/ peninjauan kembali;
2) Ditengah perjalanan banding/ kasasi/ peninjauan kembali para pihak
berdamai dan melaporkan kepada KPN/ KPA maka Pengadilan Tinggi/
MA akan mengeluarkan Akta Perdamaian.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 67
D. Mediasi di Luar Pengadilan.
Alur Mediasi Kesepakatan Mediasi Di Luar Pengadilan :
1) Satu pihak pihak mendaftarkan gugatan dengan dilampiri hasil
kesepakatan bersama yang telah disepakati ke petugas meja 1 dan
membayar biaya perkara;
2) Gugatan dan hasil kesepakatan dilanjutkan diserahkan ke petugas meja
2 dan diteruskan ke panitera untuk dipelajari;
3) Panitera menyerahkan gugatan dan kesepakatan ke KPN/ KPA, setelah
dipelajari dikembalikan ke panitera untuk diteruskan ke ketua majelis;
4) Ketua majelis melakukan persidangan untuk mengeluarka akta
perdamaian dari kesepakatan yang telah disepakati oleh para pihak
sebelumnya.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 68
MODUL XI
KODE ETIK MEDIATOR

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Dapat Mengidentifikasi Tindakan yang Melanggar Etis.
B. Dapat Mencontohkah Perilaku kongkrit yg Melanggar Etis.
C. Dapat Menerapkan Prinsip-Prinsip Etis.

2. KODE ETIK MEDIATOR


Diatur dalam Pedoman Perilaku Mediator Mahkamah Agung dan menjadi
kompas bagi mediator dalam menjalankan tugasnya.

3. TUJUAN
A. Melindungi pihak-pihak.
B. Memastikan proses mediasi.
C. Menjamin kepuasan.

4. FUNGSI
A. Bagi mediator.
B. Bagi masyarakat dan para pihak.

5. NETRALITAS
A. Beriktikad baik.
B. Tidak berpihak dengan kata, sikap dan tingkah laku.
C. Tidak mempunyai kepentingan pribadi.
D. Tidak mengorbankan kepentingan para pihak.

6. SELF DETERMINATION
A. Pengambilan keputusan berdasarkan kesepakatan para pihak.
B. Para pihak mengetahui proses mediasi secara lengkap.
C. Menghormati hak para pihak, seperti hak konsultasi, hak untuk tetap atau
keluar dari proses mediasi.
D. Menghindari penggunaan ancaman, tekanan, atau intimidasi dan
paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 69
7. KERAHASIAAN
A. Perkataan.
B. Catatan.
“Mediator wajib memelihara kerahasiaan, baik dalam bentuk perkataan
maupun catatan yang terungkap dalam proses mediasi” (Pasal 5
Pedoman Perilaku Mediator).

8. BENTURAN KEPENTINGAN
A. Keterkaitan dengan perkara.
B. Keterkaitan dengan pihak yang berperkara.

9. MENJAGA KUALITAS MEDIASI


A. Sesuai jadwal.
B. Seimbang.
C. Mediator harus segera menunda atau segera menghentikan proses
mediasi bisa salah satu pihak menyalahgunakan proses mediasi.

10. SANKSI
A. Lisan.
B. Tertulis.
C. Pencoretan nama sebagai mediator.

11. TUNTUTAN HUKUM YANG MUNGKIN TIMBUL


A. Membocorkan rahasia.
B. Tidak memiliki kompetensi.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 70
MODUL XII
MERANCANG DOKUMEN KESEPAKATAN

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Peserta belajar dapat menyusun kesepakatan perdamaian dengan baik
dan benar;
B. Peserta dapat mendefinisikan kesepakatan perdamaian;
C. Peserta dapat membedakan antara kesepakatan, perdamaian dan akta
perdamaian;
D. Peserta dapat mengidentifikasi ciri-ciri kesepakatan perdamaian yang
baik;
E. Peserta dapat mengidentifikasi unsur-unsur kesepakatan perdamaian;
F. Peserta dapat mempraktekkan penyusunan kesepakatan perdamaian.

2. KEDUDUKAN
Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak
mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun
mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis. (Pasal 1851
KUH Perdata).
Perdamaian merupakan salah satu bentuk perjanjian Perdamaian
merupakan perjanjian penyelesaian sengketa atau mencegah sengketa
Perjanjian perdamaian harus dalam bentuk tertulis.

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 71
3. DEFINISI
Kesepakatan perdamaian adalah kesepakatan hasil mediasi dalam
bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator (Pasal 1 angka 8 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016).
Aktor Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian
dan putusan hakim yang mengesahkan kesepakatan perdamaian (Pasal 1
angka 10 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016).

4. SYARAT-SYARAT SAHNYA KESEPAKATAN


Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) :
• Adanya kesepakatan atau kesukarelaan
• Sudah cakap (sudah menikah atau ≥ 21 tahun)
• Objek yang disepakati jelas
• Sebab yang halal atau tidak bertentangan dengan perundang –
undangan.

5. KESEPAKATAN PERDAMAIAN DAN AKTA PERDAMAIAN


A. Kesepakatan Perdamaian
• Ditandatangani Para Pihak dan Mediator;
• Gentlemen Agreement.

B. Akta Perdamaian
• Ditandatangani Majelis Hakim;
• Kekuatan Eksekutorial.

6. BENTUK-BENTUK KESEPAKATAN
A. Ditinjau dari segi bentuk merancang kesepakatan :
1) Kesepakatan tidak formal : lisan saja
2) Kesepakatan tidak formal : tertulis dan ditandatangani oleh para pihak
dan mediator
3) Kesepakatan formal : selain para pihak dan mediator juga dikuatkan
oleh notaris atau hakim melalui putusan

B. Ditinjau dari segi ruag lingkup :


1) Kesepakatan pokok
2) Kesepakatan rinci atau detail

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 72
7. CIRI-CIRI KESEPAKATAN YANG BAIK
• Kejelasan,hindari penggunaan bahasa/ kata yang dapat meragukan
/bias;
• Pergunakan istilah dan bahasa yang lazim digunakan para pihak;
• Dapat dilaksanakan;
• Cukup Rinci;
• Memenuhi Kebutuhan;
• Mengikat Para Pihak;
• Memenuhi Syarat-syarat Perjanjian;
• Mengandung Netralitas : tidak menggunakan rumusan kata-kata yang
menyudutkan atau membela salah satu pihak.

8. ANATOMI KONTRAK
Susunan “kontrak” perjanjian perdamaian secara umum adalah sebagai
berikut:
A. Judul
Judul suatu kontrak harus dapat menggambarkan isi pokok dari kontrak
secara singkat namun jelas dengan menggunakan bahasa yang baku.

B. Pembukaan

C. Komparisi/ Para Pihak


Komparisi adalah bagian dari kontrak yang mendeskripsikan secara rinci
identitas dan kapasitas pihak – piha yang telah mengikatkan diri didalam
kontrak atau perjanjian. Dalam legal drafting, komparisi adalah tindakan
seseorang berdasarkan hal yang khusus/ kedudukan para pihak dalam/
untuk membuat atau menandatangani perjanjian atau kontrak.
Bentuk komparisi :
• Untuk diri sendiri
• Selaku kuasa
• Karena jabatan atau kedudukan (Badan Usaha/ Sosial/ Pemerintahan/
Badan Keagamaan/ Badan Lain)
• Menjalankan kekuasaan sebagai orang tua, wali, pengampu

D. Premise/ Sebab/ Dasar


• Bagian dari kontrak yang menjelaskan maksud dan tujuan dari para
pihak membuat suatu kontrak
• Berisi alasan ataupun dasar pertimbangan dibuatnya kontrak

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 73
• Disebut juga sebagai konsideran atau latar belakang lahirnya
Kesepakatan Perdamaian

E. Syarat – syarat atau isi perjanjian


• Isi kontrak dapat dibuat bebas, kecuali telah diatur dalam Undang –
Undang
• Menjelaskan dengan detail mengenai objek perjanjian
• Sebagai pernyataan kehendak para pihak yang tertuang dalam
pernyataan tertulis
• Menjelaskan tentang hak dan kewajiban para pihak serta uraian
lengkap mengenai prestasi
• Mencantumkan segala hal dan pokok yang dianggap perlu

F. Pengaturan Khusus
Pengaturan khusu mengenai hal-hal yang diinginkan maupun hal-hal yang
tidak dikehendaki

G. Penutup
Penegasan soal pengakhiran sengketa, seperti :
• Kata atau kalimat yang menyatakan bahwa perjanjian ini dibuat dalm
rangkap dan bermaterai yang cukup
• Apabila di pembukaan belum dicantumkan waktu dan tempat, maka
bisa dituliskan di penutup
• Menyebutkan jumlah saksi

9. KEKUATAN KESEPAKATAN
A. Tanpa materai : dokumen/ surat biasa
B. Bermaterai : tanda tangan kehadiran negara (akta bawah tangan)
C. Didaftarkan ke Notaris : kekuatan sama dengan bawah tangan
D. Dibuat dihadapan Notaris : akta otentik (bukti sempurna)
E. Digugatkan ke pengadilan : putusan pengadilan dan memiliki kekuatan
memaksa/ eksekutorial

M o d u l S e r t i f i k a s i M e d i a t o r | 74

Anda mungkin juga menyukai