Anda di halaman 1dari 27

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN

ZAT PSIKOAKTIF

(CASE REPORT)

Pembimbing:

dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh:

Asy Syadzali 1918012050

Vermitia 1818012009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................iii

A. IDENTITAS PASIEN........................................................................1

B. WAWANCARA PSIKIATRI............................................................1

I. ANAMNESIS............................................................................1

A. KELUHAN UTAMA.........................................................1

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.............................1

C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA........................2

D. RIWAYAT PENDIDIKAN...............................................2

E. RIWAYAT PEKERJAAN.................................................2

F. RIWAYAT KELUARGA..................................................3

G. RIWAYAT EKONOMI.....................................................3

H. RIWAYAT KEAGAMAAN..............................................3

I. RIWAYAT KEHIDUPAN SEKARANG..........................4

II. STATUS MENTAL..................................................................4

A. Deskripsi Umum.................................................................4

B. Pembicaraan.......................................................................5

C. Alam Perasaan....................................................................5

D. Gangguan Persepsi.............................................................5

E. Proses Berpikir................................................................... 6

F. Pengendalian Impuls..........................................................6

i
G. Daya Nilai...........................................................................6

H. Tilikan................................................................................7

I. Taraf dapat dipercaya.........................................................7

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................7

D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA..........................................7

E. FORMULASI DIAGNOSIS..............................................................8

F. EVALUASI MULTIAKSIAL.........................................................10

G. DAFTAR MASALAH.....................................................................11

H. PROGNOSIS...................................................................................11

I. RENCANA TERAPI.......................................................................11

J. DISKUSI..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga case report ini dapat penulis selesaikan.

Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Tendry Septa,

Sp.KJ (K) sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan case report ini.

Penyusunan case report ini diselesaikan sebagai sarana diskusi dan

pembelajaran mengenai penemuan dan penatalaksanaan kasus gangguan

mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif, serta diajukan guna

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Lampung. Semoga case report ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca sehingga membantu para pembaca dalam menemukan serta

menangani kasus serupa ke depannya.

Penulis menyadari dalam penyusunan case report ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak sehingga lebih baik pada penyusunan refreat

berikutnya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan refreat ini.

Bandar Lampung, Mei 2020

Penulis

iii
CASE REPORT

A. IDENTITAS PASIEN

Tn. B, laki-laki, 38 tahun, pendidikan S1, menikah dan memiliki dua

orang anak, anggota kepolisian, data diambil berdasarkan skenario

dua.

B. WAWANCARA PSIKIATRI

Wawancara dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis

dengan istri pasien.

I. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Sulit tidur, mudah emosi, meyakini istrinya memiliki

hubungan dengan teman kerjanya.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien ditemani istrinya datang ke poli psikiatri dengan

keluhan sulit tidur, dengan ide yang banyak serta

cenderung mudah emosi selama hampir satu minggu

terakhir. Selain itu pasien juga meyakini bahwa istrinya

memiliki hubungan dengan teman kerjanya. Pasien

mengaku tidak pernah mendengar suara-suara bisikan

ataupun melihat bayangan-bayangan. Menurut istri pasien,

1
selama tiga bulan terakhir suaminya sangat curiga

dengannya sehingga istrinya tidak diperbolehkan bekerja

dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Menurut

istrinya ketika ia melanggar larangan tersebut, suaminya

pernah melakukan kekerasan fisik terhadap dirinya.

Pasien mengaku pernah menggunakan berbagai jenis

Napza seperti shabu dan ekstasi saat ditugaskan dibagian

reskrim. Penggunaan Napza berlangsung sekitar empat

tahun namun sekitar dua tahun terakhir pasien sudah tidak

menggunakannya lagi.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1. Riwayat Penyakit Psikiatri

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri.

2. Riwayat Penggunaan Zat Adiktif

Menurut pasien, dirinya menggunakan berbagai jenis

Napza, seperti shabu dan ekstasi saat ditugaskan dibagian

reskrim. Penggunaan Napza tersebut berlangsung sekitar

empat tahun. Namun sekitar dua tahun terakhir menurut

pasien sudah berhenti menggunakannya.

3. Riwayat Penyakit Medis Umum

Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit lain

sebelumnya.

2
D. Riwayat Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien yaitu S1. Selama pendidikan

pasien tidak pernah tinggal kelas.

E. Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagain anggota Kepolisian.

F. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Genogram Keluarga Tn. B

Keterangan

: Laki-laki hidup

: Wanita hidup

: Pasien

: Tinggal serumah

3
G. Riwayat Ekonomi

Sisi ekonomi pasien sekeluarga cukup mampu karena selain

pasien memiliki pekerjaan sebagai anggota kepolisian,

istrinya juga bekerja sebagai PNS Pemda Provinsi

Lampung.

H. Riwayat Keagamaan

Pasien beragama Islam dan sehari-hari cukup rajin

melaksanakan ibadah..

I. Riwayat Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Kebutuhan

sehari-hari pasien dapat tercukupi melalui hasil kerja dan

perekonomian keluarga cukup mampu.

II. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Kesadaran

Kompos mentis

2. Sikap Terhadap Pemeriksa

Kooperatif

3. Penampilan

Berpakaian cukup rapi

4
4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara pasien duduk dengan tenang dan

kontak mata baik

B. Pembicaraan

Gaya pembicaraan pasien lancar, spontan, artikulasi jelas,

volume cukup, kualitas baik, kuantitas cukup.

C. Alam Perasaan

1. Mood : Eutimia

2. Afek : Luas

3. Keserasian : Mood dan afek serasi

D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi

Tidak didapatkan halusinasi.

2. Ilusi

Tidak didapati ilusi dari pemeriksaan psikiatri yang dilakukan

pada pasien.

3. Derealisasi

Tidak terdapat derealisasi pada pasien.

4. Depersonalisasi

Tidak ditemukan adanya depersonalisasi pada pasien ini.

5
E. Proses Berpikir

1. Bentuk Pikir

Bentuk pikir pasien realistik.

2. Arus Pikir

Arus pikir pasien koheren. Produktivitas cukup,

kontinuitas relevan dan tidak ditemukan hendaya bahasa.

3. Isi Pikir

Terdapat waham cemburu dimana pasien meyakini bahwa

istrinya memiliki hubungan dengan teman kerjanya.

F. Sensorium dan Kognisi

1. Orientasi: tempat, waktu, orang dan situasi baik.

2. Daya ingat: segera, jangka pendek, jangka menengah, dan

jangka panjang baik.

3. Konsentrasi dan Perhatian: baik

G. Pengendalian Impuls

Perlu diperhatikan selama wawancara apakah pasien dapat

tetap kooperatif.

H. Daya Nilai

1. Sosial : Baik

2. Uji Daya Nilai : Baik

3. Penilaian realita : Kurang

6
I. Tilikan

Tilikan derajat 3.

J. Taraf Dapat Dipercaya

Kesan dapat dipercaya.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

1. Status Internus

Keadaan umum baik. Fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan

gastrointestinal dalam batas normal.

2. Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital dalam batas normal.

3. Pemeriksaan Fisik

Tidak ditemukan kelainan.

4. Status Neurologis

Status neurologis dalam batas normal.

5. Laboratorium

Laboratorium dalam batas normal.

D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Tn. B, laki-laki, 38 tahun, agama Islam, sudah menikah, anggota

kepolisian, pendidikan terakhir S1, tinggal bersama istri dan kedua

anaknya. Pasien datang ke Poli Psikiatri ditemani istrinya dengan

keluhan utama sulit tidur, dengan ide yang banyak serta cenderung

7
mudah emosi selama hampir satu minggu terakhir. Pasien memiliki

riwayat penggunaan Napza sekitar 4 tahun namun sudah 2 tahun

terakhir pasien tidak menggunakan Napza lagi. Pasien meyakini

bahwa istrinya memiliki hubungan dengan teman kerjanya. Pasien

mengaku tidak pernah mendengar suara-suara bisikan ataupun

melihat bayangan-bayangan.

Menurut istri pasien, selama 3 bulan terakhir ini pasien sangat curiga

dengan dirinya. Pasien melarang istrinya untuk bekerja dengan

berbagai alasan yang tidak masuk akal. Saat istri pasien melanggar

larangan tersebut, pasien pernah melakukan kekerasan fisik terhadap

istrinya.

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital didapatkan dalam batas

normal dan status generalis dalam batas normal. Berdasarkan

pemeriksaan status mental, ditemukan mood eutimia dengan afek luas,

terdapat keserasian antara mood dan afek. Tidak ditemukan gangguan

persepsi dan terdapat gangguan isi pikir yaitu waham cemburu.

Orientasi, daya ingat, konsentrasi dan perhatian baik, daya nilai baik.

E. FORMULASI DIAGNOSIS

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, pada pasien didapati

sindrom atau pola perilaku yang menimbulkan suatu distress

(penderitaan) dan disability (hendaya) dalam kehidupan sehari-hari

8
pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengidap gangguan

jiwa.

Dalam kasus ini, tidak ditemukan riwayat yang berkaitan dengan

kondisi medis umum, sehingga hal ini dapat menjadi dasar untuk

menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0). Pasien

mengaku hampir satu minggu ini sulit tidur dengan ide yang banyak

dan memiliki riwayat menggunakan beberapa jenis Napza seperti

shabu dan ekstasi selama empat tahun dan sudah berhenti

menggunakannya dalam dua tahun terakhir. Pasien memiliki gangguan

proses pikir berupa waham cemburu dimana pasien meyakini bahwa

istrinya memiki hubungan dengan teman kerjanya dan menurut

istrinya selama tiga bulan terakhir pasien sangat curiga dengannya dan

melarang istrinya pergi bekerja.

Pasien tidak memiliki keluhan berupa gangguan persepsi seperti

adanya halusinasi atau waham, sehingga hali ini dapat menyingkirkan

diagnosis skizofrenia, gangguan skizotipal, dan skizoafektif. Dengan

demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan pada aksis I

pasien didiagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

stimulansia lain termasuk kafein, keadaan putus zat tanpa komplikasi

(F15.30), gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

halusinogenika, keadaan putus zat tanpa komplikasi (F16.30), dan

gangguan waham (F22.0).

9
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan

fungsi kognitif baik, pengetahuan baik, dan pada pasien tidak

ditemukan tanda-tanda gangguan kepribadian sehingga sampai saat ini

belum ada diagnosis aksis II. Pada anamnesis tidak ditemukan

keluhan medis umum dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya

kelainan sehingga belum ada diagnosis aksis III. Pada aksis IV

pasien memiliki masalah dengan istrinya.

Pada aksis V didapatkan penilaian fungsi secara global menggunakan

Global Assessment of Functioning (GAF). GAF saat dilakukan

pemeriksaan adalah 70-61.

F. EVALUASI MULTIAKSIAL

 Aksis I : F15.30 gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

stimulansia lain termasuk kafein, keadaan putus zat tanpa

komplikasi.

F16.30 gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

halusinogenika, keadaan putus zat tanpa komplikasi

F22.0 gangguan waham

 Aksis II : Tidak ada diagnosis

 Aksis III : Tidak ada diagnosis

 Aksis IV : Masalah keluarga

 Aksis V : GAF current 70-61

10
G. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologi

Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna.

2. Genetik

Tidak terdapat riwayat gangguan jiwa pada keluarga pasien.

3. Psikologi

Ditemukan adanya gangguan waham cemburu pasien terhadap

istrinya

4. Sosial

Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial dengan keluarga

akibat pasien sangat curiga tehadap istrinya dan tidak

membolehkan istrinya bekerja dan pernah melakukan kekerasn

fisik terhadap istrinya.

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

I. RENCANA TERAPI

a. Medikamentosa

 Pasien diberikan antipsikotika generasi pertama (APG1)

Haloperidol dosis 5mg/hari.

11
b. Non-medikamentosa

 Psikoedukatif : Psikoedukasi bertujuan untuk meningkatkan

pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan

penyakit, pengenalan gejala, pengelolaan gejala, pengobatan

(tujuan pengobatan, manfaat dan efek samping), peran pasien

dan keluarga dalam pengobatan.

 Dirujuk kepada Psikiater untuk terapi adiksi serta Psikoterapi.

 Rencana pemeriksaan HIV, Hepatitis B, Hepatitis C,

Tuberkulosis

J. DISKUSI

Pada anamnesis dan pemeriksaan tidak ditemukan keluhan berupa

penurunan kesadaran, fungsi kognitif pasien juga baik, tidak

ditemukan gangguan sensorium, hal ini dapat menyingkirkan

diagnosis Gangguan Mental Organik (F0). Setelah dilakukan

anamnesa didapatkan riwayat penyalahgunaan obat berupa

penggunaan NAPZA jenis sabu dan ekstasi sejak 4 tahun lalu,

namun menurut pasien sekitar 2 tahun terakhir tidak menggunakan

NAPZA lagi. Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental

dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.

Gangguan waham menetap merupakan suatu kelompok gangguan

psikiatri yang meliputi serangkaian gangguan dengan waham-

waham yang berlangsung lama, sedikitnya tiga bulan, sebagai

12
satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok

dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental

organik,skizofrenik, atau gangguan afektif. Waham atau delusi itu

sendiri didefinisikan sebagai suatu keyakinan palsu yang

didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksternal

yang tetap bertahan meskipun sudah terbukti sebaliknya dan

keyakinan ini biasanya tidak diterima oleh anggota lain dari

budaya atau subkultur seseorang. Waham yang dialami pada

gangguan waham menetap adalah waham yang bersifat non

bizzare, dalam artian bahwa tipe delusi ini merupakan suatu

kejadian yang mungkin terjadi dalam dunia nyata, seperti misalnya

merasa diikuti, merasa dicintai oleh seseorang, dan merasa

dikhianati serta curiga terhadap pasangan.

Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis dengan gangguan

waham menetap yang termasuk dalam kelompok skizofrenia,

gangguan skizotipal, dan gangguan waham dimana kelompok ini

memiliki ciri khas gejala psikotik dan etiologi organik yang

tidak jelas. Penegakan diagnosis ini sesuai dengan pedoman

diagnosis DSM IV-TR yang mendefinisikan gangguan waham

menetap berdasarkan beberapa kriteria, yakni terdapat suatu

waham nonbizarre yang terjadi selama minimal tiga bulan,

kriteria pasien tidak memenuhi diagnosis skizofrenia (tidak terdapat

halusinasi yang simultan, bicara kacau, serta gejala negatif seperti

13
afek datar atau perilaku kacau lainnya), selain akibat dari waham

pasien fungsi dan perilaku pasien cenderung normal dan wajar,

jika terdapat gangguan mood biasanya berlangsung singkat, dan

gangguan yang terjadi tidak diakibatkan oleh suatu efek fisiologis

langsung dari suatu zat (penyalahgunaan zat atau pengobatan) atau

suatu kondisi medis.

Pada pasien ini ditemukan gejala gangguan waham berupa, pasien

menunjukkan waham cemburu dimana pasien meyakini bahwa

istrinya memiki hubungan dengan teman kerjanya dan menurut

istrinya selama tiga bulan terakhir pasien sangat curiga dengannya

dan melarang istrinya pergi bekerja.

Zat psikoaktif khususnya napza, memiliki sifat-sifat khusus terhadap

jaringan otak yang bersifat menekan aktivitas fungsi otak (depresan),

merangsang aktivitas fungsi otak(stimulansia), dan mendatangkan

halusinasi (halusinogenik). Karena otak merupakan pusat perilaku

manusia, maka interaksi antara napza dengan sel-sel saraf otak dapat

menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Napza memiliki

neurotransmitter yang memiliki sifat khusus sehingga penggunaan

sekaligus berbagai jenis napza dapat mendatangkan kekacauan di

dalam celah sinaptik.

Penggunaan napza yang lama dan berulang-ulang menyebabkan

terjadinya gangguan mekanisme kimiawi dan fungsi otak yang

14
bermakna bertanggung jawab terhadap fungsi generasi, modulasi,

dan pengendalian perilaku kognitif, emosional dan sosial.

Penyalahgunaan napza dapat mengintervensi fungsi otak sehingga

terjadi gangguan mental-emosional dan perilaku.

Menurut PPDGJ-III, Gangguan Penggunaan NAPZA terdiri atas 2

bentuk:

1. Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful effects

terhadap kehidupan orang, menimbulkan masalah kerja,

mengganggu hubungan dengan orang lain serta mempunyai

aspek legal.

2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi,

putus zat, tidak mampu menghentikan kebiasaan menggunakan,

menggunakan dosis NAPZA lebih dari yang diinginkan.

Menurut PPDGJ-III: Diagnosis Ketergantungan Zat yang pasti

ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini dialami

dalam masa setahun sebelumnya:

1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa

(kompulsi) untuk menggunakan zat,

2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat

sejak awal, usaha penghentian atau tingkat penggunaannya,

3. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian

penggunaan zat atau penguranagn, terbukti orang tersebut

15
menggunakan zat atau golongan yang sejenis dengan tujuan

untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus

zat,

4. Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis zat

psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama

yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh

yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan

ketergantungan alkohol dan opiat yang secara rutin setiap hari

menggunakan zat tersebutsecukupnya untuk mengendalikan

keinginannya),

5. Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati

kesenangan karena penggunaan zat psikoaktif yang lain,

meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan atau menggunakan zat atau pulih dari akibatnya,

6. Terus menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat

yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati

kerana minum alkohol berlebihan,keadaan depresi sebagai

akibat penggunaan yang berat atau hendaya fungsi kognitif

akibat menggunakan zat, upaya perlu diadakan untuk

memastikan bahwa pengguna zat bersungguh-sungguh atau

diharapkan untuk menyadari akan hakikat dan besarnya

bahaya.

Pada aksis II tidak ditemukan adanya gangguan perkembangan (termasuk

16
retardasi mental, gangguan perkembangan spesifik dan gangguan pervasif)

dan gangguan kepribadian. Pada aksis III tidak juga ditemukan adanya

gangguan fisik yang mengkontribusi terjadinya gangguan mental atau akibat

gangguan mental. Pada aksis IV ditemukan adanya masalah dalam keluarga

pasien, karena pasien memiliki kecurigaan terhadap istrinya bahwa dirinya

meyakini istrinya memiliki hubungan dengan teman kerjanya dan pernah

melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya.

Karakteristik terapi adiksi yang efektif NIDA (National Institute of Drug

Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar terapi efektif berikut, untuk

dijadikan pegangan bagi para profesional dan masyarakat :

1. Tidak ada satupun terapi yang serupa untuk semua individu

2. Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia

setiap waktu. Seorang adiksi umumnya tidak dapat

memastikan kapan memutuskan untuk masuk dalam program

terapi. Pada kesempatan pertama ia mengambil keputusan,

harus secepatnya dilaksanakan ( agar ia tidak berubah

pendirian kembali )

3. Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak

kebutuhan ( needs ) individu tersebut, tidak semata – mata

hanya untuk kebutuhan memutus menggunakan NAPZA

4. Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara

kontinyu dan kalau perlu dapat dimodifikasi guna

17
memastikan apakan rencana terapi telah sesuai dengan

perubahan kebutuhan orang tersebut atau belum.

5. Mempertahankan pasien dalam satu periode program terapi

yang adekuat merupakan sesuatu yang penting guna menilai

apakah terapi cukup efektif atau tidak

6. Konseling dan terapi perilaku lain merupakan komponen

kritis untuk mendapatkan terapi yang efektif untuk pasien

adiksi

7. Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada

terapi banyak pasien, terutama bila dikombinasikan dengan

konseling dan terapi perilaku lain

8. Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita

gangguan mental, harus mendapatkan terapi untuk keduanya

secara integrative

9. Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi

adiksi dan detoksifikasi hanya sedikit bermakna untuk

menghentikan terapi jangka panjang

10. Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin

menghasilkan suatu bentuk terapi yang efektif

11. Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama terapi

berlangsung harus dimonitor secara kontinyu

12. Program terapi harus menyediakan assesment untuk HIV /

AIDS , hepatitis B dan C, tuberkulosis dan penyakit infeksi

lain dan juga menyediakan konseling untuk membantu pasien

18
agar mampu memodifikasi atau mengubah tingkah lakunya,

serta tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada

posisi yang beresiko mendapatkan infeksi

13. Recovery dari kondisi adiksi NAPZA merupakan suatu

proses jangka panjang dan sering mengalami episode terapi

yang berulang – ulang

Sasaran terapi adiksi NAPZA adalah :

1. Abstinensia atau mengurangi penggunaan NAPZA bertahap

sampai abstinensia total.

2. Mengurangi frekuensi dan keparahan relaps.

3. Perbaikan dalam funsgi psikologi dan penyesuaian fungsi

sosial dalam masyarakat.

Proses terapi adiksi zat umumnya dapat dibagi menjadi beberapa

fase yaitu :

1. Fase Penilaian

2. Fase Terapi Detoksifikasi

3. Fase Terapi Lanjutan

 Program Terapi Substitusi

 Program Terapi yang berorientasi abstinensia.

Fase pemulihan seorang adiksi napza mengalami banyak perubahan-

perubahan yang dapat dinilai dari motivasinya. Model stages of change

19
dilakukan oleh Procashka dkk(1993) untuk memahami proses seorang

adiksi napza dalam upayanya untuk menghentikan kebiasaannya. Mulai dari

fase prekontemplasi, kontemplasi, preparasi, aksi, dan rumatan. Setiap fase

memiliki ciri-ciri spesifik. Bila pasien beranjak maju namun terjadi relaps,

maka ia akan kembali ke fase yang lebih awal. Ciri-siri spesifik dari tiap-

tiap fase adalah sebagai berikut:

1. Pre-contemplation

Tahap awal dimana individu belum siap menghadapi perubahan.

Mereka masih belum menyadari kebutuhan untuk berubah. Pada

tahap ini individu belum memilki niatan untuk berubah dalam waktu

dekat. Tahapan ini diperlukan stategi bagi individu untuk belajar

lebih banyak mengenai perilaku hidup sehat, memikirkan pro

mengenai perubahan perilaku.

2. Contemplation

Individu yang berada dalam tahap ini sudah mulai berpikir untuk

berubah dalam waktu dekat. Strategi yang diperlukan pada tahap ini

adalah individu membayangkan dampak positif atau manfaat ketika

mereka sudah melakukan perubahan perilaku, individu juga belajar

mengurangi kontra terhadap perubahan perilaku.

3. Preparation

Individu telah siap melakukan perubahan dalam jarak dekat. Mereka

sudah mengambil langkah-langkah untuk berubah. Dalam tahap ini

dibutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat mereka, individu

juga dapat mengatakan kepada orang lain mengenai rencana

20
perubahan perilakunya dan berpikir tentang hal-hal positif yang akan

dia dapatkan.

4. Action

Pasien berhasil menunjukkan beberapa perubahan perilaku yang

berkaitan dengan napza, misalnya bersedia mengikuti terapi dan

menghadiri NA meeting. Individu telah melakukan perilaku sehat

dalam waktu dekat. Individu telah membuat komitmen untuk

berubah. Strategi yang diperlukan adalah mengganti kegiatan yang

berkaitan dengan perilaku sehat dengan hal-hal positif, menghargai

diri sendiri dan menghindari situasi dan orang lain yang berpotensi

untuk membawa mereka kembali ke perilaku sebelumnya. Pasien

mulai mencari aktivitas alternative di luar focus problem

ketergantungan napza misalnya kursus-kursus sederhana, olahraga

atau aktivitas berguna lainnya.

5. Maintenance

Pasien telahmencapai sasaran misalnya abstinensia (tidak memakai

napza lagi) dan sekarang sedang bekerja keras untuk tetap

mempertahankannya. Pasien mulai menghindari diri menggunakan

napza apapun dan berhasil mengendalikan relaps yang datang serta

mampu mengatasinya. Individu telah memelihara perilaku sehat

dalam jangka panjang. Di tahap ini individu telah sadar pentingnya

perilaku sehat. Pasien telah mencoba untuk menahan berbagai

godaan atau tawaran dari orang-orang lain yang masih aktif

menggunakan zat.

21
Berdasarkan sasaran terapi dan proses terapi inilah dapat disimpulkan

bahwa tatalaksana pada pasien NAPZA merupakan suatu proses yang

panjang. Hal ini mengharuskan kita yang paling penting adalah melakukan

psikoedukasi pada keluarga dan pada pasien bahwa ke depannya pasien

akan dirujuk ke Psikiater dan melakukan proses yang panjang untuk dapat

menghentikkan dan mencegah relapsnya adiksi pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Elvira SD, dan Hadisukanto G. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat

Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika

Atmajaya.

Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Sadock BJ, Sadock VA. 2008. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of

Clinical Psychiatry. Edisi ke-3. USA Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins.

23

Anda mungkin juga menyukai